Anda di halaman 1dari 38

PANDUAN PRAKTIK

KLINIS (PPK)
PENYAKIT BEDAH
RS FMC
TAHUN 2022

i
DAFTAR ISI

Tumor Jinak Payudara ........................................................................................ 1


Hernia Inguinalis Lateralis / Medialis ................................................................. 5
Tumor Jinak Jaringan Lunak & Tumor Non Neoplastik Jaringan Lunak .......... 7
Apendisitis Akut ................................................................................................. 11
Struma ................................................................................................................. 14
Peritonitis Umum ................................................................................................ 16
Limfadenopati ..................................................................................................... 19
Hemoroid ............................................................................................................ 21
Cedera Kepala Ringan ........................................................................................ 24
Cedera Kepala Sedang ........................................................................................ 27
Cedera Kepala Berat ........................................................................................... 30
Kolelithiasis ........................................................................................................ 33

ii
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
TUMOR JINAK PAYUDARA
(ICD-10: D24)
1. Pengertian Lesi jinak yang berasal dari parenkim, stroma, areola dan papilla
(Definisi) mamma.
2. Anamnesis 1. Fibroadenoma mamma
- Merasa ada benjolan di payudara cukup lama
- Benjolan sering tidak disertai rasa nyeri dan sering tak ada
hubungan dengan menstruasi
- Benjolan terasa mobile/ lari-lari
- Usia muda (akil baliq - 30 tahun)
2. Tumor Filloides Mamma
- Usia 30 tahun atau lebih
- Benjolan sudah diderita lam dan dapat sangat besar tanpa
nyeri, kadang anamnesis cepat membesar terakhir ini, dan
disertai ulkus
3. Pemeriksaan 1. Fibroadenoma mamma
Fisik - Benjolan biasanya tidak terlalu besar
- Dapat tunggal atau multipel
- Pada palpasi teraba tumor padat kenyal
- berbatas tegas
- permukaan halus
- meskipun kadang berdungkul-dungkul
- sangat mobile
- tidak nyeri tekan
- dapat tunggal atau multiple
- dan tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening aksila
ipsilateral.
2. Tumor Filloides mamma
- Benjolan besar atau sangat besar (5cm-40cm)
- Kulit di atas tumor mengkilat, ada fleboektasi, kadang
1
didapatkan ulkus
- Benjolan berdungkul-dungkul dengan konsistensi
heterogen, ada bagian yang padat, dan banyak bagian yang
kistik
- Meskipun besar, benjolan masih mobile (mudah
digerakkan) dari jaringan sekitar atau dengan kulit dan
dasar/dinding thoraks
- Tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening aksilla
ipsilateral walaupun benjolan sudah sangat besar dan
terdapat ulkus
4. Kriteria 1. Fibroadenoma mamma
Diagnosis - Tumor di mamma pada wanita
o Muda, dibawah umur 30 tahun
o Tumbuh pelan dalam waktu tahunan
o Batas tegas
o Bentuk bulat atau oval
o Permukaan halus
o Konsistensi padat elastis
o Sangat mobil dalam korpus mamma
o Tumor dapat singel atau multipel
- Nodus axilla tidak teraba membesar dan tidak ada tanda
metastase jauh.
2. Tumor filloides mamma
- Tumor pada mamma yang besar, > 5 cm dan dapat lebih dari
30 cm
o Diameter umumnya besar diatas
o Permukaan berbenjol-benjol
o Ada bagian yang padat dan kistaus
o Sangat mobil dari dinding dada
- Kulit diatas tumor mengkilat
- Vena subkutan membesar dan berbelok-belok (venaektasi)
- Tidak ada tanda-tanda infiltrasi atau metastase

2
3. Papilloma intra duktal
- Perdarahan atau keluar cairan abnormal dari puting susu
- Tumor kecil di subareoler
5. Diagnosis Kerja Tumor Jinak Payudara

6. Diagnosis 1. Kanker payudara


Banding 2. Kista payudara
3. Fibroadenosis
7. Pemeriksaan  Epidemiologi: umur, faktor risiko
Penunjang  Radiologi: USG mamma / mammografi
 Sitologi: FNA
 Patologi: Biopsi, Vries Coup
8. Tata Laksana a. Fibroadenoma mamma: eksisi tumor mamma
b. Tumor filloides : eksisi tumor atau mastektomi simpel
c. Papiloma intraduktal : duktektomi
d. Lain-lain tumor jinak : eksisi tumor mamma
9. Edukasi Menjelaskan mengenai penyakit, terapi, prognosa dan angka
kekambuhan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator Kondisi pasien membaik
(Outcome)
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.

3
2. Crofton SJ, Horne N, Miller F. Fibroadenoma mammae. Edisi
ke1. London: The Mac Millan Press, 1992.
3. Rahajoe N, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman
Tatalaksana FAM. 2005.
4. Pang T, Koh KL, PuthuchearySD (eds) : Tumor Phylloides:
Strategies for the 90’s, Singapore, World Scientific, (2010).

4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
HERNIA INGUINALIS LATERALIS / MEDIALIS
(ICD-10: C40-41)
1. Pengertian Penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui anulus
(Definisi) inguinalis internus yang terletak disebelah lateral vasa epigastrika
inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut
melalui anulus inguinalis eksternus
2. Anamnesis - Adanya penonjolan diselangkangan atau kemaluan sering
dikatakan turun bero/burut/kelingsir
- Benjolan bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan
dapat timbul kembali jika menangis, mengejan, mengangkat
beban berat atau bila posisi berdiri
- Bila terjadi komplikasi tidak ditemukan nyeri.
3. Pemeriksaan - Pemeriksaan fisik abdomen dan inguinalis, terlihat adanya
Fisik benjolan di area inguinalis/kemaluan/skrotum.
- Jika tidak ditemukan pada keadaan berdiri pasien diminta
mengejan maka akan tampak benjolan dan bila sudah tampak
diperiksa apakah benjolan dapat dimasukan kembali
- Pada auskultasi benjolan dapat didengarkan bunyi usus
- Pada palpasi kadang muncul nyeri tekan
4. Kriteria - Benjolan pada lipat paha, dapat keluar masuk. Dapat berupa
Diagnosis hernia inguinalis lateralis, hernia inguinalis medialis (diatas lig.
Inguinale), hernia femoralis dibawah lig. Inguinale
- Klinis dapat reponibilis, ireponibilis, inkarserata
5. Diagnosis Kerja Hernia Inguinalis Lateralis/Medialis

6. Diagnosis 1. Hidrokel varikokel


Banding 2. Andesensus testis
7. Pemeriksaan Laboratorium rutin
Penunjang

5
8. Tata Laksana a. Operasi segera bila inkarserata (Bassini)
b. Operasi terencana untuk hernia reponibilis dan hemia
ireponibilis (Bassini)
c. Hernioraphy menurut Bassini /shouldice atau lebih baik
dengan memakai
d. Prolene Mesh (Lichtenstein)
9. Edukasi - Edukasi Komplikasi Hernia Inguinalis
- Edukasi Tindakan Herniotomi dan Herniorafi
- Edukasi Perawatan Luka pasca tindakan
10. Prognosis Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator 80% pasien yang dirawat dengan Hernia ingunalis pulang sembuh
(Outcome)
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.
2. Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi 3 Editor : Arif M,
Suporaita, Wahyu IW, Wiwiek S . 2000; 313-7
3. Nyhus LM, Bombeck CT, Klein MS. Hernia IN: Sabiston DC.
Texbook Of Surgery 14th ed. Philadelphia: WB Sauders
Company; 1991:958-65

6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
TUMOR JINAK JARINGAN LUNAK & TUMOR NON NEOPLASTIK JARINGAN
LUNAK
(ICD-10: D17 sd D21)
1. Pengertian Soft tissue tumor merupakan tumor jinak yang terjadi pada
(Definisi) jaringan ikat tubuh antara kulit dan tulang.
2. Anamnesis - Benjolan di kulit tanpa disertai nyeri
- Semakin lama semakin membesar dalam jangka waktu lama
3. Pemeriksaan Terdapat benjolan, teraba lunak, mobile bila digerakan
Fisik
4. Kriteria 1. Tumor jinak jaringan lunak
Diagnosis - Lipoma, D17
Tumor berbentuk bulat, oval atau lobuler, tumbuh pelan
konsistensi lunak, tidak nyeri, singel atau multipel, subkutan
- Hemangioma, D18
o Hemangioma kapilare
Berbentuk plaque atau nodus pada kulit, berwarna
merah, yang terdapat sejak lahir atau timbul waktu masa
anak
o Hemangioma cavernosum
 Tumor di kulit atau subkutan, seperti spons,
berwarna kebiruan, sejak lahir atau timbul waktu
bayi
 Tumor dapat tumbuh dan membesar dengan cepat
tetapi dapat mengecil atau menghilang spontan
umumnya sebelum umur 5-7 tahun
o Hemangioma arteriale (hemangioma racemosul cirrsoid
hemangioma)
 Tumor berbentuk panjang, berbelok-belok,
berdenyut karena ada shunt antara arteri dan vena,

7
bayi atau kecil
 Lokasi umumnya di subkutan di kepala
- Limfangioma, D18
o Limfangioma kapilare (Limfangioma simpleks)
Berbentuk vesikel atau kutil kecil-kecil multipel, cairan
limfe, dengan kulit berwarna normal, timbul lahir atau
waktu kecil
o Limfangioma cavernosum
Berbentuk tumor atau berupa pembesaran organ, bibir
(makrocheili), lidah (makroglosi), dsb., dengan diatas
tumor berwarna normal, konsistensi seperti
o Limfangioma kistikum (Higroma)
 Berupa kista, berisi cairan limfe, dengan kulit dan
tumor warnanya normal, timbul sejak lahir waktu
bayi
 Lokasi umumnya di leher (higroma coli) at axilla
(higroma axillare).
- Fibroma, D21
o Berbentuk tumor padat, berbatas tidak tegas, konsistensi
ada yang keras (fibroma durum), ada yang lunak
(fibroma molle) tergantung pada banyaknya jaringan
ikat pada tumor.
o Lokasi subkutan, fascia, septum intermuskulare
o Tumor desmoid ialah fibroma yang terdapat pada
dinding abdomen pada fascia muskulus tektus atau
obliquus abdominis, Klinis kelihatannya sebagai tumor
ganas, tetapi patologis sebagai tumor jinak
- Neurofibroma, D36.1
o Berbentuk tumor bulat panjang, sering multipel
sepanjang jalan syaraf perifer, berasal dari bungkus
syaraf.
o Dapat timbul nyeri atau paraestesia
2. Tumor non neoplasma

8
- Neurofibromatosis von Recklinghausen, Q85.0
o Suatu penyakit kongenital herediter, yang terdapat sejak
lahir atau baru manifest setelah dewasa, yang tumbuh
progresif dengan pelan
o Berbentuk nodus, tumor atau polipoid, dikulit, subkutis
atau subfascial, multipel diseluruh tubuh, dengan ukuran
bervariasi, konsistensi lunak
o Yang khas ialah terdapat cafe aux lait, suatu plaque
berwarna coklat susu pada kulit
o Bila belakangan ada tumor yang tumbuh dengan cepat,
konsistensi berubah menjadi padat. harus dicurigai
mengalami transformasi ganas, menjadi neurogenic
sarcoma.
- Ganglion, M67.4
o Tumor kistaus dari bungkus tendon atau sendi, yang
berisi cairan seperti gudir.
o Lokasi umumnya di subkutan di tangan (ganglion karpi),
kaki (ganglion tarsi) atau di poplitea. (ganglion poplitea)
5. Diagnosis Kerja Tumor Jinak Jaringan Lunak & Tumor Non Neoplastik Jaringan
Lunak
6. Diagnosis Tumor ganas jaringan lunak
Banding
7. Pemeriksaan  Radiologis: X-foto, CT-san, MR1 pada tempat tumor
Penunjang  Patologis: FNA, biopsi, pemeriksaan spesimen operasi Staging
8. Tata Laksana Terapi Bedah
a. Eksisi tumor
b. Cryosurgery
c. Elektro cauter
d. Abrasi / dermobrasi

Non Bedah
a. Hemangioma : radiotrapi, kortikosteroid, tatouage
b. Ganglion : kortikosteroid intra kistik

9
9. Edukasi - Rawat luka setiap 2 hari pada fasilitas kesehatan
- Kontrol poliklinik
10. Prognosis Baik

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator - Tumor sudah diangkat
(Outcome) - Hasil PA tidak tampak keganasan
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.
2. Syamsuhidayat, R. Wim De Jong. Neoplasma. Dalam: buku
ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005.

10
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
APENDISITIS AKUT
(ICD-10: K35.8)
1. Pengertian Penyumbatan dan peradangan akut pada usus buntu dengan jangka
(Definisi) waktu kurang dari 2 minggu

2. Anamnesis - Nyeri perut kanan bawah


- Mual
- Anoreksi
- Bisa disertai dengan demam
3. Pemeriksaan - Nyeri tekan McBurney
Fisik - Rovsing sign (+)
- Psoas sign (+)
- Blumberg sign (+)
- Obturator sign (+)
- Colok dubur : nyeri jam 9-11
4. Kriteria - Nyeri ke McBurney
Diagnosis - Defance muscular
- Panas badan meningkat kadang disertai muntah
- Masa (-), pada periapendikuler infiltrat teraba masa yang
nyeri tekan pada perut kanan bawah, defans muskuler (+)
Nyeri tekan (+), colok dubur nyeri jam 09.00
- Beda temperatur rektal dengan axiler lebih dari 1 derajat C
5. Diagnosis Kerja Apendisitis Akut
6. Diagnosis 1. Divertikulitis
Banding 2. Limfadenitis
3. Peradangan organ kandungan
4. KET
5. Torsio testis kanan
6. Gastroenteritis – colitis
7. Pemeriksaan  Darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan

11
Penunjang  Ureum kreatinin
 GDS
 HbsAg
 Tes kehamilan (kalau perlu)
 USG abdomen
8. Tata Laksana a. Apendisitis kronis: direncanakan Apendektomi elektif
b. Apendisitis akut: direncanakan apendektomi segera
c. Periapendikuler abses : insisi, drainase
d. Periapendikuler infiltrat : pertama dirawat konservasi
medikamentosa yang adekwat, bila masa mengecil ukuran cm
atau menghilang, dilakukan apendektomi dengan insisi
paramedian.
e. Apendisitis perforata disertai tanda-tanda peritonitis local:
dilakukan apendektomi dengan insisi gradiron atau pall
median.
f. Bila ditemukan tanda-tanda peritonitis umum dilakukan
laparotomi dengan insisi median
9. Edukasi - Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan
penunjang
- Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
komplikasi
- Penjelasan alternatif tindakan
- Penjelasan perkiraan lama rawat
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B

12
14. Indikator 1. Keluhan berkurang
(Outcome) 2. Lama hari rawat : 3 hari
3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
4. Kesesuaian dengan hasil PA
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.
2. Syamsuhidayat, R. Wim De Jong. Neoplasma in: Buku ajar
ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005.
3. Grace, Borley. At a glance ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta:
Erlangga; 2006.

13
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
STRUMA
(ICD-10: E04, E05, E06)
1. Pengertian Suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
(Definisi) thyroid
2. Anamnesis - Keluhan adanya benjolan pada leher depan bagian bawah.
- Pada pembesaran kelenjar thyroid yang masih kecil tidak
menimbulkan keluhan
- Adanya gangguan menelan, sesak nafas, suara serak dan rasa
nyeri bila ukuran benjolan besar dan sudah menimbulkan
penekanan pada leher.
- Benjolan dapat bergerak keatas saat menelan.
3. Pemeriksaan - Terdapat pembesaran kelenjar thyroid
Fisik - Lokasi,konsistensi, ukuran, jumlah nodul, terfixir atau tidak,
adanya pembesaran kelenjar limfe leher dan bentuk tumor
- Benjolan bergerak saat menelan
- Berdenyut atau tidak
4. Kriteria - Benjolan/ massa di trigonum koli anterior sebelah bawah
Diagnosis - Ikut bergerak keatas bila penderita melakukan gerakan
menelan
- Bentuk bisa difus, uninoduler atau multi noduler
- Bisa disertai gejala hipertiroidi (badan tambah kurus, gelisah,
jantung berdebar, sering keringatan, sulit tidur, diare) atau
gejala hipotiroidi (malas, mudah capek, ngantuk, tambah
gemuk, obstipasi, mata sembab)
- Curiga ganas bila tumbuhnya cepat. Sesak (+), disfagi (+),
suara parau, benjolan keras, fixed, ada pembesaran kgb leher.
5. Diagnosis Kerja Struma

6. Diagnosis 1. Kista duktus thyroglosus


Banding 2. Brachial cyst

14
3. Lipoma
7. Pemeriksaan  Faal tiroid : T3, T4, TSH
Penunjang  Biopsi aspirasi jarum halus untuk struma uninodosa atau
curiga ganas
 BMR (pada saat rawat inap)
8. Tata Laksana Bedah (tergantung proses patologis tiroid):
M.Basedow : tiroidektomi subtotal
Struma uninodosa : lobektomi subtotal
Struma multinodosa : lobektomi/ tiroidektomi subtotal
(tergantung jumlah lobus yang terkena)
Non Bedah
Tiroiditis kronis : ismektomi
9. Edukasi - Dirawat inap di RS
- Puasa minimal 6 jam sebelum dilakukan operasi
- Kontrol 1 minggu setelah KRS
10. Prognosis Baik, kecuali karsinoma anaplastik atau lanjut.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator Setelah dilakukan operasi 80 % pasien keadaan baik
(Outcome)
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah
Umum Indonesia; 2002.
2. Seymour I, Schwarts, Spenser. Intisari prinsip-prinsip ilmu
bedah. Edisi 6 , Jakarta: EGC; 2000.
3. PERABOI. Panduan penatalaksanaan kanker solid. Jakarta:
Sagung seto; 2011.

15
16
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
PERITONITIS UMUM
(ICD-10: K65)
1. Pengertian Peradangan peritoneum dapat karena kuman (septic) atau kimiawi
(Definisi) (kemikal) Peritonitis septic misalnya pada apendisitis perforata,
perforasi usus akibat tipus abdominalis, sedang peritonitis
kimiawi misalnya perforasi lambung - pankreatitis.
2. Anamnesis - Nyeri hebat pada abdomen yang dirasakan terus-menerus
selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun
tersebar di seluruh abdomen. Intensitas nyeri semakin kuat
saat penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau
mengejan.
- Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita
akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita
tampak letargik dan syok.
- Mual dan muntah timbul akibat adanya kelainan patologis
organ visera atau akibat iritasi peritoneum.
- Kesulitan bernafas disebabkan oleh adanya cairan dalam
abdomen, yang dapat mendorong diafragma.
3. Pemeriksaan - Status generalis: tampak letargik dan kesakitan
Fisik - Dapat ditemukan demam
- Distensi abdomen disertai nyeri tekan dan nyeri lepas
abdomen
- Defans muskular
- Hipertimpani pada perkusi abdomen
- Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas di bawah
diafragma
- Bising usus menurun atau menghilang
- Rigiditas abdomen atau sering disebut perut papan
- Pada colok dubur akan terasa nyeri di semua arah, dengan
tonus muskulus sfingter ani menurun dan ampula rekti berisi
17
udara.
4. Kriteria - Nyeri tekan perut pada seluruh lapangan perut (defance
Diagnosis muscular)
- Riwayat trauma, riwayat infeksi
- Pengukuran temperatur rektal dan temperatur axilar dengan
selisih lebih 1 derajat C
5. Diagnosis Kerja Peritonitis Umum

6. Diagnosis 1. Pankreatitis Peritonitis septik


Banding 2. Peritonitis kimiawi
7. Pemeriksaan  DPL, PTT, aPTT
Penunjang  Ur/Cr
 UL
 Foto polos abdomen berbaring / diafragma
 USG abdomen
8. Tata Laksana a. Memperbaiki keadaan umum pasien
b. Pasien puasa
c. Dekompresi saluran cerna dengan pipa nasogastrik atau
intestinal
d. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena
e. Pemberian antibiotik spektrum luas intravena
f. Tindakan-tindakan menghilangkan nyeri dihindari untuk tidak
menyamarkan gejala
g. Laksanakan operasi segera
9. Edukasi - Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
komplikasi
- Penjelasan perkiraan lama perawatan
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C

18
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator - Tidak terjadi kematian
(Outcome) - Keadaan umum pasien membaik setelah operasi
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.
2. Wim de jong, Sjamsuhidayat R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3.
Jakarta: EGC; 2011.
3. Schwartz, Shires, Spencer. Peritonitis dan abses intraabdomen .
Dalam: intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta:
EGC; 2000.

19
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
LIMFADENOPATI
(ICD-10: R59)
1. Pengertian Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening
(Definisi) dengan ukuran lebih besar dari 1 cm.
2. Anamnesis - Pajanan binatang dan gigitan serangga
- Penggunaan obat
- Kontak penderita infeksi
- Riwayat infeksi rekuren
- Riwayat vaksinasi
- Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam
3. Pemeriksaan - Karakter dan ukuran kelenjar getah bening
Fisik - Lokasi limfadenopati
4. Kriteria Ada pembesaran kelenjar limfe salah satu atau lebih di regio
Diagnosis leher, ketiak, inguinal yang dapat:
1. Singel atau multipel
2. Lepas atau melekat satu dengan yang lainnya membentuk
konglomerat
3. Dicurigai ganas:
o Primer, apabila kelenjar membesar progresif, tanpa
radang, padat, terfiksasi, atau tidak sembuh dengan
antibiotika atau obat anti TBC.
o Sekunder bila ditemukan ada tumor primernya
5. Diagnosis Kerja Limfadenopati

6. Diagnosis 1. Limphadenitis khronika, baik spesifik maupun non spesial


Banding 2. Limfoma maligna (Hodgkin atau non Hodgkin)
3. Reaktif hiperplasia
4. Metastasis kanker dari tempat lain, ICD.C77 atau C80
7. Pemeriksaan Diagnosis
Penunjang  Radiologi: tergantung dari lokasi limfadenopati itu untuk

20
mencari tumor primernya
 Patologi: FNA, biopsi eksisi
 Laboratorium: test immunologis (tbc, toksoplasma)

Staging, hanya untuk limfoma maligna atau metastase kanker


 T : cari letak tumor primernya, Minis dan imaging
 N : limfadenopati adalah metastase regional atau metastase
jauhnya
 M : cari lokasi metastase jauhnya, klinis dan imaging
8. Tata Laksana Tergantung dari penyebabnya
9. Edukasi Jelaskan penyebab terjadinya penyakit
10. Prognosis - Non neoplasma : baik
- Neoplasma : tergantung dari stadiumnya
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator - KGB kembali ke ukuran semula
(Outcome) - Dasar penyakit penyebab limfadenopati ditemukan dan
diobati
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.

21
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
HEMOROID
(ICD-10: I84)
1. Pengertian Hemoroid adalah pelebaran vena-vena di dalam pleksus
(Definisi) hemoroidalis
2. Anamnesis - Perdarahan pada waktu defekasi, darah berwarna merah
segar. Darah dapat menetes keluar dari anus beberapa saat
setelah defekasi
- Prolaps suatu massa pada waktu defekasi. Massa ini mula-
mula dapat kembali spontan sesudah defekasi, tetapi
kemudian harus dimasukkan secara manual dan akhirnya
tidak dapat dimasukkan lagi
- Pengeluaran lendir
- Iritasi didaerah kulit perianal
- Gejala-gejela anemia (seperti : pusing, lemah, pucat)
3. Pemeriksaan - Status generalis: tampak anemia
Fisik - Pemeriksaan status lokalis
- Inspeksi: Hemoroid derajat 1, tidak menunjukkan adanya
suatu kelainan di regio anal
- Hemoroid derajat 2, tidak terdapat benjolan mukosa yang
keluar melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang
tertutup kulit dapat terlihat sebagai pembengkakan
- Hemoroid derajat 3 dan 4 yang besar akan segera dapat
dikenali dengan adanya massa yang menonjol dari lubang
anus yang bagian luarnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya
oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah
- Palpasi: Hemoroid interna pada stadium awal merupaka
pelebaran vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak
dapat dideteksi dengan palpasi
- Setelah hemoroid berlangsung lama dan telah prolaps,

22
jaringan ikat mukosa mengalami fibrosis sehingga hemoroid
dapat diraba ketika jari tangan meraba sekitar rektum bagian
bawah
4. Kriteria  Keluar darah segar saat BAB, terutama saat feses akan keluar
Diagnosis atau setelah feses keluar
 Keluar benjolan lewat anus dapat masuk atau tidak dapat
masuk (Grade I sd. IV)
 Rasa nyeri pada dubur, kadang terasa gatal pada dubur
5. Diagnosis Kerja Hemoroid

6. Diagnosis 1. Karsinoma rekti


Banding 2. polip rekti
3. prolaps rekti
4. peradangan GI tract (Proktitis)
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan darah rutin
Penunjang  Proktoskopi
 colok dubur
8. Tata Laksana a. Stadium I & II tanpa atau dengan perdarahan : rawat jalan,
medikamentosa, pengaturan diet skleroterapi, ligasi ruber band
b. Stadium HI & IV: MRS, ligasi ruber band, operasi
haemoroidektomi
9. Edukasi - Konsumsi serat 25-30 gram perhari. Hal ini bertujuan untuk
membuat feses menjadi lebih lembek dan besar, sehingga
mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena anus
- Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
- Mengubah kebiasaan buang air besar. Segerakan ke kamar
mandi saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan
karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C

23
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator - Benjolan tidak timbul kembali
(Outcome)
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.
2. Chong PS dan Bartolo DCC. Hemorrhoids and fissure. In: ano.
gastroenterology clinics of north america. 2008.

24
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
CEDERA KEPALA RINGAN
(ICD-10: S.06.0)

1. Pengertian Trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-
(Definisi) organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-
degeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik
dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial
serta berhubungan tanpa penurunan tingkat kesadaran
2. Anamnesis - Sifat kecelakaan.
- Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah
sakit.
- Ada tidaknya benturan kepala langsung.
- Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran
sampai saat diperiksa.
- Bila pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan
peristiwanya sejak sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat
tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya
amnesia retrograd.
- Ada atau tidak adanya muntah
- Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang / turun
kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung / disorientasi
(kesadaran berubah)
3. Pemeriksaan - Status fungsi vital
Fisik o Airway (jalan napas)
o Breathing (pernapasan)
o Circulation (nadi dan tekanan darah)
- Status Kesadaran Pemeriksaan GCS
- Status Neurologis
o anisokor
o paresis/paralisis

25
o refleks patologis
- Trauma di tempat lain
- Pemeriksaan orientasi, amnesia, dan fungsi luhur
4. Kriteria Adanya trauma di kepala GCS 14-15
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja Cedera Kepala Ringan

6. Diagnosis  Cedera kepala sedang


Banding  CVA-TIA
 Mabuk Keracunan Obat
7. Pemeriksaan  Foto polos kepala AP/Lat
Penunjang  Foto polos servikal lateral bila diperlukan
8. Tata Laksana a. Istirahat di tempat tidur
b. Observasi adanya tanda-tanda komplikasi seperti Hematom
Epidural atau Hematom Subdural, Cedera saraf kranial
c. Observasi fungsi vital dan neurologis
d. Obat simptomatis-suportif
9. Edukasi - Penjelasan mengenai cedera kepala, risiko dan komplikasi
selama perawatan
- Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan rekurensi
10. Prognosis Baik

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator - Kesadaran compos mentis
(Outcome) - Mencegah terjadinya gejala neurologis yang menetap
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum

26
Indonesia; 2002.

27
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
CEDERA KEPALA SEDANG
(ICD-10: S.06.0)
1. Pengertian Trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-
(Definisi) organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-
degeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik
dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial
serta berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
2. Anamnesis - Sifat kecelakaan.
- Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah
sakit.
- Ada tidaknya benturan kepala langsung.
- Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran
sampai saat diperiksa.
- Bila pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan
peristiwanya sejak sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat
tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya
amnesia retrograd.
- Ada atau tidak adanya muntah
- Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang / turun
kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung / disorientasi
(kesadaran berubah)
3. Pemeriksaan - Status fungsi vital
Fisik o Airway (jalan napas)
o Breathing (pernapasan)
o Circulation (nadi dan tekanan darah)
- Status Kesadaran Pemeriksaan GCS
- Status Neurologis
o anisokor
o paresis/paralisis

28
o refleks patologis
- Trauma di tempat lain
- Pemeriksaan orientasi, amnesia, dan fungsi luhur
4. Kriteria Adanya trauma di kepala GCS 9-13
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja Cedera Kepala Sedang

6. Diagnosis 1. Cedera kepala berat


Banding 2. CVA
3. Mabuk Intoksikasi
7. Pemeriksaan  CT Scan kepala, bila tidak tersedia dapat dilakukan Foto polos
Penunjang kepala AP / lat
 Foto polos servikal lateral
8. Tata Laksana a. Istirahat di tempat tidur
b. Stabilitas fungsi vital (A, B , C )
c. Deteksi dini adanya tanda-tanda perdarahan intracranial
d. Observasi fungsi vital dan neurologis
e. Pasang collar brace sampai terbukti tidak terdapat fraktur
servikal
f. Obat suportif dan simptomatis
g. Manitol bila diperlukan
h. Kejang diberi Valium 5-10 mg/iv sampai kejang berhenti
dilanjutkan dengan Phenitoin 3 x 100 mg /iv (diencerkan 20
cc aqua)
9. Edukasi - Penjelasan mengenai cedera kepala, risiko dan komplikasi
selama perawatan
- Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan rekurens
10. Prognosis Pada umumnya baik

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs

29
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator - Kesadaran compos mentis
(Outcome) - Mencegah terjadinya gejala neurologis yang menetap
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.

30
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
CEDERA KEPALA BERAT
(ICD-10: S.06)
1. Pengertian Trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-
(Definisi) organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-
degeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik
dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial
serta berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
2. Anamnesis - Sifat kecelakaan.
- Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah
sakit.
- Ada tidaknya benturan kepala langsung.
- Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran
sampai saat diperiksa.
- Bila pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan
peristiwanya sejak sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat
tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya
amnesia retrograd.
- Ada atau tidak adanya muntah
- Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang / turun
kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung / disorientasi
(kesadaran berubah)
3. Pemeriksaan - Status fungsi vital
Fisik o Airway (jalan napas)
o Breathing (pernapasan)
o Circulation (nadi dan tekanan darah)
- Status Kesadaran Pemeriksaan GCS
- Status Neurologis
o anisokor
o paresis/paralisis

31
o refleks patologis
- Trauma di tempat lain
Pemeriksaan orientasi, amnesia, dan fungsi luhur
4. Kriteria Adanya trauma di kepala GCS 3-8
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja Cedera Kepala Berat

6. Diagnosis Koma karena sebab lain


Banding
7. Pemeriksaan  Hb, gula darah, analisa gas darah
Penunjang  CT-Scan kepala tanpa contrast
 Foto polos servikal lateral
8. Tata Laksana Terapi Bedah
Operatif bila ada indikasi
Non bedah
a. Pasang collar brace sampai terbukti tidak dijumpai fraktur
Servikal
b. Resusitasi dan intubasi endotracheal
c. Observasi fungsi vital dan neurologis
d. Manitol 2 cc/kg BB/20 menit setiap 6 jam
e. Phenitoin 3 x 100 mg iv (diencerkan dgn 20 cc aqua)
f. Obat-obat suportif
g. Obat simptomatis
9. Edukasi - Penjelasan mengenai cedera kepala, risiko dan komplikasi
selama perawatan
- Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan rekurens
10. Prognosis Dubia ad malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B

32
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator - Kesadaran compos mentis
(Outcome) - Mencegah terjadinya gejala neurologis yang menetap
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.

33
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
(PPK)
TATALAKSANA KASUS
Rumah Sakit FMC
KOLELITHIASIS
(ICD-10: K80)
1. Pengertian Terdapatnya batu dalam kantung empedu dan atau dalam saluran
(Definisi) empedu
2. Anamnesis Kurang lebih 10% penderita batu empedu bersifat asimtomatik
Gejala – gejala yang dapat timbul :
- Nyeri (60%)
Bersifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondrium
kanan menjalar ke bahu kanan.
Nyeri ini sering timbul karena rangsangan makanan berlemak
Nyeri dapat terus, bila terjadi penyumbatan atau keradangan
- Demam
Timbul bila terjadi keradangan. Sering disertai menggigil
3. Pemeriksaan - Kolik perut kanan atas, kadang menjalar ke belakang dapat
Fisik disertai radang akut kolesistitis atau penyumbatan kolestasis
- Pada pemeriksaan, nyeri tekan pada hipokondrium kanan,
terdapat tanda peritonitis lokal (defans muskuler (+))
- Pertanda Murphy's positif
4. Kriteria Sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja Kolelithiasis

6. Diagnosis 1. Proses keradangan pada organ-organ di daerah hipokondrium


Banding 2. Hepatitis
3. Abses hepar
4. Pankreatitis
5. Kholangitis
6. Ulkus peptikum
7. Pemeriksaan  Foto polos perut
Penunjang  USG abdomen, hepato bilier

34
8. Tata Laksana a. Kolelithiasis disertai gejala direncanakan kolesistektomi secara
elektif
b. Kolelithiasis disertai radang akut, sebelum ada perlekatan
(infiltrat) dapat segera dibedah
c. Bila sudah ada masa diberi antibiotika (Ampisilin 1g.i.v. +
aminoglikosida 60 mg. i.v.(1x) atau sefalosporin generasi III
1g i.v.(1x), kombinasi dengan metronidazol 0,5 gr i.v (drip
dalam 30 menit)) sampai radang akut reda, baru dilakukan
kolesistektomi
Catatan : bagi yang mampu dan mempunyai pengalaman
dapat dilakukan sito kolesistektomi
9. Edukasi - Menginformasikan tentang penyakit ( Lebih banyak dijumpai
pada wanita dengan perbandingan 2:1 dengan pria (Female),
Lebih sering pada orang yang gemuk (Fat), Bertambah
dengan tambahnya usia (Forty), Lebih banyak pada multipara
(fertile), Lebih banyak pada orang – orang dengan diet tinggi
kalori dan obat – obatan tetentu (Food), Sering memberi
gejala – gejala saluran cerna (Flatulen))
- Menginformasikan terkait komplikasi yang dapat terjadi
(Cedera duktus koledokus, Cidera duodenum atau colon
transversum, Fistel biliaris, Abses susdiafragma, Batu residual
duktus biliaris)
- Bila menjalani operasi, rawat luka harus bersih, kering, dan
kontrol jahitan 1 minggu post operasi, dengan diit rendah
lemak
10. Prognosis Ad vitam : dubia at bonam
Ad sanationam : dubia at bonam
Ad functionam : dubia at bonam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Mudianto, Sp.B., Finacs
2. Dr. Agoestino Soepriatno, Sp.B

35
3. Dr. Melvin Pascamotoan T, Sp.B
14. Indikator - Batu empedu sudah diangkat
(Outcome) - Kolik tidak berulang, faktor resiko terkontrol
15. Referensi 1. Sukardja IDG, Purnomo B, Tahalele P, Marnadi M, Murtedjo
U. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. Surabaya: Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia; 2002.

36

Anda mungkin juga menyukai