PEMBAHASAN
1. EJAAN
A. Pengertian Ejaan
1
Ainia Prihantini, EYD Bahasa Indonesia, Bentang Pustaka, 2015, hlm. 2. Diakses pada tanggal 16 Februari 2020
pukul 08.22 WIB. https://books.google.co.id/books?id=EiU9CgAAQBAJ&dq
2
Prima Gusti Yanti, dkk, Bahasa Indonesia: Konsep Dasar dan Penerapan, Gramedia Widiasarana Indonesia,
2016, hlm. 33-34. Diakses dari https://books.google.co.id/books?id=7MNGDwAAQBAJ& pada tanggal 17
Februari 2020 pukul 15.29 WIB.
3
Mohammad Siddik, Dasar Dasar Menulis, Tunggal Mandiri, 2016, hlm. 94. Diakses pada tanggal 17 Februari
2020 pukul 14.33 WIB. https://books.google.co.id/books?id=BAd7DwAAQBAJ&dq
1
C. Jenis-Jenis Ejaan
a. Ejaan Van Ophuysen (Ejaan Balai Pustaka)
Pada tahun 1900 Ch. A. Van Ophuysen diperintahkan untuk menyusun Ejaan
Melayu dengan menggunakan huruf Latin. Hal itu dilakukan karena pada tahun-tahun
sebelumnya tidak ada keseragaman dalam hal ejaan, dimana saat itu masih
menggunakan Bahasa Melayu. Ophuysen kemudian mempersatukan bermacam-
macam sistem ejaan yang sudah ada dengan berdasar pada sistem ejaan Bahasa
Belanda sebagai landasan pokoknya. Ia menghimpunnya dalam buku yang berjudul
Logat Melayoe, yang kemudian dikenal sebagai Ejaan Van Ophuysen atau Ejaan
Balai Pustaka. Dalam perkembangannya, ejaan tersebut beberapa kali mengalami
perbaikan sebelum akhirnya mendapatkan bentuk yang tetap pada tahun 1926.
b. Ejaan Soewandi
Sebenarnya perubahan Ejaan Van Ophuysen telah dirancang sejak zaman
pendudukan Jepang karena sifatnya yang kurang praktis. Saran perubahan tersebut
pertama kali dimunculkan dalam Kongres Bahasa Indonesia I di Solo pada tahun
1938. Perubahan Ejaan pun baru tercapai pasca kemerdekaan Indonesia. Pada 19
Maret 1947, Menteri PP&K, Soewandi mengeluarkan penetapan keputusan terkait
perubahan ejaan dalam Bahasa Indonesia. Selanjutnya, ejaan tersebut lebih dikenal
sebagai Ejaan Soewandi.
c. Ejaan Pembaruan dan Ejaan Melindo
Dalam Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada 1954, diputuskan bahwa
ejaan Soewandi perlu disempurnakan. Maka, lahirlah konsep Edjaan Pembaharuan
yang selesai pada 1957 dan Konsep Edjaan Melayu-Indonesia (Melindo) yang disusun
bersama oleh Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu pada 1959. Namun, kedua
konsep tersebut tidak pernah dilaksanakan. Maka, atas keputusan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, ejaan yang digunakan selanjutnya masih menggunakan
Ejaan Soewandi dengan beberapa penyempurnaan4.
2. TANDA BACA
Tanda baca merupakan salah satu unsur penting dalam dunia bahasa tulis. Tanda baca
dapat membantu seorang pembaca agar dapat memahami jalan pikiran yang disampaikan
penulis. Akan terasa sulit dipahami jika suatu tulisan tidak dilengkapi dengan tanda baca 5.
Adapun kaidah pemakaian tanda baca dalam sistem ejaan kita meliputi:
1) Tanda Titik (.)
A. Tanda titik digunakan pada akhir kalimat pernyataan yang bukan merupakan
kalimat pertanyaan atau seruan.
4
Ainia Prihantini, EYD Bahasa Indonesia, Bentang Pustaka, 2015, hlm. 2-3. Diakses pada tanggal 16 Februari
2020 pukul 08.22 WIB. https://books.google.co.id/books?id=EiU9CgAAQBAJ&dq
5
Lukman Hakim, dkk. Seri Penyuluhan 1: Ejaan Dalam Bahasa Indonesia, Direktorat Jenderal Kebudayaan,
1991, hlm. 26. Diakses dari https://books.google.co.id/books?id=1oQpCwAAQBAJ&dq pada tanggal 17
Februari 2020 pukul 14.44 WIB.
2
Contoh : Aku berasal dari Cilacap.
B. Tanda titik digunakan di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
atau daftar.
Contoh : 1. Bab I
a. Latar Belakang Masalah
b. Pembatasan Masalah
c. Perumusan Masalah
C. Tanda titik digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Contoh : Pukul 09.18.13
D. Tanda titik digunakan dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul
tulisan (yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru), dan tempat terbit.
Contoh :
E. Tanda titik digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatan yang
menunjukkan jumlah.
Contoh : Sebanyak 1.313 Penduduk Wuhan terjangkit Virus Corona.
Keterangan :
a. Tanda titik tidak digunakan pada angka atau huruf yang sudah bertanda
kurung dalam suatu perincian.
Contoh : 1) Dasar Negara Indonesia, meliputi;
a) Pancasila
b) UUD 1945
b. Tanda titik tidak digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah (Tahun, No. Rekening dll).
Contoh : Aku lahir pada tahun 1999 di Cilacap.
c. Tanda titik tidak digunakan pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan, ilustrasi atau tabel.
Contoh : Ejaan Dan Tanda Baca
d. Tanda titik tidak digunakan di belakang alamat penerima, pengirim surat dan
tanggal terima6.
Contoh : Kepada Yth.
Ust. Ulin Nuha
Di-
Tempat
6
Munnal Hani’ah, Panduan Terlengkap PUEBI, Laksana, 2015, hlm. 55-58. Diakses pada tanggal 16 Februari
2020 pukul 10.42 WIB. https://books.google.co.id/books?id=pkS5DwAAQBAJ&
3
B. Tanda koma digunakan sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan
sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara).
Contoh : Harapanku dapat meraih mangga itu, tetapi apalah daya tangan tak
sampai.
C. Tanda koma digunakan untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk
kalimatnya.
Contoh : Andaikan hujan, tentu saja aku sudah tidur nyenyak malam ini.
D. Tanda koma digunakan di belakang kata atau ungkapan penghubung antar
kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu,
dll.
Contoh : Kakeknya meninggal kemarin, oleh karena itu ia murung hari ini.
E. Tanda koma digunakan sebelum dan/atau sesudah kata seru, seperti oh, ya, wah,
aduh, atau hai, dan kata yang dipakai sebagai sapaan seperti Mas, Dek, atau Nak.
Contoh : Mengapa kau tak bisa berkata jujur, Dek?
F. Tanda koma digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat.
Contoh : Ayahku berkata, “Bapak akan sangat bahagia jika kau sukses suatu hari
nanti.”
G. Tanda koma dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan
tanggal serta nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh : Sdr. Ibnu Nazar, Jalan Panjang No. 6C, Kedoya Utara, Kebon Jeruk,
Jakbar.
H. Tanda koma digunakan untuk memisahkan bagian nama yang dibalik dalam
susunan daftar pustaka.
Contoh : Nazar, Ibnu.
I. Tanda koma digunakan di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau footnote.
Contoh : Ibnu Nazar,
J. Tanda koma digunakan di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakan dari singkatan nama asli, keluarga atau marga.
Contoh : Ust. Manhalul Ilmi, Lc. Dipl.
K. Tanda koma digunakan sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Contoh : 1,66 m; 48,7 kg; dll.
L. Tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan
aposisi.
Contoh : Presiden kita, Pak Jokowi, sangat merakyat.
M. Tanda koma bisa digunakan di belakang keterangan yang terdapat pada awal
kalimat dengan tujuan menghindari salah baca atau salah pengertian7.
Contoh : Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Keterangan :
a. Tanda koma tidak digunakan apabila induk kalimat mendahului anak kalimat.
7
Tim Visi Yustisia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia: Panduan Resmi Terbaru, Grasindo, 2016, hlm. 57.
Diakses https://books.google.co.id/books?id=pkS5DwAAQBAJ& pada 17 Februari 2020 pukul 15.02 WIB.
4
Contoh : Aku tentu sudah tidur nyenyak malam ini jika hujan.
b. Tanda koma tidak digunakan untuk memisahkan petikan langsung yang
berupa kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru dari bagian lain.
Contoh : “Kapan nikah?” tanya seorang wanita.
5
E. Tanda titik dua dapat digunakan di antara jilid atau nomor dan halaman, surah dan
ayat dalam kitab suci, judul dan anak judul karangan, serta nama kota dan penerbit
dalam daftar pustaka9.
Contoh : Surah Ali Imron : 144.
Keterangan :
a. Tanda hubung tidak digunakan di antara huruf dan angka jika angka tersebut
melambangkan jumlah huruf.
Contoh : LP3I (Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia).
9
Munnal Hani’ah, Panduan Terlengkap PUEBI, Laksana, 2015, hlm. 66-67. Diakses pada tanggal 16 Februari
2020 pukul 10.42 WIB. https://books.google.co.id/books?id=pkS5DwAAQBAJ&
10
Munnal Hani’ah, Panduan Terlengkap PUEBI, Laksana, 2015, hlm. 68-71. Diakses pada tanggal 16 Februari
2020 pukul 10.42 WIB. https://books.google.co.id/books?id=pkS5DwAAQBAJ&
6
6) Tanda Pisah (-)
A. Tanda pisah digunakan untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang
memberikan penjelasan di luar bangun kalimat.
Contoh : alasan itu-menurut saya-tidak logis.
B. Tanda pisah digunakan untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau
keterangan yang lain.
Contoh : Yos Sudarso-Pahlawan Indonesia-diabadikan sebagai nama pulau di
Papua.
C. Tanda pisah digunakan di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti
‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.
Contoh : Tahun 1999-2019.
7
Contoh : Lagu “Bohemian Rhapsody” akhirnya diimplikasikan dalam sebuah film.
C. Tanda petik digunakan untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang umum atau kata
yang memiliki arti khusus di sebagian orang.
Contoh : Fotografi itu dilaksanakan dengan cara “Try and Focus” saja.
8
Contoh : BEM Masa Periode 2019/2020
B. Tanda garis miring digunakan sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap.
Contoh : Buah Jeruk itu seharga Rp 15.000/kg
C. Tanda garis miring digunakan untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata
sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam naskah
asli yang ditulis orang lain13.
Contoh : Dia dengan ikhlas menang/g/ung beban itu sendiri.
13
Munnal Hani’ah, Panduan Terlengkap PUEBI, Laksana, 2015, hlm. 78-79. Diakses pada tanggal 16 Februari
2020 pukul 10.42 WIB. https://books.google.co.id/books?id=pkS5DwAAQBAJ&
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulisan kata dalam sebuah tulisan perlu diperhatikan dari segi penggunaan
ejaan dan tanda baca yang terdapat dalam tulisan tersebut. Penggunaan ejaan sangat
dibutuhkan dalam penulisan suatu karya tulis. Selain itu, tanda baca juga memiliki
aturan dan tata peletakan penggunaannya masing-masing, sehingga ketelitian dan
kecermatan perlu dimiliki seorang penulis dalam menentukan jenis tanda baca pada
aturan yang telah ditetapkan.
Setelah kita memahami apa yang telah dijelaskan sebelumnya, kita dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa bahasa itu tidak terlepas dari pedoman tata ejaan
dan tanda baca. Keduanya memiliki keterikatan dan keterkaitan yang saling
menguatkan terhadap penggunaan bahasa dalam suatu tulisan. Maka dari itu, ejaan
dan tanda baca perlu untuk dipahami dan dipelajari agar penggunaannya dapat
menyesuaikan penempatan masing-masing dalam tulisan sehingga memberikan
kemudahan kepada para pembaca.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Munnal Hani’ah, Panduan Terlengkap PUEBI, Laksana, 2015, hlm. 78-79. Diakses
dari https://books.google.co.id/books?id=pkS5DwAAQBAJ& pada tanggal 16
Februari 2020 pukul 10.42 WIB.
2. Ainia Prihantini, EYD Bahasa Indonesia, Bentang Pustaka, 2015, hlm. 2. Diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=EiU9CgAAQBAJ&dq pada tanggal 16 Februari
2020 pukul 08.22 WIB.
3. Prima Gusti Yanti, dkk, Bahasa Indonesia: Konsep Dasar dan Penerapan, Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2016, hlm. 33-34. Diakses pada tanggal 17 Februari 2020
pukul 15.29 WIB. https://books.google.co.id/books?id=7MNGDwAAQBAJ&
4. Mohammad Siddik, Dasar Dasar Menulis, Tunggal Mandiri, 2016, hlm. 94. Diakses
https://books.google.co.id/books?id=BAd7DwAAQBAJ&dq pada tanggal 17 Februari
2020 pukul 14.33 WIB.
5. Lukman Hakim, dkk. Seri Penyuluhan 1: Ejaan Dalam Bahasa Indonesia, Direktorat
Jenderal Kebudayaan, 1991, hlm. 26. Diakses pada tanggal 17 Februari 2020 pukul
14.44 WIB. https://books.google.co.id/books?id=1oQpCwAAQBAJ&dq
6. Tim Visi Yustisia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia: Panduan Resmi
Terbaru, Grasindo, 2016, hlm. 57. Diakses pada 17 Februari 2020 pukul 15.02 WIB.
https://books.google.co.id/books?id=pkS5DwAAQBAJ&
11