Anda di halaman 1dari 3

Ceramah Agama di Masjid Nurul Huda, Muda Setia, 14/03/2024

MODERAt DALAM BERAGAMA


***
Kita saat hidup di era serba digital, serba modern, dan dalam suasana yang serba mudah.
Kemudahan ini tidak hanya mempengaruhi sisi kehidupan kita, tetapi juga mempengaruhi sisi
ibadah kita. Salah satu contohnya ialah pelaksanaan shalat tarawih. Dahulu, rata-rata masjid
dan musholla di tempat kita melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat. Namun saat ini, sebagian
masjid dan musholla melaksanakan shalat tarawih dengan jumlah yang berbeda-beda, ada yang
tetap menyempurnakan 20 rakaat, dan ada pula yang mencukupkan 8 rakaat.

Perbedaan jumlah rakat shalat tarawih ini sebenarnya sudah terjadi sejak zaman ulama
shalaf, bahkan sejak zaman para sahabat. Sahabat Umar bin Khattab ra, sebagaimana dikenal
dalam banyak riwayat adalah yang menetapkan jumlah rakat shalat Tarawih 20 rakaat.
Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali menyatakan, jumlah
rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat. Sebagian ulama mazhab Maliki mengatakan bahwa
jumlah rakaatnya 36 rakaat. Sedangkan sebagian ulama mazhab Hanafi menegaskan, jumlah
rakaat tarawih adalah 8 rakaat. Menurut Gus Baha, tarawih yang dilakukan dengan model 4
rakaat dengan satu salam tetap sah karena pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Hanya
saja memang dalam redaksi hadits lain, tarawih dilakukan dua rakaat satu salam. Sampai
beberapa rakaat.
Perbedaan sebagaimana telah dikemukan di atas sebenarnya adalah perihal biasa dalam
kehidupan ini. Lahirnya 4 mazhab besar yang kita kenal saat ini merupakan berkah dari
perbedaan pendapat para imamnya. Oleh karena itu, para ulama terdahulu telah sepakat bahwa
perbedaan adalah rahmat. Ikhtilaful ulama rohmatun, ikhtilaful ummat rohmatun. Dari sinilah
kita dituntut untuk moderat dalam beragama, yaitu selalu mengambil jalan tengah. Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh baginda Nabi saw dalam salah satu sabdanya:
‫َخ رْيُ راْل ُُم روِر أ رَو َسطُ َها‬
Sebaik baik perkara adalah tengah-tengah.
Dalam Al-Qur’an, istilah moderat ini dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 143:
ۤ
ِ ‫ك َج َع رل ٰن ُك رم اَُّمةً َّو َسطًا لِتَ ُك رونُ روا ُش َه َداءَ َعلَى الن‬
‫َّاس‬ َ ِ‫َوَك ٰذل‬
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil.”
Kata ummatan wasatan dalam ayat tersebut diatas didefinisikan oleh Quraish Shihab
(Rauf 2019) sebagai umat moderat, yang tidak berkecenderungan atau tidak memihak,
sehingga mengantarkan pada sikap yang adil serta menjadi teladan bagi masyarakat.
Menurutnya terdapat delapan karakteristik ummatan wasathan. Pertama, beriman kepada Allah
Swt. dan Rasul-Nya. Kedua, keteguhan. Ketiga, kebijaksanaan. Keempat, persatuan dan
kesatuan serta persaudaraan. Kelima, keadilan. Keenam, keteladanan. Ketujuh, keseimbangan
dalam menjalankan ajaran Islam. Kedelapan, inklusif (terbuka).
Selain itu, moderasi beragama juga mengajarkan pentingnya dialog dan kerja sama, serta
menekankan bahwa semua perbedaan itu memiliki dasarnya masing-masing dan tujuannya
adalah sama untuk membangun kebaikan dan keadilan.
Lima cara untuk mengaplikasikan konsep moderat beragama dalam kehidupan sehari-
hari, di antaranya:
1. Menghargai perbedaan
2. Meningkatkan pemahaman
3. Mempraktikkan nilai-nilai agama
4. Menciptakan dialog
5. Menjaga sikap tenang dan tidak mudah terprovokasi
Oleh karena itulah, penting dalam setiap kesempatan untuk kita mengamalkan sikap
moderat dalam beragama, agar tidak terjebak dalam sifat maupun perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh agama. Prinsipnya ialah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil
jadidil ashlah, yakni ‘Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih
baik’.
Imam Ghazali mengklasifikasikan puasa menjadi tiga, yaitu puasa awam/umum, puasa
khusus, dan puasa khusus dari yang khusus. Tingkat pertama adalah puasa awam atau umum
yang biasa dilakukan oleh orang yang baru mulai berpuasa. Pada tingkat ini, puasa dilakukan
untuk menahan diri dari memasukkan sesuatu dalam perut dan kemaluan dari memenuhi
kebutuhan syahwatnya.
Tingkatan selanjutnya adalah puasa khusus yaitu menahan pandangan, penglihatan,
lidah, tangan, kaki, serta seluruh anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa. Pada tingkat ini,
orang yang berpuasa tidak hanya menahan diri untuk memenuhi kebutuhan syahwat, tapi juga
menahan seluruh anggota tubuh dari perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Tingkatan paling tinggi adalah puasa khusus dari yang khusus yaitu puasa hati dari
segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain Allah
secara keseluruhan. Orang yang berada pada tingkat ini biasanya para nabi, para aulia Allah,
shiddiqin, dan orang-orang yang didekatkan pada Allah.
Menurut pemikiran Imam Ghazali, hakikat puasa adalah media untuk dekat dengan
Allah swt.
Ceramah Agama di Masjid Nurul Huda, Muda Setia, 14/03/2024

MODERAt DALAM BERAGAMA


***

‫َخ رْيُ راْل ُُم روِر أ رَو َسطُ َها‬


Sebaik baik perkara adalah tengah-tengah.
Dalam Al-Qur’an, istilah moderat ini dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 143:
ۤ
ِ ‫ك َج َع رل ٰن ُك رم اَُّمةً َّو َسطًا لِتَ ُك رونُ روا ُش َه َداءَ َعلَى الن‬
‫َّاس‬ َ ِ‫َوَك ٰذل‬
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil.”

Kata ummatan wasatan dalam ayat tersebut diatas didefinisikan oleh Quraish Shihab
(Rauf 2019) sebagai umat moderat, yang tidak berkecenderungan atau tidak memihak,
sehingga mengantarkan pada sikap yang adil serta menjadi teladan bagi masyarakat.
Lima cara untuk mengaplikasikan konsep moderat beragama dalam kehidupan sehari-
hari, di antaranya:
1. Menghargai perbedaan
2. Meningkatkan pemahaman
3. Mempraktikkan nilai-nilai agama
4. Menciptakan dialog
5. Menjaga sikap tenang dan tidak mudah terprovokasi

Menurut Imam Ghazali, hakikat puasa adalah media untuk dekat dengan Allah swt.

ِ ِ ِ ِ ِ‫وحافِ ِظ الل‬, ‫ان‬


ِ ِ ِ
َ ‫صا ئٍِم ِِف َش ره ِر َرَم‬
‫ضا َن‬ َ ‫ َو‬,‫ َوُمطرع ِم ا رْل ري َعان‬,‫سان‬
َ َ َ ‫ ََتَِل الر ُق رر‬: ‫ا رْلَنَّةُ ُم رشتَاقَةٌ ا ََل أ رَربَ َعة نَ َف ٍر‬
Artinya: “Surga merindukan empat golongan: orang yang membaca Al Quran, menjaga
lisan (ucapan), memberi makan orang lapar, dan puasa di bulan Ramadhan” (HR.
Abu Daud dan Tirmidzi).
ِ ‫يب ِم َن الن‬
‫َّاس‬ ٍ ِ ‫ّي ل‬
ٍ ‫َّي َس ره ٍل قَ ِر‬ ٍ ِ ‫ُح ِرَم َعلَى النَّا ِر ُك ُّل َه‬

Artinya: Diharamkan atas api neraka, setiap orang yang rendah hati, lemah lembut, mudah,
serta dekat dengan manusia. (HR Ahmad).

Prinsipnya ialah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah,
yakni ‘Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik’.

Anda mungkin juga menyukai