Anda di halaman 1dari 215

SEJARAH BANJIR SAMPANG

1872 – 2020

Ronal Ridhoi, dkk.


Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) Huruf i
untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta
atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) Huruf c,
Huruf d, Huruf f, dan/atau Huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta
atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) Huruf a,
Huruf b, Huruf e, dan/atau Huruf g untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan-atau
pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).
SEJARAH BANJIR SAMPANG
1872 – 2020

Ronal Ridhoi, dkk.


SEJARAH BANJIR SAMPANG, 1872 - 2020

Copyright © 2021, Editor

Penulis
Ronal Ridhoi
Reza Hudiyanto
Najib Jauhari
Jati Saputra Nuriansyah
Dwi Evi Fani
Nurlia Adhitya Dhea Restanti
Nanda Pramudya Fadli Illahi
Muhammad Novel
Achmad Faisol Hadi

Editor
Ronal Ridhoi

Layout dan Desain


Muhammad Novel

Penerbit
Dicetak dan Diterbitkan Oleh Java Creative
Jl. Jombang Gg. 1 No. 6 Malang-Jawa Timur
Email: javabcm@gmail.com
Cetakan I, 2021
ISBN: 978-623-6674-33-8
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas karunia-Nya buku Sejarah Banjir
Sampang, 1872-2020 ini akhirnya bisa terselesaikan. Buku
ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan sejak akhir
tahun 2020. Naskah buku ini juga terlahir karena
keprihatinan akan minimnya referensi tentang sejarah
banjir di Indonesia dalam bentuk buku teks. Hingga saat
ini, peristiwa banjir sudah banyak ditulis sejarawan
nasional maupun internasional, namun kebanyakan masih
dalam bentuk artikel. Dengan memakai metodologi
sejarah lingkungan, buku ini diharapkan bisa menambah
bahan referensi dan bahan ajar kuliah tentang sejarah
lingkungan, khususnya sejarah bencana banjir di
Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang-
orang yang mendukung terbitnya buku ini. Mereka adalah
istri dan anak penulis (Rani Prita Prabawangi & Gaharu
Segara Janya) yang telah memberikan semangat dan
motivasi untuk segera menyelesaikan naskah buku ini.
Ucapan terima kasih juga diberikan kepada rekan-rekan
peneliti dan mahasiswa yang membantu penelitian dan
penulisan buku ini. Kepada Pak Najib Jauhari, Pak Reza
Hudiyanto, adek-adek mahasiswa: Fani, Nur, Novel, Halid,
Pram, Jati, Faisol, dan Wahyu, terima kasih sudah
membantu mengumpulkan sumber dan membantu
menarasikan berbagai macam sumber sehingga menjadi
draft buku ini. Rekan kami, M. Rizki Gunawan yang telah
menyediakan tempat istirahat selama penelitian dan telah
mengantar tim berkeliling Kota Sampang mencari bukti-
bukti sejarah banjir. Kepada LP2M UM kami ucapkan

i
banyak terima kasih karena sudah mendanai penelitian
dan penulisan buku ini. Tanpa bantuan mereka buku ini
tidak akan terselesaikan.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada
beberapa penyedia sumber sejarah di Kecamatan
Sampang, Madura. Mereka adalah Dinas Perpustakaan
dan Arsip Kabupaten Sampang, BPBD Kab. Sampang, Dinas
Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas Perizinan Kab.
Sampang. Terutama untuk Pak Imam BPBD, Mas Aldi
BPBD, Mas Yayak yang telah banyak membantu
menyediakan sumber dan informasi bagi tim peneliti.
Beberapa informan: Pak Totok, Ibu Nurus Syamsiyah, Pak
Nurul Hadi, Pak Mulyadi, Pak Abdul Maat, Pak Imron, Pak
Junaidi, dan Pak Erwin, terima kasih sudah memberikan
kami banyak informasi terkait banjir di Sampang. Terakhir
kami ucapkan banyak terima kasih kepada Pak Dwi, Pak
Junaedi, Mas Weki, dan Mbak Rina yang telah membantu
kami berkeliling lokasi penelitian untuk mengumpulkan
berbagai bukti terkait sejarah banjir di Sampang,
khususnya di Kelurahan Dalpenang dan SMKN 1 Sampang.
Tanpa bantuan mereka penelitian ini tidak akan
terselesaikan dan buku ini tidak akan bisa segera
dipublikasikan. Semoga hadirnya buku ini bisa
memberikan apresiasi karena sedikit banyak telah
menarasikan gagasan-gagasan mereka.
Buku ini juga berangkat dari keprihatinan penulis
akan minimnya historiografi tentang sejarah Pulau
Madura. Setelah Pak Kuntowijoyo menulis disertasinya
yang akhirnya diterbitkan menjadi buku Perubahan Sosial
dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940, masih
sedikit karya sejarah lain yang mencoba meneruskan

ii
jejak beliau. Selama ini kebanyakan sejarawan yang
menulis sejarah Madura masih memusatkan pada tema-
tema sosial ekonomi masa kuno dan kolonial. Padahal,
kajian sejarah lingkungannya, khususnya bencana bisa
menjadi alternatif lain untuk memahami sejarah Pulau
Madura lebih komprehensif lagi. Gita Ayu Cahyaningrum
lulusan S1 Sejarah Unair juga sudah memulai kajian sejarah
bencana banjir yang lebih luas, yaitu di Madura Barat pada
masa kolonial. Bukunya Bencana Banjir di Pulau Madura
1875-1940 yang terbit tahun 2020 juga menjadi rujukan
utama bagi penelitian ini. Kami ucapkan terima kasih
kepada kedua penulis di atas karena sangat menginspirasi
penulisan buku ini.
Lahirnya buku ini diharapkan juga bisa
menyumbangkan kajian historiografi yang ilmiah terhadap
sejarah Pulau Madura, khususnya sejarah bencana banjir
di Kota Sampang. Meskipun demikian, buku ini masih
memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
merepresentasikan masa lalu. Namun setidaknya bisa
menjadi pemantik bagi sejarawan-sejarawan lain, baik dari
daerah Sampang, maupun daerah lainnya untuk menulis
kajian sejarah lingkungan di daerahnya di kemudian hari.
Terakhir, semoga buku ini bisa memberikan sedikit ilmu
dan manfaat bagi kita semua.
Terima kasih dan selamat membaca.

Malang, 1 November 2021


Ronal Ridhoi

iii
Biografi Penulis

Ronal Ridhoi, M.A. adalah pengajar di Jurusan Sejarah Universitas


Negeri Malang (UM). Menyelesaikan program sarjananya di Jurusan
Sejarah UM tahun 2014. Kemudian pada tahun 2017 menyelesaikan
pendidikan masternya di UGM dengan tesis yang bertema sejarah polusi
di Sidoarjo, Jawa Timur sejak tahun 1950an. Saat ini memfokuskan
penelitian pada tema sejarah lingkungan dan kebencanaan. Beberapa
karya yang sudah terbit: Buku Mojosari 1884-2020: Perubahan Ekologis
Sebuah Kota Kecil di Jawa Timur; artikel Doom to Disaster: Industrial
Pollution in Sidoarjo 1975-2006; dan artikel Ada Yang Manis di Timur
Nusantara? Kosmopolitanisme Tanaman Tebu dalam Historiografi
Indonesia.

Dr. R. Reza Hudiyanto, M.Hum. merupakan staf pengajar di Jurusan


Sejarah Universitas Negeri Malang. Menyelesaikan program S1 sejarah
(1997) Magister Humaniora (2003) dan Doktor (2009) di Universitas
Gadjah Mada. Penulis aktif di organisasi Masyarakat Sejarawan
Indonesia Komisariat Jawa Timur, dan Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten
Bondowoso. Penelitian terakhir yang dilakukan penulis bersama tim
dituangkan dalam buku Bank Indonesia Kantor Perwakilan Malang
(2019), Toponim Kota Malang (2019) dan beberapa artikel di Jurnal
Hukum dan Kewarganegaraan (2021) dan Jurnal Paramita (2021)

Najib Jauhari, M.Hum. merupakan dosen di Jurusan Sejarah Universitas


Negeri Malang (UM). Beliau merupakan alumnus Jurusan Sejarah UM
pada tahun 2000. Pada tahun 2004 mendapatkan gelar Magister
Humaniora dari Universitas Indonesia. Fokus penelitiannya tentang
sejarah politik dan militer masa revolusi. Beliau merupakan penulis buku
KH Masjkur: Laskar Sabilillah dan Heroisme Santri (2018).

Muhammad Novel, S.Hum. Lulusan Program Studi S1 Ilmu Sejarah


Universitas Negeri Malang tahun 2021. Menulis skripsi dengan judul
Pabrik General Motors di Batavia Tahun 1927 – 1940. Anggota tim
peneliti Sejarah Banjir Sampang.

iv
Dwi Evi Fani, S.Hum. Saat ini merupakan alumni mahasiswi Jurusan
Sejarah, Universitas Negeri Malang (UM). Pertengahan tahun 2021 ini,
telah menyelesaikan studi sarjananya di UM dengan judul skripsi Migrasi
Buruh Perkebunan Tebu di Afdeeling Modjokerto Tahun 1901-1942.

Nurlia Adhitya Dhea Restanti, S.Hum. Saat ini merupakan alumni


mahasiswi Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang (UM). Telah
menyelesaikan pendidikan sarjananya di UM dengan skripsi yang
bertema Sejarah Pembangunan Irigasi Bendung Lengkong dan
Dampaknya Terhadap Ekologi di Sidoarjo Selatan Tahun 1920-1993 pada
tahun 2021.

Nanda Pramudya Fadli Illahi. Lahir di Sidoarjo, pada tanggal 17 Mei


2001. Merupakan seorang mahasiswa yang saat ini sedang melanjutkan
studi S1 di Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Malang. Aktif sebagai penulis sejarah setiap mendekati atau pada
akhir semester. Sedang berusaha menulis sejarah yang bertemakan
prespektif baru saat ini.

Achmad Faisol Hadi merupakan mahasiswa di Jurusan Sejarah, Prodi


Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Malang. Lahir dan besar di di
salah satu kabupaten di Pulau Madura yaitu Kabupaten Sampang. Saat
ini menjadi pengajar di salah satu tempat les privat untuk anak SD dan
menjadi bagian promosi di salah satu usaha yang bergerak di bidang
jasa, yaitu jasa desain CV dan Surat Lamaran. Memiliki ketertarikan
dengan sejarah yang bertemakan hak asasi manusia dan yang berkaitan
dengan Madura utamanya Sampang sebagai kota kelahirannya.

Jati Saputra Nuriansyah. Merupakan lulusan SMA Negeri 1 Batu Tahun


2020 yang sekarang sedang berkuliah di Universitas Negeri Malang pada
Program Studi S1 Ilmu Sejarah. Karya yang sudah pernah terbit yaitu
Perkembangan Budaya Indis di pada Bidang Arsitektur di Malang Raya
Tahun 1900-1942.

v
Isi Buku

Kata Pengantar ..................................................... i

Biografi Penulis ...................................................... iv


Isi Buku ................................................................. vi
Daftar Gambar ...................................................... ix
Daftar Tabel .......................................................... xi
Daftar Peta .......................................................... xiii
Pendahuluan ........................................................ 1
BAGIAN I
KONDISI GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS
A. Geografis dan Topografi ................................ 13
B. Sungai Kemuning dan Beberapa Sungai
di Sampang .................................................... 21
C. Penduduk Sampang ....................................... 25
Daftar Rujukan ...................................................... 33

BAGIAN II
BANJIR SAMPANG DALAM LINTASAN SEJARAH
A. Banjir Masa Kolonial ...................................... 39
B. Bencana Yang Dirindukan:
Banjir Sebelum 2010 ..................................... 50
C. Kota yang Sering Banjir 10 Tahun Terakhir
Ini ................................................................... 54
Daftar Rujukan ...................................................... 61

vi
BAGIAN III
Penyebab Banjir Sampang
A. Banjir Kiriman ................................................ 65
B. Pasang Surut dari laut .................................... 70
C. Semakin Banyak Tikungan Semakin Bahaya:
Meander Sungai Kemuning ........................... 72
D. Erosi dan Sedimentasi ................................... 76
E. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang belum
dimanfaatkan sebagaimana mestinya ........... 78
F. Kota Kecil yang Tingginya Sama dengan
Laut ................................................................ 82
G. Masalah Drainase .......................................... 85
Daftar Rujukan ...................................................... 88

BAGIAN IV
Dampak Banjir dan Beberapa Bukti Nyata
A. Pusat Kota Terendam .................................... 90
B. Korban Jiwa ................................................... 98
C. Lumpuhnya Aktivitas Pendidikan .................. 102
D. Munculnya Penyakit ...................................... 108
Daftar Rujukan ...................................................... 114

BAGIAN V
Disaster Relief
A. Evakuasi Korban Banjir Sampang .................. 118
B. Bantuan Bencana Masa Kolonial ................... 120
C. Bantuan Bencana Antar Warga Lokal
Sampang ........................................................ 123

vii
D. Bantuan Bencana Oleh Pemkab
Sampang ........................................................ 128
E. Kerjasama Pemuda Sampang dan
Pihak Swasta .................................................. 134
F. Dapur Umum ................................................. 137
Daftar Rujukan ..................................................... 142

BAGIAN VI
Mitigasi Banjir
A. Mitigasi Melalui Kearifan Lokal Masyarakat
Sampang ........................................................ 145
B. Mitigasi oleh Pemerintah Kabupaten
Sampang ........................................................ 158
Daftar Rujukan ............................................. 175

BAGIAN VII
Banjir Sampang, Akankah Berakhir?
A. Belajar dari sejarah bencana ......................... 177
B. Kesadaran akan bencana banjir .................... 181
C. Lebih Baik Mencegah daripada
Mengobati ..................................................... 190
Daftar Rujukan ..................................................... 194

viii
Daftar Gambar

Gambar 3.1 (a) Banjir yang terjadi tahun 2021


di Kelurahan Rongtengah, .................... 67
(b) Pembangunan Sitpel
disepanjang aliran Sungai Kemuning
Jalan Bahagia ........................................ 68
Gambar 3.2 Masalah Sedimentasi pada
Drainase di Sampang ............................ 77
Gambar 3.3 Berita Krisis Air di Sampang ................. 81
Gambar 3.4 Berita Tentang Ketinggian
Wilayah Sampang ................................. 82
Gambar 3.5 Berita Ambrolnya Drainase
di Sampang ........................................... 87
Gambar 4.1 (a) Foto Banjir di Kelurahan
Rongtengah Tahun 2020, ..................... 93
(b) Foto Banjir di Daerah
Monumen Trunojoyo Tahun 2018 ....... 93
Gambar 4.2 FotoKerja Bakti Pasca Banjir di
SMPN 6 Sampang ................................. 104
Gambar 4.3 (a) Foto Kondisi Banjir di Halaman
SMKN 1 Sampang ................................. 105
(b) Foto Kondisi Banjir di Ruang Kelas
SMKN 1 Sampang Tahun 2016 ............. 105
Gambar 4.4 (a) Foto Rusaknya Peralatan
Elektronik SMKN 1 Sampang
Pasca Banjir .......................................... 106
(b) Foto Kegiatan Bersih-bersih
Pasca Banjir .......................................... 107
Gambar 5.1 Evakuasi banjir Sampang tahun 2017 .. 126

ix
Gambar 5.2 Kerja Bakti di lingkungan SMPN
6 Sampang tahun 2012 ........................ 127
Gambar 5.3 Petani yang memanen dini
Sawahnya ............................................. 130
Gambar 5.4 Pembagian bantuan bencana berupa
makanan dan minuman oleh Pecinta
Alam SMAN 1 Sampang di daerah
Monumen tahun 2019 ......................... 136
Gambar 5.5 Dapur Umum Tagana banjir
Sampang ............................................... 139
Gambar 5.6 Posko Tagana Kabupaten Sampang ..... 139
Gambar 6.1 Brenggongan di depan rumah warga
Kelurahan Dalpenang ........................... 148
Gambar 6.2 Ra’para’an di salah satu rumah warga
Kelurahan Dalpenang ........................... 150
Gambar 6.3 Loteng untuk tempat berlindung di salah
satu rumah warga Kelurahan
Rongtengah .......................................... 154
Gambar 6.4 Pendistribusian bantuan banjir oleh
Dinas Sosial dibantu Gaspala dan
Diterima oleh Lurah Rongtengah ......... 157
Gambar 6.5 Acara TMS tanggal 03 November
2020 di Sampang .................................. 162
Gambar 6.6 Evakuasi lansia di Jalan Pemuda,
Kelurahan Rongtengah,
Kecamatan Sampang ............................ 168

x
Daftar Tabel

Tabel 1.1 Pembagian Administratif Kabupaten


Sampang ................................................... 16
Tabel 1.2 Kelerengan Tanah Kabupaten Sampang ... 17
Tabel 1.3 Daerah Aliran Sungai (DAS) Di
Wilayah Kabupaten Sampang ................... 21
Tabel 1.4 Data Penduduk Kabupaten Sampang
Tahun 1930 ............................................... 25
Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Kabupaten
Sampang berdasarkan dokumen
hasil Sensus Penduduk .............................. 29
Tabel 1.6 Jumlah Penduduk Kabupaten Sampang ... 31
Tabel 2.1 Data Banjir Kota Sampang Periode
Kolonial ..................................................... 40
Tabel 2.2 Curah Hujan Maksimum Rata-Rata Per
Tahun di DAS Kali Kemuning ..................... 52
Tabel 2.3 Data Banjir Selama 10 Tahun Terakhir ...... 55
Tabel 2.4 Data Penggunaan Lahan di Sekitar DAS
Kemuning Tahun 2015 .............................. 60
Tabel 3.1 Penyebab Banjir ........................................ 69
Tabel 3.2 Nama dan Panjang DAS di Sampang ......... 79
Tabel 4.1 Daerah Terdampak Banjir di Kecamatan
Sampang ................................................... 92
Tabel 4.2 Dampak/kerugian Banjir di Kecamatan
Sampang ................................................... 94

xi
Tabel 4.3 Korban Jiwa Bencana Banjir Sampang ...... 99
Tabel 4.4 Sekolah Terdampak Banjir ........................ 103
Tabel 4.5 Penderita DBD di Kabupaten Sampang
Tahun 2020 ............................................... 112
Tabel 5.1 Lokasi Pendistribusian Bantuan Nasi
Bungkus (DU) untuk korban banjir
Kabupaten Sampang tahun 2021 ............. 140

xii
Daftar Peta

Peta 1.1 Peta Pulau Madura ................................... 13


Peta 1.2 Peta Kabupaten Sampang ......................... 16
Peta 2.1 Peta Kota Sampang Tahun 1882 ............... 48
Peta 3.1 Peta Wilayah Sampang Tahun 1882 ......... 72
Peta 3.2 Peta Sampang tahun 2021 ........................ 72
Peta 3.3 Peta Ketinggian Lereng Wilayah
Sampang ................................................... 85

xiii
Untuk Seluruh Warga Sampang.
Terima Kasih Sudah Mengajarkan Kami Cara
Berdamai dengan Alam.
Terima Kasih Sudah Mengajarkan Kami Arti
Penting Mitigasi Tradisional.
Pendahuluan

Ronal Ridhoi

Penelitian ini terinspirasi dari lagu berjudul Sampang


Banjir Pole (yang artinya: Sampang Banjir Lagi). Sebuah
lagu yang bernuansa komedi, namun liriknya sangat
mengritik pemerintah daerah. Fenomena unik lainnya
yaitu plesetan slogan “Sampang Kota Bahari”. Kutipan
tersebut merupakan judul berita online dari website
Liputan6.com. Slogan Kota Sampang yang mestinya
“Bahari: bersih, agamis, harmonis, aman, rapi dan indah”,
diplesetkan masyarakat sekitar menjadi “Bahari: Banjir
Setiap Hari”. Disadari atau tidak, ini merupakan respon
para seniman maupun masyarakat terhadap bencana
banjir yang hampir setiap tahun terus menghantui Kota
Sampang. Peristiwa banjir di Sampang menimbulkan
banyak pertanyaan dari peneliti terkait sejak kapan dan
seberapa sering bencana ini terjadi
Berdasarkan data historis, daerah Sampang dan
sekitarnya (Madura Barat) ada dalam laporan berita banjir
sejak abad ke-19, tepatnya pada tahun 1872, hingga
periode akhir kolonial (Kuntowijoyo, 2017; Cahyaningrum,
2020). Kemudian berlanjut hingga saat ini dengan
intensitas yang sering dan ketinggian banjir yang
bervariasi, mulai dari 0,5 - 3 meter. Tulisan ini mencoba
mendalami lebih lanjut sejarah banjir di Sampang dari
waktu ke waktu, khususnya pada periode kolonial hingga
kontemporer. Bencana banjir masih menjadi perdebatan
hingga saat ini. Antara penyebabnya banjir berasal dari

1
2 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

ulah manusia ataukah dari peristiwa alam, yaitu


pendangkalan Sungai Kemuning dan juga tingginya curah
hujan di Kabupaten Sampang (Cahyaningrum, 2020;
Ghozali & Sudaryatno, 2016; Puspitasari et al., 2019).
Hingga saat ini sudah ada banyak riset terkait
peristiwa banjir dan upaya mitigasinya di Sampang. Mulai
dari analisis pemetaan daerah rawan banjir, mitigasi oleh
pemerintah, pembangunan infrastruktur banjir, model
bahaya banjir, hingga partisipasi masyarakat dalam
penanganan banjir di Sampang. Meski demikian, berbagai
riset tersebut hampir semuanya dilakukan oleh ilmuan
bidang sains dan teknologi (Darmawan et al., 2017;
Puspitasari et al., 2019; Triwidiyanto & Navastara, 2013).
Masih sedikit penelitian banjir di Sampang dengan
menggunakan pendekatan ilmu humaniora, khususnya
sejarah kebencanaan.
Beberapa hasil riset terdahulu juga masih belum
mengungkap intensitas banjir dan upaya penduduk
bertahan dari banjir bandang melalui kearifan lokal
mereka. Padahal menurut Nawiyanto (Nawiyanto, 2012, p.
43), keberhasilan mitigasi dan pelestarian lingkungan
harus mengintegrasikan konsepsi penduduk dan kearifan
lokal di dalamnya. Oleh sebab itu, tulisan ini tidak hanya
memaparkan sejarah banjir, tetapi juga berusaha
memaparkan penyebab intensitas banjir di Sampang yang
sangat sering terjadi dalam 10 tahun terakhir melalui
peristiwa-peristiwa banjir di masa lalu. Selain itu, tujuan
penting lainnya adalah untuk mengetahui upaya mitigasi
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 3

yang dilakukan oleh pemerintah maupun warga lokal


untuk meminimalisir bencana banjir di Sampang.
Tulisan ini menggunakan metode sejarah yang
memiliki empat tahapan, yaitu pengumpulan sumber
(heuristik), kritik, interpretasi (analisis dan sintesis), dan
historiografi. Penulis melakukan pembacaan mendalam
terhadap beberapa sumber arsip dari periode kolonial dan
pascakolonial, khususnya tahun 1872-2020. Beberapa
sumber yang dikumpulkan yaitu arsip pemerintah, koran,
majalah, foto, peta, rekaman suara, rekaman video banjir
dan beberapa literatur penunjang penelitian. Beberapa
arsip yang digunakan misalnya: Memory van Overgave,
Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie, De
Indische Courant, Bataaviaasche Nieuwsblad, De
Locomotief, Land en Volk, Soerabaijasch handelsblad,
Surabaya Post, Suara Karya, Radar Madura, dan
sebagainya.
Selain itu, penulis juga melakukan wawancara kepada
beberapa informan, seperti Gita Ayu Cahyaningrum,
penulis buku Bencana Banjir di Pulau Madura 1875-1940;
Ibu Nurus Syamsiyah (korban banjir tahun 1960an), Bapak
Totok (korban banjir tahun 1970an); Pak Dwi dan Pak
Abdul Maat (saksi banjir tahun 1980-2000an); beberapa
warga lokal Sampang, serta beberapa pegawai
pemerintahan Kabupaten Sampang.
Kumpulan arsip dan hasil wawancara dari beberapa
sumber di atas diseleksi dan dianalisis untuk menemukan
fakta sejarah banjir di Sampang sejak masa kolonial dan
upaya mitigasinya oleh pemerintah dan warga lokal. Untuk
4 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

bahan pendukung tulisan ini, peneliti juga menggunakan


beberapa literatur penunjang yang pernah meneliti
sejarah daerah Madura, khususnya Sampang. Penulis
menggunakan sumber-sumber pendukung berupa
literatur buku dan artikel, seperti: karya Kuntowijoyo yang
berjudul Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris
Madura 1850-1940, karya Hj. Hosnanijatun yang berjudul
Sejarah Babad Sampang, dan beberapa literatur
pendukung lainnya yang dipublikasikan pada periode
pascakolonial.
Penulis melakukan pembacaan mendalam dan analisis
terhadap berbagai jenis sumber tersebut, kemudian
melakukan interpretasi sehingga didapatkan fakta-fakta
akurat terkait peristiwa banjir yang terjadi di masa lalu.
Selain itu, penulis juga mengumpulkan fakta-fakta tentang
upaya mitigasi oleh pemerintah dan warga lokal.
Kemudian pada tahapan akhir, fakta-fakta yang terkumpul
tersebut disusun dan dinarasikan menjadi sebuah
historiografi atau tulisan sejarah banjir di Sampang dan
upaya mitigasinya sejak tahun 1872 hingga 2020.
Sementara itu, untuk mempertajam analisis fakta
masa lalu, penulis menggunakan metodologi sejarah
lingkungan dengan berfokus pada kajian kebencanaan,
khususnya sejarah bencana banjir. Sejarah bencana alam
merupakan kajian yang transdisipliner, karena
menggunakan pendekatan ilmu-ilmu lain selain sosial
humaniora. Beberapa ilmu bantu yang digunakan penulis
sebagai pisau analisis yaitu ilmu lingkungan, geografi, dan
teknik. Kajian ini diharapkan bisa menjadi alternatif baru
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 5

untuk memahami sejarah peristiwa banjir dan


penanganannya di masa lalu. Karena menurut Ridhoi
(2019), selama ini sejarah hanya menyoal peristiwa-
peristiwa sosial-ekonomi dan politik, maka perlu untuk
melihat juga peristiwa alam dengan sudut pandang ilmu-
ilmu lain agar narasi sejarah lebih menarik dan up to date
mengikuti perkembangan zaman.
Seperti yang diungkapkan Peter Boomgaard dalam
Paper Landscapes, bahwa sejarah lingkungan atau sejarah
ekologi adalah kajian yang menitikberatkan interrelasi
antara manusia dan lingkungannya di masa lalu
(Boomgaard, 1997). Maka dirasa penting untuk melihatnya
dalam kasus banjir di Sampang. Hal ini dilakukan karena
ada upaya-upaya tertentu oleh masyarakat Sampang dan
pemerintah sejak masa kolonial untuk mempengaruhi
lingkungannya hingga terjadi banjir.
Sedangkan menurut Nawiyanto (2017) sejarah
lingkungan ini berfungsi sebagai lonceng pengingat kepada
semua orang bahwa fenomena alam, khususnya bencana
merupakan peristiwa yang selalu berulang. Maka
seharusnya manusia saat ini mempelajari sejarahnya di
masa lalu agar dapat merumuskan kebijakan serta cara
yang terbaik untuk dapat keluar dari permasalahan
tersebut.
Berkaca dari pendapat dua begawan sejarah
lingkungan tersebut, maka penulis berusaha menarasikan
sejarah banjir di Sampang dan seperti apa kondisi
lingkungannya di masa lalu hingga muncul masalah banjir
(BAGIAN I dan II). Kondisi geografis maupun topografis
6 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

wilayah sangat mempengaruhi terjadinya banjir. Di sini


dapat dilihat betapa pentingnya determinasi lingkungan
terhadap kehidupan manusia di masa lalu.
Salah satu Begawan Sejarah Indonesia Kuntowijoyo
(2017) menyebutkan daerah Sampang sudah beberapa kali
terendam banjir. Dalam telegram Residen Bosscher
kepada gubernur jenderal Hindia-Belanda tanggal 29
Januari 1872 disebutkan bahwa pusat Kota Sampang dan
Pamekasan terendam banjir akibat luapan sungai. Namun
bukan berarti sebelumnya tak pernah banjir. Disusul tahun
1875 terjadi banjir yang cukup besar di Sampang. Meski
hanya terjadi beberapa jam, banjir setinggi kurang lebih 2
meter itu menyapu fasilitas umum seperti jembatan,
kantor-kantor pemerintah, rumah penduduk, dan pohon-
pohon besar di sekitar jalan. Banyak penduduk yang
meninggalkan rumah mereka dan menyelamatkan diri
menuju perbukitan. Saat itu kerugiannya mencapai f
100.000 (Cahyaningrum, 2020). Jumlah yang cukup besar
untuk sebuah kota kecil yang saat itu masih di bawah
kekuasaan Karesidenan Bangkalan.
Pada dekade berikutnya, tepatnya 1880 dan 1890an,
banjir juga melanda Sampang. Peristiwa ini juga
diberitakan pada koran-koran Belanda di Indonesia,
seperti Bataviaasch Handelsblad, De Indische Courant, De
Locomotief, Bataviaasch Nieuwsblad, hingga koran-koran
yang terbit di negeri induk Belanda, seperti De
Gelderlander dan De Standard. Hampir sama dengan
peristiwa banjir sebelumnya, dampak besar yang
dirasakan oleh penduduk adalah rumah dan fasilitas
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 7

umum mereka yang hancur tersapu air. Bahkan tidak


jarang juga ada korban jiwa yang hanyut akibat banjir
tersebut (Cahyaningrum, 2020).
Berita banjir tak henti-hentinya dilaporkan dalam
koran-koran masa kolonial, terutama ketika memasuki
awal abad ke-20. Banjir Sampang diberitakan mulai tahun
1900, 1906, 1911, 1921. Dan memasuki tahun 1930an,
banjir di Sampang semakin sering terjadi. Seperti tahun
1935, 1936, 1937, 1938, dan 1939, berita banjir selalu
menghiasi kolom berita di koran-koran masa kolonial.
Bahkan hingga periode kontemporer peristiwa banjir
dilaporkan semakin tinggi intensitasnya. Banjir bisa terjadi
17-21 kali setiap tahunnya, dan 4 kali dalam seminggu.
Peristiwa banjir beserta analisis fase banjir ini diulas lebih
lanjut pada BAGIAN II.
Fenomena banjir di Sampang kemudian diteliti
penyebabnya. Yang mana, diperoleh fakta masa lalu
bahwa banyak sekali penyebab banjir di Sampang. Mulai
dari faktor lingkungan, seperti curah hujan tinggi, topografi
wilayah yang rendah, sedimentasi dan meander Sungai
Kemuning yang cukup tajam. Selain itu juga dari faktor
manusia. Sejak masa kolonial telah terjadi banyak
penggundulan hutan jati di bagian utara kota. Sementara
banyak pula penduduk yang bermukim di pinggiran Sungai
Kemuning yang rawan banjir. Semakin bertambahnya
tahun, semakin tinggi pula pertumbuhan penduduk dan
semakin banyak bangunan-bangunan permukiman di
daerah aliran sungai. Faktor padatnya penduduk ini juga
secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya banjir
8 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

karena kebiasaan mereka yang suka membuang sampah di


sungai dan pengelolaan sanitasi yang buruk di
permukiman. Faktor penyebab banjir inilah yang kemudian
dibahas pada BAGIAN III buku ini.
Setelah diulas sejarah banjir dan berbagai faktor
penyebabnya, BAGIAN IV-V buku ini mencoba
menarasikan dampak banjir dan berbagai bantuan
bencana yang diberikan kepada korban terdampak. Banjir
di Sampang berdampak fatal ke seluruh aspek sosial
ekonomi. Mulai dari rusaknya infrastruktur, korban jiwa,
hingga terputusnya sektor transportasi yang
menyebabkan kegiatan ekonomi, pendidikan, dan
pemerintahan lumpuh total. Pemerintah Kabupaten
Sampang dan berbagai komunitas sosial bahu-membahu
untuk memberikan bantuan bencana (disaster relief) bagi
korban terdampak banjir. Mulai dari pembangunan
infrastruktur hingga bantuan logistik. Meski demikian,
hingga saat ini, masih banyak dijumpai bantuan bencana
yang masih salah sasaran. Oleh sebab itu, pada BAGIAN V
penulis juga memberikan saran agar proses distribusi
bantuan bencana bisa lebih merata dan adil.
Sementara pada BAGIAN VI buku ini mengulas upaya
mitigasi yang dilakukan oleh warga lokal dan pemerintah
Sampang. Berbagai upaya mitigasi seperti membuat
ra’para’an, loteng, dan meninggikan pondasi rumah
tenyata cukup efektif memperkecil kerugian saat terjadi
banjir. Ditambah lagi upaya pemerintah untuk
menanggulangi banjir seperti normalisasi sungai sejak
masa kolonial, pembangunan site pel (tanggul banjir),
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 9

pemasangan mesin pompa air, dan pemasangan Early


Warning System (EWS) di beberapa titik wilayah hulu
sungai juga ternyata bisa memperkecil dampak banjir.
Namun, berdasarkan temuan penulis, berbagai upaya
mitigasi banjir tersebut ternyata hanya bertujuan untuk
meringankan dampak banjir, bukan untuk mencegah agar
banjir benar-benar tidak terjadi lagi di Sampang.
Seharusnya pemerintah kabupaten beserta seluruh warga
Sampang mulai memiliki kesadaran sejarah dan
memikirkan bagaimana untuk mencegah banjir, tidak
hanya memperkecil resiko terdampak banjir (BAGIAN VII).
Buku ini ditulis dengan format tematis dan kronologis
agar keunikan serta perubahan demi perubahan dari
setiap peristiwa banjir terdokumentasikan dengan jelas.
Hal ini dilakukan supaya tidak mengurangi kadar
historisitas dalam setiap peristiwa yang dinarasikan.
Keseluruhan narasi buku ini merupakan bukti nyata bahwa
peristiwa banjir beserta peristiwa sosial yang
mengikutinya mengalami change and continuity
(perubahan dan kesinambungan) yang belum terpecahkan
solusinya hingga saat ini. Oleh sebab itu masih perlu
dipikirkan dan dilakukan penelitian lebih lanjut terkait
tema sejenis dengan perspektif keilmuan lainnya.

Daftar Rujukan
Bankoff, G. and Christensen, J. (2016). Natural hazards and
peoples in the Indian Ocean world: bordering on
danger. Springer.
10 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Boomgard, P., Colombijn, F. and Henley, D. (1997). Paper


landscapes: Explorations in Environmental History of
Indonesia, KITLV Press Leiden.
Cahyaningrum, G. A. (2020). Bencana Banjir di Pulau
Madura 1875-1940. Surabaya: Pustaka Indis.
Darmawan, K., Hani’ah, H. and Suprayogi, A. (2017).
ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BANJIR DI
KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN METODE
OVERLAY DENGAN SCORING BERBASIS SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS. Jurnal Geodesi Undip.
Fitria Record Official (2016). Sampang Banjir - Sukkur Cs,
Husein [OFFICIAL] - YouTube. Available at:
https://www.youtube.com/watch?v=8TcgG6YpznU
&t=271s (Accessed: 12 August 2021).
Ghozali, A. and Sudaryatno, S. (2016). Pemanfaatan Citra
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
untuk Zonasi Kerawanan Banjir di DAS Kalikemuning
Kabupaten Sampang, Madura. Jurnal Bumi
Indonesia.
Hosnanijatun. (2018). Sejarah Babad Sampang. 1st edn.
Sampang: Pemkab Sampang.
Jeihan, S. (2017). Analisa Daerah Rawan Banjir Di
Kabupaten Sampang Menggunakan Sistem
Informasi Geografis Dengan Metode Data Multi
Temporal. Surabaya.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 11

Kuntowijoyo. (2017). Perubahan Sosial dalam Masyarakat


Agraris Madura 1850-1940. Yogyakarta: IRCiSoD &
MataBangsa.
Liputan6.com (2016) ‘Sampang Kota Bahari, “Banjir Sehari-
hari”’,https://www.liputan6.com/regional/read/263
8922/sampang-kota-bahari-banjir-sehari-hari, 30
October, pp. 1–3.
Nawiyanto, S. (2017) ‘Penulisan Sejarah Lingkungan di
Indonesia’, in Faisol, A. et al. (eds) Menemukan
Historiografi Indonesia. Yogyakarta: Ombak, pp.
723–738.
Puspitasari, D., Thaifururrahman, M. and Ariyanto, R.
(2019) ‘PENGEMBANGAN SISTEM PENDETEKSI
BANJIR MENGGUNAKAN FUZZY DENGAN RASPBERRY
PI (STUDI KASUS: KABUPATEN SAMPANG)’, Jurnal
Teknologi Informasi dan Terapan. doi:
10.25047/jtit.v4i2.65.
Ridhoi, R. (2019) ‘Tema Baru Historiografi Bagi
Pembelajaran Sejarah Tingkat SMA/SMK di Jawa
Timur’, Abad Jurnal Sejarah, 3(1). Available at:
https://www.researchgate.net/publication/342121
500_Tema_Baru_Historiografi_Bagi_Pembelajaran_
Sejarah_Tingkat_SMASMK_di_Jawa_Timur
(Accessed: 25 June 2021).
Schrikker, A. (2016) ‘Disaster Management and
Colonialism in the Indonesian Archipelago, 1840–
1920’, in Bankoff, G. and Christensen, J. (eds) Natural
Hazards and Peoples in the Indian Ocean World. New
12 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

York: New York: Palgrave MacMillan. doi:


10.1057/978-1-349-94857-4_9.
Triwidiyanto, A. and Navastara, A. M. (2013) ‘PEMINTAKAN
RISIKO BANJIR AKIBAT LUAPAN KALI KEMUNING DI
KABUPATEN SAMPANG’, jurnal teknik pomits vol. 2,
no. 1, (2013), 51(C).
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 13

BAGIAN I
Kondisi Geografis dan Demografis

Ronal Ridhoi
Jati Saputra Nuriansyah

A. Geografi dan Topografi


Pulau Madura saat ini merupakan satu kawasan di
bawah administrasi Provinsi Jawa Timur. Pulau ini terletak
di sebelah timur laut Pulau Jawa (Haryani et al., 2006:99).
Pulau Madura memiliki topografi yang relatif datar di
bagian selatan dan dataran tinggi di bagian utara. Pulau
Madura berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah
utara dan timur serta Selat Madura di sebelah barat dan
sebelah selatan. Sementara kondisi tanahnya cenderung
gersang dan kurang bagus untuk pertanian. Kondisi
tersebut menyebabkan penduduknya banyak yang
bermigrasi ke luar pulau untuk mencari pekerjaan
(Kuntowijoyo, 2017).

Peta 1.1 Pulau Madura 1854.


(Sumber: maps.library.leiden.edu)
14 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Pulau Madura memiliki luas keseluruhan kurang lebih


5.168 km2 atau kurang lebih 10% dari luas daratan Provinsi
Jawa Timur. Pulau ini memiliki panjang sekitar 180 km jika
diukur dari ujung barat di Kamal hingga ujung timur di
Kalianget. Pulau ini juga memiliki lebar sekitar 40 km. Pulau
Madura merupakan kelanjutan dari pegunungan Kapur
Utara di Pulau Jawa atau perbukitan kapur yang ada di
Rembang, Jawa Tengah. Kemungkinan Pulau Madura
terpisah dengan Jawa pada tahun 80 SM. Pulau Madura
berada pada ketinggian 2-471 mdpl (Sastrosubroto &
Ginting, 2018:iii). Puncak tertinggi dari Pulau Madura
terletak di bagian timur yaitu Gunung Gadu (341 m),
Gunung Merangan (398 m), dan Gunung Tembuku (471
m).
Iklim Pulau Madura termasuk ke dalam tipe iklim
kering karena mempunyai curah hujan berkisar 1328-1571
mm/th. Bulan kering di Pulau Madura terjadi pada bulan
Agustus dan September dengan kisaran 1-18 mm dan
bulan basah di pulau ini terjadi pada Bulan Januari dengan
kisaran 215-240 mm. Haryani (2006:100), menyebutkan
bahwa data evapotranspirasi yang mereka peroleh
menunjukkan evapotranspirasi yang terjadi di Pulau
Madura berkisar antara 1536- 1565 mm/thn yang melebihi
curah hujan. Serta Madura juga memiliki rata-rata defisit
air antara 306-402 mm/thn. Hal ini mengakibatkan Pulau
Madura mengalami surplus air rata-rata hanya 5 bulan dan
7 bulan sisanya mengalami defisit air. Selain itu, pulau ini
memiliki suhu udara yang dapat dikategorikan tinggi
dengan suhu sekitar 27-30oC.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 15

Pada pertengahan abad ke-19, Madura terbagi


menjadi 3 kabupaten (afdeeling), yaitu Bangkalan,
Pamekasan dan Sumenep (lihat peta 1). Kemudian saat ini
terbagi menjadi 4 kabupaten yaitu Kabupaten Bangkalan,
Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Sementara untuk
jenis tanahnya ada 9 (sembilan) jenis yang menyusun
daratan pulau ini yaitu: Aluvial, Glei, Litosol, Regosol, Non
Calcic Brown, Brown Forest Soil dan Renzina, Grumusol,
Mediterania, dan Latosol (Haryani et al., 2006: 99).
Berbagai jenis tanah tersebut lah yang mempengaruhi
kesuburan wilayah dan mempengaruhi terjadinya banjir di
Sampang yang merupakan lokasi penelitian dalam buku
ini.
Kabupaten Sampang memiliki luas sebesar 1.233,30
Km2 yang terdiri atas daratan di sebagian Pulau Madura
dan satu pulau yang terletak di Selat Madura yaitu Pulau
Kambing atau Pulau Mandangin. Secara topografis
Kabupaten Sampang berupa wilayah dengan kelerengan
yang bervariasi, dari yang datar hingga wilayah yang sangat
curam yang terbagi atas 14 kecamatan (lihat Tabel 1.1).
Kabupaten Sampang berbatasan langsung dengan Laut
Jawa di utara, Kabupaten Pamekasan di timur, Selat
Madura di selatan, dan Kabupaten Bangkalan di sebelah
barat (Ditjen PUPR, 2019: 1). Sementara yang menjadi
fokus wilayah penelitian dari buku ini yaitu pada 1
kecamatan kota, yaitu Kecamatan Sampang. Sebuah
kecamatan kota yang mempunyai presentase luas wilayah
paling kecil di kabupaten, namun memiliki penduduk dan
permukiman yang cukup padat dibandingkan kecamatan
lainnya.
16 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Peta 1.2. Peta Kabupaten Sampang.


(Sumber: https:www.eastjava.com/plan/peta/pkabsampang.gif)

Tabel 1.1. Pembagian Administratif Kabupaten Sampang.


No. Kecamatan Luas (km2) Persentase (%)
1. Omben 116,31 9,43
2. Kedungdung 123,084 9,98
3. Robatal 80,64 6,54
4. Jrengik 65,35 5,3
5. Ketapang 125,28 10,16
6. Torjun 44,19 3,58
7. Pangarengan 42,7 3,46
8. Karangpenang 84,25 6,83
9. Tambelangan 89,97 7,3
10. Camplong 69,94 5,67
11. Sreseh 71,95 5,83
12. Sampang 70,01 5,68
13. Sokobanah 108,51 8,8
14. Banyuates 141,03 11,44
Sumber: Kabupaten Sampang Dalam Angka Tahun 2021
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 17

Secara administratif, Kabupaten Sampang terbagi


manjadi 14 kecamatan, 6 kelurahan dan 180 desa, 949
dusun, 1.074 Rukun Warga (RW), serta 2.281 Rukun
Tetangga. Kabupaten Sampang memiliki wilayah dengan
kelerengan yang bervariasi, mulai dari datar,
bergelombang, curam hingga sangat curam. Berikut tabel
2 kelerengan tanah di Kabupaten Sampang dan
klasifikasinya.

Tabel 1.2. Kelerengan Tanah Kabupaten Sampang.


Kelerengan (Ha)
Bergelomb Sangat
No Kecamatan Datar Curam
ang Curam
(0-2%) (>15-40%)
(>2-15%) (>40%)
1. Sreseh 2.721,00 4.474,00 - -
2. Torjun 2.615,00 1.725,50 78,50 -
3. Pangarengan 2.595,63 1.674,37 - -
4. Sampang 5.849,63 985,75 165,62 -
5. Camplong 5.099,00 1.866,00 28,00 -
6. Omben 3.530,60 5.308,92 2.739,80 51,35
7. Kedungdung 3.370,60 7.576,40 1.148,00 213,00
8. Jrengik 3.349,00 2.240,00 493,00 453,00
9. Tambelangan 3.411,50 4.565,00 708,50 321,00
10. Banyuates 2.823,50 9.407,50 1.892,00 -
11. Robatal 301,50 7.364,50 398,00 -
12. Karangpenang 81,50 7.400.50 943,00 -
13. Ketapang 1.173,28 5.580,70 5.399,04 374,98
14. Sokobanah 863,53 7.638,00 1.253,47 1.085,9
6
Jumlah 37.784,64 64.807,14 15.246,93 2.490,2
9
Sumber: BPN Kab. Sampang dalam RPI2-JM Bid. Cipta Karya Kab.
Sampang 2016-2019.
18 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

1. Wilayah datar dengan kelerengan 0-2% seluas


37.784,64 Ha atau 31,40% dari total keseluruhan luas
wilayah Kabupaten Sampang. Wilayah ini sangan baik
untuk pertanian tanaman semusim.
2. Wilayah bergelombang dengan kelerengan >2-15%
seluas 64.807,14 Ha atau 53,86% dari total keseluruhan
luas wilayah Kabupaten Sampang. Wilayah ini baik
sekali untuk usaha pertanian dengan tetap
mempertahankan usaha pengawetan tanah dan air
serta cocok untuk konstruksi/ permukiman.
3. Wilayah curam dengan kelerengan >15-40% seluas
15.246,93 Ha atau 12,67% dari total keseluruhan luas
wilayah Kabupaten Sampang. Lahan ini cocok untuk
pertanian tanaman keras/ tanaman tahunan dan tidak
cocok untuk wilayah konstruksi. Hal ini dikarenakan
lahan pada daerah tersebut mudah terkena erosi dan
kapasitas penahan airnya yang rendah.
4. Wilayah sangat curam dengan kemiringan >40% seluas
2.490,29 Ha atau 2,07% dari total keseluruhan luas
wilayah Kabupaten Sampang. Lahan pada daerah ini
tidak cocok untuk wilayah konstruksi karena memiliki
kemiringan yang terjal dan termasuk dalam lahan
konservasi. Maka dari itu daerah ini harus berupa
daerah hutan agar dapat berfungsi sebagai
perlindungan hidrologi serta menjaga keseimbangan
ekosistem dan lingkungan.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 19

Berdasarkan data tabel 1.2 dan deskripsi


kelerengannya, Kecamatan Kota Sampang adalah wilayah
dengan kelerengan datar yang paling besar di seluruh
kabupaten. Hal ini disebabkan oleh lokasinya yang berada
di pesisir selatan Pulau Madura. Kondisi topografis inilah
yang menyebabkan Kota Sampang rawan akan terjadinya
banjir.
Secara geologi, Kabupaten Sampang memiliki
beberapa jenis batuan yang berada pada lahannya. Batuan
tersebut terdiri dari lima macam antara lain yaitu alluvium,
pliosen fasies sedimen, plistosen fasies sedimen, pliosen
fasies batu gamping, dan mioses fasies sedimen. Pada
lahan tegalan dan sawah, masyarakat biasanya banyak
menggunakan jenis geologi alluvium, mioses fasies
sedimen, dan sebagian kecil batuan plistosen fasies
sedimen yang digunakan untuk tegalan (Ditjen PUPR,
2019: 4–5). Selain itu, jenis tanah terluas yang ada di
Kabupaten Sampang adalah jenis Komplek Mediteran
Grumusol, Regosol, dan Litosol dengan luas 54.335 Ha.
Selanjutnya jenis tanah alluvial hidromorf dengan urutan
luas kedua sebesar 10.720 Ha. Terakhir jenis terendah
adalah grumusol kelabu dengan luas sebesar 2.125 Ha
yang ada di Kec. Sampang dan Kec. Camplong.
Tanah grumosol tersebut bertekstur lempung (tanah
liat) dengan unsur hara yang cenderung minim. Hal ini
diakibatkan banyaknya kandungan kapur di dalam tanah
tersebut. Tanah jenis ini cenderung tidak mudah menyerap
air hujan. Ketika hujan turun, maka akan terjadi genangan.
Bahkan ketika curah hujan sangat tinggi sangat berpotensi
20 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

untuk terjadi banjir. Inilah yang kemudian menjadi salah


satu penyebab peristiwa banjir di daerah Kota Sampang
dari waktu ke waktu.
Kabupaten Sampang memiliki iklim tropis seperti
daerah-daerah lain yang ada di Indonesia dengan dua
musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim
kemarau berlangsung dari bulan April hingga bulan
Oktober dan musim hujan berlangsung dari bulan Oktober
hingga April. Curah hujan dengan frekuensi tertinggi
terjadi pada bulan Januari hingga April. Bulan Mei hingga
September frekuensi curah hujan mulai berkurang dan
bulan Oktober hingga Desember hujan mulai turun
kembali dengan frekuensi yang terus bertambah. Curah
Hujan di Kabupaten Sampang memiliki rata-rata sekitar
91,78 mm/thn, sedangkan rata-rata jumlah hari-hari hujan
mencapai 6,47hh/thn.
Kecamatan Robatal menjadi daerah di Kabupaten
Sampang yang memiliki curah hujan tertinggi dengan rata-
rata 146,70 mm dan Kecamatan Sampang sebagai daerah
dengan curah hujan terendah dengan rata-rata 61,00 mm.
Berdasarkan curah hujan yang terjadi, dapat diketahui
bahwa Kabupaten Sampang memiliki iklim tipe E dan iklim
tipe F yang ditandai dengan perbandingan antara bulan
basah dengan bulan kering pada kisaran 0,6-1,0 untuk
iklim tipe E dan 1-1,670 untuk iklim tipe F (Sari, 2017: 51-
52). Selain itu, Kabupaten Sampang memiliki suhu udara
yang relatif panas dengan kisaran antara 28-32oC.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 21

B. Sungai Kemuning dan Beberapa Sungai di Sampang


Kabupaten Sampang memiliki 34 sungai yang mengalir
di wilayahnya. Adapun sungai-sungai tersebut terbagi
menjadi dua daerah aliran yaitu daerah aliran Sampang
Selatan dan daerah aliran Sampang Utara (lihat tabel 1.3).
Tabel 1.3. Daerah Aliran Sungai Di Wilayah Kabupaten Sampang.
Seksi Pengairan Nama Sungai Panjang (Km)
1. Pangetokan 3,00
2. Legung 2,00
3. Kalah 0,70
4. Tambak Batoh 5,00
5. Taddan 1,20
6. Gunong Maddah 3,50
7. Sampang 10,00
8. Kemuning 20,00
9. Madungan 3,00
10. Geluran 2,00
11. Gulbung 2,00
12. Lampenang 1,00
Sampang Selatan 13. Cangkreman 2,00
14. Bakung 1,00
15. Pangandingan 1,00
16. Cangkreman 1,00
17. Cangkokan 2,00
18. Pangarengan 2,00
19. Kepang 2,00
20. Klampis 14,00
21. Dampol 4,00
22. Somber Koning 2,00
23. Kati 9,00
24. Pelut 5,00
25. Jelgung 8,50
1. Pajagan 4,70
2. Dempo Abang 5,50
3. Somber Bira 2,80
Sampang Utara
4. Sewaan 1,15
5. Sodung 22,00
6. Manding 5,60
22 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

7. Rabian 4,20
8. Brambang 7,00
9. Somber Lanjang 12,00
Sumber: Dinas Pengairan Kab. Sampang dalam Sari (2017: 49–50)

Tabel di atas merupakan data nama dan panjang


sungai yang ada di Kabupaten Sampang. Sungai yang ada
di Kabupaten Sampang memiliki pola aliran sungai sejajar
teranyam (brainded), berkelok putus (anastromik), cakar
ayam bersifat tetap, sementara, dan berkala (Ditjen PUPR,
2019:9). Panjang sungai yang ada di Kabupaten Sampang
berkisar antara 0,7-22 Km. Berdasarkan tabel 3 di atas,
sungai terpanjang adalah Sungai Sodung dengan panjang
±22 Km dan sungai terpendek adalah Sungai Kalah dengan
panjang ±0,7 Km. Menurut Sari (2017: 49) sungai yang ada
di Kabupaten Sampang sebagian besar merupakan sungai
musiman yang ada airnya saat musim penghujan. Adapun
sungai yang mengalir sepanjang tahun di Kabupaten
Sampang antara lain:
1. Sungai Klampis dan Waduk Klampis. Dua tempat
tersebut dapat digunakan untuk mengairi sawah di
Kecamatan Torjun, Sampang, dan Jrengik.
2. Sungai Marparan dan Disanah bermuara di Kali Blega
yang muaranya tersebut dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Selain itu, muara dari sungai ini telah
banyak digunakan untuk tambak dan penggaraman.
3. Sungai Kemuning memiliki hulu di Kecamatan Robatal,
melewati jantung kota Kecamatan Sampang dan juga
bermuara di Selat Madura. Sungai ini juga digunakan
sebagai sandaran perahu atau pelabuhan.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 23

Salah satu sungai yang melintasi pusat kota Kabupaten


Sampang adalah Sungai Kemuning. Menurut data yang ada
pada tabel 4, panjang sungai ini adalah 20,00 Km. Tetapi
berdasarkan tulisan Qariatullailiyah (2015:1) disebutkan
bahwa Sungai Kemuning memiliki panjang kurang lebih
58,1 km. Tidak ada data yang jelas menyebutkan luas dari
Daerah Aliran Sungai (DAS) Kemuning. Sedangkan luas dari
DAS Kemuning itu sendiri yaitu 319,16 km2.
Sungai Kemuning memiliki hulu di Gunung Betating
yang berada di Kabupaten Sampang, Madura, Provinsi
Jawa Timur. Ada 31 sumber mata air yang terdapat di hulu
Sungai Kemuning yang telah teridentifikasi debit mata
airnya. Debit terbesar yang berada di hulu Sungai
Kemuning adalah Sumber Teladung yang berlokasi di Desa
Asem Jaran, Kec. Banyuates. Daerah hulu Sungai Kemuning
ini melewati Kecamatan Kedungdung, Kecamatan Robatal,
Kecamatan Karangpenang, dan Kecamatan Omben
(Agustini, 2016: 2). Hulu Sungai Kemuning terdapat banyak
lahan tandus, namun sebagian besar lahannya adalah
ladang dan sawah, yaitu pada Kecamatan Omben, Robatal,
dan Kedungdung (Qariatullailiyah, 2015: 2). Sungai
Kemuning memiliki lebar antara 10 meter hingga 25 meter
dengan kedalaman 3 meter hingga 7 meter. Sungai
Kemuning memiliki pola aliran sungai radial atau kipas
serta bentuk meandering atau berkelok-kelok dengan anak
sungai yang cukup banyak.
Menurut Iqbal (2019:6) DAS berbentuk radial memiliki
sebaran aliran sungai membentuk seperti kipas atau
menyerupai lingkaran. Anak sungai dengan pola aliran
24 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

tersebut mengalir dari segala penjuru arah DAS yang


terkonsentrasi pada satu titik secara radial. Akibat dari
bentuk DAS yang demikian, debit banjir yang dihasilkan
umumnya akan besar dengan catatan hujan terjadi secara
merata dan bersamaan di seluruh DAS tersebut (Iqbal,
2019:6). Menurut Qariatullailiyah, (2015: 3) dengan
bentuk Sungai Kemuning seperti itu, Kota Sampang
menjadi wilayah yang terkena dampak banjir sangat parah
akibat lokasinya yang berada di muara Sungai Kemuning
serta Sungai Kemuning yang tidak dapat menampung air
dengan intensitas yang besar. Elevasi topografi Sungai
Kemuning berada pada elevasi 1 sampai dengan ±150 m,
dimana wilayah hilir dari sungai ini memiliki elevasi atau
kemiringan yang relatif landai. Menurut Risdiyanto
(2013:4), sungai yang ada di Pulau Madura dikelompokkan
menjadi 3 golongan yaitu:
1. Sungai Perenial yaitu sungai yang mengalir sepanjang
tahun
2. Sungai Intermitten yaitu sungai yang mengalir selama
musim hujan, hal ini dikarenakan muka air tanah
berada di bawah dasar sungai selama musim kering.
3. Sungai Ephemeral yaitu sungai yang mengalir saat ada
hujan, hal ini dikarenakan muka air tanah selalu
berada di bawah dasar sungai. Sungai jenis ini banyak
ditemui di daerah kapur, seperti di sebagan wilayah
timur Pulau Madura
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 25

Sungai Kemuning yang termasuk dalam bagian Daerah


Aliran Sungai (DAS) Bediyan/Kemuning memiliki sungai
perenial sepanjang 133 km. Sedangkan panjang dari sungai
intermitten dan ephermeral dari Daerah Aliran Sungai
(DAS) Bediyan/Kemuning adalah 658 km. Beberapa sungai
utama yang ada di Pulau Madura, salah satunya yaitu
Sungai Kemuning mempunyai aliran sungai tahunan yang
lebih panjang dibandingkan sungai musimannya
(Risdiyanto, 2013:4).

C. Penduduk Sampang
Sampang di masa Kolonial Belanda merupakan salah
satu regentschaap atau kabupaten di bawah Karesidenan
Madura, Jawa Timur. Penduduk yang ada di Sampang
terdiri dari berbagai ras dan etnis. Pada masa Kolonial
Belanda, mereka membagi klasifikasi penduduk
berdasarkan dengan ras, suku, atau etnis. Berikut tabel 1.4
yang berisi data penduduk di Sampang pada tahun 1930.
Tabel 1.4. Data Penduduk Kabupaten Sampang Tahun 1930.
Penduduk
Penduduk Asli
Kecamatan Eropa
L P J L P J
Banjoeates 23.523 25.494 49.017 - - -
Ketapang 25.992 27.912 53.904 - - -
Sokobana 19.396 20.992 40.388 - - -
Dist. Ketapang 68.911 74.398 143.309 - - -
Kedoengdoeng 22.269 24.751 47.020 - - -
Robatal 24.028 23.640 49.668 2 - 2
Tambelangan 12.459 13.943 26.402 - - -
Dist.
58.756 64.334 123.090 - - -
Kedoengdoeng
Djerengik 9.812 11.274 21.086 - - -
26 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Sereseh 9.144 10.848 19.992 - - -


Toerdjoen 18.595 20.835 39.430 28 23 51
Dist. Toerdjoen 37.551 42.957 80.508 28 23 51
Darmatjamplong 16.531 18.572 35.103 3 1 4
Kota Sampang 18.701 22.294 40.995 20 17 37
Omben 22.13u4 24.880 47.014 - - -
Dist. Kota
57.366 65.746 123.112 23 18 41
Sampang
Kab. Sampang 222.854 247.435 470.019 53 41 94
Kab. Sampang
191.068 205.098 396.166 53 32 85
1920
Persentase 1930 99,85 0,02
Persentase 1920 99,87 0,02
Sumber: Volkstelling 1930 Deel III Inheemsche Bevolking Van Oost
Java

Lanjutan Tabel 1.4


Penduduk Asia
Penduduk Cina
Kecamatan Lainnya
L P J L P J
Banjoeates 44 49 93 - - -
Ketapang 46 43 89 3 1 4
Sokobana 4 4 8 - - -
Dist. Ketapang 94 96 190 3 1 4
Kedoengdoeng 7 12 19 - - -
Robatal - - - - - -
Tambelangan - - - 4 4 8
Dist. 7 12 19 4 4 8
Kedoengdoeng
Djerengik - - - - 1 1
Sereseh - - - - - -
Toerdjoen 6 10 16 6 5 11
Dist. Toerdjoen 6 10 16 6 6 12
Darmatjamplong - - - - 1 1
Kota Sampang 154 146 300 39 37 76
Omben - - - - - -
Dist. Kota Sampang 154 146 300 39 38 77
Kab. Sampang 261 264 525 52 49 101
Kab. Sampang 186 208 394 24 13 37
1920
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 27

Persentase 1930 0,11 0,02


Persentase 1920 0,10 0,01
Sumber: Volkstelling 1930 Deel III Inheemsche Bevolking Van Oost
Java

Lanjutan Tabel 1.4


Jenis kelamin
Kecamatan
L P Jumlah
Banjoeates 23.567 25.543 49.110
Ketapang 26.041 27.956 53.637
Sokobana 19.400 20.996 40.396
Dist. Ketapang 69.008 74.496 143.504
Kedoengdoeng 22.276 24.763 47.039
Robatal 24.030 25.640 49.670
Tambelangan 12.463 13.947 26.410
Dist. Kedoengdoeng 58.769 64.350 123.119
Djerengik 9.812 11.275 21.087
Sereseh 9.144 10.848 19.992
Toerdjoen 18.635 20.873 39.508
Dist. Toerdjoen 37.591 42.996 80.587
Darmatjamplong 16.534 18.574 35.108
Kota Sampang 18.914 22.494 41.408
Omben 22.134 24.880 47.014
Dist. Kota Sampang 57.582 65.948 123.530
Kab. Sampang 222.950 247.789 470.739
Kab. Sampang 1920 191.331 205.351 396.682
Persentase 1930 100
Persentase 1920 100
Sumber: Volkstelling 1930 Deel III Inheemsche Bevolking Van Oost
Java

Data di atas merupakan data sensus penduduk di Jawa


Timur yang dilakukan oleh Kolonial Belanda pada tahun
1930. Berdasarkan data diatas, penduduk Kabupaten
Sampang dikelompokkan menjadi 4 berdasarkan suku, ras,
atau etnis yaitu penduduk asli, penduduk Eropa, penduduk
Cina, dan penduduk Asia lainnya. Selain itu, Kolonial
28 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Belanda membagi Kabupaten Sampang menjadi 4 distrik


yaitu Distrik Ketapang, Kedoengdoeng, Toerdjoen, dan
Kota Sampang. Terdapat 3 kecamatan di setiap distrik yang
ada di Kabupaten Sampang. Penduduk Kabupaten
Sampang pada tahun 1930 didominasi oleh penduduk
dengan jenis kelamin perempuan dan penduduk asli.
Penduduk asli dengan jumlah terbesar terdapat di
Distrik Ketapang dengan jumlah penduduk 143.309 jiwa.
Sedangkan penduduk Eropa terbanyak terdapat di Distrik
Toerdjoen dengan jumlah penduduk 51 jiwa. Distrik Kota
Sampang menjadi distrik dengan jumlah penduduk Cina
dan Asia lainnya dengan jumlah terbanyak, yaitu 300 jiwa
untuk penduduk Cina dan 77 jiwa untuk penduduk Asia
lainnya. Jumlah penduduk di Kabupaten Sampang sebesar
470.739 jiwa dengan klasifikasi laki-laki 222.950 jiwa dan
perempuan 247.789 jiwa. Jumlah penduduk tersebut lebih
besar dibanding tahun 1920 yang berjumlah 396.682 jiwa
dengan klasifikasi laki-laki 191.331 jiwa dan perempuan
205.351 jiwa (Volkstelling 1930: 122).
Penduduk di Kabupaten Sampang terbagi menjadi 4
jenis berdasarkan ras, suku, atau etnis yaitu penduduk asli,
penduduk Eropa, penduduk Cina, dan penduduk Asia
lainnya. Penduduk asli di Kabupaten Sampang berjumlah
470.019 jiwa dengan persentase 99,85% dari jumlah
penduduk. Sedangkan penduduk Eropa berjumlah 94 jiwa
dengan persentase 0,02% dari jumlah penduduk.
Penduduk Cina yang ada di Kabupaten Sampang berjumlah
525 jiwa dengan persentase 0,11% dari jumlah penduduk.
Terakhir penduduk Asia lainnya hanya memiliki persentase
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 29

sebesar 0,02% dari jumlah penduduk, atau sekitar 101 jiwa


(Volkstelling 1930:122).
Setelah tahun 1930, tidak ada dokumen yang
menunjukkan jumlah penduduk di setiap daerah yang ada
di Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945)
sensus penduduk dilakukan di tingkat lokal, tetapi semua
dokumen hilang kecuali daerah Kalimantan Barat dan
Pulau Lombok. Setelah Indonesia merdeka di tahun 1945,
sensus pertama kali dilakukan di tahum 1961. Sensus
Penduduk sudah dilakukan tujuh kali, dari tahun 1961,
1971, 1980, 1990, 2000, 2010, dan 2020. Data terkait
jumlah penduduk Kabupaten Sampang dari tahun 1961
hingga tahun 2000 dapat dilihat pada tabel 5. Data Sensus
Penduduk pada tabel 5 menunjukkan bahwa setiap
sepuluh tahun penduduk di Kabupaten Sampang
mengalami peningkatan. Seperti tabel sebelumnya,
penduduk di Kabupaten Sampang didominasi oleh
perempuan.
Tabel 1.5. Jumlah Penduduk Kabupaten Sampang berdasarkan
dokumen hasil Sensus Penduduk.
Penduduk (jiwa)
Tahun
L P Jumlah
Sensus Penduduk
226.720 258.166 484.886
1961
Sensus Penduduk
251.247 284.368 535.615
1971
Sensus Penduduk
- - 604.541
1980
Sensus Penduduk
337.541 365.594 703.135
1990
Sensus Penduduk
368.108 381.938 750.046
2000
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia
30 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Tahun 1961, penduduk Kabupaten Sampang


berjumlah 484.886 jiwa dengan klasifikasi laki-laki 226.720
jiwa dan 258.166 jiwa perempuan. Selanjutnya di tahun
1971, jumlah penduduk Kabupaten Sampang meningkat
menjadi 535.615 jiwa dengan klasifikasi laki-laki 251.247
jiwa dan perempuan 284.368 jiwa. Sedangkan pada tahun
1980 hanya ditemukan data berupa jumlah keseluruhan
penduduk Kabupaten Sampang, yaitu sejumlah 604.541
jiwa (BPS, 1961 & 1972).
Selanjutnya di tahun 1990, Kabupaten Sampang
memiliki penduduk laki-laki sejumlah 337.541 jiwa dan
perempuan sejumlah 365.594 jiwa yang seluruhnya
berjumlah 703.135 jiwa (BPS, 1990). Terakhir pada Sensus
Penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Kabupaten
Sampang sejumlah 750.046 jiwa dengan jumlah penduduk
laki-laki sejumlah 368.108 jiwa dan perempuan sejumlah
381.938 jiwa (BPS, 2000). Setelah Sensus Penduduk di
tahun 2000 tidak ada dokumen yang menjelaskan
mengenai perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten
Sampang. Baru di tahun 2008 terdapat dokumen yang
menjelaskan mengenai jumlah penduduk Kabupaten
Sampang yang datanya ada hingga tahun 2020. Berikut
tabel 6 mengenai data jumlah penduduk Kabupaten
Sampang dari tahun 2008 hingga tahun 2020.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 31

Tabel 1.6. Jumlah Penduduk Kabupaten Sampang.


Penduduk (jiwa)
Tahun
L P Jumlah
2008 427.703 442.662 870.365
2009 424.545 439.468 864.013
2010 426.488 441.665 868.153
2011 428.250 443.284 871.534
2012 434.784 448.498 883.282
2013 435.195 449.009 884.204
2014 478.343 479.569 957.912
2015 457.850 461.965 919.825
2016 461.790 485.824 947.614
2017 466.920 491.162 958.082
2018 471.989 496.531 968.520
2019 - - 978.875
2020 481.667 488.027 969.694
Sumber: Kabupaten Sampang Dalam Angka 2010-2021

Sejak tahun 2008, penduduk Kabupaten Sampang


sudah berada pada angka 870.365 jiwa dengan jumlah
penduduk laki-laki 427.703 jiwa dan perempuan 442.662
jiwa. Meskipun begitu, perkembangan penduduk di
Kabupaten Sampang bisa dikatakan fluktuatif atau naik
turun. Sama seperti dengan tabel sebelumnya, terlihat
bahwa penduduk Kabupaten Sampang didominasi oleh
perempuan. Pada tahun 2009 penduduk Kabupaten
Sampang menurun dari jumlah pada tahun sebelumnya,
yaitu sebesar 864.013 jiwa dengan rincian penduduk laki-
laki 424.545 jiwa dan perempuan 439.468 jiwa. Pada tahun
2010, jumlah penduduk meningkat ke angka 868.153 jiwa
dengan rincian 426.488 jiwa laki-laki dan 441.665
perempuan (BPS, 2010 & 2011).
Tahun 2011, jumlah penduduk Kabupaten sampang
terus meningkat ke angka 871.534 jiwa dengan rincian
32 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

428.250 jiwa laki-laki dan 443.284 jiwa perempuan. Hal ini


berlanjut di tahun 2012 yang meningkat menjadi 883.282
jiwa dengan rincian 434.784 jiwa laki-laki dan 448.498 jiwa
perempuan. Pada tahun 2013 juga terjadi peningkatan
dengan rincian penduduk laki-laki sebesar 435.195 jiwa
dan perempuan sebesar 449.009 jiwa sehingga jumlah
penduduk keseluruhan menjadi 884.204 jiwa.
Perkembangan jumlah penduduk terus meningkat hingga
tahun 2014 dengan rincian penduduk laki-laki 478.343 jiwa
dan perempuan 479.569 yang seluruhnya berjumlah
957.912 jiwa. Tahun 2015, perkembangan jumlah
penduduk menurun menjadi 919.825 jiwa dengan rincian
penduduk laki-laki 457.850 jiwa dan perempuan 461.965
jiwa (BPS, 2012, 2013 & 2016).
Setelah turun pada tahun 2015, jumlah penduduk di
Kabupaten Sampang meningkat kembali di tahun 2016
menjadi 947.614 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki
461.790 jiwa dan perempuan 485.824 jiwa. Pada tahun
2017 terjadi peningkatan dengan rincian penduduk laki-
laki 466.920 jiwa dan perempuan 491.162 jiwa yang
seluruhnya berjumlah 958.082. Selanjutnya di tahun 2018
juga terjadi peningkatan jumlah penduduk menjadi
968.520 dengan rincian 471.989 jiwa penduduk laki-laki
dan 496.531 jiwa penduduk perempuan. Pada tahun 2019,
data yang ditemukan hanya menjelaskan jumlah penduduk
Kabupaten Sampang secara keseluruhan, yaitu sejumlah
978.875 jiwa. Setelah terjadi peningkatan, pada tahun
2020 terjadi penurunan kembali jumlah penduduk menjadi
969.694 jiwa dengan rincian 481.667 jiwa laki-laki dan
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 33

488.027 jiwa perempuan (BPS, 2017, 2018, 2019, 2020 &


2021)

Daftar Rujukan
Agustini, L. (2016). Pengelolaan Tata Guna Lahan sebagai
Penanganan Banjir DAS Kemoning, Kabupaten
Sampang. Institute Teknologi Sepuluh Nopember.
BPS. (2010). Kabupaten Sampang Dalam Angka (Sampang
Regency In Figures) 2010. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=NGMyYTViYzBhZmJmNmJiYzFlMm
EwYzFj&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2FiLmJ
wcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDEwLzExLzE
1LzRjMmE1YmMwYWZiZjZiYmMxZTJhMGMxYy9rY
WJ1cGF0ZW4tc2FtcGFuZy1kYWxhbS1hbmdrYS0yM
DEwLmh0b
BPS. (2011). Kabupaten Sampang Dalam Angka (Sampang
Regency In Figures) 2011. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=YTA0NTk5OGI4ZTI4YWEyNDcyZG
Q5NzJl&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2FiLmJ
wcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDEyLzAzLzIw
L2EwNDU5OThiOGUyOGFhMjQ3MmRkOTcyZS9rYW
J1cGF0ZW4tc2FtcGFuZy1kYWxhbS1hbmdrYS0yMDE
xLmh0b
34 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

BPS. (2012). Kabupaten Sampang Dalam Angka (Sampang


Regency in Figures) 2012. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=MTcwMDRhNDQ5NWQ0Y2JiOWI2
ZDJjZDdj&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2FiLm
Jwcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDEzLzAxLzI4
LzE3MDA0YTQ0OTVkNGNiYjliNmQyY2Q3Yy9rYWJ1c
GF0ZW4tc2FtcGFuZy1kYWxhbS1hbmdrYS0yMDEyL
mh0b
BPS. (2013). Kabupaten Sampang Dalam Angka (Sampang
Regency In Figures) 2013. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=NDEwYjViN2UwMzdiMDI3MGI3M
TZjZWUx&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2FiLm
Jwcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDEzLzA4LzE
1LzQxMGI1YjdlMDM3YjAyNzBiNzE2Y2VlMS9zYW1w
YW5nLWRhbGFtLWFuZ2thLTIwMTMuaHRtbA%3D%
3D&twoa
BPS. (2016). Kabupaten Sampang Dalam Angka (Sampang
Regency In Figures) 2016. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=OTQzNzM0NTdjOTg1OWEzMGU2
NDg0OTli&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2FiL
mJwcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDE3LzA4L
zAzLzk0MzczNDU3Yzk4NTlhMzBlNjQ4NDk5Yi9rYWJ
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 35

1cGF0ZW4tc2FtcGFuZy1kYWxhbS1hbmdrYS0yMDE
2Lmh0b
BPS. (2017). Kabupaten Sampang Dalam Angka (Sampang
Regency In Figures) 2017. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=OGU3ZmE5NWZlOGMzMzNmMjd
mMzgzNDYy&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2F
iLmJwcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDE3LzA4
LzE3LzhlN2ZhOTVmZThjMzMzZjI3ZjM4MzQ2Mi9rY
WJ1cGF0ZW4tc2FtcGFuZy1kYWxhbS1hbmdrYS0yM
DE3Lmh0b
BPS. (2018). Kabupaten Sampang dalam Angka (Sampang
Regency in Figures) 2018. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=ZDljOWRiOGJiZmUzZDgxYTUyYjM
3NWJk&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2FiLmJ
wcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDE4LzA4LzE2
L2Q5YzlkYjhiYmZlM2Q4MWE1MmIzNzViZC9rYWJ1c
GF0ZW4tc2FtcGFuZy1kYWxhbS1hbmdrYS0yMDE4L
mh0b
BPS. (2019). Kabupaten Sampang dalam Angka (Sampang
Regency in Figures) 2019. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=ODhiNTE0NmE0MTJlOWNmZTYzY
TEwN2Fl&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2FiLm
Jwcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDE5LzA4LzE
36 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

2Lzg4YjUxNDZhNDEyZTljZmU2M2ExMDdhZS9rYWJ1
cGF0ZW4tc2FtcGFuZy1kYWxhbS1hbmdrYS0yMDE5L
mh0b
BPS. (2020). Kabupaten Sampang Dalam Angka (Sampang
Regency in Figures) 2020. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=MmY1MmEzOTA1YzJjYTE1MTJiNz
U0ZjUy&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2FiLmJ
wcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDIwLzA0LzI3
LzJmNTJhMzkwNWMyY2ExNTEyYjc1NGY1Mi9rYWJ1
cGF0ZW4tc2FtcGFuZy1kYWxhbS1hbmdrYS0yMDIwL
mh0b
BPS. (2021). Kabupaten Sampang Dalam Angka (Sampang
Regency in Figures) 2021. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sampang.
https://sampangkab.bps.go.id/publication/downloa
d.html?nrbvfeve=ZTdlZmRkNDczNDY0OGRkYWQzM
WJjZmI4&xzmn=aHR0cHM6Ly9zYW1wYW5na2FiLm
Jwcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDIxLzAyLzI2
L2U3ZWZkZDQ3MzQ2NDhkZGFkMzFiY2ZiOC9rYWJ1
cGF0ZW4tc2FtcGFuZy1kYWxhbS1hbmdrYS0yMDIxL
mh0b
BPS. (2017). Profil Kabupaten Sampang 2017. Pemerintah
Kabupaten Sampang. https://sampangkab.go.id/wp-
content/uploads/2018/02/ProfileSampang2017.pdf
Ditjen PUPR. (2019). RPI2-JM Rencana Terpadu dan
Program Investasi Infrastruktur Kabupaten
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 37

Sampang. Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan


Umum dan Perumahan Rakyat.
https://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_f
ile/dokumen/rpi2jm/DOCRPIJM_fa961fb533_BAB
VIBAB 6 PROFIL KABUPATEN SAMPANG.pdf
Frendi, I. (2013). Perencanaan Normalisasi Sungai
Kemuning Kabupaten Sampang Pulau Madura.
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
Haryani, N. S., Kustiyo, Khomarudin, R., & Pusbangja, P.
(2006). Perubahan Kerusakan Lahan Pulau Madura
menggunakan Data Penginderaan Jauh dan SIG.
Jurnal Penginderaan Jauh, 3(1), 98–107.
Iqbal, L. M. (2019). TA: Pemodelan Rainfall Runoff
Menggunakan Paket Program HEC-HMS Pada DAS
Bendung Ciliman [Institut Teknologi Nasional].
http://eprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2
222015128.pdf
Muqaddas, Z., Kusuma, Z., Asmaranto, R., & Yanuwiadi, B.
(2021). Pengendalian Banjir dengan Konsep Model
Desa Spons Berbasis Ecodrains (studi kasus: DAS
Kamoning Kabupaten Sampang, Madura). Jurnal
Teknik Pengairan, 12(1), 38–48.
Qariatullailiyah. (2015). Analisa Pengaruh Tampungan
Terhadap Pengendalian Banjir dan Penyediaan Air
Baku pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kemuning-
Sampang. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
38 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Risdiyanto, I. (2013). Karakteristik Daerah Aliran Sungai


(DAS) di Pulau Madura. Bogor Agricultural
University, Bogor, Indonesia, 1–19.
https://www.academia.edu/download/47826330/K
arakteritik_Daerah_Aliran_Sungai_di_Pulau_Madur
a.pdf
Sari, D. A. (2017). Peran Pemerintah Daerah Dalam Upaya
Rehabilitasi dan Konstruksi Pasca Bencana Banjir di
Kabupaten Sampang [Universitas Muhammadiyah
Malang].
https://eprints.umm.ac.id/35917/4/jiptummpp-gdl-
dwianitasa-49038-4-babiii.pdf
Sastrosubroto, A. P., & Ginting, S. A. (2018). Sejarah Tanah-
Orang Madura (1st ed.). Leutika Prio.
Statistik, Badan Pusat. (2000). Penduduk Indonesia Hasil
Sensus Penduduk 2000. Wisma Krida Makmur.
Statistik, Biro Pusat. (1961). Sensus Penduduk 1961
Republik Indonesia. Biro Pusat Statistik.
Statistik, Biro Pusat. (1972). Sensus Penduduk 1971
Republik Indonesia. Biro Pusat Statistik.
Statistik, Biro Pusat. (1990). Penduduk Indonesia Hasil
Sensus Penduduk 1990. Swaka Manunggal.
Volkstelling 1930 = Census of 1930 in Netherlands India
(Part 3). Pemerintah Hindia Belanda.
http://hdl.handle.net/1887.1/item:1103217.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 39

BAGIAN II
Banjir Sampang dalam Lintasan Sejarah

Dwi Evi Fani


Reza Hudiyanto

A. Banjir Masa Kolonial


Berita banjir periode kolonial menurut data tertua dari
koran terbitan pemerintah kolonial terjadi pada tahun
1875. Banjir periode ini terbilang parah mengingat
intensitas banjir mencapai 2,1 m selama tiga hari berturut-
turut dari 22-24 Desember. Kerusakan yang diakibatkan
banjir ini mencapai f 100.000 (Cahyaningrum, 2020:49-50).
Sedangkan dari laporan resmi kolonial, dua kota di Madura
(Sampang dan Pamekasan) juga pernah dilanda banjir
besar pada 1872 (Kuntowijoyo, 2017). Banjir parah juga
terjadi pada pertengahan Oktober tahun 1906. Hal ini
sebagai akibat hujan ekstrim yang terus terjadi terhitung
dari bulan Oktober hingga Februari. Sistem drainase yang
kurang mumpuni juga menjadi indikator penyebab banjir.
Dampak yang paling dirasakan yakni dari golongan
pedagang dengan kerugian mencapai f 5.000.
Tanah pertanian yang bisa dikerjakan tidak bisa
dimanfaatkan secara optimal. Kondisi pertanaian yang
tidak menguntungkan bersama dengan bencana banjir
yang sering melanda mengakibatkan wilayah Sampang
harus mendatangkan beras dari Jawa. Penanaman padi
hanya dapat dilakukan pada lahan seluas 51 bahu dan
40 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

hanya pada lahan seluas 336 bahu tanah tegalan dapat


ditanami jagung. Jagung merupakan tanaman hasil bumi
yang paling banyak dihasilkan utamanya pada pertanian di
Kota Sampang. Komoditas jagung juga menjadi makanan
utama untuk wilayah luar Kota Sampang. (Memori Residen
Madura F.B. Batten, pada 5 Desember 1923. Memori
Residen Surabaya (W.P. Hillen) pada 4 Juli 1924, hlm CXLI;
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch Indie, 29
Januari 1906).
Berikut merupakan tabel data banjir Sampang sejak
dekade 1870an:
Tabel 2.1 Data Banjir Kota Sampang Periode Kolonial.
Intensitas
Periode Dampak
Banjir
29 Januari 1-2 m • Merendam dua onderdistrict
1872 (Sampang dan Pamekasan)
• Transportasi lumpuh total
24 2,1 m • Kerusakan tanggul, jebolnya
Desember bendungan akibat derasnya arus
1875 banjir, jembatan, perabotan rumah
tangga, hewan ternak, maupun
fasilitas sosial pelengkap perkotaan
lainnya.
• Banjir juga berdampak pada
terputusnya jaringan komunikasi
dan distribusi barang.
• Korban jiwa dalam banjir kali ini
sebanyak 4 orang.
Februari - • Kerusakan pemukiman penduduk
1880 Bumiputera, akses jembatan,
tumbangnya pohon Kelongsong.
4 Februari - • Daerah terdampak yakni District
1893 Blega akibat tanggul jebol.
Kerusakan rumah sebanyak 23 dan
29 bangunan lainnya yang terbuat
dari gedek (bambu).
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 41

• Kerusakan akibat banjir mencapai f


165.
• District Arosbaya yang terpusat di
Bangkalan juga terdampak banjir
dengan kerusakan jembatan dan
jalan.
20 - • 2 korban jiwa di Bangkalan,
Oktober18 menurut laporan Asisten Residen
98 merupakan seorang lak-laki dan
perempuan warga Desa
Ujungpiring.
Januari - • Banjir memakan waktu 3 korban
1900 jiwa akibat terseret arus banjir.
29 Januari 2,5 m • Di daerah Bangkalan terdapat
1906 korban sejumlah 12 orang dewasa
dan anak-anak. (Hanya terlihat atap
saja).
15 Januari - • Rumah di daerah Bangkalan
1907 terendam banjir akibat luapan Kali
Bangkalan yang tidak dapat
membendung air dalam kota.
• Trem daerah Kamal menuju
Mudung lumpuh total.
17 Juli - • Peningkatan kasus kematian akibat
1909 demam yang menjangkit
masyarakat District Balega,
Afdeeling Sampang.
• Banjir merendam wilayah Desa
Bandangdaja, Onderdistrict
Tandjongboemi, District Sepoeloe
dan Desa Baoedoek.
• Banjir menyebabkan rusaknya
pemukiman golongan Belanda dan
kerugian mencapai f 1200.
Februari, - • Rumah rusak dengan kerugian
Maret, sebesar f 30.
April 1917 • Barang rumah tangga hanyut dan
tenggelamnya hewan ternak warga
dengan kerugian mencapai f 8.41.
42 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

• Kerusakan padi dan bahan pokok


lainnya dengan kerugian sebesar f
16.20.
Maret 1½-2m • 5 korban jiwa.
1921 • 3 buah rumah bambu hanyut.
• 45 rumah warga runtuh akibat
banjir.
• 169 rumah warga hancur.
• Terputusnya layanan trem dan
terisolir selama 3 hari akibat
adanya pergantian rute.
• Total semua kerugian yakni sebesar
f 3.250.
1927 - • Baniir akibat luapan Kali Blega dan
Sungai Sampar.
24 Maret 60 cm • Banjir yang melanda mulai tanggal
1930 16 Maret berdampak pada
kerusakan pusat Kota Sampang dan
Kantor Asisten Residen Sampang.
23 Januari 1,20 m • Pada banjir ini tidak ada korban
1935 jiwa. Dampak signifikan yang
dirasakan dari banjir tahun ini yakni
terputusnya hilir mudik angkutan
barang dan jasa yang
memanfaatkan Modoera
Stoomtram Maatschapij
• Terputusnya akses masyarakat
Pamekasan menuju Kota Sampang.
• Kondisi diperparah dengan
terjadinya pasang air laut.
Januari 150 cm • Korban jiwa seroang anak laki-laki
1936 berusia 14 tahun.
1937 1m • Banjir akibat luapan Kali Klampis
dan Kali Blega.
• Pembatasan mobilitas angkutan
trem dan mobil untuk menghindari
terjadinya kecelakaan.
24 April 1,25 m • Lalu lintas orang dan barang yang
1939 memanfaatkan Madoera
Stoomtram Maatschapij terhambat
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 43

akibat stasiun terendam setinggi 80


cm. Banjir Kota Sampang juga
merembet hingga wilayah
Pamekasan.
(Sumber: data diolah dari Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-
Indie, 1930, Bataaviaasche Nieuwsblad 1921 De Locomotief 1939, De
Locomotief, 1935, De Indische Courant 1935, Land en Volk 1909,
Soerabaijasch handelsblad, 1935).

Merujuk pada tabel di atas, terkait banjir yang terjadi


pada periode abad ke-19 sebagai akibat tingkat volume
hujan yang terus meningkat terutama ketika memasuki
musim penghujan. Banjir di Kota Sampang sebagai dampak
meluapnya sungai akibat posisi Sampang berada di bawah
permukaan laut. Volume air hujan kemudian menjadi naik
akibat adanya dorongan air pasang. Faktor pengaruh air
pasang ini juga memperlambat aliran sungai menuju laut.
Ketika banjir datang bersamaan dengan terjadinya air
pasang dengan gelombang tinggi, maka genangan atau
banjir menjadi lebih besar akibat terjadi aliran balik
(backwater) (Agustini, 2016). Kondisi ini sebagai akibat
Kota Sampang berada pada daerah cekungan, hal ini
mengingat dibagian utara, timur dan barat letaknya lebih
tinggi jika dibandingkan dengan daerag selatan yang
poisisnya berada di tepi laut dengan ketinggian rata-rata
+25 meter dan kemiringan lereng berkisar antara 25%-40%
(Tirmidzi, 1993:2).
Kondisi banjir di Kota Sampang juga diperparah akibat
sistem drainase yang kurang baik sehingga air tidak bisa
mengalir ke laut. Banjir juga terjadi akibat berkurangnya
areal hutan dan berkurangnya aliran-aliran sungai pendek
(Cahyaningrum, 2020:54-55). Penyebab berkurangnya
44 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

areal hutan ini sebagai dampak penebangan hutan tanpa


melakukan tebang pilih, pencurian kayu hutan yang
mengarah pada deforestasi dan terciptanya lahan kritis
dan percepatan erosi (Triwidayanto dan Navastara,
2013:43).
Terkait permasalahan pengairan di Sampang didukung
dengan adanya bendungan yang bersumber dari Sungai
Toronan. Kapasitas bendungan ini yakni kurang lebih 100
bau. Dataran Sampang juga mendapatkan air dari
bendungan yang bersumber dari aliran Sungai Samiran,
Klampar, dan Toronan. Kapasitas ketiga bendungan ini
mencapai 3.500 bahu. Bendungan kecil yang ada yakni
bendungan kecil Pilan dan Polagan. Penggalakan
pembangunan bendungan ini dilakukan sebagai upaya
kemudahan dalam pengairan, pembuangan air, serta
upaya pengentasahan wilayah Sampang dari bencana
banjir (Memori Residen Madura (F.B. Batten) pada 5
Desember 1923).
Pada periode selanjutnya, kabar banjir juga
disampaikan oleh Bupati Sampang pada tanggal 17 April
1935. Banjir berasal dari wilayah Kedoengdoeng. Bupati
dibantu oleh para wedana memperingatkan masyarakat di
kampung untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Di
sepanjang wilayah Kamal, Pamekasan, dan Omben
kedalaman air mencapai 1,20 m (De Indische Courant, 20
April 1935). Banjir tahun ini juga menyebabkan kerusakan
jembatan Desa Pasian yang telah diberikan tiang pancang
setinggi 12 cm. Akibat banjir ini 13 perahu besar milik
warga tersapu derasnya arus banjir (De Indische Courant,
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 45

26 Januari 1935). Diantara perahu yang ada ini tidak hanya


perahu yang difungsikan untuk nelayan melainkan juga
perahu pengangkut yang melayani perdagangan penduduk
dengan pulau-pulau disekitar Madura seperti dengan
Jawa, Bali, Lombok, Makasar dan sebagainya (Memori
Residen Madura (F.B. Batten) pada 5 Desember 1923.
Memori Residen Surabaya (W.P. Hillen) pada 4 Juli 1924,
hlm CXLIII).
Terkait upaya penanggulangan dampak akibat banjir
di Kota Sampang terlihat pada tahun 1939 utamanya pada
banjir yang terjadi pada 20 Mei 1939. Kerugian akibat
banjir ini mencapai f 2.4 sampai f 3,70. Kondisi ini
mengingat banjir tidak hanya menyebabkan kerusakan
sanitasi, rumah, maupun hewan peliharaan melainkan
berdampak pada kerusakan tanggul disepanjang daerah
tambak yang baru saja disebar bibit. Ketinggian banjir
menunjukkan angka yang variatif. Di kawasan Kampong
Bhao-bato ketinggian air mencapai 2 meter, Kampong
Kadjhoer mencapai 1,60 meter, di pusat kota utama
ketinggian mencapai 1 meter, dan di sepanjang ruas jalan
stasiun ketinggian air mencapai 60 cm. Upaya pengentasan
banjir pada periode ini pemerintah melakukan vaksinasi
sebagai perbaikan layanan kesehatan. Masyarakat yang
mendapatkan vaksin dibebankan biaya sebesar f 5 sampai
f 10 sen. Dapur umum juga telah diadakan pada banjir
tahun ini (De Indische Courant, 20 Mei 1939).
Banjir di Kota Sampang menimbulkan banyak kerugian
dalam sektor ekonomi. Dalam studi kasus dampak
tenggelamnya hewan ternak berpengaruh terhadap
46 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

perdagangan dalam negeri. Dalam Memori Van Overgave


juga disebutkan bahwasannya barang-barang hasil bumi
yang dikirim ke luar meliputi tembakau, kapuk, buah-
buahan, hewan ternak, kulit, ikan asin, minyak kesambi
dan lain sebagainya. Akibat banjir yang terus melanda
wilayah Sampang mengakibatkan perdagangan hewan
ternak dan kulit menjadi lesu. Ekonomi masyarakat yang
bertumpu pada perdagangan hasil bumi menjadi lesu
akibat jatuhnya harga barang dan adanya larangan ekspor
(Lihat Memori Residen Madura (F.B. Batten) pada 5
Desember 1923. Memori Residen Surabaya (W.P. Hillen)
pada 4 Juli 1924, hlm CXLII-CXLIII)
Melalui Tabel 1 juga dapat diketahui bahwasannya
sejak periode 1875 hingga 1921 rata-rata banjir terjadi
dalam rentang waktu 5-10 tahun sekali, Perubahan tingkat
rata-rata banjir terjadi pada tahun 1935 hingga 1939
dimana banjir di Kota Sampang hampir terjadi setiap
tahun. Kondisi ini merupakan dampak dari tingkat curah
hujan yang tinggi bersamaan dengan kondisi naiknya
permukaan air laut di wilayah Sampang dan sekitarnya.
Banjir yang terus menggenang pada periode kolonial ini
diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama yakni
didasarkan atas kondisi topografi, buruknya sistem
drainase Kota Bangkalan dan Sampang, serta adanya erosi
pendangkalan sungai.
Faktor pertama terkait topografi wilayah Kota
Sampang berada di ketinggian (elevasi) 10 m. Tingkat
kemiringan lahan kurang dari 10 m ini menyebabkan Kota
Sampang menjadi daerah rawan akan bencana banjir.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 47

Disebutkan juga bahwasannya topografi Kota Sampang


cekung dengan kondisi aliran sungai berkelok-kelok dan
semakin diperparah dengan adanya sedimentasi akibat
adanya pendangkalan sungai (lihat peta 1) (Cahyaningrum,
2020:83-84). Berbeda halnya jika dibandingkan dengan
sumber banjir dari wilayah utara yakni daerah Kecamatan
Kedungdung. Kecamatan Kedungdung tidak terdapat
wilayah dengan potensi sangat bahaya maupun bahaya
mengingat wilayah ini berada pada tingkat topografi yang
cukup curam sehingga genangan air lebih kecil apabila
terjadi hujan (Triwidayanto dan Navastara, 2013:45).
Wilayah Kedungdung sebagai sumber banjir Kota
Sampang memiliki ekologi yang tidak seimbang. Hal ini
sebagai akibat tingkat kesuburan tanah hampir hilang.
Wilayah Kedungdung sangat kesulitan air terutama pada
saat memasuki musim kemarau tiba. Setiap tahunnya di
wilayah Kedungdung terjadi erosi besar-besaran. Kondisi
ini akibat tanaman (vegetasi) yang sudah sangat minim
jumlahnya. Vegetasi ini semakin tidak menguntungkan
mengingat keadaan tanah yang sulit ditembus air sehingga
ketika memasuki musim penghujan tiba, tanah mudah
tergelincir dan terbawa arus hujan dan berdampak pada
terjadinya erosi. Erosi yang terjadi disepanjang wilayah
Kedungdung juga pada gilirannya mengarah pada
pendangkalan di area Waduk Klampis akibat posisinya
yang berdekatan (Surabaya Post, 10 Desember 1980).
48 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Peta 2.1. Peta Kota Sampang Tahun 1882.


(Sumber: maps.library.leiden.edu).

Berdasarkan peta kolonial di atas, Sungai Kemuning


yang menjadi penyebab banjir di Kota Sampang yang
melewati Kerulahan Rongtengah mengalami banyak
perubahan. Hal ini terlihat dari meander (tikungan sungai)
yang pusat awalnya berada di Kelurahan Rongtengah
tepatnya berada disekitar Jalan Pemuda Baru pada tahun
1950-1990-an berpindah ke arah selatan menuju Jalan
Pajudan (saat ini). Kondisi ini akibat perubahan meander
sungai akibat adanya pendangkalan alamiah dan berubah
menjadi dataran kosong yang dihuni oleh penduduk. Hal
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 49

ini dapat dipahami mengingat Sungai Kemuning berada


pada bagian hilir yang memang banyak terdapat meander
pada alur sungai (Tirmidzi, 1993:40). Tidak hanya
permasalahan yang bersumber dari meander sungai,
permasalahan lainnya yakni: (1) timbulnya penyempitan
pada alur sungai sehingga berdampak pada
pembendungan aliran sungai, (2) pendangkalan palung
sungai akibat pengendapan yang berdampak pada
berkurangnya kapasitas palung. Tingkat sedimentasi
(pendangkalan) sungai ini dapat diketahui dimana sebelum
pembangunan sipel pada tahun 2017, kedalaman Sungai
Kemuning sedalam 4,5 m dan semakin ke sini mengalami
penyusutan menjadi 3,5 m. Pengendapan ini pada
gilirannya mengarah pada pendangkalan sungai dan
berdampak pada berkurangnya daya kapasitas sungai
untuk menampung air (Cahyaningrum, 2020:96).
Kali Kemuning ini terletak di Kabupaten Sampang
dengan luas daerah aliran mencapai 345 km2 dan
bermuara di Selat Madura dengan aliran dari wilayah arah
utara menuju selatan. Panjang Kali Kemuning ini mencapai
44 km. Di bagian hilir muara Kali Kemuning membelah
wilayah Kota Sampang yang pada gilirannya berdampak
pada terjadinya permasalahan banjir yang serius apabila
memasuki musim penghujan. Bagian hulu Kali Kemuning
merupakan daerah perbukitan yang tandusm gundul dan
kering. Wilayah ini mencakup daerah Kecamatan
Kedungdung, Robatal, dan sebagain daerah Kecamatan
Omben. Daerah dataran terletak di Kecamatan
Kedungdung dan Kecamatan Sampang Kota (Tirmidzi,
1993:1).
50 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Faktor kedua terkait buruknya sistem drainase dapat


diketahui dari studi kasus banjir Kota Sampang pada tahun
1906. Buruknya sistem drainase sebagai akibat belokan
Sungai Sampang diarahkan menuju Jembatan Sampang
dan Jembatan Pasarpao yang berdampak intensitas banjir
terjadi lebih besar dari biasanya. Faktor ketiga terkait erosi
pendangkalan sungai akibat kondisi topografi Kota
Sampang didominasi oleh batu kapur dan endapan kapur
dengan lapisan tanah alluvial. Kondisi tanah ini berdampak
pada tanah mudah terkikis apabila memasuki musim
penghujan tiba. Hal ini mengingat tanah kapur mudah
terbawa air hujan dan berdampak pada pengeroposan
tanah. Aliran air hujan yang membawa material tanah
kapur semakin lama mengakibatkan pengendapan yang
sering kali terjadi di saluran drainase, sungai, waduk, dan
laut (Cahyaningrum, 2020:96).

B. Bencana Yang Dirindukan: Banjir Sebelum 2010


Banjir kembali terjadi pada tahun 1960-an.
Berdasarkan observasi lapangan yang telah dilakukan
didapatkan sumber lisan dari salah seorang informan.
Banjir besar terjadi pada tahun 1968-1969 dan disusul
dengan banjir besar lainnya pada tahun 1978, 1980, 1991,
2002, 2005, 2012, 2013, 2016, dan terakhir pada tahun
2020. Dari periode banjir yang terjadi dapat diamati
bahwasannya banjir sebelum tahun 2010 terjadi dalam
waktu 10 tahun sekali. Hal ini yang menyebabkan banjir
menjadi bencana yang dirindukan oleh masyarakat Kota
Sampang. Banyak warga terdampak banjir memilih untuk
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 51

tetap dirumah dan anak-anak kecil sangat senang karena


bisa bermain dan berenang (Wawancara dengan Totok, 09
Juni 2021).
Seperti studi kasus banjir yang terjadi pada tahun
2002, ketinggian banjir diperkirakan mencapai 1,5 m
sampai 5,5 m dengan daerah terdampak meliputi Desa
Pasean, Kelurahan Dalpenang, Kelurahan Gunung Sekar,
Kelurahan Rongtengah, dan Desa Gunung Madah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari tinggi muka air
dengan memanfaatkan alat ukur duga muka air (AWLR)
Pangelen, di Desa Banyumas tinggi muka air banjir
mencapai 8,5 meter dengan debit banjir sekitar 542,12
m3/det (Andhika, 2017:21).
Periode 2009 juga menjadi momen banjir yang perlu
untuk dibahas. Hal ini mengingat pada tahun 2009 banjir
sering melanda Kota Sampang. Kondisi ini juga mengingat
bahwasannya dalam waktu 10 tahun terakhir ini banjir
hampir setiap tahun terjadi dengan intensitas yang
beragam mulai dari 17-21 kali dalam 1 tahun dan bisa
terjadi sebanyak 4 kali dalam 1 minggu. Hal yang kemudian
perlu menjadi perhatian bersama yakni semakin masifnya
terjadi bencana banjir sebagai akibat penggundulan hutan,
alih fungsi lahan untuk dijadikan sebagai permukiman,
periode pascakolonial penyebab banjir bersumber dari
pendangkalan di area Sungai Kemuning, curah hujan yang
tinggi juga menjadi penyebab krusial banjir sering melanda
wilayah Kota Sampang (lihat tabel 2.2).
52 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Tabel 2.2 Curah Hujan Maksimum Rata-Rata Per Tahun di DAS


Kemuning.
Stasiun Stasiun Stasiun Rata-
Tanggal
Tahun Sampang Tambel Omben Rata
Kejadian
(mm) (mm) (mm) (mm)
24 Aprl 1980 40 75 9 41,33
24 Okt 1981 150 0 23 57,67
2 Jan 1982 13 95 100
24 Nov 1983 210 40 70 106,67
20 Feb 1984 23 27 110 53,33
13 Apr 1985 72 0 75 49
16 Apr 1986 0 103 0 34,33
3 Feb 1988 0 63 83 48,67
29 Nov 1989 115 0 45 53,33
27 Jan 1990 121 105 109 11,67
2 Jan 1991 123 42 64 76,33
(Sumber: data diolah dari Tirmidzi:1993:14).

Sistem drainase merupakan salah satu indikator


penting yang harus diperhatikan. Kondisi ini mengingat
bahwasannya saluran drainase yang buruk dapat
menghambat aliran air dari selokan menuju ke sungai.
Selain itu banyak selokan yang tidak berfungsi dengan
semestinya. Sebagian dari selokan yang ada dipenuhi
dengan sampah, baik sampah yang bersumber dari
sampah rumah tangga maupun limbah dari penginapan
yang ada di Sampang. Seperti dalam studi kasus saluran
drainase di sepanjang ruas Jalan Imam Ghosali banyak
ditemukan endapan lumpur dan juga sampah rumah
tangga (Radar Madura, 12 Februari 2009). Pengerukan
juga dilakukan disepanjang ruas Kali Kemuning.
Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kabupaten
Sampang bersama dengan Dinas PU Bina Marga, Dinas
Pengairan, Badan Lingkungan Hidup dibantu dengan para
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 53

camat dan lurah melakukan pembersihan sampah dan


lumpur sedimentasi yang mengendap di selokan.
Pembersihan ini dilakukan agar lumpur yang menghambat
jalan air dapat terangkat. Selokan yang dibersihkan antara
lain meliputi Jalan Wahied Hasim, Jaksa Agung Soeprapto,
Jamaluddin, Imam Ghozali, Kusuma Bangsa, Imam Bonjol,
dan Trunojoyo (Radar Madura, 5 Februari 2009). Antisipasi
terjadinya genangan air dan penyumbatan di area
drainase1 (selokan air) ini berada dibawah kepengawasan
Kepala Dinas Permukiman Wilayah (Kinwil) Kabupaten
Sampang, Drs. H. Selamet (Radar Madura, 9 Februari
2009).
Upaya perbaikan plengsengan terjadi pada tahun
2009 sepanjang 30 meter di wilayah Jalan Rajawali,
Kelurahan Rongtengah. Kerusakan Plengsengan ini sebagai
dampak dari derasnya arus banjir yang langsung
menghantam plengsengan yang lokasinya berada di
belakang PKPRI Trunojoyo (Radar Madura, 1 Juli 2009).
Upaya lain yang dilakukan yakni bengan membangun 6
pintu air yang menghubungkan Kali Kemuning dengan
sistem drainase dalam perkotaan. Pembangunan pintu air

1
Drainase juga menjadi indikator penting. Seperti dalam studi kasus
banjir yang menggenang di area Polres Sampang dan sebelah selatan
Pemkab Sampang. Banyaknya genangan air diduga sebagai akibat
buruknya sistem drainase di tengah kota akibat air tidak bisa lancer
mengalir ke selokan, sehingga air banyak menggenang di jalan. Ketika
hujan tiba, rendaman air di area ini mencapai kedalaman 25 cm,
kedalaman di Bapepkan sedalam 30 cm. Lihat Radar Madura, 12
Februari 2009. “Sistem Drainase Memprihatinkan”.
54 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

ini tersebar merata mulai Kelurahan Dalpenang, Gunung


Sekar, dan Rongtengah (Radar Madura, 27 Februari 2009).
Berbagai upaya penanggulangan bencana banjir juga
berdampak pada lingkungan. Pertama yakni tanah bekas
pengerukan endapan sungai untuk pembangunan sipel
disepanjang ruas Kali Kemuning berdampak pada
aksesibilitas warga. Kondisi ini mengingat tanah endapan
meluber hingga ke bahu jalan dan ketika hujan tiba jalan
poros utama menjadi becek dan licin (Radar Madura, 19
Januari 2012).

C. Kota yang Sering Banjir 10 Tahun Terakhir Ini


Sepanjang tahun 2000an intensitas banjir semakin
sering melanda wilayah Kota Sampang. Sebelumnya banjir
terjadi dalam siklus 10 tahunan berganti menjadi siklus 1
tahunan. Penyebab utama semakin sering banjir 10 tahun
terakhir ini akibat banyak hutan gundul, semakin
sedikitnya resapan air, Sungai Kemuning mengalami
pendangkalan, serta buruknya saluran drainase di Kota
Sampang. Curah hujan2 yang tinggi juga menjadi penyebab

2
Curah hujan di Kota Sampang pada tahun 2009/2010 berkisar 208,5
mm dengan intensitas curah hujan bulanan dapat diklasifikasikan
menjadi 5 (lima) kelas yakni (1) 10-15 mm (sangat ringan), (2) 16-85
mm (ringan), (3) 86-295 mm (sedang), (4) 296- 545 mm (lebat), dan (5)
546-845 mm (sangat lebat). Rata-rata intensitas hujan yang terjadi
masuk dalam kategori sedang yakni (86-295 mm). Dengan klasifikasi
ini wilayah Kota Sampang tergenang banjir dengan kedalaman rata-
rata 1,3 meter. Lihat Dutanegara, P. 2014. Arahan Penanganan Banjir
Di Kawasan Perkotaan Kecamatan Sampang Melalui Peningkatan
Pelayanan Drainase, hlm 64.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 55

banjir semakin tidak terhindarkan. Pembangunan pintu air


dan pengerukan di sepanjang ruas Sungai Kemuning yang
menjadi salah satu upaya mengatasi banjir tahunan tidak
begitu saja membuat wilayah Kota Sampang terhindar dari
banjir (Radar Madura, 27 Februari 2009).
Merunut data yang didapatkan dari hasil observasi
lapangan, kasus banjir yang terjadi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Data Banjir Selama 10 Tahun Terakhir.


Intensitas
Periode Daerah Terdampak
Banjir
Ketinggian
1-3 April • Desa Gunung Maddah,
banjir mencapai
2010 Panggung, dan Pasean
30 cm
Ketinggian
27 April • Desa Gunung Maddah,
banjir mencapai
2010 Panggung, dan Pasean.
50 cm
• Kelurahan Dalpenang
mencakup daerah
sepanjang Jl. Suhadak, Jl.
Imam Bonjol, Jl. Melati,
Jl.Mawar, dan Jl.
Pahlawan.
• Kelurahan Rongtengah
Ketinggian
9 Februari meliputi daerah Jl.
banjir mencapai
2012 Rajawali, Jl. Tengku Umar,
1 meter.
Jl. Tronojoyo, dan Jl.
Bahagia.
• Banjir terparah pada
periode ini terpusat di
Desa Pasian dan Desa
Kemuning, Kelurahan
Gunung Sekar.
• Desa Panggung, Paseyan,
Maret 2015 -
dan sekitarnya
56 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

• Kel. Dalpenang, Ds.


Paseyan, Gunung
Februari Maddah, Tanggumong,
-
2016 Kemoning, Panggung, dan
Banyumas, Kel.
Rongtengah.
• Ds. Glisgis, Gunung
April 2016 - Maddah, Paseyan,
PanggungKel. Dalpenang.
• Glisgis, Panggung, Gunung
Maddah, Paseyan, Kel.
Mei 2016 -
Dalpenang, Kel.
Rongtengah
• Panggung, Gunung
Juni,
Maddah, Paseyan,
September,
Banyumas, Tanggumong,
Oktober, -
Kel. Dalpenang, Kel.
November
Rongtengah, Gunung
2016
Sekar, Karang Dalem.
• Ds. Tanggumong, Ds.
Kemoning, Ds. Paseyan,
Ds. Panggung, Ds. Gunung
Februari Maddah, Kel. Gunung
dan Maret Sekar, Kel. Rongtengah,
2017 Kel. Karang Dalem, Kel.
Dalpenang, Kel. Polagan,
Kel. Banyuanyar, Kel.
Banyumas, Ds. Pangilen.
• Ds. Tanggumong, Ds.
Kemoning, Ds. Paseyan,
Ds. Panggung, Ds. Gunung
Februari,
Maddah, Kel. Gunung
Maret,
- Sekar, Kel. Rongtengah,
Desember
Kel. Karang Dalem, Kel.
2018
Dalpenang, Kel. Polagan,
Kel. Banyuanyar, Kel.
Banyumas, Ds. Pangilen.
• Ds. Panggung, Ds. Gunung
Januari,
Maddah, Kel. Rongtengah,
Maret, April -
Kel. Gunung Sekar, kel.
2019
Dalpenang.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 57

• Kel. Dalpenang,
Banyuanyar, Kel.
Rongtengah, Karang
Dalem, Gunung Sekar,
2020 - Polagan, Tanggumong,
Banyumas, Pangilen,
Kemuning, Gunung
Maddah, Panggung,
Paseyan.
(Sumber: data diolah dari Koran Harian Bangsa, 9 Februari 2012,
Surya, 28 April 2010; Data BPBD Sampang Tahun 2015, 2016, 2017,
2018, 2019).

Berdasarkan tabel diatas, terkait studi kasus banjir


tahun 2010 akibat pembangunan plengsengan di sebelah
timur Sungai Kemuning. Sebelum adanya plengsengan,
Desa Pasian tidak pernah terdampak banjir terkecuali pada
banjir besar yang melanda Kota Sampang pada tahun 1992
dan 2001 (Surya, 4 April 2010). Pada tabel diatas juga
dapat diketahui bahwasannya banjir telah berdampak
pada lumpuhnya kegiatan sosial ekonomi. Banjir
mengakibatkan ratusan rumah warga terendam, puluhan
hektare sawah tergenang, 4 sekolah terdampak banjir,
pasar tradisional, dan menghambat aksesibilitas trayek
mobil angkutan umum dari Sampang menuju Kecamatan
Omben. Sekolah yang terdampak banjir yakni SDN Pasian I
dan II di Desa Pasian setinggi 50 cm serta SLTP IV di Desa
Panggung dan SLTP swasta Ibnu Aburasyad.
Aksesibilitas yang terhambat akibat genangan banjir
berdampak pada keterlambatan penyaluran bantuan bagi
korban terdampak. Hal ini akibat tidak adanya ruang dapur
umum yang dapat dimanfaatkan untuk menampung
bantuan yang ada. Kondisi ini mengakibatkan puluhan
58 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

kantong yang berisikan beras dan bahan pokok lainnya


seperti minyak goreng, mie instan, sarden menjadi
menumpuk di pengungsian (Radar Madura, 11 Oktober
2012).
Melalui tabel 2.3 di atas juga dapat diklasifikasikan
daerah rawan bencana banjir di Kecamatan Sampang
sebanyak 10 desa. Desa yang sering terdampak banjir
membentang dari wilayah sekitar Kali Kemuning meliputi
desa Pangalen, desa Kemuning, desa Tanggumung, desa
Paseyan, desa Gunung Sekar, desa Dalpenang, desa
Rongtengah, desa Karang Dalem, desa Banyuanyar, dan
desa Polagan (Jeihan, 2017:61).
Upaya penanganan banjir pada periode ini yakni
pemerintah dengan bekerjasama dengan Dinas Pengairan
membangunan 8 unit reservoir atau penyimpanan air
dalam tanah terhitung sejak tahun 2014. Reservoir sendiri
bertujuan untuk mengatur aliran air ke hilir sungai saat
musim penghujan sebelum air masuk ke dalam Kali
Kemuning. Reservoir ini dibangun di 8 anak sungai yang
tersebar merata di 3 kecamatan yakni Kedungdung,
Robatal, dan Kota Sampang (Suara Madura, 18 Maret
2015).
Hal yang perlu menjadi benang merah dari kasus
banjir yang semakin sering terjadi 10 tahun terakhir ini,
pertama akibat adanya sedimentasi. Kali Kemuning yang
menjadi sumber dari banjir di Kota Sampang beserta
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 59

dengan 72 aliran anak sungainya3 setiap tahunnya


menyumbang sedimentasi yang cukup besar. Sedimentasi
sendiri menyebabkan pendangkalan aliran Kali Kemuning.
Panjang daerah Kali Kemuning sendiri yakni 60 km. Kali
Kemuning ini melewati daerah disepanjang Kecamatan
Ketapang, Sokobanah, Robatal, dan Omben (Radar
Madura, 12 Januari 2015).
Tingkat kebutuhan permukiman yang semakin masif di
perkotaan juga menjadi penyebab bencana banjir tidak
bisa dihindarkan. Berdasarkan data wawancara yang telah
didapatkan dari Bapak Nurul Hadi, informasi yang
didapatkan yakni sejak tahun 1990an hingga memasuki
2005 masih banyak tanah kosong yang digunakan untuk
fasilitas olahraga untuk warga. Bangunan fasilitas yang
diperuntukkan untuk olahraga ini terdiri dari lapangan dan
lahan kosong lainnya. Alih fungsi lahan kemudian terjadi
pada tahun 2005 dimana banyak dari lahan kosong yang
ada berubah menjadi lahan bagi permukiman warga dan
menjadi kawasan padat penduduk (Nurul Hadi, 27 Juni
2021) (Tabel 2.4).

3
Beberapa anak sungai yang cukup besar yang bermuara di Kali
Kemuning antara lain yakni Kali Kelakat, Kali Serpong, dan Kali G
Modah. Sedangkan pada bagian hulu Kali Kemuning terdapat 2 sungai
besar yang berpotensi jika dikembangkan sebagai pembangunan
waduk antara lain yakni Kali Kelakat dan Kali Serpong. Lihat Tirmidzi,
A. 1993. Tinjauan Kembali Perencanaan Short Cut K. Kemuning
Sampang Madura. Skripsi ITS. Bidang Studi Hidroteknik Jurusan Teknik
Sipil, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Surabaya, hlm 1.
60 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Tabel 2.4 Data Penggunaan Lahan di Sekitar DAS Kemuning Tahun


2015.
No Penggunaan Lahan Luas (dalam Km2)
1. Garam 2.15
2. Hutan lindung 1.07
3. Hutan Produksi 8.27
4. Hutan Produksi Terbatas 0.37
5. Kawasan Resapan Air 1
6. Kebun 14.52
7. Permukiman 69.12
8. Pertanian 113.15
9. Rumput 0.12
10. Tanah Ladang 198.48
Luas Total 408.25
(Sumber: data diolah dari Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan
Tata Ruang Kabupaten Sampang dalam Agustini, 2016:57).

Pembangunan permukiman yang masif pada


gilirannya berdampak pada hilangnya daya serap air hujan.
Dampak dari pembangunan permukiman tersebut
menyebabkan peningkatan resiko banjir sampai 6x lipat
dibandingkan dengan tanah terbuka yang biasanya
mempunyai daya serap tinggi (Jeihan, 2017:6-7).
Perubahan alih fungsi lahan sebagai permukiman ini juga
berdampak pada meningkatnya limpasan (run off).
Kawasan hutan yang semula dapat menahan run off cukup
besar berganti dengan permukiman yang resistensi run off
lebih kecil. Hal ini berakibat pada peningkatan aliran
permukaan tanah menuju sungai dan berakibat pada
peningkatan debit air yang besar. Kondisi ini akibat
vegetasi yang berfungsi sebagai penahan telah hilang dan
apabila hujan tiba air tidak bisa meresap ke dalam tanah
(Agustini, 2016:1-2).
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 61

Daftar Rujukan
Andhika, F. 2017. Penerapan Sistem Ecodrainage Dalam
Mengurangi Potensi Banjir
Agustini, L. 2016. Pengelolaan Tata Guna Lahan Sebagai
Penanganan Banjir Das Kemoning, Kabupaten
Sampang. Tesis ITS. Bidang Keahlian Manajemen
Aset Infrastruktur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Sipil Dan Perencanaan, Surabaya.
Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 24 Maret
1930. “Bandjir te Sampang”
Bataaviaasche Nieuwsblad, 28 Februari 1921, 28 Februari
1921. “Overstroomingen op Madoera”.
Cahyaningrum, G. 2020. Bencana Banjir di Pulau Madura.
Surabaya: Pusataka Indis.
Dutanegara, P. 2014. Arahan Penanganan Banjir Di
Kawasan Perkotaan Kecamatan Sampang Melalui
Peningkatan Pelayanan Drainase.
Repository.its.ac.id, dari
https://repository.its.ac.id/id/eprint/81905.
De Indische Courant, Van Doenderdag, 24 Januari 1935.
“De Bandjir te Sampang”.
_______, Van Zaterdag 26 Januari 1935, Vierde Blad.
“Soemenep, van onzen correspondent, Het
noodweer”.
_______, Van Woensdag. 17 April 1935, Derde Blad.
“Bandjir te Sampang”.
62 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

_______, Van Zaterdag 20 April 1935, Vierde Blad.


“Pamekasan, van onzen correspondent).
_______, Van Zaterdag 20 Mei 1939, Twwede Blad IV.
“Bandjirschade”.
De Locomotief Van Woensdag, Derde Blad. 1 Januari 1935.
‘Zware Bandjir op Madoera”
Daftar Kejadian Bencana Alam & Bencana Lain-lain Tahun
2015. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Sampang.
_______, 2016. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Sampang.
_______, 2017. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Sampang.
_______, 2018. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Sampang.
_______, 2019. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Sampang.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch Indie, 29
Januari 1906. ‘Bandjir op Madoera”.
Jeihan, S. 2017. Analisa Daerah Rawan Banjir Di Kabupaten
Sampang Menggunakan Sistem Informasi Geografis
Dengan Metode Data Multi Tempora.
Repository.its.ac.id,
https://repository.its.ac.id/42822/.
Koran Harian Bangsa, 9 Februari 2012. “Banjir Kiriman,
Ratusan Rumah Terendam”.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 63

Kuntowijoyo. 2002. Perubahan Sosial dalam Masyarakat


Agraris di Madura 1850-1940. Yogyakarta: Mata
Bangsa.
Land en Volk van Zaterdag, 17 Juli 1909. “Koorsten op
Madoera”
Memori Residen Madura (F.B. Batten) pada 5 Desember
1923. Memori Residen Surabaya (W.P. Hillen) pada
4 Juli 1924.
Nurul Hadi. 27 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Radar Madura, 05 Februari 2009. “Antisipasi Banjir,
Selokan Dibersihhkan”.
_______, 9 Februari 2009. “Antisipasi Bahaya Banjir, Kadis
Praswil Cek Normalisasi Drainase”.
_______, 12 Februari 2009. “Sistem Drainase
Memprihatinkan”.
_______, 27 Februari 2009. “Bangun Pintu Air dan
Pengerukan”.
_______, 1 Juli 2009. “Plengsengan Ambles Mulai
Diperbaiki”.
_______, 19 Januari 2012. “Warga Keluhkan Tanah Bekas
Endapan Sungai”.
_______, 11 Oktober 2012. “Pengungsi Belum Bisa Nikmati
Bantuan”.
_______, 12 Januari 2015. “Sedimentasi Picu Banjir”.
Soerabaijasch handelsblad, Zaterdag 24 Januari 1935,
Derde Blad II. “De Bandjir te Sampang”.
64 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Suara Madura, 18 Maret 2015. “Cegah Banjir, PU


Pengairan Bangun Reservoir”.
Surabaya Post. 10 Desember 1980, dalam “Dihijaukan, 125
ha Tanah Gersang Kedungdung: Erosi Akan
Mempercepat Pendangkalan Waduk Klampis”
Surya. 4 April 2010. “Tiga Hari Sampang Direndam Banjir”.
_______, 28 April 2010. “Kali Kamuning Meluap, Rendam
Tiga Desa Di Sampang”.
(Studi Kasus Di Kabupaten Sampang). Tesis Its. Bidang
Keahlian Teknik Sanitasi Lingkungan, Jurusan Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Totok. 09 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Tirmidzi, A. 1993. Tinjauan Kembali Perencanaan Short Cut
K. Kemuning Sampang Madura. Skripsi ITS. Bidang
Studi Hidroteknik Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Sipil Dan Perencanaan, Surabaya.
Triwidayanto dan Navastara. 2013. Pemintakatan Risiko
Bencana Banjir Akibat Luapan Kali Kemuning di
Kabupaten Sampang. Jurnal Teknik Pomits Vol. 2, No.
1,
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/vie
w/2469.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 65

BAGIAN III
Penyebab Banjir Sampang

Nanda Pramudya Fadli Illahi


Ronal Ridhoi

Setelah mengetahui bagaimana rekam jejak banjir


Sampang dalam lintasan sejarah pada bab
sebelumnya, maka kali ini kita akan membahas lebih
lanjut tentang bagaimana penyebab banjir di Sampang itu
sendiri. Banjir yang saat ini tiap tahunnya terjadi pada
saat musim penghujan telah membuat warga Sampang
terbiasa dan bersiap jika banjir datang. Mereka meyakini
banjir yang terjadi itu berasal dari kiriman air hujan dari
wilayah Sampang utara. Kemudian mengalir mengikuti
arus Sungai Kemuning menuju ke selatan yang alirannya
melewati wilayah Kota Sampang, sebelum pada akhirnya
sampai ke muara atau laut. Lantas mengapa bisa terjadi
banjir di Kota Sampang yang sampai sedemikian parah
itu? mari kita bahas dalam bagian ini.

A. Banjir Kiriman
Menurut M. Syahril yang dikutip oleh Sarah Jeihan I.P
dalam tugas akhirnya yang berjudul “Analisa Daerah
Rawan Banjir di Kabupaten Sampang Menggunakan
Sistem Informasi Geografis Dengan Metode Data Multi
Temporal” disebutkan bahwa kategori atau jenis banjir
terbagi berdasarkan lokasi sumber aliran permukaan dan
66 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

berdasarkan mekanisme terjadi banjir. Berdasarkan lokasi


sumber aliran permukaan, banjir dibagi menjadi dua yaitu:
(1) Banjir kiriman (banjir bandang) yang diakibatkan oleh
tingginya curah hujan di daerah hulu sungai; (2) Banjir lokal
yang terjadi karena volume hujan setempat yang melebihi
kapasitas pembuangan di suatu wilayah (Jeihan, 2017: 6).
Ketika tim peneliti sedang melakukan penelitian di
lapangan, banyak sekali keterangan dari warga sekitar
Kota Sampang yang mengatakan bahwa banjir yang terjadi
di wilayah tersebut merupakan bagian dari arus aliran air
Sungai Kemuning yang berasal dari wilayah utara sampang
seperti dari Kecamatan Kedungdung, Robatal, dan Omben.
Aliran air itu berasal dari hulu menuju hilir di laut tetapi
masih lebih dulu melewati wilayah Kota Sampang.
Banyaknya debit air yang melewati aliran sungai adalah
akibat dari hujan yang melanda wilayah-wilayah di utara
tersebut. Banyaknya debit air ini mempengaruhi seberapa
parah banjir yang akan terjadi di Kota Sampang nantinya.
Salah seorang pegawai staff di Kelurahan Rongtengah
(salah satu kelurahan yang biasa terdampak banjir)
bernama Pak Mulyadi yang sempat diwawancarai oleh tim
peneliti mengatakan pernyataannya seputar banjir yang
tiap tahunnya terjadi di wilayahnya. Kurang lebih apa yang
disampaikan beliau adalah sebagai berikut :
“Air itu datangnya dari utara, jadi dulu
sebelum ada sitpel di bantaran Sungai
Kemuning, wilayah yang ada di utara
Rongtengah seperti wilayah Dalpenang itu
banjirnya duluan sebelum airnya sampai ke
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 67

Rongtengah ini. Tapi sekarang yang banjir


duluan ya diwilayah sini, itu karena diwilayah
utara sudah banyak dibangun sit pel untuk
penangkis air tapi pembangunan pintu air dan
sitpel di wilayah Rongtengah ini belum selesai.
Jadi sekarang yang kena banjir duluan ya di
Rongtengah ini” (Wawancara dengan Mulyadi,
08 Juni 2021).
Hal ini kemudian menjadi salah satu fakta bahwa
masyarakat di wilayah Sampang sudah mengetahui dan
terbiasa dengan adanya banjir ini. Selain itu dari
pernyataan Pak Mulyadi dan banyak orang yang sempat
tim peneliti wawancarai jika dikaitkan dengan kategori
atau jenis banjir yang sudah disebutkan pada paragraf di
atas tadi masuk ke dalam kategori atau jenis banjir kiriman.
Banjir ini terjadi karena tingginya curah hujan di daerah
hulu Sungai Kemuning yang terdapat di wilayah utara.

(a)
68 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

(b)
Gambar 3.1 (a) Banjir yang terjadi tahun 2021 di Kelurahan
Rongtengah, (b) Pembangunan Sitpel disepanjang aliran Sungai
Kemuning di Jalan Bahagia.
(Sumber: (a) Dokumentasi BPBD Kab. Sampang, (b) Dokumentasi
pribadi peneliti, 2021)

Namun, apakah benar banjir yang terjadi di Sampang


semata-mata murni banjir kiriman? Tentu saja tidak,
karena banyak sekali faktor-faktor lain yang menyebabkan
terjadinya banjir di suatu wilayah. Menurut Agus Eko
Kurniawan dalam tesisnya yang berjudul Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengelolaan Banjir Terpadu DAS
Kemoning di Kabupaten Sampang (2014), bahwa ada
beberapa penyebab banjir. Tidak hanya disebabkan oleh
peristiwa alam saja, namun faktor penyebab yang bersifat
antroposentris juga termasuk di dalamnya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 69

Tabel 3.1. Penyebab Banjir.


No Penyebab Banjir
1. Perubahan Tata Guna Lahan
2. Sampah
3. Erosi dan Sedimentasi
4. Kawasan Kumuh Sepanjang Sungai
5. Perencanaan Sistem Pengendalian Banjir Tidak
Tepat
6. Curah Hujan
7. Pengaruh Fisiografi
8a. Kapasitas Sungai
8b. Kapasitas Drainase yang Tidak Memadai
9 Pengaruh Pasang Air
10. Penurunan Tanah dan Rob
11. Drainase Lahan
12. Bendung dan Bangunan Air
13. Kerusakan Bangunan Pengendali Banjir
(Sumber: diolah dari Kurniawan, 2014 : 12-13)

Dari berbagai macam penyebab banjir yang telah


disebutkan pada tabel tersebut jika dikaitkan dengan
peristiwa banjir Sampang berdasarkan sumber-sumber
yang telah ditemukan oleh peneliti terdapat beberapa
yang sesuai selain banjir kiriman tentunya. Diantaranya
adalah (1) Adanya pasang air laut, (2) Kondisi Fisiografis
dari Sungai Kemuning terutama aliran sungainya yang
berkelok-kelok atau meander, (3) Erosi dan Sedimentasi,
(4) Daerah Aliran Sungai (DAS) yang belum dimanfaatkan
sebagaimana mestinya, (5) Ketinggian wilayah Kota
Sampang yang setara dengan laut (6) dan juga terdapat
permasalahan drainase yang kurang baik sehingga
membuat tidak lancarnya aliran air sehingga berpotensi
menjadi penyebab semakin parahnya banjir yang terjadi.
70 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Menarik untuk dibahas bagaimana kemudian faktor-faktor


diatas dapat menyebabkan banjir yang terjadi setiap
tahunnya. Karena banjir di Sampang ini terjadi sejak zaman
kolonial hingga saat ini.

B. Pasang Surut Air Laut


Banjir yang terjadi selain karena disebabkan oleh
kiriman air dari wilayah utara juga karena sering ada
fenomena naiknya permukaan air laut di muara sungai.
Fenomena itu biasanya dikenal dengan peristiwa pasang
air laut. Jadi ketika sedang terjadi banjir kiriman dari utara
yang melalui aliran Sungai Kemuning biasanya juga diikuti
dengan adanya air laut yang naik. Sehingga ketika air
sungai yang seharusnya keluar atau berakhir dilaut
kemudian menjadi terhadang oleh air laut yang sedang
pasang.
Diasumsikan bahwa ketinggian air, tingkat genangan,
durasi genangan, dan dampak banjir di Sampang tidak
hanya bergantung pada curah hujan, tetapi juga
bergantung pada kondisi pasang surut (Kurniawan, 2014:
11). Air laut yang pasang tersebut mendorong air dari
sungai yang seharusnya berakhir dilaut untuk kembali
masuk kedalam. Selain itu juga air laut ikut masuk ke
sungai dan menyebabkan debit air sungai menjadi
bertambah. Hasilnya air yang ada di aliran sungai akan
meluap ke lingkungan sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai).
Hal ini seperti yang disampaikan oleh kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sampang yaitu
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 71

Pak Imam Sanusi dalam keterangannya di Koran Radar


Madura pada 9 Februari 2012. Beliau menyampaikan
ketika sedang diwawancarai terkait banjir yang terjadi di
Sampang pada tahun tersebut.
“Faktor lain yang menyebabkan banjir
adalah musim pasang air laut. Biasanya pada
pertengahan bulan atau pada saat bulan
purnama air laut pasang. Sehingga, air di
Sungai Kali Kemuning tertahan dan meluber”
(Radar Madura, 9 Februari 2012).

Secara singkat dapat diketahui bahwa ketika musim


penghujan tiba dan jika bertepatan dengan pertengahan
bulan atau pada saat bulan purnama, maka akan terjadi
banjir yang penyebabnya bercampur antara curah hujan
yang tinggi dengan pasang air laut. Maka dari itu jika
terjadi banjir dalam kondisi seperti itu bisa saja akan
semakin memperparah dampak pada wilayah Kota
Sampang. Mengingat juga wilayah Kota Sampang bukan
merupakan wilayah perbukitan sehingga banyak dari mas-
ing-masing kelurahan di sana yang pasti akan terdampak
luapan air banjir.

Pasang surut air laut di Sampang juga seringkali men-


gakibatkan genangan banjir di daerah selatan. Terutama
yang relatif dekat dengan pesisir pantai. Fenomena ini
oleh masyarakat Sampang dikenal dengan banjir rob.
meski demikian dampaknya tidak terlalu parah seperti
banjir akibat luapan Sungai Kemuning.
72 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

C. Semakin Banyak Tikungan Semakin Bahaya:


Meander Sungai Kemuning

Peta 3.1 Peta Wilayah Sampang Tahun 1882.


(Sumber: geheugen.delpher.nl)

Peta 3.2 Peta Sampang tahun 2021.


(Sumber: google earth)
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 73

Dapat dilihat dari kedua peta (3.1 dan 3.2) bahwa


wilayah Sampang mempunyai Sungai Kemuning yang
aliran sungainya berkelok-kelok. Peta pertama merupakan
produk masa kolonial Belanda tepatnya pada tahun 1882.
Sementara peta kedua merupakan hasil tangkapan layar
dari google earth pada tahun 2021. Jika diamati dengan
seksama, aliran Sungai Kemuning dari abad ke-19 sampai
memasuki abad ke-21 banyak mengalami perubahan.
Meander sungai di sebelah barat daya Kelurahan
Dalpenang terlihat tidak begitu tajam (lihat peta 3.1).
Namun selama kurang lebih 1 abad lamanya, meander
tersebut berubah tajam (lihat peta 3.2). Sementara
meander sungai yang melewati Kelurahan Rongtengah
yang dulunya sangat tajam kemudian berubah aliran dan
tidak terlalu tajam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
permukiman yang sejak 30 tahun terakhir ini memadati
kawasan tersebut.
Hampir mirip dengan perubahan-perubahan yang
dialami oleh sungai-sungai di Jawa Timur lainnya. Seperti
contohnya Sungai Brantas yang di muara sungainya banyak
dibuat sistem kanal oleh pemerintah kolonial. Hal ini dapat
dilihat pada salah satu pecahan Sungai Brantas yaitu
Sungai Porong di Sidoarjo dan Sungai Mas di Surabaya.
Sungai-sungai tersebut telah mengalami perubahan
sebelum disekitarnya banyak diisi oleh pemukiman
penduduk yang padat seperti saat ini
Hal ini tentu saja berpengaruh jika aliran sungai
tersebut berkelok-kelok maka aliran air dari hulu ke hilir
akan terhambat di bagian meander-meander sungai. Lain
74 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

halnya ketika sudah dibuat sistem kanal yang artinya aliran


tersebut akan lurus terus menuju laut. Perlunya sistem
kanal adalah untuk membuat lancar aliran air sungai agar
tidak menimbulkan banjir karena terhambat di belokan
sungai atau meandernya.
Terkait dengan upaya kanalisasi untuk mencegah
terjadinya banjir di Sampang pernah disampaikan oleh
salah satu narasumber yang sempat tim wawancarai yaitu
Pak Totok yang merupakan mantan kepala sekolah dari
SMKN 1 Sampang. Perlu diketahui SMKN 1 Sampang
adalah salah satu tempat pendidikan yang setiap tahunnya
terdampak banjir. Beliau mengatakan bahwa dulu sempat
ada upaya untuk mengatasi banjir tahunan ini melalui
Bupati Sampang yang mendatangkan ahli kanalisasi asal
Belanda. Orang-orang Belanda dikenal dengan
keahliannya dalam membuat kanal karena memang
wilayah negara itu yang berada lebih rendah dari
permukaan laut. Berikut kurang lebih pernyataan dari Pak
Totok :
“Dulu Sempat ada ahli kanal yang didatangkan ke
Sampang oleh bupati waktu itu pak Bagus Hinayana.
Beliau undang ahli itu ke Sampang untuk
menyelesaikan masalah banjir yang terjadi tiap
tahun. Terus hasil akhirnya yang disampaikan oleh si
ahli dari Belanda itu adalah banjir yang terjadi di
Sampang ini terutama karena sungai di Sampang ini
terlalu berkelok-kelok. Sehingga air itu jalannya gak
lancar dari hulu ke hilir” (wawancara dengan Totok,
09 Juni 2021).
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 75

Kemudian setelah mendapat keterangan seperti itu,


tim peneliti pun menelusuri lebih jauh tentang siapa bupati
yang dimaksud dan dari tahun berapa sampai berapa
beliau menjabat. Ternyata setelah ditelusuri bupati
tersebut bernama R. Bagus Hinayana, yang menjabat
sebagai Bupati Sampang dari tahun 1990-1995. Beliau
berlatar belakang militer dengan pangkat saat menjabat
tercatat sebagai kolonel. Selama masa kepemimpinannya
memang sempat terjadi konflik seperti konflik
pembangunan Waduk Nipah di tahun 1993.
Sebenarnya jika kita menengok jauh ke belakang
tepatnya pada masa kolonial, pemerintah kolonial di
madura tahun 1921 sudah menyadari bahwa banjir yang
terjadi di Sampang hanya bisa diatasi dengan
pembangunan kanal. Hal ini disebutkan dalam tulisan Gita
Ayu Cahyaningrum tentang banjir di madura barat 1875-
1940. Menurut telegram dari Asisten Residen Sampang
banjir di wilayah Sampang jika sebuah kanal tanpa belokan
digali di sepanjang perbatasan timur dan pada saat yang
sama bagian dari sungai sampang yang ada di sebelah
barat diisi. Namun, implementasi dari pekerjaan ini akan
membebani pemerintah karena perlunya biaya besar yang
dikeluarkan (Cahyaningrum, 2020: 95).
Memang benar jika dalam suatu proyek
pembangunan kanal dibutuhkan biaya yang cukup besar.
Malah kemungkinannya bisa menjadi suatu mega proyek
yang ada di Madura, tetapi sampai saat ini tidak ada
realisasi pembangunan kanal di sepanjang Sungai
Kemuning. Pembangunan kanal sebagai bentuk
76 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

pencegahan banjir hanya menjadi rencana di setiap


pemerintahan mulai dari masa kolonial hingga pasca
merdeka.

D. Erosi dan Sedimentasi


Seperti telah diketahui bahwa topografi pulau madura
banyak memiliki tanah-tanah yang berkapur serta
mengandung tanah aluvial. Apalagi di wilayah utara
Kecamatan Sampang banyak perbukitan sehingga terdapat
kemugkinan besar erosi atau pengikisan tanah yang
terbawa oleh air hujan kemudian mengalir ke arah saluran
air dan berakhir di sungai. Aliran air yang membawa serta
tanah lama kelamaan akan mengalami pengendapan.
Pengendapan tersebut biasanya terjadi di daerah yang
lebih rendah dari tanah yang sebelumnya dibawa dari
dataran tinggi. Seperti pada wilayah di Selatan Sampang
dan Bangkalan yang merupakan daerah dataran rendah
sehingga menjadi jujukan pengendapan tanah dari utara
(Cahyaningrum, 2020: 96).
Adanya erosi di bagian utara Sampang yang
merupakan wilayah perbukitan ini juga diperparah lagi
dengan kondisi hutan di bagian hulu sungai sudah banyak
yang ditebang. Menyebabkan hutan gundul yang berakibat
terjadinya lahan kritis dan percepatan erosi sehingga
dengan adanya masalah yang disebabkan faktor diatas
terjadi pendangkalan sungai akibat sedimen-sedimen yang
dibawa dari bagian hulu dan mengendap dibagian hilir
(Dutanegara, 2014: 148).
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 77

Gambar 3.2 Masalah Sedimentasi pada Drainase di Sampang.


(Sumber : Klipping Koran Humas Sampang)

Sedimentasi ini lama-kelamaan berperan besar dalam


terjadinya pendangkalan Sungai Kemuning. Sehingga
menjadi salah satu dari penyebab banjir yang ada di
Sampang. Selain berdampak pada pendangkalan Sungai
Kemuning, sedimen ini juga menyebabkan pendangkalan
di fase sebelum menuju sungai yaitu pada saluran-saluran
air atau drainase. Waduk juga menjadi tempat yang
terdampak sedimen, semakin banyak sedimen yang
mengendap di waduk maka akan semakin mengurangi
volume atau daya tampung air dari waduk itu sendiri.
Salah satu contoh kasus akibat sedimentasi yang
terjadi di sampang dan masuk berita adalah dalam Koran
78 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Radar Madura, Senin 12 Januari 2015. Dalam judul berita


“Sedimentasi Picu Banjir” disampaikan bahwa puluhan
anak Sungai Kemuning tiap tahunnya diprediksi
menyumbangkan sedimentasi yang cukup besar, namun
berapa besaran sedimentasi dari masing-masing anak
sungai itu belum diketahui. Sehingga Kabid Pelaksana
Pembangunan dan Rehabilitasi Dinas PU Pengairan
Sampang pada waktu itu, yaitu Evi Hariyati mengatakan
pihaknya akan menyusun road map Sungai Kemuning dan
setelah itu pihaknya akan membangun dam yang berfungsi
untuk menahan atau meminimalisir dampak sedimentasi
hingga ke aliran Sungai Kemuning (Radar Madura, 12
Januari 2015).

E. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang belum


dimanfaatkan sebagaimana mestinya
Pengertian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
Bab I pasal I ayat 11 tentang sumber daya air adalah :
“Daerah aliran sungai adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal
dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 79

aktivitas daratan” (UU No. 7 Tahun 2004 Pasal


1 Ayat 11).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui
bahwa daerah aliran sungai bukan hanya sebatas daerah
yang berada di bantaran atau sekitar sungai saja. Tetapi
juga merupakan keseluruhan daerah yang masih satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya. Fungsi
dari DAS itu sendiri adalah unutk mengumpulkan,
menyimpan, dan menyalurkan baik itu air serta unsur hara
lainnya yang ada dalam tanah maupun permukaan.
Maka hal tersebut juga sama dengan yang ada di
sampang, khususnya untuk DAS yang ada di sekitar Sungai
Kemuning maupun anak sungainya. Untuk DAS yang
terdapat di wilayah Sampang sendiri berdasarkan sumber
dari Program Percepatan Pembangunan Sanitasi
Pemukiman Tahun 2013 yang dikutip oleh Sarah Jeihan
(2017) adalah sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Nama dan Panjang DAS di Sampang.
No Nama Daerah Aliran Sungai (DAS) Panjang (Km)
1. Daerah Aliran Sungai Sodung 22
2. Daerah Aliran Sungai Kemuning 20
3. Daerah Aliran Sungai Klampis 14
4. Daerah Aliran Sungai Somber Lanjang 12
5. Daerah Aliran Sungai Sampang 10
6. Daerah Aliran Sungai Kati 9
Sumber : (Diolah dari Program Percepatan Pembangunan Sanitasi
Pemukiman tahun 2013)

Kemudian Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dibagi


menjadi tiga berdasarkan fungsinya. Ini seperti yang
disampaikan Agustini (2016), pembagian DAS tersebut
antara lain:
80 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

1. DAS bagian hulu berdasarkan fungsi konservasi yang


dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan
DAS agar tidak terdegradasi, yang diindikasikan dari
kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,
kemampuan menyimpan air (debit) dan curah hujan.
2. DAS bagian tengah berdasarkan fungsi pemanfaatan
sungai yang dikelola untuk dapat memberikan
manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi. Hal ini
menurut indikasi dari kuantitas air, kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air
tanah, serta terkait pada pengairan seperti
pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
3. DAS bagian hilir berdasarkan fungsi pemanfaatan air
sungai yang dikelola untuk dapat memberikan
manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi. Hal ini
menurut indikasi melalui kuantitas dan kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan
dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih,
serta pengelolaan air (Agustini, 2016 : 26).

Sesuai dengan pembagian kategori DAS diatas,


wilayah Kecamatan Sampang masuk kedalam kategori DAS
bagian tengah. Fungsi dari DAS bagian tengah ini adalah
untuk memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi masyarakat disekitarnya. Tetapi yang terjadi
sampai saat ini justru malah sebaliknya, meskipun di
wilayah DAS bagian tengah ini sudah banyak dibangun
proyek-proyek drainase untuk mendukung irigasi tetap
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 81

saja tiap tahun kekeringan selalu melanda wilayah ini.


Begitupun pada musim sebaliknya, ketika musim
penghujan tiba yang terjadi adalah wilayah ini selalu
terdampak banjir. Ini menandakan bahwa DAS bagian
tengah belum dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Gambar 3.3 Berita Krisis Air di Sampang.


(Sumber : Klipping Koran Humas Sampang)

Terkait dengan pemanfaatan lahan di wilayah DAS,


terdapat penelitian tentang landuse oleh Sarah Jeihan
(2017) yang hasilnya menunjukkan terjadi penurunan pada
luasan hutan di wilayah Sampang dari tahun 2000-2010.
Luasan hutan yang semula pada tahun 2000 persentasenya
sejumlah 11 % berkurang 2 % pada tahun 2010 menjadi 9
% dan kemudian bertambah pada tahun 2017 menjadi 14
%. Namun, kenaikan jumlah persentase lahan DAS yang
digunakan sebagai hutan pada tahun 2017 ini diikuti
dengan naiknya jumlah lahan kosong yang semula pada
82 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

tahun 2010 persentasenya 4 % naik ke 11 %. Meningkatnya


jumlah lahan kosong ini tentu akan mempengaruhi
terjadinya banjir dan kekeringan di sekitar wilayah DAS
tersebut. Karena jika air datang dari sungai atau musim
hujan tiba tidak ada tumbuhan yang dapat menjadi
penahan dan penampung air di wilayah tersebut. Begitu
juga saat musim kemarau, wilayah sekitar DAS tersebut
juga kemungkinan besar akan mengalami kekeringan
karena tidak ada tumbuhan yang menampung air tanah
untuk persediaan selama musim kemarau.

F. Kota kecil yang tingginya sama dengan laut


Dapat dikatakan bahwa Kecamatan Sampang adalah
kota kecil yang berada di ujung selatan Kabupaten
Sampang. Oleh karena letaknya di ujung, maka kota ini
langsung berbatasan dengan Laut Madura. Selain itu
ketinggiannya pun hampir sama bahkan ada beberapa
wilayah yang tingginya lebih rendah daripada laut.

Gambar 3.4 Berita Tentang Ketinggian Wilayah Sampang.


(Sumber: Klipping Koran Humas Sampang)
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 83

Bila dikaji lebih jauh dari sisi Topografi wilayah


Sampang itu sendiri menurut pemerintah Kabupaten
Sampang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPMJD) tahun 2013-2018 dapat diketahui bahwa
Sampang berada di ketinggian antara 0-375 meter diatas
permukaan laut dan memiliki kemiringan lereng yang
terbagi atas empat kelas, yaitu:
1. Kelas lereng 0-8% memiliki topografi wilayah berupa
cekungan, dataran relatif datar. Wilayah ini
merupakan daerah pantai, rawa, danau, bantaran
sungai dan terdapat di Kecamatan Sampang,
Banyuates, Kedungdung, Sreseh, Pangarengan, Torjun
dan Camplong.
2. Kelas lereng >8-15% memiliki topografi berupa
perbukitan kecil dan dataran berombak. Wilayah ini
terdapat di Kecamatan Ketapang, Banyuates,
Sokobanah, Sreseh, Jrengik, Torjun, Pangarengan,
Sampang, Omben, dan Camplong.
3. Kelas lereng > 15-25% memiliki topografi berupa
perbukitan bergelombang, menyebar antara
perbukitan kecil dengan punggung pegunungan.
Wilayah dengan lereng seperti ini berada di
Kecamatan Ketapang, Banyuates, Sokobanah,
Tambelangan, Robatal, Karang Penang, Kedungdung,
dan Omben.
4. Kelas lereng >25-45% memiliki topografi berupa
punggung gunung dengan batuan gamping tidak
teratur. Wilayah dengan lereng seperti ini terdapat di
84 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Kecamatan Banyuates, Ketapang, Sokobanah, Jrengik,


Tambelangan, dan Omben (RPMJD, 2013 : 3).

Dari data pembagian kelas lereng tersebut, maka


dapat diketahui bahwa wilayah Kota Sampang atau
Kecamatan Sampang termasuk kedalam dua kategori kelas
lereng yaitu kelas lereng 0-8% dan > 8-15%. Sementara
wilayah dengan kemiringan lereng yang lebih curam (> 15-
25% dan > 25-45%) berada di wilayah-wilayah utara seperti
Robatal, Karangpenang, Kedungdung, dan Omben. Hal ini
kemudian menjadi sebuah fakta yang menunjukkan
wilayah Kecamatan Sampang tersebut memang lebih
rendah daripada wilayah- wilayah kecamatan di utaranya.
Jadi kalau air hujan turun dengan intensitas lebat di
sebelah utara, air hujan yang tertampung di sungai itu akan
mengalir ke selatan dan sungai di selatan tidak mampu
untuk menerima debit air yang banyak. Kemudian
terjadilah banjir di sepanjang meander sungainya.
Sebagaimana yang telah dibahas pada bab pertama
tentang Sungai Kemuning dan anak sungainya. Pada peta
berikut ini dapat dilihat bagaimana persebaran tinggi
permukaan kelurahan-kelurahan di Sampang yang
mempengaruhi banjir yang terjadi.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 85

Peta 3.3 Peta Ketinggian Lereng Wilayah Sampang.


(Sumber: BPBD Kabupaten Sampang)

G. Masalah Drainase
Faktor masalah sistem drainase tidak dapat
dipisahkan dari penyebab adanya banjir. Begitu pula di
Sampang, buruknya sistem drainase tiap tahunnya selalu
menjadi permasalahan yang harus diatasi oleh
pemerintah. Drainase didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal
(Dutanegara, 2014: 23). Seperti telah disebutkan pada
bagian sebelumnya bahwa wilayah Kota Sampang ini
86 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

mempunyai kemiringan lereng yang 0-15 meter diatas


permukaan laut (mdpl).
Ketinggian lereng ini merupakan yang terendah jika
dibandingkan dengan wilayah di utaranya yang rata-rata
mempunyai ketinggian 20-30 mdpl karena wlayah
perbukitan. Wilayah perbukitan di utara ini merupakan
wilayah DAS hulu yang banyak mengirimkan sedimen-
sedimen pasca terjadinya erosi saat hujan. Sehingga jika
tidak didukung dengan sistem drainase yang baik akan
menyebabkan tersumbatnya aliran atau paling tidak
kapasitas volume air di sistem drainase akan berkurang.
Terkait dengan sistem drainase di Sampang, banyak
sumber dari koran-koran yang menyoroti buruknya sistem
drainase ini. Diantaranya ada Harian Surabaya Pagi
terbitan 12 Februari 2009 dengan judul “Sistem Drainase
Memprihatinkan“. Dalam koran tersebut disebutkan
bahwa banyaknya genangan air saat banjir di Sampang
diduga karena buruknya sistem drainase di tengah kota,
hal itu menurut salah seorang warga yang terdampak
banjir bernama Suhadi. Drainase dalam kota dikatakan
buruk karena banyak endapan lumpur dan sampah rumah
tangga yang dibuang di saluran drainase tersebut.
Untuk mengatasi itu sebenarnya sudah ada beberapa
upaya dari pemerintah dan jajaran dinas terkait yaitu
dengan cara membangun pintu air dan melakukan
pengerukan pada sungai. Seperti yang tercatat pada salah
satu surat kabar pada tanggal 27 Februari 2009 tentang hal
ini. Disampaikan bahwa Dinas PU Pengairan melalui kadis
nya yaitu Syaiful Anwar akan membangun sejumlah 6 pintu
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 87

air yang menghubungkan Sungai Kemuning dengan


perkotaan. Selain itu dilakukan juga pengerukan terhadap
Sungai Kemuning sebagai upaya rehabilitasi terhadap
Sungai Kemuning. Semua pintu air tersebut nanti akan
ditempatkan di 3 kelurahan yaitu Kelurahan Dalpenang,
Kelurahan Gunung Sekar, dan Kelurahan Rongtengah.
Sampai tahun 2021 ini pembangunan pintu air dan
drainase masih terus berlanjut meski sudah ada beberapa
pintu air di wilayah utara yang sudah berfungsi. Namun, di
wilayah seperti Rongtengah pintu air sedang dikerjakan.

Gambar 3.5 Berita Ambrolnya Drainase di Sampang.


(Sumber: Klipping Koran Humas Sampang)

Meski sudah banyak melakukan pembangunan dan


pembenahan terhadap sistem drainase, tetapi banyak juga
dari proyek-proyek tersebut yang akhirnya mengalami
kerusakan di tengah pelaksanaan. Seperti contohnya yang
88 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

disebutkan pada gambar 3.8, dalam gambar tersebut


ditunjukkan proyek drainase di wilayah Karangdalem yang
merupakan bagian dari Kecamatan Sampang. Peristiwa ini
tercatat pada Koran Kabar Madura Senin, 15 Januari 2015.

Daftar Rujukan
Agustini, L. (2016). Pengelolaan Tata Guna Lahan Sebagai
Penanganan Banjir DAS Kemoning, Kabupaten
Sampang. Tesis Diterbitkan. Surabaya : Fakultas
Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi
Sepuluh November.
Cahyaningrum, G.A. (2020). Bencana Banjir di Pulau
Madura, 1875-1940. Surabaya: Pustaka Indis.
Dutanegara, P. (2014). Arahan Penanganan Banjir Di
Kawasan Perkotaan Kecamatan Sampang Melalui
Peningkatan Pelayanan Drainase. Skripsi diterbitkan.
Surabaya: Fakultas Arsitektur, Desain, dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November.
Earth.google.com
Geheugen.delpher.nl
Harian Surabaya Pagi, 12 Februari 2009. Sistem Drainase
Memprihatinkan.
Jeihan, S.I.P. (2017). Analisa Daerah Rawan Banjir di
Kabupaten Sampang Menggunakan Sistem
Informasi Geografis Dengan Metode Data Multi
Temporal. Tesis diterbitkan. Surabaya: Fakultas
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 89

Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi


Sepuluh November.
Kabar Madura, 15 Januari 2015. Proyek Drainase
Karangdalem Ambrol.
Kurniawan, A.E. (2014) Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengelolaan Banjir Terpadu DAS Kemoning Di
Kabupaten Sampang. Tesis Diterbitkan. Semarang :
Pascasarjana UNDIP.
Mulyadi. 08 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun
2013-2018. Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kabupaten Sampang.
Radar Madura, 9 Februari 2012. Banjir Kiriman, Ratusan
Rumah Terendam.
_______, 12 Januari 2015. Sedimentasi Picu Banjir.
Totok. 09 Juni 2021. Komunikasi Personal.
90 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

BAGIAN IV
Dampak Banjir dan Beberapa Bukti Nyata

Nurlia Adhitya Dhea Restanti


Najib Jauhari

A. Pusat Kota Terendam


Banjir merupakan salah satu permasalahan di
beberapa kota besar di Indonesia. Banjir dapat disebabkan
oleh alam atau lingkungan maupun dari manusianya
sendiri. Dampak setelah terjadinya banjir dapat merugikan
makhluk hidup maupun lingkungannya. Tidak hanya
terjadi banyak kerusakan-kerusakan dalam bidang
infrastruktur, tetapi juga banyak menelan korban jiwa
apabila tidak terdapat peringatan dini. Terdapat beberapa
daerah di Indonesia yang berlangganan banjir setiap
tahunnya. Misalnya Kecamatan Sampang yang merupakan
ibukota Kabupaten Sampang, Pulau Madura merupakan
salah satu wilayah yang menjadi daerah rawan banjir.
Tingginya debit banjir yang terjadi di Kota Sampang,
Madura menyebabkan beberapa Kelurahan dan pusat
Kota Sampang terendam banjir. Banjir Sampang pada
masa Kolonial banyak diberitakan terjadi sejak abad ke-19,
khususnya pada dekade 1870an. Namun sebelum itu tidak
berarti daerah ini tidak pernah banjir. Dampak terjadinya
banjir di Sampang juga sangat merugikan masyarakat,
mulai harta benda hingga nyawa manusia. Peristiwa banjir
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 91

pada periode kolonial tersebut berlanjut hingga akhir


kolonialisme Belanda di Sampang.
Bahkan, pada 24 April 1939, terjadi banjir yang cukup
tinggi. Ketinggian banjir di kota diberitakan lebih dari 1,25
meter, sehingga lalu lintas dan kereta api ditutup (De
Locomotief, 24 April 1939). Empat bulan kemudian,
tepatnya pada 09 Agustus 1939 banjir kembali terjadi di
Sampang. Ketinggian banjir di kota pada saat itu mencapai
70 cm dan mengakibatkan ditutupnya beberapa lalu lintas
(Het Vaderland, 09 Agustus 1939). Peristiwa banjir
Sampang ini berdampak cukup buruk terhadap
infrastruktur pemerintah kolonial. Saat banjir, pemerintah
tidak bisa menjalankan roda perekonomian dan politiknya
karena beberapa infrastruktur mereka, seperti jembatan,
jalan raya, kantor asisten residen, dan jalur trem lumpuh
total.
Menurut BPBD Sampang tahun 2018, rata-rata
penyebab banjir di Sampang disebabkan curah hujan yang
tinggi dan juga morfologi Sungai Kemuning yang berkelok-
kelok serta tidak mampu menampung debit air hujan.
Menurut salah satu staf pemerintahan di Kecamatan
Rongtengah yaitu Bapak Mulyadi, banjir di Sampang paling
besar terjadi pada tahun 1991, 2001, dan 2011. Banjir pada
tahun 2001 terjadi selama 2 hari 2 malam. Hal tersebut
juga dijelaskan oleh BPBD Sampang, bahwa bencana banjir
besar pernah terjadi di Kota Sampang pada tahun 1991
dan 2001 yang disebut sebagai siklus 10 tahunan dengan
ketinggian air mencapai 2-3 meter (Wawancara Mulyadi,
08 Juni 2021).
92 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Tabel 4.1 Daerah Terdampak Banjir di Kecamatan Sampang.


No. Daerah-daerah Terdampak Banjir
1. Desa Banyumas
2. Desa Paseyan
3. Desa Panggung
4. Desa Kemuning
5. Desa Tanggumong
6. Desa Baruh
7. Desa Gunung Maddah
8. Desa Pagelen
9. Kelurahan Gunung Sekar: Jl. Manggis, Jl. Ajigunung, Jl.
Kenari, Jl. Delima, Jl. Tengku Umar, dan Jl. Garuda.
10. Kelurahan Rongtengah: Jl. Bahagia, Jl. Makmur, Jl.
Pemuda, Jl. Pemuda Baru, Jl. Pemuda Bahari, Jl.
Sejahtera, Jl. Kamboja, Jl. Wilis, Jl. Lawu, Jl. Kerinci, Jl.
Semeru, dan Jl. Trunojoyo.
11. Kelurahan Dalpenang: Jl. Panglima Sudirman, Jl. Imam
Bonjol, Jl. Suhadak, Jl. Melati, Jl. Mawar, Jl. Cempaka, Jl.
Kenanga, Jl. Pahlawan, Monumen dan sekitarnya.
12. Kelurahan Polagan: Jl. Syamsul Arifin
13. Kelurahan Karang Dalam: Jl. Rajawali
(Sumber: BPBD Sampang Tahun 2018)

Tabel di atas merupakan beberapa daerah di


Kecamatan Sampang yang menjadi daerah rawan banjir di
setiap tahunnya. Jika dilihat berdasarkan letaknya, daerah-
daerah yang terdampak banjir pada tabel di atas
merupakan pusat Kota Sampang. Berdasarkan data BPBD
Sampang tahun 2018, dari 13 desa/kelurahan di atas,
diperkirakan sebanyak 5.758 rumah terendam banjir, serta
sawah/ladang/perkebunan diperkirakan seluas 216,5 Ha
juga terendam banjir. Penyebab dari daerah-daerah yang
disebutkan dalam tabel di atas menjadi rawan banjir
karena terletak di sekitar aliran Sungai Kemuning yang
meandernya cukup tajam. Sehingga, pada saat musim
hujan tiba, Sungai Kemuning tidak mampu menampung
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 93

debit air hujan dan mengakibatkan air sungai meluber ke


jalan serta rumah-rumah masyarakat sekitarnya.
Setiap musim penghujan tiba, wilayah Kabupaten
Sampang tepatnya di Kecamatan Sampang selalu
terdampak banjir karena luapan Sungai Kemuning. Karena
Kecamatan Sampang merupakan daerah pusat kota, maka
di daerah tersebut terdapat banyak rumah-rumah
penduduk dan juga infrastruktur penting seperti Kantor
Bupati, perpustakaan, pasar, sekolah, dan sebagainya
rusak bahkan hancur karena banjir.

Gambar 4.1 (a) Foto Banjir di Kelurahan Rongtengah Tahun 2020, (b)
Foto Banjir di Daerah Monumen Trunojoyo Tahun 2018
(Sumber: Koleksi Arsip Kelurahan Rongtengah)

Gambar di atas merupakan foto salah satu contoh


terjadinya banjir di Kelurahan Rongtengah, tepatnya di
sekitar Jalan Pemuda Baru Kecamatan Sampang. Di Jalan
Pemuda Baru juga terdapat Kantor Kelurahan Rongtengah
yang juga terdampak banjir. Salah satu staf kantor
Kelurahan Rongtengah yaitu Bapak Mulyadi, menjelaskan
bahwa hampir setiap tahun Kelurahan Rongtengah
terdampak banjir. Sementara, foto kedua merupakan
94 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

peristiwa banjir yang terjadi di Sampang dan menggenangi


daerah Monumen Trunojoyo pada tahun 2018. Tidak
hanya Kelurahan Rongtengah saja, masih terdapat
beberapa daerah di Kecamatan Sampang yang terdampak
banjir (Wawancara Mulyadi, 08 Juni 2021).
Sejak abad ke-19 hingga sampai saat ini ketinggian
banjir di Kecamatan Sampang tergolong cukup tinggi.
Banyak kerugian-kerugian yang harus segera diperbaiki
oleh pemerintah kolonial pada saat itu, begitupun pada
masa pemerintahan Republik Indonesia. Oleh karena itu,
peneliti membuat tabel dampak-dampak ataupun
kerugian banjir yang terjadi di Sampang sejak abad ke-19
untuk sedikit memudahkan pembaca melihat dampak
maupun kerugian-kerugian pasca banjir di Kabupaten dan
juga Kecamatan Sampang.
Tabel 4.2 Dampak/kerugian Banjir di Kecamatan Sampang.
Daerah
No. Periode Dampak/Kerugian
Terdampak
-Merendam dua
onderdistrict (Sampang
29 Januari
1. Sampang dan Pamekasan)
1872
- Transportasi lumpuh
total
- Tanggul, bendungan, dan
jembatan jebol
Desember - Rumah-rumah penduduk
2. Sampang
1875 terendam
- Pohon tumbang
- Ternak hanyut
Desember Tanggul, bendungan, dan
3. -
1876 jembatan jebol.
- Para pedagang
4. Januari 1906 -
mengalami kerugian
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 95

- Sekitar 25 rumah
penduduk rusak di 5 desa
- Rumah-rumah rusak
Februari,
- Hewan ternak hanyut
5. Maret, April Sampang
- Padi dan bahan-bahan
1917
pokok rusak
- Beberapa rumah
penduduk hanyut.
Februari - Lalu lintas dengan trem
6. -
1921 uap diberhentikan selama
3 hari karena adanya
pergeseran jalur
Kantor Asisten Residen
7. Maret 1930 Sampang
terendam banjir.
- Lalu lintas ditutup
- Perusahaan Djati dan
8. Januari 1935 -
produknya mengalami
kerusakan
April dan
Lalu lintas jalan raya dan
9. Agustus Sampang
kereta api ditutup.
1939
10. 1991 Kel. Dalpenang Terminal terendam banjir
- Puluhan hektare sawah
Ds. Paseyan,
terendam banjir antara
Februari Panggung,
11. 0,5-1 meter
2009 Gunung
- Rumah-rumah warga
Maddah
terendam banjir
Ds. Pasian,
Puluhan rumah dan
Panggung,
12. April 2010 hektare sawah terendam
Gunung
banjir.
Maddah
Ds. Pasiyan,
Ds. Kemoning, Hampir ratusan rumah
Februari
13. Kel. Gunung terendam banjir dari tiga
2012
Sekar, Kel. kelurahan.
Dalpenang
Desa - Macet dibeberapa ruas
Panggung, jalan
14. Maret 2015
Paseyan, dan - Aktifitas perekonomian
sekitarnya terhambat
96 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

- Sarana infrastruktur
rusak
Kel.
Dalpenang, Ds.
Paseyan,
Gunung
Genangan air merendam
Februari Maddah,
sejumlah rumah, jalan,
2016 Tanggumong,
persawahan, tambak.
Kemoning,
Panggung, dan
Banyumas, Kel.
Rongtengah.
- Satu Desa Gligis
terendam banjir,
persawahan gagal panen,
Ds. Glisgis,
sejumlah ruas jalan rusak
Gunung
dengan panjang sekitar ±
Maddah,
April 2016 15 m.
Paseyan,
- Menggenangi sejumlah
PanggungKel.
rumah, jalan, jembatan,
Dalpenang
14. tambak, dan persawahan.
- Akses jalan menuju
Karang Penang terhambat.
Glisgis,
- Rumah-rumah terendam
Panggung,
banjir.
Gunung
- Plengsengan jembatan
Maddah,
Mei 2016 rusak.
Paseyan, Kel.
- Sejumlah ruas jalan rusak
Dalpenang,
dengan panjang sekitar 50
Kel.
m.
Rongtengah
Panggung,
Gunung
Maddah,
Juni,
Paseyan,
September,
Banyumas, Rumah-rumah dan ruas
Oktober,
Tanggumong, jalan terendam banjir.
November
Kel.
2016
Dalpenang,
Kel.
Rongtengah,
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 97

Gunung Sekar,
Karang Dalem
Ds.
Tanggumong,
Ds. Kemoning,
Ds. Paseyan,
Ds. Panggung,
Ds. Gunung
Maddah, Kel.
- Rumah-rumah terendam
Gunung Sekar,
banjir.
Februari dan Kel.
15. - Gedung-gedung fasilitas
Maret 2017 Rongtengah,
umum seperti sekolah
Kel. Karang
terendam.
Dalem, Kel.
Dalpenang,
Kel. Polagan,
Kel.
Banyuanyar,
Kel. Banyumas,
Ds. Pangilen
Ds.
Tanggumong,
Ds. Kemoning, - Rumah-rumah terendam
Ds. Paseyan, banjir.
Ds. Panggung, - Gedung-gedung fasilitas
Ds. Gunung umum seperti sekolah
Maddah, Kel. terendam.
Februari, Gunung Sekar, - Terendamnya Kantor
Maret, Kel. Kelurahan Dalpenang
16.
Desember Rongtengah, - Rumah Dinas Wabup
2018 Kel. Karang Sampang
Dalem, Kel. - Kantor Bangkesbangpol
Dalpenang, - Pasar Rongtengah
Kel. Polagan, - Kantor Radio RRI
Kel. - Pasar Sore (Deg-Gedek)
Banyuanyar, - Pos Monumen Kota
Kel. Banyumas,
Ds. Pangilen
Januari, Ds. Panggung,
- Rumah-rumah terendam
17. Maret, April Ds. Gunung
banjir.
2019 Maddah, Kel.
98 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Rongtengah, - Gedung-gedung fasilitas


Kel. Gunung umum seperti sekolah,
Sekar, kel. pasar dsb terendam.
Dalpenang
Kel.
Dalpenang,
Banyuanyar,
Kel.
Rongtengah,
Karang Dalem,
- rumah-rumah terendam
Gunung Sekar,
banjir.
Polagan,
18. 2020 - gedung-gedung fasilitas
Tanggumong,
umum seperti sekolah,
Banyumas,
pasar dsb terendam.
Pangilen,
Kemuning,
Gunung
Maddah,
Panggung,
Paseyan.
(Sumber: Diolah dari, De locomotief, 31 Desember 1875; Bataviaasch
handelsblad, 04 Januari 1876; Het niews van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 29 Januari 1906; Bataviasch niewsblad, 28
Februari 1921; De Indische Courant, 20 Maret 1930; De Standaard, 24
Januari 1935; De Locomotief, 24 April 1939; Het Vaderland, 09
Agustus 1939; Surya, 23 Februari 2009; Surya, 4 April 2010; Harian
Bangsa, 9 Februari 2012; Cahyaningrum, 2020:60; Data BPBD
Sampang Tahun 2015, 2016, 2017, 2018, 2019; Mulyadi, 08 Juni
2021; Dinas Sosial Tahun 2020)

B. Korban Jiwa
Selain menyebabkan kerugian dalam segi material,
baik dalam bidang infrastruktur dan sebagainya, bencana
banjir juga menyebabkan adanya beberapa korban jiwa
ataupun korban terdampak banjir. Mulai dari anak-anak
hingga orang dewasa menjadi korban dari bencana banjir
Sampang. Surat kabar pada masa kolonial tidak selalu
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 99

memberitakan mengenai adanya korban jiwa atau tidak


dalam bencana banjir di Sampang, hanya kedalaman banjir
dan kerusakan-kerusakan fasilitas umum. Meskipun tidak
terlalu banyak korban jiwa, tetapi banyaknya korban
terdampak mengharuskan penduduk untuk mengungsi di
tempat-tempat yang tinggi ataupun ke rumah keluarga
yang tidak terdampak banjir.
Menurut Bapak Abdul Maat selaku Sekretaris
Kelurahan Dalpenang, menjelaskan bahwa pada saat
banjir besar tahun 1991 terdapat 7 korban jiwa dan juga
terdapat supir bus yang meninggal di dalam bus
(Wawancara Abdul Maat, 8 Juni 2021). Tidak hanya itu,
banjir tahun 2002 juga menenggelamkan salah satu tukang
kebun di SMKN 1 Sampang yaitu Pak Rahman. Bahkan
namanya kemudian diabadikan menjadi nama musholla di
SMKN 1 Sampang, yaitu Musholla Ar-Rahman (Wawancara
Abdul Wakil, 9 Juni 2021). Tabel 4.3 merupakan beberapa
data korban jiwa maupun korban terdampak banjir di
Sampang yang berhasil didapatkan oleh peneliti.
Tabel 4.3 Korban Jiwa Bencana Banjir Sampang.
Daerah Korban Jiwa/Korban
No. Periode
Terdampak Terdampak
1. 1875 Sampang Tidak ada korban jiwa
2. 1876 - Tidak ada korban jiwa
3. 1921 - 5 orang tenggelam
4. 1935 - Tidak ada korban jiwa
-7 korban jiwa
5. 1991 Sampang
- 1 Supir bus meninggal
1 tukang kebun sekolah
6. 2002 SMKN 1 Sampang
tenggelam
Kel. Dalpenang 1 orang meninggal
7. 2013 Ds. Panggung 1 orang meninggal
Ds. Pangilen 1 orang meninggal
100 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Kel. Gunung Sekar 1 orang meninggal


Kel. Polagan 1 orang meninggal
8. 2015 - Tidak ada korban jiwa
Ds. Tanggumong 3.000 Jiwa
Ds. Kemuning 2.400 Jiwa
Ds. Pangilen 3.000 Jiwa
Ds. Pasean 2.300 Jiwa
Ds. Panggung 3.000 Jiwa
Ds. Banyumas 700 Jiwa
Ds. Gunung
9. 2016 3.500 Jiwa
Maddah
Kel. Gunung Sekar 9.000 Jiwa
Kel. Rongtengah 6.000 Jiwa
Kel. Polagan 700 Jiwa
Kel. Karang Dalem 375 Jiwa
Kel. Banyuanyar 250 Jiwa
Kel. Dalpenang 5.000 Jiwa
Ds. Tanggumong 1.570 Jiwa
Ds. Kemuning 436 Jiwa
Ds. Pangilen 2.350 Jiwa
Ds. Pasean 2.048 Jiwa
840 Jiwa
Ds. Panggung - Satu anak hanyut
terbawa arus banjir
Ds. Banyumas 470 Jiwa
10. 2017
Ds. Gunung
1.454 Jiwa
Maddah
Kel. Gunung Sekar 4.990 Jiwa
Kel. Rongtengah 6.200 Jiwa
Kel. Polagan 500 Jiwa
Kel. Karang Dalem 726 Jiwa
Kel. Banyuanyar 210 Jiwa
Kel. Dalpenang 5.260 Jiwa
Ds. Tanggumong 1.570 Jiwa
Ds. Kemuning 436 Jiwa
Ds. Pangilen 2.350 Jiwa
11. 2018
Ds. Pasean 2.048 Jiwa
Ds. Panggung 840 Jiwa
Ds. Banyumas 470 Jiwa
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 101

Ds. Gunung
1.454 Jiwa
Maddah
Kel. Gunung Sekar -
Kel. Rongtengah 6.200 Jiwa
Kel. Polagan 500 Jiwa
Kel. Karang Dalem 726 Jiwa
Kel. Banyuanyar 210 Jiwa
Kel. Dalpenang 5.260 Jiwa
Masih dalam pendataan
12. 2019 -
dan Assesment
Kel. Dalpenang 5.404 Jiwa
13. 2020 Banyuanyar 351 Jiwa
Kel. Rongtengah 3.901 Jiwa
Karang Dalem 350 Jiwa
Gunung Sekar 5.017 Jiwa
Polagan 991 Jiwa
Tanggumong -
Banyumas -
Pangilen 1.406 Jiwa
Kemuning -
Gunung Maddah 237 Jiwa
Panggung -
Paseyan -
(Sumber: Diolah dari, De locomotief, 31 Desember 1875; Bataviaasch
handelsblad, 04 Januari 1876; Bataviasch niewsblad, 28 Februari
1921; De Standaard, 24 Januari 1935; Taufiqurrahman, 12 Juni 2013;
Abdul Maat, 08 Juni 2021; Waki, 09 Juni 2021; Data BPBD Sampang
Tahun 2015, 2016, 2017, 2018, 2019; Dinas Sosial Tahun 2020)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa korban


terdampak lebih banyak daripada korban jiwa. Seperti
yang sudah sedikit dijelaskan sebelumnya, bahwa
kebanyakan para penduduk di daerah bantaran sungai
mengungsi ke bukit-bukit yang tinggi untuk menghindari
banjir. Penduduk Sampang sejak masa kolonial sudah bisa
melakukan upaya mitigasi sendiri. Bahkan adanya bencana
102 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

banjir disertai korban-korbannya juga dianggap sebagai


teguran dari Tuhan YME.
Pada saat banjir terjadi di Sampang tahun 1917
banyak kerusakan yang ditimbulkan, sehingga beberapa
penduduk yang notabene adalah tokoh agama
mengirimkan surat kepada Gubernur Jenderal Hindia
Belanda untuk menyuarakan aspirasi mereka. Selain itu
mereka juga meminta bantuan dan penyelesaian masalah
banjir yang sering terjadi di Sampang (Cahyaningrum,
2020:60). Pada periode beberapa tahun terakhir ini, banjir
di Sampang tidak banyak menelan korban. Hanya saja,
intensitas banjirnya terlalu sering, yaitu hampir setiap
tahun tidak pernah absen dari banjir.

C. Lumpuhnya Aktivitas Pendidikan


Kerugian-kerugian akibat terjadinya banjir tidak hanya
dalam bidang ekonomi dan sosial saja, melainkan juga
berdampak dalam bidang pendidikan. Pada saat banjir
terjadi di Kota Sampang yang dapat terjadi berhari-hari
dengan debit air yang besar, maka aktivitas pendidikan
terpaksa diliburkan. Hal ini karena akses jalan menuju
sekolah maupun sekolahnya sendiri terendam air.
Terdapat beberapa sekolah yang sering terdampak banjir,
salah satunya seperti SMKN 1 Sampang. Menurut
penjelasan Pak Totok selaku mantan Kepala Sekolah SMKN
1 Sampang, pada tahun 2012 sekolah ini kebanjiran hingga
21 kali. Sementara pada tahun 2013, banjir kembali terjadi
bertepatan dengan hari ke-2 diadakannya Ujian Nasional
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 103

yang kemudian dialihkan ke SMPN 1 Sampang (wawancara


dengan Totok, 9 Juni 2021).
Tabel 4.4 Sekolah Terdampak Banjir.
No. Sekolah yang Terdampak
1. SDN Gunung Maddah III, Dsn. Glisgis
2. SMP 6, Jl. Imam Bonjol
3. SMKN 1, Jl. Suhadak
4. SDN Dalpenang III, Jl. Iman Bonjol
5. SDN Dalpenang I, Jl. Imam Bonjol
6. SDN Rongtengah I, Jl. Trunojoyo
7. SDN Rongtengah II, Jl. Bahagia
8. SDN Rongtengah IV, Jl. Bahagia
9. SMP Abu Rasyad Sampang
10. SMPN II Sampang
11. TK Al-Maarif Kel. Rongtengah
12. TK Pertiwi
(Sumber: BPBD Tahun 2018)

Terdapat beberapa surat kabar yang memberitakan


mengenai banjir yang sangat merugikan bidang pendidikan
di Kota Sampang. Tidak jarang banjir datang disaat para
siswa sedang mealakukan ujian sekolah maupun Ujian
Nasional. Banjir yang terjadi pada 4 April 2010
menyebabkan 88 siswa SMP Ibnu Aburasyad yang terletak
di Desa Pasian khawatir, karena saat itu merupakan hari
terakhir pelaksanaan Ujian Nasional. Pada saat itu enam
kelas yang disiapkan untuk Ujian Nasional terendam banjir
dengan ketinggian sekitar 30 cm (Surya, 4 April 2010).
Selain Itu, SMAN 1 Sampang juga menjadi sekolah yang
terdampak banjir sehingga para siswa harus membuka
sepatu dan mengangkat celana maupun roknya agar tidak
terkena air banjir (Radar Madura, 15 April 2010).
104 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Selama bulan April tahun 2010, pusat Kota Sampang


beberapa kali mengalami kebanjiran. Seperti banjir yang
kembali terjadi pada 28 April 2010, selain merendam tiga
desa di Sampang, banjir pada hari itu juga merendam
empat sekolah. Sekolah-sekolah yang terendam yaitu, SDN
Pasian I dan SDN Pasian II yang terletak di Desa Pasian,
SLTP VI di Desa Panggung serta SLTP swasta Ibnu
Aburasyad dengan ketinggian air mencapai 50 cm.
Sehingga ruang kelas terendam dan para siswa akhirnya
dipulangkan lebih awal (Surya, 28 April 2010).

Gambar 4.2 Foto Kerja Bakti Pasca Banjir di SMKN 1 Sampang.


(Sumber: Radar Madura, 10 April 2012)

Setelah banjir surut, masyarakat akan sibuk untuk


membersihkan rumah-rumah serta menata kembali
barang-barang. Sama halnya dengan para siswa, petugas
kebersihan, maupun guru-guru yang juga turut membantu
untuk membersihkan sekolah setelah banjir surut. Seperti
pada gambar diatas, beberapa siswa dan guru terlihat
tengah membersihkan genangan air dan juga lumpur sisa
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 105

banjir yang melanda Kota Sampang selama dua hari. SMPN


6 Sampang merupakan salah satu sekolah yang paling
parah tergenang banjir karena jarak sekolah yang hanya
berjarak sekitar 100 meter kali Sungai Kemuning.
Ketinggian air di halaman sekolah mencapai 1 meter,
sedangkan di 12 ruang kelas ketinggian air mencapai 50 cm
(Radar Madura, 10 April 2012).

(a)

(b)

Gambar 4.3 (a) Foto Kondisi Banjir di Halaman SMKN 1 Sampang (b)
Foto Kondisi Banjir di Ruang Kelas SMKN 1 Sampang Tahun 2016
(Sumber: Koleksi Arsip Humas SMKN 1 Sampang)
106 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Sekolah yang juga terdampak banjir paling parah


adalah SMKN 1 Sampang yang terletak di Jalan Suhadak,
Kelurahan Dalpenang. Peneliti berhasil mendapatkan data
dan juga bukti banjir di SMKN 1 Sampang. Seperti banjir
yang terjadi pada tahun 2016. Gambar 4.3 merupakan
banjir yang terjadi pada 27 Februari 2016. Ketinggian air
yang menggenangi SMKN 1 Sampang mencapai sekitar 1
meter dan terus naik hingga 1,6 meter. Sarana penunjang
pendidikan seperti meja, kursi, dan juga data-data penting
rusak terendam air. Selain itu, terdapat sebagai pagar dan
tembok sekolah juga hancur tersapu banjir (Koleksi Arsip
Humas SMKN 1 Sampang).

(a)
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 107

(b)

Gambar 4.4 (a) Foto Rusaknya Peralatan Elektronik SMKN 1 Sampang


Pasca Banjir (b) Foto Kegiatan Bersih-bersih Pasca Banjir
(Sumber: Koleksi Arsip Humas SMKN 1 Sampang)

Banjir di SMKN 1 Sampang mulai surut pada 29


Februari 2016. Menurut penjelasan Bu Rina selaku guru
sejarah di SMKN 1 Sampang, banyak kerugian-kerugian
yang disebabkan oleh banjir tersebut. Seperti yang terlihat
dari gambar 4.4 (a), sekolah ini merupakan salah satu
sekolah kejuruan di Kota Sampang, banyak peralatan
elektronik yang digunakan untuk praktek belajar mengajar
yang rusak terendam banjir. Sementara pada gambar 4.4
(b), merupakan kegiatan wajib bagi para siswa, petugas
kebersihan, guru dan staf SMKN 1 Sampang yang lain
setelah banjir surut untuk membersihkan lumpur-lumpur
yang ditinggalkan oleh banjir. Upaya pembersihan lumpur
pasca banjir tersebut memakan waktu cukup lama, bahkan
terkadang pihak sekolah meliburkan siswanya selama
seminggu untuk menunggu sekolahnya siap digunakan
108 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

untuk kegiatan pembelajaran (Wawancara Rina Hidayati, 9


Juni 2021).

D. Munculnya Penyakit
Banjir meninggalkan dampak yang merugikan
masyarakat, baik dalam segi ekonomi, sosial begitu juga
dengan kesehatan. Banjir juga dapat berdampak bagi
kesehatan masyarakat yang terdampak. Penyakit ini dapat
menyebar dengan cepat karena didukung oleh
berkurangnya kebersihan lingkungan setelah terjadinya
banjir. Selama periode 1875-1940 banjir yang terjadi di
Madura Barat menyebabkan kerugian seperti hilangnya
harta benda, hewan ternak, dan juga semakin diperburuk
oleh adanya penyakit yang datang setelah banjir
(Cahyaningrum, 2020:99). Sejak masa kolonial, penyakit-
penyakit yang datang pasca bencana banjir dan kurangnya
air bersih sudah sering terjadi. Hal serupa dengan yang
terjadi di Sampang yaitu pada tahun 1897 setelah hujan
besar di sekitar Surabaya menyebabkan munculnya
penyakit perut, demam, dan influenza (Haagsche courant,
09 Februari 1897).
Pada masa kolonial, terdapat salah satu wabah
penyakit yaitu kolera4 yang mulai masuk di Surabaya pada
abad ke-19 dengan tingkat kematian sebesar 41%

4
Seorang dokter yang berasal dari Inggris yaitu John Snow berhasil
membuktikan bahwa penyakit kolera yang menyebar di Kota London
pada pertengahan abad ke-19 berasal dari saluran air minum yang
tidak sehat. Lihat Andi Achdian, (Jurnal Sejarah:2020), Politik Air
Bersih: Kota Kolonial, Wabah, dan Politik Warga Kota, hlm. 101.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 109

(Achdian, 2020:100). Tidak jarang banyak masyarakat yang


meninggal akibat dari terjangkitnya penyakit-penyakit
yang ada. Pada tahun 1901 diberitakan bahwa terdapat
100 kasus penyakit kolera yang menjangkit masyarakat
Bangkalan dan mulai bergerak ke arah Timur Madura (Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02
September 1901). Banyaknya korban meninggal akibat
penyakit kolera disebabkan karena masih terbatasnya
pengetahuan untuk mengatasi wabah penyakit ini di
Hindia-Belanda.
Penyakit-penyakit lain yang datang setelah adanya
banjir yaitu diare, demam, DBD (demam berdarah
dengue), leptospirosis dan sebagainya. Tingkat masyarakat
yang terjangkit dan juga angka kematian dari penyakit-
penyakit selain kolera juga sangat tinggi. Pada Januari
tahun 1906 setelah terjadinya banjir di Madura,
diberitakan bahwa demam yang menyerang masyarakat
Bangkalan belum terselesaikan (Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 06 Maret 1906). Penyakit
demam ini menyebar ke daerah lain yang ada di Madura.
Pada awal Februari tahun 1906 terdapat laporan adanya
penyakit yang sudah menelan korban selama berbulan-
bulan di Madura, tepatnya di Distrik Sepoeloe
(Soerabaijasch handelsblad, 28 April 1906).
Tingkat terjangkitnya penyakit demam di Madura
sangat tinggi pada tahun 1906. Awalnya penyakit ini
muncul di wilayah Madura Barat yaitu Bangkalan dan
kemudian semakin menyebar hingga sampai ke Sampang.
Akibat dari banyaknya kasus demam yang terjadi pada
110 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

tahun 1906, sehingga demam menjadi salah satu penyakit


yang dinyatakan sebagai epidemi nasional karena penyakit
tersebut memerlukan tindakan karantina agar tidak
menular (Cahyaningrum, 2020:109). Kondisi kesehatan
masyarakat Madura pada musim hujan dan setelah
terjadinya banjir menjadi salah satu pemicu semakin
menyebarnya penyakit-penyakit yang ada. Selain bencana
banjir yang banyak menimbulkan korban jiwa, penyakit
pasca banjir pun juga menjadi sebab dari banyaknya
korban jiwa.
Belum selesai penanggulangan penyakit demam, pada
tahun 1910 masyarakat Madura Barat kembali diserang
oleh penyakit setelah banjir yaitu kolera. Penyakit kolera
semakin meningkat di Madura sehingga memerlukan
penanganan secara cepat untuk memperlambat
penyebaran penyakit (Cahyaningrum, 2020:112). Oleh
karena itu untuk membantu mengatasi wabah kolera di
Sampang, telah dikirimkan bantuan dokter medis dari
Kediri (De Locomotief, 19 Mei 1910). Setahun berikutnya,
penyakit kolera masih tetap menyerang Sampang dan juga
Bangkalan (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-
Indie, 03 November 1911).
Selain diserang dengan wabah demam dan kolera,
banjir juga membawa penyakit lain yaitu malaria yang
disebabkan oleh nyamuk anopheles (Cahyaningrum,
2020:114). Penyakit malaria dikabarkan menyerang
Ketapang di pantai Utara Madura, sehingga Bupati
Sampang bersikeras melakukan pemeriksaan fisik (Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 16 Agustus
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 111

1929). Tidak hanya malaria, penyakit tifus yang juga


menjadi salah satu penyakit yang menyebar setelah banjir
juga menyerang daerah Sampang. Sejak bulan Maret
tahun 1936, penyakit tifus terdeteksi di daerah pesisir
antara Sampang dan Pamekasan (Soerabaijasch
handelsblad, 02 Maret 1936). Kemudian sekitar tanggal 26
Maret 1936 dikabarkan bahwa tifus di Sampang sedikit
mereda karena telah dilakukan vaksinasi secara intensif
(De Indische courant, 26 Maret 1936).
Beberapa penyakit yang menyerang Madura dan
sudah sedikit dijelaskan diatas, masih tetap datang setelah
adanya banjir di Madura pada abad ke-21. Misalnya pada
tahun 2013 kasus DBD5 telah menyebar diseluruh wilayah
Kabupaten Sampang. Jumlah kasus DBD di Kabupaten
Sampang pada tahun 2012 sebanyak 313 kasus, sedangkan
di tahun 2013 meningkat menjadi 514 kasus (Profil
Kesehatan Kabupaten Sampang Tahun 2013, 2014:15).
Pada tahun 2014 jumlah kasus DBD menurun menjadi 209
kasus dengan 1 orang meninggal (Profil Kesehatan
Kabupaten Sampang Tahun 2014, 205:19). Sementara di
tahun 2017 DBD di Kabupaten Sampang menjadi 155
kasus, tahun 2018 265 kasus, dan tahun 2019 214 kasus
(Profil Kesehatan Kabupaten Sampang Tahun 2019,
2020:50).

5
Demam Berdarah Dengue (DBD) dikarenakan oleh virus dengue dari
famili Flaviviridae dan genus Flavivirus yang ditularkan melalui
nyamuk. Jenis nyamuk yang paling sering menularkan atau
menimbulkan wabah demam berdarah yaitu nyamuk Aedes aegypti
subgenus Stegomya. Lihat Hindra I. Satari & Mila Meiliasari,
(Jakarta:2004), hlm 2-4.
112 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Tabel 4.5 Penderita DBD di Kabupaten Sampang Tahun 2020.


No. Puskesmas Penderita DBD
1. Sreseh 2
2. Torjun 10
3. Kamoning 48
4. Banyuanyar 55
5. Camplong 13
6. Tanjung 4
7. Omben 1
8. Jrangoan 6
9. Kedungdung 17
10. Banjar 16
11. Jrengik 9
12. Tambelangan 17
13. Banyuates 2
14. Bringkoning 6
15. Robatal 0
16. Karang Penang 4
17. Batulenger 0
18. Tamberu Barat 0
19. Ketapang 12
20. Bunten Barat 2
21. Pangarengan 5
Total 229
(Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang)

Tabel di atas merupakan kasus DBD di Kabupaten


Sampang pada tahun 2020. Terhitung sejak bulan Januari
hingga Desember mencapai 229. Kecamatan Sampang
menjadi wilayah yang paling banyak kasus DBD pada tahun
2020. Jika dilihat dari tabel 4.5, Puskesmas Kamoning dan
Puskesmas Banyuanyar yang terletak di Kecamatan
Sampang (pusat kota) menjadi tempat terbanyak dari
penderita penyakit DBD. Berbeda dari tahun 2014 yang
terdapat 1 orang meninggal dunia akibat DBD, pada tahun
2020 tidak menimbulkan korban jiwa.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 113

Selain banyaknya kasus penyebaran penyakit Demam


Berdarah Dengue (DBD), di Madura juga banyak kasus
penyebaran penyakit leptospirosis6. Berdasarkan
penelitian mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan
Universitas Airlangga tahun 2015, penyakit leptospirosis
menyebar di Madura tepatnya di Kabupaten Sampang
pada tahun 2013. Sebaran wilayah penyakit leptospirosis
pada tahun 2013 di Kabupaten Sampang terdapat di 15
desa/kelurahan dari 186 kelurahan/desa dalam 4 wilayah
kecamatan (Kecamatan Sampang, Kecamatan Camplong,
Kecamatan Robatal, dan Kecamatan Omben). Angka
masyarakat yang terjangkit penyakit leptospirosis paling
tinggi yaitu di Kecamatan Sampang, dengan total sebesar
103 kasus (Rahim & Yudhastuti, 2015:50).
Penyakit leptospirosis cepat menyebar karena
didukung oleh kondisi lingkungan yang kumuh setelah
terjadinya banjir. Mengingat Kecamatan Sampang
merupakan wilayah rawan banjir setiap tahun. Tingginya
tingkat penyebaran dan penularan leptospirosis di tahun
2013, sehingga menyebabkan Dinas Kesehatan Kabupaten
Sampang menetapkan leptospirosis sebagai Kejadian Luar
Biasa (KLB) (Rahim & Yudhastuti, 2015:52). Sementara
pada tahun 2020, berdasarkan hasil pemeriksaan dari

6
Penyakit leptospirosis disebabkan oleh spirochaeta yang termasuk
dalam genus Leptospira, dan merupakan infeksi yang diperoleh
melalui kontak dengan hewan maupun lingkungan yang
terkontaminasi oleh urine hewan tersebut. Lihat Albert I Ko.,
Mitermayer Galvao Reis., Cibele M.R.D., Warren D.J.J., Lee W.R., &
Salvador, (The Lancet:1999), hlm. 820. Bakteri yang ditularkan
biasanya berasal dari ginjal dan urine tikus. Lihat Annisa Rahim & R.
Yidhastuti, (Jurnal Kesehatan Lingkungan:2015), hlm. 49.
114 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Laboratorium Klinik RSUD dr. Mohammad Zyn Kabupaten


Sampang, terdapat 26 orang yang melakukan tes
leptospirosis. Dari hasil tes tersebut 12 dari 26 orang
dinyatakan reaktif leptospirosis (Dinas Kesehatan
Kabupaten Sampang, 2020).

Daftar Rujukan
Achdian, A. 2020. Politik Air Bersih: Kota Kolonial, Wabah,
dan Politik Warga Kota. Jurnal Sejarah, Vol. 3/1.
Abdul Maat. 08 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Bataviaasch handelsblad. 04 Januari 1876. Uit Pamakassan
dd. 25 December.
Bataviasch niewsblad. 28 Februari 1921. Overstroomingen
op Madoera.
Bu Rina. 09 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Cahyaningrum, G.A. 2020. Bencana Banjir di Pulau
Madura, 1875-1940. Surabaya: Pustaka Indis.
Daftar Kejadian Bencana Alam & Bencana Lain-lain Tahun
2015. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Sampang.
_______, 2016. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Sampang.
_______, 2017. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Sampang.
_______, 2018. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Sampang.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 115

_______, 2019. Badan Penanggulangan Bencana Daerah


Kabupaten Sampang.
De Indische Courant. 20 Maret 1930. Bandjir te Sampang.
_______, 26 Maret 1936. De gezondheidstoestand. Over
het algemeen: gunstig.
De Locomotief. 19 Mei 1910. Geneeskundige dienst.
_______, 24 April 1939. Sampang Onder Water.
_______, 31 Desember 1875. Vervolg der Nieuwstijdingen.
De Standaard. 24 Januari 1935. Een zware Bandjir te
Sampang.
Histories Kebencanaan Wilayah Kabupaten Sampang.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Sampang Tahun 2018.
Haagsche courant. 09 Februari 1897. Indisch nieuws.
Harian Bangsa. 9 Februari 2012. Banjir Kiriman, Ratusan
Rumah Terendam.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie. 02
September 1901. Cholera op Madoera.
_______, 03 November 1911. Uit Soemenap.
_______, 06 Maret 1906. De koortsen te Bangkalan.
_______, 16 Agustus 1929. Malaria en lichamelijk
onderzoek.
_______, 29 Januari 1906. Bandjir op Madoera.
Het Vaderland. 09 Agustus 1939. Bandjir bij Sampang.
116 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Ko, A.I., Mitermayer, G.R., Cibele, M.R.D., Warren, D.J.J.,


Lee, W.R., & Salvador. Urban epidemic of Severe
Leptospirosis in Brazil. The Lancet, Vol 354.
Koleksi Arsip Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang Tahun
2020.
_______, Dinas Sosial Bagian Kebencanaan Tahun 2020.
_______, Humas SMKN 1 Sampang.
_______, Kelurahan Rongtengah.
Mulyadi. 08 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Profil Kesehatan Kabupaten Sampang Tahun 2013.
_______, 2014.
_______, 2019.
Pak Totok. 09 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Pak Wakil. 09 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Rahim, A. & R. Yudhastuti. 2015. Pemetaan dan Analisis
Faktor Risiko Lingkungan Kejadian Leptospiros
Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) di
Kabupaten Sampang. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
Vol. 8, No. 1.
Radar Madura. 10 April 2012. Banjir Usai, Siswa Bersih-
bersih.
_______, 15 April 2010. Nol dari Permukaan Laut.
Satari, I.H. & Mila Meiliasari. 2004. Demam Berdarah.
Jakarta: Puspa Swara.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 117

Soerabaijasch handelsblad. 02 Maret 1936. Typhus op


Madoera.
_______, 28 April 1906. De Madoerasche koortsepidemie.
Surya. 23 Februari 2009. Sampang Terendam Banjir.
_______, 28 April 2010. Kali Kemuning Meluap, Rendam
Tiga Desa di Sampang.
_______, 4 April 2010. Tiga Hari Sampang direndam Banjir.
Taufiqurrahman. 12 Juni 2013. Banjir di Sampang Kembali
Telan Korban Jiwa. Dari
(https://edukasi.kompas.com/read/2013/06/12/21
325886/~Regional~Jawa, diakses pada 15 Juli
2021).
118 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

BAGIAN V
Disaster Relief

Muhammad Novel

A. Evakuasi Korban Banjir Sampang


Siklus banjir di Sampang yang terjadi setiap tahun
tidak dapat diprediksi kapan dan hari apa banjir akan
datang. Banjir Sampang diakibatkan oleh aliran air yang
berasal dari dataran tinggi di utara Kecamatan Sampang.
Aliran air tersebut berasal dari hujan lebat yang terjadi di
sekitar daerah Karang Penang, Omben, Robatal dan
Kedungdung yang berada di dataran tinggi. Sehingga debit
air yang terus bertambah tersebut mengalir ke daerah
yang lebih rendah yaitu Kecamatan Sampang di bagian
selatan.
Banjir yang datang tiba-tiba, memaksa penduduk
Sampang untuk melakukan upaya penyelamatan diri
beserta barang-barang yang dianggap berharga.
Bermacam-macam upaya yang dilakukan seperti
mengungsi ke tempat yang lebih tinggi sehingga tidak
terkena banjir, membangun bangunan yang lebih tinggi
dari permukaan tanah sehingga genangan air tidak masuk
ke rumah hingga membangun bangunan bertingkat 2
hingga 3. Namun tidak semua penduduk Sampang dapat
melakukannya. Dua faktor yang melatarbelakangi hal
tersebut adalah masalah mobilitas yaitu kesiapsiagaan
untuk bertindak dan permasalahan ekonomi yaitu belum
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 119

mampu membangun bangunan bertingkat. Maka,


evakuasi adalah cara yang tepat untuk segera
menyelamatkan diri beserta barang-barang berharga.
Disaster relief artinya adalah bantuan bencana yang
diberikan bagi korban bencana alam. Bantuan bencana
tersebut berbagai macam bentuknya seperti sandang,
pangan dan santunan. Bencana alam yang dibahas saat ini
adalah banjir yang terjadi di Sampang. Proses penyaluran
bantuan bencana, terdapat dalam prosedur manajemen
bencana. Manajemen bencana diperlukan untuk
mencegah dan mengurangi kerugian yang timbul dari
bencana yang terjadi, baik berupa kerugian harta benda
maupun materi, serta menjamin terlaksananya bantuan
yang memadai bagi korban bencana alam, mulai dari
sebelum, saat dan setelah terjadinya bencana. Dalam
kondisi darurat bencana, masyarakat sangat
membutuhkan bantuan dari pemerintah, organisasi
masyarakat ataupun swasta. Bantuan yang dibutuhkan
sebagian besar masyarakat adalah bantuan logistik,
bantuan tersebut mencakup kebutuhan sehari-hari
masyarakat, seperti sembako, mie instant, makanan siap
saji, selimut, matras dan lainnya (Sahilala, dkk: 2015).
Contoh disaster relief dalam bencana banjir Sampang
yang pertama adalah upaya evakuasi. Evakuasi adalah
upaya pengungsian atau pemindahan penduduk atau
barang-barang dari daerah yang berbahaya menuju
daerah yang aman. Evakuasi banjir dapat dilakukan secara
mandiri ataupun dengan bantuan pemerintah setempat.
Upaya yang dilakukan penduduk umumnya adalah
120 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

memindahkan barang-barang berharga ke tempat yang


lebih tinggi sehingga tidak terkena banjir. Kemudian
menyelamatkan diri ke tempat yang aman.
Setelah evakuasi, bantuan bencana yang diberikan
umumnya adalah penampungan dan bantuan pokok.
Penampungan korban banjir Sampang didirikan di daerah
yang tidak terkena genangan banjir, contohnya seperti
daerahg dataran tinggi dan gedung-gedung fasilitas umum
yang tinggi. Bantuan pokok tersebut adalah bantuan non
tunai berupa makanan, air minum, selimut dan kasur.
Bantuan-bantuan bencana tersebut diberikan oleh
lembaga pemerintahan hingga relawan untuk masyarakat
korban bencana banjir.

B. Bantuan Bencana Masa Kolonial


Banjir Sampang ini sudah sering diberitakan sejak
tahun 1900-an. Menurut Gita Ayu Cahyaningrum, berita
bantuan banjir juga diberikan oleh pemerintah Kolonial
dan dimuat dalam Bataviaasch Nieuwsblad, De Indische
Courant, Soerabaiasch Handelsblad dan Het Nieuws van
Den Dag voor Nederlandsch Indie. Dijelaskan juga bahwa
pemerintah membangun dan merawat beberapa
jembatan sebagai salah satu upaya pelayanan dan upaya
pencegahan terhadap banjir yang setiap tahun datang.
Untuk membantu korban banjir, pemerintah menyalurkan
beras gratis ke desa-desa sebagai bantuan pangan bagi
masyarakat (Cahyaningrum, 2020:8).
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 121

Dilihat dari respon pemerintah Kolonial di Sampang,


banjir yang terjadi cukup besar dan merugikan masyarakat
Sampang. Hingga pemerintah Kolonial mempunyai inisiatif
memberikan bantuan bencana berupa beras sebagai
kebutuhan pokok. Karena ketika banjir menggenang,
sawah-sawah warga akan terendam banjir dan memaksa
petani memanen dini sehingga mengalami kerugian.
Perkiraan nilai ganti rugi yang telah dibayarkan untuk
unggas yang mati adalah ƒ 600. Bantuan yang disediakan
oleh pemerintah adalah beras, jagung dan singkong.7
Namun bantuan yang diberikan hanya kebutuhan pokok
untuk korban banjir, tidak ada bantuan untuk kerusakan
tempat tinggal.
Dampak setelah banjir selain kerugian ekonomi adalah
munculnya penyakit. Banjir yang menggenang telah
bercampur dengan benda-benda berbahaya bagi tubuh
manusia, lumpur hingga kotoran. Manusia yang
melakukan kontak fisik dengan air banjir beresiko terkena
penyakit seperti gatal-gatal, diare dan demam. Manusia
yang sudah terkena penyakit akibat banjir juga beresiko
menularkan penyakit pada orang lain. Sedangkan jumlah
tenaga medis pada tahun 1900-an masih terbatas. Akses
yang ditempuh oleh tenaga medis juga cukup sulit.
Sehingga Asisten Residen Sampang mencoba mengirim

7
De op den 24sten der vorige maand hier ter stede geheerscht
hebbende bandjirs overtroffen, naar verluidt, die van 1918 en vorige
jaren, Serie Bundel Burgelijke Openbare Werken (banjir yang
menggnang di Kota ini pada tanggal 24 bulan lalu dilaporkan
melampaui tahun 1918 dan tahun-tahun sebelumnya) dalam
Cahyaningrum, Gita Ayu, Bencana Banjir di Pulau Madura 1875 – 1940
(Surabaya: Pustaka Indis, 2020), hlm 70
122 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

dokter Lange dari Jawa untuk ditempatkan di Distrik


Sepulu, namun ia tidak bisa pergi ke Madura sehingga
penderita demam hanya ditangani oleh dua dokter Jawa.
(Cahyaningrum, 2020: 103).
Kesadaran penduduk terhadap kesehatan pada tahun
1900-an sangat kurang. Penyakit seperti gatal-gatal, diare
dan demam sudah dianggap sebagai penyakit biasa.
Meskipun terkadang penyakit tersebut dapat merenggut
nyawa. Kurangnya pengetahuan terhadap bahaya air
banjir terhadap kesehatan termasuk salah satu faktornya.
Kemudian kurangnya tenaga medis dan obat-obatan juga
mengakibatkan penyakit-penyakit tersebut menjadi
semakin parah. Namun bantuan pokok seperti beras, telur
asin dan dendeng terus diberikan setiap hari untuk
memenuhi kebutuhan makanan penduduk.
Sekitar tahun 1930 pemerintah merenovasi rumah
sakit yang keadaannya sangat memprihatinkan di
Sampang dengan dana ƒ 10.000 untuk menyediakannya
dengan ruang operasi yang tepat (Cahyaningrum, 2020:
142). Upaya tersebut sangat membantu bidang medis agar
dapat menangani pasien dengan cepat dan tepat. Namun
penanganan medis tersebut masih belum dapat
menjangkau masyarakat Sampang di bagian pelosok.
Sebagai hasil dari surat yang diterima di pemerintah,
insinyur diperintahkan untuk memeriksa keberatan yang
diajukan. Keluhan-keluhan penduduk ini adalah kondisi
dinding sungai yang semakin mendekati area pemukiman.
Maka pemerintah memberikan bantuan kemanusiaan
untuk penduduk, antara lain dengan membuat saluran air
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 123

banjir dan penggalian kanal (Cahyaningrum, 2020: 125).


Bantuan tersebut adalah upaya yang cukup efektif karena
dapat meminimalisir peningkatan air banjir dan erosi yang
dapat membahayakan pemukiman warga.
Selain bantuan dari Afdeling Sampang, upaya mandiri
dari masyarakat sampang juga telah dilakukan. Contohnya
adalah penduduk sekitar Muara Tengah yang berdekatan
dengan sungai. Pihak Kepala Desa secara sukarela
meminta penduduk desa untuk iuran sebagai perbaikan
sungai. Setiap penduduk akan dikenakan iuran sebesar ƒ
0,5 atau maksimal ƒ 3. Iuran uang ini nantinya akan
digunakan untuk ongkos mengeruk mulut sungai yang
tertutup pasir dan lumpur agar aliran air sungai bisa lancar
mengalir ke laut (Cahyaningrum, 2020: 144). Hal ini
membuktikan bahwa kesadaran masyarakat akan bahaya
banjir mulai berkembang dan mulai memikirkan langkah
antisipasi banjir hingga penangannanya. Seperti itulah
gambaran bantuan bencana banjir oleh Afdeling Sampang
dan masyarakat lokal pada masa Kolonial Belanda.

C. Bantuan Bencana Antar-warga Lokal Sampang


Beralih pada abad ke-21, banjir di Sampang masih
terjadi setiap tahunnya. Tidak pasti kapan datangnya banjir
kiriman, namun kedatangan banjir mulai dapat diprediksi
oleh masyarakat berdasarkan kebiasaan. Penduduk
Sampang yang telah terbiasa dengan situasi banjir, dapat
merasakan keadaan udara disekitar ketika menjelang
banjir. Sehingga penduduk dapat bersiapsiaga dengan cara
124 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

mengevakuasi diri beserta barang-barang berharga.


Kemudian ketika alat komunikasi semakin berkembang
dan memberikan kemudahan dalam berkomunikasi,
penduduk yang berada di dataran tinggi memberikan
kabar kepada penduduk yang tinggal di dataran rendah
bagian selatan untuk melakukan evakuasi sebelum banjir
datang. Pesan ini disampaikan ketika telah terjadi hujan
lebat dan debit air yang mengalir semakin meningkat di
daerah dataran tinggi utara.
Banjir yang terjadi pada tanggal 23 Februari 2009 tidak
diduga datangnya oleh masyarakat. Hujan deras yang
mengguyur selama tiga jam membuat Kali Kemuning
meluap. Sehingga ratusan rumah warga di Desa Pasean,
Panggung, Gunung Maddah dan Kecamatan Kota Sampang
terendam banjir. Mahmudi, 45 tahun, warga Jl. Delima,
Desa Pasean mengatakan bahwa air masuk ke rumah
penduduk pada jam 03.00 pagi. Sehingga sebagian warga
tidak dapat menyelamatkan perabot rumah tangganya. Ia
merasakan basah ketika tidur dan kemudian bangun untuk
segera mengevakuasi barang berharga karena air yang
masuk mencapai 10 cm. Banjir ini tidak diduga oleh warga
yang lainnya. Kejadian ini membuktikan bahwa pada tahun
2009 kewaspadaan dan penanganan bencana banjir oleh
warga dan pihak berwenang masih belum maksimal.
Ditambah dengan pernyataan Imam Solikin, warga Jl. Raya
Panggung yang rumahnya terendam banjir namun
kebingungan mencari tempat pengungsian dan bantuan
bencana (Koran Surya, 23 Februari 2009).
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 125

Seperti kejadian yang menimpa Bapak Mahmudi pada


banjir tahun 2009. Evakuasi yang dilakukan oleh penduduk
lokal adalah upaya penyelamatan yang dilakukan secara
mandiri. Ketika banjir datang penduduk menyelamatkan
barang-barang berharga di rumah. Namun ketika banjir
datang dengan cepat tidak banyak barang yang dapat
diselamatkan karena keselamatan nyawa adalah yang
paling utama (Wawancara Mahmudi, 07 Juni 2021).
Contoh evakuasi mandiri yang dilakukan ketika terjadi
banjir di Sampang adalah evakuasi oleh keluarga Bapak
Totok di Kelurahan Dalpenang. Pak Totok membangun
rumah yang tanahnya lebih tinggi 1 meter dari permukaan
jalan dengan tujuan air banjir tidak akan masuk halaman
rumah. Ketika akan terjadi banjir beliau memindahkan
mobilnya menuju tempat yang lebih tinggi sehingga tidak
terendam banjir. Jika ketinggian air semakin meningkat
maka beliau memindahkan mobilnya lagi ke tempat yang
lebih tinggi. Kemudian barang-barang berharga dalam
rumah dipindahkan ke lantai 2 sehingga tidak terendam
banjir. Namun bagi warga Dalpenang lainnya yang tidak
membangun rumah lantai 2, mereka mengungsi ke tempat
yang lebih tinggi seperti atap rumah atau wilayah lebih
tinggi yang tidak terdampak banjir (Wawancara Pak Totok,
09 Juni 2021).
Selain rumah penduduk terdapat lembaga-lembaga
negara seperti kantor desa dan sekolah. Ketika terjadi
banjir evakuasi yang pertama dilakukan adalah
menyelamatkan diri beserta dokumen-dokumen penting.
Namun barang-barang seperti komputer, meja dan kursi
126 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

tidak dapat diselamatkan karena kurangnya waktu untuk


evakuasi. Jadi bantuan bencana yang pertama kali
dilakukan oleh penduduk lokal adalah bantuan tenaga
untuk upaya evakuasi mandiri. Dengan bantuan tersebut
diharapkan dapat meminimalisir kerugian hingga korban
jiwa banjir Sampang. Rasa kemanusiaan dan kekeluargaan
mendorong masyarakat Sampang untuk saling gotong
royong melakukan evakuasi mandiri.

Gambar 5.1 Evakuasi banjir Sampang tahun 2017.


(sumber: Koleksi arsip BPBD Sampang 2017)

Sekolah beserta infrastuktur yang terendam banjir,


mengakibatkan kegiatan belajar mengajar diliburkan
hingga genangan banjir surut dan tidak ada bekas banjir.
Ketika banjir menjelang surut, petugas sekolah, guru dan
beberapa siswa melakukan kerja bakti membersihkan
sekolah dari lumpur yang dibawa banjir. Pada tahun 2021,
sejumlah siswa SMPN 6 Sampang melakukan kerja bakti
membersihkan sekolah dari sisa-sisa banjir. SMPN 6
Sampang terletak di Jalan Imam Bonjol menjadi sekolah
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 127

yang paling parah tergenang luapan air Kali Kemuning


pada tahun 2012. Sejumlah 12 kelas terendam banjir
setinggi 50 sentimeter, sedangkan halaman sekolah
terendam banjir setinggi 1 meter. Evakuasi yang dilakukan
oleh sekolah ini cukup tanggap, dengan dibuktikannya
bahwa tidak ada dokumen yang rusak karena sudah di
evakuasi ketika air mulai masuk (Radar Madura, 10 April
2012).

Gambar 5.2 Kerja Bakti di lingkungan SMPN 6 Sampang tahun 2012.


(sumber: Koleksi arsip koran DISARPUS Sampang)

Berbagai upaya evakuasi membuktikan bahwa gotong


royong menjadi nilai penting ketika bencana banjir
melanda Sampang. Gotong royong sebagai sistem sosial
merupakan suatu tatanan nilai yang diwujudkan dalam
kerja nyata bersifat tolong-menolong dalam kehidupan
berkeluarga, bertetangga dan komunitas. Dalam situasi
normal, sistem gotong royong sering mengalami
pelemahan dan kurang berfungsi dengan baik. Namun,
128 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

ketika terjadi musibah dan peristiwa bencana besar,


sistem sosial ini seperti kembali menemukan energinya.
Gotong royong merupakan kombinasi solidaritas dan kerja
sama dalam mengatasi masalah berat yang tidak mampu
diselesaikan secara individu (Rijanta, dkk, 2018: 4).

D. Bantuan Bencana oleh Pemkab Sampang


Selain bantuan bencana mandiri oleh masyarakat.
Terdapat juga bantuan bencana oleh pemerintah daerah.
Beberapa instansi pemerintahan di Sampang seperti
Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Sosial dan
Dinas Kesehatan turut memberikan bantuan untuk
masyarakat Sampang. Bantuan tersebut berbagai macam
bentuknya seperti sandang, pangan, tempat pengungsian
dan pelayanan kesehatan. Bantuan ini diberikan kepada
masyarakat untuk meringankan beban sebagai korban
banjir. Dengan adanya bantuan, diharapkan kebutuhan
pokok masyarakat dapat terpenuhi meskipun sedang
terjadi banjir. Karena banjir yang menggenangi rumah
membuat aktivitas warga terhenti. Lebih parah lagi ketika
banjir menggenang selama beberapa jam hingga beberapa
hari. Maka bantuan oleh pemerintah akan sangat
bermanfaat bagi korban banjir Sampang. Namun tidak
semua bantuan tersebut tersalurkan kepada masyarakat,
beberapa faktor yang menyebabkannya adalah pembagian
bantuan yang tidak merata dan terbatasnya jumlah
bantuan.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 129

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sampang


berdiri dari cikal bakalnya yaitu Satuan Tugas Penanganan
Banjir (SATGAS PB) yang didirikan untuk menangani
masalah bencana bencana banjir di Kabupaten Sampang
yang rutin terjadi tiap tahun dimusim penghujan. Pada
tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Sampang mulai
menyusun draft Perda tentang organisasi pelaksana
Penanggulangan Bencana, yang kemudian disahkan
melalui Peraturan Daerah Kab. Sampang Nomor 04 Tahun
2010 tentang Organisasi tata kerja Lembaga lain
Kabupaten Sampang yang didalamnya berisi
pembentukan Badan Penanggulangan bencana daerah
(BPBD), selanjutnya Uraian tugas dan fungsinya diatur
dalam Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2010 tentang
Uraian tugas Sekretariat dan Seksi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Sampang. Dan pada tanggal 9
Agustus 2011 Bupati Sampang melantik Pejabat Struktural
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Sampang, yang saat ini Kantor BPBD berlokasi
di Jl. Kusuma Bangsa Sampang No. 24.8
Bantuan untuk bencana alam banjir Sampang oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah diantaranya
adalah bantuan evakuasi dan penyaluran bantuan pokok
bagi korban banjir. Adakalanya bantuan tersebut tidak
tersampaikan karena arus banjir yang deras sehingga
perahu karet evakuasi tidak dapat melintas.

8
Dikutip dari laman resmi bpbd.sampang.go.id, pada tanggal 27 Juni
2021.
130 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Selain korban manusia, korban material dalam sektor


ekonomi juga terdampak oleh banjir. Petani adalah satu
dari beberapa sektor pekerjaan yang menjadi korban
banjir. Akibat banjir, petani padi di Sampang yang menjadi
korban mengalami gagal panen karena terendam air.
Karena banjir tersebut petani mengalami kerugian dan
pada akhirnya akan berdampak terhadap kondisi ekonomi
para petani. Dalam koran tertanggal 7 Maret 20099,
dijelaskan bahwa banjir yang melanda Sampang membuat
para petani mengalami kerugian ratusan juta. Padi yang
sudah menguning dan siap panen dalam beberapa minggu
kedepan harus dipanen dini. Daerah yang tergenang banjir
adalah wilayah Kecamatan Sampang Kota seperti Desa
Panggung, Tanggumong, Pangilen, Paseyan, Dalpenang,
Kelurahan Gunung Sekar, Kelurahan Rongtengah dan
Kelurahan Banyuanyar. Misli, warga Banyuanyar
memanen dini padinya karena jika tidak segera dipanen
kerugian akan bertambah besar.

Gambar 5.3 Petani yang memanen dini sawahnya.


(sumber: Koleksi arsip koran DISARPUS Sampang)

9
Koran Kliping Pemerintah Kabupaten Sampang, 7 Maret 2009.
Dengan judul “Petani Merugi Panen Dini”.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 131

Para petani yang menjadi korban banjir Sampang


mengalami kerugian dan mengalami kesulitan dalam
mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk bulan Maret
2009. Menurut Dinas Pertanian Sampang, banjir pada
bulan Desember 2008 merugikan lahan sekitar 19,6
hektar. Sementara banjir pada awal Maret 2009 meningkat
hingga 93 hektar. Puluhan hektare lahan tersebut telah
didata oleh Dinas Pertanian agar mendapatkan bantuan
berupa benih baru dari Pemprov Jatim. Seorang petani
bernama Hasan yang berasal dari Kelurahan Panggung,
Kecamatan Sampang mengaku khawatir bantuan tidak
datang karena ia berencana akan menanam ulang (Harian
Bangsa, 28 Maret 2009).
Banjir kembali merugikan petani padi pada tahun
2015. Salah satu korban banjir bernama Sonhaji, petani
Desa Panggung mengaku mengalami kerugian puluhan
juta akibat banjir setinggi kaki orang dewasa menggenangi
sawahnya. Ia mengharapkan bantuan dari Pemkab
Sampang agar menekan seminim mungkin kerugian petani
(Kabar Madura, 25 Maret 2015).
Selain masalah perekonomiaan muncul juga masalah
kesehatan, terutama pada pencernaan, pernapasan, dan
kulit. Data yang dihimpun oleh MLHPB (Majelis Lingkungan
Hidup dan Penanggulangan Bencana) pada bulan februari
2016 saat mendirikan posko di kelurahan Dalpenang dan
Rongtengah, menyatakan sebanyak 35.4 % masyarakat
menderita leptospirosis, 60. 3 % masyarakat menderita
pioderma (penyakit yang menyerang kulit disebabkan oleh
Staphylococcus) atau koreng, dan 4.3 % sisanya menderita
132 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran kemih, dan diare.


Disamping itu, distribusi obat-obatan dan logistik saat
bencana kurang maksimal, ditandai dengan adanya
beberapa penduduk yang tidak mendapat bantuan obat-
obatan dan logistik tersebut (Wibowo, 2017: 120).
Bantuan bencana lainnya berupa obat-obatan dan
pelayanan kesehatan oleh Puskesmas tiap Desa di
Sampang. Banjir yang menggenangi beberapa daerah di
Sampang telah bercampur dengan berbagai material yang
berbahaya bagi tubuh manusia. Sehingga mengakibatkan
berbagai penyakit seperti DBD hingga Leptospirosis. Kasus
DBD meningkat lebih tinggi pada masa peralihan dari
musim kemarau ke hujan. Hal ini dikarenakan pada masa
peralihan pertama masih banyak hujan dan sisa air yang
menggenang. Sehingga mengancam penyebaran penyakit
menular melalui air. Musim hujan berkepanjangan
tersebut menyebabkan terjadinya epidemik diare
sepanjang tahun (Nugroho, dkk, 2020: 21). Maka dari itu,
korban bencana banjir harus mendapatkan bantuan
bencana berupa obat-obatan dan pelayanan kesehatan
secara tepat.
Leptospirosis menjadi penyakit yang dialami oleh
Korban Banjir Sampang. Penyakit ini timbul akibat air
banjir yang menggenang bercampur dengan kotoran tikus.
Perlu dilakukan penanganan dan pencegahan terhadap
penyakit ini. Masyarakat Sampang yang menjadi korban
banjir harus mendapatkan obat Antibiotik dan Penisilin
untuk menghilangkan infeksi. Setelah penanganan,
kemudian harus dilaksanakan pencegahan dengan cara
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 133

penyuluhan terhadap bahaya penyakit yang dapat


ditimbulkan akibat bencana banjir. Contohnya pada
penyakit leptospirosis ini yang harus dicegah dengan cara
mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan, sepatu
boot, dan pelindung mata saat terjadi kontak dengan
banjir. Pencegahan dilakukan agar masyarakat Sampang
bisa lebih siap jika banjir datang secara tiba-tiba.
Bantuan bencana Banjir di Kabupaten Sampang juga
berupa penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat.
Contohnya adalah Postaga (Posyandu Tanggap Bencana).
Postaga merupakan opsi yang tepat untuk meningkatkan
status kesehatan pada masyarakat beresiko tinggi
terdampak bencana seperti contohnya pada kejadian
banjir di Sampang. Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang,
melalui Poskesdes yang telah dibentuk, mempunyai
program- program terkait untuk meningkatkan derajat
kesehatan, namun upaya-upaya terkait dengan preventif,
promotif dan rehabilitatif pada setiap fase bencana masih
belum terbentuk. Postaga ini melibatkan masyarakat
secara aktif dan efektif dalam upaya-upaya pencegahan
dan penanggulangan bencana karena kader yang dibentuk
mengetahui karekteristik demografi dan kearifan lokal
pada masyarakat di daerah terdampak bencana. Maka dari
itu, Postaga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian
penyakit yang sering muncul pada saat bencana (Wibowo,
2017: 121).
Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan oleh
Postaga dalam upaya mencegah penyakit yang diakibatkan
oleh bencana banjir di Kabupaten Sampang adalah
134 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

pembentukan Kader Postaga, penyuluhan bencana banjir,


perilaku hidup bersih dan sehat, dan pengenalan obat
herbal. Diharapkan melalui upaya yang telah dilakukan
oleh Postaga dapat meminimalisir penyebaran penyakit
yang muncul akibat bencana banjir di Kabupaten Sampang.

E. Kerjasama Pemuda Sampang dan Pihak Swasta


Karang Taruna adalah organisasi yang turut
membantu penanganan banjir. Bantuan yang diberikan
oleh Karang Taruna berupa finansial dan tenaga. Setiap
banjir melanda, Karang Taruna selalu siap siaga apabila
dibutuhkan tenaganya untuk memasak ataupun
pendistribusian bantuan bencana. Bantuan yang mengalir
bukan hanya sebatas dari pemerintah dan juga organisasi
diluar pemerintah seperti yang disebutkan di atas.
Perusahaan juga turut terjun membantu masyarakat saat
bencana banjir melanda. Telkomsel merupakan salah satu
perusahaan yang pernah memberikan bantuan pada saat
banjir terjadi. Bantuan yang diberikan yaitu berupa nasi
kotak. Setelah banjir masyarakat terkadang mendapatkan
bantuan bahan makanan seperti sarden, mie instan dan
sejenisnya. Bagi korban bencana banjir bantuan tersebut
sangatlah berguna dan membantu untuk bisa bertahan
hidup saat banjir belum surut.
Pada tanggal 28 Februari 2016 Dinas Sosial Jawa Timur
memberikan bantuan bagi korban banjir di Kabupaten
Sampang untuk penanganan tanggap darurat senilai Rp.
196.583.050. Bantuan tersebut terdiri dari sekitar 15 jenis
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 135

barang, diantaranya adalah paket lauk pauk berupa


sarden, kecap, minyak goreng 700 paket, mie instan 3500
kardus, makanan anak/biskuit 400 paket, sandang 48
paket, tenda keluarga 2 unit, tenda gulung 50 lembar,
pelampung 25 unit, family kit 36 lembar, kids ware 24
lembar, food ware 25 lembar, matras 300 lembar, selimut
300 lembar, 1000 paket bantuan HTT, 1 unit mobil dapur
umum, 1 unit motor tril dan 3 buah perahu fiber.
(kominfo.jatimprov.go.id. 1 Maret 2016)
Bantuan yang telah diberikan oleh Dinas Sosial Jawa
Timur tersebut telah diterima oleh Pemda Sampang dan
disalurkan kepada para korban banjir Sampang. Namun
tidak terdapat keterangan cakupan wilayah distribusi
bantuan tersebut. Menteri Sosial, Khofifah Indar
Parawansa juga meninjau lokasi banjir dan meninjau
keadaan di dapur umum posko bencana banjir Sampang.
Beberapa siswa dan guru SMAN 1 Sampang turut serta
memberikan bantuan pada saat banjir yang terjadi pada 2
Mei 2019. Bantuan yang diberikan berupa makanan dan
minuman bagi masyarakat sekitar yang menjadi korban
banjir. Siswa dan guru yang menjadi relawan menyiapkan
bersama-sama bahan untuk bantuan dan kemudian
membagikannya secara acak. Daerah yang dituju adalah
sekitar Monumen Trunojoyo dan rumah-rumah warga di
sekitar Gunung Sekar hingga Rongtengah. Namun ada
beberapa warga yang menyayangkan pembagian bantuan
tersebut, karena daerah sekitar Monumen Trunojoyo
bukan tempat yang parah terdampak banjir. Disekitar
Monumen lebih banyak orang dewasa hingga anak-anak
136 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

yang sedang bermain-main dengan banjir malah


mendapatkan bantuan. Sedangkan masih ada tempat lain
yang lebih parah tergenang banjir namun malah tidak
mendapat bantuan pokok.

Gambar 5.4 Pembagian bantuan bencana berupa makanan dan


minuman oleh Pecinta Alam SMAN 1 Sampang di daerah Monumen
tahun 2019.
(sumber: koleksi foto Pecinta Alam SMAN 1 Sampang)

Dalpenang adalah desa di Kecamatan Sampang yang


terdampak pertama kali dan paling parah dibandingikan
dengan daerah lainnya di Sampang. Menurut Abdul Wakil
petugas SMKN 1 Sampang dan sebagai warga Dalpenang,
bantuan untuk korban ketika banjir di Desa Dalpenang
jarang didapatkan. Hal ini dikarenakan aliran banjir yang
deras sehingga perahu yang membawa bantuan tidak
dapat menyusuri Dalpenang.
Ketika banjir datang warga hanya bisa berdiam diri di
rumah masing-masing. Bantuan pokok yang diberikan
tidak tentu waktunya. Pernah bantuan pokok seperti beras
dan minyak goreng baru diberikan ketika banjir sudah lama
hilang dan bantuan tersebut baru diberikan sekitar 2 bulan
setelah banjir. Namun bantuan juga pernah diberikan
ketika banjir tidak parah, bantuan tersebut berupa tiga mie
instan, gula 1 kilogram dan beras. Bahkan pernah ketika
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 137

banjir menggenang, Pak Wakil terpaksa harus memasak air


banjir sebagai air minum, karena tidak memiliki persediaan
air bersih yang banyak. Air tersebut diambil dari bagian
belakang rumah, kemudian diendapkan hingga lumpurnya
turun, jika dirasa sudah bersih air akan dimasak hingga
matang (Wawancara Abdul Wakil, 09 Juni 2021).

F. Dapur Umum
Dapur umum adalah tempat untuk menyiapkan dan
menyediakan konsumsi bagi korban bencana alam. Dapur
umum biasa didirikan oleh petugas penanganan korban
bencana ataupun relawan. Di Sampang, terdapat dua
dapur umum yaitu yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
melalui Dinas Sosial dan dapur umum yang didirikan
masyarakat di berbagai titik. Syarat pendirian hingga lokasi
pendirian dikelola oleh Dinas Sosial. Posko Tagana berada
di Dinas Sosial, kemudian Tagana juga memberikan
bantuan tenaga di beberapa dapur umum yang tersebar.
Selain itu petugas yang berpartisipasi juga berasal dari
pegawai pemerintahan, Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Sampang, relawan yang berasal dari masyarakat
hingga organisasi pelajar.
Tercatat pada 11 Oktober 2012, dijelaskan bahwa
pengungsi korban Banjir Sampang masih belum bisa
memanfaatkan bantuan bencana. Hal ini disebabkan
karena belum adanya dapur umum sebagai ruang untuk
memanfaatkan bantuan tersebut. Bantuan beras, minyak
goreng, mie instan, sarden dan kebutuhan pokok lainnya
138 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

yang menumpuk tersebut berasal dari para dermawan.


Muadz, seorang relawan banjir sudah beberapa kali
meminta agar didirikan dapur umum namun oleh
pemerintah diarahkan ke dapur Tagana. Sedangkan
menurut Kepala Pelaksana BPBD Imam Sanusi, pengkajian
dapur umum oleh relawan masih dikaji apakah perlu
didirikan atau tidak (Radar Madura, 11 Oktober 2012).
Seiring bertambahnya waktu penanganan bencana
banjir mulai terlaksana dengan baik dan terstrktur. Dapur
Umum dikelola oleh Dinas Sosial Sampang. Dinas Sosial
akan berkoordinasi dengan BPBD Sampang dengan
menunggu informasi dari Tim Reaksi Cepat Bencana milik
BPBD. Tim ini memeriksa ketinggian air di wilayah pengirim
air untuk memprediksi ketinggian banjir di Kecamatan
Sampang. Setelah mengetahui ketinggiannya, tim Reaksi
Cepat Bencana melaporkan hasilnya kepada Pemkab
untuk diproses dan berkoordinasi dengan Dinas Sosial.
Terdapat batasan khusus bagi syarat pendirian Dapur
Umum bagi korban bencana banjir (Wawancara Bapak
Imam, 07 Juni 2021).
Menurut Kasi Kebencanaan Dinas Sosial Bapak Imron
apabila banjir yang melanda sudah setinggi lutut di daerah
Monumen Trunojoyo maka Dinas Sosial akan segera
membuka Dapur Umum guna memproduksi bantuan yang
akan didstribusikan berupa nasi bungkus. Jika ketinggian
air banjir berada dibawah lutut orang dewasa maka Dapur
Umum tidak akan didirikan, karena dianggap warga masih
dapat melakukan aktifitas.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 139

Gambar 5.5 Dapur Umum Tagana banjir Sampang.


(sumber: koleksi arsip peneliti)

Bantuan yang dibagikan oleh Dapur Umum adalah nasi


bungkus, mie goreng, sayuran, telur, tahu, tempe dan air
minum. Menurut Kasi Kebencanaan lauk dari nasi bantuan
banjir dipilih berdasarkan kecepatan dan banyaknya yang
bisa dibuat. Maksudnya lauk yang dipilih adalah yang cepat
dimasak atau praktis dan juga dalam jumlah yang banyak
karena pada saat banjir yang dibutuhkan reaksi cepat
bukan masalah rasa. Nasi bantuan yang dibuat oleh Dinas
Sosial dibagikan oleh TAGANA, relawan dan juga pihak
lainnya yang bersedia membantu.

Gambar 5.6 Posko Tagana Kabupaten Sampang.


(sumber: koleksi arsip Dinas Sosial)
140 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Pada tahun 2021 Dapur Umum telah banyak didirikan


di beberapa titik. Dapur umum tersebut juga telah
diadakan selama beberapa tahun sebelumnya di tempat
yang sama. Dapur Umum tersebut dikelola oleh Dinas
Sosial Sampang. Tercatat beberapa titik pendiriannya
adalah di Pendopo Wakil Gubernur Sampang, Rumah
Ustad Abdul Rohman, Jl. Merapi (Syamsul Arifin), PMI,
Jalan Suhadak (Sukarjo), Desa Kamoning (Taufik Kades),
Desa Tanggumong (Katar) dan Desa Banyumas Kades.
Beberapa Dapur Umum tersebut memiliki radius
pendistribusiannya sendiri, sehingga semua korban banjir
bisa mendapatkan bantuan.
Tabel 5.1 Lokasi Pendistribusian Bantuan Nasi Bungkus (DU) untuk
korban banjir Kabupaten Sampang tahun 2021.
No Lokasi Dapur Umum Lokasi Pendistribusian
Jl. Pemuda Bahari
Kajuk Laok
PP. Darul Faizin
Jl. Pemuda Satria
1 Pendopo Wagub Sampang
Jl. Pemuda Baru
Jl. Pemuda
PP. At-Tanwir
Jl. Makmur
Jl. Melati
Jl. Mawar
Jl. Kenanga
2 (UST Abd. Rohman)
Jl. Cempaka
Jl. Seruni
Kamboja
Jl. Pajudan
Jl. Semeru
Jl. Wilis
3 Jl. Merapi (Syamsul Arifin)
Jl. Lawu
Jl. Kerinci
Jl. Bahagia
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 141

Jl. Sejahtera
Jl. Keramat Agung
Jl. Garuda
Jl. Delima
Jl. Kenari
4 PMI
Jl. Aji Gunung
Jl. Teuku Umar
Jl. Rajawali Baru
Jl. Imam Bonjol
Jl. Suhada’
5 Suhadak (Sukarjo) Pangarangan
Jl. Panglima Sudirman
Teratai
Desa Kamoning (Taufik
6 Ds. Kamuning
Kades)
7 Desa Tanggumong (Katar) Ds. Tanggumong
8 Desa Banyumas (Kades) Ds. Banyumas
(sumber: Surat edaran pendistribusian nasi bungkus Dapur Umum
oleh Dinas Sosial Kabupaten Sampang)

Alur pendistribusian bantuan bencana berupa


makanan oleh Dapur Umum pada tahun 2021 mencakup
banyak wilayah yang terdampak banjir. Pendataan secara
rinci telah dilakukan sehingga upaya distribusi bantuan
bencana berupa nasi bungkus tersebut dapat tersalurkan
dengan tepat. Jika dibandingkan dengan tahun 2012
sebelumnya, prosedur dan pelaksanaan pendistribusian
bantuan banjir oleh Dapur Umum Pemerintah Kabupaten
Sampang sudah lebih baik dengan dibuktikannya
pelayanan yang semakin terstruktur dan merata.
Pelaksanaan kegiatan Dapur Umum tersebut juga
mendapatkan bantuan dari warga maupun relawan
bencana banjir.
142 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Daftar Rujukan
Achmad Faisol. 31 Juli. 2021. Komunikasi Personal.
bpbd.sampangkab.go.id. Website resmi BPBD Sampang,
diakses pada 27 Juni 2021.
Cahyaningrum, Gita Ayu. 2020. Bencana Banjir di Pulau
Madura 1875 – 1940. Surabaya: Pustaka Indis.
Koran Harian Bangsa, 28 Maret 2009, halaman 29.
Koran-koran Kliping DISARPUS Kota Sampang.
Koran Kliping Pemerintah Kabupaten Sampang, 7 Maret
2009 bertajuk “Petani Merugi Panen Dini”
Koran Surya – Sampang, halaman 7, tanggal 23 Februari
2009.
Koran 11 Oktober 2012, bertajuk “Pengungsi Belum Bisa
Nikmati Bantuan”
kominfo.jatimprov.go.id. “Banjir Sampang, Dinsos
Salurkan Bantuan Senilai Rp. 196,5 Juta”. Website
resmi Kominfo A Bantuan tersebut telah diterima
oleh Pemda Sampang Jawa Timur, diakses pada 18
Agustus 2021.
Nugroho, Sigit Sapto, dkk. 2020. Hukum Mitigasi Bencana
di Indonesia. (Ed. Muhammad Tohari). Klaten:
Lakeisha.
Rijanta, R., dkk. 2018. Modal Sosial dalam Manajemen
Bencana. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Surat edaran pendistribusian nasi bungkus (Dapur Umum)
oleh Dinas Sosial Kabupaten Sampang.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 143

Sahilala, Ischa Mabruris, dkk. 2015. Tata Kelola Distribusi


Bantuan Logistik Korban Bencana Alam (Studi
Empiris pada Bencana Banjir di Kabupaten
Bojonegoro). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3,
No. 5, Hal. 812-817.
Wibowo, A. Nugroho. 2017. Peran Postaga dalam
Pemberdayaan Kesiapsiagaan Masyarakat
Dalpenang Sampang. Jurnal Aksiologiya: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 1, No. 2,
Agustus 2017 Hal. 119-125.
Waki. 09 Juni 2021. Komunikasi Personal.
144 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

BAGIAN VI
Mitigasi Banjir

Achmad Faisol Hadi


Ronal Ridhoi

Mitigasi banjir merupakan langkah atau tindakan yang


dilakukan entah itu oleh penduduk itu sendiri ataupun
pemerintah guna mengurangi dampak atau risiko dari
bencana banjir. Banjir di Sampang sudah sangat sering
bahkan sudah terjadi sejak masa kolonial yaitu sekitar
tahun 1870an yang dibuktikan dengan koran terbitan
pemerintah kolonial Belanda pada saat itu. Banjir yang
sudah sangat sering terjadi di Sampang bahkan seperti
memiliki identitas tersendiri, karena apabila kita menyebut
nama Sampang yang teringat pasti adalah banjir karena
saking identiknya kabupaten ini dengan banjir. Oleh
karena sudah lamanya Sampang dilanda banjir, maka
banyak pula upaya mitigasi yang dilakukan entah oleh
masyarakat ataupun pemerintah yang ada. Bahkan juga
muncul upaya mitigasi melalui kearifan lokal dalam banjir
yang mungkin hanya ada di Kabupaten Sampang. Berikut
beberapa upaya mitigasi yang dilakukan untuk
menghadapi banjir di Sampang.

A. Mitigasi Melalui Kearifan Lokal Masyarakat Sampang


Kearifan lokal adalah pandangan hidup, pengetahuan
dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 145

yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab


berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka
(Njatrijani, 2018:2). Kearifan lokal merupakan hasil
pemikiran dari suatu komunitas masyarakat tertentu
dalam menghadapi suatu permasalahan yang diperoleh
melalui pengalaman masyarakat berdasarkan nilai-nilai
masyarakat setempat dan belum tentu hal tersebut
dialami oleh masayarakat lainnya.
Pada saat banjir melanda hal yang paling diusahakan
oleh warga terdampak banjir adalah bagaimana caranya
agar barang-barang yang penting menurut mereka seperti
sertifkat rumah, ijazah, akta kelahiran, kasur, baju dan
perabotan penting lainnya tidak terkena oleh air banjir
karena apabila terkena air banjir entah sedikit maupun
banyak kemungkinan akan rusak entah itu membekas
ataupun rusak. Oleh karena itu para warga mengusahakan
untuk menaruh barang barang penting mereka di tempat
yang lebih tinggi agar air banjir tidak mengenai barang
tersebut. Dari hal tersebut muncul kearifan lokal dari
masyarakat Sampang sebagai upaya mitigasi dalam
menghadapi banjir utamanya melindungi barang-barang
penting mereka.
Mitigasi melalui kearifan lokal yang dilakukan
masyarakat Sampang belum tentu ada di daerah lainnya
dikarenakan perbedaan kebiasaan, latar belakang, wilayah
dan sejenisnya. Contohnya kebiasaan antara masyarakat
Surabaya dan Madura cukup berbeda padahal antara
kedua daerah tersebut secara geografis cukup dekat akan
tetapi berbeda latar belakang dan kebiasaan. Berikut jenis
146 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

kearifan lokal dari masyarakat Sampang dalam


menghadapi banjir:

1. Feeling Masyarakat Sampang, “Hawa Banjir”


Banjir sudah sangat sering melanda Kota Sampang
bahkan pernah dalam setahun terjadi kurang lebih 21 kali
banjir. Hal tersebut menjadi wajar apabila Sampang identik
dengan slogannya sendiri yaitu “Sampang Bahari” yang
oleh masyarakat setempat diplesetkan menjadi Sampang
banjir setiap hari. Bahkan terkait banjir tersebut terdapat
warga lokal yang membuat lagu dengan judul Sampang
Banjir Pole (Sampang Banjir Lagi) yang apabila kita maknai
ke dalam bahasa Indonesia lirik tersebut merupakan kritik
sosial yang dikemas dengan lagu bergenre komedi. Lagu
tersebut cukup viral bukan hanya di Madura akan tetapi
se-Indonesia karena selain lagunya easy listening juga
diviralkan oleh influencer dari Madura sendiri yaitu Tretan
Muslim.
Sering banjirnya Sampang membuat para warga yang
langganan terdampak banjir memiliki feeling yang kuat
apabila akan terjadi banjir. Biasanya sehari sebelum banjir
melanda kebanyakan orang sudah merasakan bahwa akan
banjir walaupun belum ada kabar pastinya. Bagaimana
warga bisa tahu? Para warga yang sering terdampak banjir
satu hari sebelum banjir atau malam hari apabila banjirnya
datang pagi biasanya telah merasa ada yang berbeda dari
cuaca biasanya. Semisal contoh dari dinginnya cuaca yang
tidak seperti biasanya dan juga angin yang berbeda dari
biasanya. Pada saat merasakan hal tersebut warga
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 147

biasanya akan mengucapkan cuaca yang ia rasakan ke


warga lainnya dengan mengucap kalimat “seperti
cuacanya banjir” atau dalam bahasa Madura biasa
diucapkan “engan cuaca nah banjir”. Setelah
mengucapkan kalimat tersebut dan warga lainnya juga
menyetujui maka ada kemungkinan akan datangnya
banjir. Walaupun hal tersebut tidak selalu benar karena
memang hanya mengandalkan perasaan akan tetapi tidak
bisa dipungkiri hal tersebut sering terjadi.

Mungkin benar jika ada pepatah akan bisa karena


terbiasa, maksudnya saking seringnya orang Sampang
dilanda banjir, baik besar maupun kecil hingga mereka bisa
memiliki feeling yang kuat apabila akan terjadi bencana
banjir. Feeling masyarakat ini termasuk mitigasi kearifan
lokal karena hanya masyarakat yang sering mengalami
banjir saja yang bisa merasakan hal tersebut dan juga pada
saat merasakan hal itu para warga mulai bersiap dengan
kemungkinan yang ada termasuk apabila akan dilanda
banjir.

2. Brenggongan dan Kentongan sebagai EWS Lokal


Brenggongan merupakan benda yang terbuat dari
kayu yang memiliki ukuran cukup tinggi dan benyuknya
mirip seperti tangga. Brenggongan ini menjadi salah satu
bentu upaya mitigasi kearifan lokal yang ada di Sampang
karena digunakan sebagai pengukur dalam memantau
tinggi rendahnya air banjir dan juga cepat atau lambatnya
air naik. Brenggongan yang terbuat dari kayu pada
umumnya memiliki tinggi sekitar 2 meter sehingga sangat
148 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

memungkinkan untuk digunakan memantau


perkembangan air banjir (lihat gambar 6.1).

Gambar 6.1. Brenggongan di depan rumah warga Kelurahan


Dalpenang.
(sumber: dokumentasi pribadi peneliti, 2021)

Biasanya setelah memantau perkembangan air banjir


dengan menggunakan brenggongan akan terlihat cepat
atau lambatnya air naik dan juga tinggi rendahnya air. Pada
saat air terasa naik dengan cepat maka kentongan akan
dibunyikan sebagai tanda bahwa banjir yang melanda
kemungkinan akan besar dan warga diminta untuk bersiap
siap mengamankan barang-barang yang dianggap
berharga. Kentongan bukan hanya sebagai tanda apabila
ada maling akan tetapi di Sampang juga digunakan sebagai
salah satu upaya mitigasi lokal sebagai tanda bahwa akan
ada banjir yang melanda. Brenggongan sebenarnya bukan
hanya bisa digunakan untuk memantau perkembangan air
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 149

tapi juga bisa digunakan sebagai penyangga agar bisa


meletakkan barang-barang yang dianggap berharga di
tempat yang lebih tinggi agar tidak terkena air banjir.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan
berkembangnya zaman brenggongan dan kentongan
sudah tidak digunakan lagi sebagai tanda untuk memantau
ketinggian air banjir ataupun tanda peringatan banjir
karena informasi saat ini lebih mudah didapat yang juga
didukung oleh info melalui BPBD yang biasanya dibagikan
melalui WA yang isinya biasanya prediksi daerah yang
terdampak, puncak air yang masuk dan juga waktu surut.
Terkadang juga terdapat mobil BPBD yang berkeliling ke
daerah rawan banjir guna mengumumkan bahwa
kemungkinan akan ada banjir yang melanda didaerah
tersebut dan BPBD meminta warga untuk bersiap siaga.
Pada saat ini brenggongan atau biasa disebut
brenggong biasa digunakan oleh kuli sebagai pijakan untuk
mengecat bagian atas yang tidak terjangkau atau bisa
dibilang sebagai pengganti tangga yang masih banyak
digunakan hingga saat ini. Kentongan juga masih
digunakan sebagai pertanda bahaya di dalam kampung
walaupun tidak terlalu banyak dan peringatannya bukan
tentang banjir melainkan apabila ada maling dan
sejenisnya. Selain itu kentongan juga digunakan oleh
penjual nasi goreng sebagai penanda bahwa tukang nasi
goreng lewat.
150 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

3. Ra’para’an atau Paray


Pada dasarnya ra’para’an atau paray ini sama-sama
merupakan tempat yang dibuat dibawah atap dan
umumnya di atas dapur yang di masa lalu biasanya
digunakan untuk meletakkan atau mennyimpan barang
seperti kayu bakar, hasil pertanian (padi, palawija, jagung),
alat dapur ataupun bahan logistik yang pada hakikatnya
letaknya berada di atas. Hal yang membedakan antara
ra’para’an dan paray adalah dari lokasinya, maksudnya
warga yang menyebut paray biasanya warga yang
tinggalnya di Kelurahan Rongtengah sedangkan yang
menyebut dengan sebutan ra’para’an tinggal di Kelurahan
Dalpenang.

Gambar 6.2. Ra’para’an di salah satu rumah warga Kelurahan


Dalpenang
(sumber: dokumentasi pribadi peneliti, 2021)

Seiring berjalannya waktu ra’para’an atau paray ini


menjadi kearifan lokal karena dimanfaatkan oleh banyak
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 151

orang yang rumahnya tergenang oleh air untuk


meletakkan barang-barang yang mereka anggap penting
(lihat gambar 6.2). Sudah menjadi hakikat manusia pada
saat mereka sedang terdesak yang dalam hal ini sedang
dilanda bencana banjir insting dan kreativitas seseorang
cenderung akan meningkat karena mereka akan berusaha
semaksimal mungkin untuk meminimalisir dampak dari
banjir yang dialami.
Pemanfaatan ra’para’an atau paray ini di dua
kelurahan tersebut berbeda. Ra’para’an pada saat banjir
oleh warga Dalpenang digunakan untuk menyimpan
barang seperti berkas-berkas penting seperti ijazah,
sertifikat, pakaian dan benda berharga lainnya bukan
untuk menyimpan logistik. Sedangkan di kelurahan
Rongtengah paray pada saat banjir biasa digunakan untuk
meletakkan barang barang berharga seperti berkas
penting dan yang utamanya adalah bahan makanan
seperti mie instan, makanan cepat saji atau makanan
lainnya.
Perbedaan penggunaan tersebut sepertinya terjadi
dikarenakan beberapa hal seperti berbedanya kebiasaan
antara penduduk Rongtengah dan Dalpenang, perbedaan
lokasi dan juga perbedaan latar belakang masyarakat
Rongtengah dan Dalpenang. Penggunaan ra’para’an saat
ini telah berkembang dari sebelumnya karena banyak
rumah atau bahkan sekolah yang di bagian atas rumahnya
dibangun ra’para’an dengan ukuran yang lebih panjang
dan lebih modern sebagai tempat menyimpan barang yang
dianggap berharga apabila banjir melanda. Rumah
152 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

ataupun sekolah yang membangun ra’para’an dengan


lebih modern terletak di Kelurahan Dalpenang.
4. Penyanggeh
Pada saat mulai terdengar kabar banjir otomatis
masyarakat akan mulai bersiap-siap dengan membereskan
barang yang dianggap penting atau berharga ke tempat
yang lebih tinggi. Akan tetapi terdapat barang penting
yang tidak bisa diamankan ke tempat yang lebih tinggi
entah karena berat ataupun tidak ada tempat lagi seperti
kasur, kursi, sofa, lemari, meja dan lain lain. Barang-
barang tersebut apabila terkena air banjir maka akan
berefek entah itu sedikit ataupun banyak. Oleh karenanya
dibutuhkan mitigasi untuk mengamankan barang barang
seperti itu, dan tiang penyanggeh adalah solusinya.
Penyanggeh merupakan salah satu kata dari bahasa
Madura yang apabila dalam bahasa Indonesia bisa disebut
penyangga. Apabila mendengar kabar akan banjir maka
sesegera mungkin warga melakukan mitigasi awal dengan
meninggikan barang-barang yang tidak bisa diamankan
dengan mengganjal barang barang tersebut entah dengan
batu bata ataupun kayu. Contohnya ranjang yang berisi
kasur diganjal setiap sisinya menggunakan batu bata pada
umumnya sebanyak 3-5 batu guna meninggikan barang
tersebut agar terhindar dari air banjir. Hal tersebut berlaku
sama untuk barang-barang berat lainnya seperti kursi,
sofa, lemari, meja dan perabot lainnya.
Penyanggeh yang digunakan oleh masyarakat
bermacam-macam bentuknya bukan hanya batu dan kayu
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 153

contohnya di beberapa rumah ditemukan ranjang yang


kaki setiap sisinya dimasukkan kedalam sebuah bak
ataupun tempat cat lantas setelah itu disemen. Hal ini yang
membuat ranjang bisa lebih tinggi secara permanen
sekitar 0,5 m hingga 1 m. Banjir juga menjadi salah satu
alasan kenapa banyak orang memilih untuk tidak
menggunakan kursi sofa bahkan tidak menggunakan kursi
sama sekali untuk menghindari keribetan saat banjir
melanda. Di daerah Rongtengah sendiri khususnya di Jalan
Makmur cukup banyak ditemui warga yang menggunakan
kursi kayu dengan busa pasangan sehingga saat terjadi
banjir mereka tinggal melepas busa tersebut dan
membiarkan kayunya terendam.
Penyanggeh memang bisa dibilang efektif sebagai
upaya mitigasi banjir awal karena memang bisa menunda
dan mengurangi risiko barang seperti lemari, kasur, dan
kursi terkena air banjir. Barang yang terkena air banjir pasti
akan terdampak minimal membekas air dalam waktu yang
lama bahkan hingga bertahun-tahun apabila tidak di cat
ulang. Efek lain air banjir apabila merendam barang dari
kayu yang kurang bagus akan menimbulkan kerusakan.
Contohnya, menurut salah seorang warga Kelurahan
Rongtengah yang langganan banjir, ia mengatakan bahwa
beberapa barangnya yaitu lemari baju dan meja TV rusak
karena terkena air banjir. Barang yang telah terkena air
banjir tersebut menjadi tumbuh jamur, mengeluarkan bau
tidak sedap dan juga mudah keropos sehingga rusak dan
tidak bisa dipakai kembali.
154 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

5. Loteng
Loteng atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal
dengan tingkat (bangunan lantai 2), merupakan upaya
mitigasi yang paling umum dilakukan oleh warga yang
daerahnya rawan banjir. Mitigasi dengan membangun
loteng ini biasanya digunakan oleh warga dengan strata
ekonomi menengah ke atas karena memang dalam
membangun loteng ini membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Sehingga, untuk warga dengan strata ekonomi
menengah ke bawah kebanyakan memilih untuk tidak
membangun loteng. Pembangunan loteng ini mulai banyak
dilakukan sekitar tahun 2010 hingga setelahnya karena di
atas tahun tersebut hampir setiap tahun Sampang dilanda
bencana banjir. Bahkan pernah terjadi 21 kali banjir dalam
setahun.

Gambar 6.3. Loteng untuk tempat berlindung di salah satu rumah


warga Kelurahan Rongtengah.
(sumber: dokumentasi pribadi peneliti, 2021)
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 155

Warga Sampang di saat membangun rumah yang


pertama diperhitungkan adalah lokasinya. Jika rumahnya
berada di kawasan langganan banjir, terutama Kelurahan
Dalpenang dan Rongtengah kemungkinan besar rumah
tersebut akan dibangun beserta loteng sebagai upaya
mitigasi apabila terjadi banjir. Salah satu buktinya yaitu di
bekas lapangan sepak bola di Rongtengah yang saat ini
menjadi deretan rumah, termasuk juga sebuah
perumahan bernama King Residence 2 yang letaknya di
Kelurahan Rongtengah. Hampir semua rumah tersebut
memiliki loteng. Hanya sekitar 5 rumah yang tanpa loteng
dari total sekitar 25 rumah lebih. Hal tersebut terjadi
bukan hanya di Rongtengah, akan tetapi juga rumah-
rumah baru di Kelurahan Dalpenang kebanyakan dibangun
dengan loteng untuk mengurangi dampak apabila terjadi
banjir di kemudian hari.
Dengan adanya loteng, warga tetap bisa memiliki
tempat untuk tidur ataupun beristirahat dengan tenang.
Selain itu, dengan memiliki loteng maka warga juga
memiliki tempat untuk menyimpan barang-barang
berharga dengan lebih aman karena kebanyakan barang
yang terkena air banjir akan cepat rusak. Membangun
loteng merupakan mitigasi yang sangat efektif. Akan tetapi
permasalahannya butuh biaya lebih jika ingin
membangunnya. Dalam pembangunan loteng sebenarnya
bisa diatur agar biaya yang dikeluarkan tidak terlalu
banyak. Caranya membuat sebuah loteng sederhana yang
hanya berisi 1-2 ruangan, yang intinya bisa dibuat untuk
berlindung pada saat banjir. Hal tersebut banyak dilakukan
oleh masyarakat karena memang banjir merupakan
156 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

masalah yang cukup diperhitungkan sehingga perlu untuk


membangun loteng.

6. Gotong-Royong (Jung rojung)


Orang Madura terkenal dengan sikap solidaritas dan
kekerabatannya yang sangat kuat. Tidak hanya di tanah
Madura saja bahkan di tanah perantauan pun selama ia
orang Madura pasti akan dibantu oleh orang Madura
lainnya. Budaya saling membantu sesama orang Madura
tersebut adalah fakta hingga saat ini. Selain karena orang
Madura berada di mana-mana bahkan diluar negeri, juga
karena orang Madura menganggap orang Madura lainnya
sebagai tretan atau dalam bahasa Indonesia berarti
saudara.
Gotong-royong atau bekerja sama merupakan ciri
khas dari orang Madura dimanapun ia berada. Sikap
gotong-royong ini juga tercermin pada saat terjadi banjir di
Sampang. Pada saat banjir sesama warga saling membantu
apabila ada yang kesulitan termasuk juga apabila ada
tetangga yang tidak memiliki loteng. Mereka yang tidak
memiliki loteng bisa menumpang di tetangga lain yang
memiliki loteng yang hal tersebut sudah sangat wajar
terjadi di masyarakat Sampang. Bukan hanya itu bahkan
orang yang memiliki barang-barang yang mereka anggap
penting akan tetapi tidak ada tempat yang aman mereka
bisa menitipkan ke tetangga yang memiliki loteng
(Wawancara Abdul Wakil, 08 Juni 2021). Dalam hal gotong-
royong orang Madura, khususnya Sampang patut
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 157

diberikan apresiasi. Walaupun di kondisi yang sulit mereka


tetap saling membantu satu sama lainnya.
Sikap gotong-royong dari masyarakat juga terlihat
apabila mendapatkan bantuan banjir entah itu bantuan
dari pemerintah atau kelompok masyarakat. Apabila
bantuan tersebut melintas di daerah terdampak banjir,
maka orang yang melihat akan berteriak dengan kata
“bantuan-bantuan” agar tetangga di sekitarnya keluar.
Pun jika ada yang tidak keluar karena sedang istirahat,
maka akan dimintakan kepada tim bantuan untuk
diberikan nanti apabila tetangganya muncul. Bahkan sikap
gotong-royong masyarakat tidak berhenti sampai di sini.
Jika ada yang mendapatkan bantuan dari orang luar maka
juga akan dibagikan ke tetangga. Contohnya saja apabila si
A mendapatkan bantuan dari teman ataupun saudara yang
rumahnya di daerah tidak terdampak banjir, seperti
daerah Juklanteng, Selong atau Darisan maka si A akan
membagikannya ke tetangga sekitar agar mereka bisa
sama-sama makan.

Gambar 6.4. Pendistribusian bantuan banjir oleh Dinas Sosial dibantu


Gaspala dan diterima oleh Lurah Rongtengah.
(Sumber : Koleksi arsip Dinas Sosial Kabupaten Sampang)
158 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Banjir memang menjadi bencana merepotkan yang


sering melanda Sampang. Meski demikian, dengan adanya
banjir ini membuat budaya gotong-royong masyarakat
menjadi lebih kuat karena mereka saling tolong-menolong
dan bahu-membahu setiap ada yang memerlukan bantuan
dalam menangani banjir. Gotong-royong lainnya yang
terlihat di masyarakat khususnya pasca banjir adalah saat
gotong-royong membersihkan bagian depan rumah.
Warga membersihkan jalur selokan agar air lebih cepat
surut dan juga membersihkan sampah dan kotoran lumpur
setelah banjir. Semuanya saling bahu membahu dengan
memberikan pinjaman barang yang diperlukan seperti alat
pel, kain lap, dan sebagainya.

B. Mitigasi oleh Pemerintah Kabupaten Sampang


Pemerintah yang dimaksud adalah sebuah lembaga
atau organisasi resmi yang memerintah di suatu wilayah,
dalam hal ini yaitu Kabupaten Sampang. Pemkab Sampang
pastinya merupakan unsur yang memiliki peran dan juga
tanggung jawab yang besar dalam menangani berbagai
permasalahan di wilayahnya, khususnya masalah banjir.
Banjir memang menjadi suatu masalah tahunan bagi
masyarakat Sampang karena berkali-kali warga harus
menghadapi tamu tak diundang tersebut. Akan tetapi
banjir yang melanda Sampang sudah terjadi sejak puluhan
bahkan ratusan tahun lalu. Yang mana bukti tertuanya
yaitu sejak tahun 1870an dari koran terbitan pemerintah
kolonial Belanda. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan
jika Kota Sampang dengan slogan baharinya ini sebelum
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 159

tahun tersebut telah terjadi banjir. Oleh karena dalam


sejarah dibutuhkan bukti otentik dan sumber koran
tersebutlah yang menjadi bukti tertua, maka buku ini
hanya bisa menarasikan sejarah banjir dari dekade
1870an.
Banjir yang melanda Kota Sampang sejak masa
kolonial ini pastinya membuat pemerintah kolonial
mengambil tindakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Akan tetapi, jika dilihat setelah Indonesia merdeka
Sampang tetap terendam banjir. Dapat disimpulkan jika
pemerintah kolonial kurang berhasil dalam menangani
banjir yang terjadi di Kota Sampang. Setelah kemerdekaan
pemerintah silih berganti akan tetapi banjir tetap sering
melanda Kota Sampang hingga menurut penuturan salah
satu warga Kelurahan Rongtengah (Ibu Nurus Syamsiyah),
di tahun 1960an hingga sekitar 1967 menurutnya tidak
pernah terjadi banjir. Bencana banjir baru terjadi saat ia
masuk SMP yang itupun intensitasnya tidak terlalu sering
hanya maksimal setahun sekali dengan ketinggian air
sedang (Wawancara Nurus Syamsiyah, 15 Juni 2021).
Banjir memang tidak pernah benar-benar hilang dari
Kota Sampang karena di awal Indonesia merdeka pun
banjir tetap menghantui. Bahkan pernah muncul beberapa
banjir besar pada tahun 1990 an, 2001, 2002, 2005, 2010,
dan 2012. Setelah 2010 banjir jauh lebih sering terjadi
bahkan beberapa kali dengan ukuran air yang cukup tinggi
sekitar 1,5-2 meter.
Banjir dalam 10 tahun terakhir ini lebih sering terjadi,
bahkan pernah terjadi sebanyak 21 kali dalam kurun waktu
160 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

satu tahun. Padahal sebelum 2010 banjir merupakan


sebuah bencana yang diinginkan bahkan dirindukan oleh
masyarakat, terutama anak-anak. Hal ini karena mereka
nantinya akan libur sekolah, bisa bermain air banjir, dan
menangkap ikan ketika banjir surut. Kondisi ini merupakan
hal yang menyenangkan apabila sesekali terjadi. Akan
tetapi menjadi hal yang kurang menyenangkan
dikaranekan dalam satu terakhir terakhir terjadi lebih dari
21 kali banjir sehingga muncullah lagu Sampang Banjir Pole
yang merupakan sebuah kritik sosial dari masyarakat
untuk pemerintah. Oleh karena itu dalam sub bab kali ini
akan dibahas upaya mitigasi apa saja yang telah dilakukan
oleh pemerintah sebagai upaya mengurangi resiko
bencana banjir yang melanda Kota Sampang, khususnya di
1 dekade terakhir. Berikut upaya mitigasi yang dilakukan
oleh pemerintah:

1. Edukasi Sejak Dini Bencana dan Penanggulangan


Sampah
Bahaya bencana alam merupakan hal yang harus
diajarkan sejak dini terhadap masyarakat yang hidup di
daerah rawan bencana, khususnya tentang banjir.
Pemerintah mulai bergerak untuk memberikan edukasi
bencana alam ke masyarakat terutama kepada anak-anak
sekolah. Biasanya pengetahuan tentang kebencanaan
awal diberikan pada saat Taman Kanak-Kanak (TK) yang hal
tersebut memang umum dilakukan. Anak-anak diberikan
edukasi agar pada saat kejadian bencana tersebut ia tahu
apa yang harus dilakukan.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 161

Pemerintah Kabupaten Sampang cukup serius


mengedukasikan tentang kebencanaan kepada kalangan
siswa yang ada di Sampang. Hal tersebut terlihat dari
dipersiapkannya sebuah relawan khusus yang akan selalu
siaga dan siap bergerak cepat apabila terjadi bencana.
Mereka adalah TAGANA (Taruna Siaga Bencana). Menurut
Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 29 Tahun 2012 tentang
Taruna Siaga Bencana pasal 1 disebutkan bahwa Taruna
Siaga Bencana yang selanjutnya disebut TAGANA adalah
relawan sosial yang sudah terlatih atau tenaga
kesejahteraan sosial berasal dari masyarakat yang
memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan
bencana.
TAGANA sendiri yang merupakan relawan khusus dari
lapisan masyarakat yang direkrut pemerintah langsung
memiliki tugas sesai yang tercantum di pasal 5 yaitu
“membantu pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam melaksanakan penanggulangan bencana baik pada
saat prabencana, saat tanggap darurat maupun saat
pascabencana serta tugas-tugas penanganan
permasalahan sosial lainnya yang terkait dengan
penanggulangan bencana”. Personil dari TAGANA sendiri
yang tiap tahun bertambah menjadi bukti keseriusan
Pemkab Sampang dalam menangani bencana yang ada di
wilayahnya.
Kasi Kebencanaan Dinas Sosial Bapak Imron
menjelaskan bahwa, “TAGANA di Sampang mulai dibentuk
pada tahun 2005 yang pada saat itu hanya 5 orang saja,
akan tetapi personil TAGANA tiap tahun bertambah hingga
162 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

saat ini lebih dari 35 personil”. Selain TAGANA Pemerintah


Kabupaten Sampang dalam menangani bencana memiliki
2 pilar lainnya yaitu Kampung Siaga Bencana (KSB) dan
Pelopor Perdamaian (Wawancara Pak Imron, 15 Juni
2021). Ketiga pilar tersebut merupakan pilar yang berdiri
di garda terdepan depan apabila terjadi bencana di
Kabupaten Sampang. Mereka saling bahu-membahu
dalam menangani bencana di daerahnya.

Gambar 6.5. Acara TMS tanggal 03 November 2020 di Sampang.


(Sumber: Koleksi arsip Dinas Sosial Kabupaten Sampang)

TAGANA sendiri memiliki program khusus untuk


memberikan edukasi langsung kepada para siswa sekolah
yang ada di Sampang yaitu program TMS atau TAGANA
masuk sekolah. Program TAGANA masuk sekolah ini
merupakan bentuk upaya yang dilakukan pemerintah guna
meminimalisir dampak yang terjadi ke siswa sekaligus juga
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 163

memberikan simulasi apabila berada dalam kondisi


bencana (lihat gambar 6.5).
Edukasi yang dilakukan oleh tim TAGANA meliputi
berbagai hal. Mulai dari pengenalan segala macam
bencana baik bencana alam ataupun bencana sosial,
khususnya yang sering terjadi di Sampang, seperti banjir
dan angin puting beliung. Angin topan dan kebakaran dan
lain – lain. Selanjutnya diperkenalkan apa saja penyebab
dari terjadinya bencana alam tersebut dan juga apa peran
dari manusia yang bisa dilakukan oleh siswa dan
masyarakat umum guna meminimalisir terjadinya bencana
tersebut. Ketiga adalah upaya mitigasi yang bisa dilakukan
oleh siswa apabila berada dalam kondisi bencana tersebut.
Termasuk bagaiamana cara menyelamatkan diri dan juga
bagaiamana cara meminimalisir fatalitas yang akan
diterima.
Edukasi lain yang dilakukan oleh pemerintah bukan
hanya terkait kebencanaan akan tetapi juga larangan
membuang sampah di sungai yang hal tersebut masih
banyak dilakukan di Kota Sampang. Hal ini dikarenakan
masyarakat Sampang masih minim kesadaran dan juga
banyak yang masih mempercayai mitos, terutama tentang
sampah popok yang harus dibuang di sungai. Menurut
aktivis lingkungan sekaligus pegawai Dinas Lingkungan
hidup Bapak Junaidi, kesadaran masyarakat Sampang
dalam membuang sampah sangat ke sungai sangat minim.
Hal tersebut mengakibatkan sungai tercemar dan juga
alirannya tidak lancar karena terhalang oleh tumpukan
sampah. Beliau juga menyampaikan perlunya ditanamkan
164 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

suatu kesadaran di masyarakat karena sampah yang


dibuang di sungai nantinya juga akan berakibat ke
masyarakat itu sendiri, salah satunya bisa membuat
terjadinya banjir (Wawancara Pak Junaidi, 16 Juni 2021).
Menurut Kabid Dinas Sosial Bapak Erwin, masyarakat
Sampang masih ada yang percaya tentang mitos sampah
popok yang tidak boleh dibakar melainkan harus dibuang
ke sungai. Karena apabila dibakar akan membuat si bayi
kepanasan dan sebaliknya apabila dibuang di sungai maka
si bayi akan lebih segar. Hal tersebut membuat sampah-
sampah popok hingga saat ini masih banyak dibuang di
Sungai Kemuning. Sehingga apabila banjir tiba akan
terlihat pemandangan popok mengambang di mana-mana
(Wawancara Pak Erwin, 16 Juni 2021).
Untuk mengurangi hal tersebut sebenarnya Dinas
Lingkungan Hidup telah berupaya setiap hari
membersihkan sungai dari sampah. Selain memberikan
pengarahan kepada masyarakat lewat petugas kebersihan
atau tim pengambil sampah keliling terkait pembuangan
sampah, juga menyediakan truk sampah keliling, sepeda
motor untuk sampah keliling, dan juga gerobak sampah
keliling guna mengurangi pembuangan sampah oleh
masyarakat.

2. Simulasi Bencana
Simulasi bencana merupakan salah satu upaya yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sampang guna
meminimalisir dampak yang ditimbulkan suatu bencana
entah itu bencana alam ataupun bencana sosial. BPBD
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 165

merupakan perwakilan dari pemerintah yang mengajarkan


simulasi bencana ke masyarakat, khususnya siswa. BPBD
beberapa kali melakukan program simulasi bencana ke
sekolah-sekolah, salah satunya SMA Negeri 1 Sampang.
Menurut siswa SMA Negeri 1 Sampang simulasi
bencana yang dilakukan oleh BPBD Sampang di SMA
berkaitan tentang bencana sosial utamanya tentang
kebakaran. Hal utama yang diajarkan oleh BPBD dalam
simulasi tersebut adalah bagaimana cara memadamkan
api dalam situasi ruangan yang sedang terbakar dan juga
bagaimana cara menyelamatkan diri di tengah kebakaran.
Simulasi bencana yang dilakukan oleh BPBD ini
mendapatkan respon positif dari siswa karena cukup
berguna apabila terjadi kebakaran.
BPBD cukup serius dalam melakukan campaign ke
masyarakat termasuk siswa tentang kebencanaan,
khususnya yang berkaitan dengan cara menyelamatkan
diri di tengah bencana. Akan tetapi menurut masyarakat
Sampang masih belum banyak simulasi bencana berkaitan
tentang bencana alam banjir, padahal banjir merupakan
bencana yang akrab dengan Kota Bahari ini. Menurut
pegawai DLH Bapak Junaidi, terkait banjir masyarakat
Sampang sudah tidak perlu diajarkan lagi dalam simulasi
bencana entah itu menyelamatkan diri ataupun
menyelamatkan harta bendanya. Hal ini dikarenakan
masyarakat Sampang secara turun temurun sudah ahli
dalam mengatasi dan mitigasi masalah banjir tersebut
(Wawancara Pak Junaidi, 16 Jini 2021).
166 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Hal senada juga disampaikan oleh warga Rongtengah,


bahwa ketika banjir mereka sudah tau apa yang akan
diperbuat. Mulai kapan membereskan barang berharga
hingga bagaimana mereka mencari persediaan makanan.
Akan tetapi masyarakat berharap pemerintah bisa
menyuplai logistik secara merata kepada korban
terdampak banjir. Biasanya pada saat banjir seperti dalam
salah satu lirik lagu Sampang Banjir Pole yaitu “toko nutop
adek reng alakoh”, yang berarti toko tutup tidak ada yang
bekerja. Oleh sebab itu dibutuhkan support dari
pemerintah berkaitan dengan hal tersebut.

3. Evakuasi Warga oleh BPBD Sampang


Apabila terjadi banjir biasanya warga yang terdampak
diungsikan di tempat lain agar terhindar dari banjir. Akan
tetapi Kota Sampang berbeda dari daerah lainnya.
Masyarakat Sampang pada umumnya tidak mau
diungsikan ke tempat lain karena mereka memilih untuk
tinggal di rumah dan melindungi harta benda mereka
walaupun sebagian terendam air. Hal tersebut dilakukan
oleh warga karena mereka percaya banjir pasti akan surut
dan juga banyak hal yang diperhitungkan, seperti tanggung
jawab, harta, benda dan lain sebagainya.
Berbeda dengan di masa lalu pada masa kolonial.
Masyarakat Sampang pada saat itu lebih memilih untuk
meninggalkan harta benda mereka dan mengungsi di
tempat yang lebih tinggi seperti perbukitan karena
mungkin dahulu hal yang dipertaruhkan hanyalah hewan
ternak dan rumah sederhana. Sedangkan sekarang
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 167

terdapat barang berharga seperti sertifikat, ijazah, tv,


kulkas, dan lain sebagainya.
Pada saat banjir dalam beberapa kasus sempat
dilakukan evakuasi terhadap warga terdampak banjir.
Mereka adalah anak kecil, wanita mengandung, orang
sakit, dan juga lansia. Pada saat banjir yang semuanya
serba terbatas tentu lansia akan kesulitan dalam
beraktivitas. Oleh karena itu perlu untuk diselamatkan dan
dicarikan tempat berlindung. Menurut keterangan warga
Rongtengah dalam beberapa peristiwa banjir pernah
dilakukan evakuasi kepada masyarakat, salah satunya
kepada almarhum mantan Bupati Sampang, K.H Fannan
Hasib, yang pada saat banjir beliau sedang sakit. Tim BPBD
kemudian mengevakuasinya menggunakan perahu karet.
Selain itu ada juga cerita lain dari BPBD Sampang yang
pernah beberapa kali melakukan evakuasi terhadap wanita
yang sedang hamil tua. Evakuasi tersebut dilakukan untuk
menghindari hal yang tidak diinginkan, karena
dikhawatirkan wanita hamil tersebut akan melahirkan di
tengah banjir pada saat terganggunya pelayanan
kesehatan (Wawancara Pak Imam, 08 Juni 2021).
Lansia menjadi salah satu golongan yang sangat
diperhatikan. Ketika mereka terdampak banjir maka perlu
penanganan khusus untuk proses evakuasi. Oleh
karenanya dalam beberapa kasus banjir yang terjadi di
Sampang biasanya para lansia akan diungsikan atau
dievakuasi ke rumah saudaranya ataupun ke rumah
temannya. Pada intinya ke tempat yang tidak terendam
banjir. Proses evakuasi biasanya dilakukan oleh keluarga
168 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

dan juga tetangga, ataupun juga bisa meminta bantuan tim


BPBD. Berikut salah satu foto proses evakuasi lansia pada
saat banjir tahun 2017 di jalan pemuda Kelurahan
Rongtengah.

Gambar 6.6. Evakuasi lansia di Jalan Pemuda, Kelurahan Rongtengah,


Kecamatan Sampang.
(Sumber : Koleksi Arsip Dinas Soisal Kabupaten Sampang)

4. Normalisasi Sungai Kemuning


Sungai Kemuning merupakan sungai utama yang
mengalir melewati Kota Sampang sebelum mengalir ke
laut lepas di sebelah selatan kota. Banjir yang terjadi di
Kota Sampang diakibatkan karena ketidakmampuan
Sungai Kemuning dalam menampung volume air yang ada.
Hal ini disebabkan oleh terlalu banyaknya volume air dari
anak-anak sungainya yang menjadi satu dan bertemu di
Sungai Kemuning. Selain itu, juga karena curah hujan yang
tinggi di daerah utara. Berbagai upaya terus dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Sampang dengan berkoordinasi
dengan pemerintah provinsi terkait banjir yang sering
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 169

dialami. Salah satu upaya yang dilakukan adalah


normalisasi Sungai Kemuning.
Normalisasi sungai merupakan upaya untuk
memperluas kapasitas sungai ke dalam bentuk
sebelumnya (normal), baik dengan cara pengerukan,
pemasangan sheet pile (tanggul sungai), dan pembersihan
Daerah Aliran Sungai (DAS). Normalisasi Sungai Kemuning
mulai dikerjakan pemerintah sejak akhir tahun 2017. Hal
ini dilakukan karena pada saat itu intensitas banjir di
Sampang semakin sering dan juga volume air ketika banjir
cukup besar. Penyebab utamanya yaitu luapan air dari
Sungai Kemuning. Normalisasi yang dilakukan oleh
pemerintah salah satunya berupa pengerukan dasar
sungai yang semakin lama semakin dangkal (sedimentasi)
dan membuat kapasitas sungai mengecil.
Pemasangan sheet pile di pinggiran sungai juga sudah
dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2017 lalu. Namun
hingga saat ini belum semuanya terpasang karena
terkendala pembebasan lahan dan pendanaan.
Pemasangan sheet pile ini dilakukan secara berangsur-
angsur guna memperkuat dinding sungai agar tidak rawan
erosi. Tentu saja dengan dipasangnya sheet pile dan
dilakukan pengerukan akan mengurangi banjir yang ada di
Sampang. Kapasitas Sungai Kemuning menjadi lebih luas
dan dinding sungai menjadi kuat. Pada intinya tujuan
dilakukannya normalisasi sungai adalah agar kapasitas
sungai menjadi lebih luas, dinding sungai menjadi lebih
kuat dan juga aliran sungai menjadi lebih lancar.
170 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Normalisasi sungai yang dilakukan oleh pemerintah ini


dapat dikatakan cukup berhasil. Sejak proyek ini mulai
dikerjakan di tahun 2017 yang setiap tahun terus
diperbarui dan digencarkan hingga 2021, volume
ketinggian banjir yang terjadi di Kota Sampang sudah jauh
berkurang dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal
tersebut dirasakan oleh seluruh masyarakat Sampang
bahwa banjir di Sampang sudah tidak sebesar sebelumnya
dan masyarakat tidak perlu khawatir lagi apabila musim
penghujan tiba. Warga yang terletak di daerah langganan
banjir seperti Kelurahan Rongtengah dan Dalpenang turut
senang dengan kondisi tersebut. Sejak adanya normalisasi
Sungai Kemuning dan adanya rumah pompa air, volume
banjir di Sampang dapat dikatakan sedang, bahkan rendah.
Sejak tahun 2019 tidak pernah terjadi lagi banjir besar. Jika
terjadi banjir, ketinggiannya dapat dihitung dengan jari.

Meski demikian sebagian masyarakat juga


mengeluhkan masalah banjir di Sampang. Hal ini
dikarenakan sekitar 3-4 tahun terakhir banjir yang terjadi
tidak besar, tapi meluas ke daerah yang dulunya tidak
pernah banjir. Seperti di daerah Kelurahan Karang Dalem,
Tanggumong, Banyuanyar, Polagan dan Tambelangan.
Selain itu, intensitasnya pun semakin sering. Sekitar 17-21
kali setiap tahunnya. Pemerintah beserta masyarakat
Sampang harus memikirkan lagi upaya-upaya mitigasi lain
untuk mengatasi agar daerah terdampak banjir ini tidak
meluas.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 171

5. Pembangunan Rumah Pompa Air


Banjir yang sering terjadi di Kota Sampang juga
dibarengi dengan volume air yang tinggi. Hal tersebut
membuat pemerintah memikirkan berbagai cara
menangani volume banjir agar tidak terlalu tinggi. Seperti
yang telah dibahas sebelumnya, bahwa pemerintah tidak
hanya melakukan normalisasi sungai, tetapi juga berpikir
perlunya mengurangi volume air ketika terjadi banjir.
Pemerintah Kabupaten Sampang yang berkoordinasi
dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada akhirnya
menemukan sebuah cara untuk mengurangi volume air
banjir. Caranya yaitu dengan membangun rumah pompa di
beberapa titik rawan banjir.
Rumah pompa merupakan alat yang berguna untuk
mengurangi volume air banjir yang nantinya akan dialirkan
ke sungai. Biasanya alat ini akan sering digunakan pada
saat musim penghujan dikarenakan rentang banjir dan
volume air sedang tinggi. Pemkab Sampang yang
berkoordinasi dengan Pemprov Jatim membangun rumah
pompa ini guna mengurangi resiko banjir besar. Pada akhir
tahun 2020 beberapa mesin pompa air sempat tidak
berfungsi yang hal tersebut membuat terjadinya banjir di
Sampang pada tanggal 12 Desember 2020. Dari kejadian
tersebut bisa dilihat sangat pentingnya peran dari rumah
pompa air banjir yang telah dibangun oleh pemerintah.
Banjir yang melanda Kota Sampang saat ini volume
airnya jauh lebih rendah dibandingkan masa sebelumnya.
Setelah adanya pompa air volume banjir menjadi 20-50
cm. Tapi, sebelum ada rumah pompa air, volume banjir
172 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

bisa mencapai 1,5-2 meter, atau bahkan lebih. Contohnya


saja di tahun 2013 dan 2017 terjadi banjir besar yang
bahkan di beberapa titik terpantau 2 meter
ketinggiaannya. Akan tetapi sejak adanya rumah pompa
banjir yang mulai dibangun sejak tahun 2017 dan mulai
dioperasikan dengan maksimal di tahun 2019 bisa dibilang
air banjir yang melanda tidak pernah menyentuh
ketinggian 1,2 meter.
Volume air banjir yang berkurang ini sangat dirasakan
oleh masyarakat Sampang. Memang sejak adanya rumah
pompa air, Sampang tidak pernah dilanda banjir besar.
Akan tetapi terjadi perbedaan terkait datangnya air
setelah adanya rumah pompa dan dilakukannya
normalisasi sungai. Perbedaannya terlihat pada biasanya
air banjir muncul terlebih dahulu di daerah Jalan Melati,
Suhadak dan Imam Bonjol atau lebih luasnya lagi di daerah
Kelurahan Dalpenang terlebih dahulu. Akan tetapi dalam
beberapa kasus terakhir di tahun 2020, banjir malah
muncul bersamaan yaitu antara Jalan Melati dan Jalan
Kramat Agung yang terletak di Kelurahan Rongtengah.
Bahkan, di Rongtengah ketinggian air sudah sampai betis,
namun di Jalan Imam Bonjol masih di beberapa titik jalan
besar dengan ketinggian sekitar 20 cm. Fenomena
tersebut cukup berbeda karena biasanya daerah
Dalpenang lebih dahulu terendam air setinggi betis,
setelah itu baru mengarah ke Rongtengah.
Perbedaan lainnya yang terlihat setelah adanya rumah
pompa dan normalisasi sungai adalah semakin luasnya
jangkuan air banjir. Maksudnya daerah yang sebelumnya
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 173

tidak terkena banjir, maka di tahun 2020 terkena banjir.


Selain itu ketinggian air banjir antara daerah satu dan
daerah lainnya cenderung sama. Yang biasanya daerah
Dalpenang lebih tinggi dari lainnya, akan tetapi saat ini
ketinggian banjir hampir sama di semua titik. Masyarakat
Sampang cukup puas dengan dilakukannya normalisasi
sungai dan dibangunnya rumah pompa karena banjir yang
menjadi bencana rutin sudah sangat berkurang drastis
karena pemerintah daerah dan provinsi sangat serius
melihat kasus banjir ini. Bahkan setiap tahun hingga bulan
Juli 2021 ini masih dilakukan pemasangan sheet pile guna
mengurangi banjir yang ada di Kota Sampang.

6. Penanaman Mangrove
Banjir merupakan sebuah bencana alam oleh
karenanya juga bisa ditangani dengan cara memperbaiki
dan melindungi alam. Memperbaiki alam bisa dengan
berbagai cara, salah satunya dengan menanam tanaman
mangrove. Penanaman mangrove banyak dilakukan oleh
berbagai instansi pemerintah mulai dari Dinas Lingkungan
Hidup, Polres Sampang hingga Kampung Siaga Bencana
(KSB) di bawah naungan Dinas Sosial. Bukan hanya
pemerintah yang menanam mangrove akan tetapi
masyarakat dari berbagai kelompok sosial pun tidak kalah
seperti aktivis lingkungan, pecinta alam dari SMA seperti
Gaspala dan lain sebagainya.
Menanam mangrove memiliki sangat banyak sekali
manfaatnya diantaranya dapat menjadi tempat hidup
ekosistem laut, mencegah terjadinya abrasi dan tentu saja
174 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

menjegah terjadinya bencana alam termasuk banjir rob. Di


pesisir selatan Sampang juga sempat mengalami banjir
rob, namun tidak besar dan tidak menjadi fokus perhatian
pemerintah serta masyarakat. Padahal jika kita lihat
fenomena banjir rob terkini, sudah banyak pesisir kota di
Pantura Jawa yang mulai terendam karena bencana ini.
Oleh sebab itu, penanaman mangrove ini dapat
meminimalisir terjadinya banjir rob di Sampang yang
notabene lokasinya sangat dekat dengan pesisir selatan
Madura.
Pak Junaidi, yang merupakan pegawai DLH Sampang
dan juga aktivis lingkungan, bersama teman-temannya
rutin melakukan penanaman pohon mangrove. Mereka
mulai menanam di sepanjang jalan menuju Camplong,
yaitu Jalan Raya Taddan untuk mencegah terjadinya banjir
rob (Wawancara Pak Junaidi, 15 Juni 2021). Selain itu, ada
juga para relawan yang berkoordinasi dengan Dinas Sosial
untuk kegiatan ini. Mereka adalah TAGANA dan KSB yang
juga rutin melakukan penanaman pohon mangrove.
Mereka biasanya menanam setelah banjir terjadi, karena
setelah banjir biasanya akan ada pohon mangrove yang
rusak. Langkah tersebut juga sebagai pencegahan agar
tidak terjadi banjir rob dan abrasi pinggir pantai
(Wawancara Pak Imron, 16 Juni 2021).
Dalam menanggulangi banjir bukan hanya peran
pemerintah yang dibutuhkan, tetapi juga masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini hanya sebagai sarana pelaksana
dan juga pemangku kebijakan. Pemerintah biasanya
membuat kebijakan dan melakukan pembangunan-
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 175

pembangunan infrastruktur maupun kegiatan preservasi.


Sedangkan masyarakat harus mendukungnya, yaitu
dengan cara menjaga alam dan melakukan kebiasaan yang
tidak merusak alam. Semisal contoh, ikut menjaga
kebersihan, memelihara lingkungan dan mencegah
kerusakan lingkungan. Masyarakat tidak boleh selalu
menyalahkan pemerintah daerah karena pemerintah
hanya sebagai fasilitator pembangunan. Namun,
masyarakat bisa mengoraksi kinerja pemerintah dengan
cara memberikan kritik atau solusi untuk penanganan
masalah banjir dan kerusakan lingkungan.

Daftar Rujukan
Erwin. 16 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Hadi, N. 27 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Hadi, A.F. 6 Juli 2021. Komunikasi Personal.
Imron. 29 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Imron. 5 Juli 2021. Komunikasi Personal.
Iman. 8 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Junaidi. 29 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Koleksi Arsip Dinas Sosial Kabupaten Sampang
Njatrijani, R. 2018. Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya
Kota Semarang. Gema Keadilan Edisi Jurnal, 5(1), 16-
31.
Sunarmi. 26 Juni 2021. Komunikasi Personal.
176 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Syamsiah, N. 5 Juli 2021. Komunikasi Personal.


Trisno. 30 Juni 2021. Komunikasi Personal.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 177

BAGIAN VII
Banjir Sampang, Akankah Berakhir?

Ronal Ridhoi

A. Belajar dari Sejarah Bencana


Madura, Sebuah pulau unik yang terletak di sebelah
timur Pantura Jawa dengan beragam budaya dan kearifan
lokalnya. Sebuah pulau yang mempunyai perjalanan
sejarah cukup Panjang dan selalu dihubungkan dengan
Jawa. Madura terkenal sebagai pulau penghasil garam
terbesar di kawasan Jawa, hingga mendapat predikat
sebagai Pulau Garam. Meskipun dalam 10 tahun terakhir
ini pemerintah lebih banyak mengimpor garam dari
Australia dan Selandia Baru, Madura tetap menjadi
produsen garam yang tak tergantikan di Jawa, bahkan
Indonesia secara umum.
Sejenak kita lupakan Madura sebagai Pulau Garam,
kita beralih ke potensi bencananya. Madura juga dikenal
sebagai pulau yang ramah akan bencana. Maksudnya, di
pulau ini hampir tidak pernah terjadi bencana, karena
memang tidak punya gunung berapi dan tidak punya
gelombang tinggi. Apa benar demikian? Nah, ini yang akan
kita ulas lebih lanjut. Dalam sejarahnya, Pulau Madura
sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari bencana alam.
Letusan Gunung Tambora 1815 yang dampaknya hingga
Benua Eropa, juga dirasakan di pulau ini. Bahkan potensi
178 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

gempa dan Tsunami di laut selatan Jawa akhir-akhir ini,


dampaknya juga turut dirasakan walaupun tidak besar.
Pertanyaannya, apakah Madura hanya dilanda
dampak dari bencana alam yang terjadi di tempat lain?
Jawabannya tentu tidak, itu hanya fenomena gunung es
yang nampak di permukaan laut, padahal di dasarnya jauh
lebih besar dan mengerikan. Buktinya, di Madura terdapat
berbagai masalah bencana, seperti banjir, tanah longsor,
angin puting beliung, dan kekeringan atau kelangkaan air.
Bagian terakhir ini mendiskusikan tentang bagaimana kita
sebagai manusia seharusnya belajar dari sejarah banjir dan
upaya mitigasinya di masa lalu. Selain itu, juga bagaimana
kesadaran terhadap bencana banjir bisa digunakan
sebagai bekal untuk menghadapi bencana tersebut agar
tidak muncul kerusakan-kerusakan, bahkan korban jiwa.
Bencana banjir di Sampang memang fenomena yang
tidak pernah habis dibicarakan. Bencana ini menjawab
pertanyaan selama ini bahwa tidak benar jika Pulau
Madura terbebas dari bencana alam. Faktanya yaitu di
Kecamatan Sampang yang sejak masa kolonial hingga saat
ini tidak pernah absen dari bencana banjir.
Akhir tahun dan awal tahun merupakan momok bagi
masyarakat Sampang karena mereka harus menyiapkan
diri untuk menghadapi banjir. Tak hanya itu, mereka juga
harus menghadapi kenyataan curah hujan tinggi, tanah
longsor, potensi angin puting beliung dan kekeringan atau
kelangkaan air. Jika kita lihat berita di media sosial BPBD
Kabupaten Sampang, yang ditemukan paling banyak
adalah bencana banjir, angin puting beliung dan tanah
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 179

longsor. Namun yang paling parah adalah masalah banjir


yang masih terus berlangsung hingga saat ini.
Banyak pendapat masyarakat lokal, juga pegawai
pemerintah yang menyatakan bahwa banjir di Sampang ini
adalah banjir kiriman dari daerah utara. Ada yang
menyebut secara gamblang kalau banjir ini kiriman dari
daerah Robatal, Kedungdung dan Omben, yang letaknya di
sebelah Utara Sampang. Ada juga yang berpendapat
bahwa banjir di Sampang terus terjadi karena
topografisnya yang berada di bawah permukaan laut. Pada
bagian 1-3 buku ini telah dijelaskan bahwa penyebab banjir
di Sampang terdiri dari beberapa faktor, baik faktor alam
maupun faktor manusianya sendiri. Jadi tidak benar jika
penyebab banjir adalah masalah topografi dan air kiriman.
Sudah 10 tahun terakhir ini masyarakat Kota Sampang
sering merasakan banjir, mulai dari banjir dengan
ketinggian air rendah, sedang, hingga yang bisa
menenggelamkan rumah penduduk dan fasilitas umum.
Bahkan, sejak jaman dulu, banjir Sampang juga banyak
menelan korban jiwa. Masyarakat pun mulai mengeluh
karena banjir yang terjadi akhir-akhir ini memang tidak
terlalu tinggi, tapi sangat sering. Variasi ketinggiannya
antara 20-120 cm. Banjir terkini yaitu pada bulan Januari
2021 dan Desember 2020, hingga membuat Gubernur
Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa turun langsung ke
lapangan untuk meninjau separah apa banjir yang terjadi
di sana.
Kondisi Sampang pada awal Juni 2021 memang masih
aman dan tentram. Belum terlihat bencana-bencana alam
180 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

yang menghantui daerah ini. Saat itu, saya dan tim


bertemu dengan Pak Dwi dan Pak Maat, yang merupakan
lurah dan sekretaris lurah Dalpenang. Mereka berdua
adalah pemerintah desa yang merasakan langsung
dampak dari banjir di Kelurahan Dalpenang. Sebuah
wilayah rawan banjir yang tercatat sejak masa kolonial
Belanda. Kami diantar berkeliling di Kelurahan Dalpenang
dan sebagian wilayah Kelurahan Rongtengah untuk
mencari bukti-bukti bekas banjir yang masih bisa kami
dokumentasikan. Wawancara juga kami lakukan kepada
beberapa warga terdampak banjir. Hasilnya cukup
mengherankan, karena warga kelurahan Dalpenang dan
Rongtengah menerima banjir ini sebagai takdir dan
mencoba berdamai dengan bencana tersebut.
Pertanyaannya, apakah banjir di Sampang hanya
terjadi akhir-akhir ini? Tentu saja tidak, daerah ini
mempunyai pengalaman sejarah cukup panjang terkait
bencana banjir. Saya mencoba melakukan penelusuran ke
website koran Belanda untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Hasilnya luar biasa, ternyata peristiwa banjir di
Kota Sampang sudah terjadi sejak abad ke-19, tepatnya
pada dekade 1870an. Itu baru berita dari Arsip Belanda,
kami belum menemukan sumber lainnya yang lebih tua
terkait banjir Sampang. Jadi, bukan berarti sebelum
1870an daerah ini tidak banjir. Lagi-lagi karena sejarah
harus berdasarkan sumber otentik dan fakta masa lalu,
kami hanya bisa memaparkan sejarah sejak tahun itu.
Melihat fenomena tersebut, semestinya pemerintah
dan seluruh warga Sampang bisa belajar dari sejarah
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 181

bencana banjir. Fenomena alam, khususnya bencana


selalu berulang tanpa diketahui waktunya. Setelah belajar
dari sejarah banjir, maka diharapkan seluruh elemen di
Kota Sampang, bahkan Kabupaten Sampang memahami
jika bencana ini selalu berulang dan harus dicari solusinya.

B. Kesadaran akan Bencana Banjir


Banjir yang pernah terjadi di masa lalu bukan tanpa
penyebab. Seperti logika kalau kita lapar karena perut
kosong, tidur karena ngantuk, dan memberontak karena
kecewa. Banjir juga demikian, pasti ada sebabnya. Madura
abad ke-19, bukan tempat yang semuanya berupa tegal,
gersang dan sulit air. Kuntowijoyo menjelaskan dalam
bukunya bahwa di Madura juga ada hutan, rawa, dan
padang rumput atau tanah kosong. Dan di bentang alam
tersebut juga masih hidup binatang-binatang liar, seperti
harimau, rusa, babi hutan, buaya, ular, dan kuda liar.
Meskipun pada periode tersebut banyak hutan yang
diubah menjadi lahan pertanian dan permukiman, hingga
tahun 1890an masih terdapat hutan-hutan jati, khususnya
di Bangkalan, Sampang dan Pamekasan.
Lalu apa hubungannya hutan dengan banjir? Masih
ingat dengan bagian 2 buku ini yang membahas kronologi
banjir, 10 tahunan, 5 tahunan, dan setahun sekali?
Intensitas banjir yang semakin sering diakibatkan oleh
berkurangnya hutan dan padang rumput sejak masa
kolonial. Kenapa sejak tahun 1930an banjir setiap tahun
menjadi berita penting di koran-koran Belanda?
182 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Jawabannya karena sejak 1905 terjadi penebangan hutan


yang cukup masif di Sampang bagian utara. Dan di tahun
1915 hingga 1930an, jumlah hutan dan padang rumput di
Utara sudah terancam habis untuk permukiman, dijual
kayunya ke Jawa, dan untuk kayu bakar. Ini yang
menyebabkan banyak hutan menjadi gundul dan semakin
sedikit resapan air. Sehingga daerah Utara yang relatif
lebih tinggi tidak mampu menahan air hujan dengan
intensitas tinggi. Di tambah lagi air Sungai Kemuning (du
bernama Kali Sampang) yang mulai meluap karena
mengalami pendangkalan (sedimentasi). Inilah yang
kemudian oleh penduduk Kota Sampang dianggap sebagai
air kiriman dari utara. Akibatnya, banjir pun semakin sering
terjadi.
Hal yang sama juga terjadi sepanjang tahun 2000an.
Intensitas banjir yang semakin sering dibandingkan
dekade-dekade sebelumnya. Siklus 10 tahunan kemudian
berubah menjadi siklus 1 tahunan. Jika dilihat dari
pengalaman masa lalu penggundulan hutan dan semakin
banyaknya lahan yang dijadikan permukiman adalah sebab
utamanya, maka periode pascakolonial isunya beralih ke
Sungai Kemuning yang mengalami pendangkalan dan
mulai menciut. Selain itu, sungai ini menjadi titik
pertemuan antara sungai-sungai kecil dari beberapa
kecamatan, seperti Omben, Kedungdung, dan Robatal.
Titik tepatnya berada di sekitar Jl. Raya Panggung,
Kecamatan Sampang.
Kondisi tersebut diperparah dengan kebiasaan
sebagian masyarakat yang hingga saat ini masih sering
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 183

membuang sampah di sungai. Sudah tidak menjadi rahasia


umum jika masih ada beberapa oknum masyarakat yang
sengaja membuang sampah rumah tangganya, seperti
popok, plastik, dan limbah domestik lainnya di Sungai
Kemuning ini.
Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi di Sampang,
tetapi juga di berbagai kota di Indonesia yang
masyarakatnya masih belum sadar akan kelestarian
lingkungannya. Sudah menjadi tugas rutin bagi pegawai
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sampang, yang harus
membersihkan sampah popok dan plastik setiap harinya.
Mereka berkeliling tiap hari menggunakan truk sampah,
motor roda tiga, dan gerobak. Hingga pada tahun 2019
lalu, pemkab membentuk Polisi Sungai, yang tugasnya
menindak oknum-oknum yang masih mokong atau bandel
membuang sampahnya ke sungai. Mungkin hal ini, oleh
sebagian orang dianggap sepele atau bukan masalah besar.
Namun jika kita bicara dampak, maka silahkan dilihat
korban jiwanya maupun dampak lain yang muncul saat
banjir.
Salah satu penyebab lainnya adalah pertumbuhan
permukiman yang semakin masif di perkotaan. Tim kami
melakukan wawancara dengan Bapak Nurul Hadi, orang
asli Sampang yang rumahnya di Kelurahan Rongtengah.
Menurutnya, sejak tahun 1990an hingga 2005 memang
masih banyak tanah kosong fasilitas olahraga untuk warga,
seperti lapangan dan lahan kosong lainnya. Pasca 2005
banyak lahan kosong itu yang berubah menjadi
permukiman warga, pertokoan, gudang, dan perumahan
184 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

komersil, King Recidence 2. Hingga saat ini di daerah


tersebut sudah padat penduduk. Ini adalah fenomena yang
wajar terjadi di perkotaan karena minimnya lahan untuk
permukiman penduduk. Pada akhirnya pemilik lahan
tersebut menggunakan tanah-tanah kosong mereka untuk
perumahan, gudang, pertokoan, dan bangunan lainnya.
Maka tidak heran jika hampir setiap tahun daerah tersebut
langganan banjir.
Padahal jika kita lihat dari peta masa kolonial tahun
1882 dan 1943, Sungai Kemuning yang melewati
Kelurahan Rongtengah telah mengalami banyak
perubahan. Pada periode tersebut, meander atau tikungan
sungai berada di pusat Kelurahan Rongtengah, tepat di
belakang Warung Pecel Madiun saat ini, beberapa meter
dari Jl. Pemuda Baru. Menurut keterangan Ibu Nurus
Syamsiyah, pada periode 1950an hingga 1990an sedikit
demi sedikit, meander sungai itu sudah diuruk dan
mengalami proses pendangkalan secara alamiah, sampai
kemudian menjadi dataran kosong yang dihuni penduduk.
Jika kita cermati perbedaan peta masa kolonial dan masa
kini, meander sungai yang cukup tajam itu kemudian
berpindah agak ke selatan, tepat di depan Jl. Pajudan saat
ini.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Rongtengah, tapi
juga terjadi di Dalpenang, sebuah kelurahan di sebelah
utaranya. Jika kita bandingkan meander Sungai Kemuning
tahun 1882 dengan tahun 2021, maka akan terlihat jelas
perbedaannya. Di masa lalu meander sungai tidak terlalu
tajam dan cenderung agak lurus. Namun yang kita lihat
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 185

saat ini meander itu mengarah tepat ke Jl. Imam Bonjol


Baru dan Jl. Suhadak. Itulah mengapa di kawasan ini,
khususnya di sekitar kantor Kelurahan Dalpenang dan di
SMKN 1 Sampang selalu langganan banjir. Entah apa yang
dipikirkan oleh pemerintah saat itu, membangun fasilitas
pelayanan publik dan pendidikan justru di daerah rawan
banjir. Padahal jika kita belajar dari sejarah masa kolonial,
pemerintah membangun pusat pemerintahan Asisten
Residen Sampang tepat di sebelah timur Monumen
Trunojoyo saat ini, yang relatif agak jauh dari meander
sungai. Itupun masih kebanjiran. Ternyata lagi-lagi kita
tidak belajar dari masa lalu dan tidak ada kesadaran
sejarah akan bencana ini.
Kendala lainnya adalah masalah selokan atau sungai
kecil di lingkungan perkotaan. Banyak selokan yang tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan sebagian juga
dipenuhi sampah, baik sampah rumah tangga maupun
limbah dari penginapan-penginapan yang ada di Sampang.
Akibatnya, jika air datang maka yang pertama kali
terendam banjir adalah selokan, yang kemudian meluber
ke rumah-rumah warga, perkantoran, hingga sawah dan
tambak warga. Yang kemudian, air banjir ini dijadikan
wahana permainan oleh anak-anak di Sampang. Lalu
apakah air ini tidak berbahaya bagi kesehatan? Padahal air
dari banjir ini sudah bercampur dengan sampah dan
limbah domestik warga.
Banjir di Sampang bukanlah banjir bandang,
melainkan hanya banjir kiriman dari luapan Sungai
Kemuning, yang hulunya berada di perbukitan kapur di
186 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

Utara Sampang. Sungai tersebut mengalir ke Selatan


menuju Kota Sampang dan berakhir di laut Madura. Banjir
tersebut bisa dibilang berdampak buruk bagi masyarakat.
Tercatat sejak masa kolonial, banjir telah menghancurkan
berbagai infrastruktur pemerintahan, fasilitas publik,
jembatan, jalan raya, jalur trem, harta benda, sawah,
ternak, dan tentunya nyawa penduduk.
Banjir baik masa kolonial maupun pascakolonial
sempat menghilangkan nyawa penduduk. Korban jiwa pun
bermacam-macam, mulai dari anak-anak hingga orang
dewasa. Meskipun korban jiwa tak terlalu banyak, namun
korban terdampak banjir mengharuskan warga mengungsi
ke tempat yang lebih tinggi. Di tahun 1875-1900 saja,
hampir seluruh penduduk di bantaran sungai mengungsi
ke bukit-bukit karena rumah mereka diterjang banjir.
Sementara korban jiwa yang tenggelam saat itu dilaporkan
sebanyak 4 orang, dan puluhan orang pada periode
setelahnya sekitar 1900-1939, termasuk anak-anak pun
turut menjadi korban. Sementara itu, laporan terkait
jebolnya bendungan, jembatan, dan rusaknya rumah
warga juga turut menghiasi kolom-kolom berita koran
masa kolonial.
Kerugian yang dilaporkan mulai dari puluhan hingga
ratusan ribu gulden. Seperti yang terbesar yaitu ketika
banjir tahun 1875 yang mengakibatkan 3 jembatan rusak
dan akses jalan raya di perkotaan rusak parah. Tidak hanya
itu banjir masa kolonial juga mengakibatkan puluhan
hektar sawah, ladang, dan tegalan warga, bahkan juga
ternak warga hanyut terbawa air.
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 187

Sejenak kita beralih ke banjir periode pasca kolonial.


Dampak yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan
periode sebelumnya. Namun yang menarik perhatian saya
dan tim adalah dampak banjir dalam dunia Pendidikan di
Sampang. Banjir yang terkadang 2-4 hari baru surut
menyebabkan aktivitas pendidikan lumpuh total. Tak
jarang pihak sekolah pun meliburkan siswanya karena
memang akses menuju sekolah yang terandam air, bahkan
sekolahnya sendiri yang kebanjiran. Salah satu sekolah
yang menjadi langganan banjir adalah SMKN 1 Sampang.
Saya dan tim bertemu dengan Mas Waki dan Mbak Rina.
Mas Waki adalah salah seorang tenaga kependidikan di
SMKN 1 Sampang, sedang Mbak Rina adalah teman saya
yang menjadi Guru Sejarah di sekolah tersebut. Dua orang
ini mengantar saya berkeliling SMK dan beberapa rumah di
sekitarnya untuk melihat bukti banjir.
Sejak sekolah ini berdiri tahun 1998, hampir tidak
pernah absen dari bencana banjir, baik banjir kecil, sedang,
hingga banjir besar. Selain bukti-bukti bekas banjir di
sekolah, Mas Waki ddan Mbak Rina bahkan menceritakan
ada satu orang tukang kebun sekolah yang meninggal
karena hanyut tersapu banjir besar tahun 2002, beliau
adalah Pak Rahman. Peristiwa itu hingga kini menjadi
memori kolektif yang tak dapat dilupakan. Hingga nama
Pak Rahman diabadikan sebagai nama Musholla di SMKN
1 Sampang, Musholla Ar-Rahman.
Dampak lain yang bisa kita lihat yaitu penyakit yang
muncul ketika banjir berlangsung dan pasca banjir. Sejak
masa kolonial banyak penyakit yang diberitakan muncul
188 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

ketika banjir, seperti sakit perut, flu, dan sakit panas.


Mungkin perbedaannya saat ini hanya masalah nama
penyakitnya saja, seperti sakit perut sekarang menjadi
penyakit diare, dan sakit panas sekarang menjadi demam.
Bahkan ada juga demam berdarah (DBD). Pada tahun 2020
saja, kasus DBD di Kabupaten Sampang mencapai 229
orang. Puskesmas Kemuning dan Banyuanyar yang terletak
di pusat kota menjadi penyumbang data terbesar dari
penyakit ini. Ada 48 kasus di Puskesmas Kemuning, dan 55
kasus di Puskesmas Banyuanyar. Masyarakat dan
pemerintah harus bersyukur karena tidak ada korban jiwa
dalam kasus ini. Sebuah angka yang tidak terlalu besar,
namun masyarakat dan pemerintah harus waspada karena
angka ini bisa bertambah jika penanggulangan banjir di
Sampang tidak maksimal.
Bahkan sejak bulan April 2013, dilaporkan muncul
penyakit jenis baru yaitu Leptospirosis. Penyakit
mematikan yang bersumber dari bakteri leptospira yang
ada pada ginjal dan kencing tikus. Penyakit ini berkembang
di daerah tropis dengan kepadatan penduduk yang cukup
tinggi, dan kawasan banyak tikus dengan sanitasi yang
buruk. Penelitian mahasiswa Unair Jurusan Kesehatan
Lingkungan tahun 2013, menganalisis bahwa dari 14
kecamatan yang ada di Kabupaten Sampang, leptospirosis
kebanyakan menyerang masyarakat di wilayah Kecamatan
Sampang (pusat kota). Dari 107 kasus yang positif
leptospirosis, 103 kasus berada di kawasan kota. Penyakit
ini sempat menelan korban jiwa sebanyak 9 orang. Hingga
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menetapkan
penyakit ini sebagai wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB)
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 189

pada periode tersebut. Dan pada tahun 2020, hasil


pemeriksaan dari laboratorium RSUD dr. Mohammad Zyn
Kabupaten Sampang menunjukkan bahwa dari 26 orang
yang di tes, 12 orang reaktif leptospirosis. Angka yang tidak
cukup besar, namun lagi-lagi masyarakat dan pemerintah
harus waspada karena jika banjir terus menerus tanpa ada
upaya mitigasi yang nyata, penyakit ini bisa menjadi
fenomena yang menakutkan.
Dari berbagai penyebab dan dampak banjir yang telah
diulas sebelumnya, seharusnya pemerintah dan warga
Sampang sadar akan bahayanya bencana banjir. Berbagai
narasi sejarah, penyebab, dan dampak banjir dalam buku
ini (bagian 1-3) mencoba untuk menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya keberlanjutan dan permasalahan
lingkungan hidup. Terutama ketika berbicara tentang
bencana alam yang juga sedikit banyak dipengaruhi oleh
aktivitas manusia.
Kesadaran akan bencana banjir diperlukan agar kita
lebih siap menghadapinya. Tidak hanya itu, ketika kita
mengetahui penyebab dan bahaya yang ditimbulkan
ketika banjir, maka akan muncul usaha untuk memperkecil
resiko banjir, bahkan mencegahnya agar tidak terjadi lagi.
Kesadaran inilah yang diperlukan masyarakat Sampang
agar tidak hanya waspada terhadap bencana, tetapi juga
memikirkan langkah-langkah yang lebih efektif untuk
terbebas dari bencana banjir. Pemerintah daerah juga
harus memikirkan ulang berbagai formula yang tepat
untuk membebaskan wilayahnya dari bencana banjir yang
setiap tahun terjadi.
190 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

C. Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati


Sejak masa kolonial banjir di Sampang memang sudah
sering terjadi. Oleh sebab itu, pemerintah Hindia-Belanda
sering disurati oleh Asisten Residen Sampang, bahkan juga
tokoh agama lokal Sampang terkait daerahnya yang sering
banjir dan memerlukan penanganan khusus. Beberapa
upaya fisik telah dilakukan oleh pemerintah kolonial,
seperti normalisasi Sungai Kemuning, pembangunan
beberapa bendungan air di sebelah Utara kota, dan ada
juga upaya untuk membuat sudetan sungai. Sedangkan
upaya non-fisiknya yaitu di awal abad ke-20 pemerintah
kolonial mengirimkan Dokter Jawa untuk membantu
korban-korban banjir di daerah ini.
Namun beberapa upaya mitigasi tersebut tidak
maksimal karena masalah biaya yang besar dan
pengerjaan bangunan fisik yang tidak bisa selesai dalam
waktu singkat. Tak jarang rencana pembangunan yang
sudah dirancang oleh Burgerlijk Openbare Werken (BOW),
saat ini kita sebut Dinas PU, mengalami banyak kendala
dan kegagalan karena masalah dana dan pembebasan
lahan yang cukup mahal saat itu. Bahkan pemerintah
kolonial juga sempat mendatangkan insinyur dari Belanda
untuk mengatasi problem banjir di Sampang, namun tak
terealisasi. Hingga saat ini, bukti-bukti pembangunan
infrastruktur tersebut hanya bisa kita lihat di arsip BOW di
gudang Arsip Nasional Jakarta. Sementara untuk bukti
fisiknya di Sampang hingga saat ini masih jarang ditemui.
Ini juga dipengaruhi kekuasaan Belanda di Sampang abad
ke-20 yang relatif singkat, karena tahun 1940-an sudah
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 191

beralih ke Pendudukan Jepang. Pengaruh lainnya yaitu


karena pemerintah kolonial lebih memfokuskan
perhatiannya ke daerah yang lebih produktif di Sampang,
yaitu daerah Torjun yang mempunyai Pabrik Garam untuk
keperluan ekspornya.
Pada periode terkini, saya dan tim banyak
menemukan bangunan fisik yang diupayakan oleh
pemerintah daerah. Seperti pembangunan tanggul banjir
(sheet pile), yang familiar dikenal orang Madura dengan
sebutan sit pel atau spel. Ada juga 5 buah mesin pompa air
saat banjir dan teknologi Early Warning System (EWS) yang
diletakkan di Desa Daleman Kecamatan Kedungdung dan
Desa Kemuning Kecamatan Sampang. Selain itu,
pemerintah juga melakukan upaya normalisasi sungai
dengan mengeruk Sungai Kemuning yang semakin hari
mengalami pendangkalan. Upaya mitigasi tersebut dinilai
berhasil oleh masyarakat. Karena sejak pembangunan
sheet pile pada tahun 2017, banjir yang menggenangi kota
tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian,
sekarang jangkauan banjir lebih meluas, yang dulunya
hanya di 3 kelurahan (Dalpenang, Rongtengah, dan
Gunungsekar), sekarang sudah sampai daerah selatan,
yaitu Kelurahan Polagan, Karang Dalem, dan Banyuanyar.
Selain dalam bentuk fisik, Pemkab melalui BPBD juga
melakukan edukasi bencana sejak dini kepada masyarakat
Sampang. Mulai dari sosialisasi bencana banjir, pelatihan
simulasi bencana di sekolah-sekolah, hingga
pemberdayaan masyarakat desa Tangguh bencana. Hal ini
beguna untuk mempersiapkan anak cucu mereka agar
192 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

lebih mengerti dan siap menghadapi bencana banjir yang


datang tiba-tiba.
Sebenarnya, jika kita buka mesin pencari, google
scholar misalnya, maka kita akan menemukan banyak
sekali penelitian dalam bidang saintek maupun sosial
terkait banjir di Sampang. Temanya juga beragam, seperti
analisis kerawanan banjir menggunakan metode tertentu,
mitigasi banjir dengan membangun embung dan
bendungan, normalisasi daerah pinggiran Sungai
Kemuning, penanaman pohon tertentu (reboisasi) untuk
mencegah banjir dari utara, dan lain sebagainya. Namun
dari sekian banyak penelitian para akademisi itu, belum
ada yang dilirik pemerintah daerah untuk direalisasikan.
Sebenarnya di sini, kinerja pemerintah, masyarakat dan
akademisi mestinya mestinya menjadi bahan
pertimbangan untuk mewujudkan Sampang sebagai kota
yang bebas banjir.
Sementara pemerintah masih mencari jalan keluar
untuk masalah banjir, warga Sampang memiliki kearifan
lokalnya tersendiri untuk bertahan dari banjir. Kebanyakan
warga yang rumahnya terdampak banjir sudah
mempersiapkan apa saja yang harus dilakukan ketika air
datang. Berangkat dari kearifan lokal terdahulu, kami
menemukan cerita unik di Rongtengah, yaitu terkait
bagaimana mengukur ketinggian air saat banjir
menggunakan brenggongan, dan EWS lokal mereka, yaitu
kentongan. Ini upaya awal yang mereka lakukan. Bahkan
menurut Mas Wakil dan Pak Totok, mereka sampai bisa
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 193

mengenali tanda-tanda air akan datang dengan dengan


fenomena alam.
Saat banjir warga juga sudah bersiap, mereka
membuat shelter-shelter kecil untuk menampung barang-
barang penting mereka. Istilahnya pun beragam, karena
keterbatasan tim kami berbahasa Madura, saya mencatat
semua istilah itu. Ada yang menyebut paray, pare’, dan ra’
para’an, artinya tempat untuk menyimpan atau
menyelamatkan barang ketika datang banjir besar. Mulai
dari logistik, alat-alat masak, berkas-berkas penting,
bahkan juga manusia. Terkadang juga ada yang membuat
penyanggeh, yaitu semacam tiang dari bambo yang
dipancang di depan rumah untuk menggantung barang-
barang seperti kursi, kasur, dan perabot lainnya.
Selain itu, ada lagi shelter yang disebut loteng, yaitu
rumah yang ditingkat, terdiri dari 2 sampai 3 lantai. Ini yang
biasanya dimiliki golongan menengah ke atas. Sementara
yang menengah ke bawah, mereka setiap tahun
meninggikan pondasinya, bahkan hingga kepala orang
dewasa hampir menyentuh rangka pintu bagian atas. Saya
dan tim juga diantar oleh Pak Dwi, Lurah Dalpenang dan
asistennya, Pak Junaedi untuk berkeliling mencari bukti-
bukti banjir. Saya pun tercengang melihat bukti-bukti
banjir dan upaya mitigasi melalui kearifan lokal
masyarakat. Kami diantar ke salah satu rumah di depan
Kantor Kelurahan Dalpenang, yang lokasinya tepat di
meander Sungai Kemuning. Ternyata mereka sudah
menerima bencana ini sebagai takdir Tuhan yang tidak bisa
194 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

dirubah. Yang bisa mereka lakukan hanya bagaimana bisa


hidup berdampingan dengan bencana banjir tersebut.
Menariknya, masyarakat di Sampang selalu gotong-
royong saling membantu korban terdampak banjir. Jika
tidak punya tempat berlindung, tetangga yang mempunyai
loteng selalu menerima barang-barang maupun orang lain
untuk berlindung di tempatnya. Mereka saling membantu
dan bersama-sama bertahan dari banjir. Semestinya,
kearifan lokal gotong royong inilah yang juga dilakukan
untuk bahu-membahu memperkecil resiko banjir di
Sampang, bukan hanya saat banjir terjadi.
Kalau ada peribahasa, “lebih baik mencegah daripada
mengobati”, maka untuk kasus banjir di Sampang, “lebih
baik mencegah banjir daripada terus-menerus menjadi
korban banjir”.

Daftar Rujukan
Bankoff, G. and Christensen, J. (2016). Natural hazards and
peoples in the Indian Ocean world: bordering on
danger. Springer.
Boomgard, P., Colombijn, F. and Henley, D. (1997). Paper
landscapes: Explorations in Environmental History of
Indonesia, KITLV Press Leiden.
Cahyaningrum, G. A. (2020). Bencana Banjir di Pulau
Madura 1875-1940. Surabaya: Pustaka Indis.
Darmawan, K., Hani’ah, H. and Suprayogi, A. (2017).
Analisis Tingkat Kerawanan Banjir Di Kabupaten
Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020 195

Sampang Menggunakan Metode Overlay dengan


Scoring Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal
Geodesi Undip.
Ghozali, A. and Sudaryatno, S. (2016) ‘Pemanfaatan Citra
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
untuk Zonasi Kerawanan Banjir di DAS Kalikemuning
Kabupaten Sampang, Madura’, Jurnal Bumi
Indonesia.
Jeihan, S. (2017) ANALISA DAERAH RAWAN BANJIR DI
KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS DENGAN METODE DATA
MULTI TEMPORAL. Surabaya.
Kuntowijoyo (2017) Perubahan Sosial dalam Masyarakat
Agraris Madura 1850-1940. Yogyakarta: IRCiSoD &
MataBangsa.
Nawiyanto, S. (2017) ‘Penulisan Sejarah Lingkungan di
Indonesia’, in Faisol, A. et al. (eds) Menemukan
Historiografi Indonesia. Yogyakarta: Ombak, pp.
723–738.
Puspitasari, D., Thaifururrahman, M. and Ariyanto, R.
(2019) ‘PENGEMBANGAN SISTEM PENDETEKSI
BANJIR MENGGUNAKAN FUZZY DENGAN RASPBERRY
PI (STUDI KASUS: KABUPATEN SAMPANG)’, Jurnal
Teknologi Informasi dan Terapan. doi:
10.25047/jtit.v4i2.65.
Triwidiyanto, A. and Navastara, A. M. (2013) ‘PEMINTAKAN
RISIKO BANJIR AKIBAT LUAPAN KALI KEMUNING DI
196 Sejarah Banjir Sampang, 1872 – 2020

KABUPATEN SAMPANG’, jurnal teknik pomits vol. 2,


no. 1, (2013), 51(C).
Wawancara dengan Nurul Hadi, 27 Juni 2021
Wawancara dengan Pak Totok, 09 Juni 2021
Wawancara dengan Abdul Wakil, 09 Juni 2021
Wawancara dengan Pak Dwi, 08 Juni 2021
Wawancara dengan Abdul Maat, 08 Juni 2021

Anda mungkin juga menyukai