Diajukan sebagai syarat kelulusan Mata Kuliah Sejarah Seni & Arsitektur
pada program studi Sejarah dan Peradaban Islam
Oleh :
Abdul Hamid Saputra
NIM 1165010001
November, 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah
serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
“Tipologi Suhunan Rumah Adat : Suhunan Jolopong di Kecamatan Tomo Kabupaten
Sumedang )” dengan baik.
Salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW yang telah menjadi guru terbaik dan menjadi suri tauladan bagi umat Islam di seluruh
dunia.
Penelitian ini kami susun untuk memenuhi syarat “Mata kuliah Sejarah Seni dan
Arsitektur” di semester V, dan kami harap proposal penelitian ini dapat bermanfaat, baik
untuk kami maupun para peserta didik lainnya.
Dalam menyusun makalah ini pula kami berusaha sebaik mungkin untuk
mendapatkan sumber-sumber dan informasi, baik dari buku yang telah di rekomendasikan
oleh dosen ataupun website yang terpercaya. Terimakasih kepada dosen pengajar yang
telah membimbing dalam penyelesaian proposal penelitian ini.
Untuk itu saran dan kritik kami harapkan berkenan dalam pembuatan makalah ini,
demi kesempurnaannya atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Bandung,
November 2018
i
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
Daftar Pustaka .................................................................................................................. ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latarbelakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 2
D. Metode Penelitian.................................................................................................. 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
SEJARAH SUMEDANG.................................................................................................. 4
A. Sumedang Masa Hindu-Budha ............................................................................ 4
B. Sumedang Masa Islam dan Kolonial ................................................................... 5
BAB III............................................................................................................................. 12
RUMAH TRADISONAL SUNDA................................................................................. 12
(SUHUNAN JOLOPONG DI SUMEDANG) ............................................................... 12
A. Rumah Tradisional Sunda ................................................................................. 12
B. Kontruksi Rumah Tradisional Sunda ............................................................... 15
C. Tipologi Suhunan Jolopong Rumah adat Sumedang ....................................... 18
BAB IV ............................................................................................................................. 20
PENUTUP........................................................................................................................ 20
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 20
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman suku bangsa yang unik
dan adat istiadat yang beragam di setiap daerahnya, telah menjadika Indonesia
kaya dengan nilai kulturnya. Indonesia memiliki etnis yang beranekaragam
tentunya akan menghasilkan sebuah tatanan kemasyarakatan yang heterogen.
Keberagaman etnis tersebut dapat melahirkan sebuah tatanan masyarakat yang
dinamis dan integratif atau sebaliknya akan berpotensi menimbulkan konflik
apabila tidak dikelola secara bijaksana. Kearifan lokal merupakan tata nilai atau
perilaku hidup masyarakat local dalam berinteraksi dengan lingkungan
tempatnya hidup secara arif. Kearifan local dapat menjadi alat yang mampu
menyikapi masalah keanekaragaman budaya yang terdapat di suatu kawasan.
Nilai- nilai budaya yang mereka dukung dijadikan pedoman untuk bergaul
dengan lingkungan masyarakat yang beragam. Dengan kearifan lokal,
masyarakat di suatu daerah dapat menjaga lingkungan hidup mereka agar
kelestarian dan kekayaan alam ini tetap terjaga. Salah satu yang akan dikaji oleh
penulis adalah Sumedang. Sumedang memiliki akar sejarah yang panjang; ia
memiliki masa prasejarah, masa Kerajaan Kuna Sumedang Larang (tahun 900
s.d. 1601), masa Bupati Wedana (1601 s.d. 1706), masa Bupati VOC (1706 s.d.
1799), masa Bupati Zaman Pemerintah Hindia Belanda (1800 s.d. 1942), masa
Bupati Zaman Pemerintah Pendudukan Jepang (1942 s.d. 1945), dan bupati-
bupati pada zaman kemerdekaan. Ini juga berarti bahwa Sumedang memiliki
sejarah pemerintahan yang cukup lama.1
1
Mumuh Muhsin, Kerajaan Sumedanglarang, Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran Bandung
2008,
http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/download/276/222
diunduh pada tanggal 23 September 2018.
1
bersifat artefak (fakta berupa benda-benda), mentifak (fakta mental), maupun
sosefak (fakta sosial). Dari waktu ke waktu fakta-fakta itu mengakumulasi,
menjadi memori kolektif dan sekaligus menjadi kebanggaan masyarakatnya.
Oleh karena itu, sisi apa pun dari masa lalu di wilayah Sumedang ini, dalam
besarannya masing-masing, memiliki makna penting bagi masyarakat. Bahkan
sebagian darinya masih cukup fungsional, sehingga keberadaan fakta-fakta
masa silam itu terus dipelihara dan diabadikan. Sebagai contoh, situs-situs
sejarah berupa makam sampai sekarang masih banyak diziarahi masyarakat,
baik yang berasal dari Sumedang maupun dari luar Sumedang. Di lingkungan
masyarakat Sumedang pun masih diselenggarakan aneka ragam acara dan
upacara adat, yang secara kultural dan historis mengacu ke masa lalu
Sumedang.2
Pada kesempatan kali ini penulis akan memaparkan salah satu budaya
Indonesia, yang berwujud rumah adat. Fokus tinjauan kami adalah mengenai
Suhunan Jolopong di daerah Sumedang.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud rumah tradisional Sunda ?
b. Bagaimana kontruksi rumah tradisional Sunda ?
c. Bagaimana Tipologi Suhunan Jolopong Rumah adat di Sumedang ?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk memahami rumah adat Sunda
b. Untuk memahami kontruksi rumah adat Sunda
c. Untuk memahami Tipologi Suhunan Jolopong Rumah adat Sumedang
2
Mumuh Muhsin, Kerajaan Sumedanglarang, Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran Bandung
2008,http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/download/276/2
22 diunduh pada tanggal 23 September 2018.
2
D. Metode Penelitian
Metode adalah salah satu bentuk cara yang dilakukan untuk menyelesaikan
masalah dalam sebuah proses penelitian. Penelitian dapat dirumuskan sebagai
penerapan pendekatan ilmiah sebagaimana fungsi dan tujuannya penelitian
memerlukan kecermatan, ketelitian, ketersediaan waktu, tenaga, biaya dan lain
sebagainya. Hal ini menjadi sebuah kunci agar penelitian dapat berjalan sebagai
suatu usaha yang sistematis dan objektif untuk dapat mencari hasil yang dapat
dipercaya.Metode sejarah digunakan sebagai metode penelitian, pada
prinsipnya bertujuan untuk menjawab enam pertanyaan (5 W dan 1 H) yang
merupakan elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa), when (kapan),
where (dimana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana).3
Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam metode historis ini
menurut Nugroho Notosusanto adalah sebagai berikut :
1. Heuristik, yaitu kegiatan yang mengungkapkan masa lampau.
2. Kritik, yaitu menyelidiki apakah jejak itu sah baik isi maupun
bentuknya.
3. Interpretasi, yaitu menentukan makna saling berhubungan dengan
faktor-faktor yang diperoleh itu.
4. Historiograpy, yaitu mengumpulkan sintesa yang diperoleh dalam
bentuk kisah.4
Salah satu jenis penelitian bila dilihat dari tempat pengambilan data adalah
penelitian kepustakaan (library research) (Sutrisno Hadi:1990) Disebut
penelitian kepustakaan karena data-data atau bahan-bahan yang diperlukan
dalam menyelesaikan penelitian tersebut berasal dari perpustakaan baik berupa
buku, ensklopedi, kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya.Untuk
memudahkan dalam penelitian kepustakaan tentunya seorang peneliti dituntut
untuk mengenal dan memahami organisasi dan tata kerja perpustakaan. Hal ini
3
Anonim, Metode Penelitian, http://digilib.unila.ac.id/15522/3/3.pdf diunduh pada tanggal 3
Oktober 2018.
4
Anonim, Metode Penelitian, http://digilib.unila.ac.id/15522/3/3.pdf diunduh pada tanggal 3
Oktober 2018.
3
adalah penting agar lebih mudah memperoleh dan mengakses bahan-bahan atau
sumber-sumber yang dibutuhkan.5
Sedemikian pentingnya melakukan studi kepustakaan ini, sehingga tidak
mungkin suat penelitian dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukannya,
terlebih lagi dalam penelitian kepustakaan harus banyak membaca buku buku
yang berhubungan dengan fokus penelitiannya. Sumadi Suryabrata
mengemukakan bahwa lebih dari lima puluh persen kegiatan dalam seluruh
proses penelitian adalah membaca, dan karena itu sumber bacaan merupakan
bagian penunjang penelitian yang esensial.6
BAB II
SEJARAH SUMEDANG
A. Sumedang Masa Hindu-Budha
Kabupaten Sumedang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat
yang terletak di pedalaman layaknya daerah-daerah pedalaman lain di Jawa
Barat. Wilayah Sumedang ditandai dengan daerah yang berbukit-bukit dan
gunung-gunung dengan Gunung Tampomas sebagai gunung tertinggi dengan
puncak tertinggi 1634 Mdpl. Secara administratif, wilayah Kabupaten
Sumedang dibatasi oleh Kabupaten Bandung dan Subang di sebelah barat,
Kabupaten Indramayu di sebelah utara, dan Kabupaten Majalengka di sebelah
timur. Berdasarkan data-data sejarah, Kabupaten Sumedang termasuk
kabupaten tertua dan sejak lama wilayah ini sudah mempunyai pusat
pemerintahan tradisional.7
5
Nursaria Harahap, Penelitian Kepustakaan, Jurnal Iqra' Volume 08 No. 01,
https://media.neliti.com/media/publications/196955-ID-penelitian-kepustakaan.pdf diunduh pada
tanggal 3 Oktober 2018.
6
Nursaria Harahap, Penelitian Kepustakaan, Jurnal Iqra' Volume 08 No. 01,
https://media.neliti.com/media/publications/196955-ID-penelitian-kepustakaan.pdf diunduh pada
tanggal 3 Oktober 2018.
7
Tim Peneliti, Peta Kebudayaan Indonesia : Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, (Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Bandung). Hlm 14.
4
Menurut Nina Herlina Lubis dan Dedi Supriadi Arifin, menyebutkan bahwa
pada abad ke-16 muncul kerajaan Tembong Agung dengan raja pertamanya
Prabu Tajimalela. Dengan pusat kerajaan di Leuwi Hideung yang sekarag
masuk ke dalam Kecamatan Darma Jaya. Kerajaan Tembong Agung merupakan
kerajaan bawahan dari kerajaan Padjajaran.8
8
Tim Peneliti, Peta Kebudayaan Indonesia : Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, (Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Bandung). Hlm 14.
9
Tim Peneliti, Peta Kebudayaan Indonesia : Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, (Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Bandung). Hlm 15.
10
Tim Peneliti, Peta Kebudayaan Indonesia : Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, (Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Bandung). Hlm 15.
11
Tim Peneliti, Peta Kebudayaan Indonesia : Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, (Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Bandung). Hlm 15.
5
Sumedang dalam mas kekuasaan Prabu Geusan Ulun, wilayah
kekuasaannya dibatasi dengan sebelah barat Sungai Cisadane dan sebelah timur
Sungai Cipamali, kecuali daerah Dayeuh Pakuan Padjajaran yang menjadi
daerah kekuasaan Banten pada 1580 dan Sunda Kelapa pada tahun1597,
Cirebon yang dperintah oleh Panembahan Ratu, Kerajaan Galuh yang pada 159
berada di kekuasaan Mataram.12
Pada masa kekuasaan Prabu Geusan Ulun, terjadi pemindahan ibu kota
kerajaan dari Kutamaya ke Dayeuh Luhur. Hingga Prabu Geusan Ulun
meninggal dan di makamkan di Dayeuh Luhur pada 5 November 1608.13
Setelah Prabu Geusan Ulun meninggal makan digantikan oleh Raden Aria
Soeriadiwangsa, yang sering dikenal dengan Pangeran Rangga Gempol
Kusumahdinata atau Rangga Gempol 1 yang memerintah dari tahun 1608-1625.
Pada masa Pangeran Kusumahdinata, Mataram yang berada di bawah
pemerintahan Sultan Agung yang sednag mengadakan ekspansi Wilayah karena
adanya Sumpah Palapa Gajah Mada, sekitar tahun 1620 Sumedang Larang jatuh
ke tangan Mataram secara damai mengikuti Galuh, dan Cirebon.14
Bagi pihak mataram, hal ini merupakan keuntungan besar sebab dengan
demikian seluruh wilayah priangan di tambah karawang berada di bawah
kekuasaanya. Mataram dapat menggunakan priangan sebagai wilayah
12
Tim Penulis, Peninggalan Sejarah di Kabupaten Sumedang, (Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata. Balai pelestarian Sejarah dna Nilai Tradisional Bandung). Hlm 11.
13
Tim Penulis, Peninggalan Sejarah di Kabupaten Sumedang, (Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata. Balai pelestarian Sejarah dna Nilai Tradisional Bandung). Hlm 12.
14
Tim Penulis, Peninggalan Sejarah di Kabupaten Sumedang, (Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata. Balai pelestarian Sejarah dna Nilai Tradisional Bandung). Hlm 12.
15
Tim Penulis, Peninggalan Sejarah di Kabupaten Sumedang, (Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata. Balai pelestarian Sejarah dna Nilai Tradisional Bandung). Hlm 8.
6
pertahanan di bagian barat terhadap kemungkinan serangan dari Banten dan
kompeni yang berkedudukan di Batavia. Kemudian Rangga Gempol diangkat
menjadi wedana bupati di daerah priangan oleh Sinuhun Mataram dengan tugas
mengawasi dan mengkordinasi bupati di willayah ini.16
16
Tim Penulis, Inventarisasi dan Dokumentasi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kabupaten
Sumedang. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, (Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai
Tradisional Bandung). Hlm 19.
17
Tim Penulis, Inventarisasi dan Dokumentasi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kabupaten
Sumedang. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, (Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai
Tradisional Bandung). Hlm 19.
18
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 15.
7
tentara Banten dari Sumedang. Rangga Gempol III berhasil mengusir daerah
pesisir utara antara sungai Citarum dan Cimanuk.19
19
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 15.
20
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 15.
21
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 16.
8
Sumedang yang pernah dikuasai para leluhurnya (pangeran Geusan Ulun).22
Yang menggantikan Pangeran Rangga Gempol IV ialah putrinya sendiri yang
bernama Dalem Istri Radjaningrat,karena putera laki-lakinya belum dewasa. Ia
bersuamikan Dalem Soerianagara ke II,putra Dalem Wangsadinata Bupati
limbangan yang masih juga keturunan bupati-bupati Sumedang. Pada tahun
1759, dalem Istri Radjaningrat wafat dan dimakamkan di gunung Ciung
Pasaeean Gede Sumedang. Dalem Istri menjabat sebagai bupati selama 15
tahun. Sebagai penggantinya ialah putranya yang nomor satu bernama Dalem
Koesoemahadinata ke VIII. 23
22
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 16.
23
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 16.
24
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 16.
9
Pengangkatan Adipati Surianegara III betul-betul menyenangkan bagi
rakyat Sumedang,karena ia merupakan keturunan langsung Bupati Sumedang
sebelumnya,dan berakhirlah bupati penyelang dari Parakanmuncang yang telah
memerintah Sumedang. Kabupaten Sumedang dalam masa pemerintahan
Pangeran Kusumadinata mengalami perubahan dan kemajuan. Diantaranya
adalah produksi hasil perkebunan kopi yang semula hanya 250 pikul menjadi
800 pikul,dan kemudian menjadi 25.000 pikul.25
25
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 18.
26
R.memed Sastrahadiprawira, Pangeran Kornmel. (Jakarta: Java West 1930) dalam Edi
S.Ekadjati 1998. Hlm. 5.
10
Adidjaja yang pernah menjadi bupati Parakanmuncang baru diangkat menjadi
bupati Garut.27 Dalam pergantian bupati selanjutnya secara turun-temurun dan
selama menjabat bupati mereka tidak ada hal-hal yang sangat menonjol di
dalam kepemimpinannya. Baru pada era Raden Sadeli namanya diganti menjadi
Pangeran Arya Surya Atmaja (1882-1919) putera Pangeran Surya Kusumah
Adinata. Pangeran Arya Surya Atmadja terkenal cerdas, jujur, alim, dan
berusaha meningkatkan taraf hidup rakyat. Upaya yang dilakukan oleh beliau
untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya antara lain: bidang pendidikan,
pertanian, peternakan, perikanan, perairan, kehutanan, kesehatan, politik, dan
juga mndirikan bank priayi agar rakyat Sumedang dapat mengadakan simpan
pinjam uang untuk menabung taraf hidupnya. Beliau wafat saat menjalankan
ibadah haji di Kota Mekkah pada tanggal 1 Juni 1919, sehingga dikenal pula
dengan nama Pangeran Mekkah. Sebagai penggantinya dangkatlah
Tumenggung Adipati Kusumah dinata yang memerintah dari tahun 1919-1937.
Tumenggung Adipati Kusumahdinata kemudian diganti oleh Tumenggung
Arya Surya Kusumahdinata dari tahun 1937-1946. Setelah tahun 1946,
pengangkatan bupati dilakukan sesuai dengan alam kemerdekaan.28
27
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 19.
28
Anonim. Pendataan peninggalan sejarah di kab.sumedang, hal 20.
11
BAB III
12
manusia dengan lingkungannya, salah satu buktinya adalah adanya
pembangunan rumah untuk tempat bernaung. 29
Arti olahan benda-benda yang dibuat manusia adalah bahwa manusia selalu
berpikir untuk membuat sesuatu, seperti halnya membuat tempat untuk
berlindung dari iklim dan binatang buas. Manusia zaman prasejarah membuat
tempat berlindung di dalam gua-gua. Dngan kata lain, mereka membuat ruang
di dalam gua. Seiring berjalannya peradaban, manusia mulai berpikir untuk
menciptakan sebuah ruang yang lebih nyaman dan membentuk sebuah
perkampungan atau permukiman. Dengan terbentuknya perkampungan-
perkampungan, terdapat pula rumah-rumah tradisional yang memiliki nilai-nilai
tradisi sebagai salah satu wujud dari kebudayaan dan aturannya. Manusia yang
menempatinya menjadi faktor yang mempengaruhi semua konsep makna rumah
dan tata ruangnya. Rumah tradisional Sunda merupakan suatu karya arsitektur
yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kepercayaan dan pemaknaan. Semua ini
juga dilandasi oleh masyarakat, di mana manusia menjadi salah satu elemen
yang berpegang pada norma dan kepercayaan yang kuat. Fenomena ini akan
memberi sebuah aspirasi terhadap kaidah kebudayaan dan masyarakat dalam
ruang dan waktu sebagai perwujudan manusia dalam lingkungannya. Dengan
terwujudnya fenomena ini, maka terjadi sebuah proses perubahan dalam
manusia di dalam lingkungannya secara bertahap, dalam pengertian bahwa
terjadinya perubahan sosial-budaya pada suatu masyarakat berkembang secara
linier. Bentuk arsitektural yang dihasilkan manusia merupakan bentuk kolektif
yang telah disepakati oleh manusia dengan landasan kepercayaan. Karya
kolektif yang dihasilkan dapat berupa gaya arsitektur tertentu dengan
kepercayaan yang tertentu di setiap daerah. Keragaman karya kolektif
29
Deny Martinus, RUMAH TRADISIONAL SUNDA DALAM PERSPEKTIF TEORI PARADOKS,
(Universitas Kristen Maranatha : Bandung).
http://repository.maranatha.edu/597/1/Rumah%20Tradisional%20Sunda.pdf diunduh tanggal 20
November 2018
13
menghasilkan kebudayaan dan kepercayaan yang berbeda hingga dapat
dirasakan kehadirannya di dunia ini.30
30
Deny Martinus, RUMAH TRADISIONAL SUNDA DALAM PERSPEKTIF TEORI PARADOKS,
(Universitas Kristen Maranatha : Bandung).
http://repository.maranatha.edu/597/1/Rumah%20Tradisional%20Sunda.pdf diunduh tanggal 20
November 2018
31
Anonime, _________, http://e-journal.uajy.ac.id/11078/3/2MTA01927.pdf diunduh tanggal 26
November 2018
32
Anonime, B A B Iii and Tinjauan Pustaka, “Bab Iii Tinjauan Pustaka 3.1 T,” 2011, 36–58.
14
B. Kontruksi Rumah Tradisional Sunda
33
Eko Nugroho Julianto, “Konstruksi Bangunan 1,” 2012, 120.
http://digilib.isi.ac.id/1165/1/Pages%20from%20Konstruksi%20bangunan_Hartiningsih_PSDI_20
16.pdf diunduh pada tanggal 26 November 2018
15
struktural, rumah adat tersebut telah mengalami perubahan akibat pengaruh
modernisasi. Walaupun demikian, makna rumah adat menjadi salah satu aspek
tradisi yang masih diperhatikan masyarakat pendukungnya.34
Bahan bangunan : (1) Atap : Bagian penutup atap tebuat dari talahab yaitu
penutup atap yang terbuat dari bilahan bambu. (2) Flapon/langit-
langit,Flapon/langit-langit (lalangit/paparan) terbuat dari bilah-bilah bambu
yang dipasang dengan jarak tertentu,ada juga lalangit yang dibuat dari bambu
bulat (utuh) yang dijajar rapat. (3) Tiang, Tiang terbuat dari bahan kayu, untuk
pondasi tiang digunakan batu alam berbentuk bulat. (4) Dinding, Seluruh
dinding terbuat dari anyaman bambu (bilik). Untuk menahan dinding rumah di
bagian dalam dipasang kayu dengan posisi horizontal disebut Paneer dan
berfungsi pula sebagai penahan tiang rumah. (5) Jendela, Jendela berbentuk
persegi panjang dan dipasang kayu dengan jarak tertentu secara vertikal disebut
34
Martinus Deny, “SUNDANESE TRADITIONAL HOUSE IN PARADOX THEORY PERSPECTIVE,” n.d.
http://repository.maranatha.edu/597/1/Rumah%20Tradisional%20Sunda.pdf diunduh tanggal 20
November 2018
35
Anonime, Data kampung adat di Jawa Barat,
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/fupload/Data%20Kampung%20Adat%20di%20Jaw
a%20Barat.pdf ( diunduh tanggal 17 November 2017 pada pukul 22.00 WIB)
16
jalosi, serta daun jendela kayu sebagai penutupnya. (6) Lantai, Seluruh lantai
(palapuh) terbuat dari bambu yang dibentuk lempengan bambu yang digelarkan
di atas bambu bulat (utuh) dinamakan dengan darurang.36
36
Anonime, Data kampung adat di Jawa Barat,
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/fupload/Data%20Kampung%20Adat%20di%20Jaw
a%20Barat.pdf ( diunduh tanggal 17 November 2017 pada pukul 22.00 WIB)
37
Anonime, Data kampung adat di Jawa Barat,
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/fupload/Data%20Kampung%20Adat%20di%20Jaw
a%20Barat.pdf ( diunduh tanggal 17 November 2017 pada pukul 22.00 WIB)
17
C. Tipologi Suhunan Jolopong Rumah adat Sumedang
Tipologi berasal dari dua suku kata yaitu Tipo yang berarti pengelompokan
dan Logos yang mempunyai arti ilmu atau bidang keilmuan. Jadi Tipologi
adalah ilmu yang mempelajari pengelompokan suatu benda dan makhluk secara
umum. Tipologi adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang
tipe. Tipologi arsitektur atau dalam hal ini tipologi bangunan erat kaitannya
dengan suatu penelusuran elemen-elemen pembentuk suatu sistem objek
38
Asnang, Geografis dan Topografi Sumedang,
https://www.sumedang.online/2010/05/geografis-dan-topografi-sumedang/ diunduh pada
tanggal 26 November 2018
18
bangunan atau arsitektural. Elemen-elemen tersebut merupakan organisme
arsitektural terkecil yang berkaitan untuk mengidentifikasi tipologi dan untuk
membentuk suatu sistem, elemen-elemen tersebut mengalami suatu proyek
komposisi, baik penggabungan, pengurangan, stilirisasi bentuk dan
sebagainya.39
39
Sesilia Vania Febriana, “Definisi Tipologi Dan Morfologi Bangunan Dalam Arsitektur,” 2012, 1.
https://kupdf.net/downloadFile/59f1230ce2b6f51f0ac57409?preview=1 diunduh pada tanggal
26 November 2018
40
Deny, “SUNDANESE TRADITIONAL HOUSE IN PARADOX THEORY PERSPECTIVE.”
http://repository.maranatha.edu/597/1/Rumah%20Tradisional%20Sunda.pdf diunduh tanggal 20
November 2018
19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hunian atau tempat tinggal merupakan sebuah harta yang sangat berharga
bagi setiap orang. Mau seperti apa pun bentuknya, itu merupakan sebuah
memori yang akan diingat oleh setiap penghuninya. Sebagaimana Indonesia
yang beranekaragam budaya dan bahasa, rumah atau hunian juga beraneka
ragam jenisnya.
Menariknya dari warisan nenek moyang ini, dengan melihat atapnya saja
kita akan terbayang-bayang isi rumahnya seperti apa. Terkhusus masyarakat
sunda kami berasumsi bahwa setiap atap rumah masyarkat menunjukan kelas-
kelas masyarakat di tataran sunda. Jika kita melihat banyak rumah tradisional
yang banyak menggunakan atap jolpong semakin kita dapat asumsikan bahwa
masyarakat sekitar sangat memegang sekali unsur-unsur warisan nenek moyang
daerahnya. Untuk saat ini kita patut bersyukur bahwa masih ada beberapa
perkampungan yang masih menjaga kearifan local daerahnya, seperti halnya
badui, kampung naga, suku bajo, dan sebagian masyarakat sumedang yang ada
di kecmatan Tomo.
20
Daftar Pustaka
21
http://repository.maranatha.edu/597/1/Rumah%20Tradisional%20Sunda.pdf
diunduh tanggal 20 November 2018
Anonime, Data kampung adat di Jawa Barat,
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/fupload/Data%20Kampung%20Adat
%20di%20Jawa%20Barat.pdf ( diunduh tanggal 17 November 2017 pada pukul
22.00 WIB)
Asnang, Geografis dan Topografi Sumedang,
https://www.sumedang.online/2010/05/geografis-dan-topografi-sumedang/
diunduh pada tanggal 26 November 2018
Sesilia Vania Febriana, “Definisi Tipologi Dan Morfologi Bangunan Dalam
Arsitektur,” 2012, 1.
https://kupdf.net/downloadFile/59f1230ce2b6f51f0ac57409?preview=1 diunduh
pada tanggal 26 November 2018
Deny, “SUNDANESE TRADITIONAL HOUSE IN PARADOX THEORY
PERSPECTIVE.”http://repository.maranatha.edu/597/1/Rumah%20Tradisional%
20Sunda.pdf diunduh tanggal 20 November 2018
22