Anda di halaman 1dari 88

SEJARAH MUHAMMADIYAH DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI

KOTA MEDAN (1927-1990)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Diujikan Dalam

Sidang Mempertahankan Skripsi

Oleh :

LUTHFI FIKRIYANDI

3173121021

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
ABSTRAK

Luthfi Fikriyandi. NIM, 3173121021. “Sejarah Muhammadiyah Dalam Bidang


Pendidikan Di Kota Medan (1927-1990)”. Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah.
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Medan. 2021.

Penelitian dengan judul Sejarah Muhammadiyah Dalam Bidang Pendidikan Di


Kota Medan (1927-1990) dilatar belakangi oleh keberadaan lembaga-lembaga
pendidikan milik Muhammadiyah yang jumlahnya cukup banyak terdapat di kota
Medan, mengingat bahwa yang mendirikan Muhammadiyah di Kota Medan
bukanlah warga Medan itu sendiri melainkan para pendatang dari Minangkabau,
Tapanuli dan Jawa. Adapun yang menjadi latar belakang khusus dari pendirian
lembaga pendidikan Muhammadiyah di kota Medan ialah adanya semangat dan
kesadaran dari para simpatisan warga Muhammadiyah

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses perkembangan Muhammadiyah


di Kota Medan mulai dari berdirinya Muhammadiyah hingga perkembangan
cabang-cabang Muhamamdiyah di kota Medan beserta keberadaan pendidikan
Muhamamdiyah di kota Medan periode tahun 1927 hingga 1990. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian sejarah dengan
menggunakan sumber tulisan dan lisan. Sumber tulisan sendiri didaptkan dari buku
atau literatur yang membahas mengenai Muhammadiyah di Kota Medan.
Sedangkan sumber lisan diperoleh dari tradisi lisan dan wawancara dengan para
narasumber di Medan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan Muhamamdiyah di


kota Medan berkembang pesat sejak setelah kemerdekaan dimana fokus perhatian
lebih terarah kepada perkembangan cabang-cabang Muhamamdiyah. Semntara itu,
lambaga pendidikan Muhamamdiyah sendiri berkembang pesat antara tahun 1970-
1980.

Kata Kunci : Muhamamdiyah, Lembaga Pendidikan Muhammadiyah, Medan

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb

Pertama dan paling utama puji syukur penulis haturkan kepada kehadirat

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat dan karunianya

berupa kesehatan dan juga kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Sejarah Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan di

Kota Medan (1927-1990)” ini dengan sebaik-baiknya.

Sejatinya, dalam proses penelitian skiripsi ini tenryata tidak semudah yang

dibayangkan. Banyak sekali kendala yang dihadapi selama penulis melakukan

penelitian, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terwujud atas bimbingan,

bantuan, dorongan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu. Dengan segala

kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Bapak Dr. Syamsul Gultom, SKM, M.Kes sekalu Rektor Universitas

Negeri Medan

2. Ibu Dra. Nurmala Berutu, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

3. Ibu Dr. Lukitaningsih, M.Hum selaku ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

dan Bapak Arfan Diansyah, M.Pd selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan

Sejarah.

4. Bapak Syahrul Nizar, M. Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi,

Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas masukan dan

ii
kemudahan yang telah beliau berikan kepada penulis mulai dari proses

penyusunan proposal hingga penyelsaian skripsi.

5. Bapak Dr. Hidayat selaku Dosen Pembimbing Akademik dan selaku

dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam

membimbing dan memberi masukan kepada penulis hingga selesainya

skripsi ini.

6. Bapak Drs. Yushar dan Bapak Pristi Suhendro Lukitoyo selaku dosen

penguji yang telah bersedia memberikan saran sehingga penulis bisa

menyelsaikan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Medan, yang telah berbagi ilmu melalui proses

belajar mengajar selama beberapa tahun ini.

8. Terima kasih kepada Drs. Burhanunddin, selaku ketua Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Medan yang telah mengizinkan penulis untuk

melakukan penelitian di lingkungan Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Medan.

9. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Pak Syufri Polem, Pak Bahril

Datuk dan Pak Mawardi yang telah bersedia menjadi informan dalam

kegiatan wawancara penulis.

10. Teristimewa penulis ucapkan kepada kedua orangtua penulis, Papa Eka

Daryanto dan Mama Zulfithri Werti yang telah memberikan semangat

paling dalam kepada penulis, juga tak lupa mendoakan penulis dalam

menyelsaikan skrisi ini. semoga senantiasa kalian selalu dalam

iii
lindungan dan limpahan berkah Allah SWT, diberikan kesehatan dan

umur yang berkah.

11. Rekan seperjuangan penulis di kelas Reguler C 2017, yang tidak bisa

semuanya penulis sebut namanya satu persatu, terimaksih atas empat

tahun kebersamaanya, masa-masa dimana melewati berbagai

karaktersitik dosen yang berbeda-beda tiap tahunnya, juga mulai

melewati masa-masa mahasiswa baru hingga mulai sibuk dengan

skripsinya masing-masing.

12. Rekan-rekan kegiatan Magang 3 di SMP Muhammadiyah 1 Medan yang

juga telah memberikan semangat kepada penulis dan menyempatkan

hadir dalam seminar proposal serta sidang meja hijau.

13. Rekan-rekan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Desa Tembung.

Meskipun hanya satu bulan dan lokasi KKN yang dekat dengan rumah

masing-masing.

14. Terkhusus penulis haturkan banyak terimakasih kepada diri penulis

sendiri yang mampu bertahan melewati perjuangan dalam menyelsaikan

skripsi ini, mulai dari susah nya menyelesaikan proposal, menulis

kembali hasil penelitian, hingga mampu bersabar menunggu respon dari

dosen. Terimakasih untuk tetap kuat, tetap bertahan meskipun lelah ,

tetap ingin bekerja meski rasa malas menyerang, dan tetap semangat

meskipun tidak ada yang mendukung penulis secara khusus.

15. Terakhir, penulis berterima kasih kepada Kim Jisoo, Kim Jennie, Park

Chae-Young dan Lalisa Manoban yang telah menemani penulis dalam

iv
mengerjakan skripsi lewat lagu-lagu berkesannya, dan membuat penulis

tetap berusaha. Meskipun penulis malu untuk mengakuinya bahwa

member BLACKPINK telah memberikan semnagat tersendiri kepada

penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat dan

memberikan wawasan ilmu bagi saya pribadi dan semua pihak. Terimakasih banyak

untuk segala bentuk doa dan dukungan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT

memberikan balasan dari kebaikan yang telah diberikan.

Wassalamualaikum, Wr. Wb

Medan, Mei 2021

Daftar Isi
Abstrak..................................................................................................................i
Kata Pengantar......................................................................................................ii

v
Daftar Isi...............................................................................................................vi
Daftar Tabel..........................................................................................................viii
Bab I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.........................................................................................5
1.3 Batasan Masalah..............................................................................................5
1.4 Rumusan Masalah...........................................................................................6
1.5 Tujuan Penelitian............................................................................................6
1.6 Manfaat Penelitian..........................................................................................6
Bab II KAJIAN PUSTAKA...............................................................................8
2.1 Tinjauan Pustaka.............................................................................................8
2.2 Kerangka Konseptual.....................................................................................13
2.2.1 Sejarah Pendidikan...................................................................................13
2.2.2 Muhammadiyah........................................................................................15
2.2.3 Pendidikan Muhamamadiyah...................................................................19
2.2.4 Kota Medan..............................................................................................20
2.3 Kerangka Berfikir...........................................................................................22
Bab III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................25
3.1 Heuristik.........................................................................................................25
3.2 Kritik Sumber.................................................................................................27
3.3 Interpretasi Data.............................................................................................28
3.4 Historiografi...................................................................................................29
Bab IV HASIL PENELITIAN..........................................................................31
4.1 Gambaran Umum Wilayah Medan................................................................31
4.2 Sejarah Muhammadiyah................................................................................33
4.3 Muhammadiyah di Medan.............................................................................38
4.3.1 Perkembangan Muhammadiyah di Medan..............................................38
4.3.2 Perkembangan Pendidikan Muhammadiyah di Medan...........................55
Bab V PENUTUP..............................................................................................66
5.1 Kesimpulan...................................................................................................66
5.2 Saran..............................................................................................................69

vi
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................71
Lampiran-Lampiran.............................................................................................72

DAFTAR TABEL

vii
Tabel 4.1 Persebaran Kecamatan dan Kelurahan Kota Medan........................32
Tabel 4.2 Perkembangan Sekolah Milik Muhammadiyah...............................56
Tabel 4.3 Perkembangan Siswa Sekolah Muhammadiyah..............................57
Tabel 4.4 Data Amal Usaha Pendidikan Muhammadiyah...............................66

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di

Indonesia. Berdirinya Muhammadiyah merupakan sebuah respon dari praktek

ibadah yang dijalankan oleh umat Islam pada saat itu. Dimana, praktek ibadah yang

dilakukan oleh mayoritas umat Islam dipenuhi dengan kegiatan yang

mempersekutukan Allah sebagai Tuhan yang patut disembah.

Pada tahun 1912 M, K.H Ahmad Dahlan mendirikan organisasi yang

bernama Muhammadiyah. Organisasi ini didirikan K.H Ahmad Dahlan pada

tanggal 18 November 1912 di kota Yogyakarta. Muhammadiyah berdiri atas hasil

perenungan K.H Ahmad Dahlan terhadap salah satu ayat di Al-Quran di surah Ali-

Imran ayat 103. K.H Ahmad Dahlan merenungkan kata-kata yang menyebutkan

“Amar Maruf Nahi Munkar” yang terdapat dalam ayat tersebut.

Muhammadiyah berdiri tak lepas dari berbagai peristiwa perubahan pola

pikir dari masa sebelumnya. Menurut Mulkhan (1990 : 2-4) berbagai peristiwa

perubahan pola pikir ikut mempengaruhi K.H Ahmad Dahlan dalam mendirikan

organisasi Muhammadiyah. Dimulai dari runtuhnya kota Baghdad pada abad ke-

13, yang mana mendorong umat Islam semangat dalam ber-ijtihad serta lahirnya

pemikir-pemikir Islam. Terbukanya dunia pemikir-pemikir Islam menghasilkan

para filsuf seperti Al Kindi, Al Farabi hingga Ibnu Khaldun. Munculnnya pemikir-

1
pemikir Islam pada masa selanjutnya, ikut mempengaruhi K.H Ahmad Dahlan

seperti gerakan Wahabi di Arab, Jamaluddin al Afghani di Asia dan Afrika serta

Muhammad Abduh di Mesir.(Mulkan, 1990:4)

Berdirinya Muhammadiyah sebagai organisasi pada saat itu, hampir

beriringan dengan beberapa organisasi lain seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam

yang dua organisasi tersebut bergerak di bidang politik, bukan berarti

Muhammadiyah merupakan organisasi yang bergerak di bidang politik. Hal ini

ditekankan sejak awal oleh K.H. Ahmad Dahlan, dimana K.H Ahmad Dahlan telah

menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik, melainkan

organisasi yang lebih bergerak di bidang agama, sosial dan pendidikan.

Menurut Suwarno (2016: 196-212)meskipun Ahmad Dahlan menetapkan

Muhammadiyah sebagai organisasi non politik, bukan berarti beliau tidak anti-

politik sebagaimana ditunjukkan dari keterlibatannya menjadi anggota Budi Utomo

(BU) sejak 1909, Jam’iyat al Khair pada 1910, dan Sarekat Islam (SI) dalam 1911.

Meskipun Muhammadiyah merupakan organisasi yang memegang prinsip

keagamaan, bukan berarti Muhammadiyah hanya berfokus kepada aspek agama

saja. Muhammadiyah juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan lain seperti

dalam bidang pendidikan dan sosial. Khusus dalam bidang pendidikan,

Muhammadiyah memiliki andil yang cukup besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan

banyaknya lembaga pendidikan milik Muhammadiyah yang bertebaran hampir

diseluruh Indonesia. Bahkan, diantara lembaga pendidikan Muhammadiyah ini,

terdaapt beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah yang menjadi perguruan tinggi

2
swasta terbaik, yakni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Univeritas

Muhammadiyah Malang.

Keberadaan lembaga pendidikan Muhammadiyah juga terdapat di kota

Medan. Berbagai amal usaha milik Muhammadiyah ini juga banyak terdapat di kota

Medan, mulai dari jenjang TK, SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.Berdasarkan

data dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Medan, jumlah total dari amal

usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, memiliki 144 amal usaha yang terdiri

dari, TK (42), Madrasah Diniyyah (43), Sekolah Dasar (30), Sekolah Menengah

Pertama (18), Madrasah Tsanawiyyah (2), Sekolah Menengah Atas (4), Madrasah

Aliyah (1), dan Sekolah Menengah Kejuruan (4). Banyaknya keberadaan lembaga

pendidikan yang dimiliki oleh Muhammadiyah tersebut tentunya tidak lepas dari

usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah kota Medan sejak berdirinya

pada tahun 1927.

Masuknya Muhammadiyah di kota Medan, tak lepas dari para perantau yang

berasal dari luar wilayah Sumatera Utara, yang mayoritas dari mereka ialah para

pedagang yang kebetulan saja memiliki pemahaman yang sama.Dja’far (2017: 1-

40) menyebut bahwa pembentukan Muhammadiyah di kota Medan, bukan

dilakukan oleh “pribumi” atau masyrakat asli kota Medan itu, melainkan

dilakukakan oleh para pendatang dari Minangkabau, Jawa dan Tapanuli yang

mana, mereka telah mengetahui tentang pemahaman Muhammadiyah. Adanya

keinginan untuk mendirikan Muhammadiyah di kota Medan ini dimulai dari usulan

Mas Pono yang berasal dari Jawa dan berdiskusi dengan para perantau dari Minang.

Adanya semangat untuk mendiirkan Muhammadiyah di daerah ini sudah ada sejak

3
tahun 1926 di suatu rumah di kawasan Kampung Keling (Madras sekarang)

tepatnya di Jalan Nagapatam, atau dikenal sebagai Jalan Kediri saat ini.

Bedirinya Muhammadiyah di kota Medan, mendapatkan tantangan dari

berbagai pihak. Hal ini tidak terlepas dari kondisi masyrakat kota Medan pada saat

itu. Dimana, masyrakat pada masa itu sangat patuh terhadap keberadan Kesultanan

Deli pada saat itu. Praktek ibadah yang dijalankan oleh masyrakat menggunakan

madzhab Syafi’i. Menurut Dja’far (2017: 1-40) keberadaan Raja-raja Melayu pada

saat itu beragama Islam, bahkan acara-acara keagamaan ikut serta menjadi bagian

dari melegimitasi kekuasaan dan kewibawaan mereka. Masjid-masjid yang pada

umumnya didirikan oleh para Sultan telah ikut berperan dalam mengukuhkan

tingkat penghormatan rakyat kepada mereka. Tak heran jika pengagungan dan

kultusisme terhadap raja-raja terasa kental dan tak terelakkan, sebagaimana doa-

doa khusus yang dimohonkan para khatib ketika berkhutbah untuk kebahagian dan

kesentosaan para raja dan keturunannya. Gambaran kondisi masyrakat inilah yang

juga menjadi tantangan dari keberadaan Muhammadiyah pada masa itu.

Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh Muhammadiyah seperti

dari pihak penguasa (dalam hal ini Sultan) tidak menyetujui adanya keberadaan

Muhammadiyah di kota Medan. Penolakan juga diberikan oleh para ulama

tradisonal, oleh para ulama tradisonal Muhammadiyah dianggap sebagai faham

baru dalam Islam. Mereka menolak keberadaan Muhammadiyah sebagai suatu

faham baru, hal ini menjadi tantangan awal bagi Muhammadiyah di kota Medan.

Awal mula Muhammadiyah berdiri di Medan, lebih banyak mengurus hal-hal yang

4
masih berhubungan dengan ibadah, seperti mengurusi permasalahan mengenai

sholat, dan arah kiblat.

Berdasarkan hal-hal yang disebutkan dalam latar belakang diatas, maka

dalam proposal penelitian ini, penulis membawakan tema mengenai “Sejarah

Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan di Kota Medan (1927-1990)”

1.2 Identifikasi Masalah

Untuk membuat penelitian ini lebih jelas dan terfokus, peneliti telah

mengidentifikasi permasalahan dari penelitian sebagai berikut:

1. Perkembangan Muhammadiyah di kota Medan

2. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penyebaran

Muhammdiyah di kota Medan.

3. Perkembangan amal usaha pendidikan Muhammadiyah di kota Medan

1.3 Batasan Masalah

Agar dalam proses penelitian nantinya lebih terfokus, maka sesuai dengan

identifikasi masalah yang telah ditetapkan, dalam penelitian ini, peneliti

menetapkan batasan masalah berupa :

1. Sejarah pendirian Muhammadiyah di kota Medan

2. Proses perkembangan Muhammadiyah di kota Medan

3. Perkembangan pendidikan Muhammadiyah di kota Medan.

5
1.4 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah Muhammadiyah di kota Medan ?

2. Bagaimanakah perkembangan pendidikan sekolah keagamaan (MA)

Muhammadiyah di kota Medan?

3. Bagaimanakah perkembangan sekolah umum (SMA) Muhammadiyah di

kota Medan?

1.5 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perkembanganMuhammadiyah di kota Medan

2. Untuk mengetahui perkembangan sekolah keagamaan (MA) milik

Muhammadiyah di kota Medan

3. Untuk mengetahui perkembangan sekolah umum (SMA) milik

Muhammadiyah di kota Medan?

1.6 Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan keilmuan kepada kita terutama kepada peneliti

mengenai sejarah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan di kota Medan.

2. Untuk menambah informasi kepada anggota persyarikatan Muhammadiyah

tentang sejarah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan di kota Medan.

3. Untuk menambah khasanah kepustakaan ilmiah Unimed. Terkhusus kepada

Fakultas Ilmu Sosial

4. Sebagai bahan kajian atau referensi serta dapat menjadi pertimbangan dalam

penelitian sejenis.

6
BAB II

7
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan suatu kegiatan penelitian yang dimana

bertujuan untuk melakukan kajian-kajian yang tentunya berkaitan dengan buku-

buku, teori-teori ataupun konsep-konsep yang berkaitan dengan suatu topik yang

akan diteliti sebagai dasar untuk melangkah pada tahap penelitian selanjutnya. Oleh

karenanya kajian pustaka ini dimaksudkan untuk meringkas dan menganalisis

konsep yang berkaitan dengan sebuah penelitian. Dalam kajian pustaka ini, penulis

menjelaskan mengenai tentang sejarah perkembangan Muhammadiyah dari awal

berdirinya sampai perkembangannya.Oleh karenanya, dalam proposal penelitian

ini, penulis mencari beberapa literatur yang penulis anggap berkaitan dengan

sejarah Muhammadiyah dan proses perkembangannya.

Literartur pertama ialah ditulis olehNur Rizali dan Yuniar dalam Sejarah

Hidup Tokoh-Tokoh Muhammadiyah Sumatera Utara dan Perkembangan Cabang-

Cabangnya (2000). Muhammadiyah di kota Medan merupakan embrio dari

Muhammadiyah Sumatera Utara. Pembentukan Muhammadiyah di Sumatera Utara

bermula dari sebuah kegiatan pengajian kecil-kecilan di Kampung Keling.

Berdirinya Muhammdiyah tidak lepas dari tantangan yang harus dihadapi oleh

Muhammadiyah baik dari kalangan atas maupun kalangan bawah. Selain itu,

terdapat pula tokoh-tokoh yang dianggap penting dalam pendirian Muhammadiyah

di Sumatera Utara.Berbeda dengan buku ini, dalam penelitian penulis yang menjadi

8
perbedaan ialah, penulis akan lebih memfokuskan bagaimanaproses perkembangan

Muhammadiyah hanya dilingkungan wilayah kota Medan saja dari sejak berdirinya

tahun 1927 sampai tahun 1970.

Zamroni dalam Percikiran Pemikiran Pendidikan Muhammadiyah (2014).

Buku ini membantu penulis dalam menjelaskan mengenai pandangan

Muhammadiyah dalam bidang pendidikan. Dalam buku ini menyajikan gambaran

bagaimana pendidikan dalam Muhammadiyah seperti makna sekolah

Muhammadiyah, serta bagaimana gagasan dan peran sekolah Muhammadiyah

dalam menatap perubahan zaman. Pendidikan Muhammadiyah didasari atas makna

salah satu surat dalam Al-Quran, yaitu surat Al-Ma’un. Pendidikan di

Muhammadiyah merupakan pendidikan an instrument for poverty eradication yang

mana sekolah-sekolah Muhammadiyah dirikan unutk sebagai instrumen untuk

memerangi kemiskinan. Orientasi pendidikan Muhammadiyah mendekati kepada

kelompok mikin dan yang terpinggrikan. Kepengurusan Muhammadiyah ditingkat

pusat mengalami perubahan gaya kepemimpinan. Sebut saja pada masa awal-awal

pendirian Muhammadiyah, lebih banyak dipimpin oleh usahawan dan wiraswasta.

Berbeda pada masa Orde Baru, lebih banyak menggunakan model sosial dan fukaha

legalitis. Berbeda lagi dengan masa Amin Rais yang menggunakan model birokratis

rasional. Bahkan pada masa sekarang lebih banyak dipegang oleh kaum intelektual.

Mujahid dalam Sejarah Muhammadiyah Mencari Syariat di Politik Dua

Zaman Bagian 1&2 (2013). Dalam bukunya, Mujahid menjelaskan

Muhammadiyah dari segi sejarah dan perkembangannya. Dalam buku ini, Mujahid

berusaha menjelaskan kepada pembaca bagaimana faktor pendorong lahirnya

9
Muhammadiyah mulai dari faktor eksternal dan internal hingga proses perizinan

dari Hindia Belanda untuk dapat melebarkan jarak jangakuan Muhammadiyah ke

luar Jawa. Berkembangnya Muhammadiyah di luar Jawa terutama di pulau

Sumatera, tidak terlepas dari peran yang dimiliki oleh Haji Rasul, seorang tokoh

dan ulama asal Minangkabau yang bertemu dengan Ahmad Dahlan ketika

berkunjung ke Jawa. Dalam jilid kedua buku ini, menjelaskan mengenai

perkembangan Muhammadiyah setelah masa kemerdekaan dan posisi

Muhammadiyah dalam berpolitik di Indonesia. Selain itu, dalam buku ini

menjelaskan beberapa periodesasi dari kejadian yag dianggap penting dalam

sejarah perekmbangan Muhammadiyah ini yang dijelaskan secara berurutan.

Adapun yang menjadi perbedaan sumber ini dengan penelitian ini ialah penulis

ingin meneliti bagaimana proses perkembangan Muhammadiyah di kota Medan

serta bagaimana perkembangan pendidikan Muhammadiyah itu sendiri di kota

Medan.

Dalam buku yang diterbitkan oleh Majlis Pustaka dan Informasi Pimpinan

Muhammadiyah 100 Tahun Muhammadiyah Menyinari Negeri (2013) dijelaskan

dalam buku ini tentang bagaimana sejarah Muhammadiayah berdiri. Buku ini bisa

dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama buku ini menjelaskan bagaimana jejak

sejarah 100 tahun Muhammadiyah dengan momentum penting dalam

perkembangan organisasi ini. bagian kedua merupakan refleksi terhadap

sumbangsih nyata yang diberikan Muhammadiyah untuk negara. Sedangkan di

bagian ketiga buku ini membahs mengenai gerak jalan Muhammadiyah dalam

menyongsong abad kedua serta bagimana harapan-harapan dari berbagai tokoh dan

10
kader Muhammadiyah. Muhamadiyah disebut sebagai peletak dasar pendidikan

Islam modern. Disebut demikian karena pada masa Hindia Belanda, para kiai

banyak mengangap sekolah yang menggunakan kursi dan meja untuk belajar itu

merupakan sekolah orang kafir. Ahmad Dahlan berani menantang pemahaman

tersebut dengan membuka sekolahnya sendiri lengkap dengan meja dan kursi serta

papan tulis. Adapun yang membedakan buku ini dengan penelitian penulis ialah, di

buku tersebut dijelaskan mengenai peranan nyata Muhamamdiyah dalam beragai

bidang, serta harapan ataupun prediksi gerak langkah Muhammadiyah dalam

menatap masa depan, sedangkan dalam penelitian ini. penulis ingin menliti

bagaimana perkembangan Muhammadiyah di kota Medan berikut dengan

perkembangan di bidang pendidikannnya.

Selain dari literatur buku, penulis juga mengambil literatur dari jurnal ilmiah

yang ditulis oleh Dja’far Sidik dengan judul Dimaika Organisasi Muhammadiyah

di Sumatera Utara. Menurut Dja’far, Muhammadiyah di Sumatera Utara bukanlah

suatu kesatuan pimpinan, melainkan gabungan dari karesidenan Muhammadiyah

Sumatera Timur dan karesidenn Muhammadiyah Tapanuli. Bahkan,

Muhammadiyah di Karasidenan Tapanuli lebih dekat dengan pimpinan

Muhammadiyah di Padang. Keduanya baru bergabung setelah mengikuti arahan

dari pemerintah, sehingga pembentukan Muhammadiyah Sumatera Utara tidak bisa

dilepas dari keberedaan dua daerah tersebut. Yang membedakannya dengan

penelitian penulis ialah, penulis hanya terfokus kepada perkembangan

Muhammadiyah di daerah Sumatera Timur yang selanjutnya menjadi embrio

Muhammadiyah di kota Medan.

11
Jurnal lain yang ditulis oleh Isma dan Ponirin dengan judul Perkembangan

Amal Usaha Organisasi Muhammadiyah di Bidang Pendidikan dan Kesehatan.

Jurnal ini menjelaskan bagaimana perkembangan amal usaha milik

Muhammadiyah dalam bidang pendidikan dan kesehatan di daerah Karo. Dalam

jurnal ini juga menjelaskan pendirian Muhammadiayah di Karo serta bagaimana

proses perkembangannya, serta pendirian amal usaha Muhammadiayah merupakan

realisasi gerakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Amal Usaha Muhamamdiyah

didirikan untuk memperjuangkan maksud dan tujuan organisasi dengan selalu

menggalakkan serta mendorong semua anggotanya untuk mencintai semua

kegiatan yang bertujuan untuk menegakkan ajaran agama Islam. Adapun yang

membedakan jurnal ini dengan penelitian penulis ialah penulis ingin menjelaskan

bagaimana perkembangan Muhammadiayah di kota Medan saja.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Ali yang berjudul Muhammadiyah dan Al-

Washliyah di Sumatera Utara; Sejarah, Ideologi, dan Amal Usahanya.

Muhamamdiyah dikenal sebagai organisasi berpengaruh di Sumatera Utara yang

berasal dari “luar”. Sementara AL Wasliyah juga menjadi salah satu organisasi

berpengaruh di Sumatera Utara yang didirikan oleh orang-orang Melayu. Yang

menjadi keunikan disini, meskipun kedua organisasi ini memiliki pemahaman yang

berbeda, namun keduanya tidak pernah memiliki pertentangan masalah pemahaman

agama, melainkan keduanya sama-sama memajukan pemahaman Islam melalui

pendidikan. Jurnal ini menjelaskan bagaimana perkembangan organisasi

berpengaruh di Sumatera Utara, Al-Wasliyah dan Muhammadiayah berjalan

bersama dalam mengembangkan pemahaman Islam di Sumatera Utara melalui amal

12
usaha organisasi tersebut yang mayoritas dibangun dari pendidikan. Adapun yang

membedakan dengan penelitian penulis ialah, penulis meneliti bagaimana

perkembangan Muhammadiyah di kota Medan.

Abidin dalam Perkembangan Muhammadiyah di Kota Binjai (1930-1945).

(2016). Skripsi ini membahas menegnai pendirian Muhammadiyah dan bagaimana

proses perkembangan Muhammadiyah di Binjai. Dalam skripsi ini dijelaskan

bahwa, Muhammadiyah di kota Binjai memiliki corak perkembangan yang hampir

sama dengan daerah lain. Muhammadiyah juga ikut andil dalam proses

mempertahankan kemerdekaan di kota Binjai. Dimana skripsi ini berguna bagi

penelitian ini sebagai bahan acuan dalam metode dan konsep tentang penelitian

skripsi yang membahas perkembangan Muhammadiyah. Berbeda dengan penelitian

ini, dalam penelitian penulis, akan menjelaskan menegnai proses perkembangan

Muhammadiyah di kota Medan yang dimulai sejak tahun 1927.

2.2 Kajian Konsep

2.2.1 Sejarah Pendidikan

Sejarah pendidikan adalah bagian yang terintegrasi dalam pelajaran sejarah

karena kegiatan pendidikan telah dikenal sejak manusia ada. Kegiatan

kependidikan yang dikenal dalam sejarah secara kronologis di mulai dari zaman

prasejarah. Sejarah pendidikan dipelajari untuk mengetahui berbagai aktivitas

individu dan masyrakat sejak zaman dulu sampai yang terkini. Aktivitas individu

dan masyrakat syang dilakukan sejak zaman dahulu adalah unutk menjadikan

mereka sebagai pribadi dan kelompok yang dapat bertahan hidup. Kegiatan-

13
kegiatan yang dilakukan untuk bertahan hidup adalah merupakan bentuk atau

perwujudan pendidikan yang dikenal dengan pendidikan informal.

Kata sejarah pendidikan terdiri dari dua kata, sejarah dan pendidikan.

Sejarah sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai asal-

usul (keturunan) atau silsilah, kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada

masa lampau, merupakan suatu riwayat serta pengetahuan atau uraian tentang

peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Sementara itu,

pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Yushar dan Haris (2016:1) menyebutkan sejarah pendidikan secara

konsepsional adalah keterangan-keterangan tentang kejadian-kejadian yang

berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan kegiatan pendidikan dari

waktu ke waktu yang direkonstruksi berdasarkan fakta-fakta.

Objek sejarah pendidikan adalah fakta-fakta yang berhubungan dengan

pertumbuhan dan perkembangan pendidikan di dalam masyrakat dari zaman

prasejarah sampai masa yang terkini baik yang bersifat informal, yakni pendidikan

yang diselenggarakan oleh keluarga serta pendidikan yang terdapat dalam

masyarakat atau non-formal maupun pendidikan yang diselenggarakan secara resmi

oleh lembaga terkait (pemerintah) yang lazim disebut pendidikan formal.

14
Dalam penelitian ini, peneliti menghubungkan sejarah dengan

Muhammadiyah. Sejarah Muhammadiyah yang dimaksud ialah pendirian dan

perkembangan Muhamamdiyah di kota Medan. Selain itu, juga peneliti membahas

mengenai perkembangan pendidikan Muhamamdiyah di kota Medan.

2.2.2 Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi gerakan Islam yang

menjunjung tema dakwah berupa “amar ma’ruf nahi munkar” yang berlandaskan

kepada kitab suci Al-Quran dan as-Sunnah/hadis nabi. Muhammadiyah berdiri pada

tanggal 18 November 1912 di kota Yogyakarta.K.H Ahmad Dahlan mendirikan

Muhammadiyah setelah ia merenungkan sebuah ayat dalam Al-Quran yang terdapat

pada Surat Ali-Imran ayat 103, dimana pada ayat tersebut, perlunya seseorang atau

sekumpulan orang untuk mengajak kepada yang baik (ma’ruf) dan mencegah

manusia dari perbuatan keji (munkar).

Arti kata “Muhammadiyah” sendiri bermakna sebagai para pengikut nabi

Muhammad SAW. Menurut Mulkan (2000:4) dipilihnya Muhammadiyah sebagai

nama organisasi ini dikarenakan menandung pengertian sebagai sekelompok orang

yang berusaha mengidentifikasikan dirinya sebagai pengikut, peenrus, dan pelanjut

perjuangan dakwah Rasul dalam mengembangkan tata kehidupan masyrakat.

Dengan demikian Muhammadiyah dimaksudkan sebagai organisasi yang gerak

perjuangannya ditunjukkan untuk mengembangkan suatu tata kehidupan masyrakat

sebagaimana yang dihendaki Islam. Usaha-usaha dilakukan berdasarkan pola dasar

yang telah dicontohkan Rasulullah Muhammad Saw.

15
Terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi pendirian

Muhammadiyah, pada tahap ini dibedakan menjadi dua faktor, yakni faktor

subjektif dan objektif. Adapun yang objektif dibagi lagi menjadi yang bersifat

internal dan eksternal.Faktor subjektif yang sangat kuat yakni faktor utama dalam

berdiirnya organisasi ini ialah hasil pendalaman sang pendiri, KHA Dahlan

terhadap Al-Qur’an.

Ada beberapa faktor objektif yang melatarbelakangi berdirinya

Muhammadiyah, yang sebagaian dari apdanya dapat dikelompokan menjadi faktor

internal dan eksternal. Pertama, faktor internal. (1) ketidakmurnian ajaran agama

Islam. Sebelum agama Islam masuk di Indonesia, bangsa Indonesia memeluk

agama Hindu dan Budda dengan segala amalan dan tradisi yang ada di dalamnya.

Tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan bahwa berbagai pengeruh kepercayaan

lain menempel secara tidak disadari dalam tubuh umat Islam saat itu. (2) Lembaga

pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap

mengemban misi khalifatullah fil ardi. Sistem pondok pesantren sebanrnya sudah

banyak ditemukan pada masa kolonial Belanda. Sistem ini telah banyak

kontroubusinya bagi nusa dan bangsa sejak sebelu masa penjajahan Belanda hingga

saat ini.

Sementara itu, Faktor objektif eksternal diantaranya ialah, (1) Semakin

meningkatnya gerakan missi/zending. Sebagaimana halnya bangsa-bangsa Eropa

lainnya, Belanda pun menganut sistem kolonialisme yang lama, yang biasa dikenal

dengan slogan Tiga G, yaitu Gold, Glory, dan Gospel. (2) Penetrasi Bangsa-bangsa

Eropa , terutama bangsa Belanda ke Indonesia. Kedatangan bangsa-bangsa Eropa

16
terutama Belanda, khususnya dalam aspek kebudayaan dan peradaban membawa

pengaruh buurk. Lewat pendidikan model Barat yang dikembangkan, dengan ciri-

cirinya yang sangat menonjolkan sifat intelektual, individual, elitis, diskriminatif,

serta kurang sekali memerhatikan moral, maka lahirlah suatu generasi baru bangsa

Indonesia yang terkena pengaruh paham sekuler rasionalisme. (3) Pengaruh

gerakan pembaharuan dalam dunia Islam. Gerkaan Muhammadiyah yang dibangun

oleh KHA. Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang

dari gerakan pembahruan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamnya seperrti

Ibnu Taimiyah, ataupun tokoh lainnya seperti Muhammad bin Abdul Wahab,

Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.

Menurut Tahir (2010: 160-170) juga memberikan argumen yang sama

dalam menjelsakan faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah.

Menurutnya, faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua, yang masing-masing disebut

dengan faktor teologis dan faktor sosiologis. Faktor teologis berupa perenungan

K.H Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran Surat Ali-Imran ayat 103. Sementara faktor

sosiologis dibagi lagi menjadi dua, yakni internal dan eksternal. Faktor internal

diantaranya ialah, (1) Ketidak murnian amalan Islam disebabkan adanya

pengaruhagama Hindu dan Budha sebelum Islam masuk ke Indonesia. (2)

Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampumenyiapkan

generasi yang siap mengemban misi selakukhalifahAllah di bumi. Sementara itu

yang termasuk Faktor eksternal ialah (1) Semakin meningkatnya gerakan

kristenisasi di tengahkehidupan masyarakat Indonesia. (2) Penetrasi bangsa Eropa

terutama Belanda ke Indonesia. (3) Pengaruh dari gerakan pembaruan dalam dunia

17
Islam.K.H. Ahmad Dahlan merupakan salah satu mata rantai yangpanjang dari

gerakan pembaharuan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu

Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyimal-Jauziah, Muhammad bin Abdul Wahab,

Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan sebagainya.

Dengan demikian, K.H Ahmad Dahlan terinspirasi mendirikan gerakan

Muhammadiyah setelah adanya kontakdengan para pembaharu baik lewat

pertemuan langsungmaupun dengan membaca karya-karya pembaharu.

Dalam perjalananya, Muhammadiyah tidak hanya memfokuskan kepada

hal-hal yang berhubungan dengan masalah agama saja. Muhammadiyah juga

memfokuskan kepada bidang sosial, seperti kesehatan dan pendidikan. Pada zaman

sekarang, bisa dilihat bagaimana kontribusi Muhammadiyah bagi bangsa, terutama

dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Pada saat ini kita banyak melihat sekolah-

sekolah Muhammdiyah, sampai ke jenjang perguruan tinggi Muhammadiyah

(PTM). Dalam data yang ada, pada tahun 2018 terdapat setidikitnya empat PTM

yang masuk kedalam 14 PTS terbaik menurut Kemenristekdikti, empat universitas

milik Muhamamdiyah itu ialah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM),

Univeristas Muhammadiyah Surakarta (UMS), dan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta (UMY).

Dapat ditarik kesimpulan bahwa, Muhammadiyah merupakan organisasi

Islam yang terdapat di Indonesia. Meskipun merupakan sebuah organisasi yang

berlandaskan Islam, bukan berarti Muhammadiyah hanya mengurusi hal-hal yang

berkaitan dengan kegiatan dakwah Islam saja bahkan Muhammadiyah juga

mengurusi berbagai bidang sosial seperti pendidikan dan kesehatan. Hal ini bisa

18
kita perhatikan dengan keberadaan beberapa institusi pendidikan dan kesehatan

milik Muhammadiyah yang terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Penulis berpandangan bahwa, Muhammadiyah sendiri merupakan salah

satu organisasi Islam yang ada di Indonesia selain Nahdatul Ulama dan organisasi

Islam lainnya. Muhammadiyah sendiri telah lama berdiri di Indonesia, yakni sejak

tahun 1912, dan merupakan salah satu organisasi Islam tertua yang terdapat di

Indonesia. Dalam perjalananya, Muhammadiyah telah berkembang ke berbagai

wilayah di Indonesia, temasuk di kota Medan. Dalam penelitian ini, penulis akan

memfokuskan kepada bagaimana perkembangan Muhamamddiyah dalam bidang

pendidikan di kota Medan.

2.2.3 Pendidikan Muhammadiyah

Pendidikan dalam Muhamamdiyah memiliki tujuannya tersendiri. Menurut

Mafidin (2012: 43-53) tujuan pendidikan yang digagas KH Ahmad Dahlan adalah

lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai "ulama-ulama intelek"

atau "intelek ulama", yaitu sorang Muslim yang memiliki keteguhan iman dan Ilmu

yang luas, kuat jasmani dan rohani. Adapun tujuan pendidikan Muhammadiyah

mengacu pada tujuan Muhammadiyah yaitu: Pertama, Pada waktu pertama kali

berdiri tujuannya adalah Menyebarkan ajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW

kepada penduduk bumi putera didalam residenan Yogyakarta menunjukan hal

Agama Islamkepada anggotanya. Kedua, setelah Muhammadiyah berdiri dan

menyebar keluar Yogyakarta menjadi memajukan dan menggembirakan

pengajaran dan memajukan Agama Islam kepada sekutu-sekutunya.

19
Dalam penelitian ini, pendidikan Muhammadiyah akan ditinjau dari segi

historis. Dimana dalam penelitian ini akan membahas mengenai perkembangan

pendidikan milik Muhammadiyah yang bergerak di jenjang pendidikan menengah

atas, yakni sekolah keagamaan (Madrasah Aliyah) dan sekolah umum (SMA).

Dalam proses penelitian ini nantinya akan membahas mengenai seluk beluk

mengenai pendidikan Muhammadiyah di sekolah tersebut, mulai dari visi dan misi

hingga jumlah siswa dan guru

2.2.4 Kota Medan

Kota Medan yang terletakdibagianutarapulau Sumatera, tepatnya terletak

di provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah

Jakarta dan Surabaya. Medan sebagai kota metropolitan dan pintu gerbang

Indonesia dibagian barat saat inibisa dikatakan mampu berperan dalam lingkup

internasionalmaupun nasional. Sebagai ibukota provinsi, kota Medanmenjadi

pusat dari berlangsungnya hampir segala aktivitas, baik di bidang politik,

perekonomian, serta sosial-budaya lingkup Sumatera Utara. Selain itu, jika

semakin banyak diadakanhubungan dengan negara lain, akan semakin

membuka peluang masuknya pengunjung mancanegara, baik yang

berkepentingan bisnis maupun berwisata di kota Medan.

Dilihat dari sisi historis, kota Medan pada mulanya merupakan sebuah

perkampungan yang dibuka oleh Guru Patimpus yang lokasinya terletak di Tanah

Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli

(Medan–Deli). Perkembangan kota Medan ini semakin berkembang sejak masa

20
pemerintahan Hindia Belanda. Saat itu, kota Medan dijadikan sebagai lokasi untuk

memproduksikan tanaman tembakau. Pesatnya perkembangan tidak terlepas dari

perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang

merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan

Deli memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van

Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara

erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Pada bulanMaret 1864,

contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya.

Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk

pembungkus cerutu.1

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil wilayah kota Medan sebagai

loaksi penelitian dalam kurun waktu dari tahun 1927 hingga 1970. Tentunya,

kondisi masyrakat pada masa itu dan masa sekarang berbeda. Jika dilihat dari

sejarah Muhamamdiyah di kota Medan, maka dapat dikatakan bila kondisi

masyrakat kota Medan pada masa sebelum kemerdekaan mereka sangat

menghormati keberadaan Raja-raja Melayu dalam hal ini ialah Kesultanan Deli.

Kuntowijoyo menjelaskan dalam bukunya Metodolgi Sejarah (2003:59)

bahwa, pergeseran dari desa ke kota terjadi bersamaan dengan perubahan sosial

dalam masyrakat. Dalam sejarah perlawanan terhadap kolonialisme, misalnya,

pusat perlawanan tidak lagi di desa dengan pemimpin pedesaan sebagai penggerak,

tetapi di kota dengan kaum terpelajar dan kelas menengah. Pergerakan sosial yang

1
https://pemkomedan.go.id/hal-sejarah-kota-medan.html diakses pada 9/10/2020 11:16

21
berkembang di kota-kota mempunyai ciri-ciri yang berbeda pula dengan

pergerakan-pergerakan sebelumnya. Sementara itu juga terjadi pergeseran dalam

budaya ketika budaya kota menggantikan budaya desa, setelah kota-kota banyak

terpengaruh oleh masuknya unsur-unsur budaya modern. Kelas menengah kota

merupakan kelompok sosial tersendiri, keluar dari kerangka masyarakat tradisional

dan budaya pedesaan. Kota dapat juga disebut kesatuan yang secara sah berdiri

sendiri, dan patut menjadi bidang kajian yang tersendiri pula.

2.3 Kerangka Berpikir

Untuk memudahkan penulis dalam menyusun kerangka berfikir, maka

penulis menyajikan dalam bentuk bagan dengan tujuan agar mempermudahkan

penelitan mengenai Sejarah Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan di Kota

Medan sesuai yang diinginkan, maka penulis membuat kerangka berfikir dalam

bentuk bagan sebagai berikut :

22
Sejarah Muhamadiyah

Perkembangan Pendidikan
Pendirian dan Perkembangan Muhammadiyah di kota
Muhammadiyah di kota Medan Medan

Keterangan :

Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan yang berjalan

dalam dakwah Islam yang berlandaskan kepada al-Quran dan as-Sunnah. Gerakan

spirit dakwah Muhammadiyah dikenal dengan amar ma’ruf nahi munkar.

Organisasi ini didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November

1912 di Yogyakarta.

Dalam sejarah perkembangannya, Muhamamdiyah pada saat ini telah

berkembang ke beberapa daerah, salah satunya Medan. Pembentukkan

Muhammadiyah di Medan berdiri pada tahun 1927. Muhamamdiyah sebagai

gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar tidak hanya bergerak dalam bidang

agama saja, juga bergerak pada bidang sosial-budaya, ekonomi, dan pendidikan.

Diantara ketiga bidang tadi, bidang pendidikan sangat terasa hingga sekarang peran

dari organisasi ini bisa dilihat dari banyaknya sekolah-sekolah hingga perguruan

tinggi yang menjamur dan bahkan banyak diantaranya menadi sekolah unggulan.

23
BAB III

24
METODOLOGI PENELITIAN

Adapun metode penelitian yang akan digunakan dalam proposal penelitian

ini yaitu dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Menurut Gottschalk

(2008:32) metode sejarah ialah proses menguji dan menganalisis secara kritis

rekaman dan peninggalan masa lampau. Lebih lanjut lagi, Sjamsuddin menjelaskan

bahwa metode ada hubungannya dengan suatu prosedur, proses, atau teknik yang

sistematis dalam penyelidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek

(bahan-bahan) yang teliti. Dalam penelitian sejarah, setidaknya terdapat empat

tahapan yaitu (1) pengumpulan sumber (heuristik); (2) kritik sumber ; (3)

interpretasi data; (4) historiografi.

3.1 Heuristik

Heuristik merupakan langkah awal dalam memecahkan suatu masalah

penelitian. Langkah ini berupa kegiatan mencari sumber-sumber untuk

mendapatkan data atau materi sejarah. Sumber sejarah menurut bahannya dapat

dibagi menjadi dua, tertulis dan tidak tertulis. Sumber tertulis dapat berbentuk

dokumen, artefak, arsip. Sedangkn sumber tidak tertulis dapat berupa data yang

berasal dari hasil penuturan, narasi, atau cerita dari narasumber.

Adapun dalam penelitian ini akan menggunakan sumber data dari data

primer dan sekunder. Untuk data primer, dalam penelitian ini akan menggunakan

sumber dari hasil wawancara langung dengan beberapa pengurus pimpinan daerah

Muhammadiyah Kota Medan. Sementara untuk data sekunder, dalam penelitian ini

25
akan menggunakan data dari buku, jurnal, ataupun literatur-literatur yang berkaitan

dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini juga menggunakan sumber tertulis dari

buku, surat kabar, jurnal yang membahas mengenai kajian yang berkaitan dengan

penelitian ini, serta dari sumber lisan yang berasal dari beberapa pengurus

Muhamamdiyah baik ditigkat provinsi maupun kota.

Dalam penelitian ini akan digunakan teknik pengumpulan sumber berupa

observasi, wawancara dan studi dokumen.

3.1.1 Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik yang dilakukan dalam pengumpulan

data dengan mencermati penuturan-penuturan informasi yang dapat memberikan

keterangan terhadap masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini penulis melakukan

tanya-jawab kepada orang-orang yang dapat memberikan informasi mengenai

pembentukan Muhammadiyah dan pernanannya dalam dunia pendidikan di kota

Medan. Informan yang akan dijadikan sebagai narasumber ialah anggota pimpinan

Muhammadiyah, kemudian peneliti yang pernah melakukan penelitian terhadap

tema yang sama ataupun sejenis, ataupun tokoh Muhamamdiyah lainnya yang

mengetahui hal tersebut. Dalam hal ini wawancara yang digunakan adalah

wawancara terbuka dengan memberikan daftar-daftar pertanyaan dan informan

memberikan jawabannya secara lisan.

3.1.2 Observasi

26
Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

mengadakan pengamatan dan pencatatan langsung ke lapangan. Teknik observasi

digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa persitiwa, tempat,

atau lokasi dan benda serta rekaman gambar dan lain-lain.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengunjungi

langsung tempat-tempat yang berhubungan dengan Muhammadiayah di kota

Medan. Tempat-tempat tersebut ialah kantor Pimpinan Daerah Muhammadiayah

kota Medan, kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiayah Sumatera Utara,

kompleks Muhammadiyah di Helvetia, dan beberapa sekolah MA dan SMA

Muhammadiyah di kota Medan

3.1.3 Studi Pustaka

Studi kepustakaan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mencari data

dari sumber-sumber seperti buku-buku, arsip, jurnal, dan dokumen yang relevan

dengan tema penelitian yang dibahas.

3.2 Kritik Sumber

Kritik sumber umumnya dilakukan terhadap sumber-sumber pertama.

Kritik ini menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau

ketepatan (akurasi) dari sumber tersebut. Kebenaran sumber diuji dengan dua

tahapan, yaitu tahap pertama menguji keaslian sumber, apakah datanya sesuai

dengan fakta di lapangan, cara ini dilakukan melalui kritik eksternal. Kemudian

diuji kebenaran sumber melalui kritik internal.

27
a. Kritik Eksternal

Adapun yang dimaksud dengan kritik eksternal ialah cara melakukan atau

pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Suatu penelitian atas asal-

usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk

mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada

suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu

atau tidak. Kritik eksternal ini dilakukan untuk menilai otentitas sumber sejarah.

b. Kritik Internal

Sementara itu yang dimaksud dengan kritik internal lebih menekankan

kepada aspek dalam yaitu isi dari sumber kesaksian. Setelah fakta kesaksisan

ditegakkan melalui kritik eksternal, tiba giliran penulis untuk mengadakan evaluasi

terhadap kesaksian tersebut.Peneliti disini harus melakukan dua tahapan dalam

kritik internal. Pertama tahapan peninjauan keakuratan dan kedua, membandingkan

antara sumber dengan sumber lainnya.

3.3 Interpretasi Data

Menginterpretasi atau menafsirkan data dilakukan dengan cara

membandingkan antara data yang diperoleh dengan cara field research dan literatur

28
atau buku-buku, arsip-arsip, serta dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

Fakta-fakta sejarah yang telah ditemukan dan dikritik berdasarkan sumbernya,

kemudian dirangkai agar menjadinarasi yang lebih tepat untuk dibaca. Menurut

Sjamsuddin (2012: 11) ada dua cara dalam melakukan penafsiran persitiwa sejarah

yang pertama adalah cara penafsiran menurut determinisasi. Penafsiran ini

menekankan pada faktor keturunan dan lingkungan fisik. Adapun cara yang kedua

adalah cara penafsrian menurut kemauan bebas manusia serta kebebasan manusia

dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini pelaku utama dalam suatu persitiwa

sejarah adalah peranan manusia itu sendiri baik secara langsung maupun tidak

langsung.

3.4 Historiografi

Historigrafi atau penulisan sejarah adalah cara untuk merekonstruksi suatu

gambaran masa lampau berdasarkan data yang diperoleh. Dalam historiografi ini

peneliti akan melakukan pemaparan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Historiografi adalah tingkatan kemampuan seni yang menekankan pentingnya

keterampilan, tradisi akademis, imajinasi dan pandangan arah yang semuanya

memberikan warna pada hasil penulisannya. Dengan demikian historiografi

merangkaikan fakta berikut dengan maknanya secara kronologis dan sistematis.

Dalam penelitian ini, teknik historiograf yang dipakai adalah deksriptif

yakni menuliskan sehjarah berdasarkan fakta-fakta yang tersusun. Data-data yang

akan dikumpulkan melalui heuristik dan data yang akan diverivikasi serta

diinterpretasi melalui proses penyesuaian data yang ditafsir melalui permasalahan

29
dalam biografi dan berdasarkan jenis biografi yang nantinya hasil dari tahapan

sebelumnya akan disajikan sebagai jawaban rumusan masalah.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Medan

30
Kota Medan terletak antara 2°.27’-2°.47’ Lintang Utara dan 98°.35’-98°.44’

Bujur Timur. Kota Medan 2,5-3,75 meter di atas permukaan laut. Kota Medan

mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 23,0 °C-24,1 °C dan

suhu maksimum berkisar antara 30,6 °C-33,1 °C serta pada malam hari berkisar 26

°C-30,8 °C.

Selanjutnya mengenai kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata

78%-82%. Sebagian wilayah di Medan sangat dekat dengan wilayah laut yaitu

pantai Barat Belawan dan daerah pedalaman yang tergolong dataran tinggi, seperti

Kabupaten Karo. Akibatnya suhu di Kota Medan menjadi tergolong panas.

Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec sedangkan rata-rata total laju

penguapan tiap bulannya 100,6 mm.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari

keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan

kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan

jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3°

30'-3° 43' Lintang Utara dan 98° 35'-98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota

Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 meter di

atas permukaan laut.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara

Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7

Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan

31
Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi

Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151

Kelurahan, yakni :

No Nama Kecamatan Jumlah Kelurahan

1 Medan Tuntungan 9

2 Medan Johor 6

3 Medan Amplas 8

4 Medan Denai 5

5 Medan Area 12

6 Medan Kota 12

7 Medan Maimun 6

8 Medan Polonia 5

9 Medan Baru 6

10 Medan Selayang 6

11 Medan Sunggal 6

12 Medan Helvetia 7

13 Medan Petisah 7

14 Medan Barat 6

15 Medan Timur 11

16 Medan Perjuangan 9

17 Medan Tembung 7

18 Medan Deli 6

32
19 Medan Labuhan 7

20 Medan Marelan 4

21 Medan Belawan 6

Tabel 4.1 : Persebaran Kecamatan dan Kelurahan di kota Medan

Secara adinsitratif, kota Medan mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka

 Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang

 Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang

 Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang

4.2 Sejarah Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di

Indonesia. Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8

Djulhijjah 1330 yang bertepatan pada tanggal 18 November 1912 di Kauman,

Yogyakarta. Muhammadiyah merupakan organisasi yang berlandaskan gerakan

Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang didasarkan dari Al-Quran surat Ali-Imran ayat

104.

Kata “Muhammadiyah” sendiri merupakan usulan yang kemudian telah

disepakati. Usulan tersebut datang dari Muhammad Sangidu seorang ketib anom

Keraton Yogyakarta yang juga kerabat dari K.H Ahmad Dahlan (Mujahid,

2013:163).Kata “Muhammadiyah” sendiri memiliki arti yang dapat dibagi menjadi

dua segi, yaitu arti secara bahasa atau etimologis dan arti secara istilah atau

terminologis. Secara bahasa, Muhammadiyah berasal dari kata bahasa Arab

33
“Muhammad” yaitu nama Nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Kemudian

mendapatkan “ya’ nisbiyyah” yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah

berarti ummat Muhammad S.AW atau “pengikut Muhammad”. Sementara itu,

seccara istilah dapat diartikan sebagai gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi

Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Quran dan Sunnah, didirikan oleh

K.H Ahmad Dahlan di kota Yogyakarta. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah

oleh pendirinya dengan maksud untuk bertafa’ul (berpengharapan baik) dapat

mencontoh dan meneladani jejak perjuangannya dalam rangka menegakkan dan

menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya ‘Izzul Islam wal

Muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai

realita. (Pasha&Darban, 2002:112-113)

Berdirinya Muhamamadiyah tidak terlepas dari beberapa faktor yang

melatar belakangimya. Latar belakang berdirinya Muhammadiyah secara garis

besar dapat dibagi menjadi dua faktor penyebab, yakni faktor subyektif da obyektif.

Faktor subyektif merupakan faktor yang dapat dikatakan sebagai faktor

utama dan faktor penentu berdirinya Muhamamdiyah adalah hasil pendalaman K.H

Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran baik dalam membaca maupun menelaah,

membahas dan mengkaji kandungan isinya. Sikap seperti ini ditunjukkan oleh K.H

Ahmad Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 : “Dan hendaklah ada di

antara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh

yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

34
Faktor kedua ialah faktor obyrktif. Ada beberapa sebab yang bersifat

obyektif yang melatar belakangi berdirinya Muhamamdiyah, yang sebagian dapat

dikelompokkan dalam faktor internal dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam

faktor eksternal. Faktor obyektif yang bersifat internal diantaranya ialah (1)

ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan As-Sunnah

sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Sebelum

masuknya agama Islam di Indonesia, masyrakat bangsa Indonesia telah memluk

agama Hindu dan Buddha dengan segala amalan dan tradisi yang ada didalamnya.

Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan berbagai pengaruh

kepercayaan lain menempel secara tidak sengaja ke tubuh ajaran Islam. (2)

Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi

yang siap mengemban misi selaku “Khalifah Allah di atas bumi”. Keberadaan

pondok pesantren di Indonesia sudah cukup lama sejak zaman Hindu-Buddha.

Namun dalam menghadapi tantangan kemajuan zaman yang tidak pernah berhenti,

maka akan terasa bahwa muatan isi yang ada dalam sistem pondok pesantren saat

ini terasa kurnag memadai dalam mengantisipasi perkembangan zaman. Dalam

sistem pondok pesantren hanya mengajarkan pendidikan agama dalam arti sempit.

Padahal ilmu-ilmu umum juga digunakan seseorang agar dapat mampu

melaksanakan tugas-tugas keduniaan dan tugas yang diemban oleh “Khalifah

Allah”. (Pasha, 2002:118)

Sementara untuk faktor obyektif yang bersifat eksternal dapat dibagi

menjadi beberapa bagian. (1) Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di

tengah-tengah masyrakat Indonesia. Masuknya bangsa Belanda ke Indonesia

35
mengibarkan panji-panji “Three G” yaitu “Glory”, “Gold”, “Gospel”. (2) Penetrasi

Bangsa-bangsa Eropa, terutama Belanda ke Indonesia. Kedatangan bangsa-bangsa

Eropa terutama Belanda ke Indonesia, khususnya dalam aspek kebudayaan,

peradaban da keagamaan telah membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan

Islam di Indonesia. Lewat pendidikan model Barat yang mereka kembangkan

dengan ciri-cirinya yang bersifat inteletualistik, individualistis, serta sama sekali

tidak memperhatikan asas-asas norma keagamaan. Pendidikan Barat adalah alat

yang paling pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di

Indonesia. (3) Pengaruh dari gerakan pembaharuan dalam dunia Islam. Gerakan

Muhamamdiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan

mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan dalam Islam yang dimulai

sejak Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Muhammad Abdul Wahab, Jamaluddin al-

Afghany, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.

Meskipun Muhammadiyah berdiri sejak November 1912, namun usaha

Muhammadiyah untuk mendirikan persyarikatan secara resmi baru dimulai sejak

pada tanggal 20 Desember 1912, dimana Muhamadiyah mengajukan surat

permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, agar persyarkitan ini dapat

berjalan izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Dalam surat tersebut

juga dilampiri dengan rancangan statuten atau anggaran dasar. Dalam surat itu pula

dijelaskan sasaran kegiatan Muhammadiyah meliputi Jawa dan Madura. Setahun

setelahnya, tepat pada tanggal 21 April 1913, Resident Yogyakarta Liefrinck

menyetujui permohonan Muhamamdiyah dengan catatan kata-kata “Jawa dan

Madura” diganti menjadi “Residentie Yogyakarta”. Tetapi ia memberikan peluang

36
jika kelak akan ada cabang-cabang baru di luar Yogyakarta maka mengajukan surat

permohonan lagi. Pada akhirnya, pememrintah Hindia Belanda mengakui

Muhammadiyah sebagai badan hukum, tertuang dalam Gouvernement Besluit

tanggal 22 Agustus 1914, No.81. (Pasha&Darban, 2009:98).

Senada dengan apa yang disampaikan Pasha dan Darban, Dja;far juga

menuliskan bagaimana usaha Muhamamdiyah untuk meluaskan gerak

organisasinya. Usaha untuk meluaskan gerak Muhammadiyah dimulai sejak tahun

1917. Pada tahun tersebut sudah terdapat banyak permintaan untuk mendirikan

Muhammadiyah di daerah lain, oleh karenya, Anggaran Dasar organisasi

Muhammadiyah tentu harus di diubah terlbih dahulu yang sebelumnya

menyebutkan Muhammadiyah hanya membatasi diri di daerah resisdensi

Yogyakarta saja. Perubahan tersebut pertama sekali dilakukan pada tahun 1920

yang menyebutkan kegiatan Muhamamdiyah meliputi seluruh wilayah pulau Jawa.

Pada tahun 1921, Anggaran Dasar Muhamamdiyah kembali diubah yang

menyebutkan daerah operasinya di seluruh Indonesia, yang selengkapnya berbunyi

“memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia

Nederland; dan memajukan caa kehidupan sepanjang kemauan agama Islam kepada

lid-lidnya (segala sekutunya)”. (Dja’far, 2017:9).

4.3 Muhammadiyah di Kota Medan

4.3.1 Sejarah Muhammadiyah Kota Medan

Beridirnya Muhamamdiyah di kota Medan dapat dikatakan juga sebagai

cikal bakal dari Muhammadiyah di daerah Sumatera Utara. Adapun daerah

37
Sumatera Utara yang dikenal sekarang ini merupakan gabungan dari dua

karesidenan, yakni karesidenan Sumatera Timur dan karesidenan Tapanuli.

Keresidenan Sumatera Timur terdiri atas beberapa daerah yang meliputi: Langkat,

Binjai, Medan, Deli Serdang, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Simalungun,

Asahan, Tanjung Balai, Karo, dan Labuhan Batu sampai ke Bagan Siapi-api.

Daerah-daerah yang masuk wilayah karesidenan Sumatera Timur mayoritas

merupakan penduduk suku Melayu yang mereka dipimpin oleh raja-raja Melayu

yang disebut dengan Sultan. (Dja;far, 2017: 19).

Kesinambungan dari berdirinya Muhamamdiyah Medan dengan

Muhamamdiyah Sumatera Utara juga diungkapkan oleh Bahril Datuk (wawancara

pada tanggal 24 Maret 2021) sebagai berikut:

“Secara detail sejarahnya saya cukup menegerti, tapi itu, alurnya memang
seperti itu, pertama kali Muhamamdiyah Kampung Keling, baru kemudian
Muhammadiyah Sumatera Timur dan terakhir Muhammadiyah Sumatera Utara.”

Beridirnya Muhammadiyah di kota Medan tentu tak lepas dari para

pendatang yang mayoritas berasal dari Minangkabau, Mandailing dan Jawa. Usaha

untuk mendirikan Muhamamdiyah di daerah kota Medan berlangsung sejak tahun

1925 ketika Mas Pono yang datang dari Yogyakarta bertemu dengan Djuin St.

Penghulu, St. Saidi Djamaris, Dt. Bungsu dan kawan-kawan yang merupakan

perantau-perantau dari Minangkabau.

38
Mereka memiliki keinginan untuk mendirikan Muhamamdiyah, namun

karena mereka merupakan para pedagang kecil-kecilan, sehingga hal tersebut masih

urung dapat dilaksanakan. Oleh karenanya, mereka kembali mencari orang-orang

yang sepaham dengan mereka. Usaha tersebut dilakukan ketika mereka melakukan

kegiatan shalat Dzuhur di Pasar Bundar Medan. Ketika berkumpul di Pasar Bundar

inilah awal pertemuan dari Djuin SutanPenghulu, Mas Pono, Sutan Maradjo, Kari

Suib dan sejumlah kawan-kawannya yang lain dari Tapanuli yang kemudian

sepakat untuk mendirikan Muhammadiyah. Mereka kemudian melakukan

pendekatan kepada H.R Muhammad Said yang pernah menjabat sebagai Vice

President Sarekat Islam Pematang Siantar, ia diharapkan sebagai tenaga baru bagi

perkumpulan ini dan ddiharapkan pula menjadi ketua Muhammadiyah jika kelak

nanti berdiri.

Adanya semanagat untuk mendirikan Muhammadiyah di Medan bermula

dari adanya kegiatan-kegiatan pengajian agama yang dihadiri oleh para pedagang-

pedagang kecil yang kebanyakan mereka terdiri dari para perantau. Pada malam

tanggal 25 November 1927, tepatnnya di Jalan Nagapatan No. 44 atau lebih dikenal

sebagai Jalan Kediri sekarang, diadakanlah sebuah rapat kecil-kecilan yang

membahas mengenai pendirian Muhammadiyah di kota Medan. Para pedagang

Minang seperti Djuin Sutan Penghulu, Sutan Maradjo dan kawan-kawannya beserta

Mas Pono memperhatikan betul-betul penjelasan dari H.R Muhammad Said. Dalam

perkumpulan pada malam hari inilah, para hadirin yang hadir pada saat itu

mensepakati pendirian cabang Muhammadiyah kota Medan, sekaligus menetapkan

H.R Muhammad Said sebagai ketua Muhamamdiyah cabang kota Medan.

39
Meskipun usaha pendirian Muhammadiyah sudah dimulai sejak 25

November 1927, namun sesuai ketetapan dari surat yang dikeluarkan oleh

Hoofdbestuur (Pengurus Besar) Muhamamdiyah baru dikeluarkan pada setahun

setelahnya, tepatnya pada tanggal 1 Juli 1928. Tahun inilah yang ditetapkan sebagai

tahun resmi berdirinya Muhamamdiyah kota Medan. (Dja’far, 2017:18).

Para pengurus Muhamamdiyah kota Medan yang pertama diantaranya ialah

Ketua : H.R Muhammad Said

Wakil Ketua : Juin, Sutan Penghulu

Sekretaris : Mas Pono

Wakil Sekretaris : Penghulu Manan

Bendahara : Sutan Saidi

Anggota Pimpinan : Kongo Sutan Marajo

Hasan Sutan Batuah

Awam Sutan Pariado

Haji Syuib

Advisur : Sutan Ibrahim, Tuyung Muhammad Arif

Dipilihnya H.R Muhammad Said sebagai ketua pertama Muhammadiyah

kota Medan memiliki alasan khusus dibalik ditetapkannya H.R Muhamamd Said

40
sebagai ketua. Pelly (1994: 73) menyebutkan bahwa bukan kebetulan apabila para

pedagang Minangkabau yang terkumpul dalam Muhamamdiyah menjadikan H.R

Muhammad Said, seorang Sipirok sebagai ketua. Muhammadiyah sebagai gerakan

“kaum muda”. H.R Muhammad Said sendiri merupakan seorang Sipirok yang

menentang “kaum tua” yang dipimpin oleh ulama-ulama Mandailing. Para

pedagang Minangkabau sendiri merupakan para pengikut gerakan pembaharuan

Islam yang menjadi tantangan mereka ialah ulama-ulama “kaum tua”.

Alasan lain dipilihnya H.R Muhammad Said sebagai ketua umum

Muhamamdiyah kota Medan ialah para pencetus beridirnya Muhammadiyah adalah

mayoritas pedagang yang tidak mengenal mengenai organisasi. Persyaratan lain

yang dihendaki ialah untuk menjadi ketua, haruslah memiliki kemampuan

mengelola organisasi Islam, serta calon ketua harus memiliki hubungan baik

dengan pejabat pemerintahan dan Sultan.

Dalam rangka untuk mempromosikan kegiatan Muhamamdiyah di kota

Medan, Pengurus Muhamamdiyah melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan

untuk dapat memperkenalkan Muhamamdiyah bagi masyrakat kota Medan. Salah

satu usahanya ialah melakukan kegiatan pasar malam sebagai sarana

mempromosikan Muhammadiyah. Agar dapat terlaksana, Pengurus

Muhammadiyah meminta izin kepada Sultan Deli yakni Tengku Otteman. Tengku

Otteman mendukung acara yang di selenggarakan oleh Muhammadiyah dengan

memberikan tanahnya untuk dijadikan tempat acara pasar malam. Acara tersebut

dilaksanakan pada 3 Mei 1928.

41
Dalam acara pasar malam ini juga dilakukan kegiatan penggalangan dana,

yang menghasilkan beberapa dana untuk dibelikan sebidang tanah dan dua pintu

rumah yang kemudian dituliskan dengan nama Muhammadiyah. (Kadri, 2015:

193).

Pada masa awal beridirnya Muhamamdiyah, tentu tidak lepas dari adanya

permasalahan yang terjadi. Salah satu tantangan yang dihadapi yang bisa dikatakan

sebagai tantangan yang cukup utama ialah pada masa itu Indonesia pada umumnya

dan Sumatera Timur khususnya masih berada dibawah penjajahan Belanda.

Belanda saat itu dikenal sangat anti dengan perkumpulan-perkumpulan yang

diadakan oleh masyrakat pribumi. Mereka menganggap dengan adanya

perkumpulan-perkumpulan masyrakat pribumi sebagai ancaman bagi pemerintah

Hindia Belanda.

Setidaknya, terdapat beberapa alasan yang kemudian membuat pemerintah

Hindia Belanda tidak menyukai adanya Muhammadiyah. Menurut Kadri (2015:

194) menjelaskan diantaranya :

1. Pemerintah Hindia Belanda mengetahui benar bahwa Muhammadiyah

gerakan yang memiliki jiwa dan semangat perjuangan dalam

menegakkan ajaran Islam

2. Perjuangan Muhammadiyah diangap sebagai gerakan modern yang

dikhawatirkan akan dapat memberikan ancaman bagi pemerintah

Hindia Belanda.

42
3. Gerakan Muhammadiyah adalah gerakan pembaharuan yang sudah

terbukti dapat mengancam kedudukan Belanda. Misalnya gerakan

perjuangan yang dikobarkan oleh ulama-ulama Minangkabau yang

berasal dari ulama-ulama pembaharu Islam yang sejalan dengan

pergerakan Muhammadiyah itu sendiri.

Alasan selanjutnya ialah, pemerintah Hindia Belanda pada tahun November

1926 telah direpotkan oleh pemeberontakan PKI yang terjadi di Jawa Barat dan

Sumatera Barat. Oleh karenanya, tidak heran apabila pemerintah Hindia Belanda

mencurigai perkumpulan-perkumpulan yang ada di Indonesia termasuk

Muhammadiyah di Sumatera Timur. Menurut Kadri yang dikutip dalam Abdul

Mu’thi, pemerintah Hindia Belanda kesulitan apabila hendak membubarkan

Muhammadiyah di Sumatera Timur, dikarenakan Muhammadiyah adalah

organisasi yang berkuatan hukum tetap, atau dikenal dengan istilah reobtspersoon.

Berdirinya Muhamamdiyah di kota Medan, tidak lepas dari adanya

tantangan yang diberikan oleh berbagai pihak. Namun, yang menjadi penekanan

disini ialah, tantangan yang dihadapi Muhamamdiyah bukan berasal dari Al-

Wasliyah, sebagai organisasi yang baru berdiri di Medan. Dapat dikatakan terdapat

perbedaan yang mencolok dari kedua organisasi ini, terutama dari pemahaman

mengenai ajaran Islam.

Tantangan-tantangan yang dirasakan oleh Muhamamdiyah pada masa awal

berdirinya, berasal dari kalangan pejabat pemerintahan, Sultan, serta ulama-ulama

tradisional. Para pejabat pemerintahan menggunakan strategi politik adu domba,

43
dimana mereka menggunakan para Sultan sebagai kekuatan untuk menganggu

jalannya perkembangan Muhammadiyah di kota Medan. Maka, tidak heran juga

apabila para Sultan menggunakan para ulama untuk memberhentikan gerak

Muhamamdiyah. (Dja’far, 2017: 20).

Senada dengan Dja’far, Kadri (2015: 195) menyebtukan bahwa strategi

yang digunakan Belanda untuk menghambat pertumbuhan Muhammadiyah di

Sumatera Timur ialah dengan menggunakan politik adu domba, atau lebih dikenal

dengan “devide at impera”. Bentuk dari pelaksanaanya ialah dengan membuat

perpecahan anntara Muhammadiyah dengan Sultan Deli. Bentuk provokasi yang

dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda tidak mempengaruhi Sultan Deli,

namun banyak kalangan yang terprovokasi dengan usaha yang dilakukan oleh

pemerintah Hindia Belanda, sehingga mereka membenci dan menolak gerakan

Muhammadiyah di Sumatera Timur.

Terdapat beberapa alasan bagi Kesultanan Melayu keberatan terhadap

adanya Muhamamdiyah di daerah mereka. Alasan pertama ialah, Sultan-Sultan

Melayu dianggap sebagai “Ulil Amri” namun dalam setiap memutuskan suatu

keputusan, mereka selalu berpihak kepada kaum tua yang juga sama-sama

menganut madzhab Syafi’i. Sementara Muhamamdiyah menerima gagasan

pembaharuan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang mengkritik pelaksanaan

hukum Islam menurut madzhab Syafi’i. Alasan kedua ialah Muhammadiyah

menentang wewenang Sultan-Sultan untuk mengawasi urusan agama melalui

perwakilan mereka, dan hanya mereka yang berhak menunjuk wakil. (Pelly,1994:

182).

44
Bentuk-bentuk dari tantangan yang diberikan oleh pejabat pemetrintahan

dan pihak sultan ialah ulama-ulama tradisonal diarahkan untuk menentang

pengajian-pengajian yang diadakan oleh Muhamamdiyah. Bahkan, terdapat sutau

ketetapan yang menyebutkan apabila ada sesorang yang memasuki

Muhammadiyah, maka dapat dikatakan kafir.

Dalam beberapa kasus bahkan, dikarenakan adanya anggapan orang yang

memasuki Muhamadiyah maka dikatakan kafir, ada orang-orang yang meninggal,

namun dia merupakan simpatisan Muhammadiyah, maka jenazahnya dilarang

untuk dikebumikan di perkuburan muslim umum. Akibatnya, jenazah tersebut

harus dikebumikan di lapangan madrasah Muhammadiyah. (Rizali, 2000: 128).

Tantangan-tantangan yang disebutkan diatas terjadi ketika Muhamamdiyah

baru berdiri di daerah Medan. Tantangan serupa juga terjadi setelah masa

kemerdekaan, meskipun Muhammadiyah telah memiliki cabang-cabangnya di

berbagai daerah namun tentu saja tantangan itu tetap terjadi.

Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Muhammadiyah sebenarnya lebih

banyak datang dari kalangan Islam itu sendiri. Dan lebih banyak diakibatkan tidak

sesuainya praktik ibadah Muhammadiyah dengan praktik ibadah dalam masyarakat

biasanya. Dapat dikatakan bahwa Muhamamdiyah dengan semangat gerakan

pembaharuannya, tentu ingin memisahkan budaya dengan agama.

Dalam wawancara yang dilakukan dengan pak Bahril Datuk (wawancara

tanggal 24 Maret 2021) beliau mengatakan :

45
“Kalau secara umum, tidak ada yang menolak keberadaan Muhamamdiyah.
Tapi gini, dalam orang Islam sendiri, ada semacam pemahaman, Muhammadiyah
ini seperti tidak mengikuti alur utama Islam di Indonesia, alur seperti Ahluss Sunnah
Wal Jamaah, Muhammadiyah tidak ikut di dalam itu, memang Muhammadiyah itu
kan bisa dibilang sebagai ideologi, dulu Muhammadiyah memberantas tahayul,
bid’ah dan kurafat, kalau secara halusnya, Muhammadiyah itu kan tidak mau
mencampurkan agama dengan budaya, kan disitu kuncinya, perbedaan dengan yang
lain kan disitu. Kalau berbicara soal peringatan kematian itu kan jelas-jelas budaya
Budha dan Hindu, kenapa itu dulu diadaptasi oleh Wali Songo karena itu cara
berdakwah mereka, kemudian diadopsi dan diisi dengan dakwah, itu kan seperti
cara berdakwahnya Wali Songo. Namun sekarang, seolah-olah itu dipermanenkan
seperti dianggap dari Islam.”

Sementara itu, berkembangnya Muhammadiyah di kota Medan bahkan di

beberapa kota lain di Sumatera Utara dipengaruhi dengan adanya orang

Minangkabau di dalamnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri, mengingat para pedagang

Minangkabau lah yang merupakan pencetus dari gerakan Muhammadiyah di kota

Medan. Hal ini diakibatkan dengan adanya kesamaan pola pikir anntara

Muhamamdiyah dengan orang-orang Minangkabau. Orang Minangkabau dikenal

dengan pola pokir rasionalnya dengan memegang teguh pepatah mereka Alam

Takambang Jadi Guru. Maka, pola pikir rasional orang Minang tadi bertemu

dengan Muhamamdiyah dengan gaya puritannya yang dianggap cocok, sehingga

banyak ditemukan, anggota Muhammadiyah berasal dari Minangkabau.

(Wawancara Bahril Datuk pada 24 Maret 2021)

Kegiatan awal yang dilakukan oleh Muhamamdiyah pada mulanya masih

berhubungan dengan unsur-unsur ilmu fiqih yang banyak berhubungan dengan

ibadah. Salah satu usahanya ialah dengan mendatangkan penceramah-penceramah

46
dari Sumatera Barat. Isi dari kegiatan dakwah yang dilakukan oleh penceramah-

penceramah ini masih seputar konsep tauhid, penguatan pengamalan sesuai sunnah

Nabi Muhamamad tanpa dicampuri dengan ajaran-ajaran yang tak pernah dilakukan

oleh Nabi sebelumnya. Adapun perkara-perkara yang sangat sering dibahas ialah

masalah niat dalam ibadah, arah kiblat, masalah kenduri pada saat kematian atau

tahlilan, ziarah ke kuburan, shalat Hari Raya di lapangan terbuka.

Pada masa periode awal beridirnya Muhamamdiyah ini , terdapat beberapa

cabang baru Muhamamdiyah di kota Medan, yakni dibentuknya Muhamamdiyah

cabang Medan Kota pada tahun 1927, serta cabang Muhamamdiyah Glugur yang

berdiri pada tahun 1930.

Pada tahun 1930, HR Muhammad Said yang sebelumnya menjabat sebagai

ketua Muhammadiyah cabang Medan, diangkat menjadi ketua Konsul

Muhammadiyah Sumatera Timur. Diangkatnya HR M.Said menjadi ketua Konsul

Muhammadiyah memiliki alasan khusus. Dimana, pada tahun 1930 diadakan

Kongres Muhammadiyah di Bukittinggi. Dalam kongres tersebut mengeluarkan

keputusan yang penting, dimana dalam setiap karesidenan haruslah memiliki wakil

HB Muhammadiyah yang disebut dengan Konsul Muhammadiyah. Oleh karenya,

HR M. Said diangkat menjadi Konsul Muhammadiyah daerah Sumatera Timur

yang pertama.

Pada tahun 1939, tepat pada usia Muhamamdiyah Medan yang ke-12,

Muhammadiyah Medan mendapat kepercayaan dari Pimpinan Pusat

Muhammadiyah di Yogyakarta untuk menyelenggarakan Kongress

47
Muhamamdiyah ke-28. Kongres itu dihadiri oleh sekitar 7.000 orang yang diadakan

di Pusat Pasar Medan.. Rizali (2000: 131) menyebutkan bahwa pada saat itu

terselenggaranya Kongress Muhammadiyah di Medan bukan hanya dari hasil kerja

keras warga Muhamamdiyah Medan saja, melainkan juga mendapatkan bantuan

dari Muhammadiyah dari seluruh Minangkabau, Tapanuli, dan Aceh.

Setelah berakhirnya masa pemerintahan Hindia Belanda di Suamtera Timur,

dan masuknya pemerintahan Jepang di Sumatera Timur termasuk kota Medan tahun

1942-1945, kekuasaan otonomi kesultanan Melayu tidak lagi berfungsi, karena

Jepang ingin memerintah secara langsung. Situasi yang terjadi ini, dimanfaatkan

oleh Muhammadiyah dalam mendirikan cabang-cabang Muhamamdiyah di

berbagai wilayah, termasuk usaha Muhamamdiyah untuk menegakkan sholat Jumat

sendiri. Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, usaha Muhamamdiyah untuk

menegakkan sholat Jumat selalu terhadang oleh berbagai ketetapan yang ada.

Hadangan tersebut berupa dilarangnya melaksanakan sholat Jumat diluar masjid-

masjid yang ditetapkan oleh pihak Zelfbestuur sebagai badan yang mengurusi

persoalan agama.

Dja’far meneyebutkan bahwa selang sebulan setelah Jepang menginjakkan

kakinya ke daerah Sumatera Timur dan Medan, berlangsunglah kegiatan sholat

Jumat pertama yang diadakan oleh Muhammadiyah. Kegiatan sholat Jumat tersebut

dilaksanakan di Jalan Kamboja Medan, dimana dilaksanakan di gedung Sekolah

Muhamamdiyah. Pada saat itu pula didirikan masjid milik Muhamamdiyah pertama

di kota Medan. (Dja’far, 2015: 25).

48
Setidaknya terdapat alasan-alasan yang menyebabkan mudahnya gerak

Muhammadiyah di kota Medan pada masa pemerintahan Jepang. Pertama,

berhentinya masa pemerintahan Hindia Belanda juga mengakibatkan berhentinya

kekuasaan Zelfbestuur sebagai badan yang mengawasi persoalan agama, yang

berdampak pada adanya sedikit kebebasan dalam mengadakan kegiatan-kegiatan

yang berhubungan dengan agama. Kedua, terjadinya hubungan yang lebih harmonis

antar ulama, dimana tidak lagi terdapat jarak yang memisahkan antara ulama “kaum

tua” dan ulama “kaum muda”. Terciptanya hubungan yang baik ini juga diakibatkan

adanya kewajiban kepada seluruh rakyat Indonesia oleh pemerintah Jepang untuk

melakukan tunduk terhadap matahari sebagai bentuk dari “sembahyang”. Ketiga,

lumpuhnya kekuasaan Sultan dan raja-raja yang selama masa pemerintahan Hindia

Belanda digunakan untuk mempersulit gerak Muhammadiyah di Medan.

Setelah memasuki masa kemerdekaan, Muhammadiyah lebih banyak

bergerak dalam usaha untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Usaha-

usaha tersebut dilakukan oleh Muhammadiyah bersama dengan organisasi asal

Sumatera Utara lainnya, yaitu Al-Wasliyah.

Medan merupakan kota yang juga ikut disambangi oleh tentara Belanda

ketika Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaanya. Untuk mengatasi hal

tersebut, beberapa organisasi politik dan kelompok-kelompok Islam membentuk

suatu barisan pertahanan demi menjaga kemerdekaan Indonsia di kota Medan. Pada

bulan Maret 1946, kelompok-kelompok Islam seperti Muhamamdiyah dan Al

Wasliyah mendirikan barisan pertahanan yang disebut dengan Hisbullah.

49
Usaha lain yang digerakkan oleh Muhamamdiyah dalam mempertahankan

kemerdekaan di kota Medan adalah dengan mengadakan konferensi ulama di

Tebingtinggi. Acara yang digagas oleh Muhamamdiyah dan Al Wasliyah serta

faksi-faksi Islam lainnya dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 1947. Dalam konferensi

ini setidaknya mengeluarkan keputusan berupa, sebagai ulama, mereka mengakui

bahwa Republik Indonesia adalah satu-satunya pemerintahan yang disahkan oleh

rakyat. (Pelly, 1994: 203).

Sempat disinggung di awal, bahwa berdirinya Muhamamdiyah di kota

Medan tahun 1927, juga merupakan cikal bakal dari berdirinya Pimpinan Wilayah

Muhamamdiyah Sumatera Utara. Adapun, pada tahun 1930, telah dibentuknya

perwakilan Muhamamdiyah daerah Sumatera Timur, yang membawahi semua

daerah di karesidenan Sumatera Timur. Untuk berdirinya Pimpinan Daerah

Muhamamdiyah kota Medan sendiri baru dibentuk pada tahun 1967. Menurut H.M

Nur Rizali dalam Rifian (2016: 4) pada tahun 1967, telah dibentuk perwakilan

Muhamamdiyah untuk daerah tingkat II Kotamadya Medan, perwakilan

Muhammadiyah itu diberi nama Badan Koordinasi Pimpinan Muhammadiyah

Daerah Tingkat II Medan. Kemudian, di akhir tahun 1967, nama itu kemudian

diubah menjadi Pimpinan Muhammadiyah Daerah Kotamadya Medan pada akhir

tahun 1967 dalam acara Musyawarah Daerah pertama. Kemudian pada tahun 1990,

nama Pimpinan Muhammadiyah Daerah diganti lagi menjadi Pimpinan Daerah

Muhammadiyah kota Medan.

Senada dengan Rifian, dalam wawancara dengan pak Bahril Datuk juga

meyebutkan mengenai adanya perubahan organisasi Muhammadiyah.

50
“Baru pada tahun 60-an kemudian di reorganisasi Muhammadiyah kota
Medan, baru lah bertumbuhan cabang-cabang. Cabang paling tua itu yang di
Muhammadiyah medan kota jalan demak.”

Adapun susunan pimpinan pertama Pimpinan Muhammadiyah kota Medan

ketika dibentuk Badan Koordinasi Pimpinan Muhammadiyah Daerah Tingkat II

Medan (BKPM) ialah:

Ketua : Mukhtar Kamal

Wakil Ketua-I : Lukman St. Sati

Wakil Ketua-II : Haris Muda Nasution

Wakil Ketua-III : Usman Yakub Siregar

Sekretaris : Dasyaruddin Ajus

Wakil Sekretaris : M. Nur Rizali, SH

Bendahara : H. Bonang Samosir

Anggota-anggota : Bachtiar Ibrahim, Syafii Khatib dan Darwisah

Mukhtar

Dalam perkembangan selanjutnya, tentu mengalami pergantian ketua

Pimpinan Daerah Muhammadiyah kota Medan. Terhitung sejak beridirnya

Pimpinan Daerah Muhammadiyah kota Medan pada tahun 1967 hingga 1990 telah

mengalami enam kali pergantian ketua. Berikut ketua Pimpinan Daerah

Muhammadiyah kota Medan hingga tahun 1990 :

51
1. Periode 1965-1968 : Kapt. Mukhtar Kamal

2. Periode 1968-1971 : TA Latief Rousdi

3. Periode 1971-1975 : Kalimin Sunar

4. Periode 1975-1978 : A. Malik Syafi’i

5. Periode 1978-1985 : Kalimin Sunar

6. Periode 1985-1990 : Firdaus Naly

Adapun, yang dimaksud dengan Pimpinan Daerah disini ialah pimpinan

yang memimpin persyarikatan dalam suatu daerah serta melaksanakan pimpinan

dari Pimpinan Pusat. Istilah daerah disini ialah kesatuan dari cabang-cabang dalam

daerah Tingkat II. Pimpinan Daerah terdiri dari sekurang-kurangnya sembilan

orang yang ditetapkan oleh pimpinan pusat, untuk satu masa jabatan dari calon-

calon yang dipilih dari Musywarah Daerah. (Yunan, 2005: 73).

Pertumbuhan cabang-cabang Muhammadiyah (Muhamamdiyah di tingkat

kecamatan) di kota Medan sendiri sudah terjadi sejak periode awal berdirinya

Muhammadiyah. Pada masa sebelum kemerdekaan, beebrapa cabang

Muhammadiyah di kota Medan telah berdiri. Cabang pertama di Muhammadiyah

kota Medan ialah cabang Medan Kota yang berdiri tahun 1927, kemudian diikuti

dengan berdirinya cabang Muhammadiyah Glugur pada tahun 1930. Disusul oleh

cabang Muhammadiyah Belawan yang didirikan pada tahun 1937. Kemudian pada

tahun 1942 berdiri pula cabang Muhammadiiyah Kampung Dadap.

Perekmbangan cabang Muhammadiyah mulai marak berdiri sejak setelah

kemerdekaan, tepatnya dimulai sejak tahun 1950-an. Antara tahun 1950-1959,

52
setidaknya telah berdiri empat cabang Muhamamdiyah di kota Medan. Empat

cabang tersebut ialah cabang Muhammadiyah Medan Baru yang di dirikan tahun

1953, cabang Muhammadiyah Tanjung Sari pada tahun 1953, cabang

Muhammadiyah Teladan pada tahun 1956, dan cabang Muhammadiyah Medan

Timur tahun 1959.

Perkembangan cabang Muhammadiyah di Medan sangat pesat terjadi antara

tahun 1960-1970. Terdapat setidaknya sepuluh cabang Muhammadiyah yang

berdiri pada periode ini. Sepuluh cabang tersebut ialah cabang Muhammadiyah

Tegal Sari II pada tahun 1960, cabang Muhammadiyah Sidorame Timur pada tahun

1963, cabang Muhammadiyah Tegal Rejo tahun 1965, cabang Muhammadiyah Sei

Deli pada tahun 1965, cabang Muhammadiyah Sidorame Barat pada tahun 1966,

cabang Muhammadiyah Sei Sikambing C-II pada tahun 1967, cabang

Muhammadiyah Kampung Durian tahun 1967, cabang Muhammadiyah Sukaramai

pada tahun 1967, cabang Muhammadiyah Kotamatsum pada tahun 1968, dan

cabang Muhammadiyah cabang Pulo Brayan Sekitarnya tahun 1970.

Pada antara tahun 1971-1980, hanya terdapat dua cabang Muhammadiyah

yang berdiri, yakni cabang Muhammadiyah Bantan Selamat pada tahun 1976, dan

cabang Muhammadiyah Tegal Sari Mandala pada tahun 1980 Sementara, untuk

periode tahun 1981-1990, setidaknya terdapat lima cabang Muhamamdiyah yang

berdiri. Kelima cabang tersebut ialah cabang Muhammadiyah Perumnas Mandala

II pada tahun 1983, cabang Muhammadiyah Helvetia tahun 1985, cabang

Muhammadiyah Sunggal pada tahun 1988, cabang Muhammadiyah Sei Sikambing

B-I pada tahun 1989, dan cabang Muhammadiyah Teladan I tahun 1990.

53
Pada tahun 1990 ini juga, Pimpinan Muhammadiyah kota Medan saat itu,

Firdaus Naly, selain mengubah nama Pimpinan Muhammadiyah Daerah menjadi

Pimpinan Daerah Muhammadiyah, juga memindahkan kantor dari sebelumnya di

Jalan Thamrin ke Komplek Muhammadiyah Mandala, di Jalan Mandala by Pass.

(Rifian, 2016: 5).

Gambar 4.1

Loaksi Gedung Dakwah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Medan

(Sumber : Arsip pribadi)

4.3.2 Perkembangan Pendidikan Muhammadiyah di Kota Medan

Usaha Muhammadiyah dalam menjalankan pendidikan baru terlaksana

sejak setelah masa kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1950. Hal ini terjadi, karena

pada masa periode awal Muhammadiyah berdiri di Medan, Muhammadiyah masih

tertuju kepada pelurusan-pelurusan soal ibadah, bahkan hingga pada masa setelah

kemerdekaan, Muhamamdiyah masih disibukkan dengan usaha-usaha

mempertahankan kemerdekaan bersama dengan organisasi Islam lainnya di Medan.

54
Cikal bakal dari beridirinya lembaga pendidikan milik Muhammadiyah

dapat dikatakan tidak langsung besar begitu saja. Berdirinya lembaga pendidikan

Muhammadiyah dapat dikatakan berasal dari adanya musholla atau masjid yang

kemudian berdiri berbagai lembaga pendidikan lainnya.

Dalam wawancara dengan Bahril Datuk (tanggal 26 Maret 2021) disebutkan

bahwa :

“Jadi kalau berbicara pendidikan dalam Muhamamdiyah, memang, cikal


bakalanya dari masjid, karena persyaratan berdirinya ranting itu dari adanya masjid
atau musholla. Jadi biasanya sekolah Muhammadiyah itu pertumbuhan dari masjid,
barulah tumbuh tk, mda, seperti itu kalau berbicara urutannya”

Ketika berbicara mengenai siapa yang berperan besar dalam perkembangan

pendidikan Muhammadiyah, maka dapat dikatakan bukan satu atau dua orang,

melainkan anggota dari suatu ranting Muhammadiyah itu sendiri. Dikarenakan,

berdirinya amal usaha pendidikan itu dikarenakan adanya semangat dari anggota

ranting itu sendiri. Sehingga beberapa struktur kepengurusan Muhammadiyah juga

yang mengelola lembaga pendidikan tersebut.

“Kemudian Muhammadiyah membuat aturan, cabang itu bisa mengelola


sampai SMP, dan SD , daerah itu mengelola SMA, perguruan tinggi bisa wilayah
dan pusat. Secara umum, aturannya seperti itu. Untuk TK, biasanya khusus dikelola
oleh Aisiyah. Kalau riwayat secara umum, tanpa tahun, memang cikal bakalnya
seperti itu.” (Wawancara dengan pak Bahril Datuk pada 26 Maret 2021)

Berbicara mengenai pengelolaan, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Medan sendiri, telah mengelola sebanyak empat sekolah yang dikelola langsung

oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah kota Medan melalui Majelis Pendidikan

55
Dasar dan Menengah. Keempat sekolah tersebut ialah, SMA Muhammadiyah 1,

MA Muhammadiyah 01, SMP Muhammadiyah 08, dan SMK Muhammadiyah 9.

(Wawancara dengan pak Syufri Polem pada tanggal 16 Maret 2021)

Berikut perkembangan pendidikan Muhammadiyah di kota Medan sejak

tahun 1950 hingga 1980.

No. Jenis Sekolah 1950 1960 1970 1980

1 TK - 4 8 10

2 SD 11 19 25 26

3 Ibtidaiyah 10 18 20 28

4 SLTP - - 5 7

5 Tsanawiyah - 1 1 1

6 SLTA - - - 2

7 Aliyah - - 1 1

8 Pendidikan Guru - 1 1 1

Agama

9 SNAKMA - - - 1

JUMLAH 21 43 61 77

Tabel 4.2 : Perkembangan Lembaga Pendidikan Milik Muhammadiyah


Sumber : Pelly, 1994: 206

Dalam tabel tersebut dapat dilihat bagaimana perkembangan pendidikan

Muhammadiyah mulai dari pendidikan dasar, menegah, dan tinggi. Dari tabel

tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan Muhammadiyah berekembang di

56
lembaga Ibtidaiyah dengan kenaikan jumlah amal usaha dari tahun 1970 ke 1980

sebanyak 8 sekolah Ibtidaiyah.

Sementara itu, berikut tabel perkembangan jumlah siswa yang bersekolah

di pendidikan milik Muhammadiyah sejak tahun 1950 hingga 1980.

No. Jenis Sekolah 1950 1960 1970 1980

1 TK - 122 309 630

2 SD 1.508 3.252 6.409 9.254

3 Ibtidaiyah 560 1.415 2.297 3.671

4 SLTP - - 764 1.631

5 Tsanawiyah - 19 78 116

6 SLTA - - - 282

7 Aliyah - - 75 85

8 Pendidikan Guru - 204 400 662

Agama

9 SNAKMA - - - 238

JUMLAH 2.068 5.012 10.353 16.569

Tabel 4.3 : Perkembangan Siswa di Lembaga Pendidikan Muhammadiyah

Sumber : Pelly, 1994: 206

Dalam tabel tersebut dapat dikatakan bahwa, pendidikan Muhammadiyah

yang memiliki jumlah siswa dengan jumlah yang cukup banyak ialah sekolah dasar

dengan jumlah pada tahun 9.254 pada tahun 1980, jumlah siswa di sekolah dasar

milik Muhammadiyah jauh lebih banyak dari sekolah Ibtidaiyah dengan jumlah

57
3.671 pada tahun 1980 walaupun jumlah sekolah yang dimiliki Ibtidaiyah jauh lebih

banyak daripada sekolah dasar Muhammadiyah.

Dari kedua tabel tersebut, lembaga pendidikan milik Muhammadiyah di

kota Medan sejak tahun 1950, lebih banyak membuka sekolah tingkat dasar, dan

tingkat menengah. Barulah, setelah tahun 1976, berdiri lembaga pendidikan milik

Muhammadiyah untuk tingkat atas.

Pada tanggal 1 Januari 1976, didirikanlah lembaga pendidikan tingkat atas

milik Muhammadiyah. Sekolah ini diberi nama SMA Muhammadiyah 01 Medan,

yang terletak di Jalan Sutrisno, namun lokasi sekolah dulu terkena imbas dari

pelebaran jalan, sehingga sekolah tersebut dipindahkan ke Jalan Utama, dimana

saat itu, berdiri suatu rumah tua yang dijadikan sekolah.

Gambar 4.2

Bentuk sekolah ketika berada di Jalan Utama (Sebelum Renovasi)

(Sumber : Arsip SMA Muhammadiyah 1 Medan)

58
Berdirinya SMA Muhammadiyah 01 ini tidak lepas dari adanya kesadaran

dari warga persyarikatan Muhammadiyah itu sendiri, bahwa mereka harus memiliki

sekolah tingkat atas sendiri. Hal ini sesuai dengan penuturan oleh pak Muwardi

yang menyebut bahwa sejak didirikan Muhammadiyah kota Medan, belum

memiliki sekolah tingkat atas. Pimpinan Muhamamdiyah pada saat itu, ND Pane

menyadari betul bahwa tujuan berdirinya Muhammadiyah ialah memajukan

pendidikan melalui sekolah. ND Pane pada saat itu menyadari bahwa lembaga

pendidikan Muhammadiyah di kota Medan memerlukan setidaknya sekolah tingkat

atas. (Wawancara pada tanggal 29 Maret 2021).

Dari kedua tabel tersebut juga dapat kita lihat bahwa jumlah sekolah yang

dimiliki Muhammadiyah memiliki jumlah yang sedikit apabila dibandingkan

dengan sekolah miliki organisasi Islam lainnya, yakni Al-Washliyah. Jumlah

sekolah yang dimiliki oleh Al-Washliyah sebanyak 87 sekolah pada tahun 1980,

sementara Muhammadiyah memiliki 77 sekolah. Hal ini terjadi dikarenakan

terjadinya perluasan wilayah kota Medan pada tahun 1952, yang memasuki wilayah

Deli Serdang. Akibatnya, sekolah-sekolah Al-Washliyah yang terletak di wilayah

yang terdampak perluasan wilayah kota Medan dialihkan kepengurusannya kepada

Al-Washliyah kota Medan.

Perbedaan jumlah sekolah tersebut juga diakibatkan dari bentuk pola

pemukiman dari para simpatisan Muhammadiyah yang mayoritas merupakan etnik

Minangkabau. Pelly (1994: 205) menyebut bahwa pola pemukiman etnis

Minangkabau memiliki ciri terpusat yang terletak di dekat pasar-pasar karena

59
kebanyakan dari mereka adalah pedagang, berbeda dengan komunitas-komunitas

Al-Washliyah yang lebih tersebar.

Apabila berbicara mengenai jumlah siswa yang diterima oleh

Muhamamdiyah sendiri, merupakan siswa umum. Dalam artian, siswa yang masuk

ke skeolah-sekolah Muhammadiyah, tidak semuanya merupakan anak dari

simpatisan Muhammadiyah itu sendiri. Tetapi, dalam realitanya dapat dilihat bahwa

lebih banyak jumlah siswa yang masuk merupakan non anggota Muhammadiyah.

Ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah di Medan dalam menggerakkan lembaga

pendidikannya terbuka untuk umum, dan tidak mempermasalhkan apakah yang

masuk ke sekolah-sekolah Muhammadiyah itu simpatisan atau tidak. Hal ini sesuai

dengan apa yang dikatakan oleh Syufri :

“Muhammadiyah membuka sekolah dan amal usaha didalamnya bukan


hanya untuk dari Muhammadiyah untuk Muhammadiyah tidak, Muhamamdiyah
membuka amal usaha itu sebagai usaha untuk memajukan bangsa ini, bagi yang
beragama apalah, sifatnya kemanusiaan lah, untuk mendidik penerus bangsa, jadi
tidak hanya diperuntukkan warga Muhammadiyah” (wawancara pada tanggal 16
Maret 2021)

Senada dengan Syufri, Bahril Datuk juga menyebutkan bahwa

Muhamadiyah membuka lembaga pendidikannya untuk siapa saja.

“Di UMSU sendiri, tidak sampai 10% Muhammadiyah, saya kadang survey,
belum ada satu kelas yang menunjuk lebih lima orang yang muhamamdiyah.
Artinya, penerimaan masyrakat terhadap pendidikan gak masalah” (wawancara
pada tanggal 26 Maret 2021)

60
Selain membuka lembaga pendidikan pendidikan dasar dan menegah,

Muhammadiyah Kota Medan juga membuka lembaga pendidikan tingkat tinggi,

yakni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara atau lebih dikenal dengan

UMSU. UMSU sendiri didirikan pada tahun 1952 oleh beberapa tokoh

Muhammadiyah Kota Medan periode awal yakni Bustami Ibrahim, Rustam

Thayeb, Diyah Karim, Kadirun Pasaribu, Dr. Darwis Datuk Batu Besar, dan Abdul

Muthi. Cikal bakal dari UMSU sendiri berasal dari berdirinya Fakultas Falsafah dan

Hukum Islam Muhammadiyah (FAFHIM) yang kemudian dalam perkembangan

selanjutnya berubah menjadi Perguruan Tinggi Muhammadiyah Sumatera Utara

pada tahun 1968 yang membawahi tiga fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan,

Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah dan Fakultas Syariah. (Kadri, 2015: 292).

Dalam perekmbangan pendidikan milik Muhamamdiyah juga memiliki

hambatan-hambatan dalam proses penyebarannya. Hambatan yang dirasakan oleh

Muhammadiyah kota Medan kebanyakan berasal dari dalam itu sendiri seperti

masalah dana, bukan dari luar seperti respon masyrakat terhadap adanya lembaga

pendidikan Muhamamdiyah.

Bahril Datuk mengatakan bahwa Muhammadiyah ini termasuk organisasi

dakwah, yang dimana lebih banyak menggunakan dana dari simpatisannya sendiri

atau dapat dikatakan swadaya, sehingga banyak menemukan masalah dalam materil

seperti pengadaan lahan untuk sekolah. Terkadang juga untuk menndirikan sekolah

Muhammadiyah pun masih mengandalkan bantuan seperti infaq dan wakaf dari

61
simpatisan Muhammadiyah itu sendiri. Hal-hal seperti ini juga yang menjadi alasan

perkembangan pendidikan Muhammadiyah itu trennya landai tidak signifikan.

(Wawancara pada 26 Maret 2021)

Senada dengan Bahril, Syufri Polem (wawancara pada tanggal 18 Maret

2021) juga mengatakan bahwa sumber dana dari pendidikan Muhammadiyah

berasal dari swadaya. Ia menyebut bahwa :

“Sumber dana dari amal usaha itu sendiri, dalam artian sekolah, rumah sakit,
itu termasuk amal usaha, jadi sumber dana dari sekolah itu sendiri dari spp, uang
pembangunan dan dana yang tidak mengingkat, kemudian bantuan dari warga,
simpatisan, dan bantuan pemerintah. Banyaknya sumber dana swadaya, dari
anggota Muhammadiyah.”

Faktor lain yang menjadi penghambat berkembangnya pendidikan milik

Muhammadiyah ialah kurangnya motivasi warga simpatisan Muhammadiyah untuk

menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah milik Muhammadiyah. Banyak warga

Muhammadiyah di kota Medan lebih memilih memasukkan anaknya ke sekolah

milik negeri atau swasta walaupun biayanya jauh lebih mahal ketimbang sekolah-

sekolah milik Muhammadiyah. Bahkan, terkadang para simaptisan

Muhammadiyah ini meminta pengurangan biaya ketika anaknya bersekolah di

pendidikan milik Muhammadiyah dengan alasan aktif di Muhammadiyah. Hal ini

sesuai dengan penuturan Muhardi dalam wawancara pada tanggal 29 Maret 2021 :

“Juga kadang mereka mau menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah


mahal, tapi pas masuk ke sekolah muhammadiyah malah minta korting, kekmana
lah sekolah itu mau maju. Aneh, ada image seperti ini, anggota muhammadiyah
disini minta diskon pas memasuki anaknya, berbeda dengan di Jawa malah di Sapen

62
iitu, malah orangtua nya yang menawarkan bantuan untuk memajukan sekiolah.
Jadi bukan untuk memebsarkan dia.”

Harapan untuk para simpatisan Muhamamdiyah di Medan untuk

menyekolahkan anaknya ke sekolah Muhammadiyah juga menjadi faktor

berkembangnya sekolah-sekolah milik Muhammadiyah diutarakan juga oleh Syufri

Polem dalam wawancaranya, beliau menyebutkan bahwa :

“Bahkan tidak semua anggota Muhammadiyah mau menyekolahkan


anaknya ke sekolah Muhammadiiyah, memang walaupun, idealnya warga
Muhammadiyah diharapkan untuk meyekolahkan anakanya di Muhammadiyah,
karena untuk menggerakaan amal usaha muhammadiyah, karena kan kalau bukan
kita siapa lagi.” (Wawancara tanggal 18 Maret 2021)

Sementara itu, faktor yang menjadi pendorong dalam berkembangnya

pendidikan Muhammadiyah juga berasal dari dalam. Faktor-faktor tersebut berasal

dari adanya semangat menuntaskan kebodohan yang dibawa oleh Muhammadiyah

sejak di dirikan di Yogyakarta. Semangat tersebut juga yang dibawa oleh guru-guru

yang mengajar di sekolah Muhammadiyah di kota Medan. Meskipun semangat

yang dibawa oleh guru-guru tadi juga diikuti dengan hal-hal yang menghambatnya.

Hal ini didasarkan dari penuturan Bahril (Wawancara tanggal 26 Maret

2021) bahwa :

“Muhammadiyah itu kan tugas utamanya menuntaskan kebodohan, jadi


konsepnya itu antara pembiayaan nya itu jadi, pasti yang bersekolah itu banyaknya
yang tidak mampunya, tapi kan ini tidak bisa menjadikan uang biaya sekolah tidak
bisa seperti sekolah swasta lainnya, karena tugas Muhammadiyah itu kan

63
mencerdaskan orang tanpa harus dalam tanda kutip lah “memikirkan komersil”, nah
ini juga nanti jadi kekuatan, karena guru-guru itukan ibadah, tapi juga tidak bisa
ditutupi orang itu punya kebutuhan. Kekuatannya itu lah ruh semangat Ahamd
Dahlan. Dan itu lah romantika nya, banyak yang masuk ke sekolah Muhamamdiyah
itu dari menengah kebawah yang tidak mungkin dibebani oleh sekolah. Dan Muh
juga dilarang mengeuarkan siswa nya yang gk bayar. Tapi Alhamdulillah ya
berkembang, tapi mungkin berkembangnya trenya tidak terlalu, agak melandai.
Memang apabila dibandingkan dengan sekolah Muhammadiyah di Jawa, pasti
kalah”

Faktor lain yang menjadi pendorong berkembangnya pendidikan milik

Muhammadiyah ialah sistem pendidikan yang digagas oleh Muhamamdiyah

banyak disukai oleh masyrakat ketimbang lembaga pendidikan milik organisasi

lainnya, Al-Wasliyah. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan Muhammadiyah

dianggap lebih teratur ketimbang sekolah-sekolah milik sekolah-sekolah Melayu

atau Mandailing. Materi yang diajarkan juga cukup banyak, yakni mulai dari

pelajaran-pelajaran agama dan umum, serta mengikutsertakan kegiatan

ekstrakurikuler yang diadopsi dari sekolah-sekolah milik Belanda. Hal lain yang

menjadi alasan kenapa sekolah milik Muhammadiyah diminati ialah guru-guru

yang mengajar berasal dari sekolah-sekolah Islam modern. (Ali, 2019: 59).

Adapun yang menjadi pembeda pendidikan yang dijalankan oleh

Muhammadiyah dengan lembaga pendidikan lain ialah terletak pada kurikulum

yang digunakan. Kurikulum yang diterapkan di sekolah-sekolah Muhammadiyah

sebenarnya megikuti kurikulum yang diteteapkan oleh pemerintah dalam hal ini

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Namun, terdapat penambahan sistem

kurikulum, dimana dalam Muhammadiyah disebut dengan Ismubaristik. Adapaun

64
Ismubaristik merupakan singkatan dari ke-Islaman, Kemuhammadiyahan, Bahasa

Arab, Bahasa Inggris, dan Teknologi Informasi.

Hal ini sesuai dari perkataan Syufri Polem dalam wawancaranya (tanggal

16 Maret 2021) :

“Ciri khas nya itu lah, disebut Ismubaristik, yang mencangkup Al-Islam,
kemuhammadiyahan, bahasa arab, bahasa Inggris, teknoloogi informasi. Itu semua
terintegrasi dengan kurikulum pemerintah, ibaratnya jika ada 8 stadar pendidikan
pemerintah, maka ditambah satu yang telah disusun oleh dikdasmen PP Muh yang
dijadikan acuan sekolah yang termasuk perangkat sekolah.”

Perkembangan lembaga pendidikan milik Muhammadiyah di kota Medan

semakin pesat apabila dilihat dari data tahun 2015, Berikut adalah tabel persebaran

jumlah lembaga pendidikan milik Muhammadiyah di kota Medan menurut data

tahun 2015.

Lembaga Pendidikan Jumlah Amal Usaha

Muhamamdiyah

Sekolah Dasar (SD) 30

Sekolah Menengah Pertama 16

(SMP)

Sekolah Menengah Atas (SMA) 4

Sekolah Menengah Kejuruan 4

(SMK)

65
Madrasah Diniyyah Aliyah 41

(MDA)

Madrasah Ibtidaiyah (MI) -

Madrasah Tsanwiyyah (MTs) 2

Madrasah Aliyah (MA) 2

Pondok Pesantren -

Perguruan Tinggi Muhammadiyah 1

(PTM)

Tabel 4.4 : Data Amal Usaha Pendidikan Muhammadiyah


Sumber : Kadri, 2015: 288

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Muhammadiyah kota Medan berdiri pada tahun 1928 melalui surat

keputusan dari Pengurus Besar Muhamamdiyah (Hooftbestuur) tanggal 1 Juli 1928.

Para pencetus Muhamamdiyah kota Medan sebagian besar ialah para perantau dari

Minangkabau, Mandailing dan Jawa seperti Djuin St Penghulu, Mas Pono dan Kari

66
Suib. Usaha untuk mendirikan Muhammadiyah di kota Medan berlangsung sejak

tahun 1927, tepatnya di Jalan Kediri. Saat itu juga ditetapkan HR Muhammad Said

sebagai ketua pertama Muhamamdiyah kota Medan. Alasan dipilihnya HR

Muhammad Said tidak lepas dari kualitas beliau sebagai anggota Sarekat Islam

Pematang Siantar, sehingga dianggap sangat pandai dalam berorganisasi.

Muhammadiyah di kota Medan sebagai organisasi baru yang membawa

perbedaan terutama dalam praktek ibadahnya tentu menjadikan Muhammadiyah

memiliki tantangan-tantangan dalam perkembangannya. Tantangan tersebut dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa tantangan.

Pertama, tantangan yang datang dari pihak Belanda. Pemerintah Belanda di

Sumatera Timur berusaha menghambat perkembangan Muhamamdiiyah dengan

cara melaksanakan politik adu domba dengan mengiukut sertakan Sultan dan

ulama-ulama golongan “tua”. Kedua, tantangan dari kesultanan Deli yang berusaha

menghambat laju perkembangan Muhammadiyah. Ketiga, penolakan-penolakan

dari ulama-ulama “golongan tua” yang tidak setuju dengan pembaharuan yang

dibawa oleh Muhamamdiyah. Keempat, adanya persepsi dalam masyrakat bahwa

Muhammadiyah tidak sejalan dengan alur perkembangan Islam di Indonesia yang

erat kaitannya dengan budaya.

Sementara itu, yang menjadi faktor pendukung dalam perkembangan

Muhammadiyah di kota Medan ialah adanya keberadaan masyrakat Minangkabau

dalam tubuh Muhamamdiyah kota Medan. Hal ini terjadi karena para perantau

Minangkabau di Medan, menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi tempat

67
mereka untuk membahas mengengai masalah-masalah etnis, dan tentu saja ada

kesamaan antara praktek ibadah di Minangkabau dengan Muhammadiyah.

Dalam perkembangan selanjutnya, Muhammadiyah di kota Medan berubah

menjadi Muhammadiyah Sumatera Timur, dengan mengikuti wilayah karesidenan

Sumatera Timur. Era Muhammadiyah Sumatera Timur berlangsung hingga

beridirnya provinsi Sumatera Utara pada tahun 1953. Pada tahun 1967, dibentuk

Pimpinan Muhamamdiyah kota Medan, yang merupakan pecahan dari

Muhamamdiyah Sumatera Utara.

Muhamamdiyah kota Medan juga memiliki amal usaha pendidikannya

sendiri. Namun, perkembangan amal usaha pendidikan milik Muhammadiyah baru

berkembang pada tahun 1950-an, mengingat pada masa sebelum kemerdekaan dan

beberapa tahun setelah kemerdekaan, Muhamamdiyah masih berfokus pada

perkembangan organisasi dan ikut serta mempertahankan kemerdekaan. Beridirnya

amal usaha pendidikan milik Muhamamdiyah tidak lepas dari peran para pendiri di

ringkat ranting Muhamamdiyah, yang alurnya bermula dari beridirnya masjid dan

musholla milik Muhammadiyah.

Dalam perkembangan pendidikan milik Muhammadiyah, terdapat faktor

pendrorong dan penghambat berkembangnya pendidikan milik Muhamamdiyah.

Faktor pendorongnya ialah pertama, adanya semangat dari para pengajar di

sekolah-sekolah Muhamamdiyah untuk mengembangkan pendidikan. Kedua,

stretegi belajar dalam Muhamamdiyah lebih banyak disukai oleh masyrakat kota

Medan karena materi yang diajarkan lebih banyak dan memasukkan kegiatan-

68
kegiatan ekstrakurikuler. Adapun, yang menjadi faktor penghambat dalam

perkembangan pendidikan Muhammadiyah di kota Medan ialah kurangnya

partisipasi dari anggota Muhammadiyah itu sendiri dalam ikut serta

mengembangkan pendidikan Muhamamdiyah, serta kurangnya ketersediaan dana

dikarenakan Muhamamdiyah mengandalkan dana swadaya berupa infaq dan

sumbangan dari beberapa orang.

Pada mulanya, Muhammadiyah lebih banyak membuka sekolah tingkat

dasar ketimbang sekolah tingkat menengah dan atas, hal ini dapat dilihat dari

perkembangan pendidikan Muhamamadiyah sejak tahun 1950-1980. Adapun

pendirian sekolah tingkat atas baru terjadi pada tahun 1976 dengan dibukanya SMA

Muhamamdiyah 1 Medan. Selain mengembangkan pendidikan dasar dan

menengah, Muhammadiyah kota Medan juga membuka perguruan tinggi pada

tahun 1952 yang dikenal dengan Fakultas Falsafah dan Hukum Islam

Muhammadiyah, yang kemudian berkembang menjadi Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara.

Pendidikan dalam Muhamamdiyah memiliki perbedaan dengan pendidikan

sekolah-sekolah lain. Perbedaan ini dapat dilihat dari kurikulum yang digunakan

oleh sekolah-sekolah milik Muhammadiyah. Pada umumnya, sekolah-sekolah

Muhammadiyah juga mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, namun terdapat tambahan bagi sekolah

Muhammadyah, yakni sistem pendidikan Ismubaristik, yang merupakan gabungan

antara keislam-an, kemhammadiyahan, bahasa Arab, bahasa Inggris, dan Informasi

Teknologi.

69
5.2 Saran

Berdasarkan pengalaman peneliti dalam melaksanakan penelitian di

lapangan mengenai Sejarah Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan di Kota

Medan (1927-1990). Pada bagian ini peneliti memberikan saran yang sekiranya

dapat berguna bagi penelitian berikutnya.

1. Penulis berharap agar kiranya skripsi yang berjudul “Sejarah

Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan di Kota Medan” dapat

menambah wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan mengenai sejarah

Muhammadiyah di kota Medan.

2. Penulis sangat berharap kepada lembaga terkait, dalam hal ini Pimpinan

Daerah Muhammadiyah kota Medan agar dapat lebih memperhatikan

mengenai sejarah pendirian dan perkembangan Muhammadiyah di kota

Medan sehingga bisa menjadi wawasan tambahan mengenai

Muhammadiyah di kota Medan.

3. Penulis juga berharap kepada Pimpinan Muhammadiyah Kota Medan

agar dapat melakukan riset dalam mengumpulkan sumber-sumber

sejarah yang nantinya dijadikan sebagai arsip.

70
DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2019. Muhammadiyah dan Al-Washliyah di Sumatera Utara; Sejarah,


Ideologi, dan Amal Usahanya. Jurnal Islamika : Jurnal-Jurnal Keislaman.
59(1): 58-69

Gottschalk, Louis. 2015. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press

Hamid, Abd Rahman dan Madjid. 2015. Pengantar Ilmu Sejarah.Yogyakarta:


Ombak

Hugiono dan Poerwontana. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta

Isma dan Ponirin. 2013. Perkembangan Amal Usaha Organisasi Muhammadiyah


di Bidang Pendidikan dan Kesehatan. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan
Sosial Politik. 1(2): 101-111

71
Kadri, Muhammad. 2015. Muhammadiyah dan Perkembangannya di Sumatera
Utara 1927-2015. Medan: Harapan Cerdas

Mafidin.2012. Studi Literatur Tentang Peran Muhammadiyah Dalam


Mengembangkan Pendidikan di Indonesia. Jurnal Tarbawi. 1(1): 43-53

Mujahid, Abu. 2013. Sejarah Muhammadiyah Gerakan Tajdid di Indonesia.


Bandung: Toobagus Publishing

Mulkhan, Abdul Munir. 1990. Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan


Muhammadiyah. Jakarta: Bumi Aksara

Pasha, Kamal dan Darban. 2009. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam.


Yogyakarta: Pustaka SM

Pasha, Kamal dan Darban. 2002. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam Dalam
Perspektif Historis dan Ideologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Rifian. 2016. Menjaga dan Memelihara Amanah Umat. Medan: Majelis Wakaf
dan Kehartabendaan Pimpinan Daerah Muhammadiyah kota Medan.

Raihan, dkk. 2013. 100 Tahun Muhammadiyah Menyinari Negeri. Jakarta:


Majelis Pustaka dan Infromasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rizali, Nur dan Yuniar. 2000. Sejarah Hidup Tokoh-Tokoh Muhammadiyah


Sumatera Utara dan Perkembangan Cabang-Cabangnya. Medan: DPD
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sumatera Utara

Sjamsuddin, Helius. 2019. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Suwarno. 2016. Dari Yogyakarta Menuju Indonesia : Perkembangan


Muhammadiyah, 1912-1950.Jurnal Akademika.21(2): 196-212

Siddik, Dja’far. 2017. Dinamika Orgnanisasi Muhammadiyah di Sumatera


Utara.Jurnal Of Contemporary Islam and Muslim Societies. 1(1) :1-40

72
Tahir, Gustia. 2010. Muhammadiyah (Gerakan Sosial dan Keagamaan). Jurnal
Adabiyah. 10(2): 160-170

Yunan, Yusuf. 2005. Ensiklopedi Muhammadiyah. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada

https://pemkomedan.go.id/hal-sejarah-kota-medan.html

http://medan-kota.muhammadiyah.or.id/content-14-sdet-data-amal-usaha.html

73
INSTRUMEN WAWANCARA

1. Bagaimanakah proses berdirinya Muhammadiyah di kota Medan?

2. Siapakah pendiri dari lahirnya Muhammadiyah di kota Medan?

3. Apakah ada faktor yang menjadi pendukung dalam perkembangan

Muhammadiyah di kota Medan?

4. Apakah ada faktor penghambat dalam perkembangan Muhammadiyah di kota

Medan?

5. Apakah periode Muhammadiyah di Kampung Keling dikatakan sebagai

Muhammadiyah kota Medan atau Muhammadiyah Sumatera Utara?

6. Apakah yang menjadi pembeda dari Muhammadiyah di Medan dengan

Muhammadiyah di Jawa?

7. Bagaimanakah pengaruh dari orang-orang Minang dalam Muhammadiyah,

mengingat orang-orang Minang menjadikan Muhammadiyah sebagai tempat

berkumpul mereka?

8. Bagaimanakah perkembangan pendidikan milik Muhammadiyah di kota

Medan?

9. Apakah ada yang menjadi penhambat dan pendorong dalam perkembangan

pendidikan milik Muhammadiyah di kota Medan?

10. Apakah ada ciri khas dari pendidikan yang dijalankan oleh Muhammadiyah?

11. Bagaimana tanggapan bapak mengenai tidak semua siswa yang belajar di

sekolah-sekolah Muhammadiyah merupakan simpatisan Muhammadiyah itu

sendiri?

74
DATA INFORMAN

Syufri Polem lahir di Nias, 18 Juni 1963, usia sekarang


adalah 58 tahun. Saat ini menjabat sebagai sekertaris
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen)
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Medan

75
DOKUMENTASI PENELITIAN

Penulis setelah selesai melakukan wawancara dengan bapak Bahril Datuk

Peneliti setelah melakukan wawancara dengan bapak Syufri Polem

76
Gedung Dakwah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Medan

Komplek Muhammadiyah di Jalan Mandala

77
78
79

Anda mungkin juga menyukai