DISUSUN OLEH :
Maria Apriliana (113063C1121046)
Nasya Adistiana Ferodita Bilqis (113063C1121047)
Puput Ernanda (113063C1121048)
Risma Frisly Ariajama (113063C1121049)
Risqi Octa Pratama (113063C1121050)
Robeth Tandi Allo (113063C1121051)
Stefani (113063C1121052)
Steffani Natalia Gunawan (113063C1121053)
Veronika (113063C1121054)
Wulan Faras Fajriani (113063C1121055)
Yohanes Brekmans Hasan (113063C1121056)
Yong Ihza Mahendra (113063C1121057)
Yunia Angela.M (113063C1121058)
Maria Imakulata Wea (113063C1121059)
Norwita Dwi Priyono (113063C1121060)
Nur Inayah Safitri (113063C1121061)
DOSEN PENGAMPU :
Dyah Trifianingsih, S.Kep, Ners, M.Kep
2
mencapai 0,46% pada tahun 2014. Jenis patogen penyebab IO bervariasi pada
masing-masing wilayah. Infeksi yang sering dijumpai di Amerika dan Eropa
antara lain Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP), meningitis Kriptokokal,
Cytomegalovirus (CMV) dan Toksoplasmosis, sedangkan di negara
berkembang seperti Asia Tenggara, TB menjadi IO yang tersering.
Beberapa penelitian di India mendapatkan bahwa secara umum
kandidiasis orofaringeal, TB dan diare oleh kriptosporidia merupakan IO
yang tersering. Hal yang serupa juga didapatkan di Indonesia. Laporan
Surveilans AIDS Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1987
sampai dengan 2009 mendapatkan bahwa IO yang terbanyak adalah TB, diare
kronis dan kandidiasis orofaringeal. Data mengenai profil IO di Bali masih
sedikit, terdapat satu penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya
Denpasar Bali pada tahun 2014 yang mendapatkan IO tersering adalah TB,
Toksoplasmosis, kandidiasis oral, IO multipel dan pneumonia.
3
radiologis dada dapat dijumpai infiltrat fibronoduler pada lobus paru atas
dengan atau tanpa kavitasi (Gambar 1). Infeksi TB dapat terjadi pada jumlah
CD4+ berapapun, namun pasien dengan jumlah CD4+.
4
hepatotoksisitas berat dan kematian pada beberapa pasien HIV yang
mendapatkan rejimen ini, sehingga rejimen ini tidak dipergunakan.
Pencegahan relaps atau rekurensi dengan terapi pemeliharaan jangka
panjang tidak diperlukan karena TB jarang kambuh setelah
menyelesaikan rejimen terapi secara lengkap, dengan catatan organisme
penyebab sensitif terhadap agen kemoterapi yang digunakan.
5
efavirenz. Setelah OAT selesai, efavirenz dapat diganti dengan
nevirapine.
2. Diare Kriptosporidial
Diare merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai pada
ODHA, yaitu didapatkan pada 30-60% kasus di negara maju dan mencapai
90% di negara berkembang. Parasit protozoa Kriptosporidium menjadi
patogen utama dari diare kronis pada kelompok tersebut, dengan penyebab
terbanyak adalah Cryptosporidium parvum (71.4%). Kriptosporidiosis
termasuk dalam penyakit terkait AIDS sesuai panduan CDC yang umumnya
terjadi saat jumlah sel T CD4+ 1 bulan) dengan kotoran yang cair, dehidrasi,
nyeri perut dan penurunan berat badan.
6
bahwa banyak dari sumber air yang dapat terkontaminasi sehingga
direkomendasikan untuk merebus air sebelum diminum.
Pasien dengan diare yang sangat berat perlu ditambahkan agen anti-
3. Kandidiasis Mukokutaneus
7
Spesies Kandida merupakan komensal yang sangat umum, dan
didapatkan pada 75% populasi dari rongga mulut maupun saluran genitalia.
Kandidiasis orofaringeal merupakan IO tersering pada penderita HIV,
mencapai 80-90% kasus pada masa pre-ART. Sebagian besar kasus
disebabkan oleh Candida albicans dan paling sering didapatkan pada jumlah
sel T CD4+
Kandidiasis orofaringeal pada penderita HIV. Tampak pseudomembran
pada palatum durum (kiri) serta mukosa gusi dan bukal (kanan).
8
4x200 mg/hari PO atau intravena (IV), itrakonazol 4x200 mg/hari PO
maupun amfoterisin B 0,6-1 mg/kg/hari IV selama 14-21 hari.
4. Pneumonia Pneumocystis
Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP) disebabkan oleh jamur
Pneumocystis jirovecii yang banyak ditemukan di lingkungan (Gambar 5a).
9
jumlah sel T CD4+ <200 sel/mm3 atau < 14%, serta pasien dengan
Riwayat PCP dan kandidiasis orofaringeal harus diberi kemoprofilaksis
PCP.
Profilaksis terhadap PCP dapat dihentikan dengan aman bila pasien telah
menunjukkan respon terhadap ART dengan jumlah CD4+ yang
meningkat >200 sel/µL paling sedikit selama 3 bulan. Profilaksis harus
diberikan kembali bila jumlah limfosit T CD4+ selanjutnya turun di
bawah kadar tersebut. Profilaksis sekunder harus dilanjutkan seumur
hidup pada pasien HIV yang bertahan hidup setelah episode PCP, kecuali
bila pasien memulai ART dan jumlah limfosit T CD4+ meningkat >200
sel/mm3 selama ≥3 bulan.15 Profilaksis PCP harus diberikan kembali
bila jumlah limfosit T CD4+ turun di bawah 200 sel/mm3 akibat
kegagalan ART maupun ketidakpatuhan.
10
Inisiasi ART segera lebih dipilih pada pasien dengan PCP walaupun
waktu inisiasi yang optimal masih belum bisa ditentukan.41 Penderita
HIV yang akan memulai ART dengan CD4+ <200 sel/uL. Dianjurkan
untuk diberikan TMP SMX 2 minggu sebelum ART. Hal tersebut
berguna untuk tes kepatuhan dalam minum obat dan menyingkirkan efek
samping yang tumpang tindih antara TMP-SMX dengan ART, mengingat
bahwa banyak obat ART mempunyai efek samping serupa dengan efek
samping TMP-SMX.
Kejadian efek simpang TMP-SMX cukup tinggi, berupa ruam kulit
(termasuk sindroma Stevens-Johnson), demam, leukopenia,
trombositopenia, azotemia, hepatitis, hiperkalemia, mual dan muntah,
pruritus dan anemia. Terapi suportif dan simptomatis terhadap efek
tersebut perlu diusahakan sebelum menghentikan TMP-SMX.
11
E. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN INFEKSI
OPORTUNISTIK PADA PENDERITA HIV-AIDS
Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir
c. Keadaan Umum
Pucat, kelaparan
d. Gejala Subjektif
Demam kronik dengan atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang
kali, lemah, lelah, anoreksia.
e. Psikososial
Kehilangan pekerjaaan dan penghasilan, perubahan pola hidup
f. Status Mental
Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, halusinasi.
g. HEENT
Nyeri perorbital, sakit kepala, edema muka, mulut kering.
h. Neurologis
Gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan ,
kakukuduk, kejang, paraplegiai.
i. Muskoloskletal
Focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
j. Kardiovaskular
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
k. Pernapasan
Dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot bantu pernapasan,
batuk produktif atau non produktif.
12
Pathway
13
14
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
D. 0139 L. 14125 I. 11353 1. Agar Observasi S=
Resiko Gangguan Integritas Kulit dan Perawatan Integritas mengetahui Klien mengatakan
Integritas Kulit d.d Jaringan Kulit penyebab 1. Mengidentifikasi nyeri mulai
Perubahan Sirkulasi gangguan penyebab berkurang, tekstur
Setelah dilakukan Observasi integritas kulit gangguan kulit membaik
Definisi : intervensi selama 2 x yang dialami integritas kulit
Beresiko 24 jam diharapakan 1. Identifikasi klien, dalam hal (mis: perubahan O=
mengalami integritas kulit penyebab ini karena sirkulasi, Kulit klien terlihat
kerusakan kulit meningkat dengen gangguan perubahan perubahan status mulai membaik,
(dermis dan/atau kriteria hasil : integritas kulit sirkulasi di nutrisi, penurunan suhu kulit
epidermis 1. Elastisitas (mis: perubahan mana juga kelembaban, suhu membaik, hidrasi
meningkat sirkulasi, dipengaruhi oleh lingkungan membaik
2. Hidrasi perubahan status sistem imun ekstrim,
meningkat nutrisi, klien yang penurunan A=
3. Perfusi penurunan menurun mobilitas) Masalah teratasi
jaringan kelembaban, 2. Untuk Sebagian
meningkat suhu lingkungan menurunkan Terapeutik
4. Kerusakan ekstrim, iritasi pada kulit P=
lapisan kulit penurunan klien, dalam hal 1. Mengubah posisi Intervensi
menurun mobilitas) ini kulit pada setiap 2 jam jika dilanjutkan
5. Nyeri punggung klien tirah baring
menurun Terapeutik 3. Untuk tetap 2. Membersihkan
6. Perdarahan menjaga perineal dengan
menurun 1. Ubah posisi setiap personal air hangat,
7. Pigmentasi 2 jam jika tirah hygiene bagian terutama selama
abnormal baring perineal klien periode diare
menurun 2. Bersihkan untuk mencegah 3. Menggunakan
8. Nekrosis perineal dengan bau dan rasa produk berbahan
menurun air hangat, tidak nyaman petroleum atau
9. Jaringan parut terutama selama pada klien minyak pada kulit
menurun periode diare 4. Untuk menjaga kering
10. Suhu kulit 3. Gunakan produk kelembaban 4. Menggunakan
membaik berbahan kulit klien produk berbahan
11. Sensasi petroleum atau 5. Agar tidak ringan/alami dan
membaik minyak pada kulit terjadi iritasi hipoalergik pada
12. Tekstur kering pada kulit klien kulit sensitif
membaik 4. Gunakan produk yang sensitif 5. Menghindari
13. Pertumbuhan berbahan 6. Karena produk produk berbahan
rambut ringan/alami dan yang berbahan dasar alkohol pada
membaik hipoalergik pada dasar alkohol kulit kering
kulit sensitive dapat
5. Hindari produk menyebabkan Edukasi
berbahan dasar kulit kering dan
alkohol pada kulit dapat membuat 1. Menganjurkan
kering wajah dan tubuh menggunakan
cenderung pelembab (mis:
Edukasi memerah juga lotion, serum)
dalam beberapa 2. Menganjurkan
1. Anjurkan kasus akan minum air yang
menggunakan memicu cukup
pelembab (mis: timbulnya 3. Mengnjurkan
lotion, serum) jerawat meningkatkan
2. Anjurkan minum 7. Untuk menjaga asupan nutrisi
air yang cukup kelembaban 4. Menganjurkan
3. Anjurkan kulit klien meningkatkan
16
meningkatkan 8. Untuk asupan buah dan
asupan nutrisi mencukupi sayur
4. Anjurkan kebutuhan 5. Menganjurkan
meningkatkan cairan klien dan menghindari
asupan buah dan menhidrasi kulit terpapar suhu
sayur klien ekstrim
5. Anjurkan 9. Agar asupan 6. Menganjurkan
menghindari nutrisi klien menggunakan tabir
terpapar suhu terpenuhi surya SPF minimal
ekstrim 10. Karena dengan 30 saat berada
6. Anjurkan mengonsumsi diluar rumah
menggunakan sayur dan buah 7. Menganjurkan
tabir surya SPF dapat dapat mandi dan
minimal 30 saat membantu menggunakan
berada diluar memastikan sabun secukupnya
rumah klien
7. Anjurkan mandi mendapatkan
dan cukup
menggunakan antioksidan
sabun dalam tubuh
secukupnya untuk
menangkal
radikal bebas
11. Agar tidak
memperparah
kondisi kulit
klien yang
sensitif
17
12. Untuk menjaga
kulit klien agar
tidak terpapar
sinar UV
matahari
13. Untuk menjaga
personal
hygiene klien
dan memberikan
rasa nyaman
pada klien
18
BAB 2
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Infeksi Oportunistik yang paling sering menyerang pengidap
HIV/AIDS. Sebuah infeksi pada pengidap HIV disebut sebagai infeksi
oportunistik karena berbagai macam mikroba penyebabnya (bakteri, jamur,
parasit, dan virus lainnya) muncul mengambil kesempatan selagi daya tahan
tubuh sedang lemah-lemahnya. Centers for Disease Control (CDC)
mendefinisikan IO sebagai infeksi yang didapatkan lebih sering atau lebih berat
akibat keadaan imunosupresi pada penderita HIV.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan jumlah
kumulatif penderita AIDS (infeksi HIV dengan IO) di Indonesia dari tahun
1987 hingga September 2014 mencapai 55.799, atau sekitar 36,7% dari
keseluruhan kasus HIV. Case Fatality Rate AIDS di Indonesia juga mengalami
penurunan bertahap mulai 13,86% pada tahun 2004 hingga mencapai 0,46%
pada tahun 2014. Jenis patogen penyebab IO bervariasi pada masing-masing
wilayah. Infeksi yang sering dijumpai di Amerika dan Eropa antara lain
Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP), meningitis Kriptokokal,
Cytomegalovirus (CMV) dan Toksoplasmosis, sedangkan di negara
berkembang seperti Asia Tenggara, TB menjadi IO yang tersering.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status oportunistik adalah
predisposisi dan manifestasi klinis. Kedua faktor ini mempengaruhi terjadinya
infeksi oportunistik tergantung pada tingkat kepatuhan terapi ARV. Jika
penderita tidak patuh terapi ARV, maka ARV tidak akan memberikan efek
signifikan pada penurunan infeksi oportunistik penderita HIV/AIDS.
Apabila ditinjau dari beberapa literature, perawat mempunyai
kewenangan mandiri sesuai dengan seni dan keilmuannya dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan kerusakan integritas kulit.
B. Saran
Masa depan bangsa ini harus segera diselamatkan caranya adalah
dengan mendidik dan membimbing generasi muda secara intensif agar mereka
mampu menjadi motor penggerak kemajuan dan mendorong perubahan kearah
yang lebih dinamis, progesif dan produktif.
Dengan permasalahan banyak yang terkena HIV/AIDS dikalangan
masyarakat diakibatkan pergaulan bebas (seks bebas maupun penggunaan
NAPZA). Oleh sebab itu, tim penulis berharap agar makalah ini dapat dibaca
dan dipergunakan dengan baik sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca dan
pembaca mengetahui informasi mengenai HIV/AIDS dan infeksi oportunistik
yang disebabkan karennaya agar dapat menjaga diri dengan baik dan tidak
terjangkit HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk tehnis tatalaksana
klinis ko-infeksi TB-HIV. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2012. p. 1-150.
Huang, L., Cattamanchi, A., Davis, L., den Boon, S., Kovacs, J., Meshnick, S.,
Miller, R.F., Walzer, P.D., Worodria, W., Masur, H. HIV-associated
pneumocystis pneumonia. Proc Am Thorac Soc. 2011; 8:294–300.
Brown, T. A., 2006,Confirmatory Factory Analysis for Applied Research. The
Guilford Press, New York.
Chin, W.W., 1998, ThePartial Least Squares Approach for Structural Equation
Modelling. Modern Method for Business Research. London:Lawrence
Erlbaum Associates
Djauzi. S. dan Djoerban, Z., 2003,Penatalaksanaan Infeksi HIV di Pelayanan
Kesehatan Dasar.Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003.
20