Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang mengikuti sistem desentralisasi, di mana

pemerintah pusat menyerahkan otoritas administratif daerah dan pemerintahannya di

setiap sektor. Dalam menjadi daerah otonom, daerah harus mampu mempromosikan dan

mengoptimalkan segala peluang yang ada di daerah otonomnya guna untuk

meningkatkan pendapatan asli daerah yang mana hal ini merupakan indikator yang

menentukan besaran independensi suatu daerah. Menurut UU No. 33 Tahun 2004

mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah

pasal 1 ayat 18, PAD ialah penghasilan yang didapatkan daerah yang diambil

berlandaskan peraturan daerah.

Provinsi Bali merupakan daerah yang mayoritas pendapatannya didukung oleh

PAD (Pendapatan Asli Daerah). Dari total PAD tersebut, kontribusi tertinggi berasal dari

pajak daerah sejumlah 85%, sedangkan pungutan daerah sejumlah 2%, hasil

pendayagunaan aset daerah yang dibedakan sejumlah 6% serta lain-lain PAD yang sah

sejumlah 7% (Mukarromah, 2018). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pajak

daerah merupakan pendapatan utama di Provinsi Bali.

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 10 tentang pajak daerah dan

retribusi daerah, Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau

badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan. Menurut UU No.


28/09/2009, Pajak daerah dibagi menjadi dua bagian yaitu pajak provinsi dan Pajak

Kabupaten/Kota. Pajak provinsi dibagi menjadi lima jenis pajak yang terdiri dari: Pajak

Kendaraan Bermotor; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor; Pajak Air Permukaan; dan Pajak Rokok. Sedangkan pajak

Kabupaten/Kota terbagi atas Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,

Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Pengambilan Bahan Galian

Golongan C, Pajak Sarang Burung Wallet, PBB, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.

Salah satu pajak kabupaten/kota yaitu Pajak Hotel dan Pajak Restoran yang mana

merupakan penerimaan pajak yang cukup potensial baik di provinsi maupun

kabupate/kota. Seperti yang kita ketahui Bali adalah penyumbang devisa terbesar di

Indonesia yang berasal dari sektor pariwisatanya. Bali memiliki banyak obyek wisata

yang menjadikan para wisatawan domestik ataupun mancanegara tertarik untuk

mengunjungi hingga menginap di Bali. Peluang tersebut di manfaatkan oleh SDM nya

untuk meningkatkan pembangunan hunian maupun penunjang lainnya seperti restoran

guna membuat wisatawan nyaman tinggal di Bali dan terpenuhinya sandang,pangan, dan

papan dari wisatawan.

Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten yang ada di Bali.

Penyumbang pendapatan paling tinggi di Kabupaten Buleleng yaitu Pajak Hotel.

Permasalahan pandemik Covid-19 mengakibatkan penurunan pendapatan tahun 2020 dari

pajak hotel di Kabupaten Buleleng. Berikut ini tabel penerimaan pajak di Kabupaten

Buleleng.

Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Buleleng


Tahun 2019-2022

Pajak Daerah Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi


2018 2019 2020 2021 2022
Pajak Hotel 30.327 28.916,2 8.586,9 7.574,8 18.099,3
Pajak Restoran 12.674 16.508,3 7.751,5 9.210,1 19.639,7
Pajak Hiburan 1.776,5 1.883,6 499,3 309,4 902,6
Pajak Reklame 1.288,4 1.916,7 1.940,4 2.760,9 3.110,2
Pajak Penerangan Jalan 37.227,3 39,395,5 39,510,3 38.906,5 43.232,8
Pajak Parkir 62,1 73,2 23,4 13,7 17,7
Pajak Air Tanah 1.335.9 1.495,7 1.380,5 1.489,3 1.460
Sarang Burung Walet 0,55 - 0,55 - -
Pajak Mineral
89,3 24,8 91,9 77,6
Bukan 64,3
Logam Dan Batuan
PBB P2 19.084,2 29.315,4 22.395,5 24,663,8 25.980,1
BPHTB 29.811,7 36.161,5 36.144,3 51.689,3 60.131,1
Total 133.652,4 155.755,8 118.257,3 136,710,4 171.192,5
(dalam jutaan rupiah)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun 2018 adanya penurunan

penerimaan pajak hotel sampai dengan tahun 2020. Dampak paling terasa penurunan

pajak hotel terjadi pada tahun 2020 akibat Covid-19 yang melanda Indonesia. Pada tahun

2020 terjadi penurunan sangat drastis pada pajak hotel dengan selisih kurang lebih Rp 20

Miliar. Penurunan tersebut sangat berdampak pada penerimaan pajak daerah yang kurang

optimal mengingat pajak hotel ialah salah satu asal pajak daerah yang mempunyai

sumbangsih cukup tinggi. Selain itu dapat dilihat pula adanya penurunan perolehan pajak

restoran yang signifikan di tahun 2020 sekitar Rp 8 Miliar. Dari permasalahan yang telah

di paparkan maka peneliti mengambil judul “ Pengaruh Pajak Hotel dan Pajak

Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah”.

https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSfN1IHuQVAebzvsxDQNObMJe0V-
GApR_nAPtT92V6Ltapc8Wg/viewform?usp=share_link

Anda mungkin juga menyukai