Anda di halaman 1dari 39

Nomor Putusan : PUT-115525.16/2011/PP/M.

XIIIA Tahun 2019

K
Jenis Pajak : PPN

JA
Tahun Pajak : 2011

PA
Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah
Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak atas Pemungutan Pajak
oleh Pemungut PPN sebesar Rp6.090.340.418,00, yang tidak
disetujui oleh Pemohon Banding;

N
Menurut Terbanding :

LA
bahwa Terbanding telah menjelaskan alasan serta mempertahankan koreksi sebagaimana
Surat Uraian Banding a quo;

DI
bahwa Terbanding menyampaikan penjelasan tertulis Penjelasan Tertulis tanpa nomor tanggal
20 Februari 2018yang pada pokoknya mengemukakan hal – hal sebagai berikut:

POKOK SENGKETA GA
Koreksi DPP Atas Pemungutan Pajak oleh Pemungut PPN sebesar Rp20.098.024.329;

MENURUT PEMOHON BANDING


EN

bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan tersebut,
karena menurut hemat Pemohon Banding sesuai dengan Lampiran yang ada dan peraturan
perpajakan yang berlaku, PPN yang masih harus dibayar adalah NIHIL;
TP

Adapun Penjelasan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

1. bahwa Terbanding tidak mempertimbangkan PPN kurang bayar yang disetujui


IA

berdasarkan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebesar Rp7.015.329,00 (Tujuh


Juta Lima Belas Ribu Tiga Ratus Dua Puluh Sembilan Rupiah) dimana jumlah tersebut
sudah Pemohon Banding bayarkan pada tanggal 30 Maret 2016 dengan NTPN
AR

29F3A875STT1EOL9;

2. bahwa Terbanding menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf c Undang


Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor
ET

8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (“UU PPN BM”) disebutkan bahwa Pengusaha yang melakukan
kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) UU
KR

PPN BM maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena


Pajak, tetapi belum dikukuhkan;

Penyerahan Jasa yang terhutang Pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
SE

a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.


b. Penyerahan dilakukan di dalam daerah Pabean.
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya.

K
Termasuk dalam pengertian penyerahan jasa kena pajak adalah jasa kena pajak yang
dimanfaatkan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-Cuma;

JA
Pengunaan sharing facilities yang pengoperasiannya dilakukan oleh pihak ketiga dan
biayanya dibebankan berdasarkan sharing cost melalui PT PEP bukanlah objek jasa
yang terhutang pajak karena tidak memenuhi syarat-syarat jasa yang tehutang pajak

PA
karena penyerahan bukan dilakukan dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya.
Kegiatan Usaha PT. PEP bukanlah penyaluran Minyak dan Gas Bumi, sehingga tidak
termasuk obyek jasa kena pajak. PT PEP hanya menjalankan Peraturan Pemerintah
Nomor 35 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (“PP
35/2004”). Berdasarkan Pasal 44 dan Pasal 45 ayat 1 PP 35/2004 sebenarnya tidak ada

N
nilai tambah (Value Added) dari PT PEP dalam kegiatan ini dan atas biaya yang
ditagihkan oleh pihak ketiga, dibagi secara proporsional kepada 17 (tujuh belas)

LA
shippers;

3. bahwa PT PEP adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang melakukan kegiatan usaha
untuk melakukan penambangan Minyak dan Gas Bumi (barang hasil pertambangan

DI
atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya) yang merupakan Barang
Tidak Kena Pajak (BTKP) sehingga tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 (A) ayat (2) huruf a UU PPN BM;
GA
4. bahwa PT PEP bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak, oleh karenanya PT PEP
tidak dapat mengeluarkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat
(1) UU PPN BM;
EN

5. bahwa menurut Terbanding seharusnya PT PEP mendaftarkan diri menjadi Pengusaha


Kena Pajak. PT PEP beranggapan bahwa kegiatan sharing facilties ini bukanlah objek
Pajak sebagaimana penjelasan di atas, sehingga PT PEP tidak mengajukan diri untuk
TP

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat 4 UU


KUP disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP dan/atau PKP
secara Jabatan apabila Wajib Pajak (WP) atau Pegusaha kena Pajak tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
IA

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai disebutkan
bahwa Direktorat Jendaral Pajak dapat mengukuhkan Pengusaha sebagai Pengusaha
AR

Kena Pajak secara jabatan. Terbanding sampai dengan diterbitkan Surat Penolakan
keberatan, Terbanding tidak mengukuhkan PT PEP sebagai Pengusaha Kena Pajak
sementara masalah sharing cost facilties ini sudah menjadi pemasalahan di sektor
minyak dan gas bumi;
ET

6. bahwa Terbanding berasumsi bahwa PT PEP dipersamakan sebagai rekanan dimana


hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan
Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa / Pemegang Izin
KR

Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya. (“PMK
73/PMK.03/2010”);
SE

Pasal 1 ayat (1) huruf (a) PMK 73/PMK.03/2010 berbunyi sebagai berikut:
“Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah kontraktor kontrak kerja sama
pengusahaan minyak dan gas bumi.”

K
Pasal 1 ayat 2 PMK 73/PMK.03/2010 berbunyi sebagai berikut:

JA
“Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin, dimana sampai dengan hari ini PT PEP adalah Bukan Pengusaha Kena Pajak”.

PA
PT. PEP adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama pengusahaan Minyak dan Gas bumi
yang penetapannya melalui menteri untuk melakukan kegiatan hulu pada wilayah Kerja
sesuai dengan Peraturan Pemerintah 35 tahun 2004 pasal 6 ayat 1 dan pengertian yang
sama pada PMK 73/PMK.03/2010 Pasal 1 ayat 1. a. dan bukanlah rekanan yang
seharusnya adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena

N
Pajak/Jasa Kena Pajak yang tidak memiliki kuasa atas Wilayah kerja;

LA
7. bahwa PT PEP bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak maka PT PEP tidak dapat
mengeluarkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat 1 UU PPN
BM. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) PMK 73/PMK.03/2010 disebutkan bahwa rekanan
wajib membuat faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa

DI
Kena Pajak kepada Kontraktor atau pemegang Kuasa/Pemegang Izin dan untuk
pengembalian Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud di dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.02/2005 tentang Tata Cara Pembayaran kembali
GA
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap dalam Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi, ayat (2) huruf b angka
1) huruf (ii) Dokumen perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
EN

perpajakan yang berlaku, yaitu :


Untuk pengadaan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) dimana jumlah
pembayarannya lebih besar dari Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) (termasuk PPN
dan PPnBM) yaitu :
TP

Faktur Pajak Asli atau dokumen lain yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak yang
sudah dibubuhi cap “disetor tanggal ………………..” dan ditandatangani oleh Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.” Kontraktor harus melampirkan faktur pajak asli yang
IA

diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak, sementara PT PEP bukanlah Pengusaha Kena
Pajak yang dapat menerbitkan faktur pajak dan Pemohon Banding tidak bisa menagih
kembali ke Negara sebagaimana diatur dalam Artikel 5.1.4 Production Sharing Contract
AR

Wilayah kerja Ogan Komering.

8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-159/PJ./2006 Huruf B Lampiran III tentang
Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar, sebagai berikut :
ET

01 = Digunakan untuk penyerahan kepada selain Pemungut PPN.


Kode ini digunakan atas penyerahan BKP/JKP kepada pihak lain yang bukan
Pemungut PPN, termasuk penyerahan kepada Perwakilan Negara Asing atau
KR

Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak mendapat persetujuan untuk


diberikan fasilitas perpajakan oleh Menteri Keuangan, dan penyerahan BKP/JKP
antar Pemungut PPN selain Bendaharawan, yang PPN-nya dipungut oleh pihak
yang menyerahkan BKP/JKP.
SE

03 = Digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain


Bendaharawan Pemerintah).
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN selain

K
Bendaharawan Pemerintah, dalam hal ini KPS Migas Selaku Pemungut PPN.

JA
Siapakah yang harus memungut Pajak Pertambahan Nilai dalam hal terdapat transaksi
antara transaksi WAPU dengan WAPU?

Berdasarkan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut di atas, kode

PA
transaksi diisi dengan ketentuan pada kode seri faktur pajak kode transaksi 01 apabila
transaksi antar Pemungut selain Bendaharawan yang memungut PPN adalah pihak
yang menyerahkan BKP/JKP dalam hal ini adalah PT PEP, sehingga atas SKPKB
tersebut seharusnya tidak ditujukan ke JOB Pertamina-Jadestone Energy (Ogan
Komering) Ltd.;

N
bahwa berdasarkan alasan tersebut, Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim

LA
agar dapat membatalkan koreksi Terbanding di atas;

Menurut Terbanding :

DI
1. Dasar Hukum
GA
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009;
EN

Pasal 13 ayat (1) huruf a


Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
TP

a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;

Pasal 13 ayat (2)


IA

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung
AR

sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

Pasal 26A ayat (1)


ET

Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa
KR

Dan Pajak Penjualan Atas Barang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

Pasal 3A ayat (1)


SE

Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf a,
huruf c, huruf f, huruf g dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dan wajib memungut dan menyetor, melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan

K
Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

JA
Pasal 4(A) ayat (2) huruf a
mengenai jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yaitu barang hasil
pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;

PA
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil
Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal 4 ayat (1)


Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,

N
apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);

LA
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembayaran
Kembali Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas
Perolehan Barang Kena Pajak Dan Atau Jasa Kena Pajak Yang Digunakan Oleh Badan

DI
Usaha Atau Bentuk Usaha Tetap Dalam Pengusahaan Minyak Dan Gas Bumi.

Pasal 2 ayat 1 GA
Atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap dikenakan PPN dan atau PPnBM berdasarkan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
EN

e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor


Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak Dan Gas Bumi Dan Kontraktor Atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut,
Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan
TP

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan
Pelaporannya

Pasal 1 ayat 3
IA

Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin;
AR

Pasal 2
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin ditunjuk sebagai pemungut Pajak
Pertambahan Nilai;
ET

Pasal 3
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
Rekanan kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dipungut, disetor, dan
KR

dilaporkan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin;


SE

2. Data dan Fakta

1. bahwa dalam surat permohonannya Wajib Pajak mengemukakan alasan keberatan


pengenaan PPN atas pembayaran penggunaan pipeline kepada PEP, dengan poin-poin

K
sebagai berikut:
a. Bahwa PT PEP memiliki kelebihan kapasitas pada fasilitas pengolahan lapangan,

JA
pengangkutan, penyimpanan dan penjualan (pipeline);
b. Bahwa PT PEP memberikan kelebihan kapasitas tersebut kepada KKS lain (di
antaranya Wajib Pajak) berdasarkan prinsip pembebanan biaya (cost sharing);
c. Bahwa jika Wajib Pajak harus memungut PPN atas kelebihan kapasitas tadi maka

PA
untuk mendapatkan pengembalian PPN, Wajib Pajak harus melampirkan Faktur
Pajak asli yang diterbitkan oleh PT PEP;
d. Bahwa PT PEP melakukan kegiatan usaha untuk melakukan penambangan Minyak
dan Gas;
e. Bahwa barang hasil pertambangan atau pengeboran tersebut Barang Tidak Kena

N
Pajak sehingga PT PEP bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak;
f. Bahwa PT PEP bukan Pengusaha Kena Pajak maka tidak dapat menerbitkan Faktur

LA
Pajak;
g. Bahwa jasa transportasi minyak yang dilakukan oleh PT PEP bukan merupakan
objek Pajak Pertambahan Nilai, sehingga atas pembayaran cost sharing transportasi
oil tersebut tidak terhutang PPN;

DI
2. Dari hal tersebut di atas dapat lah ditarik kesimpulan bahwa ada 2 poin utama yang
menjadi keberatan Wajib Pajak, yaitu:
a. Objek yang diserahkan oleh PT PEP bukan merupakan objek PPN karena termasuk
GA
dalam Pasal 4 (A) ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN;
b. Bahwa PT PEP sebagai pihak yang dipungut PPN bukan lah Pengusaha Kena Pajak
sehingga dilarang membuat Faktur Pajak. Sedangkan dalam hal pemungutan PPN,
maka pihak yang dipungut PPN harus membuat Faktur Pajak;
EN

3. Bahwa berdasarkan Pasal 4(A) ayat (2) Undang-Undang PPN jenis barang yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang
sebagai berikut:
TP

a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
IA

sejenisnya, meliputi makanan dan minuman balk yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering; dan uang, emas batangan, dan surat berharga.
AR

bahwa dalam surat permohonannya Pemohon Banding beralasan bahwa barang yang
diserahkan oleh PT PEP bukan merupakan objek PPN sesuai Pasal 4A ayat 2 huruf (a)
yaitu barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
ET

sumbernya;

bahwa dalam suratnya tersebut juga Pemohon Banding menjelaskan bahwa transaksi
yang dilakukan oleh PT PEP dengan Wajib Pajak adalah penggunaan kelebihan
KR

kapasitas pipa dan terminal atau yang disebut Wajib Pajak sebagai jasa transportasi
minyak;

bahwa merujuk kepada Pasal 4A ayat 2 huruf (a), Terbanding berpendapat bahwa
SE

alasan Wajib Pajak tidak tepat karena penyerahan yang dilakukan oleh PT PEP bukan
lah suatu barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya melainkan suatu jasa sebagaimana yang diakui sendiri oleh Wajib Pajak;
K
4. Bahwa berdasarkan Pasal 4(A) ayat (3) Undang-Undang PPN, jenis jasa yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai

JA
berikut:
a. jasa pelayanan kesehatan medik;
b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;

PA
d. jasa keuangan;
e. jasa asuransi;
f. jasa keagamaan;
g. jasa pendidikan;
h. jasa kesenian dan hiburan;

N
i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang

LA
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. jasa tenaga kerja;
l. jasa perhotelan;
m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan

DI
secara umum;
n. jasa penyediaan tempat parkir;
o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
GA
p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q. jasa boga atau katering;

Merujuk kepada Pasal 4A ayat 3, Terbanding tidak mendapatkan bahwa jasa


EN

transportasi minyak termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan
Nilai. Sehingga, Terbandingl berpendapat bahwa objek yang diserahkan oleh PT PEP
merupakan objek yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan PMK nomor
64/PMK.03/2010 disebutkan bahwa "Atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
TP

Kena Pajak oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dikenakan PPN dan atau
PPnBM berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah";
IA

5. Sesuai Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, dijelaskan bahwa Pengusaha yang
melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A
AR

ayat (1) mau pun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak, tetapi belum dikukuhkan;

Penyerahan jasa yanterutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:


ET

a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,


b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang
KR

dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara Cuma-cuma,


maka sudah seharusnya PT PEP harus mendaftarkan did menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
SE

6. Bahwa berdasarkan PMK nomor 73/PMK.03/2010 pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa


"Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin". Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa terjadi penyerahan Jasa Kena Pajak dari

K
PT PEP, yang melakukan penyerahan, kepada Wajib Pajak, yang menerima
penyerahan. Dalam hal ini Wajib Pajak merupakan Kontraktor sesuai dengan Production

JA
Sharing Contract dan PT PEP merupakan Rekanan;

Maka ketika terjadi penyerahan BKP/JKP antara kontraktor dengan kontraktor yang lain
berlaku ketentuan pemungutan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A

PA
UU PPN yaitu kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan
penyerahan BKP/JKP berkedudukan sebagai rekanan. Karena kedudukannya sebagai
rekanan maka wajib melaporkan did untuk dikukuhkan sebagai PKP dan ketika
melakukan penyerahan BKP/JKP harus menerbitkan Faktur Pajak;

N
Besarnya PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang akan dipungut oleh Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang menerima penyerahan BKP/JKP;

LA
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari badan yang ditunjuk
sebagai pemungut PPN kepada Pemungut PPN yang lain tidak dikecualikan dari objek
pemungutan oleh Pemungut PPN;

DI
Bahwa PT PEP harus lah mendaftarkan did menjadi Pengusaha Kena Pajak
berdasarkan PMK nomor 73/PMK.03/2010. Walau pun pada kenyataannya PT PEP
GA
belum mendaftarkan did sebagai Pengusaha Kena Pajak pada saat terjadi penyerahan
Jasa Kena Pajak, hal ini tidak menyebabkan kewajiban pemungutan PPN oleh Wajib
Pajak menjadi gugur;
EN

7. Berdasarkan uraian di atas maka Terbanding berpendapat bahwa atas penyerahan jasa
transportasi minyak merupakan Jasa Kena Pajak yang merupakan objek PPN dan oleh
karena itu atas penyerahan tersebut terutang PPN yang harus dipungut oleh Wajib
Pajak. Atas hal tersebut Terbanding setuju dengan pendapat Pemeriksa dan
TP

mempertahankan koreksi Pemeriksa;

KESIMPULAN
IA

bahwa berdasarkan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa :


1 Koreksi Terbanding KEP-00885/KEB/WPJ.07/2017 tanggal 23 Mei 2017 tentang Keberatan
Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Atas Pemungutan Pajak
AR

oleh Pemungut Pajak Nomor 00060/287/11/081/16 tanggal 29 Februari 2016 Masa Pajak
Agustus 2011 telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kontrak
perjanjian yang berlaku;
2. Proses Pemeriksaan dan keberatan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
ET

perundang-undangan perpajakan yang berlaku;


3. Bahwa alasan yang disampaikan oleh Pemohon Banding tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, kontrak perjanjian, dan fakta yang terjadi.
KR

USUL
SE

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Terbanding berpendapat Keputusan Direktur


Jenderal Pajak Nomor KEP-00885/KEB/WPJ.07/2017 tanggal 23 Mei 2017 tentang Keberatan
Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Atas Pemungutan Pajak

K
oleh Pemungut Pajak Nomor 00060/287/11/081/16 tanggal 29 Februari 2016 Masa Pajak
Agustus 2011 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga

JA
Terbanding mengusulkan agar Majelis Hakim Yang Mulia menolak permohonan banding
Pemohon Banding;

bahwa Terbanding menyampaikan pendapat akhir di dalam surat nomor S-5549/PJ.07/2018

PA
tanggal 25 Juli 2018 yang pada pokoknya mengemukakan hal – hal sebagai berikut:

POKOK SENGKETA

Koreksi DPP Atas Pemungutan Pajak oleh Pemungut PPN sebesar Rp20.098.024.329;

N
No. Uraian Menurut Koreksi

LA
WP/SPT Pemeriksa Rp
Rp Rp
1 DPP Pemungutan Pajak oleh 20.050.623.460 26.140.963.878 6.090.340.418
Pemungut PPN

DI
MENURUT PEMOHON BANDING
GA
bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan tersebut,
karena menurut Pemohon Banding sesuai dengan Lampiran yang ada dan peraturan
perpajakan yang berlaku, PPN yang masih harus dibayar adalah NIHIL;
EN

Adapun Penjelasan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

1. bahwa Terbanding tidak mempertimbangkan PPN kurang bayar yang disetujui


berdasarkan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebesar Rp7.015.329,00 (Tujuh
TP

Juta Lima Belas Ribu Tiga Ratus Dua Puluh Sembilan Rupiah) dimana jumlah tersebut
sudah Pemohon Banding bayarkan pada tanggal 30 Maret 2016 dengan NTPN
29F3A875STT1EOL9;
IA

2. bahwa Terbanding menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf c Undang


Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
AR

Atas Barang Mewah (“UU PPN BM”) disebutkan bahwa Pengusaha yang melakukan
kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) UU
PPN BM maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
ET

Pajak, tetapi belum dikukuhkan;

Penyerahan Jasa yang terhutang Pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.
KR

b. Penyerahan dilakukan di dalam daerah Pabean.


c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan jasa kena pajak adalah jasa kena pajak yang
dimanfaatkan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-Cuma;
SE

Pengunaan sharing facilities yang pengoperasiannya dilakukan oleh pihak ketiga dan
biayanya dibebankan berdasarkan sharing cost melalui PT PEP bukanlah objek jasa
yang terhutang pajak karena tidak memenuhi syarat-syarat jasa yang tehutang pajak

K
karena penyerahan bukan dilakukan dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya.
Kegiatan Usaha PT. PEP bukanlah penyaluran Minyak dan Gas Bumi, sehingga tidak

JA
termasuk obyek jasa kena pajak. PT PEP hanya menjalankan Peraturan Pemerintah
Nomor 35 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (“PP
35/2004”). Berdasarkan Pasal 44 dan Pasal 45 ayat 1 PP 35/2004 sebenarnya tidak ada
nilai tambah (Value Added) dari PT PEP dalam kegiatan ini dan atas biaya yang

PA
ditagihkan oleh pihak ketiga, dibagi secara proporsional kepada 17 (tujuh belas)
shippers;

3. bahwa PT PEP adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang melakukan kegiatan usaha
untuk melakukan penambangan Minyak dan Gas Bumi (barang hasil pertambangan

N
atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya) yang merupakan Barang
Tidak Kena Pajak (BTKP) sehingga tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

LA
(PKP) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 (A) ayat (2) huruf a UU PPN BM;

4. bahwa PT PEP bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak, oleh karenanya PT PEP
tidak dapat mengeluarkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat

DI
(1) UU PPN BM;

5. bahwa menurut Terbanding seharusnya PT PEP mendaftarkan diri menjadi Pengusaha


GA
Kena Pajak. PT PEP beranggapan bahwa kegiatan sharing facilties ini bukanlah objek
Pajak sebagaimana penjelasan di atas, sehingga PT PEP tidak mengajukan diri untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat 4 UU
KUP disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP dan/atau PKP
EN

secara Jabatan apabila Wajib Pajak (WP) atau Pegusaha kena Pajak tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai disebutkan
TP

bahwa Direktorat Jendaral Pajak dapat mengukuhkan Pengusaha sebagai Pengusaha


Kena Pajak secara jabatan. Terbanding sampai dengan diterbitkan Surat Penolakan
keberatan, Terbanding tidak mengukuhkan PT PEP sebagai Pengusaha Kena Pajak
sementara masalah sharing cost facilties ini sudah menjadi pemasalahan di sektor
IA

minyak dan gas bumi;

6. bahwa Terbanding berasumsi bahwa PT PEP dipersamakan sebagai rekanan dimana


AR

hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor


73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan
Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa / Pemegang Izin
Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan
ET

Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya. (“PMK
73/PMK.03/2010”);
KR

Pasal 1 ayat (1) huruf (a) PMK 73/PMK.03/2010 berbunyi sebagai berikut:
“Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah kontraktor kontrak kerja sama
pengusahaan minyak dan gas bumi.”
SE

Pasal 1 ayat 2 PMK 73/PMK.03/2010 berbunyi sebagai berikut:


“Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin, dimana sampai dengan hari ini PT PEP adalah Bukan Pengusaha Kena Pajak”.

K
PT. PEP adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama pengusahaan Minyak dan Gas bumi

JA
yang penetapannya melalui menteri untuk melakukan kegiatan hulu pada wilayah Kerja
sesuai dengan Peraturan Pemerintah 35 tahun 2004 pasal 6 ayat 1 dan pengertian yang
sama pada PMK 73/PMK.03/2010 Pasal 1 ayat 1. a. dan bukanlah rekanan yang
seharusnya adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena

PA
Pajak/Jasa Kena Pajak yang tidak memiliki kuasa atas Wilayah kerja;
7. bahwa PT PEP bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak maka PT PEP tidak dapat
mengeluarkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat 1 UU PPN
BM. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) PMK 73/PMK.03/2010 disebutkan bahwa rekanan
wajib membuat faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa

N
Kena Pajak kepada Kontraktor atau pemegang Kuasa/Pemegang Izin dan untuk
pengembalian Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud di dalam Peraturan

LA
Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.02/2005 tentang Tata Cara Pembayaran kembali
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap dalam Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi, ayat (2) huruf b angka

DI
1) huruf (ii) Dokumen perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku, yaitu :
GA
Untuk pengadaan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) dimana jumlah
pembayarannya lebih besar dari Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) (termasuk PPN
dan PPnBM) yaitu :
EN

Faktur Pajak Asli atau dokumen lain yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak yang
sudah dibubuhi cap “disetor tanggal ………………..” dan ditandatangani oleh Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.” Kontraktor harus melampirkan faktur pajak asli yang
diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak, sementara PT PEP bukanlah Pengusaha Kena
TP

Pajak yang dapat menerbitkan faktur pajak dan Pemohon Banding tidak bisa menagih
kembali ke Negara sebagaimana diatur dalam Artikel 5.1.4 Production Sharing Contract
Wilayah kerja Ogan Komering.
IA

8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-159/PJ./2006 Huruf B Lampiran III tentang
Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar, sebagai berikut :
AR

01 = Digunakan untuk penyerahan kepada selain Pemungut PPN.


Kode ini digunakan atas penyerahan BKP/JKP kepada pihak lain yang bukan
Pemungut PPN, termasuk penyerahan kepada Perwakilan Negara Asing atau
Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak mendapat persetujuan untuk
ET

diberikan fasilitas perpajakan oleh Menteri Keuangan, dan penyerahan BKP/JKP


antar Pemungut PPN selain Bendaharawan, yang PPN-nya dipungut oleh pihak
yang menyerahkan BKP/JKP.
KR

03 = Digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain


Bendaharawan Pemerintah).
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN selain
Bendaharawan Pemerintah, dalam hal ini KPS Migas Selaku Pemungut PPN.
SE

Siapakah yang harus memungut Pajak Pertambahan Nilai dalam hal terdapat transaksi
antara transaksi WAPU dengan WAPU?
K
Berdasarkan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut di atas, kode
transaksi diisi dengan ketentuan pada kode seri faktur pajak kode transaksi 01 apabila

JA
transaksi antar Pemungut selain Bendaharawan yang memungut PPN adalah pihak
yang menyerahkan BKP/JKP dalam hal ini adalah PT PEP, sehingga atas SKPKB
tersebut seharusnya tidak ditujukan ke JOB Pertamina-Jadestone Energy (Ogan
Komering) Ltd.;

PA
bahwa berdasarkan alasan tersebut, Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim
agar dapat membatalkan koreksi Terbanding di atas;

MENURUT TERBANDING

N
1. Dasar Hukum

LA
f. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009;

DI
Pasal 13 ayat (1) huruf a
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
GA
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;
EN

Pasal 13 ayat (2)


Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi berupa
TP

bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung
sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
IA

Pasal 26A ayat (1)


Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
AR

g. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa
Dan Pajak Penjualan Atas Barang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
ET

Pasal 3A ayat (1)


Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf a,
huruf c, huruf f, huruf g dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan
KR

oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dan wajib memungut dan menyetor, melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
SE

Pasal 4(A) ayat (2) huruf a


mengenai jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yaitu barang hasil
pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
K
h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil
Pajak Pertambahan Nilai.

JA
Pasal 4 ayat (1)
Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau

PA
penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);

i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembayaran


Kembali Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas
Perolehan Barang Kena Pajak Dan Atau Jasa Kena Pajak Yang Digunakan Oleh Badan

N
Usaha Atau Bentuk Usaha Tetap Dalam Pengusahaan Minyak Dan Gas Bumi.

LA
Pasal 2 ayat 1
Atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap dikenakan PPN dan atau PPnBM berdasarkan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

DI
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor
Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak Dan Gas Bumi Dan Kontraktor Atau Pemegang
GA
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut,
Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan
Pelaporannya
EN

Pasal 1 ayat 3
Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin;
TP

Pasal 2
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin ditunjuk sebagai pemungut Pajak
Pertambahan Nilai;
IA

Pasal 3
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
AR

Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
Rekanan kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dipungut, disetor, dan
dilaporkan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin;
ET
KR

2. Data dan Fakta

1. bahwa dalam surat permohonannya Pemohon Banding mengemukakan alasan


keberatan pengenaan PPN atas pembayaran penggunaan pipeline kepada PEP,
SE

dengan poin-poin sebagai berikut:


a. Bahwa PT PEP memiliki kelebihan kapasitas pada fasilitas pengolahan lapangan,
pengangkutan, penyimpanan dan penjualan (pipeline);
b. Bahwa PT PEP memberikan kelebihan kapasitas tersebut kepada KKS lain (di

K
antaranya Pemohon Banding) berdasarkan prinsip pembebanan biaya (cost
sharing);

JA
c. Bahwa jika Pemohon Banding harus memungut PPN atas kelebihan kapasitas tadi
maka untuk mendapatkan pengembalian PPN, Pemohon Banding harus
melampirkan Faktur Pajak asli yang diterbitkan oleh PT PEP;
d. Bahwa PT PEP melakukan kegiatan usaha untuk melakukan penambangan Minyak

PA
dan Gas;
e. Bahwa barang hasil pertambangan atau pengeboran tersebut Barang Tidak Kena
Pajak sehingga PT PEP bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak;
f. Bahwa PT PEP bukan Pengusaha Kena Pajak maka tidak dapat menerbitkan Faktur
Pajak;

N
g. Bahwa jasa transportasi minyak yang dilakukan oleh PT PEP bukan merupakan
objek Pajak Pertambahan Nilai, sehingga atas pembayaran cost sharing transportasi

LA
oil tersebut tidak terhutang PPN;

2. Dari hal tersebut di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa ada 2 poin utama yang
menjadi keberatan Pemohon Banding, yaitu:

DI
a. Objek yang diserahkan oleh PT PEP bukan merupakan objek PPN karena termasuk
dalam Pasal 4 (A) ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN;
b. Bahwa PT PEP sebagai pihak yang dipungut PPN bukan lah Pengusaha Kena Pajak
GA
sehingga dilarang membuat Faktur Pajak. Sedangkan dalam hal pemungutan PPN,
maka pihak yang dipungut PPN harus membuat Faktur Pajak;

3. Bahwa berdasarkan Pasal 4(A) ayat (2) Undang-Undang PPN jenis barang yang tidak
EN

dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang
sebagai berikut:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
TP

b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;


c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman balk yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
IA

katering;
d. dan uang, emas batangan, dan surat berharga.
AR

bahwa dalam surat permohonannya Pemohon Banding beralasan bahwa barang yang
diserahkan oleh PT PEP bukan merupakan objek PPN sesuai Pasal 4A ayat 2 huruf (a)
yaitu barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
ET

bahwa dalam suratnya tersebut juga Pemohon Banding menjelaskan bahwa transaksi
yang dilakukan oleh PT PEP dengan Pemohon Banding adalah penggunaan kelebihan
kapasitas pipa dan terminal atau yang disebut Pemohon Banding sebagai jasa
KR

transportasi minyak;

bahwa merujuk kepada Pasal 4A ayat 2 huruf (a), Terbanding berpendapat bahwa
alasan Pemohon Banding tidak tepat karena penyerahan yang dilakukan oleh PT PEP
SE

bukan lah suatu barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya melainkan suatu jasa sebagaimana yang diakui sendiri oleh
Pemohon Banding;
K
4. Bahwa berdasarkan Pasal 4(A) ayat (3) Undang-Undang PPN, jenis jasa yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai

JA
berikut:
a. jasa pelayanan kesehatan medik;
b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;

PA
d. jasa keuangan;
e. jasa asuransi;
f. jasa keagamaan;
g. jasa pendidikan;
h. jasa kesenian dan hiburan;

N
i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang

LA
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. jasa tenaga kerja;
l. jasa perhotelan;
m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan

DI
secara umum;
n. jasa penyediaan tempat parkir;
o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
GA
p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q. jasa boga atau katering;

Merujuk kepada Pasal 4A ayat 3, Terbanding tidak mendapatkan bahwa jasa


EN

transportasi minyak termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan
Nilai. Sehingga, Terbandingl berpendapat bahwa objek yang diserahkan oleh PT PEP
merupakan objek yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan PMK nomor
64/PMK.03/2010 disebutkan bahwa "Atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
TP

Kena Pajak oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dikenakan PPN dan atau
PPnBM berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah";
IA

5. Sesuai Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, dijelaskan bahwa Pengusaha yang
melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A
AR

ayat (1) mau pun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak, tetapi belum dikukuhkan;

Penyerahan jasa yanterutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:


ET

a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,


b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang
KR

dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara Cuma-cuma,


maka sudah seharusnya PT PEP harus mendaftarkan did menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
SE

6. Bahwa berdasarkan PMK nomor 73/PMK.03/2010 pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa


"Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin". Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa terjadi penyerahan Jasa Kena Pajak dari

K
PT PEP, yang melakukan penyerahan, kepada Pemohon Banding, yang menerima
penyerahan. Dalam hal ini Pemohon Banding merupakan Kontraktor sesuai dengan

JA
Production Sharing Contract dan PT PEP merupakan Rekanan;

Maka ketika terjadi penyerahan BKP/JKP antara kontraktor dengan kontraktor yang lain
berlaku ketentuan pemungutan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A

PA
UU PPN yaitu kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan
penyerahan BKP/JKP berkedudukan sebagai rekanan. Karena kedudukannya sebagai
rekanan maka wajib melaporkan did untuk dikukuhkan sebagai PKP dan ketika
melakukan penyerahan BKP/JKP harus menerbitkan Faktur Pajak;

N
Besarnya PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang akan dipungut oleh Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang menerima penyerahan BKP/JKP;

LA
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari badan yang ditunjuk
sebagai pemungut PPN kepada Pemungut PPN yang lain tidak dikecualikan dari objek
pemungutan oleh Pemungut PPN;

DI
Bahwa PT PEP harus lah mendaftarkan did menjadi Pengusaha Kena Pajak
berdasarkan PMK nomor 73/PMK.03/2010. Walau pun pada kenyataannya PT PEP
GA
belum mendaftarkan did sebagai Pengusaha Kena Pajak pada saat terjadi penyerahan
Jasa Kena Pajak, hal ini tidak menyebabkan kewajiban pemungutan PPN oleh Pemohon
Banding menjadi gugur;
EN

7. Berdasarkan uraian di atas maka Terbanding berpendapat bahwa atas penyerahan jasa
transportasi minyak merupakan Jasa Kena Pajak yang merupakan objek PPN dan oleh
karena itu atas penyerahan tersebut terutang PPN yang harus dipungut oleh Pemohon
Banding. Atas hal tersebut Terbanding setuju dengan pendapat Pemeriksa dan
TP

mempertahankan koreksi Pemeriksa;

3. Tanggapan Atas Data Dan Fakta Selama Proses Persidangan Banding


IA

a. Bahwa Surat Banding Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan formal sebagaiman
diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 32 UU KUP. Berikut penjelasannya
1) Surat banding Pemohon Banding ditandatangani oleh Sdr Nabari Pandia selaku Pjs.
AR

General Manager;
2) Bahwa Sdr Nabari Pandia tidak mempunyai Surat Kuasa Khusus untuk
menandatangani Surat Bading;
3) Bahwa pengangkatan Sdr Nabari Pandia selaku Pjs. General Manager hanya untuk
ET

tugas-tugas terbatas, tidak seluruh tugas General Manager dan jugs tidak termasuk
pengajuan banding;
4) Bahwa pengangkatan Sdr Nabari Pandia selaku Pjs. General Manager hanya
sepihak Pemohon Banding tanpa persetujuan dari CNW selaku pembentuk JOB;
KR

5) Bahwa berdasarkan Production Sharing Contract Between Perusahaan


Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara and Canada Northwest Energy (South
Sumatra) Ltd. article 1.2.19 Participating Interest, diketahui bahwa komposisi
Participating Interests antara Pertamina dan CNW masing-masing adalah 50%;
SE

6) Bahwa Exhibit E Joint Operation Body Organization Chart tidak mengatur bahwa
pengangkatan General Manager dilkukan sepihak oleh Pemohon Banding ataupun
oleh Pertamina;
7) Oleh karena itu Sdr Nabari Pandia tidak mempunyai legal standing untuk

K
menandatangani surat banding, sehingga surat banding Pemohon Banding tidak
memenuhi ketentuan formal sebagaiman diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 32 UU

JA
KUP;

b. Bahwa transaksi pemanfaatan fasilitas penyalur minyak mentah terbukti terjadi dan telah
dilakukan pembayaran berdasarkan dokumen Perjanjian Pemanfaatan Bersama

PA
Fasilitas Penyalur Minyak Mentah nomor 362/EP1000/2010-S0 tanggal 06 Oktober
2010, dan Pengakuan Pemohon Banding selama proses persidangan. Berikut
penjelasannya:

1) Berdasarkan dokumen Perjanjian Pemanfaatan Bersama Fasilitas Penyalur Minyak

N
Mentah nomor 362/EP1000/2010-S0 tanggal 06 Oktober 2010, diketahui bahwa :

LA
a) Ketentuan huruf I halaman 5 Perjanjian, disebutkan :
BAHWA, PARA PENGGUNA bermaksud memanfaatkan sistem FASILITAS
PENYALUR MINYAK MENTAH yang dikelola oleh PT PEP untuk menyalurkan
minyak mentah yang diproduksikan dari Area Operasi yang disebutkan pada

DI
KONTRAK KERJA masing-masing PIHAK ke Stasiun Meter KM 3 Kilang
Pengolahan Minyak Mentah di Plaju.

b)
GA
Pasal 2 Lingkup Perjanjian, ayat 2.1. mengatur :
PARA PIHAK sepakat bahwa PARA PENGGUNA akan memanfaatkan
FASILITAS PENYALUR MINYAK MENTAH untuk menyalurkan MINYAK
MENTAH yang dihasilkan dari area operasi masing-masing yang akan
EN

disalurkan mulai dari TITIK PENYERAHAN sampai dengan TITIK


PENERIMAAN, dalam jumlah berdasarkan kapasitas yang tersedia dan
kesepakatan PARA PIHAK dari waktu ke waktu yang dibuat secara tertulis dan
menjadi bagian dari PERJANJIAN ini.
TP

c) Pasal 6 Perhitungan dan Pembebanan Biaya, ayat 6.1. mengatur : PARA


PIHAK akan menanggung biaya atas pemanfaatan FASILITAS PENYALUR
MINYAK MENTAH (Cost Sharing) sesuai dengan jasa yang diperoleh
IA

(proporsional) yang jumlahnya ditentukan berdasarkan rumus perhitungan yang


telah disepakati oleh PARA PIHAK sebagaimana diuraikan dalam "Lampiran IV
: Perhitungan Pembebanan Biaya" dari PERJANJIAN ini dan sesuai dengan
AR

data, pencatatan atau dokumen pendukung Iainnya yang dibuat oleh PEP
dan/atau OPERATOR atas FASILITAS PENYALUR MINYAK MENTAH yang
dimanfaatkan oleh masing-masing.
ET

d) Pasal 7 Tatacara Pembayaran, ayat 7.1 mengatur :


Terhitung sejak berlakunya PERJANJIAN ini yang bersamaan dengan
KR

dimulainya PEKERJAAN 0&m FASILITAS PENYALUR MINYAK MENTAH,


masing-masing PENGGUNA akan menempatkan deposit pembayaran pada
rekening PT PEP sebesar perkiraan biaya penyaluran MINYAK MENTAH
SELAMA 2 (Dua) bulan yaitu proyeksi volume penyaluran selama 2 (dua) bulan
SE

dikalikan dengan Unit Price (Fixed dan Variable) yang diproyeksikan pada
bulan-bulan tersebut.
e) Berdasarkan dokumen Debit Note nomor 005/1108/PBM tanggal 24 Agustus

K
2011, diketahui bahwa terdapat kurang tagih sharing cost Ops & Maint;

JA
f) Selama proses persidangan, Pemohon Banding mengakui adanya
pemanfaatan Fasilitas Penyalur Minyak Mentah, Pemohon Banding hanya
keberatan atas pengenaan PPN-nya;

PA
g) Berdasarkan uraian tersebut, disimpulkan bahwa pemanfaatan Fasilitas
Penyalur Minyak Mentah telah terjadi, dan sesuai dengan kontrak perjanjian,
debit note dan pengakuan Pemohon Banding sendiri;

c. Bahwa penyerahan yang dilakukan oleh PT PEP adalah jasa atau Fasilitas Penyalur

N
Minyak Mentah, bukan suatu barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya;

LA
d. Merujuk kepada Pasal 4A ayat (3) UU PPN, diketahui bahwa jasa transportasi minyak
tidak termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Oleh
karena itu, disimpulkan bahwa objek yang diserahkan oleh PT PEP merupakan objek

DI
yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai;

e. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PMK nomor 64/PMK.03/2010 disebutkan bahwa "Atas
GA
perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap dikenakan PPN dan atau PPnBM berdasarkan Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah";
f. Berdasarkan Pasal 16A ayat (1) UU PPN diatur bahwa Pajak yang terutang atas
EN

penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai;
TP

g. Berdasarkan Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3 PMK nomor 73/PMK.03/2010, PT PEP harus
lah mendaftarkan did menjadi Pengusaha Kena Pajak, kemudian memungut PPN.
Walau pun pada kenyataannya PT PEP belum mendaftarkan did sebagai Pengusaha
Kena Pajak pada saat terjadi penyerahan Jasa Kena Pajak, hal ini tidak menyebabkan
IA

kewajiban pemungutan PPN oleh Wajib Pajak menjadi gugur;

h. Berdasarkan PSC Contract Wilayah Kerja Ogan Komering artikel 5.1.4 diatur bahwa
AR

Pertamina wajib menanggung dan melunasi pajak-pajak lainnya dari CNW dan JOB di
Indonesia termasuk Pajak Pertambahan Nilai;

i. Berdasarkan uraian di atas, Terbanding berpendapat bahwa atas penyerahan jasa


ET

transportasi minyak merupakan Jasa Kena Pajak yang merupakan objek PPN dan oleh
karena itu atas penyerahan tersebut terutang PPN yang harus dipungut oleh Pemohon
banding, sehingga koreksi Terbanding telah tepat;
KR

KESIMPULAN

bahwa berdasarkan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa :


SE

1 Bahwa alasan yang disampaikan oleh Pemohon Banding tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, kontrak perjanjian, dan fakta yang terjadi;
2. Proses Pemeriksaan dan keberatan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan

K
perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

JA
3. Koreksi Terbanding KEP-00885/KEB/WPJ.07/2017 tanggal 23 Mei 2017 tentang Keberatan
Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Atas Pemungutan Pajak
oleh Pemungut Pajak Nomor 00060/287/11/081/16 tanggal 29 Februari 2016 Masa Pajak
Agustus 2011 telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kontrak

PA
perjanjian yang berlaku;

USUL

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Terbanding berpendapat Keputusan Direktur

N
Jenderal Pajak Nomor KEP-00885/KEB/WPJ.07/2017 tanggal 23 Mei 2017 tentang Keberatan
Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Atas Pemungutan Pajak

LA
oleh Pemungut Pajak Nomor 00060/287/11/081/16 tanggal 29 Februari 2016 Masa Pajak
Agustus 2011 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga
Terbanding mengusulkan agar Majelis Hakim Yang Mulia menolak permohonan banding
Pemohon Banding;

DI
bahwa Terbanding dalam persidangan menyampaikan penjelasan lisan yang pada pokoknya
menyatakan hal-hal sebagai berikut;
GA
- bahwa inti dasar koreksi ada penggunaan fasilitas pipa dan terminal yang merupakan
obyek PPN, sebagai pemungutan PPN dengan pemungut;
EN
- bahwa PT Pertamina memiliki fasilitas, dan menyerahkan ke KKKS dengan prinisp cost
sharing;
- bahwa yang membangun fasilitas tersebut Pertamina;
- bahwa menurut Terbanding matriks sengketa Pemohon Banding sudah sesuai;
TP

- bahwa pada dasarnya sengketa ini terkait cost sharing sehingga pada prinsipnya
pembahasannya pun sama;
IA

Menurut Pemohon Banding :


AR

bahwa Pemohon Banding telah menyatakan alasan pengajuan banding sebagimana dalam
Surat Banding a quo;
ET

bahwa Pemohon Banding menyampaikan Penjelasan Tertulis tanpa nomor tanggal 15 Mei 2018
yang pada pokoknya mengemukakan hal – hal sebagai berikut:

POKOK SENGKETA
KR

bahwa dalam matrik sengketa pajak, telihat bahwa pokok permasalahan yang dikemukakan
kedua belah pihak. baik yang dikemukakan Pemohon Banding maupun yang dikemukakan
Terbanding, meliputi junilah hutang pajak yang sama (tidak berbeda), namun terdapat
SE

perbedaan mengenai alasan koreksi DPP;

DASAR HUKUM
K
1. Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

JA
Penjualan Atas Barang Mewah ("UU PPN BM")

Penjelasan Pasal 4 huruf c


Penyerahan Jasa yang terhutang Pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

PA
a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.
b. Penyerahan dilakukan di dalam daerah Pabean.
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya. Termasuk dalam
pengertian penyerahan jasa kena pajak adalah jasa kena pajak yang dimanfaatkan
sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma.

N
Pasal 4A ayat 2 a

LA
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam
kelompok barang sebagai berikut:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;

DI
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang jenis Jasa Lain
sebagaimana dirnaksud daiam pasal 23 ayat 1 huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7
GA
tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008.

Pasal 1 ayat (1)


EN

Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
TP

Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.02/2005 tentang Tata Cara Pembayaran


IA

kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap dalarn Pengusahaan Minyak dan Gas Sumi.
AR

ayat (2) huruf b angka 1) huruf (ii)


Dokumen perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku, yaitu :
ET

Untuk pengadaan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) dimana jumlah
pembayarannya lebih besar dari Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) (termasuk PPN dan
PPnBM) yaitu :
Faktur Pajak Asti atau dokumen lain yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak yang sudah
KR

dibubuhi cap "disetor tanggal ...... ..... " dan ditandatangani oleh Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap." Kontraktor harus melampirkan faktur pajak asli yang diterbitkan oleh
Pengusaha Kena Pajak.
SE

4. Undang-undang No: 22 tahun 2001. tentang Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut UU
22/2001) dinyatakan bahwa:
Pasal 5

K
Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas.
1. Kegiatan Usaha Hulu yang menaakup:

JA
a. Eksplorasi;
b. Eksploitasi,
2. Kegiatan Usaha Hilir yang-rnencakup:
a. Pengolahan

PA
b. Pengakutan
c. Penyimpanan
d. Niaga

Pasal 9

N
(1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud Pasal 5 angka
1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh:

LA
a. Badan Usaha Milik Negara; -
b. badan usaha milik daerah;
c. koperasi; usaha kecil;
d. badan usaha swasta.

DI
(2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat rnelaksanakan Kegiatan Usaha Hulu.

Pasal 10. GA
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu
dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir
(2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan
Usaha Hulu
EN

5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004 (selanjutnya disebut PP 35/2004) tentang


Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
TP

Pasal 44.
(1) Kegiatan pengelolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil
produksi sendiri yang dilakukan Kontraktor yang bersangkutan merupakan Kegiatan
Usaha Hulu.
IA

(2) Dalam hal terdapat kapasitas berlebih pada fasilitas pengelolahan lapangan,
pengangkutan, penyimpanan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dengan persetujuan Badan Pelaksana, kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan
AR

kapasitas tersebut untuk digunakan pihak lain berdasarkan prinsip pembebanan biaya
operasi (cost sharing) secara proporsional.
ET

Pasal 45
(1) Fasilitas yang dibangun kontraktor untuk melaksanakan kegiatan pengelolahan
lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri
sebagaimana dirnaksud dalam pasal 44 tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan
KR

dan/ atau laba.


(2) Dalam hal fasilitas sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) digunakan bersama
dengan pihak lain dengan, rnemungut biaya atau sewa sehingga memperoieh
keuntungan dan atau laba, Kontraktor wajib membentuk Badan Usaha Kegiatan Usaha
SE

Hilir yang terpisah dan wajib mendapatkan Izin Usaha.

Pasal 78
(1) Seluruh Barang dan Peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha

K
Hulu yang dlbeli oleh kontraktor menjadi Milik Negara yang pernbinaannya dilakukan
oleh Pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana;

JA
6. bahwa berdasarkan:Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 (Seianjutnya disebut PP
79/2010):

PA
Pasal 4 ayat 1
Seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor dalam rangka operasi
Perminyakan menjadi barang negara yang pembinannya dilakukan oleh pernerintah dan
dikelola oleh Badan Pelaksana

N
7. PSC Contract Wilayah Kerja Ogan Komering artikel 5.1.4
expect with the respect to CNW's obligation to pay Income Tax and the final tax on profit

LA
after tax deduction as set forth in section 5.1.3 hereinabove, assume and discharge other
income tax of CN1N and JOB Including value added tax, transfer tax,import and export tax
duties on materials,equipment and supplies brought into Indonesia by either party or
through JO, Its contractors and subcontractors;exaction in respect of property capital, net

DI
worth, operations, reminttance or transaction including any tax or levy on or in connection
with operations performed hereunder by JOB.
GA
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

“kecuali kewajiban CNW untuk membayar Pajak Penghasilan dan pajak final atas laba
setelah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Bagian 5.1.3 di atas, wajib
EN

menanggung dan melunasi pajak- pajak lainnya dari CNW dan JOB di Indonesia termasuk
pajak pertambahan nilal, pajak pengalihan, bea masuk dan keluar atas bahan- bahan, alat-
alat dan persediaan-persediaan yang di bawah masuk ke Indonesia oleh salah satu pihak
atau melalui JOB, para kontraktor dan subkontraktornya ; pungutan-pungutan yang
TP

berkaitan dengan modal barang, kekayaan bersih , operasi, pengiriman atau transaksi
termasuk pajak atau pungutan atas atau sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan berdasarkan Kontrak ini oleh JOB.”
IA

8. Perjanjian Pemanfaatan Bersama Fasiiitas Penyaluran Minyak no. 362/EP1000/2010-SO


tertanggal 6 Oktober 2010
AR
ET

Pasal 3 Jangka Waktu

Ayat 3.1
a. PERJANJIAN ini berlaku sejak ditandatangani dan akan tetap berlaku bagi
KR

PENGGUNA sampai denaan satu dari kejadian berikut ini terjadi, mana terjadi lebih
dahulu:
(i) Berakhirnya KONTRAK KERJA SAMA PT PEP,atau
(ii) Memenuhi ketentuan Pasal 16.6 PERJANJIAN :ni
SE

Apabila sebelum berakhirnya Jangka Waktu sebagaimana disebutkan dalam Pasal


3.1.a PERJANJIAN ini, terdapat salah satu KONTRAK KERJA PENGGUNA yang
berakhir, maka tidak serta merta mengakhiri keseluruhan PERJANJIAN
K
Pasal 6 Perhitungan dan Pembebanan biaya

JA
Ayat 6.1
PARA PENGGUNA akan menanggung biaya atas pemanfaatan FASILITAS PENYALUR
MINYAK MENTAH (cost sharing) sesuai dengan jasa yang diperoleh (proporsional) yang
jumlah,nya ditentukan berdsarkan rumus perhitungan yang telah disepakati oleh PARA

PA
PIHAK sebagaimana diuraikan dalam Lampiran IV: perhitungan Pembebanan biaya "clan
PERJANJIAN ini dan sesaui dengan data, pencatatan atau dokumen pendukung lainnya
yang dibuat deli PEP dan/atau OPERATOR atas FASILITAS PENYALUR MINYAK
MENTAH yang dimanfaatkan oleh masing-masing.

N
Pasal 7 Tatacara Pembayaran
Ayat 7.1

LA
Terhitung sejak berlakunya PERJANJIAN ini yang bersamaan dengan dimulainya
PEKERJAAN O&M FASILITAS PENYALURAN MINYAK MENTAH, masing-masing
PENGGUNA akan rnenempatkan deposit pembayaran pada rekening PT PEP- sebesar
perkiraan biaya penyaluran MINYAK MENTAH SELAMA 2 (Dua) bulan yaitu proyeksi

DI
volume penyaluran selama 2 (dua) buian dikalikan dengan Unit Price (Fixed dan Variable)
yang diproyeksikan pada bulan – bulan tersebut.

TANGGAPAN PEMOHON BANDING


GA
bahwa berdasarkan dokumen dan peraturan yang berlaku dapat Pemohon Banding jelaskan
atas pokok sengketa PPN sebagai berikut:
EN

1. PT PEP adalah perusahaan Hulu Migas dikegiatannya berdasarkan UU 22/2001,dimana


dalam pemanfaatan bersama pipa yang digunakan lebih dari 1 (satu) shipper digunakan
untuk kegiatan hulu Migas. Dikarenakan untuk kegiatan hulu migas, PT PEP tidak boleh
TP

mengambil keuntungan sebagaimana PP 35/2004 Pasal 44. Jika PT PEP mengambil


keuntungan maka PT PEP harus mendirikan badan kegiatan Usaha Hilir. Diamana
dijelaskan juga di dalam UU 22/2001 Pasal 10 ayat 1 dimana kegiatan usaha Hulu tidak
boleh melakukan kegiatan Usaha Hilir;
IA

2. Berdasarkan penelusuran dokumen yang ada pada Pemohon Banding bahwa Pemohon
banding adatah salah satu dari 17 shipper berdasarkan Perjanjian Pemanfaatan Bersama
AR

fasilitas penyaluran minuak no. 362/EP1000/2010-S0 tanggal 6 Oktober 2010 Pasal 7 ayat
7.1 diminta untuk memberikan deposit pembayaran. Deposit yang dibayarkan oleh
Pemohon Banding bukanlah objek pajak PPN Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983;
ET

3. Bahwa Deposit tersebut digunakan untuk menjamin agar para shiiper mau membayar atas
cost sharing atas pemanfaatan bersama pipa penyaluran minyak sebagaimana Perjanjian
Pemanfaatan Bersama Fasilitas Penyaluran Minyak no. 362/EP1000/2010-S0 Pasal 7 ayat
KR

7.1;

4. Pemeliharaan dan operas' pipa tersebut dilakukan oleh pihak ketiga dimana atas biaya
yang timbul akan dibagi secara proporsional (cost sharing) kepada para shippers dan PT
SE

PEP juga bertindak sebagai shipper. Tidak ada penyerahan jasa dari PT PEP kepada
Pemohon Banding yang ada adalah pengalokasian biaya dari PT PEP kepada para
shipper;
K
5. Disamping itu asset/fasilitas yang digunakan untuk pemanfaatan bersama adalah Aset
Negara sesuai dengan PP 35/2004 pasal 78 dan dioperasikan oleh PT PEP sehingga pada

JA
prinsipnya cost sharing yang timbul dari fasiltas bersama tersebut tidak menyebabkan
adanya penyerahan barang/jasa karena aset yang dimiliki oleh pemilik yang sama yaitu
pemerintah;

PA
6. Bahwa berdasarkan artikel 5.1.4 kontrak PSC artikel yang memuat prinsip assume and
dicharge, Pemohon Banding dibebaskan dari pengenaan PPN. Mekanisme yang ditempuh
oleh Pemohon Banding untuk pembebasan PPN adalah sebagaimana tertuang di dalam
PMK 064/2005, KKKS ditunjuk sebagai Pemungut Pajak berdasarkan PMK 73/2010 dan
melakukan pemungutan PPN kepada rekanan, dimana dasar pemungutan tersebut adalah

N
faktur pajak yang dikeluarkan oleh rekanan, atas pemungutan PPN tersebut disetorkan ke
Kas Negara;

LA
7. Bahwa setelah pembayaran tersebut, Pemohon Banding kemudian melakukan proses
permohonan pembayaran kembali PPN kepada SKK Migas dan kemudian SKK Migas
melakukan yerifikasi dan menerbitkan berita acara pembayaran kembali yang ditembuskan

DI
ke DJA untuk pembayaran kepada Pemohon Banding.

8. PT PEP melakukan kegiatan yang bukan objek PPN sesuai dengan Pasal 4A ayat (2)
GA
sehingga PT PEP bukanlah PKP yang dapat menerbitkan faktur Pajak;

TANGGAPAN PEMOHON BANDING ATAS PENJELASAN TERBANDING


EN

1. Pokok sengketa yang disampaikan oleh Terbanding berbeda pembahasan matrik pada
sidang pada tanggal 26 April 2016
TP

bahwa koreksi DPP pada Pokok Sengketa Terbanding sebesar RP. 20.098.024.329
sementara pada sidang tanggal 26 April 2016 Koreksi DPP sebesar Rp.6.090.340.418
(sebelum koreksi yang setujui sebesar;
IA

KESIMPULAN

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa:


AR

1. Pemanfaatan bersama fasiltas penyaluran minyak tidak dalam rangka mengambil


keuntungan;
2. Tidak ada penyerahan jasa, yang ada hanya pengalokasian biaya dari kegiatan operasi
ET

dan perawatan fasilitas negara;


3. Berdasarkan kontrak PSC, pemohon banding dibebaskan dart pengenaan PPN,
Mekanisme yang ditempuh oleh Pemohon Banding untuk pembebasan PPN adaiah
sebagaimana tertuang di dalam PMK 064/2005;
KR

bahwa Pemohon Banding menyampaikan Pendapat Tertulis Akhir tanpa nomor tanpa tanggal
yang pada pokoknya mengemukakan hal – hal sebagai berikut;
SE

POKOK SENGKETA DALAM BANDING.

I. Kronologis Sengketa Pajak.


K
1. Sengketa Pajak ini berawal dari dimulainya pemeriksaan oleh Terbanding terhadap
SPT Pemohon Tahun 2011;

JA
2. Dalam pemeriksaan pajak tersebut, Terbanding melakukan pemeriksaan hanya
dengan data dari akun Ledger dan invoice register. Berdasar akun ledger dimaksud
Terbanding langsung mengambil kesimpulan bahwa berdasarkan akun Ledger tersebut

PA
terdapat pajak terutang yang belum dibayar;

3. Hasil pemeriksaan pajak tersebut, dituangkan dalam Temuan Hasil Pemeriksaan dan
di dalam temuan tersebut, diketahui bahwa Pemeriksa telah melakukan koreksi atas
transaksi Pengunaan BKP berupa bahan peledak/explosive dan pemanfaatan bersama

N
aset negara berupa pipa yang dioperasikan oleh PT Pertamina. Atas temuan tersebut
Pemohon telah memberikan sanggahan bahwa seharusnya pemohon tidak terutang

LA
pajak, sesuai dengan dokumen Invoice dan kontrak serta peraturan yang berlaku;

4. Sesuai dengan Temuan Hasil Pemeriksaan, Terbanding berpendapat bahwa:


- Pembayaran Deposit dengan Debit Note nomor 005/1108/PBM dan

DI
014/1108/PBM tanggal 24 Agustus 2011 dan Pembayaran Deposit untuk
Pengunaan fasiitas aset negara berupa pipa yang diopeasikan oleh PT PEP yang
pembebanan dibagi secara proporsional (sharing cost)/alokasi biaya merupakan
GA
jasa kena pajak yang terhutang PPN. Pembayaran Deposit Pengunaan Fasilitas
aset negara berupa pipa merupakan sewa yang terhutang PPN;

5. Koreksi fiskal Terbanding tersebut diformalkan dalam bentuk SKPKB per Masa Pajak
EN

sehingga terdapat 1 SKPKB untuk PPN;

II. Terbanding mempermasalahkan mengenai "Pokok Sengketa Pajak", dalam pemeriksaan


Banding.
TP

bahwa dalam persidangan sengketa Banding di Pengadilan Pajak, vide tanggapan tertulis
Terbanding tanggal 4 April 2018 adalah sebagai berikut:
IA

1. Terbanding menyatakan bahwa pembayaran Deposit atas alokasi biaya (sharing cost)
merupakan objek Jasa kena Pajak dimana terdapat penyerahan jasa;
AR

III. Tanggapan Pemohon.


ET

1. Dari Tanggapan Terbanding tersebut diatas dapat disimpulkan terdapat beberapa


permasalahan yang perlu ditanggapi
KR

a. Terbanding telah keliru menetapkan peristiwa kena pajak pada bidang Migas
sehubungan dengan pembayaran deposit atas Pengunaan fasiitas aset negara
berupa pipa yang diopeasikan oleh PT PEP yang pembebanan dibagi secara
proporsional (sharing cost)/alokasi biaya;
SE

2. Terbanding telah keliru dalam menterjemahkan "Peristiwa Kena Pajak" untuk


menerbitkan SKPKB atas transaksi di bidang Migas.
K
a. Terdapat transaksi pembayaran deposit ke PT PEP dengan Debit Note nomor
005/1108/PBM dan 014/1108/PBM tanggal 24 Agustus 2011 sehubungan dengan

JA
Pembayaran Deposit pemanfaatan aset negara berupa pipa penyaluran minyak
yang dioperasikan oleh PT PEP;
b. Akan tetapi dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak nyata bahwa semua transaksi

PA
yang berkaitan pembayaran deposit tersebut, oleh Terbanding telah dikoreksi dan
dikenakan Pajak. Kejadian tersebut dikarenakan Terbanding (Pemeriksa Pajak)
hanya memeriksa ledger dan sama sekali tidak pernah memeriksa dokumen yang
berkaitan dengan transaksi yang bersangkutan;
c. Pembayaran deposit tersebut dimaksudkan untuk menjamin agar para shipper

N
untuk tidak wanprestasi atas alokasi biaya yang dibebankan ke masing-masing
shipper sesuai dengan Perjanjian Pemanfaatan Bersama fasilitas penyaluran

LA
minyak no. 362/EP1000/2010-SO tanggal 6 Oktober 2010 Pasal 7 ayat 7.1;
d. Pembayaran Deposit bukan lah obyek PPN menurut Undang-Undang PPN karena
tidak ada penyerahan jasa;

DI
e. pemanfaatan bersama Asset Negara berupa pipa yang biaya dialokasikan ini
dilakukan di dalam lingkungan industri Migas di dasarkan atas Undang-undang No.
22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut UU 22/2001)
dinyatakan bahwa:
GA
• Pasal 5
Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas:
EN

1. Kegiatan Usaha Hulu yang mencakup:


a. Eksplorasi;
b. Eksploitasi,
2. Kegiatan Usaha Hilir yang mencakup:
TP

a. Pengolahan
b. Pengangkutan
c. Penyimpanan
d. Niaga
IA

• Pasal 9
(1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud
AR

dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh:


a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik daerah;
c. koperasi; usaha kecil;
ET

d. badan usaha swasta.


(2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu.

• Pasal 10.
KR

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha
Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir.
(2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat
melakukan Kegiatan Usaha Hulu.
SE

f. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004 (selanjutnya


disebut PP 35/2004) tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
K
Pasal 44

JA
Ayat (1)
Kegiatan pengelolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan
hasil produksi sendiri yang dilakukan Kontraktor yang bersangkutan merupakan
Kegiatan Usaha Hulu.

PA
Ayat (2)
Dalam hal terdapat kapasitas berlebih pada fasiltas pengelolahan lapangan,
pengangkutan, penyimpanan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dengan persetujuan Badan Pelaksana, kontraktor dapat memanfaatkan

N
kelebihan kapasitas tersebut untuk digunakan pihak lain berdasarkan prinsip
pembebanan biaya operasi (cost Sharing) secara proporsional.

LA
Pasal 45
Fasilitas yang dibangun kontraktor untuk melaksanakan kegiatan pengelolahan
lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri

DI
sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 tidak ditujukan untuk meperoleh
keuntungan dan/ atau laba.
GA
bahwa berdasarkan ketentuan di atas, PEP tidak dapat melakukan kegiatan lain
selain kegiatan hulu migas dan hanya melakukan kegiatan Eksplorasi dan
Ekploitasi. PTPEP dalam pemanfaatan fasilitas pipa milik Negara hanya
menjalankan ketentuan di Usaha Hulu minyak dan gas bumi. Karenanya, sharing
EN

cost atas pemanfaatan fasilitas bersama yang dibebankan oleh PTPEP kepada
para shipper termasuk Pemohon Banding secara berpadanan tidak memenuhi
syarat¬syarat penyerahan jasa yang terhutang Pajak sebagaimana tersebut di
dalam UU PPN BM Pasal 4 ayat 1 huruf c, sehingga bukan merupakan obyek
TP

pajak dan tidak terhutang PPN;

g. Disamping itu asset/fasilitas yang digunakan untuk pemanfaatan bersama adalah


Aset Negara sesuai dengan PP 35/2004 pasal 78 yang berbunyi:
IA

Seluruh Barang dan Peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan
Usaha Hulu yang dibeli oleh Kontraktor menjadi Milik Negara yang pembinaannya
dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana.
AR

dimana pipa tersebut dioperasikan oleh PT PEP sehingga pada prinsipnya cost
sharing yang timbul dari fasiltas bersama tersebut;

h. berdasarkan PSC Contract Wilayah Kerja Ogan Komering artikel 5.1.4


ET

expect with the respect to CNW's obligation to pay Income Tax and the final tax on
profit after tax deduction as set forth in section 5.1.3 hereinabove, assume and
discharge other income tax of CNW and JOB Including value added tax, transfer
KR

tax,import and export tax duties on materials,equipment and supplies brought into
Indonesia by either party or through JO, Its contractors and
subcontractors;exaction in respect of property capital, net worth, operations,
reminttance or transaction including any tax or levy on or in connection with
SE

operations performed hereunder by JOB.

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:


K
kecuali kewajiban CNW untuk membayar Pajak Penghasilan dan pajak final atas
laba setelah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Bagian 5.1.3 di atas,

JA
wajib menanggung dan melunasi pajak- pajak lainnya dari CNW dan JOB di
Indonesia termasuk pajak pertambahan nilai, pajak pengalihan, bea masuk dan
keluar atas bahan- bahan, alat-alat dan persediaan-persediaan yang di bawah
masuk ke Indonesia oleh salah satu pihak atau melalui JOB, para kontraktor dan

PA
subkontraktornya ; pungutan-pungutan yang berkaitan dengan modal barang,
kekayaan bersih , operasi, pengiriman atau transaksi termasuk pajak atau
pungutan atas atau sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
berdasarkan Kontrak ini oleh JOB.

N
bahwa berdasarkan artikel 5.1.4 kontrak PSC artikel yang memuat prinsip assume
and dicharge, Pemohon dibebaskan dari pengenaan PPN. Mekanisme yang

LA
ditempuh oleh Pemohon Banding untuk pembebasan PPN adalah sebagaimana
tertuang di dalam 64/PMK.02/2005 (selanjutnya disebut PMK 64/2005) tentang
Tata Cara Pembayaran kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena

DI
Pajak yang digunakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam
Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi, yang berbunyi:
GA
Faktur Pajak Asli atau dokumen lain yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak yang
sudah dibubuhi cap "disetor tanggal " dan ditandatangani oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap." Kontraktor harus melampirkan faktur pajak asli yang
diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak, KKKS ditunjuk sebagai Pemungut Pajak
EN

berdasarkan PMK 73/2010 dan melakukan pemungutan PPN kepada rekanan,


dimana dasar pemungutan tersebut adalah faktur pajak yang dikeluarkan oleh
rekanan, atas pemungutan PPN tersebut disetorkan ke Kas Negara.
TP

i. Semua biaya yang dikeluarkan oleh Kontraktor Migas atas pemberian barang dan
Jasa digantikan (prinsip cost recovery) oleh Negara.

bahwa PTPEP sebagai operator pipa yang merupakan aset Negara


IA

mengoperasikan pipa sepanjang kurang lebih 322.3 KM. Apabila setiap KKKS
diperbolehkan untuk memasang jalur pipanya sendiri, beban negara untuk
mengantikan biaya tersebut akan sangat besar sehingga menimbulkan inefisiensi
AR

di keuangan Negara;

a. Sebagaimana telah diuraikan pada huruf b di atas, Kekeliruan tersebut terjadi


karena Terbanding hanya memeriksa ledger dan sama sekali tidak pernah
ET

memeriksa dokumen yang berkaitan dengan transaksi yang bersangkutan dan


kemudian langsung mengambil kesimpulan. Cara pemeriksaan pajak tersebut
nyata tidak memperhatikan Pasal 29 UU KUP. Didalam penjelasannya berbunyi:
"Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban
KR

perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat


Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban
perpajakan Iainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha
sebenarnya dari Wajib Pajak". Kemudian di jelaskan lagi bahwa " Pendapat dan
SE

simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan
serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan";
a. Oleh karena itu Terbanding telah lalai karena:

K
1. Tidak melakukan pemeriksaan berdasarkan dokumen dan hanya berdasarkan

JA
asumsi dan perkiraan berdasarkan teks yang ada di dalam invoice register
dan legder;

2. Tidak professional dalam menentukan objek pajak dalam masa pajak yang

PA
berbeda yang menimbukan ketidakpastian hukum;

3. tidak melakukan penelitian (dalam proses keberatan) dan hanya berdasar


tafsiran atau anggapan yang keliru "bahwa Pembayaran deposit untuk alokasi
biaya pemanfaatan aset terhutang PPN", padahal menurut Pasal 12 ayat (2)

N
jo Pasal 29 UU KUP tafsiran atau anggapan tersebut tidak boleh digunakan
sebagai dasar untuk melakukan koreksi fiscal;

LA
4. Pengenaan Pajak atas persetujuan Wajib Pajak hanya dapat dilakukan dalam
keadaan tertentu:
sebagaimana tersebut dalam ketentuan Advance Pricing Agreement Pasal 18
ayat (3a) UU PPh Tahun 2011 tentang Advance Pricing Agreement atau

DI
kesepakatan dalam closing conference sebagaimana diatur dalam Pasal 25
ayat (3a) UU KUP.Menurut pendapat Pemohon Banding koreksi Terbanding
tersebut berada diluar Pasal 18 ayat (3a) UU PPh Tahun 2011 atau
GA
kesepakatan dalam closing conference sebagaimana diatur dalam Pasal 25
UU KUP tersebut.

5. Melanggar AAUPB, bertentangan dengan kepastian hukum dan tidak


EN

profesional:

Pasal 4 huruf b dan huruf e UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
menyatakan Terbanding harus bertindak professional dan menjamin kepastian
TP

hukum
Pasal 53 UU Nomor 9 Tahun 2004, menegaskan bahwa Terbanding wajib
menjalankan tugasnya dengan memperhatikan Asas-Asas Pemerintahan
Umum Yang Baik.
IA

bahwa Keputusan Pejabat TUN yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut
dapat dimintakan batal dari Pengadilan (Pajak).
AR

3. Terbanding lalai.
ET

a. Perlu digarisbawahi bahwa pokok sengketa pajak ini adalah pengunaan Barang
Kena Pajak berupa bahan peledak dan alokasi biaya atas pemanfaatan aset
negara yang pembebanannya berdasarkan alokasi biaya. terdapat batasan
(kriteria) Sehingga berdasarkan kriteria tersebut Terbanding mempunyai kewajiban
KR

untuk meneliti dan memerinci transaksi usaha Pemohon, untuk mengetahui


transaksi usaha yang terutang pajak, dan transaksi usaha yang tidak terutang
pajak sesuai ketentuan perpaiakan yang berlaku;
SE

b. Dalam melakukan koreksi fiskal Terbanding (Pemeriksa Pajak) tidak


memperhatikan Penjelasan Pasal 29 UU KUP yang berbunyl: "Pelaksanaan
pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan

K
atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban pajak lainnya dibandingkan dengan
keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak". Selanjutnya

JA
Penjelasan tersebut menegaskan bahwa:" Pendapat dan simpulan petugas
pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta
berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

PA
c. Oleh karena itu Terbanding telah lalai karena:

i. Tidak melaksanakan kewajiban yang seharusnya dilakukan yaitu memeriksa


dokumen invoice dan hanya berdasarkan invoice register dan ledger
pemohon;

N
ii. mengenakan pajak atas non obyek (yang bukan obyek PPh ataupun obyek

LA
PPN) karena pengunaan Barang kena Pajak dan Pembayaran Deposit atas
alokasi biaya pemanfaatan fasiltas bersama menjadi terhutang PPN;

iii. Pengenaan Pajak atas persetujuan Wajib Pajak hanya dapat dilakukan dalam

DI
keadaan tertentu:
• sebagaimana tersebut dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3a) UU PPh Tahun
2008 tentang Advance Pricing Agreement atau
GA
• kesepakatan dalam closing conference sebagaimana diatur dalam Pasal
25 ayat (3a) UU KUP.
Menurut pendapat Pemohon Banding koreksi Terbanding tersebut berada
diluar Pasal 18 ayat (3a) UU PPh Tahun 2008 atau kesepakatan dalam
EN

closing conference sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU KUP tersebut;

iv. Melanggar AAUPB, bertentangan dengan kepastian hukum dan tidak


profesional:
TP

• Pasal 4 huruf b dan huruf e UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan


Publik menyatakan Terbanding harus bertindak professional dan
menjamin kepastian hukum;
• Pasal 53 UU Nomor 9 Tahun 2004, menegaskan bahwa Terbanding wajib
IA

menjalankan tugasnya dengan memperhatikan Asas-Asas Pemerintahan


Umum Yang Baik;
AR

bahwa Keputusan Pejabat TUN yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut
dapat dimintakan batal dari Pengadilan (Pajak);

4. Pengadilan Pajak Berwenang Memeriksa, Mengadili dan Memutus Sengketa Pajak.


ET

a. Pengadilan Pajak memiliki legal standing (berwenang) memeriksa, mengadili dan


memutus Sengketa Banding tersebut.
KR

i. Obyek sengketa pajak ini bermula dari koreksi atas SPT, diterbitkan dalam
bentuk SKPKB, dan diajukan keberatan. Keputusan yang diajukan banding
adalah keputusan atas keberatan. Berdasarkan Pasal 25 dan 27 UU KUP, dan
Pasal 2 UU Pengadilan Pajak maka kewenangan untuk memeriksa mengadili
SE

dan memutus sengketa pajak ini adalah kewenangan absolut Pengadilan


Pajak dan tidak pada Pengadilan yang lain;
ii. Pengadilan Pajak adalah pelaksana kekuasan kehakiman (Pasal 2 UU

K
Pengadilan Pajak). Sesuai dengan fungsinya tersebut Pengadilan Pajak
berwenang menyelesaikan persengketaan mengenai ketidakadilan yang

JA
terjadi antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak;

iii. Pangadilan Pajak adalah Pengadilan Khusus TUN (vide Pasal 9A UU NO 51


TAHUN 2009), salah satu fungsinya adalah menertibkan tindakan Pejabat

PA
TUN/termasuk Terbanding (vide menimbang huruf b UU Nomor 5 Tahun 1986
yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai AAUPB;

iv. Pengadilan Pajak adalah Pengadilan tingkat pertama dan tingkat terahir
(Pasal 33 UU Pengadian Pajak), dan kerenanya sesuai dengan Pasal 50 UU

N
Pengadilan Pajak, kepada Pemohon Banding diberi kebebasan untuk
mengengemukakan alasan permohonannya;

LA
v. Terhadap argumentasi Terbanding bahwa masalah dapat diberikan diberikan
tanggapan bahwa sengketa ini adalah murni Sengketa Pajak, karena:
• Terbanding telah keliru memahami fakta hukum transaksi berkaitan

DI
pembayaran deposit alokasi biaya atas pemanfaatan bersama aset
negara dalam rangka industri Hulu Mlgas dan cost recovery;
• Terbanding telah keliru memahami bahwa pengunaan pembayaran
GA
alokasi biaya bukanlah objek PPN;
• terkait pemanfaatan bersama asset negara yang dioperasikan oleh PEP
bahwa asset berupa pipa adalah asset negara, semua biaya yang
dikeluarkan oleh PEP akan dialokasikan ke para shipper dan tidak bisa
EN

dianggap sebagai sewa karena pemiliknya adalah sama yaitu negara;

vi. Menurut Pasal 2 UU Pengadilan Pajak: "Pengadilan Pajak adalah Badan


Peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau
TP

penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa


pajak".Selanjutnya Pasal 1 angka 5 Undang-undang Pengadilan Pajak
memberikan kriteria mengenai apa yang dimaksud dengan sengketa pajak
yaitu : "Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
IA

perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan
banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan
AR

perundang-undangan perpajakan termasuk gugatan atas pelaksanaan


penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa".Dalam kaitan ini pejabat yang berwenang ( dalam menerbitkan
SKPKB) adalah Terbanding;
ET

vii. Tanggapan Pemohon Banding atas anggapan Terbanding bahwa Pengadilan


Pajak tidak memiliki wewenang (absolute) dalam memeriksa dan memutus
sengketa pajak ini dapat ditanggapi sebagai berikut:
KR

• Pasal 31 ayat (2) berbunyi : "Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya
memeriksa dan memutus sengketa atas Keputusan Keberatan kecuali
ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku".
SE

• Banding ini diajukan atas Keputusan Keberatan. Dalam keberatan


sebagaimana terlihat dalam matrik sengketa, yang tidak disetujui
Pemohon Banding, sejak dari temuan pemeriksaan sampai dengan

K
banding adalah tetap sama yaitu koreksi yang dilakukan Terbanding;
• Terbanding selaku pejabat Pemungut Pajak (law enforcement) harus

JA
tunduk dan wajib mentaati UU perpajakan yang berlaku, khususnya PPh
dan UU PPN. Jika Terbanding melakukan pemungutan pajak diluar
ketentuan UU yang berlaku maka Terbanding berada dalam posisi tidak

PA
memiliki wewenang yang sah untuk menetapkan pajak;
• Pengadilan Pajak adalah Pengadilan Khusus dari Badan Peradilan Tata
Usaha Negara (vide Pasal 9A UU Nomor 51 Tahun 2009), yang
berdasarkan Pasal 2 UU Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak berwenang
memeriksa, mengadili dan memutus Sengketa Pajak sebagaimana

N
diuraikan di atas;

LA
• Menurut Pasal 33 UU Pengadilan Pajak, disebutkan bahwa Pengadilan
Pajak adalah Pengadilan Pada tingkat pertama dan terahir dalam
memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Sebagai pengadilan yang
bersifat demikian itu (Pengadilan pada tingkat pertama dan terahir) maka

DI
bagi Wajib Pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak selalu
terbuka kemungkinan untuk mengemukakan alasan bandingnya. Didalam
Pasal 50 UU Pengadilan Pajak dijelaskan bahwa :
GA
Ayat (2) : "Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Majelis
melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan
banding atau gugatan".
Ayat (3): " Apabila banding atau Gugatan tidak lengkap dan atau tidak
EN

jelas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang bukan merupakan


persyaratan sebagaimana dikmaksud Pasal 35 ayat (1) , Pasal 36 ayat (1)
dan ayat (4) dan Pasal 40 ayat (1) dan/ atau ayat (6), kelengkapan atau
kejelasan dimaksud dapat diberikan dalam persidangan".
TP

Kelengkapan tersebut oleh Pemohon Banding telah dikemukakan bahwa


koreksi yang dilakukan Terbanding adalah tanpa landasan UU, dan
sebagai Pemungut Pajak Terbanding Terbanding telah melampaui
IA

kewenangannya. Menurut Pemohon Banding pemenuhan kelengkapan


dan kejelasan tersebut adalah dalam rangka Pengadilan Pajak
memeriksa dan memutus kebenaran material.
AR

bahwa berdasarkan Uraian diatas Pemohon Banding berpendapat bahwa Pengadilan


Pajak tetap memilki wewenang absolute untuk memeriksa dan memutus sengketa
pajak ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permasalahan ini adalah murni
ET

Sengketa pajak dan Terbanding telah salah dalam menerbitkan SKPKB, balk secara
prosedural maupun secara material dan sesuai dengan ketentuan perpajakan,
peraturan perundangan dibidang TUN dan Pelayanan Publik , merupakan perbuatan
yang tidak sah sehingga batal demi hukum;
KR

8. Koreksi Fiskal Terbanding.

bahwa Koreksi Material sesuai dengan document pendukung sebagai berikut:


SE

a. pembayaran deposit Alokasi biaya (sharing cost) atas pemanfaatan aset negara
berupa pipa Rp. 6.185.892.329;
b. Adapun yang dilakukan oleh Pemohon Banding membayar deposit dan kemudian
menerima pembebanan alokasi biaya atas pemanfaat bersama aset negara

K
tersebut;

JA
6. Kesalahan koreksi fiskal Terbanding.

a. Terbanding tidak memahami proses yang terjadi di Industri Hulu Migas dimana
terdapat perlakuan khusus bahwa di dalam PP 35/2004 KKKS (PEP) jika dalam

PA
hal terdapat kapasitas berlebih pada fasiltas pengelolahan lapangan,
pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dengan persetujuan Badan
Pelaksana, kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut untuk
digunakan pihak lain berdasarkan prinsip pembebanan biaya operasi (cost
sharing) secara proporsional dan alokasi biaya bukanlah objek PPN. Pada

N
sengketa ini tidak ada sewa yang ada adalah alokasi biaya dan sengketa ini pun
adalah pembayaran deposit atas alokasi biaya tersebut;

LA
bahwa Pemohon Banding menyapaikan penjelasan lisan yang pada pokoknya menyatakan hal-
hal sebagai berikut;

DI
- bahwa menurut Pemohon Banding dasar koreksi merupakan cost sharing, di mana pipa
tersebut adalah pipa negara dari PP Nomor 35 tahun 2004, sebagai pemilik negara,
operator PT PEP milik negara dan Pemohon Banding bergerak di bidang hulu.
GA
- bahwa dijelaskan di PP 35 Pasal 44 kegiatan ini adalah kegiatan hulu, dan di Pasal 45
dijelaskan boleh di share, dan di ayat 2 diatur kalau mau ambil keuntungan harus
membentuk badan usaha baru. Penghitungannya berdasarkan panjang dan volume dari
EN
pipa dan terminal;
- bahwa hal inipun belum transaksi karena baru deposit, di dalamnya masih ada 17
shipper yang bisa digunakan oleh pihak lain. Transaksi ini baru deposit tapi sudah
menjadi obyek. Terbanding menyatakan tidak sesuai PSAK, tapi PSAK mana yang tidak
TP

membolehkan ini dicatat di balance sheet;


- bahwa terdapat biaya Operation & Maintenance terkait pipa, dan biaya yang keluar dari
situ akan dibagi;
IA

- bahwa terdapat kontrak terkait penggunaan pipa dan akan dibawa;


- bahwa Pemohon Banding menyampaikan matriks sengketa yang telah diperbaiki;
AR

Menurut Majelis:

bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Positif Dasar
Pengenaan Pajak atas Pemungutan Pajak oleh Pemungut PPN sebesar Rp6.090.340.418,00,
ET

yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding adalah salah satu Kontraktor Bagi Hasil dalam bentuk Badan Operasi
Bersama antara SKKMIGAS, PT Pertamina Hulu Energi dan Talisman Energy, Kanada yang
KR

beroperasi di Blok Ogan Komering di Provinsi Sumatera Selatan. Kegiatan usaha Pemohon
Banding adalah di bidang penyelenggaraan usaha energi, yaitu minyak dan gas bumi, energi
baru dan terbarukan, serta kegiatan lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang
energi, yaitu minyak dan gas bumi, energi baru dan terbarukan tersebut serta pengembangan
SE

optimalisasi sumber daya yang dimiliki Perusahaan;


bahwa Pemohon Banding telah terbukti memanfaatkan fasilitas aset negara berupa pipa

K
penyalur minyak mentah yang dioperasikan oleh PT PEP dan telah dilakukan pembayaran
berdasarkan dokumen Perjanjian Pemanfaatan Bersama Fasilitas Penyalur Minyak Mentah

JA
Nomor 362/EP1000/2010-S0 tanggal 06 Oktober 2010, Debit Note, dan Pengakuan Pemohon
Banding selama proses persidangan sebagai berikut :

1. Berdasarkan dokumen Perjanjian Pemanfaatan Bersama Fasilitas Penyalur Minyak

PA
Mentah Nomor 362/EP1000/2010-S0 tanggal 06 Oktober 2010, diketahui bahwa :

a) Huruf I halaman 5 Perjanjian, disebutkan :


BAHWA, PARA PENGGUNA bermaksud memanfaatkan sistem FASILITAS

N
PENYALUR MINYAK MENTAH yang dikelola oleh PT PEP untuk menyalurkan
minyak mentah yang diproduksikan dari Area Operasi yang disebutkan pada

LA
KONTRAK KERJA masing-masing PIHAK ke Stasiun Meter KM 3 Kilang
Pengolahan Minyak Mentah di Plaju.
b) Pasal 2 Lingkup Perjanjian, ayat 2.1. mengatur :

DI
PARA PIHAK sepakat bahwa PARA PENGGUNA akan memanfaatkan FASILITAS
PENYALUR MINYAK MENTAH untuk menyalurkan MINYAK MENTAH yang
dihasilkan dari area operasi masing-masing yang akan disalurkan mulai dari TITIK
GA
PENYERAHAN sampai dengan TITIK PENERIMAAN, dalam jumlah berdasarkan
kapasitas yang tersedia dan kesepakatan PARA PIHAK dari waktu ke waktu yang
dibuat secara tertulis dan menjadi bagian dari PERJANJIAN ini.
c) Pasal 6 Perhitungan dan Pembebanan Biaya, ayat 6.1. mengatur :
EN

PARA PIHAK akan menanggung biaya atas pemanfaatan FASILITAS PENYALUR


MINYAK MENTAH (Cost Sharing) sesuai dengan jasa yang diperoleh (proporsional)
yang jumlahnya ditentukan berdasarkan rumus perhitungan yang telah disepakati
oleh PARA PIHAK sebagaimana diuraikan dalam "Lampiran IV: Perhitungan
TP

Pembebanan Biaya" dari PERJANJIAN ini dan sesuai dengan data, pencatatan atau
dokumen pendukung Iainnya yang dibuat oleh PEP dan/atau OPERATOR atas
FASILITAS PENYALUR MINYAK MENTAH yang dimanfaatkan oleh masing-masing.
IA

d. Pasal 7 Tatacara Pembayaran, ayat 7.1 mengatur :


Terhitung sejak berlakunya PERJANJIAN ini yang bersamaan dengan dimulainya
PEKERJAAN 0&m FASILITAS PENYALUR MINYAK MENTAH, masing-masing
AR

PENGGUNA akan menempatkan deposit pembayaran pada rekening PT PEP


sebesar perkiraan biaya penyaluran MINYAK MENTAH SELAMA 2 (Dua) bulan yaitu
proyeksi volume penyaluran selama 2 (dua) bulan dikalikan dengan Unit Price (Fixed
dan Variable) yang diproyeksikan pada bulan-bulan tersebut.
ET

2. Berdasarkan dokumen Debit Note nomor 005/1108/PBM dan 014/1108/PBM tanggal


24 Agustus 2011, diketahui bahwa terdapat pembayaran deposit atas sharing cost
Ops & Maint.
KR

3. Selama proses persidangan, Pemohon Banding mengakui adanya memanfaatkan fasilitas


aset negara berupa pipa penyalur minyak mentah yang dioperasikan oleh PT PEP, dan
Pemohon Banding keberatan atas pengenaan PPN-nya.
SE

bahwa atas pemanfaatan bersama fasilitas aset negara berupa pipa penyalur minyak mentah
yang dioperasikan oleh PT PEP Terbanding melakukan koreksi DPP atas Pemungutan Pajak

K
oleh Pemungut PPN sebesar Rp6.090.340.418,00 dengan perhitungan sebagai berikut :

JA
No. Uraian Menurut Koreksi
WP/SPT (Rp) Pemeriksa (Rp) (Rp)
DPP Pemungutan Pajak
1 oleh Pemungut PPN 20.050.623.460 26.140.963.878 6.090.340.418

PA
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah s.t.d.t.d Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-undang PPN), Pajak
Pertambahan Nilai dikenakan atas: c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah

N
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

LA
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN, jenis jasa yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

a.

DI
jasa pelayanan kesehatan medik;
b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
d.
e.
jasa keuangan;
jasa asuransi;
GA
f. jasa keagamaan;
g. jasa pendidikan;
EN
h. jasa kesenian dan hiburan;
i. jasa penyiaran yang tidak bersifat ikian;
j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
TP

k. jasa tenaga kerja;


l. jasa perhotelan;
m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum;
IA

n. jasa penyediaan tempat parkir;


o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
AR

q. jasa boga atau katering;

bahwa merujuk kepada Pasal 4A ayat (3) Undang-undang PPN tersebut diatas Terbanding
tidak mendapatkan bahwa jasa transportasi minyak termasuk dalam jenis jasa yang
ET

tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga, Terbanding berpendapat bahwa


objek yang diserahkan oleh PT PEP merupakan objek yang dikenai Pajak
Pertambahan Nilai. Berdasarkan PMK Nomor 64/PMK.03/2010 disebutkan bahwa "Atas
perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Badan Usaha atau Bentuk
KR

Usaha Tetap dikenakan PPN dan atau PPnBM berdasarkan Undangundang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah".

bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi DPP atas Pemungutan Pajak oleh Pemungut
SE

PPN sebesar Rp.6.090.340.418,00 yang dilakukan oleh Terbanding dengan pertimbangan


antara lain sebagai berikut :
K
1. bahwa Terbanding tidak mempertimbangkan PPN kurang bayar yang disetujui berdasarkan
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebesar Rp7.015.329,00 (Tujuh Juta Lima Belas

JA
Ribu Tiga Ratus Dua Puluh Sembilan Rupiah) dimana jumlah tersebut sudah Pemohon
Banding bayarkan pada tanggal 30 Maret 2016 dengan NTPN 29F3A875STT1EOL9;

2. bahwa Terbanding menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf c Undang

PA
Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (“UU PPN BM”) disebutkan bahwa Pengusaha yang melakukan kegiatan
penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN BM

N
maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
belum dikukuhkan;

LA
Penyerahan Jasa yang terhutang Pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.
b. Penyerahan dilakukan di dalam daerah Pabean.

DI
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan jasa kena pajak adalah jasa kena pajak yang
dimanfaatkan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma;
GA
3. bahwa PT PEP adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang melakukan kegiatan usaha
untuk melakukan penambangan Minyak dan Gas Bumi (barang hasil pertambangan atau
hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya) yang merupakan Barang Tidak
EN

Kena Pajak (BTKP) sehingga tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 (A) ayat (2) huruf a UU PPN BM;

4. bahwa PT PEP bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak, oleh karenanya PT PEP tidak
TP

dapat mengeluarkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat (1) UU
PPN BM;

5. bahwa penggunaan sharing facilities yang pengoperasiannya dilakukan oleh pihak ketiga
IA

dan biayanya dibebankan berdasarkan sharing cost melalui PT PEP bukanlah objek jasa
yang terhutang pajak karena tidak memenuhi syarat-syarat jasa yang tehutang pajak
karena penyerahan bukan dilakukan dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya.
AR

Kegiatan Usaha PT. PEP bukanlah penyaluran Minyak dan Gas Bumi, sehingga tidak
termasuk obyek jasa kena pajak. PT PEP hanya menjalankan Peraturan Pemerintah
Nomor 35 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (“PP 35/2004”).
Berdasarkan Pasal 44 dan Pasal 45 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004
ET

secara substansi tidak ada nilai tambah (value added) dari PT PEP dalam kegiatan ini dan
atas biaya yang ditagihkan oleh pihak ketiga, dibagi secara proporsional kepada 17 (tujuh
belas) shippers;
KR

bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi antara lain menyatakan :

Pasal 44 :
SE

(1) Kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan produksi


sendiri yang dilakukan Kontraktor yang bersangkutan merupakan Kegiatan Usaha Hulu.
(2) Dalam hal terdapat kapasitas berlebih pada fasiltas pengolahan lapangan, pengangkutan,
penyimpanan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan persetujuan

K
Badan Pelaksana, kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut untuk
digunakan pihak lain berdasarkan prinsip pembebanan biaya operasi (cost sharing) secara

JA
proporsional.

Pasal 45 ayat (1) :


Fasilitas yang dibangun kontraktor untuk melaksanakan kegiatan pengolahan lapangan

PA
pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagaimana dimaksid
dalam pasal 44 tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/laba.

Pasal 78 ayat (1) :


Seluruh Barang dan Peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan Usaha Hulu

N
yang dibeli oleh Kontraktor menjadi Milik Negara yang pembinaannya dilakukan oleh
Pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana.

LA
bahwa berdasarkan data fakta serta ketentuan sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :

DI
a. Seluruh Barang dan Peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan Usaha
Hulu yang dibeli oleh Kontraktor berupa fasiltas pengolahan lapangan, pengangkutan,
penyimpanan dan penjualan menjadi Milik Negara yang pembinaannya dilakukan oleh
GA
Pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana.
b. Fasilitas yang dibangun kontraktor untuk melaksanakan kegiatan pengolahan lapangan
pengangkutan, penyimpanan dan penjualan tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan
EN
dan/laba.
c. Dalam hal terdapat kapasitas berlebih pada fasiltas pengolahan lapangan, pengangkutan,
penyimpanan dan penjualan, dengan persetujuan Badan Pelaksana, kontraktor dapat
memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut untuk digunakan pihak lain berdasarkan
TP

prinsip pembebanan biaya operasi (cost sharing) secara proporsional.


d. Pembayaran deposit atas sharing cost terhadap pemanfaatan bersama fasilitas aset
negara berupa pipa penyalur minyak mentah yang dioperasikan oleh PT PEP berdasarkan
Debit Note nomor 005/1108/PBM dan 014/1108/PBM tanggal 24 Agustus 2011 tidak
IA

mengakibatkan adanya nilai tambah (value added).

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-undang PPN penyerahan
AR

Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha terutang Pajak
Pertambahan Nilai. Penjelasan ketentuan tersebut di atas menyatakan bahwa :

Penyerahan jasa yang terhutang Pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
ET

a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.


b. Penyerahan dilakukan di dalam daerah Pabean.
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan jasa kena pajak adalah jasa kena pajak yang
KR

dimanfaatkan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma;

bahwa kegiatan usaha PT. PEP bukanlah penyaluran minyak dan gas bumi. PT. PEP berdiri
tahun 2005 merupakan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi meliputi : Eksplorasi,
SE

Eksploitasi serta penjualan produksi minyak dan gas bumi hasil kegiatan eksploitasi. Dengan
demikian Majelis sependapat dengan Pemohon Banding bahwa pemanfaatan bersama fasilitas
aset negara berupa pipa penyalur minyak mentah yang dioperasikan oleh PT PEP tidak

K
memenuhi kualifikasi atau syarat sebagai penyerahan jasa yang terutang pajak;

JA
bahwa berdasarkan data, fakta, dan ketentuan sebagaimana tersebut di atas Majelis
berpendapat untuk tidak mempertahankan koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak atas
Pemungutan Pajak oleh Pemungut PPN sebesar Rp.6.090.340.418,00 yang dilakukan oleh
Terbanding;

PA
Menimbang :

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

N
LA
Menimbang :

bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai kredit pajak;

DI
Menimbang : GA
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi,
kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;
EN

bahwa berdasar pendapat Majelis terhadap koreksi Terbanding a quo maka besarnya DPP PPN
Masa Pajak Agustus 2011 Pemohon Banding dihitung kembali sebagaimana perhitungan
sebagai berikut;
TP

Uraian Jumlah Rp.


DPP menurut Terbanding 26.140.963.878
Koreksi Terbanding yang tidak dipertahankan 6.090.340.418
IA

DPP PPN Masa Agustus 2011 20.050.623.460


AR

Mengingat :

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;
ET

Memutuskan :
KR

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal


Pajak Nomor KEP-00885/KEB/WPJ.07/2017 tanggal 23 Mei 2017, tentang Keberatan Wajib
Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
Nomor 00060/287/11/081/16 tanggal 29 Februari 2016 Masa Pajak Agustus 2011, atas nama:
SE

Pemohon Banding dengan perhitungan sebagai berikut;

No. Uraian Jumlah (Rp)


1 Dasar Pengenaan Pajak 20.050.623.460

K
2 PPN Terhutang 2.005.062.346
3 Kredit Pajak 2.005.062.346

JA
4 Kompensasi Masa/Tahun*) Pajak Sebelumnya -
5 PPN Kurang/Lebih Bayar -
6 Sanksi Administrasi -

PA
7 Jumlah PPN yang masih harus/(lebih) dibayar -

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah Hakim Majelis XIIIA Pengadilan Pajak
setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis tanggal 26 Juli 2018,

N
dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Djoko Sutrisno, S.H., M.M. ... sebagai Hakim Ketua,

LA
Drs. Adi Wijono, S.H., M.PKN. sebagai Hakim Anggota,
Joni Surbakti, Ak. sebagai Hakim Anggota,

DI
yang dibantu oleh:

Ferdy Alfonsus Sihotang, sebagai Panitera Pengganti,


GA
Putusan Nomor: PUT-115525.16/2011/PP/M.XIIIA Tahun 2019 diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum di Jakarta oleh Hakim Ketua pada hari Kamis tanggal 31 Januari 2019
berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PEN-011/PP/Ucp/2019 tanggal 28
Januari 2019 dengan susunan Majelis sebagai berikut :
EN

Drs. Adi Wijono, S.H., M.PKn. ................................... sebagai Hakim Ketua,


Joni Surbakti, Ak. ..……………….............................. sebagai Hakim Anggota,
Dian Dahtiar, S.H., M.M. …………............................. sebagai Hakim Anggota,
TP

yang dibantu oleh:

Ferdy Alfonsus Sihotang, S.H., M.Si. sebagai Panitera Pengganti,


IA

dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh
Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.
AR
ET
KR
SE

Anda mungkin juga menyukai