FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2024 I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada umumnya musim kemarau terjadi antara bulan April-September dengan puncaknya sekitar bulan Juni sampai Agustus, akibat Monsun Dingin Australia. Musim di Indonesia selain dipengaruhi oleh Monsun dan pengaruh lokal, juga dipengaruhi oleh adanya fenomena global salah satunya peristiwa El Nino. Bencana alam yang menimbulkan dampak negatif pada berbagai aspek kehidupan manusia semakin sering terjadi di wilayah nusantara. Pada sektor pertanian fenomena alam memperlihatkan peran yang semakin penting melalui munculnya anomali iklim El Nino. Iklim di Indonesia, dipengaruhi oleh ‘El Niño- Southern Oscillation’ yang setiap beberapa tahun memicu terjadinya cuaca ekstrem. El Niño berkaitan dengan berbagai perubahan arus laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan air laut menjadi luar biasa hangat. Anomali iklim tersebut semakin sering terjadi dengan kondisi musim yang semakin ekstrim dan durasi yang semakin panjang sehingga menimbulkan dampak yang signifikan terhadap produksi pertanian di banyak negara. Anomali iklim tersebut biasanya menimbulkan pergeseran pola curah hujan, perubahan besaran curah hujan dan perubahan temperatur udara. Akibat lebih lanjut adalah terjadinya musim kemarau yang semakin panjang, kekeringan yang merangsang terjadinya kebakaran hutan di daerah yang sensitif, banjir dan meningkatnya gangguan hama dan penyakit tanaman. Kejadian El Nino biasanya diikuti dengan penurunan curah hujan dan peningkatan suhu udara. anomali iklim tersebut tidak menguntungkan bagi produksi pertanian, karena penurunan drastis curah hujan akibat El Nino dapat menimbulkan kegagalan panen akibat kekeringan. Umur tanaman pangan umumnya relatif pendek, maka anomali iklim dapat menimbulkan dampak lebih besar terhadap produksi tanaman pangan daripada produksi tanaman tahunan seperti tanaman perkebunan. Perubahan iklim dapat mengakibatkan degradasi kesuburan lahan yang berdampak terhadap memicu penurunan produksi padi 4% per tahun, kedelai sebesar 10%serta produksi jagung akan mengaklami penurunan luar biasa sampai dengan 5%. Perubahan cuaca dan pemanasan global dapat menurunkan produksi pertanian antara 5-20%. Negara-negara dengan kondisi geografis yang lebih khusus seperti India dan Afrika akan mengalami penurunan produksi pertanian yang lebih tinggi. Sektor pertanian adalah yang paling terancam, menderita dan rentan (vulnerable) terhadap perubahan iklim yang terkait pada tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik, dan manajemen. Kondisi iklim yang ekstrim antara lain juga menyebabkan: (a) kegagalan pertumbuhan dan panen yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi; (b) kerusakan sumber daya lahan pertanian; (c) peningkatan frekuensi, luas, dan bobot/intensitas kekeringan; (d) peningkatan kelembaban; dan (e) peningkatan intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). 1.2 Tujuan Makalah ini bertujuan untuk mempelajari Dampak Anomali Cuaca El Nino terhadap Kesuburan Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. II PEMBAHASAN
Fenomena iklim ekstrem paling berpengaruh terhadap sektor pertanian di
Indonesia adalah ENSO. Meningkatnya 1℃ anomali SPL di wilayah Niño berpotensi menyebabkan penurunan curah hujan bulanan di wilayah Indonesia berkisar 0-50 mm. Wilayah Indonesia mengalami gejala perubahan iklim yang semakin dirasakan, terutama musim kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau, yang terjadi semakin panjang-dari tahun ke tahun, sementara pada musim penghujan, telah berlangsung dengan intensitas yang lebih tinggi, yang waktunya lebih singkat serta bergeser dari waktu yang biasanya. Perubahan iklim telah berdampak secara positf dan negatif kepada sektor pertanian, berhubungan dengan system penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman. dampak negatif dari perubahan iklim dianggap lebih besar kerugiannya bagi petani yakni: (i) Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat. Hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum Perubahan iklim mempengaruhi pergeseran musim dan cuaca ekstrim (ii) Sektor pertanian akan mengalami kehilangan produksi akibat bencana kering dan banjir yang silih berganti, kerawanan pangan akan meningkat di wilayah yang rawan bencana kering dan banjir (iii) Tanaman pangan berupa hortikultura dan hutan dapat mengalami serangan hama dan penyakit yang lebih beragam dan lebih hebat. Secara meterologi dan klimatologi, dampak iklim esktrim El Niño lebih kuat di sebagian besar Pulau Kalimantan, Sulawesi sebagian besar Jawa dan Papua. Pada El Niño kuat tahun 1982/83 dan 1997/98, penurunan curah hujan di wilayah tersebut sebesar 50-100 mm dari rata-rata curah hujan 150-250 mm per bulan, sedangkan di pulau lain penurunannya kurang dari 50 mm dari 200-250 mm per bulan. Setelah terjadinya kekeringan meteorologis dan klimatologis, jika kondisi curah hujan di bawah normal terus berlanjut, akan terjadi kekeringan hidrologis yang ditandai dengan penurunan debit sungai, berkurangnya tinggi muka air waduk, dan muka air tanah. Dampak dari curah hujan yang rendah pada bulan September-Desember pada tahun El Niño adalah mundurnya penanaman MH hingga jumlah curah hujan mencukupi untuk melakukan penanaman. Curah hujan pada periode tersebut dapat menggambarkan 84% luas tanam pada September-Desember dan 81% keragaman luas panen pada Januari-April. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat negatif atau positif. Pada lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan dan lahan kering kejadian El Niño dapat menyebabkan kekeringan, dan turunnya luas tanam, luas panen dan produktivitas tanaman pangan akibat kurangnya pasokan air. Sebaliknya pada lahan rawa lebak, El Niño dapat meningkatkan luas panen dan produksi pangan akibat turunnya genangan air Dampak negatif El Niño terhadap produktivitas padi dan palawija pada dasarnya terjadi akibat turunnya pasokan air terutama pada musim kemarau karena sebagian besar El Niño terjadi pada musim kemarau. Karena itu, besarnya pengaruh negatif El Niño terhadap produkivitas tanaman pangan akan tergantung pada resistensi tanaman terhadap kekeringan. Kejadian iklim ekstrem selain berdampak negatif, dapat pula berdampak positif, khususnya pada lahan rawa lebak yang pada musim-musim normal tidak dapat ditanami karena genangan yang relatif tinggi dan lama. Saat El Niño, lahan ini justru dapat ditanami sehingga menambah luas lahan yang ditanami. Prospek lahan rawa lebak sebagai penghasil produksi pertanian tidak saja pada musim hujan, tetapi justru pada musim kemarau panjang lebih luas dan beragam. Potensi lahan rawa lebak pada musim kemarau merupakan kelebihan yang tidak ditemukan pada agroekologi lainnya. III KESIMPULAN
Anomali cuaca el nino terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman
memiliki dampak positif dan negatif. Hal tersebut bergantung dengan komoditas yang ditanam ketika terjadi anomali cuaca el nino. Dampak positif dapat dilihat pada lahan rawa lebak dapat ditanami oleh tanaman budidaya karena genangan air yang menurun. Sedangkan dampak negatif yang didapatkan yaitu pertumbuhan tanaman akan terhambat, salah satunya pada tanaman jagung yang membutuhkan banyak air pada fase vegetatif. Jika hal tersebut terjadi maka tanaman jagung tidak akan bertumbuh dengan optimal. DAFTAR PUSTAKA
Adib M. 2014. Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di
Sektor Pertanian. BioKultur. 3 (2): 420-429. Ariyanto SE. 2019. Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produktivitas Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) di Lahan Kering. ISSN: 1979-6870. Irawan B. 2006. Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina: Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 24 (1): 28-45. Muhtar GA, Purwandhi I. 2019. Perubahan Fase Pertumbuhan Padi Sawah Tadah Hujan Saat El Nino di Kabupaten Gorontalo. Jurnal Azimut. 2 (1): 95-106. Rezamela E, Dalimoenthe SL. 2016. Pengaruh El Nino terhadap Perubahan Iklim Mikro dan Kadar Air Tanah di Kebun The Gambung. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 19 (1): 15-26.