Abstrak
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Serang tahun 2018 merupakan pelaksanaan pilkada serentak
gelombang ketiga yang diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia. Permasalahan Pilkada
2018 di Kota Serang, menyisakan berbagai kendala dan kelemahan. Salah satunya terkait fenomena
praktik politik uang (money politic). Fokus penelitian ini mengkaji pengawasan praktik politik uang
dalam penyelenggaraan pilkada tahun 2018 di Kota Serang. Hasil Penelitian berupaya
menggambarkan pengawasan politik uang di Kota Serang pada pilkada tahun 2018 oleh Panwaslu
(Bawaslu) Kota Serang yang menemukan adanya praktik politik uang yang dilakukan oleh simpatisan
tim pasangan calon. Adapun metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode
kualitatif.
Kata Kunci: Politik Uang, Pilkada Kota Serang 2018
Abstract
The Regional Head Election (Pilkada) of Serang City in 2018 is the third batch of simultaneous local
elections held simultaneously throughout Indonesia. The problems of the 2018 Regional Head
Elections in Serang City, leaving various obstacles and weaknesses. One of them is related to the
phenomenon of money politics. The focus of this research examines the monitoring of money politics
practices in the 2018 regional elections in Serang City. The results of this study attempt to describe
the supervision of money politics in Serang City in the 2018 regional elections by the Serang City
Supervisory Committee (Bawaslu) which found that there were money politics practices carried out
by sympathizers of the candidate pair team. The research method in this study uses a qualitative
method approach
Keywords: Money Politics, Serang City Election 2018
PENDAHULUAN
Permasalahan Pilkada 2018 di Kota Serang, masih menyisakan berbagai kendala dan
kelemahan. Salah satunya terkait fenomena praktik politik uang (money politic) yang masih
terbukti ditemukan. Berdasarakan data Bawaslu Kota Serang (2018) ditemukan berbagai
pelanggaran yang yang terjadi. Ada sekitar 111 kasus pelanggaran yang ditangani Bawaslu
Kota Serang yang pada saat itu nama lembanya masih bernama Panwas (Panitia Pengawas)
Kota Serang) dan bersifat adhock atau tidak tetap. Bawaslu menangani laporan pelanggaran
sebanyak 105 laporan dan 6 temuan pelanggaran yang ditemukan oleh Bawaslu.
Berdasarakan Tahapan pilkada, pelanggaran terjadi didominasi pada saat tahapan
kamapanyae, berikut pelanggaran berdasarakan tahapan pilkada 2018 Kota Serang :
Penelitian di atas menyimpulkan bahwa korelasi kampanye anti politik uang terhadap
partisipasi politik cukup kuat sebesr 0,713 poin, namun korelasi terhadap praktek politik uang
rendah sebesar 0,29 poin. Dimana politik uang memiliki korelasi yang tinggi terhadap
partisipasi politik. Begitu juga korelasi parpol terhadap politik uang cukup rendah sebesar
0,26 poin. Lalu korelasi yang terjadi pada parpol terhadap partisispasi politik sangat rendah
hanya sebesar 0,83 point. Artinya parpol memiliki efektitifitas yang tinggi untuk mendorong
partisipasi politik namun korelasi dengan kampanye politik anti politik uang terhadap
paraktik politik uang cukup rendah sebesar 0,3 poin. Artinya politik uang memilik pengaruh
yang kuat terhadap parpol, partisipasi politik dan kampanye anti politik uang.
Pengawasan Penyelenggaraan Pilkada Tahun 2018 Di Kota Serang oleh Panwaslu
Kota Serang merujuk pada UU No 10 Tahun 2016 dan Perbawaslu serta PKPU yang
berkaitan dengan Pilkada pada tahun 2018. Berdasarkan tugas dan wewenang
Bawaslu/Panwas Kabupaten/Kota dalam pengawasan pemilihan pilkada 2108 sebagaimana
tercantum dalam UU No. 10 tahun 2016 Pasal 30 adalah mengawasi tahapan
penyelenggaraan Pemilihan.
Diketahui berdasarkan kewilayahan, Kota Serang yang merupakan Ibu Kota Provinsi
Banten yang terdiri dari 6 Kecamatan, 67 Kelurahan, 966 TPS, dengan jumlah pemilih yang
terdaftar dalam DPT sejumlah 422.072 pemilih. Sehingga dari sisi kewilayahan, kompleksitas
pemilih dan peserta pemilihan lebiha beragam karena kondisi sosial masyarakat yang sudah
dinamis dan heterogen. Diketahui bahwa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tahun
2018 di Kota Serang diikuti oleh tiga pasangan calon yang lolos dan disahkan oleh KPU Kota
Serang, yaitu nomor urut 1. Vera Nurlaela dan Nurhasan (diusung partai poltitik), nomor urut
2. Samsul Hidayat dan Rohman (calon perseorangan atau independen), serta nomor urut 3.
Syafrudin dan Subadri Usuludin (diusung partai politik). Kemudian kontestasi yang terpilih
adalah nomor Urut 3 dengan suara terbanyak.
Penilaian terkait politik uang juga dinyatakan Ketua KPU Kota Serang, Heri Wahidin,
dikutif dari media Kabar Banten.com (2018), yang mengatakan bahwa:
“...... sanksi tegas yang berikan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak menjamin oknum
yang berkepentingan menjadi jera. Kebiasaan buruk tersebut, akan selalu ada apabila
kesadaran taat hukum masyarakat masih rendah. Politik uang menjadi kebiasaan buruk yang
terjadi dalam pemilihan, hal tersebut bisa bisa terjadi dalam Pilkada Kota Serang. Kendati
demikian, menrutnya pengawasan ketat berikut sanksi tegas yang diberikan, setidaknya akan
mampu menekan praktik politik uang. “Saya pikir tim pasangan bakal calon akan berpikir
ualng melakukan politik uang. Karena, sanksinya tidak main-main,” tuturnya. KPU Kota
Serang juga tidak bersikap diam. Berbagai program sosialisasi untuk mengubah pola pikir
masyarakat menjadi cerdas dan independen dalam memilih, akan terus dilakasanakan.
“Itukan usaha kami (KPU Kota Serang), kami kembalikan lagi kepada pemilih,” tuturnya.
Penelitian ini memfokuskan pada pengawasan praktik politik uang dalam
penyelenggaraan Pilkada Tahun 2018 Di Kota Serang. Adapun sub fokus dalam penelitian ini
pertama adalah mengkaji tugas pengawasan Panwaslu/Bawaslu Kota Serang dalam pilkada
2018 sesuai tahapan Pilkada yang diatur berdasarakan UU No 10 Tahun 2016. Kemudian sub
fokus kedua adalah mengkaji faktor yang menghambat pengawasan praktik politik uang
dalam penyelenggaraan Pilkada Tahun 2018 Di Kota Serang.
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, rumusan masalah dalam kajian penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengawasan praktik politik uang dalam penyelenggaraan pilkada tahun 2018
di Kota Serang yang dilakukan Panwaslu/Bawaslu Kota Serang?
2. Apa Faktor penghambat pengawasan praktik politik uang dalam penyelenggaraan
pilkada tahun 2018 di Kota Serang yang dilakukan Panwaslu/Bawaslu Kota Serang?
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang di ambil dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif,
yaitu dengan pengumpulan data secara kualitatif yang dilakukan melalui wawancara
mendalam (indept interview), observasi, dan diskusi. Metode kualitiatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moeong, 2006).
Subjek dalam penelitian yaitu pihak-pihak yang tekait dalam Prose Penyelnggaraan
Pilkada 2018 di Kota Serang, yaitu: Bawaslu Kota Serang (Panwaslu Kota Serang), Peserta
Pilkada (Calon Kepala Daerah) atau Tim Sukes maing-masing kontestan. Adapun teknik
pengumpulan data kualitiatif pada penelitian ini dilakukan dengan cara : Observasi,
Wawancara, dan Studi Kepustaakaan/Literatur.
Parameter yang dilihat dalam penelitian ini berdasarkan tugas dan wewenang
Bawaslu/Panwas Kabupaten/Kota dalam pengawasan pemilihan pilkada 2108 sebagaimana
tercantum dalam UU No. 10 tahun 2016 Pasal 30 adalah mengawasi tahapan
penyelenggaraan Pemilihan.
PEMBAHASAN
Politik uang merupakan permasalahan yang menganggu dan meruntuhkan tatanan
demokrasi saat ini, hampir di setiap penyelenggaraan pemilihan umum di semua tingkatan
marfak terjadi politik uang. Fenomena politik uang dalam pemilu atau pilkada merupakan
bukan hal baru, fenomena tersebut sudah ada sejak lama dalam pemilihan di tingkat desa
(pilkades). Politik uang tumbuh subur didukung oleh kecenderunganan masyarakat yang
makin permisif.
Politik uang bukan hal yang mustahil untuk dihilangkan, paling tidak diminimalisir
ruang potensinya agar tidak terjadi dalam setiap perhelatan pemilu atau pilkada. Sejauh ini
terdapat beberapa kelemahan dalam penegakan hukum terhadap politik uang. Kondisi
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kelemahan yang terdapat dalam undang-
undang, peran penegak hukum, keterbatasan sarana prasarana, peranan masyarakat, dan
faktor budaya. Kelima faktor tersebut dalam penegakan hukum saling mempengaruhi satu
sama lain. Ikhtiar untuk melakukan identifikasi pencegahan dan penghawasan dalam potensi
politik uang merupakan sesuatu yang perlu dilakukan, terlebih oleh penyelenggara pemilu
dalam hal ini Bawaslu. Untuk melihat bagaimana politik uaang terjadi pada pilkada 2018 di
Kota Serang, maka penelitian ini mencoba menuraikan dari perspektif pengawasan pilkada
oleh Panwaslu Kota Serang pada saat itu. Hasil kajian yang diuraikan dalam penelitian ini
adalah menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Dari temuan penelitian kemudian dapat
dianalisis rekomendasi yang menjadi alternatif masukan dalam memberikan kebijakan atau
solusi dalam penyelenggaraan pemilu atau pilkada di masa yang akan datang.
Pengawasan praktik politik uang dalam penyelenggaraan pilkada tahun 2018 di Kota
Serang.
Pengawasan Politik Uang Pada Tahapan Rekrutmen Badan Adhoc KPU Kota Serang
“Pilkada 2018 pada tahapan pembentukan PPK, PPS dan KPPS kami mengawasi terhadap
keanggotan yang berpotensi berafiliasi pada salah satu pasangan calon atau partai politik.
Namun pada tahapan ini kita tidak menemukan potensi pelanggaran ini. Memang pada
pilkada-pilkada sebelumnya ada semacam ada pesanan dari pihak tertetntu dari politik
dinasti. Namun Pada pada saat 2018 kemarin kita tidak menemukan atau tidak mendapatkan
adanya pesanan terkait dengan rekrutmen PPK PPS dan KPPS”.
Potensi politik uang dalam tahapan rekrutmen badan adhoc yang terdiri dari
keanggotaan PPK, PPS dan KPP tidak ditemukan. Dugaan adanya afiliasi dengan calon
tertentu dan partai politik tertentu tidak ditemukan. Upaya yang dilakukan Panwaslu Kota
Serang untuk mencegah terjadinya politik uang pada tahapan tersebut dengan melakukan
pencegahan dengan medeteksi adanya pengaruh politik dinasti untuk mempengaruhi dan
pengkondisian calon tertentu. Pencegahan dilakukan dengan memberikan himbauan kepada
pengurus partai politik.
Pengawasan Politik Uang Pada Tahapan Pemutakhiran Data Pemilih
Pengawasan oleh Panwaslu Kota Serang dalam tahapan proses pemutakhiran DPT
pada pilkada 2018 dilakukan oleh KPU Kota Serang dilakukan sejak tahapan coklit
(pencocokan dan penelitian) daftar pemilih sementarah (DPS) hingga diputuskan menjadi
daftar pemilih tetap (DPT). Setelah melakukan pengawasan, pnilaian dan perbaikan DPS di
lapangan yang dilakukan oleh Panwascam Dan PPL, pengawas melakukan pengawasan
terkait rekapitulasi dari daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan dan Penetapan Daftar
Pemilih Tetap (DPT) oleh KPU Kota Serang.
Dapat diketahui bahwa pada tahapan pemutakhiran data pemilih dan verifikasi daftar
pemilih tetap (DPT) tidak ditemukan potensi pelanggaran politik uang. Namun, pelanggaran
administrasi ditemukan oleh Panwaslu Kota Serang, dimana dalam proses itu, Panwaslu
menemukan adanya petugas PPDP yang melakukan permainan-permainan data yang
mendapatkan pesanan untuk dilakukan pemalsuan data daftar pemilih di salah satu Kelurahan
di Kecamatan Serang. Pemalsuan data tersebut adanya sekitar 70 warga yang tidak terdata di
dalam DPT. Selanjutnya Panwaslu memberikan rekomendasi kepada KPU untuk kemudian
memasukkan 70 orang tersebut ke dalam DPT. Sekedar diketahui DPT pada Pilkada 2018 di
Kota Serang mencapai 422.002 pemilih.
Pengawasan Politik Uang Pada Tahapan Pencalonan
Pengawasan Panwaslu Kota Serang pada tahapan verifikasi pencalonan perseorangan
menemukan potensi adanya dugaan pelanggaran politik uang. Hal tersebut didasarkan dengan
adanya informasi yang disampaikan warga masyarakat bahwa ada pembayaran atau
pembelian dukungan KTP pada setiap calon perseorangan dengan memberikan nominal
tertentu untuk bisa mendapatakan dukungan. Namun, informasi tersebut tidak ditemukan
cuakup bukti oleh Panwaslu Kota Serang, sehingga tidak diteruskan pada penindakan
pelanggaran. Dari penelusuran informasi oleh Panwaslu Kota Serang akhirnya tidak
menemukan dugaan politik uang dalam tahapn tersebut. Fenomena itu disampaikan Informan
Anggota Panwaslu Kota Serang Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran (HPP) Periode
2017-2018.
“Pada tahapan pencalonan ini, saat itu ada sebenarnya potensi dugaan politik uang pada
saat pendaftaran calon termasuk dari jalur perseorangan. Pada saat itu mereka meminta
dukungan KTP dari warga masyarakat, namun ada informasi yang masuk ke Panwaslu Kota
Serang bahwa ada jual beli dukungan KTP pada calon tertentu dengan pembayaran jatah 1
KTP dukungan calon itu 50 ribu rupiah. Namun, informasi itu kita telusuri tidak ditemukan
bukti yang memenuhi. Selain itu, kita juga mendapat informasi dari warga masyrakat bahwa
pada saat verifikasi faktual calon perseorangan ada petugas Verfak dari petugas KPU Kota
Serang yang tidak melakukan sesuai preosedur atauran yang berlaku, termasuk ada
pemalsuan tandatangan dukungan. Alasan dilakukan pemalsuan tandatangan karena petugas
verfak tidak bertemu dengan pemilik dukungan dengan menemui rumahnya dua kali, tapi
tetap tidak ketamu dan akhirnya data tandatangannya dipalsukan. Untuk dugaan politik uang
memang kita tidak menemukan, jadi mereka petugas tidak ada yang memberikan tekanan dari
paslon, tetapi inisitif sendiri gara-gara tidak ketemu-ketmeu dengan warga pemilik
dukungan”.
Pandangan berbeda disampaikan anggota Panwaslu Kota Serang Divisi Pengawasan
dan Hubungan Antar Lebaga (PHL). Menurutnya ada potensi politik uang yang dilakukan
bakal pasangan calon, berupa mahar politik. Namun paraktik tersebut tidak terjadi pada
waktu tahapan pencalonan, namun berkaitan dengan tahapan pencalonan tersebut. Mahar
politik terutama dilakukan oleh bakal pasangan calon yang disusung oleh partai politik. Pada
posisi tersebut Panwaslu Kota Serang kesulitan untuk menemukan dan menindak
pelanggaran, karena Panwaslu bertindak berdasarakan tahapan dan mahar politik dilakukan di
luar tahapan pilkada. Kewenangan Panwaslu tidak sampai ke sana, sehingga sulit untuk
menindaknya.
“Kalo mahar politik itu dilakukan bukan pada tahapan pencalonan, tahapan politik itu
diluar dari tahapan pencalonan, mungkin saja ada bukan lagi rahasia umum, akan tetapi
pada tahapan pencalonan sudah tidak ada lagi, karna pada tahapan pencalonan sudah
pencalonan ke KPU, mahar politik itu pada tahapan pencalonan sudah selesai, karna
tahapan pencalonan itu di luar tahapan pencalonan. Mungkin saja pada tahapan penetapan
calon itu ada politik uang, akan tetapi sepanjang pengawasan kami tidak ada atau ditemuka.
Potensinya bisa saja ada calon perseorangan atau partai politi dia ada masalah dia
melakukan kecurangan, kalo potensi pasti ada dalam hal apapun yang namanya potensi itu
ada, apalagi di Kota Serang ada salah satu calon perseorangan tidak lolos nah itu
potensinya sangat besar”.
Potensi politik uang diakui oleh tim sukses calon dengan bentuk pemberian
sumbangan kepada partai politik pengusungnya. Dengan dalih untuk memberikan dukungan
kepada partai politik dalam membiayai oprasional partai politik hingga ket= tingkat ranting.
Namun, diakui praktik tersebut dinilainya bukan politik uang. Selain itu, pemberian
sumbangan juga diberikan kepada waraga masayarakat pada saat acara hari-hari besar
keagamaan. Diakuinya pengajuan sumbangan bukan inisiatif tim suskes atau calon tetapi
pengajuan sumbangan diajukan oleh masyarakat melalui proposal kegiatan, dan hal itu
dilaporakan dalam dana kampanye kepada KPU Kota Serang.
“Tidak ada, untuk ke partai bukan bahasa mahar, tapi bahasanya sumbangan. Untuk tadi,
untuk memberikan kepada pengurus, kan dipartai itu ada tingkatan, PAC (pengurus anak
cabang) hingga tingkatan Ranting, anak ranting, salah satunya untuk membantu. Pada waktu
itu bahasanya bukan mahar politik tapi untuk membantu dan itu tidak diminta secara khusus
akan tetapi inisiatif kita untuk membantu”.
Berdasarakan uraian data di atas, dapat diketahui bahwa potensi politik uang dalam
tahapan pencalonan terjadi pada semua bakal calon baik calon persorangan maupun calon
yang diusung oleh partai politik. Bentuk potensi politik uang pada calon perseorangan yaitu
dalam bentuk dugaan jual beli dukungan KTP warga sebagai pemilih, namun potensi
pelanggaran tersebut tidak bisa ditindaklanjuti oleh Panwaslu Kota Serang, dikarenakan
kesulitan mendapatakan alat bukti untuk ditindaklanjuti pada proses penindakan. Kemudian
pada bakal calon yang diusung oleh partai politik terjadinya potensi politik uang berupa
mahar politik yang diberikan oleh bakal pasangan kepada partai politik dengan nominal
bervariasi sesuai jumlah kursi dan pengaruh partai politik. Praktik tersebut tidak dapat
ditindak oleh Panwaslu Kota Serang, dikarenakan terbentur dengan keweangan yang dimiliki,
karena praktik tersebut kerap dilakukan diluar tahapan pencalonan, sehingga tidak bisa
ditidak pada proses penindakan oleh Panwaslu Kota Serang.
kadang dibuat hal biasa pada tahapan kampanye, potensi-potensi itu ada, pada tahapan
kampanye, atau dia bagi-bagi uang menjelang hari H, artinya itu masih pada tahapan
kampanye, walaupun itu diakhir atau injuritime, jadi potensinya ada....”.
Adanya aturan dalam Peraturan KPU No 4 Tahun 2017 tentang kampanye, bahwa ada
ruang celah praktik politik uang bisa dilakukan oleh pasalon atau tim sukses dalam
mendesain modus politik uang. Diantanya berkenaan dibolehkannya dalam masa Kampanye
Partai Politik dan gabungan Partai Politik Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye dapat
memberikan makan, minum, dan transportasi kepada peserta Kampanye. meski biaya makan,
minum, dan transportasi tersebut dilarang diberikan dalam bentuk uang. Ukuran besaran
biaya makan, minum, dan transportasi didasarkan pada standar biaya daerah. Selain itu, celah
lain atauran mengenai kegiatan kamapanye pada saat kegiatan sosial (bazar, donor darah, dan
hari ulang tahun). Dalam kegiatan kampanye tersebut dengan dilaksanakan dalam bentuk
perlombaan, bahwa Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim
Kampanye dapat memberikan hadiah, dengan ketentuan harus dalam bentuk barang dengan
nilai barang paling tinggi satu juta rupiah. Kondisi tersebut menimbulkan ruang praktik
politik uang, sebagaimana yang dialami oleh Panwaslu Kota Serang.
Kondisi demikian terjadi karena adanya aturan yang memperbolehkan memberikan
transpot dan makan minum yang disesuikan dengan standar biaya daerah kepada peserta
kegiatan kamapanye. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh calaon atau timnya sebagai modus
politik uang. Meski diberikan tidak boleh dalam bentuk uang, tetapi faktanya itu diberikan
dalam bentuk uang seperti taransport peserta. Adapun standar biaya daerah di Kota Serang
pada saat itu maksimal senilai 60 ribu rupaih (nilai transpot dan makan minum) yang
diberikan kepada peserta kampanye. Adanya ketidak berdayaan pengawas pemilu dengan
celah tersebut, sehingga yang banyak dilakukanhanya sebatas himbauan dan pencegahan agar
tidak terjadi praktik politik uang. Peluang tersebut dilakukan oleh tim paslon seperti di kutip
dalam wawancara berikut :
“......Kalo kampanye tadi kita lagi-lagi, kita bingung yah, maksudnya kalo dari politik uang
ketika orang ngajuin, misalnya nih ada sebuah kegiatan maulid, mereka ngajuin proposal
kepada kita dan kita sumbang, nah itu menurut saya sih bukan kategori money politik,
kitakan sumbangan, dan di KPU juga kan ada laporan dana kampanye juga, dan kita untuk
pengajuan dari masyarakat melakukan sumbangan, dan di KPU juga kita melaporkan
tentang dana kampanye kita habis berapa”.
Dalam catatan Panwaslu Kota Serang ada sebanyak 8 laporan dugaan pelanggaran
politik uang yang ditangani, namun tidak ada satu pun yang memenuhi unsur pelanggaran,
setelah dilakukan kajian oleh Panwaslu. Banyak dunggan pelanggaran praktik politik uang
pada saat tahapan kamapanye, namun Panwaslu Sulit melakukan penindakan karena tidak
semua dugaan memenuhi syarat materil dan formil.
Potensi politik uang dalam tahapan kampanye cukup tinggi dilakukan oleh masing-
masing pasangan calon. Berdasarakan tabel dugaan pelanggaran politik uang pada tabel di
atas, jenisny pelanggarannya berupa pemberian door Frize, pemebrian sembako, penggunaan
program pemerintah pada saat reses anggota DPRD, pembagian uang, pembagian air minum
kemasan dan pembagian kerudung. Namun dari 16 laporan dugaan politik uang yang
dilaporakan ke Panwaslu Kota Serang, hanya ada dua yang ditindaklanjuti diterukan kepada
penyidik Polres Kota Serang, selebihnya setelah proses kajian oleh Panwaslu Kota Serang
bersama Gakkumdu, dinyatakan tidak memenuhi unsur dalam dugaan pelanggaran.
Pada tahapan kampanye ini dapat menggambarkan bahwa potensi pelanggaran politik
uang pada Pilkada Kota Serang tahun 2018 cukup bervariasi, termasuk bentuk sumbangan
kepada masyarakat pada saat hari-hari besar atau kegiatan keagamaan. Ada keterbatasan
Panwaslu Kota Serang dalam melakukan penindakan terhadap praktik politik uang, baik
ketrbatasan alat bukti dan keterbatasan dalam mendapatkan informasi pelanggaran. Dari 16
dugaan pelangaran politik uang tidak ada satu pun yang didapatkan dari temuan Panwaslu
Kota Serang, semnaya didapatkan dari pengaduan laporan. Hal ini menunjukan adany
keterbatasan dalam mendapatkan informasi politik uang pada saat tahapan kampanye
berlangsung. Selain itu, ada celah aturan yang membuka ruang praktik politik uang terjadi di
masyarakat. Celah aturan tersebut tertera dalam Undang-undang pemilihan dan peraturan
teknis yang dibuat oleh KPU. Celah tersebut seperti tertera dalam PKPU No 4 Tahun 2017,
seperti kegiatan rapat umum, kegiatan kebudayaan seperti pentas seni, panen raya dan konser.
Kegiatan oleh raga berupa jalan santai dan sepeda santai. Kegiatan perlombaan dan kegiatan
sosial seperti bazar murah, donor darah dan hari ulang tahun. Adanya aturan yang
memperbolehkan memberikan transpot dan makan minum yang disesuikan dengan standar
biaya daerah kepada peserta kegiatan kamapanye. Panwaslu merasa adanya ketidak
berdayaan dengan celah tersebut, sehingga uapaya yang dilakukanhanya hanya sebatas
himbauan dan pencegahan agar tidak terjadi praktik politik uang.
tersebut hanya sederhana dengan proses memberangkatkan barang dari KPU ke PPK terus
dari PPK ke PPS dan KPPS. Meski demikian identifikasi Panwaslu Kota Serang pada tahapan
pendistribusian logistik ada potensi bisa terjadi adanya praktik politik uang yaitu pada saat
proses percetakan surat suara dilakukan. Dengan modus memberikan uang dari paslon
tertentu untuk mencetak lebih banyak pada ketas suara calon tertentu. Akan tetapi praktik
tersebut tidak ditemukan oleh Panwaslu Kota Serang. Praktik politik uang dalam tahapan
distribusi logistik sulit dilakukan karena proses pengawasannya juga dilakukan secara ketat
dihadiri oleh KPU dan Panwaslu.
Pengawasan Politik Uang Pada Tahapan Masa Tenang, Tahapan Pemungutan dan
Penghitungan Suara (Rekapitulasi)
Politik uang pada saat tahapan masa tenang dan tahapan pemungutan dan penghitunga
suara cukup tinggi potensinya. Pada tahapan tersebut merupakan tahapan dimana para
kandidat pasangan calon menumpahkan kekuatan politiknya dalam merebut simpati pemilih
agar bisa mendapatkan suara yang terbanyak. Dari hasil identifikasi Panwaslu Kota Serang
potensi politik uang bisa terjadi di daerah dengan taraf hidup masyarakat rendah, tingkat
pendidikan masyarakat rendah, daerah dengan kultur pemilih yang pragmatis dan
transaksional, TPS di wilayah basis massa Calon/Partai Pendukung/Tim Kampanye, daerah
dimana terdapat Pejabat Daerah, Tokoh Masyarakat, Pengusaha yang berafiliasi dengan calon
tertentu, daerah dimana terdapat temuan - temuan kasus money politik pada pemilu
sebelumnya.Panwaslu Kota Serang mengidentifikasi politik uang ada tersebar di beberapa
titik yang rawan pada indikator di atas, dari jumlah TPS yang di Kota Serang, terdapat 196
TPS yang tersebar di 6 Kecamatan di Kota Serang masuk dalam kategori rawan politik uang.
“Pada masa tenang ini, Panwaslu Kota Serang bersama Gakkumdu, melakukan tim Cyber
anti politik uang, yang intinya kami semua berpatroli di tiap kecamatan pada 3 hari terakhir.
Pada masa tenang ini kami menemukan adanya politik uang di daerah taktakan, dan tim
langsung menuju lokasi, sampainya dilokasi, informasi itu kita tindaklanjuti, dan
mengamankan salah satu orang yang diduga melakukan politik uang. Setelah diproses maka
itu terbukti, pada masa tenang dan rekap ini ada temuan yang dilakukan oleh Panwaslu Kota
Serang yaitu berdasarkan infomrasi dari masyarakat”.
Padangan berbeda dari Tim Pasangan calon, mengenai praktik politik uang di masa
tenang dan pada masa pemungutan dan penghitungaan suara. Menurutnya pada masa tenang
merupakan tahapan kampanye dinyatakan sudah selesai dan mau masuk kepada tahapan
pemilihan. Pada tahap itu, pihaknya mengaku lebih banyak berdoa mengumpulkan tim
sukses, mengumpulkan jaringan dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh
Panwaslu dan KPU. Kecenderungan masyarakat pada saat Pilkada Kota Serang 2018 diakui
oleh Tim Pasangan calon cukup pragmatis, dimana ada uang maka akan coblos oleh
masyarakat. Pihaknya sebagai tim pemenangan tidak menginginkan paraktik politik uang
terjadi, dan tidak melakukan hal tersebut. diakui ada tawaran dari masyarakat untuk
melakukan perilaku pragmati, tapi pihaknya tidak melayani dan tidak dipenuhi karna
mengetahui bahwa politik uang sanksinya berat, bisa sampai diskualifikasi calon.
Pelaku praktik politik uang yang terjadi di Kota Serang pada saat tahapan masa
tenang dan masa pemungutan dan penghitungan suara dilatar belakangi oleh kondisi
kekurangan secara ekonomi. Berdasarakan keterangan informasi yang dihimpun Panwaslu
Kota Serang, pelaku merupakan pekerja sebagai karyawan swasta dan sudah berumur. Pelaku
diduga Membagikan uang pecahan 20.000 rupiah untuk mempengarui dan memilih Paslon
Nomor urut tiga. Pembagian uang diberikan kepada sudara-saudaranya dan tetangga. Dari
data Panwaslu Kota Serang (2018), bahwa kasus politik uang yang melibatkan 2 terpidana
dengan yang sudah diputuskan Pengadilan Negeri. Dengan perbuatan terdakwa melanggar
pasal 187A ayat (1) undang-undang RI nomor 10 tahun 2016. Terdakwa kasus politik uang
pertama divonis 18 bulan atau 1,6 tahun penjara, dan denda Rp 200 juta subsider satu bulan
kurungan. Vonis itu dijatuhkan majelis hakim dalam persidangan yang digelar di Pengadilan
Negeri (PN) Serang.
Berdasarakan pengawasan Panwaslu Kota Serang proses pengumpulan alat bukti dan
klarifikasi kepada terlapor dan saksi pada kasus politik uang di atas penuh perjuangan.
Dengan menggunakan pendekatan yang lebih halus kepada terlapor dan para saksi agar
mudah mendapatkan keterangan dan menghindari terlapor dan saksi melarikan diri.
Adanya pembentukan Tim Cyber Anti Politik Uang yang terdiri dari Panwaslu Kota
Serang, Penyidik Kepolisian dan Kejaksaan membuat upaya pengawasan dan penindakan
praktik politik uang menjadi efektif. Ditambah dengan startegi dalam menangani kasus
politik uang dengan pendekatan kemasyarakat sehingga mempermudah melakukan klarifikasi
kepada terlapor dan para saksi dan akhirnya prosesnya berjalan kondusif dan koopratif dari
para terlapor dan para saksi.
KESIMPULAN
1. Berdasarakan hasil penelitian di atas, Panwaslu Kota Serang menemukan potensi
pelanggaran politik uang dengan berbagai jenis dan modus yang dilakukan. Panwaslu
Kota Serang mendeteksi potensi praktik politik uang terjadi pada saat tahapan
pencalonan, kampanye dan masa tenang serta tahapan pemungutan dan rekapitualsi
suara. Selanjutnya potensi politik uang pada tahapan kampanye seperti berbentuk
sumbangan. Adanya celah aturan yang memberikan ruang praktik politik uang dalam
PKPU No 4 Tahun 2017, dimana adanya aturan yang memperbolehkan memberikan
transpot dan makan minum yang disesuikan dengan standar biaya daerah kepada peserta
kegiatan kamapanye. Praktik politik uang yang terjadi pada masa tenang dan pada saat
menjelang pemungutan suara masih dipandang sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh
DAFTAR PUSTAKA
Bawaslu RI, 2017. Evaluasi Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah,
Jakarta: Bawaslu RI.
Bawaslu RI, 2018. Indek Kerawanan Pemilu Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018, Jakrta:
Bawaslu RI.
Ikhsan, Ahmad dan Ing Rangga Galura Gumelar. 2018. Potret Politik Uang di Kota Serang:
Laporan Penelitian Pengaruh Kampanye Politik Uang Tanpa Uang Terhadap
Partisipasi Politik Masyarakat Kota Serang (Studi Kasus Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota Serang 2018, Serang: LPPM Untirta dan KPU Kota Serang.
Moleong, j, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pawaslu Kota Serang, 2018. Laporan Akhir Pengawasan Pilkada 2018 Kota Serang, Serang:
Panwaslu Kota Serang.
Delmana, Lati Praja , dkk. Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia Vol.
1No. 2, Mei 2020, https://journal.kpu.go.id/index.php/TKP/article/view/61/86, diakses 20
Oktober 2020.
Fitriyah, 2013. Fenomena Politik Uang Dalam Pilkada, Jurnal Ilmu Politik, vol. 3, no. 1, pp.
5-14, May. 2013. Dari https://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/view/4824,
diakses 20 Oktober 2020.
Kabar Banten.com, 2018. Pilkada Kota Serang Dibayangi Politik Uang, dari
https://www.kabar-banten.com/pilkada-kota-serang-dibayangi-politik-uang/, diakses
Tanggal 2 Mei 2020.
Kalakoe, Benediktus, dkk. Pencegahan Politik Uang Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan
Pemilihan Umum (2020). Jurnal Lex Specialis Vol 1, No 1,dari
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/jlsp/article/view/6504/0, diakses 20 Oktober
2020.
Suprianto, La Ode, dkk. 2017. Persepsi Masyarakat Terhadap Politik Uang Pada Pilkada
Serentak. Jurnal Neo Societal; Vol. 2; No. 1, dari
http://ojs.uho.ac.id/index.php/NeoSocietal/article/view/3407, diakses 20 Desember 2020.
News.detik.com, 2018. Ini 171 Daerah yang Gelar Pilkada Serentak 27 Juni 2018, dari
https://news.detik.com/berita/d-3479819/ini-171-daerah-yang-gelar-pilkada-serentak-27-
juni-2018, diakses pada 2 Mei 2020
Karningsih, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Dan Politik Uang, vol. 2, no. 1, april 2018.
Dari Mimbar Administrasi, diakses 20 Oktober 2020.
UU No. 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-
Undang.
Peraturan KPU No. 4 Tahun 2017 Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.