Disusun Oleh:
Timothy Otniel Waas
202183137
Dosen Pengampu:
Ibu Alessandra F. Saija, S.Psi., M.Si
Ambon, Maluku
2022
Latar belakang
Iklim di dunia selalu berubah; namun demikian, di masa lalu, perubahan iklim
terjadi secara alami. Namun, perubahan ini sekarang bersifat antropogenik, atau
disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama dalam hal penggunaan bahan bakar fosil dan
pergeseran penggunaan lahan. Virus dengue sangat sensitif terhadap faktor lingkungan,
termasuk suhu, curah hujan, dan kelembaban, yang semuanya sangat penting untuk
kelangsungan hidup, perkembangan, dan reproduksi nyamuk dan dapat berdampak pada
populasi nyamuk. Pada makalah ini akan dibahas mengenai kenapa iklim dan cuaca
sangat mempengaruhi fenomena demam berdarah dengue di Kota Tangerang.
Isi
Metode dan Subjek Penelitian
Keterkaitan antara variabel meteorologi (suhu, curah hujan, dan kelembaban)
dengan frekuensi kasus DBD di Kota Tangerang dalam kurun waktu sepuluh tahun
menjadi pokok bahasan studi ekologi atau studi korelasi populasi ini (2004 - 2013).
Analisis data sekunder menggunakan data kejadian perdarahan yang dikumpulkan oleh
Kementerian Kesehatan dari Dinas Kesehatan Provinsi dan data iklim yang secara rutin
diolah oleh Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika BMKG Pondok Betung.
Semua penduduk Kota Tangerang dengan kasus DBD yang terdokumentasi dari
Departemen Kesehatan antara tahun 2004 – 2013 menjadi populasi penelitian. Karena
pengamatan dilakukan pada seluruh populasi dengan menggunakan unit pengamatan di
Kota Tangerang, Provinsi Banten, maka dalam penelitian ini tidak dilakukan
pengambilan sampel.1
Penentuan pasien didiagnosis DBD adalah dengan penegakkan diagnosis oleh
dokter melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang laboratorium
dimana apabila demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti sakit kepala, nyeri
dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi atau adanya ruam, dengan disertai manifestasi
perdarahan leucopenia (lekosit < 5000/ mm3), jumlah trombosit < 150.000/mm3 dan
peningkatan hematokrit 5 -10%.1
Ketika pasien memiliki dua atau lebih gejala yang menyertainya, seperti sakit
kepala, sakit mata, nyeri sendi, atau ruam, disertai manifestasi perdarahan leukopenia
(leukosit 5000/mm3), jumlah trombosit 150.000/mm3, dan peningkatan hematokrit 5 -
10%, pasien dikatakan menderita DBD. 1
Stasiun Meteorologi BMKG Pondok Betung yang menggunakan pendekatan
konvensional terletak pada koordinat 1060 45'00" - 060 15' 20,8" BT, secara terus
menerus memonitor data iklim. Setiap hari, BMKG Pondok Betung mengukur suhu udara
dalam tiga tahap menggunakan termometer (dalam derajat Celcius) (07.00, 13.00, dan
18.00). BMKG Pondok Betung mengukur curah hujan menggunakan alat pengukur hujan
tipe hellman (mm), yang dibaca setiap tujuh jam. Jumlah air yang dapat ditampung dalam
cangkir yang digunakan untuk mengukur curah hujan diubah menjadi satuan waktu
sebelum dicatat. 1
Teknik analisis data yang digunakan meliputi univariat, bivariat, korelasi, regresi,
dan uji normalitas data. Dengan menganalisis kuatnya korelasi, arah korelasi, dan
kekuatan dampak variabilitas iklim terhadap kejadian DBD. Menurut pertumbuhan virus
dalam tubuh nyamuk sebelum gejala DBD muncul, peristiwa iklim pasti sudah terjadi
satu bulan sebelum terjadinya DBD (time lag = satu bulan). 1
Hasil dan Pembahasan Variabilitas Iklim dan Kejadian Demam Berdarah Dengue
Sumber: Juwita CP. Variabilitas Iklim dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Tangerang.
Gorontalo Journal of Public Health. 2020;3(1):8-14.
Kasus DBD rata-rata 51 kasus antara tahun 2004 dan 2013, dengan standar
deviasi 45 kasus. Dengan standar deviasi 0,60 °C, suhu rata-rata adalah 27,70 °C. Dengan
standar deviasi 137,4 mm, jumlah rata-rata curah hujan adalah 175,7 mm. Dengan standar
deviasi 4%, kelembaban rata-rata adalah 79,9 persen. 1
Sumber: Juwita CP. Variabilitas Iklim dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Tangerang.
Gorontalo Journal of Public Health. 2020;3(1):8-14.
Penutup
Kesimpulan dan Saran
Selama kurun waktu sepuluh tahun (2004-2013), terdapat koefisien korelasi yang
signifikan dan sedang antara variabilitas iklim, khususnya suhu, curah hujan, dan
kelembaban, dengan kejadian DBD. Kejadian demam berdarah berkorelasi negatif
dengan suhu lokal, berkorelasi positif dengan curah hujan (kejadian demam berdarah
meningkat), dan berkorelasi negatif dengan kelembaban (kejadian demam berdarah
menurun).
Disarankan agar pemerintah dan tenaga kesehatan melakukan penyuluhan untuk
mempelajari tindakan 3M, antara lain menguras, mengubur, dan menutup wadah udara,
serta cara penanganan jika terkena DBD sehingga dapat ditangani dengan cepat.
Daftar Pustaka
1. Juwita CP. Variabilitas Iklim dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota
Tangerang. Gorontalo Journal of Public Health. 2020;3(1):8-14.