Chrysilla Dita
102016202
Abstrak
Abstract
Rumusan Masalah
Identifikasi Masalah
DBD saat ini didefinisikan oleh WHO memiliki empat kriteria sebagai berikut:
1. Demam atau riwayat demam baru-baru ini yang berlangsung 2-7 hari.
2. Manifestasi hemoragik.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000 / mm3).
4. Bukti peningkatan permeabilitas pembuluh darah.1
Angka fatalitas kasus dihitung dengan membagi jumlah kematian dari penyakit
tertentu selama periode waktu tertentu dengan jumlah orang yang didiagnosis dengan
penyakit selama waktu itu; rasio yang dihasilkan kemudian dikalikan dengan 100
untuk menghasilkan persentase.2
Mind Map
Kebijakan Kesehatan
Geografis
Kebersihan Lingkungan
Analisis Faktor yang
Pengaruhi
Cuaca
Promotif
K u r a ti f
Evaluasi Program
Hipotesis
Tingginya prevalensi DHF dan CFR karena PSP rendah serta lingkungan yang mendukung
penularan infeksi Dengue.
Wilayah Geografis
Kebersihan Lingkungan
Cuaca
Program Kesehatan
Promotif
Preventif:
Salah satu langkah pertama yang bisa dilakukan untuk mengendalikan nyamuk
penyebab DBD adalah dengan mengendalikan lingkungan terlebih dahulu. Pengendalian
secara lingkungan ini dilakukan dengan tujuan membatasi ruang nyamuk untuk berkembang
biak, sehingga diharapkan nyamuk penyebab DBD dapat musnah. Program 3M yang dusah
kita kenal, menjadi salah satu cara pengendalian kembang biak nyamuk secara lingkungan.
Konsep ini mengutamakan deteksi dini yakni deteksi virus (antigen) secara
dini dengan metode antigen capture (NS1 atau non- structural protein 1) untuk
mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Deteksi virus bisa dilakukan sehari sebelum
penderita menderita demam, hingga virus hilang pada hari ke 9. Setelah diketahui ada
nya virus: penderita diberi antiviral yang efektif membunuh virus DBD.
Deteksi dini akan dilakukan oleh petugas surveilans atau kader dengan
mencari kasus DBD secara pro aktif disekitar penderita pertama yang diketahui
alamatnya, atau menggunakan petugas yang siaga, dengan mendirikan Pos-pos DBD
disetiap RW, atau Kelurahan. Setiap kelurahan atau Puskesmas dilengkapi alat
antigen capture NS1 yang Rapid (yang hanya hitungan 20 menit sudah diketahui,
dengan ketepatan harus diatas 95%). Deteksi dini kasus pertama harus di lakukan
sedini mungkin.
Cara ini terdiri dari front liners atau disebut juga unit pelayanan garis depan.
Yaitu Puskesmas dan atau dokter praktek umum/klinik yang melakukan networking
untuk berpartisipasi yang diharapkan merupakan unit pelayanan yang dimintai
pertolongan pengobatan akan mencatat alamat penderita positif DBD. Penderita yang
berobat akan dicatat alamatnya, lalu dilaporkan ke Puskesmas, yang kemudian akan
dilakukan Penyelidikan Epidemiologi oleh petugas survailans yang ditunjuk dan
segera menyisir sekitar rumah menanyakan secara proaktif apakah ada yang
menderita demam tambahan atau tidak (ada tidak penderita tambahan). Diagnostik
dilakukan dengan antigen captured yang Rapid (test). Bagi yang memberikan
gambaran positif akan langsung diberi pengobatan dengan antiviral DBD. Setiap
penderita akan memerlukan dukungan laboratorium untuk memeriksa tanda awal
seperti, hematokrit, trombosit, leucocyte dan gejala klinik lain. Oleh sebab itu
dianjurkan ada Puskesmas rujukan laboratorium atau kepesertaan Laboratorium
Klinik dalam wilayah bersangkutan.
Jikalau kasus kasus secara awal atau secara dini di ketahui dan dikendalikan
dengan anti viral (misalnya MAC) maka fokus Kejadian Luar Biasa dapat ditekan.
Kegiatan ini dilakukan dengan kegiatan lainnya, yakni pengendalian perindukan
(sarang) nyamuk (breeding places), jentik dan lain-lain. Apabila konsep ini benar
diterapkan hampir dipastikan Fogging Focus tidak diperlukan atau hanya dilakukan
kalau sangat perlu.
Pendekatan ini bisa menekan biaya APBD yang menggratiskan pasien DBD di
Rumah Sakit. Pasien Demam Berdarah tidak perlu ke Rumah Sakit namun cukup
hanya dikelola oleh Puskesmas. Biaya opportunity cost bisa ditekan. Biaya transport
keluarga penderita yang dirawat bisa ditekan, yang dikeluarkan sebagai extra cost
selama masa perawatan tidak diperlukan lagi.
Kuratif
Jika terdapat dehidrasi sedang maka dapat diberikan infus, berikan hanya
larutan isotonic seperti Ringer laktat atau ringer asetat. Berikan sesuai kebutuhan
cairan parenteral (Berat badan < 15 kg: 7 ml/kgBB/jam, Berat badan 15-40 kg: 5
ml/kgBB/jam, Berat badan > 40 kg: 3 ml/kgBB/jam). Setelah diberikannya cairan
yang sesuai maka lakukan juga pemantauan tanda – tanda vital dan diuresis setiap
jam, serta periksa juga laboratorium (hematocrit, trombosit, leukosit, dan hemoglobin)
setiap 6 jam.
Kesimpulan
1. U.S. Department of health and human services. Dengue and Dengue Hemmorhagic
Fever. Accessed from: https://www.cdc.gov/dengue/resources/denguedhf-
information-for-health-care-practitioners_2009.pdf on July, 15th 2019.
2. Harrington RA. Case Fatality Rate. Accessed from:
https://www.britannica.com/science/case-fatality-rate on July 15th 2019.
3. Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemmorhagic Fever. Accessed from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC88892/ on July, 15th 2019.
4. Departemen Kesehatan Indonesia. Infodatin. Diakses dan diunduh dari:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-
Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf pada 15 Juli 2019.
5. Achmadi UF. Manajemen Demam Berdarah Berbasis Wilayah. Buletin Jendela Epidemiologi:
Vol.2, 2 Agustus 2010.
6. Hospital Care for Children. Demam Berdarah Dengue: diagnosis dan tatalaksana. Diakses
dari: http://www.ichrc.org/622-demam-berdarah-dengue-diagnosis-dan-tatalaksana pada 15
Juli 2019.