Anda di halaman 1dari 26

Angka Kematian Ibu di Lingkup Kerja Puskesmas Argomulyo

Febrian Lodewijk
102015243
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagai mana dimaksud dalam UUD
1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya m a n u s i a yang sehat, terampil dan
a h l i , s e r t a d i s u s u n d a l a m s a t u p r o g r a m k e s e h a t a n dengan perencanaan terpadu
yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.

Menurut data yang dikeluarkan oleh UNFPA, WHO, UNICEF dan Bank Dunia
menunjukkan bahwa satu wanita meninggal dunia tiap menitnya akibat masalah kehamilan.
Rasio kematian ibu (jumlah kematian tiap 100,000 kelahiran hidup) telah menurun secara global
pada laju kurang dari 1%. Jumlah kematian wanita hamil atau akibat persalinan secara
keseluruhan juga menunjukkan penurunan yang cukup berarti antara tahun 1990-2005. pada
tahun 2005, 536,000 wanita hamil meninggal dunia dibandingkan dengan tahun 1990 yang
sebanyak 576,000.1
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu
(AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam
terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. Demikian pula angka
kematian bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada
kisaran 20 per 1.000 kelahiran hidup.2 Keadaan ini menempatkan upaya kesehatan ibu dan bayi
baru lahir menjadi upaya prioritas dalam bidang kesehatan.

1
Skenario
Puskesmas Argomulyo mendapatkan predikat sebagai Puskesmas yang buruk akibat dari tingkat
kematian ibu yang tinggi. Berdasarkan data tahun lalu AKI (angka Kematian Ibu) = 500/100000
kelahiran hidup. Baru-baru ini ada seorang ibu hamil ke 2 usia 17 yang melahirkan ditolong oleh
dukun dengan berat badan hanya 1800 gram, meninggal setelah 3 hari perawatan di rumah.
Diketahui ibunya menderita anemia dengan Hb 7,5 g/dL. Anak pertama meninggal pada usia 1
bulan.

Tujuan Pembuatan Makalah


1. Mengetahui Penyebab AKI
2. Mengetahui program pemerintah dalam hal pengurangan nilai AKI
3. Mengetahui program puskesmas dalam hal pengurangan nilai AKI
4. Program pemberdayaan masyarakat POSYANDU
5. Epidiomologi AKI
ANGKA KEMATIAN IBU MATERNAL ( AKI )
Kematian Ibu adalah kematian yang terjadi pada Ibu karena peristiwa kehamilan,
persalinan, dan nifas. Tingkat angka kematian Ibu ( maternal ) sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti kondisi kesehatan Ibu, tingkat kesehatan lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan,
kondisi saat melahirkan dan fase nifas
Ada dua penyabab besar kemaianibu maternal :
 Secara langsung
 Secara tidak langsung
Penyebab langsung:

Penyebab kematian ibu secara langsung sangat berkaitan dengan medis, berhubungan dengan
komplikasi obstetric selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (post partum). Berbagai
hasil penelitian diketemukan bahwa penyebab kematian ibu terbanyak akibat dari pendarahan.
Beberapa penyebab kematian ibu adalah Pendarahan, Eklamsia, Partus lama, Komplikasi aborsi,
dan Infeksi.
2
Penyebab tidak langsung:

Factor penyebab tidak langsung kematian ibu diakibatkan oleh penyakit yang diderita oleh si ibu,
atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab langsung
obstetric, tapi penyakit tersebut diperberat oleh efek fisiologik kehamilan. Beberapa penyebab
kematian ibu tidak langsung adalah: yang pertama, status perempuan dalam keluarga.
Perempuan pada status orang ke dua (konco wingking) biasanya tidak akan sanggup
mengeluarkan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan timbulnya rasa sakit/kelainan yang ada di
dalam diri sehubungan dengan kehamilannya, yang akan menyebabkan terhadap keterlambatan
dalam penangan medis.

Ke dua, keberadaan anak. Keberadaan anak yang satu dengan yang lain terlalu dekat akan
menimbulkan perawatan/perhatian anak tidak maksimal, yang hal ini akan mengurangi perhatian
terhadap diri seorang ibu dengan kehamilannya. Ke tiga, social budaya. Social budaya yang
memarginalkan perempuan akan mempersulit perempuan (ibu) dalam mengambil inisiatif untuk
melakukan tindakan, yang akan berakibat pada keterlambatan penangan medis. Ke empat,
pendidikan. Pendidikan yang rendah berdampak terhadap pengetahuan yang rendah terhadap hal
ikhwal kehamilan dan persalinan. Ke lima, social ekonomi. Penghasilan yang rendah tentu akan
berakibat pada banyak hal, seperti pemenuhan gizi ibu hamil, perawatan ibu hamil dan
persalinan dll. Dan yang terakhir, geografis daerah. Letak klinik yang jauh dan sulit terjangkau
akan berakibat terhadap keterlambat pertolongan pelayanan kesehatan ibu hamil/bersalin.1,2

Program Pemerintah Dalam Menanggulangi Tingginya Angka AKI


Didalam Rakernas yang diadakan pada Tahun 2011 lalu pihak Kemeneterian Kesehatan
telah memberikan 5 strategi operasional dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia. Kementerian Kesehatan menetapkan lima strategi operasional yaitu penguatan
Puskesmas dan jaringannya; penguatan manajemen program dan sistem rujukannya;
meningkatkan peran serta masyarakat; kerjasama dan kemitraan, penelitian dan pengembangan
inovasi yang terkoordinir.

Menkes menambahkan terkait strategi kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011,
upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut :

3
Pertama, kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah menindaklanjuti Inpres
no. 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dan Inpres
No. 3 tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan melalui kegiatan
sosialisasi, fasilitasi dan advokasi terkait percepatan pencapaian MDGs. Akhir tahun 2011,
diharapkan propinsi dan kabupaten/kota telah selesai menyusun Rencana Aksi Daerah dalam
percepatan pencapaian MDGs yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan,
mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan
penyakit menular lainnya.

Kedua, pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011 setiap Puskesmas
mendapat BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250 juta per tahun. Dengan
adanya BOK, pelayanan outreach di luar gedung terutama pelayanan KIA-KB dapat lebih
Menkes menambahkan terkait strategi keempat yaitu kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011,
upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu:

 Kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah menindak lanjuti
Inpres no. 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan
Nasional dan Inpres No. 3 tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang
Berkeadilan melalui kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan advokasi terkait percepatan
pencapaian MDGs. Akhir tahun 2011, diharapkan propinsi dan kabupaten/kota
telah selesai menyusun Rencana Aksi Daerah dalam percepatan pencapaian
MDGs yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, mengurangi
tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan
penyakit menular lainnya.

 Pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011 setiap


Puskesmas mendapat BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250
juta per tahun. Dengan adanya BOK, pelayanan outreach di luar gedung terutama
pelayanan KIA-KB dapat lebih mendekati masyarakat yang membutuhkan.

4
 Menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa
indikator komposit (status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan
kesehatan) yang digunakan untuk menetapkan kabupaten/kota yang mempunyai
masalah kesehatan. Ada 130 kab/kota yang ditetapkan sebagai DBK yang tahun
ini akan didampingi dan difasilitasi Kementerian Kesehatan.

 Penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas


kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter
plus, mobile team.

 Akan diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar pelayan


KB berkualitas, sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Pada tahun 2011 juga Kementerian Kesehatan akan meluncurkan Jaminan Persalinan
(Jampersal) yang mencakup pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan, nifas, KB pasca
persalianan, dan neonatus. Melalui program ini, persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan diharapkan meningkat, demikian pula dengan pemberian ASI dini,
perawatan bayi baru lahir, pelayanan nifas dan KB pasca persalinan.

Sasaran Jampersal adalah 2,8 juta ibu bersalin yang selama ini belum terjangkau oleh
jaminan persalinan dari Jamkesmas, Jamkesda dan asuransi kesehatan lainnya. Ruang
lingkupnya adalah : pelayanan persalianan tingkat pertama, tingkat lanjutan, dan persiapan
rujukan di fasilitas kesehatan Pemerintah dan Swasta. Kelompok inilah yang akan ditanggung
Jampersal. Pelayanan yang dijamin melalui Jampersal yaitu: pemeriksaan kehamilan 4 kali,
pertolongan persalinan normal dan dengan komplikasi, pemeriksaan nifas 3 kali termasuk
pelayanan neonatus dan KB paska persalinan, pelayanan rujukan ibu/bayi baru lahir ke fasilitas
kesehatan lebih mampu

Terkait strategi penguatan Puskesmas dan jaringannya dilakukan dengan menyediakan


paket pelayanan kesehatan reproduksi (kespro) esensial yang dapat menjangkau dan dijangkau

5
oleh seluruh masyarakat, meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yaitu:
Kesehatan ibu dan bayi baru lahir, KB, kespro remaja, Pencegahan dan penanggulangan infeksi
menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS; dan mengintegrasikan pelayanan kespro dengan
pelayanan kesehatan lainnya yaitu dengan program gizi, penyakit menular dan tidak menular.

Kemampuan Puskesmas dan jaringannya dalam memberikan paket dasar tersebut akan
ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan masalah kesehatan setempat.

Pada saat ini ada 9.005 Puskesmas, terdiri dari Puskesmas non tempat tidur (TT),
Puskesmas TT PONED (pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar) dan Puskesmas TT non
PONED, yang tersebar di seluruh kecamatan di Indonesia. Puskesmas pembantu dan pos
kesehatan desa yang ada di desa-desa, akan lebih difungsikan dalam memberikan pelayanan KIA
dan KB yang bersifat promotif, preventif dan pengobatan sederhana termasuk deteksi dini faktor
risiko dan penyiapan rujukannya.

Beberapa propinsi juga telah menjadikan Puskesmas mampu melakukan deteksi dini
kanker leher rahim, Puskesmas santun usia lanjut, dan sebagainya, sesuai kebutuhan lokal..

Ketiga, menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa indikator


komposit (status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan kesehatan) yang
digunakan untuk menetapkan kabupaten/kota yang mempunyai masalah kesehatan. Ada 130
kab/kota yang ditetapkan sebagai DBK yang tahun ini akan didampingi dan difasilitasi
Kementerian Kesehatan.

Keempat, penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di
Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, mobile team.

Kelima, akan diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar pelayan KB
berkualitas, sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

6
Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan akan meluncurkan Jaminan Persalinan
(Jampersal) yang mencakup pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan, nifas, KB pasca
persalianan, dan neonatus. Melalui program ini, persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan diharapkan meningkat, demikian pula dengan pemberian ASI dini,
perawatan bayi baru lahir, pelayanan nifas dan KB pasca persalinan.

Sasaran Jampersal adalah 2,8 juta ibu bersalin yang selama ini belum terjangkau oleh jaminan
persalinan dari Jamkesmas, Jamkesda dan asuransi kesehatan lainnya. Ruang lingkupnya adalah :
pelayanan persalianan tingkat pertama, tingkat lanjutan, dan persiapan rujukan di fasilitas
kesehatan Pemerintah dan Swasta. Kelompok inilah yang akan ditanggung Jampersal. Pelayanan
yang dijamin melalui Jampersal yaitu: pemeriksaan kehamilan 4 kali, pertolongan persalinan
normal dan dengan komplikasi, pemeriksaan nifas 3 kali termasuk pelayanan neonatus dan KB
paska persalinan, pelayanan rujukan ibu/bayi baru lahir ke fasilitas kesehatan lebih mampu

Terkait strategi penguatan Puskesmas dan jaringannya dilakukan dengan menyediakan paket
pelayanan kesehatan reproduksi (kespro) esensial yang dapat menjangkau dan dijangkau oleh
seluruh masyarakat, meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yaitu: Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir, KB, kespro remaja, Pencegahan dan penanggulangan infeksi menular
seksual (IMS) dan HIV/AIDS; dan mengintegrasikan pelayanan kespro dengan pelayanan
kesehatan lainnya yaitu dengan program gizi, penyakit menular dan tidak menular.

Kemampuan Puskesmas dan jaringannya dalam memberikan paket dasar tersebut akan
ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan masalah kesehatan setempat.

Pada saat ini ada 9.005 Puskesmas, terdiri dari Puskesmas non tempat tidur (TT), Puskesmas TT
PONED (pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar) dan Puskesmas TT non PONED, yang
tersebar di seluruh kecamatan di Indonesia. Puskesmas pembantu dan pos kesehatan desa yang
ada di desa-desa, akan lebih difungsikan dalam memberikan pelayanan KIA dan KB yang
bersifat promotif, preventif dan pengobatan sederhana termasuk deteksi dini faktor risiko dan
penyiapan rujukannya.

7
Beberapa propinsi juga telah menjadikan Puskesmas mampu melakukan deteksi dini kanker
leher rahim, Puskesmas santun usia lanjut, dan sebagainya, sesuai kebutuhan lokal.3,4

Program Puskesmas Dalam Menanggulangi Tingginya Angka AKI


Puskesmas dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatannya memiliki program kesehatan dasar
yang wajib ada dalam setiap program upaya kesehatan yang dilakukan. Upaya kesehatan wajib
tersebut adalah Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk
Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular (imunisasi), dan
Pengobatan Dasar.

Terdapat point Kesehatan Ibu dan Anak dalam program pokok wajib puskesmas, yang memiliki
tujuan untuk menurunkan kematian (mortality), dan kejadian sakit di kalangan ibu. Kegiatan
program ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, pada saat bersalin dan
saat ibu menyusui. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui
pemantauan status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat
dicegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Program ini juga memiliki sasaran terhadap ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak sampai
umur 5 tahun. Kelompok-kelompok masyarakat ini merupakan sasaran primer program. Sasaran
sekunder adalah dukun bersalin dan kader kesehatan.

Ruang lingkup kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan integratif. Kegiatan integratif adalah
kegiatan program lain ( misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan pokok P2M) yang
dilaksanakan pada program KIA karena sasaran penduduk program P2M (ibu hamil dan anak-
anak) juga menjadi sasaran KIA. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah; memeriksa kesehatan ibu
hamil (ANC), mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita, integrasi dengan
program gizi, memberikan nasehat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena
kekurangan protein dan kalori dan memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan
garam yodium) Integrasi dengan program PKM (konselinga) dan Gizi, memberikan pelayanan
KB kepada pasangan usia subur (integrasi dengan program KB), merujuk ibu-ibu atau anak-anak
yang memerlukan pengobatan (integrasi program pengobatan), memberikan pertolongan
persalinan dan bimbingan selama masa nifas (integrasi dengan program perawatan kesehatan
masyarakat), serta mengadakan latihan untuk dukun bersalin dan kader kesehatan Posyandu.

8
Dengan adanya program-program pokok KIA ini, diharapkan bisa menurunkan angka kematian
ibu, bayi, dan balita, sehingga tujuan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya bisa terwujud.

Selain melalui puskesmas pemerintah juga mengeluarkan program Jaminan Persalinan


(JAMPERSAL). Dalam petunjuk teknis penggunaan dana alokasi khusus bidang kesehatan tahun
anggaran 2011, kebijakan alokasi dana khusus tersebut adalah meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan
jaminan persalinan di sarana kesehatan milik pemerintah dan Angka Kematian Bayi (AKB).

Dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta


Millennium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan dalam
keputusan menteri kesehatan nomor: 1810/Menkes/SK/XII/2010 meluncurkan kebijakan
Jaminan Persalinan (Jampersal) bagi ibu-ibu hamil. Sebagaimana telah di ketahui bersama dari
beberapa pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta MDGs, yaitu menurunkan
jumlah kematian ibu dan anak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka di butuhkan suatu
kebijakan salah satunya yang menjadi faktor yang penting adalah perlunya meningkatkan akses
masyarakat terhadap persalinan yang sehat dengan cara memberikan kemudahan pembiayaan
kepada seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan. Jaminan Persalinan ini
diberikan kepada semua ibu hamil agar dapat mengakses pemeriksaan persalinan, pertolongan
persalinan, pemeriksaan nifas dan pelayanan KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
sehingga pada gilirannya dapat menekan angka kematian ibu dan bayi.

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa peran puskesmas, dalam hal ini adalah berhasil
untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita. Angka Kematian Ibu menurun dari 390
pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sedangkan untuk
perkembangan program kesehatan untuk meningkatkan Kesehatan anak Indonesia, bisa
dikatakan terus membaik yang ditunjukkan dengan menurunnya angka kematian balita, bayi
maupun neonatal. Angka kematian balita menurun dari 97 pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI). Begitu pula dengan angka kematian bayi menurun dari
68 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada periode yang sama. Angka kematian neonatal juga
menurun walaupun relatif lebih lambat, yaitu dari 32 menjadi 19 kematian per 1.000 kelahiran
hidup. Semakin diperkuat dengan dikeluarkan keputusan menteri kesehatan mengenai

9
JAMPERSAL. JAMPERSAL bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan dalam rangka percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan jaminan
persalinan di sarana kesehatan milik pemerintah dan Angka Kematian Bayi (AKB).5,6,7

TEMUAN DI MASYARAKAT

Tterdapat berbagai permasalahan yang ditemukan dalam masyarakat mengenai Angka Kematian
Ibu. Diantaranya adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
yang berkualitas, terutama bagi penduduk miskin di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan
dan Kepulauan (DTPK). Penyediaan fasilitas Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK), Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED), Posyandu
dan unit transfusi darah belum merata dan belum seluruhnya terjangkau oleh seluruh penduduk.
Sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit juga belum berjalan dengan
optimal. Ditambah lagi, dengan kendala geografis, hambatan transportasi, dan faktor budaya.
Terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan baik dari segi jumlah, kualitas dan persebarannya,
terutama bidan. Petugas kesehatan di DTPK sering kali tidak memperoleh pelatihan yang
memadai dan kadang-kadang kekurangan peralatan kesehatan, obat-obatan, dan persediaan darah
yang diperlukan untuk menangani keadaan darurat persalinan. Masih rendahnya pengetahuan
dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan ibu. Beberapa
indikator sosial ekonomi seperti tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah serta determinan
faktor lainnya dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan pelayanan serta berkontribusi pada
angka kematian ibu di Indonesia. Masih rendahnya status gizi dan kesehatan ibu hamil.
Persentase perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami kurang energi kronis masih
cukup tinggi yaitu mencapai 13,6 persen. Rendahnya status gizi, selain meningkatkan risiko
kesehatan bagi ibu hamil juga menjadi salah satu penyebab bayi lahir dengan berat badan rendah
(BBLR). Masih rendahnya angka pemakaian kontrasepsi. Tingginya angka kematian ibu
melahirkan dipengaruhi oleh usia ibu (terlalu tua, terlalu muda), tingginya angka aborsi, dan

10
rendahnya angka pemakaian kontrasepsi. Pengukuran AKI masih belum tepat, karena sistem
pencatatan penyebab kematian ibu masih belum adekuat.
Selain itu permasalahan yang muncul mengenai AKB, AKABA, dan AKNeonatal adalah; masih
rendahnya cakupan imunisasi, anggaran untuk program imunisasi belum memadai. Belum
optimalnya deteksi dini dan perawatan segera bagi balita sakit atau Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS). Sekitar 35 - 60 persen anak-anak tidak memiliki akses ke layanan kesehatan yang
layak ketika sakit dan 40 persen tidak terlindung dari penyakit yang dapat dicegah. Tatakelola,
pelatihan staf, pendanaan dan promosi MTBS di tingkat akar rumput masih perlu ditingkatkan.
Masih terbatasnya upaya perbaikan gizi pada anak dan intervensi gizi yang cost-effective, layak,
serta dapat diterapkan secara luas masih perlu dikembangkan. Masih rendahnya keterlibatan
keluarga dalam kesehatan anak. Hanya sekitar 30 persen dari ibu menerapkan praktik kesehatan
yang baik. Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk perubahan perilaku perlu
terus ditingkatkan. Masih rendahnya upaya pengendalian faktor risiko lingkungan. Faktor risiko
kematian bayi dan anak sangat terkait dengan kesehatan lingkungan-air bersih, sanitasi dasar dan
tingkat polusi dalam ruangan. Masih terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan. Masih
terdapat sekitar 20 persen kelahiran tidak memiliki akses ke layanan kesehatan yang layak, dan
kebanyakan bayi lahir di Indonesia berisiko tinggi. Disparitas angka kematian balita, bayi dan
neonatal antar wilayah, antar status sosial dan ekonomi masih merupakan masalah. Angka
kematian balita tertinggi di Provinsi Sulbar (96), sedangkan terendah di DI Yogyakarta (22).
Angka kematian anak pada ibu dengan tingkat pendidikan rendah lebih tinggi daripada ibu yang
berpendidikan tinggi. Angka kematian anak pada keluarga kaya lebih rendah jika dibandingkan
pada keluarga miskin. Sebagian besar penyebab kematian balita, bayi dan neonatal dapat
dicegah. Salah satu pencegahan yang efektif adalah pemberian imunisasi.

Untuk Jaminan Persalinan, belum ada data yang valid untuk mendapatkan informasi mengenai
keberhasilan dan keterjangkauan program ini ke masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena
belum dikerluarkannya laporan resmi tahunan mengenai program ini dikarenakan JAMPERSAL
masih dalam tahap sosialisasi. Dan penjelasan mengenai kepastian untuk mendapatkan
JAMPERSAL ini sudah dilontarkan menteri kesehatan sendiri, Endang R.Sedyaningsih usai
seminar sehari bertajuk 'Pencegahan Cacat Akibat Kusta' di kantor Kementerian Kesehatan,
Sabtu 26 Februari 2011. Program persalinan gratis tersebut berdasarkan penuturan dari Menteri
Kesehatan, terdiri dari dua paket. Pertama untuk biaya tiap persalinan, kedua, paket pemeriksaan.

11
Akan tetapi uang itu tidak diberikan ke ibu hamilnya melainkan hanya dalam bentuk pelayanan
saja melalui puskesmas. Untuk melaksanakan program yang menjadi bagian dari Jamkesmas ini,

Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana sekitar Rp 1 triliun dari dana Jamkesmas di tahun
2010 yang sebesar Rp 5,1 triliun. Alokasi dana itu sebagian besar akan dialihkan langsung ke
daerah.8,9

EVALUASI PROGRAM

Kebijakan kesehatan anak di Indonesia difokuskan pada intervensiintervensi layanan kesehatan


meliputi imunisasi, MTBS, gizi pada anak, penguatan peran keluarga, dan peningkatan akses
layanan kesehatan, dengan penjelasan sebagai berikut; meningkatkan cakupan imunisasi campak,
melalui penyediaan sumber daya yang memadai, dan memperjelas peran pemerintah pusat dan
daerah dalam implementasi program imunisasi. Meningkatkan pelaksanaan strategi MTBS,
antara lain; pelatihan MTBS bagi petugas kesehatan penguatan struktur manajemen di tingkat
pusat dan daerah, menjamin ketersediaan obat esensial, pelaksanaan MTBS di tingkat keluarga
dan masyarakat dan penyelenggaraan konseling bagi Ibu.

Menangani permasalahan gizi pada anak yang difokuskan untuk menurunkan prevalensi stunting
meliputi; peningkatan pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan, memantau
tumbuh kembang anak, memperkenalkan komunikasi untuk perubahan perilaku dan intervensi
gizi mikro. Menerapkan strategi kesehatan anak pada tingkat keluarga, meliputi melindungi
anak-anak di daerah endemis malaria dengan kelambu berinsektisida, memberikan imunisasi
lengkap sebelum berusia satu tahun, mengenali anak sakit secara dini dan mencari perawatan
pada fasilitas/tenaga kesehatan yang tepat dan cepat, memberikan lebih banyak makanan dan
minuman, termasuk ASI, kepada anakanak sakit dan perawatan yang tepat di rumah kepada anak
yang menderita infeksi. Meningkatkan upaya perubahan perilaku, melalui peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) di tingkat rumah tangga. Meningkatkan pelayanan kesehatan
neonatal dan ibu, meliputi penerapan strategi kelangsungan hidup untuk bayi baru lahir dan
anak-anak, pelayanan emergensi obstetrik dan neonatal, pelati han bagi petugas kesehatan untuk
mempromosikan praktik persalinan yang aman dan vaksinasi dan pemberian suplemen zat besi.

12
Memperkuat dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan, melalui mempromosikan pelayanan
kesehatan dasar dan revitalisasi Posyandu, peningkatan fasilitas kesehatan hingga menjadi
PONED dan PONEK dan menjamin tersedianya biaya operasional kesehatan untuk rumah sakit
dan puskesmas. Meningkatkan mobilisasi partisipasi masyarakat melalui kegiatan posyandu yang
meliputi pemantauan status gizi bayi dan balita melalui penimbangan bulanan, pemberian
imunisasi lengkap dan layanan kesehatan lainnya. Meningkatkan advokasi kebijakan bagi daerah
dengan tingkat pencapaian target kesehatan anak yang masih rendah, melalui pengalokasian
sumber daya yang memadai, peningkatan penyediaan anggaran publik untuk kesehatan
khususnya bagi masyarakat miskin pengembangan instrumen monitoring, peningkatan
kemampuan tenaga kesehatan dan pengembangan strategi dalam penyediaan tenaga kesehatan
strategis di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan. Memadukan strategi lintas
sektor untuk mempercepat pencapaian target penurunan angka kematian balita, bayi maupun
neonatal .4

Untuk Jaminan Persalinan evalusinya terimpementasi dalam kegiatan pencatatan dan pelaporan
pelaksanaan program secara rutin setiap bulan. Fasilitas kesehatan wajib melaporkan rekapitulasi
pelaksanaan program kepada Dinkes Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola pada tanggal 5
(lima) setiap bulannya. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola Kabupaten/Kota
wajib melakukan rekapitulasi laporan dari seluruh laporan hasil pelaksanaan program di wilayah
Kabupaten/Kota setempat dan melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi setiap tanggal
10 (sepuluh) setiap bulannya. Dinas Kesehatan Provinsi selaku Tim Pengelola Provinsi wajib
melakukan rekapitulasi laporan hasil kegiatan dari setiap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
melaporkannya kepada Pusat setiap tanggal 15 (lima belas) setiap bulannya. Kementerian
Kesehatan/Tim Pengelola Pusat wajib melakukan rekapitulasi laporan dari setiap provinsi untuk
menjadi laporan nasional setiap bulan/trimester/semester/tahun. Laporan umpan balik mengenai
hasil laporan pelaksanaan program dilaksanakan secara berjenjang, yaitu Kementerian
Kesehatan/Tim Pengelola Pusat akan melakukan analisis dan memberikan umpan balik kepada
Dinas Kesehatan Provinsi/Tim Pengelola Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan
Provinsi/Tim Pengelola Provinsi memberikan umpan balik ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan seterusnya.2

Posyandu dan Perananya Dalam Menanggulangi Tingginya KIA

13
Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan di suatu wilayah kerja puskesmas, Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu
di balai dusun, balai kelurahan, RW dan sebagainya disebut dengan Pos pelayanan terpadu
(Posyandu). Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di posyandu adalah KIA

(Kesehatan Ibu dan Anak), KB (Keluarga Berencana), P2M (Pemberantasan Penyakit Menular
dengan Imunisasi dan penanggulangan diare), Gizi (penimbangan balita).

Sasaran penduduk yandu adalah ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur (PUS), dan balita
(Muninjaya, 2004). Program yandu merupakan strategi jangka panjang untuk menurunkan angka
kematian bayi (Infant Mortality Rate-IMR), angka kelahiran bayi (Birth Rate-BR), dan angka
kematian ibu (Maternal Mortality Rate-MMR). Turunnya IMR, BR, dan MMR di suatu wilayah
merupakan standar keberhasilan pelaksanaan program terpadu di wilayah tersebut. Untuk
mempercepat penurunan IMR, BR, dan MMR tersebut, secara nasional diperlukan tumbuhnya
peran serta masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan posyandu karena posyandu adalah
milik masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat.
Untuk mengembangkan peran serta masyarakat di posyandu dapat dilakukan dengan penerapan
asas-asas manajemen kesehatan. Peningkatan peran serta masyarakat diukur dengan
menggunakan analisis cakupan program yandu dibandingkan dengan target kegiatan masing-
masing program tersebut .

Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat
dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan
dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang
mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Penjelasan
yang dimaksud dengan nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu
dalam peningkat mutu manusia masa yang akan datang dan akibat dari proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia ada 3 aspek intervensi yaitu : (Sembiring, 2004). Pertama adalah
pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan untuk menjaga
kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai usia balita Sedangkan, kedua

14
merupakan Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk membina
tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental sehingga siap menjadi tenaga
kerja tangguh. Selanjutnya ketiga Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang dimaksud
untuk memberikan kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa dan negara.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi revitalisasi Posyandu yaitu Pelatihan dan
dukungan. Pelatihan adalah suatu upaya kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan
kemampuan, pengetahuan, keterampilan teknis dan dedikasi kader posyandu. Memperluas sistem
posyandu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan di hari buka dan kunjungan
rumah. Serta menciptakan iklim kondusif untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan
pemenuhan sarana, prasarana, pelaporan dan pendataan kerja posyandu .

Pelatihan kader bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sekaligus


dedikasi kader agar timbul kepercayaan diri untuk dapat melaksanakan tugas sebagai kader
dalam melayani masyarakat, baik di Posyandu maupun pada saat melakukan kunjungan rumah.

Materi dalam pelatihan kader dititik beratkan pada keterampilan teknis menyusun rencana
kerja kegiatan di Posyandu, cara menghitung kelompok sasaran yang menjadi tanggung jawab
Posyandu, cara menimbang, menilai pertumbuhan anak, cara menyiapkan kegiatan pelayanan
sesuai kebutuhan anak dan ibu, menyiapkan peragaan cara pemberian makanan pendamping ASI
dan PMT untuk anak yang pertumbuhannya tidak cukup sebagaimana pertambahan umurnya dan
anak yang berat badannya tidak naik, memantau perkembangan ibu hamil dan ibu menyusui, dan
sebagainya (Depdagri RI, 2001). Agar pelatihan kader dapat berjalan efektif, maka diperlukan
unsur pelatih kader yang mampu dan berdedikasi dalam memberikan materi pelatihan secara
efektif dan berkesinambungan, yakni melalui pendampingan dan bimbingan. Pelatihan kader
diberikan secara

berkelanjutan berupa pelatihan dasar dan berjenjang yang berpedoman pada modul pelatihan
kader (Depdagri RI, 2001).

15
Dukungan dalam Pemanfaatan pelayanan kesehatan di posyandu oleh masyarakat sangat
ditentukan oleh peran kader sebagai motor penggerak yang mendapatkan dukungan dari tokoh
masyarakat (TOMA) dan petugas kesehatan. Hal tersebut dikarenakan salah satu tugas utama
kader adalah menggerakkan masyarakat untuk datang ke posyandu. Dukungan tokoh masyarakat
(kepala desa) kepada kader posyandu sangat penting, hal ini disebabkan karena tokoh
masyarakat tersebut merupakan tokoh yang paling disegani dan yang paling berpengaruh di
wilayah tersebut. Dukungan dan anjuran dari tokoh masyarakat merupakan salah satu bentuk
motivasi dan semangat bagi kader posyandu dalam menjalankan tugasnya dalam kegiatan
posyandu .

Peran puskesmas atau petugas kesehatan dalam kegiatan posyandu adalah sebagai
fasilitator dan lebih memberdayakan masyarakat dalam kegiatan posyandu. Kegiatan posyandu
dikatakan meningkat jika peran serta masyarakat semakin tinggi yang terwujud dalam cakupan
program kesehatan seperti penimbangan, pemantauan tumbuh kembang balita, imunisasi,
pemeriksaan ibu hamil dan KB yang meningkat. Bentuk dukungan yang diberikan oleh petugas
kesehatan terhadap kegiatan posyandu adalah 1) Dukungan petugas kesehatan terhadap
pelaksanaan posyandu yaitu a. Memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, b.
Memberikan imunisasi pada bayi dan Wanita Usia Subur, c. Menyediakan mobil ambulan untuk
merujuk pasien, d. Menyediakan leafled atau buku untuk materi penyuluhan kesehatan,

e. Membantu membuat rencana tindak lanjut kegiatan posyandu. 2) Dukungan petugas


kesehatan terhadap individu kader posyandu yaitu a. Selalu datang tepat waktu, b. Pemberian
pelatihan kepada kader posyandu, c. Pemberian pengobatan rawat jalan gratis di posyandu
kepada kader posyandu dan keluarganya, d. Pemberian seragam.

Sebagai unit pelayanan yang berbasis masyarakat, Posyandu perlu mendapat dukungan luas
dari masyarakat melalui peran sertanya agar kegiatan Posyandu dapat berkelanjutan dan
jangkauannya meluas sesuai kebutuhan kelompok sasaran yang dilayaninya (Depdagri RI,
2001). Peningkatan peran serta masyarakat untuk mendukung kegiatan Posyandu dapat
dilakukan melalui 1). Pembentukan suatu lembaga atau unit pengelola Posyandu didesa yang
anggotanya dipilih dari masyarakat, dengan tugas untuk mengelola secara professional
penyelenggaraan Posyandu, termasuk memperhatikan masalah ketenagaan, sarana dan
pembiayaan bagi kelangsungan Posyandu yang bersumber dari masyarakat. 2). Pemberian

16
penghargaan kepada kader berupa dana hibah atau pinjaman modal usaha bagi kader yang
kinerjanya baik sebagai suatu perangsang agar terus tekun dalam menjalankan tugasnya. Hal
ini dimasukan pula sebagai upaya pemberdayaan ekonomi kader. 3). Pemberian bantuan
pembiayaan untuk penyelenggaraan Posyandu yang bersumber dari dana masyarakat, seperti
zakat dan sumbangan keagamaan yang sejenis, maupun pemberian bantuan sarana dasar
untuk pelaksanaan fungsi pokok Posyandu. 4). Pemberian bimbingan dalam rangka
pengelolaan Posyandu maupun kegiatan langsung berupa pelayanan seperti konseling dan
rujukan yang dapat meningkatkan mutu Posyandu secara menyeluruh. 5). Kemitraan yang
dapat diwujudkan dengan cara membentuk dan memperkuat jejaring antar dan atau beberapa
Posyandu yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi kemasyarakatan, baik yang berada
dalam satu desa atau sebutan lain, ataupun pada wilayah yang lebih luas.

Dalam kemitraan, inti kegiatannya dapat berupa pelayanan langsung maupun bentuk lainnya
yang berkaitan dengan peningkatan fungsi Posyandu, seperti pelatihan, orientasi, temu kerja,
temu konsultasi, sarasehan, supervisi, dan evaluasi serta penggerakan peran serta masyarakat
agar memperhatikan Posyandu sebagai unit pelayanan yang membantu keluarga dalam
pengembangan kualitas generasi masa depan.

Pengorganisasian Posyandu

Sebagai unit yang memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dan bersifat sebagai unit
pelayanan kesehatan dasar masyarakat terutama ibu dan anak, maka organisasi Posyandu
sesungguhnya bersifat organisasi fungsional yang dipimpin oleh seorang
Pimpinan/Penanggungjawab dan dibantu oleh para pelaksana pelayanan yang terdiri dari kader
Posyandu sebanyak 4-5 orang. Agar Posyandu dapat dikelola secara baik, perlu dukungan tenaga
administrasi yang bertugas mengadministrasikan kegiatan Posyandu. kemudian dari beberapa
Posyandu yang ada di suatu wilayah (Kelurahan/Desa atau dengan sebutan lain) selayaknya
dikelola oleh suatu unit/kelompok (nama lain) Pengelola Posyandu yang keanggotaannya dipilih
dari kalangan masyarakat setempat. Unit Pengelola Posyandu ini dipimpin oleh seorang Ketua
yang dipilih dari para anggota (Depdagri RI, 2001).

17
Bentuk susunan organisasi Unit Pengelola Posyandu di Desa, ditetapkan melalui
kesepakatan dari para anggota Pengelola Posyandu. Tugas dan tanggung jawab masing-masing
unsur pada setiap kepengurusan juga disepakati dalam unit/kelompok Pengelola Posyandu
bersama masyarakat setempat. Namun pada hakekatnya susunan kepengurusan itu sifatnya
fleksibel, tergantung pada kondisi setempat.

Dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di desa, unit Pengelola Posyandu mempunyai


kewajiban melaporkan keberadaannya kepada Kepala Desa/Lurah. Oleh karena itu Kepala
Desa/Lurah berkewajiban pula untuk membina keberadaan unit Pengelola Posyandu, karena
kegiatan Posyandu yang dikelola oleh masyarakat itu pada dasarnya adalah untuk kepentingan
kemajuan pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) dini di daerahnya, yang berarti
sebagai suatu aset di desa (Depdagri RI, 2001).

Tujuan Penyelenggaraan Posyandu

Penyelenggaraa Posyandu bertujuan untuk : Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB)


dan Angka Kematian Ibu yaitu ibu Hamil, ibu melahirkan dan ibu nifas. Selain itu adalah untuk
membudayakan NKKBS yang dikenal dengan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera.
Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk

mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB, serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk.
Selanjutnya Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, dan Gerakan
Ketahanan Keluarga dan

Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera .

Pelaksanaan Kegiatan Posyandu

Pelaksanaan kegiatan Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh LKMD,
Kader, Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari KB. Pada hari buka
Posyandu dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 (lima) meja yaitu : Meja I :
Pendaftaran, Meja II : Penimbangan, Meja III : Pengisian KMS, Meja IV : Penyuluhan

18
perorangan berdasarkan KMS, dan Meja V : Pelayanan KB Kesehatan (Imunisasi, Pemberian
vitamin A Dosis Tinggi berupa obat, tetes ke mulut tiap Februari dan Agustus, Pembagian pil
atau kondom, Pengobatan ringan dan Kosultasi KB-Kesehatan). Petugas pada Meja I s/d IV
dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Jurim,
Bindes, perawat dan petugas KB).

Sasaran Posyandu adalah Ibu dengan Bayi/Balita, Ibu hamil/ibu menyusui, dan WUS dan PUS.
Peserta Posyandu mendapat pelayanan meliputi : 1) Kesehatan ibu dan anak : Pemberian pil
tambah darah (ibu hamil), Pemberian vitamin A dosis tinggi ( bulan vitamin A pada bulan
Februari dan Agustus), PMT, Imunisasi, dan Penimbangan balita rutin perbulan sebagai
pemantau kesehatan balita melalui pertambahan berat badan setiap bulan. Keberhasilan program
terlihat melalui grafik pada kartu

KMS setiap bulan. 2) Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom 3) Pemberian Oralit
dan pengobatan. 4) Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai
permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV dengan materi dasar dari KMS
balita dan ibu hamil.

Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN yaitu S adalah Semua balita
diwilayah kerja Posyandu. Sedangkan K adalah Semua balita yang memiliki KMS selanjutnya D
adalah Balita yang ditimbang dan N adalah Balita yang naik berat badannya. Keberhasilan
Posyandu berdasarkan dari Baik/kurangnya peran serta masyarakat, Berhasil tidaknya Program
posyandu.

Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh Kader PKK sedangkan meja V merupakan meja
pelayanan para medis (Jurim, Bindes, Perawat dan Petugas KB) Pendanaan kegiatan Posyandu
berasal dari swadaya

masyarakat melalui gotong royong dengan kegiatan jimpitan beras dan hasil potensi desa lainnya
serta sumbangan dari donatur yang tidak mengikat yang dihimpunan melalui kegiatan Dana
Sehat .

19
Jenis posyandu

Untuk meningkatkan kualitas dan kemandirian posyandu diperlukan intervensi terhadap


Posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu

Purnama dan Posyandu Biru.


Posyandu Pratama merupakan Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum
mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Keadaan ini dinilai
‘gawat’ sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader yang ada perlu
ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi. Posyandu madya (warna kuning) merupakan
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat

melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang
atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi, dan Imunisasi) masih rendah
yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya. Intervensi untuk posyandu madya terdiri dari Pelatihan Toma dengan modul
eskalasi posyandu yang sekarang sudah dilengkapi dengan metoda simulasi dan Penggarapan
dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk menentukan masalah dan mencari
penyelesaiannya, termasuk menentukan program tambahan yang sesuai dengan situasi dan
kondisi setempat.

Posyandu purnama (warna hijau) merupakan Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu
yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan
cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program
tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana Sehat yang masih sederhana. Intervensi pada
posyandu di tingkat ini adalah Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan
masyarakat menetukan sendiri pengembangan program di posyandu dan Pelatihan Dana Sehat,
agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat yang kuat dengan cakupan anggota minimal 50%
KK atau lebih.

Selanjutnya Posyandu mandiri (warna biru) merupakan Posyandu yang sudah dapat melakukan
kegiatan secara teratur dengan cakupan 5 program utama yang sudah bagus, ada program
tambahan dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari 50% kepala keluarga. Intervensinya

20
adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana Sehat tersebut menggunakan prinsip
JPKM

Struktur

Struktur adalah merupakan suatu titik organisasi posyandu untuk mengendalikan atau
membedakan bagian yang satu dengan bagian yang lain, kegiatan yang satu dengan
kegiatan yang lain yang akan memudahkan organisasi dalam mengendalikan perilaku
para karyawan/petani. Artinya para pegawai tidak mampu membuat pilihan yang mutlak
dan bebas dalam melakukan sesuatu pekerjaan dan cara mengerjakannya. Struktur juga
sangat mempengaruhi perilaku dan fungsi kegiatan di dalam organisasi. Untuk dapat
menciptakan efektivitas dan efisiensi organisasi diperlukan keputusan yang sarat dengan
mendesain struktur organisasi, isi dari keputusan sangat penting dipusatkan kepada
pekerjaan individu bagaimana membagi tugas secara menyeluruh menjadi tugas yang
lebih kecil secara berurutan, dan bagaimana membagi wewenang kepada pekerjaan
(Nilawati, 2008).
Untuk mendukung kegiatan Posyandu sebagai wahana yang memberi pelayanan
dalam pemenuhan kebutuhan dasar pengembangan kualitas manusia dini, perlu dibentuk
institusi Pembina Posyandu yang berfungsi memfasilitasi, membina, memantau dan
mengevaluasi kegiatan

Posyandu sesuai kebutuhan. Institusi tersebut mempunyai struktur seperti Pokjanal


Posyandu yang berada di Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat. Bila Pokjanal
Posyandu di daerah masih berfungsi, maka diharapkan dapat memanfaatkan keberadaan
organisasi tersebut sebagai institusi Pembina Posyandu yang keanggotaannya terdiri dari
wakil-wakil dinas/instansi/lembaga terkait dan organisasi kemasyarakatan yang memiliki
kepedulian terhadap kegiatan pelayanan masyarakat di Posyandu (Depdagri RI, 2001).

Dalam melaksanakan tugasnya, institusi Pembina Posyandu tersebut dipimpin oleh


seorang Ketua, yang dibantu oleh beberapa anggota yang mewakili instansi-instansi dan
unsur yang terlibat dalam Posyandu. Susunan organisasi institusi Pembina Posyandu
ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing. Namun dengan

21
tidak bermaksud untuk menyeragamkan bentuk susunan organisasi dan tata kerja institusi
Pembina Posyandu seyogyanya untuk mencegah kerancuan perlu ada uraian peran
masing-masing unsur dinas/instansi/lembaga yang terkait dalam pembinaan Posyandu,
misalnya Dinas/Badan/Kantor PMD/Bina Pemberdayaan Masyarakat : berperan dalam
fungsi koordinasi penyelenggaraan pembinaan, penggerakan dan pengembangan
masyarakat, pengembangan metode pendampingan masyarakat, teknis advokasi, dan
sebagainya, Dinas Kesehatan berperan dalam membantu pemenuhan pelayanan sarana
dan prasarana kesehatan seperti pengadaan alat timbangan, distribusi KMS, distribusi
obat-obatan dan vitamin serta dukungan bimbingan tenaga teknis kesehatan,
BKKBN/PLKB : berperan dalam pelayanan kontrasepsi, penyuluhan, penggerakan peran
serta masyarakat dan sebagainya, BAPPEDA : berperan dalam perencanaan umum dan
evaluasi, TP-PKK : berperan dalam pendayagunaan Kader, motivasi masyarakat,
penyuluhan dan bimbingan teknis, dan sebagainya, Dinas Pendidikan, LSM dan
sebagainya : berperan dalam mendukung teknis operasional Posyandu (Depdagri RI,
2001).

Tugas dan fungsi institusi Pembina Posyandu secara keseluruhan ialah mendukung
kelangsungan Posyandu sebagai unit pelayanan kesehatan dasar masyarakat khususnya
dari kelmpok paling rentan Ibu dan Anak. Secara Nasional, kelembagaan sejenis yang
berperan dalam mengkoordinasikan kegiatan lintas sektoral dan lintas program yang
mendukung kegiatan Posyandu tetap diperlukan. Fungsi tersebut pada hakekatnya dapat
dilakukan oleh Pokjanal Posyandu yang selama ini melaksanakan fasilitasi, pembinaan
dan pemantauan serta evaluasi kegiatan Revitalisasi Posyandu dan jika masih dianggap
relevan keberadaannya dapat dimanfaatkan atau membuat Kelompok Kerja baru sesuai
dengan kondisi daerah (Depdagri RI, 2001).

22
Konsep Kader Kesehatan

Pengertian Kader

Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa kegiatan di Posyandu, dimana anggotanya berasal dari
masyarakat, dipilih oleh masyarakat itu sendiri dan bekerjasama secara sukarela. Secara umum
istilah kader kesehatan yaitu kader yang dipilih oleh masyarakat tadi menjadi penyelenggara
Posyandu.

Banyak para ahli mengemukakan mengenai pengertian tentang kader kesehatan antara lain: L. A.
Gunawan memberikan batasan tentang kader kesehatan “kader kesehatan dinamakan juga
promotor kesehtan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan
bertugas mengembangkan masyarakat”. Direktorat bina peran serta masyarakat Depkes RI
memberikan batasan kader “Kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau
oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela” .

Persyaratan Menjadi Kader

Proses pemilihan kader hendaknya melalui musyawarah melalui masyarakat dan para pamong
desa harus juga mendukung, Persyaratan Umum yang harus di pertimbangkan untuk pemilihan
kader antara lain Dapat baca, tulis dengan bahasa indonesia, Secara fisik dapat melaksanakan
tugas sebagai kader, Mempunyai penghasilan sendiri, Aktif dalam kegiatan sosial maupun
pembangunan desanya, Di kenal masyarakat dan dapat bekerja sama dengan masyarakat,
Berwibawa, Sanggup membina paling sedikit 10 Kepala Keluarga untuk meningkatkan keadaan
kesehatan

keluarga.

Pendapat lain yang di kemukakan oleh Dr. Ida Bagus, mengenai persyaratan menjadi seorang
kader antara lain Berdasar dari keluarga setempat, Tinggal di desa tersebut, Tidak sering
meninggalkan tempat untuk waktu yang lama, diterima oleh masyarakat setempat, Masih cukup
waktu bekerja untuk masyarakat di samping mencari nafkah, Dari persyaratan diatas dapat
disimpulkan bahwa kriteria pemiilihan kader kesehtan antara lain adalah sanggup bekerja secara
sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat, mempunya kredibilitas yang baik dimana

23
prilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai
penghasilan yang tetap, pandai baca tulis, dan sanggup membina masyarakat.

Peran Kader

Kader kesehatan mempunyai peran besar dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat
menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, kader juga berperan dalam
pembinaan masyarakat di bidang kesehatan melalui kegiatan yang dilakukuan, Merencanakan
kegiatan, antara lain menyiapkan dan melaksanakan survei mawas diri, membahas hasil survei,
menyajikan dalam MMD, menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat desa,
menentukan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan bersama masyarakat, membahas
pembagian tugas menurut jadwal kerja, Melakukan komunikasi, informasi dan motivasi wawan
muka (kunjungan), alat peraga dan percontohan, Menggerakkan masyarakat dan mendorong
masyarakat untuk gotong ronyong, memberikan informasi dan mengadakan kesepakatan
kegiatan apa yang akan dilaksanakan dan lain-lain, Memberikan pelayanan yaitu Membagi obat,
membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan, mengawasi pendatang didesanya dan melapor,
memberikan pertolongan pemantauan penyakit, memberikan pertolongan pada kecelakaan dan
lainnya, Melakukan pencatatan yaitu: Keluarga Berencana atau jumlah Pasangan Usia Subur,
jumlah peserta aktif dsb, KIA : jumlah ibu hamil, vitamin A yang dibagikan dan sebagainya,
Imunisasi : jumlah imunisasi TT bagi ibu hamil dan jumlah bayi dan balita yang diimunisasikan,
Gizi: jumlah bayi yang ada, mempunyai KMS, balita yang ditimbang dan yang naik timbangan,
Diare : jumlah oralit yang dibagikan, penderita yang ditemukan dan dirujuk melakukan
pembinaan mengenai lima program keterpaduan KB-kesehatan dan upanya kesehatan lainnya,
Keluarga binaan yang masing-masing untuk berjumlah 10-20 Kepala Keluarga atau diserahkan
dengan kader setempat, hal ini dilakukan dengan memberikan informasi tentang upanya
kesehatan dilaksanakan, Melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat terutama keluarga
binaan, Melakukan pertemuan kelompok.9,10,11

Epidiomologi KIA
Besarnya AKI pada Indonesia memang manjadi tolak ukur kinerja dan kualitas tim
medis Indonesia itu sendiri, namun seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya ilmu

24
pengetahuan AKI di Indonesia mengalami perbaikan dimana AKI sebesar 41% dari 390 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2007.
Sedangkan target MDGs pada tahun 2015, AKI dapat diturunkan menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup.3

Penutup
Kesimpulan
Angka Kematian Ibu yang tinggi di Indonesia menjadi masalah semua lini bukan hanya
pemerintah dan peran medis saja yang berperan, peran masyarakat juga merupkan factor penting
dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu yang tinggi untuk itu kerja sama semua lini
apabaila dilakukan secara maksimal maka akan menghasilkan hasil yang baik juga.

Daftar Pustaka
1. Romly R. Cara Menanggulangi Resiko Kematian Ibu Melahirkan Diunduh dari
http://www.doktergaul/. 28 06 2013
2. Untung Praptohardjo dkk, Sekitar Masalah Aborsi di Indonesia, PKBI Jawa Tengah,
2007
3. Program Pemerintah Menanggulani angka kematian ibu. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1387. 28 06 2013
4. Program Pemerintah Menanggulani angka kematian ibu. Diunduh dari
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/03/indikator-sistem-informasi-
manajemen-kia.html. 28 06 2013
5. Sedyaningsih, E.R., 2011. Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.631/MENKES/PER/III/2011. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
6. Alisjahbana, A.S., 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di
Indonesia 2010. Kementrian Perencanaan dan Pembangunan Nasional / Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Jakarta.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008.
Pusat data dan informasi, Jakarta.
8. TEMPO Interaktif, 2011. Program Jaminan Persalinan Sudah Bisa Dimanfaatkan.
TEMPO interaktif, Edisi : 26 Februari 2011, 17.45 WIB.

25
www.tempo.co/hg/kesra/2011/02/26/brk,20110226-316207,id.html. (Diakses tanggal 28
juny 2011).
9. Prawiroharjo, S., 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Ed. 8., Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
10. Jacqueline, S., 1999. Edisi Khusus : Keselamatan Ibu. Program for Appropriate
Technology in Health. OutLook, Vol. 16; Edisis Khusus. Seattle
11. Darmawan, S.E., 2009. Tinjauan Kebijakan Terkait Pengelolaan Posyandu Sebagai
Masukkan dalam Perumusan Peran dan Tanggung Jawab Departemen Kesehatan dalam
Pengelolaan Posyansdu. Departemen AKK FKMUI, Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai