Aqmarina Borisman
A6 / 102015137
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Alamat Korespondensi : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Pendahuluan
World Health Organization (WHO) mencatat bahwa pada tahun 2006 sekitar 150 juta
orang berusia diatas 20 tahun mengidap Diabetes Mellitus, dan jumlah ini akan bertambah
menjadi 300 juta orang pada tahun 2025. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(KEMENKES RI) tahun 2014 Estimasi terakhir International Diabetes Federation (IDF),
terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Diperkirakan
dari 382 juta orang tersebut, 175 juta orang diantaranya belum terdiagnosis, sehingga
terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan.4
Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama
masyarakat di kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi
penyakit degeneratif dan disinyalir menjadi penyebab utama kematian di Indonesia.5
1
Working Diagnosis
Diagnosis kerja atau working diagnosis untuk kasus ini ialah diabetes mellitus tipe 2
merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam
sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi
pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi insulin,
resistensi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor
hormon resisten yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka
terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun
meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutase gen tersebut sering terjadi pada kromosom
19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.6
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap
insulin, yang ditandai dengan meningkatkan kadar insulin di dalam darah. hiperglisemia dapat
diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau
mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun
semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang
menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam
kaitan dengan pengularan dari adipokines suatu kelompok hormone itu merusak toleransi
glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis
dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun
di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan
anak-anak.6
Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya setiap jenis dari diabetes
juga berbeda. Berikut ini merupakan beberapa penyebab dari penyakit diabetes mellitus:7
Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
2
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta.
2. Diabetes Melitus tipe 2 ( NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Faktor resiko:
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) Sekitar 90% dari
kasus diabetes yangdidapati adalah diabetes tipe 2. Pada awlanya, tipe 2 muncul
seiring dengan bertambahnya usia dimana keadaan fisik mulai menurun.
Obesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan
diabetes tipe 2. Hala ini jelas dikarenakan persediaan cadangan glukosa dalam tubuh
mencapai level yang tinggi. Selain itu kadar kolesterol dalam darah serta kerja jantung
yang harus ekstra keras memompa darah keseluruh tubuh menjadi pemicu obesitas.
Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensivitas
insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
Riwayat keluarga, Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hamper
100%. Resiko berkembangnya diabetes tipe 3 pada sausara kandubg mendekati 40%
dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes
dan nondiabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90% pasti membawa carer diabetes
tipe 2.
3. Diabetes gestasional (GDM )
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu:
3
• Kelainan genetic pada kerja insulin. Sindrom resistensi insulin berat dan
akantosis negrikans
• Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali
• Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
• Infeksi
Epidemiologi
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus
diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. Diabetes
merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama
kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita
diabetes paling sedikit 2 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan
mereka yang tidak menderita diabetes.7
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,
kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%, kecuali di dua tempat yaitu
di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3% dan di Manado 6%. Di Pekajangan
prevalensi ini agak tinggi disebabkan di daerah itu banyak perkawinan antara kerabat.
Sedangkan di Manado, Waspadji menyimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada studi
itu populasinya terdiri dari orang-orang yang datang dengan sukarela, jadi agak lebih selektif.
Penelitian antara tahun 2001 dan 2005 di daerah depok didapatkan prevalensi DM tipe 2
sebesar 14,7% suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makassar prevalensi
diabetes terakhir tahun 2005 yang mencapai 12,5%. Melihat tendensi kenaikan kekerapan
diabetes secara global, terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam
kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat
dengan drastis. Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO, Indonesia akan
menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta
orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.8
Insidens diabetes melitus terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun
2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM
terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang.
Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi
dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan “Western-style” yang tidak sehat. Ada juga
perkiraan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40%
4
dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86-138%, yang
disebabkan oleh karena:9
1. Faktor demografi: 1). Jumlah penduduk meningkat; 2). Penduduk usia lanjut bertambah
banyak; 3). Urbanisasi makin tak terkendali
2. Gaya hidup yang ke barat-baratan: 1) Penghasilan per kapita tinggi; 2). Restoran siap
santap; 3). Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerak badan
3. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
4. Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih
panjang.9
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu
(kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram).
Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami
Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan
pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan
dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan
Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak
adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM
adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah
kurang dari 5 porsi perhari.10
Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit
vaskular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan gangren adalah komplikasi yang paling
utama. Selain itu, kematian fetus intrauterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes tidak
terkontrol juga meningkat.7
Dampak ekonomi pada diabetes jelas terlihatber-akibat pada biaya pengobatan dan
hilangnya pendapatan, selain konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti
kebutaan dan penyakit vaskular.7
Patofisiologis
Diabetes mellitus tipe 2 tampaknya terjadi karena sekumpulan cacat genetic yang masing-
masing menimbulkan risiko predisposisinya sendiri dan dimodifikasi oleh faktor-faktor
lingkungan. Berbeda dengan tipe 1, pada diabetes tipe 2 tidak ada bukti yang menunjukkan
5
dasar autoimun. Dua defek metabolic utama yang menandai diabetes tipe 2 adalah resistensi
inslin dan disfungsi sel ß.
Resistensi Insulin
Disfungsi sel ß
Disfungsi sel ß bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat dalam
menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfungsi sel ß bersifat kualitatif (hilangnya
pola sekresi insulin normal yang berayun/osilasi dan pulsatil serta pelemaan fase pertama
sekresi insulin cepat yang dipicu oleh peningkatan glukosa plasma) maupun kuantitatif
(berkurangnya massa sel ß, degenerasi pulau Langerhans, dan pengendapan amiloid dalam
pulau Langerhans).11
Faktor Risiko
6
Faktor risiko utama untuk diabetes mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:7
Aktivitas fisik kurang.
Umur lebih dari 45 tahun.
Bobot yang lebih besar dari 120% dari berat badan ideal.
Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada seorang saudara tingkat pertama (misalnya,
orang tua atau saudara).
Masuk dalam kelompok etnik resiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pasific Islander).
Sejarah toleransi glukosa terganggu sebelumnya (IGT) atau glukosa puasa terganggu
(IFG).
Hipertensi (>140/90 mm Hg) atau dislipidemia (high-density lipoprotein [HDL]
tingkat kolesterol <40 mg / dL atau tingkat trigliserid >150 mg / dL).
Riwayat diabetes melitus gestasional atau melahirkan bayi dengan berat lahir ≥ 4000
gram.
Sindrom ovarium polikistik (yang mengakibatkan resistensi insulin).
Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis
nigrikans)
Riwayat penyakit kardiovaskular
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisisensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal; atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.
Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul
glikosuria. Glikosuria akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran
urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka
pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien
mengeluh lelah dan mengantuk.10
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi diagnosis DM menjadi
2 bagian besar berdasarkan ada dan tidaknya tanda / gejala khas DM.
1. Poliuria
7
2. Polidipsia Trias DM (3P)
3. Polifagia
4. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Gejala penyerta:12
1. Lemas, cepat lelah, dan mengantuk.
2. Kesemutan.
3. Hiperpigmentasi (pria: penis, selangkangan, axilla; wanita: vulva) tidak hilang dengan
dicuci atau obat kulit.
4. Penglihatan kabur.
5. Disfungsi ereksi atau impoten (pada pria).
6. Frigiditas (pada wanita): tidak ada hasrat seks pada wanita atau sakit saat koitus
akibat mukosa vaginal kering.
7. Pruritus ( didaerah vulva pada wanita).
8. Penyembuhan luka yang lambat.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring,
pemeriksaan diagnosis, pemantauan hasil pengobatan dan pengendalian DM. Bahan
pemeriksaan yang dianjurkan untuk menentukan kadar glukosa darah adalah plasma darah
vena.
8
penderita dengan gejala klinis khas DM dan kadar glukosa darah puasa dan atau sewaktu
yang telah memenuhi kriteria diagnostik DM.
Penatalaksanaan
9
Mencegah serta menghambat progresivitas penyulit mikroagiopati, makroangiopati,
dan neuropati (jangka panjang)
c. Pilar penatalaksaan DM
1. Edukasi
Edukasi mengenai pengertian DM, promosi perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa
darah mandiri, serta tanda dan gejala hipoglikemia beserta cara mengatasinya perlu
dipahami oleh pasien
10
- Bagi pria dengan tinggi badan <160 cm dan perempuan <150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi : BBI= (tinggi badan dalam cm – 100) x 1 kg
- BB normal : BBI ± 10%, kurus: <BBI-10%, gemuk >BBI+10%
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
- Karbohidrat : 45-65%total asupan eneergi (karbohidrat non olahan berserat
tinggi, dibagi dalam 3x makan/hari)
- Lemak : 20-25% kebutuhan kalori (batasi asupan lemak jenuh dan lemak trans,
seperti daging berlemak dan whole milk, konsumsi kolesterol <200mg/hari)
- Protein : 10-20% total asupan energy (seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa
kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe)
- Natrium : <3 g atau 1 sdt garam dapur (pada hipertensi, natrium dibatasi 2,4 g)
- Serat : ±25 g/hari (kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta karbohidrat tinggi
serat)
- Pemanis alternative tetap perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
3. Aktivitas fisik
Kegiatan jasmani yang dianjurkan adalah intensitas sedang (50-70% denyut nadi
maksimal) minimal 150 menit/minggu atau aerobic 75 menit/minggu.Aktivitas dibagi
dalam tiga hari per minggu dan tidak ada dua hari berturutan tanpa aktivitas fisik.Jika
tidak ada kontraindikasi, pasien DMT2 dieudukasi melakukan latihan resistensi
sekurangnya 2x/minggu.Untuk penyandang DM dengan penyakit kardiovaskular, altihan
jasmani dimulai dengan intensitas rendah dan durasi singkat lalu secara perlahan
ditingkatkan.aktivitas fisik sehari-hari juga dapat dilakukan, misalnya berjalan kaki ke
tempat kerja, menggunakan tangga.
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diterapkan bersama-sama dengan pengaturan diet dan latihan
jasmani.Terapi farmakologis dapat berupa ADO atau insulin. Berdasarkan cara kerjanya,
ADO dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemicu sekresi insulin: sulfonylurea (dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan) dan glinid
(sesaat sebelum makan).
11
Golongan obat ini merangsang sel beta pancreas untuk melepaskan insulin yang
tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih mampu mensekresi
insulin.Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1.
12
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam
saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia postprandial.Hasil akhirnya adalah penurunan glukosa darah
postprandial. Sebagai monoterapi tidak akan merangsang sekresi insulin sehingga tidak dapat
menyebabkan hipoglikemia.
GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek (<1 menit) akibat proses
inaktivasi oleh enzim DPP-IV. Penghambatan enzim DPP-IV diharapkan dapat
memperpanjang masa kerja GLP-1 sehingga membantu menurunkan
hiperglikemia.Terdapat dua macam penghambat DPP-IV yang ada saat ini yaitu sitaglipin
dan vildaglipin.
Penggunaan ADO dilakukan secara bertahap dapat dilihat pada gambar 2. Terapi
farmakologi bertahap juga dapat dikelompokkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c,
antara lain :
- Tahap I : HbAc1 7-8%
- Tahap II : HbA1c 8-9%
- Tahap III : HbA1c >9%
Selain OHO, terapi farmakologi lainnya adalah insulin. Terapi insulin diindikasikan pada:
- DM Tipe I
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat disertai ketosis
- Ketosidosis diabetic
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan ADO dosis optimal
Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
Kehamilan dengan DM/DM gestasional yang tidak terkendali dengan
pengaturan diet
Kontraindikasi ADO
13
Selain pengaturan diet dan latihan jasmani, jika perlu dapat diberikan ADO tunggal atau
kombinasi sejak dini.Terapi dengan ADO kombinasi harus dipilih dua atau lebih macam obat
dengan mekanisme kerja berbeda. Untuk kombinasi ADO dengan insulin, banyak digunakan
kombinasi ADO dan insulin basal yang diberikan malam hari menjelang tidur.12
Komplikasi
1. Komplikasi
Ketoasidosis diabetik: hiperglikemik, asidosis, ketosis.
Hiperosmolar non-ketosis
Hiperglikemik berat, dehidrasi berat, tanpa ketosis, dan asidosis, yang ditandai dengan
gejala klinis poliuria, polidipsi, dan letargi. Pada pemeriksaan lab, didapatkan kadar
glukosa darah sangat tinggi, kadar bikarbonat plasma normal, dan pH darah normal.5
Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dl. Biasanya
hipoglikemia ditandai dengan penurunan kesadaran pada penderita DM. Hipoglikemik
biasa ditandai pada penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonylurea
dapat berlangsung lama sehingga harus diawasi secara terus-menerus hingga waktu kerja
obat habis (sekitar 24-72 jam). Gejala hipoglikemik seperti adanya gejala adrenergic
(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Hipoglikemik harus segera mendapat
pengelolaan memadai dengan diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau
glukosa 15-20 gram intravena.10
Mata
Gejala katarak, pengelihatan kabur, retinopati, buta
Ginjal
Neuropati-renal failure mual, edema, anemia, BAK sedikit.10
14
Saraf
Neuropati perifer baal, pegal, kesemutan, nyeri
Neuropati visceral diare, gangguan BAK, impoten
Dimensia gangguan memori.
Pencegahan
Pencegahan primer memiliki sasaran yaitu masyarakat yang masih sehat. Semua pihak di
dalam masyarakat harus mengembangkan dan membudayakan pola hidup sehat dan
menghindari pola hidup yang meningkatkan risiko DM. Mengkampanyekan makanan sehat
yang mengandung lemak dengan kadar yang rendah atau pola makan seimbang harus
ditanamkan sejak usia dini. Juga menganjurkan olahraga agar tetap dapat menjaga berat
badan agak tidak berlebihan. Pencegahan sekunder adalah ditujukan kepada para penderita
Dm untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan mengingatkan pentingnya kepatuhan
minum obat dan latihan fisik secara teratur serta menjaga pola makan. Penyuluhan tentang
diabetes dan cara mencegah komplikasinya perlu diberikan bagi para penderita DM dan
keluarga ataupun kerabat dekatnya. Terakhir pencegahan tersier dengan sasaran pada
penderita DM yang sudha maupun belum mengalami komplikasi dengan tujuan mencegah
terjadinya komplikasi ataupun kecacatan yang diakibatkannya. Upaya ini terdiri dari 3
tahap.13
Prognosis
Prognosis pasien bervariasi tergantung pada keadaan dan kepatuhan pasien. Umumnya
apabila pasien terkontrol baik memiliki prognosis yang baik sehingga kualitas dan kuantitas
hidup dapat lebih membaik.
15
dikarenakan Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis. Program pengendalian penyakit
Diabetes Mellitus dirancang dengan membagi menjadi beberapa tujuan, antara lain:
a. Jangka pendek : Hilangnya keluhan dan tanda gejala DM, Mempertahankan rasa
nyamana dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka Panjang : Tercegah dan terhambatnya progesivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas
dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistic dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Beberapa kegiatan pokok pengendalian penyakit Diabetes Meilitus antara lain :
a. Pencegahan dan penangulangan faktor resiko
b. Penemuan dan tatalaksana kasus
c. Surveilans Epidemiologi
d. KIE
e. Jejaring kerja dan advokasi
16
Surveilans Epidemiologi
Menurut WHO surveilans epidemiologi adalah proses pengumpulan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data secara sistematik, dan terus menerus serta penyebaran informasi
kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Definisi surveilans
menurut Kepmenkes RI No 1116/Menkes/SK/VIII/2008 adalah kegiatan analisis secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit/ masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularannya, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
17
Tujuan Surveilans Epidemiologi
Surveilans epidemiologi memiliki tujuan umum dan tujuan khusus dalam
penyelenggaraannya. Tujuan umum surveilans epidemiologi ialah mendapatkan informasi
epidemiologi tentang masalah kesehatan meliputi gambaran masalah kesehatan menurut
waktu, tempat dan orang, diketahuinya determinan, faktor risiko dan penyebab langsung
terjadinya masalah kesehatan. Sedangkan tujuan khusus surveilans epidemiologi menurut
Stephen B. Tachker (2004) antara lain:
1. Menghitung estimasi besar masalah kesehatan.
2. Menggambarkan riwayat alamiah penyakit.
3. Deteksi KLB.
4. Dokumentasi distribusi dan sebaran kejadian kesehatan.
5. Mengfasilitasi riset epidemiologi atau laboratorium.
6. Menguji hipotesis.
7. Evaluasi program penanggulangan masalah kesehatan.
8. Memantau perubahan agent penyakit.
9. Memantau kegiatan isolasi.
10. Deteksi perubahan mutu pelayanan.
11. Perencanaan.
18
serta unit surveilans lain. Berikut adalah tujuan khusus pelaksanaan program survelans,
khususnya surveilans PTM:
1. Terkumpulnya data kesakitan di Puskesmas sebagai sumber data surveilans terpadu
penyakit.
2. Terdistribusikannya data kesakitan kepada unit surveilans dinas kesehatan kabupaten
kota, unit surveilans dinas kesehatan provinsi, unit surveilans dirjen P2PL.
3. Terlaksananya pengolahan dan penyajian data penyakit khususnya diabetes melitus
dalam bentuk tabel, grafik, peta dan analisis lebih lanjut oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi dan unit surveilans dirjen P2PL.
4. Terdistribusinya hasil pengolahan dan penyajian data penyakit khususnya diabetes
melitus beserta hasil analisis epidemiologi lebih lanjut dan rekomendasi kepada program
terkait di Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional,
pusat-pusat riset, pusat-pusat kajian dan perguruan tinggi serta sektor terkait lainnya.
Upaya Promotif.
Adalah upaya promosi kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan status/ derajat
kesehatan yang optimal. Sasarannya adalah kelompok orang sehat. Tujuan upaya promotif
adalah agar masyarakat mampu meningkatkan kesehatannya, kelompok orang sehat
meningkat dan kelompok orang sakit menurun. Bentuk kegiatannya adalah pendidikan
kesehatan tentang cara memelihara kesehatan. Contoh :
1. Memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat tentang :
- Penyakit diabetes mellitus dan jantung
- Faktor risiko
- Cara pencegahan yaitu menjalankan pola hidup yang sehat dengan membatasi
konsumsi gula, garam, makanan berlemak dan rajin berolahraga.
19
Upaya Preventif
Adalah upaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit. Sasarannya
adalah kelompok orang resiko tinggi. Tujuannya untuk mencegah kelompok resiko tinggi
agar tidak jatuh/ menjadi sakit (primary prevention). Bentuk kegiatannya adalah Prorgam
penegendalian Diabetes Melitus secara integrase dengan PTM Terpadu Contoh :
1.Pendekatan faktor resiko PTM di faskes primer (Konseling berhenti merokok,hipertensi,
obesitas)
2. Tatalaksana terintegrasi hipertensi dan diabetes melalui pendekatan faktor resiko
Upaya Kuratif
Adalah upaya promosi kesehatan untuk mencegah penyakit menjadi lebih parah melalui
pengobatan. Sasarannya adalah kelompok orang sakit (pasien) terutama penyakit kronis.
Tujuannya kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak lebih parah (secondary
prevention). Bentuk kegiatannya adalah pengobatan. Contoh :Memberikan pengobatan pada
masyarakat atas instruksi dokter. 6
20
- Jumlah kasus berdasarkan kelompok umur
- Status Ekonomi
- Angka CFR total dan menurut kelompok umur
- Angka insidensi menurut kelompok umur dan jenis kelamin
berdasarkan bulan dan tahun
-
B. Di Rumah Sakit (Surveilans Aktif). 7
1. Penemuan Kasus
Surveilans aktif RS bertujuan untuk menemukan kasus DM yang
berobat ke rumah sakit baik langsung maupun rujukan dari fasilitas
kesehatan lain. Surveilans DM di RS dilakukan secara aktif oleh
petugas surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan petugas
surveilans rumah sakit/contact person RS, yang diintegrasikan dengan
surveilans AFP dan PD3I lainnya.
2. Pengambilan Spesimen
Kasus DM dapat juga didiagnosa secara laboratoris dengan mengambil
sampel darah vena.
3. Pencatatan dan Pelaporan
Kasus yang terjadi di Rumah Sakit dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota oleh petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
melakukan kunjungan surveilans aktif RS.
Kesimpulan
21
Daftar Pustaka
22