Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KASUS DBD DI

JAKARTA BARAT PADA TAHUN 2015-2019

INVESTIGASI WABAH

Disusun oleh:

KELOMPOK 4

1800029381 Uswatun Hasanah


1900029006 An Nisa Ridha S
1900029049 Nelsi Marella
1900029198 Nova Irianti
1900029219 Nurhikmah Safitri
1900029246 Ardyawati Wira Oktaviana

Dosen Pengampu:

Rokhmayanti, S.KM., M.PH

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2022
I. Pendahuluan

Pada bulan Januari 2020, petugas surveilans di Rumah Sakit


X di wilayah Jakarta Barat melakukan pengecekan terhadap data
laporan surveilans yang telah dilaksanakan dari tahun-tahun
sebelumnya. Berdasarkan data-data hasil Laporan Surveilans
Dinkes Rumah Sakit di Wilayah Jakarta Barat per Kecamatan
tersebut telah ditemukan terjadinya peningkatan KLB yaitu sebanyak
lima kali berturut-turut dari tahun 2015-2019 pada kasus DBD.
Petugas surveilans memastikan kasus yang ternyata sudah sesuai
kriteria klinis, kemudian petugas surveilans segera mempersiapkan
diri untuk terjun ke lapangan guna melakukan investigasi lebih lanjut.

Langkah selanjutnya yang dilakukan penyelidikan


epidemiologi oleh petugas surveilans Rumah Sakit tersebut dengan
membentuk sebuah tim penyelidikan KLB DBD bersama Dinas
Kesehatan Provinsi beserta tim dari petugas Puskesmas setiap
Kecamatan yang ada di Jakarta Barat dan mulai menyusun
rancangan penyelidikan epidemiologi. Tim surveilans melakukan
pengumpulan informasi awal, meliputi: Area KLB; Total populasi dan
populasi yang rentan di area KLB; dan lainnya. Tim surveilans juga
melakukan persiapan alat untuk penyelidikan KLB, seperti: Form
pendataan kasus dan bukan kasus; Obat-obatan; Sarana
transportasi; dan lainnya. Terakhir, tim surveilans menginformasikan
rencana investigasi ke pihak berwenang. Selanjutnya tim surveilans
dapat melakukan analisis terhadap berbagai faktor yang
berhubungan dengan terjadinya KLB DBD di wilayah tersebut.

Untuk memastikan terjadinya KLB, perlu diketahui apa saja


kriteria yang termasuk ke dalam KLB. Kejadian Luar Biasa atau
disingkat KLB, adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah (Kemenkes
RI, 2010).
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada
Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu
kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
A. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya
tidak ada atau tidak dikenal
B. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian terus
menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut
jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
C. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat
atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya
(jam, hari, minggu, bulan, tahun)
D. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan
kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan
dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.

II. Latar Belakang


Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat dan salah satu penyakit menular yang
potensial menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. Sejak pertama
ditemukan penyakit DBD di Indonesia pada tahun 1968, jumlah
kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah
luas, sehingga kejadian luar biasa (KLB)/wabah masih sering terjadi
di berbagai daerah di Indonesia.

Epidemiologi DBD sudah banyak mengalami perubahan


mulai dari faktor virus, faktor manusia seperti umur, jenis kelamin,
daerah tempat tinggal, faktor iklim, serta faktor sosial ekonomi.
Berbagai faktor ini dapat berperan dalam upaya pengendalian dan
pencegahan terjadinya Demam berdarah sebagai langkah mitigasi.
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya DBD.
Berdasarkan paradigma Host Agent Environment (HAE) disebutkan
bahwa kejadian penyakit disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan antara faktor host sebagai penjamu, agent, dan
environment. Diantara 3 faktor tersebut terdapat kontribusi vektor
yang dapat menjadi perantara pembawa agen penyakit ke tubuh host
(Anggraeni, Heridadi and Widana, 2018).

Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi


intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul,
gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh,
sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk)
berlangsung sekitar 8-10 hari (I, 2007). Menurut Butarbutar,
Sumampouw and Pinontoan (2019), Demam Berdarah Dengue
(DBD) ialah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
yang memiliki gejala pendarahan pada bagian hidung, gusi, mulut,
sakit pada ulu hati terus menerus dan memar di kulit.
Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus Demam Berdarah sangat kompleks yaitu : Pertumbuhan
penduduk yang tinggi, Perpindahan penduduk dari desa ke kota
(Urbanisasi) yang tidak terencana dan tidak terkendali, Tidak ada
kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis dan
Peningkatan sarana transformasi (Butarbutar, Sumampouw and
Pinontoan, 2019).
Secara Astronomis Kota Administrasi Jakarta Barat terletak
antara 5° 19’12“- 6° 23’54” Lintang Selatan dan 106° 22’42“ - 106°
58’18“ Bujur Timur. Kota Administrasi Jakarta Barat merupakan
dataran rendah yang terletak sekitar 7 m di atas permukaan laut.
Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Administrasi Jakarta
Barat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : di sebelah Utara
berbatasan dengan wilayah Jakarta Utara, sebelah Timur
berbatasan dengan Jakarta Pusat, sebelah Selatan berbatasan
dengan Provinsi Banten dan sebelah Barat berbatasan dengan Kota
Tangerang.
Jakarta Barat merupakan bagian dari wilayah Ibukota Jakarta
yang mempunyai kriteria kekhususan, diantaranya Jakarta Barat
sebagai kota tua dan kota metropolitan yang serba megah. Julukan
ini didasarkan pada kenyataan bahwa Jakarta Barat terdapat
bangunan-bangunan tua/kuno, dan gedung mewah seperti hotel
bintang, plaza, apartemen dan sebagainya.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit


menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui
vektor nyamuk dari spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Peran vektor dalam penyebaran penyakit menyebabkan kasus
banyak ditemukan pada musim hujan ketika munculnya banyak
genangan air yang menjadi tempat perindukan nyamuk. Selain iklim
dan kondisi lingkungan, beberapa studi menunjukkan bahwa DBD
berhubungan dengan mobilitas dan kepadatan penduduk, dan
perilaku masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut
menjadi landasan dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD
(Kemenkes RI, 2021).

III. Tujuan PE
A. Tujuan Umum
Melakukan tindakan penanggulangan dan
pengendalian KLB DBD di Jakarta Barat.
B. Tujuan Khusus
1. Memastikan kebenaran kasus KLB DBD yang
dilaporkan dan luasnya penyebaran
2. Mengetahui kemungkinan kecenderungan terjadinya
penyebarluasan penyakit DBD di lokasi
3. Mengetahui gambaran situasi penyakit dan saran
alternatif pencegahan
4. Melakukan penanggulangan DBD di lokasi

IV. Metode PE
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
yang dilakukan untuk mengetahui persebaran serta
prevalensi kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah
Jakarta Barat dari tahun 2015-2019.

B. Area penelitian, populasi dan sampel.


Area penelitian yang dilakukan yaitu di wilayah Jakarta
Barat meliputi 8 kecamatan di antaranya Cengkareng,
Kalideres, Grogol Petamburan, Palmerah, Taman Sari,
Tambora, Kebun Jeruk, dan Kambangan. Populasi untuk
penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada di
Jakarta Barat. Sedangkan sampelnya adalah seluruh
penderita (baik secara klinis, laboratoris dan atau pengobatan
dan tersangka DBD, yang telah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan) DBD di wilayah Jakarta Barat.

C. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berasal
dari pelaporan rutin kasus DBD yang ada pada website
surveilans dinas kesehatan DKI.
D. Pengolahan Data dan Analisis Data
Hasil analisis data dan pengolahan data dilakukan
secara deskriptif lalu menguraikan hasil interpretasi dari
pengolahan data yang dilakukan berupa gambar diagram,
grafik kolom dan grafik garis.

V. Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi

Kegiatan pencarian penderita Demam Berdarah Dengue atau


reservoir dilakukan di tempat tinggal penderita dan rumah atau
bangunan sekitar. Pelaksanaan PE di Puskesmas atau Lapangan:
A. Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap semua kasus
yang menunjukkan probable Demam Berdarah Dengue dan
kasus Demam Berdarah Dengue positif, dengan deteksi RIA atau
ELISA (Kit untuk pemeriksaan IgM danantio bid total dari virus
tersedia luas secara komersial)
B. Menerima laporan adanya laporan kasus suspect Demam
Berdarah Dengue serta segera dilakukan pencatatan di buku
catatan harian penderita Demam Berdarah Dengue dan buku
laporan kasus rutin mingguan diteruskan untuk laporan bulanan
ke Kabupaten/ Kota
C. Menyiapkan peralatan dan logistik Penyelidikan Epidemiologi
seperti (masker, sarung tangan) dan lain-lain
D. Memberitahu kepada Kades atau lurah dan ketua RW atau RT
setempat bahwa wilayahnya ada penderita Demam Berdarah
Dengue dan akan dilaksanakan PE
E. Melakukan pencarian penderita baru, dengan cara mendatangi
rumah dengan pasien yang memiliki gejala klinis Demam
Berdarah Dengue, kemudian dilakukan pencarian aktif kasus di
wilayah tersebut. Pencarian penderita baru dilakukan dengan
mewawancarai keluarga terdekat pasien dengan gejala Demam
Berdarah Dengue dengan cara mengisi formulir penyelidikan
epidemiologi lapangan dengan lengkap
F. Mengidentifikasi adanya kasus lain yang menunjukan gejala
suspek yang sama dengan kasus Demam Berdarah Dengue
positif yang dirawat. Dengan mencatat nama, alamat dan kapan
mulai sakit serta keadaan pada saat wawancara dilakukan
G. Apabila ditemukan diantara kontak ada yang menderita sakit
demam dan bintik merah disertai 1 atau lebih gejala seperti
demam, sakit kepala, nyeri persendian dilakukan pengambilan
serum darah untuk pemeriksaan Uji Serologi Hemaglutinasi
Inhibisi, ELISA (IgM/IgG), dan Dengue Rapid Test, segera
mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit.
H. Mengidentifikasi orang-orang yang mempunyai keterpaparan
faktor risiko yang sama dengan penderita terutama yang tinggal
serumah, teman bermain, tetangga terdekat, dan lingkungan
sekitar. Catat nama-nama suspek tersebut dalam formulir
pelacakan kasus tambahan.
I. Memberikan penjelasan kepada semua masyarakat di
lingkungan yang terdapat kasus Demam Berdarah Dengue,
memantau kondisi diri sendiri jika menunjukan gejala dengan
demam atau sama dengan kasus suspek Demam Berdarah
Dengue segera ke puskesmas terdekat untuk dilakukan
pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.
J. Tim puskesmas agar melakukan pemantauan wilayah setempat
di daerah terjadinya kasus untuk mencari kasus tambahan dan
catat hasilnya dalam formulir dan apabila ditemukan suspek
Demam Berdarah Dengue segera melaporkan ke dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk diambil spesimennya dan
segera dilakukan pengobatan
K. Mencatat nama dan nomor telpon kontak person dari keluarga
penderita serta tim puskesmas dan kabupaten/kota
L. Melakukan observasi di sekitar lingkungan tempat tinggal,
apakah ada faktor risiko seperti sanitasi lingkungan buruk dll.
Mengambil foto-foto yang dianggap penting. Jika disekitar rumah
tidak ditemukan adanya faktor risiko, tanyakan lebih jauh tempat
penderita bermain/pergi dalam 2 minggu terakhir

Pemantauan terhadap wilayah setempat oleh puskesmas


dilakukan 2 kali masa inkubasi kasus Demam Berdarah Dengue dari
terjadinya puncak. Apabila ada yang menunjukan gejala dari
terjadinya puncak kasus serta ada yang menunjukan gejala suspek
untuk segera dilakukan pengobatan.

VI. Hasil Penyelidikan Epidemiologi

45% laki-laki
55% perempuan

Gambar 1. Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Jenis Kelamin di Jakarta Barat Tahun 2019

Interpretasi: berdasarkan gambar 1 diatas, dapat diketahui


bahwa kasus DBD paling banyak di Jakarta Barat diderita oleh jenis
kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 55%.
Gambar 2. Distribusi Frekuensi DBD Berdasarkan Usia pada Tahun 2019 di Jakarta Barat

Interpretasi: berdasarkan gambar 2, dapat diketahui bahwa


distribusi penderita DBD di Jakarta Barat berdasarkan rentang umur
paling banyak diderita oleh umur 20 - 44 tahun yaitu sebanyak 1596
kasus.

Gambar 3. Distribusi Frekuensi Kasus DBD Berdasarkan Tempat Tinggal pada Tahun 2019 di
Jakarta Barat

Interpretasi: berdasarkan gambar 3, dapat diketahui bahwa


distribusi kasus DBD di Jakarta Barat berdasarkan tempat tinggal
paling banyak ditemukan di Kecamatan Kali Deres yaitu sebanyak
1224 kasus.
4500 4273

4000
3500
Frekuensi (Kasus) 3000
2500
2000 1567
1351
1500
1000
500 1 17
0
2015 2016 2017 2018 2019
Waktu (Tahun)

Gambar 4. Trend Kejadian DBD di Jakarta Barat Tahun 2015-2019

Interpretasi: Berdasarkan gambar 4, dapat diketahui bahwa


terjadi peningkatan kasus DBD dari Tahun 2015 ke Tahun 2019
mulai dari 1 kasus menjadi 4273 kasus.

1200
Frekuensi (Kasus)

1000
800
600
400
200
0
Des
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov
s
min 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
max 297 132 172 214 232 160 114 87 75 92 87 178
diamati 424 797 956 636 602 349 144 68 57 69 71 100
Waktu (Bulan)

min max diamati

Gambar 5. Pola Maximum Minimum Kasus DBD di Jakarta Barat Tahun 2015-2018 Dibandingkan
dengan Tahun 2019

Interpretasi: Berdasarkan gambar 5, dapat diketahui bahwa trend


kecenderungan kasus DBD setelah diamati ternyata terjadi paling banyak
pada bulan Maret yaitu sebanyak 956 kasus.
VII. Analisis Data dan Kesimpulan
Dilakukan penyelidikan epidemiologi dan didapatkan hasil
bahwa penyebab dari terjadinya kasus DBD di Jakarta Barat diduga
karena penderita DBD tidak melaksanakan upaya pencegahan dan
pengendalian terhadap penularan DBD. Seperti yang kita ketahui
bahwa pada kenyataannya Jakarta Barat terdapat bangunan-
bangunan tua/kuno yang mungkin saja banyak tempat
penampungan air dan barang bekas seperti kaleng bekas yang
berpotensi menjadi perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
Sedangkan untuk perbandingan wilayah dengan lingkungan, suhu
udara dan cuaca merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi timbul dan berkembangnya penyakit DBD.
Peningkatan pada suhu dan presipitasi bisa meningkatkan populasi
vektor dari penyakit DBD dan angka kejadian kasus DBD (Nandini,
dkk, 2017). Oleh karena itu diperlukan tindakan segera upaya
pencegahan dan pengendalian terhadap penularan DBD untuk
mencegah gigitan nyamuk aedes aegypti melalui kegiatan-kegiatan
salah satunya PSN 3M Plus.
Virus yang ditularkan dari nyamuk aedes aegypti biasanya
hidup diantara garis lintang 35° Utara dan 35° Selatan ketinggian
1000meter diatas permukaan air laut. Nyamuk jenis ini sering
menghisap darah manusia pada siang hari. Alasan nyamuk Aedes
aegypti menjadi penyebab utama penyebaran virus dengue karena
nyamuk tersebut menyukai hidup berdekatan dengan manusia dan
makan dari manusia alih-alih dari binatang. Selain itu, nyamuk ini
juga suka bertelur di wadah-wadah air yang dibuat oleh manusia.
Menurut Siswanto, hanya 20% yang mengalami gejala Demam
Berdarah dan 5% orang yang terinfeksi akan mengalami infeksi
berat. DBD akan mengancam jiwa jika tidak ditanggulangi secara
cepat. Inkubasi pada penyakit DBD ini antara 3 dan 14 hari setelah
seseorang terkena virus dengue. Virus dengue yang menyerang
anak-anak biasanya menimbulkan gejala pilek atau gastroenteritis.
Selain itu, anak-anak yang mengalami DBD juga bisa berakibat fatal
pada kematian.
Dengue dapat mempengaruhi sistem lain di dalam tubuh
manusia dan permasalahan lain yang sering ditemui adalah waktu
untuk memperhatikan lingkungan yang memungkinkan menjadi
tempat perindukan dari nyamuk Aedes di lingkungan sekitar rumah.
Melihat hasil penyelidikan epidemiologi diatas dapat diketahui
bahwa kondisi kepadatan penduduk juga berpengaruh dalam
penyebaran penyakit, yang mana dari frekuensi kasus DBD di
Jakarta Barat berdasarkan tempat tinggal paling banyak ditemukan
di Kecamatan Kali Deres yaitu sebanyak 1224 kasus. Kepadatan
penduduk yang tinggi dapat meningkatkan potensi penularan
penyakit, semakin tinggi kepadatan penduduk pada suatu wilayah
akan semakin tinggi pula interaksi antara vektor penyakit dengan
penjamunya. semakin tinggi kepadatan penduduk bisa menurunkan
tingkat kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan
sehat.
VIII. Tindakan atau Upaya Penanggulangan
Dampak perubahan iklim sangat kompleks karena mencakup
beberapa aspek kehidupan dan telah dirasakan oleh manusia.
Perubahan ini kemudian berpengaruh pada pola penularan penyakit
tular vektor seperti DBD khususnya saat peralihan musim yang
ditandai oleh curah hujan dan suhu udara yang tinggi. Demikian pula
kasus DBD di Indonesia juga ditemukan meningkat secara tajam di
tahun-tahun (Raksanagara AS et al., 2015).
Upaya pencegahan dan pengendalian terhadap penularan
DBD untuk mencegah gigitan nyamuk aedes aegypti melalui
kegiatan PSN 3M Plus, larvasida dan fogging, sehingga penularan
DBD dapat dicegah atau dikurangi (Kurniawati et al., 2020). Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan PSN ini harus
dilakukan secara luas dan terus menerus. Sasarannya adalah
semua tempat perkembangbiakan nyamuk, seperti tempat
penampungan air untuk kebutuhan sehari-hari atau tempat
penampungan air alami (Kasim, Kaunang and Sekeon, 2019).
PSN 3M Plus terdiri dari 3M yaitu menguras, menutup rapat
tempat penampungan air dan memanfaatkan kembali barang bekas
yang berpotensi menjadi perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
Arti Plus yaitu mengganti air vas bunga, minuman burung,
memperbaiki saluran dan talang air rusak, membersihkan tempat
yang dapat menampung air seperti pelepah pisang, pekarangan dan
kebun, memelihara ikan cupang, ikan kepala timah, menggunakan
obat anti nyamuk, melakukan larvasida (Kurniawati, Sutriyawan and
Rahmawati, 2020). Apabila kegiatan ini dilakukan dengan baik akan
dapat menekan perkembangbiakan nyamuk, minimal angka bebas
jentik pada pemeriksaan jentik berkala lebih dari 95%.

IX. Dampak
Sampai saat penyakit Arbovirus, khususnya DBD ini masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak
sosial maupun ekonomi (Alligood,M.R., Tomey, A.M. 2010).
Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan
kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan
berkurangnya usia harapan hidup masyarakat. Dampak ekonomi
langsung adalah biaya pengobatan yang cukup mahal, sedangkan
dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain
yang dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan
akomodasi selama perawatan di rumah sakit.
X. Kesimpulan, Saran, dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
1. Telah terjadi KLB di Jakarta Barat pada periode tahun
2015-2019 dengan jumlah kasus DBD sebanyak 4273
kasus.
2. Distribusi kasus DBD di Jakarta Barat berdasarkan
tempat tinggal paling banyak ditemukan di Kecamatan
Kali Deres yaitu sebanyak 1224 kasus.
3. Faktor risiko terjadinya KLB berhubungan dengan
peran vektor dalam penyebaran penyakit yang banyak
ditemukan pada musim hujan ketika munculnya
banyak genangan air yang menjadi tempat perindukan
nyamuk, mobilitas dan kepadatan penduduk, dan
perilaku masyarakat.
4. Kegiatan penanggulangan yang telah dilakukan yaitu
dengan upaya pencegahan dan pengendalian
terhadap penularan DBD untuk mencegah gigitan
nyamuk aedes aegypti melalui kegiatan PSN 3M Plus,
larvasida dan fogging, sehingga penularan DBD dapat
dicegah atau dikurangi.
B. Saran
1. Tingkatkan SKD terhadap penyakit-penyakit yang
berpotensi terjadinya Kejadian Luar Biasa sehingga
peningkatan kasus bisa cepat terdeteksi sedini
mungkin.
2. Pembasmian sarang nyamuk atau wadah tempat
berkembang biaknya nyamuk aedes di setiap tempat.
3. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat sangat dibutuhkan
dalam upaya memberikan pengetahuan dan
pemahaman kepada masyarakat dalam mencegah
terjadinya penyakit dan juga kematian.
C. Rekomendasi
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan
melakukan sosialisasi dan penyuluhan terkait
penularan penyakit DBD, seperti faktor risiko yang
dapat menyebabkan tingginya kasus DBD.
2. Mengembangkan dan memanfaatkan teknologi yang
tepat dalam melakukan upaya pencegahan dan
pengendalian terhadap penularan DBD, terlebih
dengan melakukan pengendalian secara alami atau
kimiawi.
DAFTAR PUSTAKA

Alligood,M.R., Tomey, A.M. (2010). Nursing theorists and their work.


Mosby.

Anggraeni, P., Heridadi and Widana, I. K. (2018) ‘Faktor Risiko (Breeding


Places, Resting Places, Perilaku Kesehatan Lingkungan, dan
Kebiasaan Hidup) Pada Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah
Dengue di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang’, Jurnal
Manajemen Bencana, 4(1), pp. 1–24. Available at:
http://jurnalprodi.idu.ac.id/index.php/MB/article/viewFile/229/211.

Butarbutar, R. N., Sumampouw, O. J. and Pinontoan, O. R. (2019) ‘Sebaran


Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kota Manado Tahun 2016-
2018’, Kesmas, 8(6), pp. 364–370.

I, K. (2007) ‘Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on


Immunopathogenesis’, Microbiology & Infectious Disease, 30, p.
329.

Kemenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 150/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2020. In IT - Information


Technology (Vol. 48, Issue 1). https://doi.org/10.1524/itit.2006.48.1.6

Kurniawati, R. D. and Ekawati, E. (2020) ‘Analisis 3M Plus Sebagai Upaya


Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue Di Wilayah
Puskesmas Margaasih Kabupaten Bandung’,Vektora: Jurnal Vektor
dan Reservoir Penyakit, 12(1), pp. 1–10.

Kurniawati, R. D., Sutriyawan, A. and Rahmawati, S. R. (2020) ‘Analisis


Pengetahuan dan Motivasi Pemakaian Ovitrap Sebagai Upaya
Pengendalian Jentik Nyamuk Aedes Aegepty’, Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 9(04), pp. 248–253.

Kasim, G. C. A., Kaunang, W. P. J. and Sekeon, S. A. S. (2019) ‘Hubungan


Antara Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (Psn) Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Imandi Kecamatan Dumoga Timur’, Jurnal Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado, 8(7), pp.
1–6.

Nandini, D.M, Susilowati M.H.D, Widyawati. (2017). Perbandingan Wilayah


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jakarta Tahun 2005-
2015. Prosiding Industrial Research Workshop and National Seminar,
Vol. 8, No. 3, 435-443.

Raksanagara AS, Arisanti N, Rinawan F. Dampak perubahan iklim terhadap


kejadian demam berdarah di Jawa Barat. JSK. 2015;1(1):43–7.

Anda mungkin juga menyukai