Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KELOMPOK

“Langkah-Langkah Investigasi KLB/Wabah Yang Diperlukan Untuk


Menyelesaikan Investigasi KLB DBD Di Kota X”
Mata Kuliah : Manajemen Bencana Dan KLB
Dosen Pengampu : Ibu Marselina, S.KM., M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 2
Safiinatun Alyaa P10121001
Rahma Dea Marsyanda P10121028
Nurlina P10121146
Marcella Salsabila P10121150
Siti Chaira Dyna Fitri P10121179
Andi Nikmal P10121198
Aynun Khayrah HS P10121224
Rahmi Rahayu P10121288

Program Studi Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Tadulako
2023
LANGKAH-LANGKAH INVESTIGASI KLB/WABAH YANG DIPERLUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN INVESTIGASI KLB DBD DI KOTA X

Safiinatun Alyaa, Rahma Dea Marsyanda, Nurlina, Marcella Salsabila, Siti Chaira Dyna Fitri,
Andi Nikmal, Aynun Khayrah HS, Rahmi Rahayu

Abstrak
Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah adalah proses penting untuk
mengidentifikasi, memahami, dan mengendalikan suatu wabah penyakit. Telah terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD di Kota X berdasarkan laporan wabah/KLB dari
Dinas Kesehatan Provinsi Y Agustus tahun 2022. Jumlah kasus yang dilaporkan
sebanyak 281 orang. Menindaklanjuti laporan dari Dinas Kesehatan Propinsi Y tersebut
membentuk tim investigasi KLB untuk melakukan langkah-langkah investigasi
epidemiologi dengan tujuan untuk mengidentifikasi kepadatan jentik nyamuk Aedes sp.,
penyebaran kasus DBD, dan efektifitas kegiatan yang telah dilakukan oleh Dinas
Kesehatan, Puskesmas maupun masyarakat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam
investigasi wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota X, Provinsi Y mencakup
identifikasi kasus baru, definisi kasus, tinjauan ulang temuan klinis dan laboratorium,
konfirmasi adanya epidemik, pencarian literatur, konsultasi dengan laboratorium,
pembentukan tim investigasi, mencari bantuan dari pihak luar, memulai tindakan
pengendalian awal, mencari kasus tambahan, menjelaskan hubungan wabah berdasarkan
orang, tempat, dan waktu, menggambar kurva epidemiologi, evaluasi masalah,
menentukan kebutuhan uji diagnostik lain, merumuskan hipotesis sementara, menguji
hipotesis secara statistik, analisis dan investigasi lebih lanjut, serta menyiapkan dan
mendistribusikan laporan tertulis. Proses ini penting dalam upaya penanggulangan dan
pencegahan penyakit DBD serta dapat diterapkan pada investigasi wabah penyakit
lainnya.
Kata kunci : KLB, DBD, Investigasi
I. PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis
perdarahan yang menimbulkan syok yang berujung kematian. DBD disebabkan
oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi silang dan
wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Virus
ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan perantara nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan laut. Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit
penyakit demam berdarah dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk
penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun di tempat-tempat
umum diseluruh Indonesia kecuali tempat-tempat di atas ketinggian 1000 meter
dpl. Hampir setiap tahun terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah
pada musim penghujan. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di Indonesia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan
sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila
Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di
Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya
dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%), akan tetapi
konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Selanjutnya sejak saat itu
penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air
Indonesia, sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia kecuali
Timor-Timur telah terjangkit penyakit, dan mencapai puncaknya pada tahun 1988
dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk. Keadaan ini erat
kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin
lancarnya hubungan transpotasi.
Berdasarkan informasi dari Pusat data dan Surveilans epidemiologi
Kemenkes RI (2010), DBD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan
salah satu penyakit menular yang potensial menimbulkan kejadian luar biasa.
Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia pada tahun 1968, jumlah
kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga
kejadian luar biasa (KLB)/wabah masih sering terjadi di berbagai daerah di
Indonesia. Hingga kini, belum ada vaksin atau obat antivirus bagi penyakit ini.
Menurut Widoyono (2008), tindakan paling efektif untuk menekan epidemi
demam berdarah adalah dengan mengontrol keberadaan dan sedapat mungkin
menghindari vektor nyamuk pembawa virus dengue.

II. PEMBAHASAN
Investigasi atau penyelidikan KLB (Kejadian Luar Biasa)/wabah adalah
suatu kegiatan untuk memastikan adanya KLB/wabah, mengetahui penyebab,
mengetahui cara penyebaran, mengetahui faktor risiko dan menetapkan program
penanggulangan KLB. Investigasi KLB/wabah perlu dilanjutkan dengan upaya
penanggulangan KLB/wabah yaitu kegiatan yang bertujuan menangani penderita,
mencegah perluasan KLB/wabah, mencegah terjadinya penderita/kematian baru
pada saat terjadinya KLB/wabah. Masing-masing sektor baik sektor kesehatan
manusia maupun kesehatan hewan telah mempunyai pedoman investigasi dan
penanggulangan KLB/wabah secara khusus. Pendekatan One Health merupakan
pendekatan yang berusaha membuat keterpaduan diantara kedua sektor tersebut
dan sektor-sektor lain terkait dengan fokus pada upaya koordinasi, komunikasi
dan kolaborasi yang baik saat melakukan investigasi dan penanggulangan
KLB/wabah.
Berbagai alasan menyebabkan dilakukannya investigasi kemungkinan
wabah yakni :
1) mengadakan penanggulangan dan pencegahan;
2) kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan;
3) pertimbangan program;
4) kepentingan umum, politik, dan hukum.
Studi Kasus
Provinsi Y merupakan salah satu daerah endemis DBD, terutama di daerah
perkotaan. Laporan wabah/KLB (W1) dari Dinas Kesehatan Provinsi Y Agustus
tahun 2022 menunjukkan telah terjadi KLB Demam Berdarah Dengue yang
berdasarkan laporan wabah/KLB (W1) di Kota X. Jumlah kasus yang dilaporkan
sebanyak 281 orang, menindaklanjuti laporan tersebut Dinas Kesehatan Provinsi
Y membentuk Tim Investigasi KLB untuk melakukan investigasi epodemiologi.

Langkah-Langkah Investigasi Wabah/KLB yang perlu dilakukan di Kota X


Dikutip dari buku karya Nugrahaeni, 2019 yang berjudul ‘Konsep Dasar
Epidemiologi’, langkah-langkah investigasi Wabah/KLB yaitu sebagai berikut:
1. Identifikasi Dan Verifikasi Diagnosis Kasus Baru
Dinas kesehatan menerima laporan KDRS (Kewaspadaan Dini Rumah
Sakit) dari rumah sakit yang merawat pasien dan meneruskan informasi
tersebut ke puskesmas yang wilayah kerjanya terdapat penderita DBD agar
melakukan penyelidikan epidemiologi. Frekuensi pengumpulan data DBD dari
rumah sakit bersifat insidental jika ada kasus. Dinas kesehatan provinsi Y
menyatakan adanya sejumlah 281 kasus dbd di kota X.
2. Menentukan Definisi Kasus
Definisi kasus mencakup informasi epidemiologi mengenai orang
(misalnya usia, jenis kelamin, etnis), tempat, dan waktu, serta karakteristik
klinis (meliputi kombinasi tanda, gejala, dan hasil tes tertentu) yang
digunakan dokter untuk mencoba menentukan diagnosis yang benar, dan
karakteristik laboratorium misalnya cek darah. Definisis kasus DBD juga dapat
dilakukan dengan mengisi form KDRS. Adapun form KDRS memuat data
tentang nomor rekam medis, nama, umur, jenis kelamin, nama KK, alamat,
tanggal mulai sakit, tanggal mulai dirawat, keadaan penderita saat awal
diperiksa, diagnosa awal, hasil pemeriksaan laboratorium, diagnosa akhir dan
kondisi penderita saat pulang.
3. Tinjauan Ulang Temuan Klinis Dan Laboratorium
Ditemukan kasus penyakit DBD di kota X sebanyak 281 kasus. DBD
Merupakan golongan penyakit infeksi, maka pada awal pelaksanaan investigasi
diperlukan tinjauan ulang terhadap hasil klinis dan laboratorium yg telah
diperoleh di kota X. Tindakan kajian ulang bertujuan untuk menentukan
apakah kasus DBD yang terjadi benar-benar terinfeksi atau hanya infeksi palsu.
Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak adanya kekeliruan diagnosis pada
laporan laboratorium yang telah di lakukan sebelumnya.
4. Konfirmasi Adanya Epidemik
Kegiatan selanjutnya dalam melaksanakan investigasi wabah adalah
mengonfirmasikan keberadaan adanya epidemik. Jika data menunjukkan
adanya peningkatan yang signifikan dan faktor-faktor penyebab telah
diidentifikasi, maka dapat dikonfirmasi bahwa terjadi epidemik DBD di
wilayah tersebut. Namun pada contoh kasus DBD pada kota X tidak ada data
yang menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kasus, maka tidak dapat
dikonfirmasikan bahwa terjadi epidemik DBD di wilayah kota X.
5. Pencarian Literatur
Ketika wabah terjadi tahap awal yang harus dilakukan adalah melakukan
pencarian literatur untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kasus,
meliputi faktor risiko DBD (meliputi lingkungan rumah (jarak rumah, tata
rumah, jenis kontainer, ketinggian tempat dan iklim), lingkungan biologi dan
lingkungan sosial, sumber (gigitan nyamuk yang terinfeksi), reservoir (virus
dengue bertahan melalui siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di daerah
perkotaan endemis) dan cara penularan (virus dengue bisa menular lewat
gigitan nyamuk betina Aedes aegypti yang terinfeksi biang penyakit), serta
mengembangakan tindakan pencegahan dan pengendalian.
6. Konsultasi Dengan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium DBD salah satu pemeriksaan penunjang
dalam membantu menegakkan diagnosa. Memastikan diagnosa, dan
menyingkirkan diagnosa banding adalah dengan pemeriksaan darah atau sering
diistilahkan pemeriksaan darah lengkap. Berdasarkan teori untuk menetukan
DBD derajat I dan II perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, tetapi yang
dilihat hanya leukosit, eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan trombosit. Hasil
laboratorium tersebut maka nilai trombosit DBD derajat II lebih rendah
dibandingkan dengan nilai trombosit DBD derajat L Kemudian hasil
laboratorium DBD yang diperiksa sangat dipengaruhi oleh asupan cairan dan
oksigen. Jadi berdasarkan uraian tersebut mengisyaratkan bahwa pada penyakit
DBD sebaiknya memperhatikan penanganan yang cepat dan tepat dalam
bentuk pemberian asupan cairan seperti pemasangan infus, minum yang
banyak dan juga pemberian oksigen untuk memperbaiki hasil pemeriksaan
laboratorium. Dan pada pemeriksaan fisik selain memperhatikan asupan cairan
dan oksigen yang cukup serta memberikan asupan makanan yang bergizi.
7. Melapor Ke Pihak Yang Berkepentingan
Kasus DBD yang terjadi di Kota X harus diberitahukan secepat mungkin
kepada pengelola fasilitas kesehatan yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota serta para pengambil kebijakan yaitu para pemeran serta resmi
dan para pemeran serta tidak resmi. Yang termasuk ke dalam pemeran serta
resmi adalah agen-agen pemerintah (birokrat), presiden (eksekutif), legislatif,
dan yudikatif. Mereka dikatakan aktor resmi karena mempunyai kekuasaan
yang secara sah diakui oleh konstitusi dan mengikat. Sedangkan, yang
termasuk dalam kelompok pemeran serta tidak resmi, yaitu pihak yang tidak
memiliki wewenang yang sah, meliputi kelompok-kelompok kepentingan,
partai politik dan warga negara individu.
8. Bentuk Tim Pelaksana Investigasi.
Pemebentukan tim terdiri dari petugas pengendali infeksi, tim penyakit
menular, manajemen mutu, manajemen resiko, laboratorium, apotik, petugas
kesehatan, jasa pelayanan dan administrasi, dan lainnya sesuai kebutuhan.
9. Menentukan Adanya Bantuan Pihak Luar
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan, secara skematis dapat digambarkan
jejaring sistem surveilans epidemiologi kesehatan diantara unit-unit utama di
Departemen Kesehatan (DepKes) dan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPT
DepKes), pusat-pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) dan pusat-
pusat data dan informasi, diantara unit-unit kerja Dinas Kesehatan Propinsi
(lembaga pemerintah di Propinsi yang bertanggungjawab dalam bidang
kesehatan) dan UPT Dinas Kesehatan Propinsi, dan diantara unit-unit kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (lembaga pemerintah di Kabupaten/Kota
yang bertanggungjawab dalam bidang kesehatan) dan UPT Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Jejaring surveilans epidemiologi juga terdapat antara Pusat,
Propinsi dan Kabupaten/Kota serta mitra nasional dan internasional (seperti
Perguruan Tinggi, BPS, BMG, LSM, Profesi, Badan Internasional Regional
dan Bilateral, Badan POM, dll.)
10. Memulai Tindakan Pengendalian Awal
Dalam banyak investigasi, tujuan utamanya yaitu melakukan
pengendalian dan pencegahan. Kita harus melakukan tindakan pengendalian
sedini mungkin, dan hal itu bisa dilakukan bila penyebab, sumber, dan cara
transmisi dari wabah telah diketahui. Upaya pengendalian agent penyakit,
sumber, atau reservoir DBD dengan cara menerapkan gerakan 5M yaitu
mengubur barang bekas yang dapat menampung air, menutup tempat
penampungan air, menguras bak mandi, menaburkan bubuk abate di tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan dan mengganti air di vas bunga.
Gerakan 5M merupakan cara ampuh untuk menekan angka penyebaran
penyakit DBD.
11. Mencari Kasus Tambahan
Pencarian kasus tambahan ini bias dilakukan dengan meninjau kembali
laporan laboratorium, arsip surveilans, data rekam medis, dan laporan dari
Dinas Kesehatan Provinsi Y terkhusus pada Kota X. pencarian kasus tambahan
ini juga dapat dilakukan dengan dengan menghubungi semua fasilitas
kesehatan di Kota X baik puskesmas maupun rumah sakit, agar segera
melaporkan apabila menemukan kasus baru. Selain itu, perlu juga dibuat
formulir pengumpulan data untuk mengumpulkan informasi dari setiap kasus,
elemen data yang dicantumkan terkait kondisi dan kejadian DBD yang teliti.
Format pengumpulan datanya pun harus di rancang dengan cermat agar dapat
mencakup semua informasi yang di butuhkan untuk menentukan apakah kasus
DBD di Kota X sesuai dengan definisi kasus. Hal ini dilakukan untuk
menghindari waktu yang terbuang unutk mengumpulkan terlalu banyak
informasi, dan menghindarkan data yang hilang apabila dibutuhkan untuk
analisis selanjutnya.
12. Menjelaskan Hubungan Wabah Berdasarkan Orang, Tempat, dan Waktu
Setelah data terkumpul, tim investigasi dapat melakukan analisis secara
deskriptif berdasarkan variabel orang, tempat, dan waktu.
 Orang: Harus mengenali orang dan karakteristik yang berkaitan dengan
penyakit yang sedang di investigasi. Semua kasus ditabulasikan menurut
kelompok usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, dan ciri terkait
lainnya pada kota X.
 Tempat: Dengan menggunakan peta titik yaitu dot map dan spot map, tandai
setiap lokasi kasus dan lokasi pajanan (lokasi saat terpapar faktor penyebab
terjadinya penyakit). Sumber terjadinya penyakit, faktor iklim dan topologi
yang memungkinkan terjadinya penyakit juga dikaji. Pengelompokan
kejadian harus ditentukan dengan menghubungkan tempat tinggal, tempat
kerja, dan kemungkinan munculnya kembali kasus. Lokasi sumber-sumber
zat kimia, polutan, dan media infeksi harus dipastikan pada kota X.
 Waktu: Waktu mulai terjadinya penyakit perlu dicatat untuk masing-masing
kasus, meliputi tanggal dan jam mulai terjadinya penyakit. Waktu terjadinya
kasus pada setiap kejadian wabah dipastikan harus dicatat karena digunakan
untuk membuat kurva epidemik. Begitu juga dengan masa inkubasi, yang
akan digunakan untuk menentukan pengaruh waktu dalam perjalanan
penyakit dan puncak serta lembah pada kurva epidemik serta pengaruh
waktu terhadap cara dan media penularan. Kronologis peristiwa, tahapan
kejadian, mata rantai kejadian yang terkait dengan waktu dan distribusi
waktu mulai terkena penyakit harus dipastikan dan ditandai pada bagan dan
grafik. Dari informasi kurva epidemik, tentukan sifat perjalanan penyakit,
pastikan apakah kelompok memang terpajan dan terinfeksi pada dalam
waktu yang sama atau berbeda. Apakah ada pengklasteran penyakit
berdasarkan waktu dan tempat. Tentukan dan tetapkan waktu kasus indeks
dan waktu mulainya KLB.
13. Mengumbar Kurva Epidemik
Kurva epidemiologi dapat digambarkan dalam bentuk garfik (histogram)
yang Digambar dengan menempatkan data mengenai jamlah kasus pada sumbu
Y dan tanggal mulai terjadi kasus pada sumbu X.
14. Evaluasi Masalah
Data dan informasi yang ada harus ditinjau untuk menentukan sifat alami
penyakit atau masalah kesehatan yang dihadapi. wabah DBD termasuk
penyakit infeksius, maka identitas dan karakteristik organisme yang
menimbulkan penyakit serta penularan perlu analisa lebih lanjut. Data dan
informasi yang didapatkan harus ditinjau kembali untuk mencari bukti adanya
penyebaran dari orang ke orang atau suatu sumber reservoir lainnya.
15. Menentukan Kebutuhan Uji Diagnostik Lain.
Tim investigasi menentukan kebutuhan pelaksanaan uji diagnostik
lainnya, terutama bagi penyakit DBD yang terjadi tanpa gejala dan tanda,
untuk menentukan orang tersebut telah terinfeksi sebagai akibat adanya
pajanan selama wabah. Misalnya, ketika menyelidiki wabah penyakit DBD
sering kali dilakukan uji serologi. Uji serologi seperti ELISA (Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay) dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap
virus dengue. PCR (Polymerase Chain Reaction) juga dapat digunakan untuk
mendeteksi materi genetik virus, untuk mencegah terjadinya infeksi dan
penularan penyakit lebih lanjut.
16. Rumusan Hipotesis Sementara
Hipotesis berarti pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya.
Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis digunakan pengujian yang disebut
pengujian hipotesis. Jenis hipotesis ada dua, yaitu hipotesis nol dan hipotesis
alternatif.
 Hipotesis nol (Ho) adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan
suatu kejadian antara dua kelompok atau hipotesis yang menyatakan tidak
ada hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya.
 Hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan ada perbedaan
suatu kejadian antara dua kelompok atau hipotesis yang menyatakan ada
hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya.
17. Mengevaluasi Efektivitas Tindakan Pengendalian
Aktivitas surveilans dilakukakan untuk menentukan apakah ada kasus
baru yang terjadi. Apabila didapat kasus baru maka tindakan pengendalian
perlu dievaluasi kembali dan diperlukan suatu investigasi yang lebih luas.
18. Uji Hipotesis Secara Statistik
Uji statistik digunakan untuk menguji hipotesis yang akan menjelaskan
kemungkinan penyebab terjadinya wabah. Bentuk hipotesis alternatif akan
menentukan arah uji statistik apakah satu arah (one tail) atau dua arah (two
tail).
 One Tail
Hipotesis alternatif dikatakan satu sisi atau arah (one tail) apabila hipotesis
menyatakan adanya perbedaan dan ada pernyataan yang mengatakan hal
yang satu lebih tinggi atau lebih rendah daripada yang lainnya.
 Two Tail
Hipotesis dua sisi (two tail) adalah hipotesis alternatif yang hanya
menyatakan adanya perbedaan tanpa melihat apakah hal yang satu lebih
tinggi atau lebih rendah daripada hal yang lainnya
19. Analisis Dan Investigasi Lebih Lanjut
Sistem surveilans harus dirancang secara berkelanjutan dan terintegrasi
untuk menghadapi permasalahan kesehatan masyarakat di masa depan, petugas
perlu mendapatkan pelatihan tentang pengolahan, variasi penyajian serta
analisis dan interpretasi data.
20. Menyiapkan Dan Mendistribusikan Laporan Tertulis
Tim investigasi harus mendokumentasikan setiap tindakan dan
mengorganisasikan temuan pada setiap tahap investigasi. Laporan sementara
perlu dipersiapkan dan didistribusikan sesuai kebutuhan. Ketika investigasi
secara keseluruhan telah selesai, harus dibuat suatu laporan akhir dan
dikirimkan ke departemen kesehatan dan departemen terkait lainnya, bidang
atau unit yang terlibat dalam wabah, staf pengelola, dan fasilitas penyedia
layanan kesehatan lainnya. Laporan akhir investigasi seharusnya mengikuti
format ilmiah pada umumnya meliputi pendahuluan/latar belakang, wabah
serupa yang sebelumnya telah dilaporkan; cara wabah tersebut telah dideteksi;
siapa yang melakukan investigasi; jenis fasilitas dan area tempat wabah terjadi.
Metode, metode ini terbagi menjadi tiga yaitu metode laboratorium, metode
epidemiologik dan metode statistik. pada metode laboratorium jenis media
biakan yang digunakan seperti uji serologi atau uji lainnya. metode
epidemiologik jenis penelitian yang digunakan antara lain penelitian kasus
kontrol atau kohort, definisi kasus (possible probable definite, asimtomatik vs
simtomatik) metode statistik, menggunakan uji statistik yang digunakan uji
statistik bertujuan untuk memahami, mengendalikan, dan mencegah
penyebaran penyakit DBD. Hasil temuan penelitian (fakta saja tanpa
pembahasan) mungkin juga meliputi tabel kasus dan faktor risiko kurva
epidemik dan peta (area map atau spot map) sesuai kebutuhan. Pembahasan,
melakukan interpretasi dan pembahasan temuan. Ringkasan/rekomendasi,
melakukan ringkasan temuan dan rekomendasi. Distribusi laporan, melakukan
pencatatan nama dan gelar orang yang telah diberi laporan. Dan yang terakhir
pengarang, melakukan pencatatan nama dan gelar orang yang menyiapkan
laporan.

III. KESIMPULAN
Investigasi atau penyelidikan KLB (Kejadian Luar Biasa)/wabah adalah
suatu kegiatan untuk memastikan adanya KLB/wabah, mengetahui penyebab,
mengetahui cara penyebaran, mengetahui faktor risiko dan menetapkan program
penanggulangan KLB. Untuk menindaklanjuti laporan KLB/wabah DBD Provinsi
Y di Kota X maka terdapat duapuluh langkah yang dikutip dari buku karya
Nugrahaeni, 2019 yang berjudul ‘Konsep Dasar Epidemiologi’. Mencakup
identifikasi kasus baru, definisi kasus, tinjauan ulang temuan klinis dan
laboratorium, konfirmasi adanya epidemik, pencarian literatur, konsultasi dengan
laboratorium, pembentukan tim investigasi, mencari bantuan dari pihak luar,
memulai tindakan pengendalian awal, mencari kasus tambahan, menjelaskan
hubungan wabah berdasarkan orang, tempat, dan waktu, menggambar kurva
epidemiologi, evaluasi masalah, menentukan kebutuhan uji diagnostik lain,
merumuskan hipotesis sementara, menguji hipotesis secara statistik, analisis dan
investigasi lebih lanjut, serta menyiapkan dan mendistribusikan laporan tertulis,
membentuk Tim Investigasi KLB untuk melakukan investigasi epodemiologi.
DAFTAR PUSTAKA
Cicilia Windiyaningsih, S. K. M. Investigasi KLB/Wabah Bagi Mahasiswa Peminatan
Epidemiologi Magister Kesehatan Masyarakat.
Mahfudhoh, B. (2015). Komponen sistem surveilans demam berdarah dengue (DBD) di
Dinas Kesehatan Kota Kediri. Jurnal Berkala Epidemiologi, 3(1), 95-108.
Nugrahaeni, R.K. (2019). Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta : EGC
Purnawinadi, I. G., Gabriel, K. J., & Ali, S. M. (2020). Penyidikan epidemiologi
kejadian luar biasa demam berdarah dengue. Klabat journal of nursing, 2(2), 25-
34.
Sukohar, A. (2014). Demam Berdarah Dengue (DBD). Jurnal Medula, 2(02).

Anda mungkin juga menyukai