Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH PEST CONTROL

PENGENDALIAN KEPADATAN VEKTOR PENYAKIT YAITU NYAMUK


PEMBAWA PENYAKIT DAN MALARIA SECARA FISIK MEKANIK,
BIOLOGI DAN KIMIA (PESTISIDA,MANIPULASI DAN MODIFIKASI
LINGKUNGAN) DI PEMUKIMAN, TTU, TEMPATPARIWISATA,
SARANA TRANSPORTASI, MATRA,INSTITUSI, INDUSTRI DAN
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN

KABANJAHE
1. Latar belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk.
Berdarah Dengue atau disingkat DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
lewat gigitan nyamuk Aedes aegipty atau Aedes albopictus berkelamin betina. Demam
berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh
nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis, dan menjangkit luas di banyak
negara di Asia Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat
menyebabkan demam berdarah, baik ringan maupun fatal. Saat ini sekitar 2.5 milliar orang,
atau 40% dari populasi dunia, tinggal di daerah yang beresiko terhadap transmisi virus Dengue
(WHO). WHO memperkirakan 50- 100 juta infeksi terjadi per tahun, termasuk 500.000 kasus
DHF dan 22.000 kematian, sebagian besar pada anak-anak.
Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun
1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia dengan
angka kematian 41,3 % dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia
(Buletin Jendela Epidemiologi DBD 2010).
Melihat dari banyaknya kasus DBD yang terjadi, program pencegahan dan
pengendalian penyakit ini pun terus digalakkan dengan tujuan menekan rantai penularan virus
dengue tersebut. Beberapa program yang sedang berjalan yaitu Juru Pemantau Jentik
(Jumantik), pemberatasan sarang nyamuk (PSN), program 3M Plus, fogging dan kegiatan
lainnya.

2. Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti\

Kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi penyebaran nyamuk Ae. Aegypti di


sekitar kita. Selain itu juga lingkungan biologik serta perilaku masyarakat yang masih .
Kondisi lingkungan biologi meliputi tingkat kelembapan, intensitas cahaya yang rendah,
banyaknya naungan seperti pepohonan, adanya predator merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan spesies ini. Kondisi lingkungan fisik seperti letak dan
karakteristik rumah, jenis kontainer atau tempat penampungan air, warna dinding rumah dan
pengaturan perabotan di dalam rumah berpengaruh pada populasi nyamuk Ae.
Aegypti. Perilaku masyarakat juga berpengaruh besar karena perilaku masyarakat dapat
memberikan daya dukung lingkungan bagi perkembangan nyamuk. Kebiasaan hidup menjaga
kebersihan dan kesehatan lingkungan seperti 3M (Menguras, Mengubur dan Menutup tempat
penampungan air) sebagai upaya mencegah terjadinya wabah DBD. Kebiasaan menggantung
baju di rumah dan aktivitas masyarakat yang memberikan akibat naiknya daya dukung lingkungan
terhadap perkembangan nyamuk Ae. aegypti. Tinggi rendahnya populasi nyamuk Ae.aegypti
L. berpengaruh pada kejadian kasus DBD (Sugito, 1989).

Sanitasi lingkungan dan pemukiman juga memberikan dukungan terhadap terjadinya


kasus DBD. Vektor DBD nyamuk Ae. aegypti L. membutuhkan tempat hidup yang sesuai
dengan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang biak. Kondisi lingkungan dan
pemukiman masyarakat yang tidak bersih dan sehat dapat memberikan daya
dukung lingkungan yang tinggi terhadap perkembangan nyamuk Ae. aegypti L. Selain dari itu
mobilitas dan aktivitas masyarakat dapat mempengaruhi juga tingkat kejadian DBD di suatu
daerah. Menurut Widyastuti (2004) faktor faktor yang menyebabkan terjadinya kasus DBD
adalah Bertambahnya jumlah penduduk, Urbanisasi yang tidak terencana dan
terkendali, Manajemen sampah dan penyediaan air bersih yang tidak adekuat, Peningkatan dan
penyebaran vektor nyamuk, Kurang efektifnya pengendalian nyamuk, serta Memburuknya
infrastruktur di bidang kesehatan masyarakat

Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti L.dan Aedes albopictus tetapi yang
menjadi vektor utamanya adalah Ae. aegypti L. Sampai saat ini penyakit ini belum ada
vaksin dan obat yang dapat mencegah terjadinya penularan. Menurut Depkes
(2004), cara memberantas vektor penyakit demam berdarah yang paling tepat adalah dengan
pengelolaan lingkungan. Pengelolaan sanitasi lingkungan yang dapat diterapkan di
masyarakat adalah dengan cara Pemberantasan Sarang Nyamuk, perbaikan penyediaan air
bersih, perbaikan pengelolaan sampah padat, perubahan tempat perkembangbiakan buatan
manusia dan perbaikan desain rumah. Hal ini dapat menurunkan daya dukung lingkungan
(carrying capasity) terhadap perkembangan nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor utama
penyakit demam berdarah dengue. Pemberantasan vektor DBD dapat dilakukan melalui beberapa
cara yaitu :
a) Pengelolaan lingkungan : Pengelolaan lingkungan mencakup semua
perubahan yang dapat mencegah atau meminimalkan perkembangan vektor
sehingga kontak manusia dengan vektor berkurang. Upaya pengelolaan lingkungan
yang dapat diterapkan dalam rangka mengendalikan populasi Ae. aegypti adalah :
b) Modifikasi lingkungan : Menurut Kusnoputranto (2000), modifikasi lingkungan
adalah suatu transformasi fisik permanen (jangka panjang) terhadap tanah, air dan
tumbuhtumbuhan untuk mencegah/menurunkan habitat jentik tanpa
mengakibatkan kerugian bagi manusia. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk
modifikasi lingkungan antara lain : perbaikan persediaan air bersih, tanki air atau
reservoar di atas atau di bawah tanah dibuat anti nyamuk dan pengubahan fisik
habitat jentik yang tahan lama (WHO, 2001).
c) Manipulasi lingkungan : Menurut Kusnoputranto (2000), manipulasi
lingkungan adalah suatu pengkondisian sementara yang tidak menguntungkan
atau tidak cocok sebagai tempat berkembangbiak vektor penular
penyakit. Beberapa usaha yang memungkinkan dapat dilakukan antara
lain antara lain pemusnahan tempat perkembangbiakan vector, misalnya dengan 3
M plus.
d) Perubahan habitat atau perilaku manusia : Upaya untuk mengurangi kontak
antara manusia dengan vektor, misalnya pemakaian obat nyamuk bakar, penolak
serangga dan penggunaan kelambu (WHO, 2001).
e) Pengendalian biologis : Antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan cupang) dan penggunaan bakteri endotoxinseperti Bacillus
thuringiensis dan Bacillus sphaericus.
f) Pengendalian dengan bahan kimia : Antara lain dengan cara pengasapan
(fogging) menggunakan malathion sebagai upaya pemberantasan terhadap
nyamuk dewasa dan pemberantasan terhadap jentik dengan memberikan bubuk
abate (abatisasi) yang biasa digunakan yakni temephos (Depkes, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
22d82a3dbab6e380e1aaf347e86dc055.pdf (unud.ac.id)

(12) MAKALAH VEKTOR PENYAKIT MALARIA-DBD.docx | Shamsul A - Academia.edu

makalah pengendalian vektor penyakit (peujrohnagan.blogspot.com)

Vektor Penyakit | PDF (scribd.com)

(8) Konsep Dasar Pengendalian Vektor Penyakit | Arief Wicaksono - Academia.edu

Pengendalian Vektor DBD - The Indonesian Public Health (indonesian-publichealth.com)

22d82a3dbab6e380e1aaf347e86dc055.pdf (unud.ac.id)

MAKALAH PEST CONTROL


PENGENDALIAN KEPADATAN VEKTOR PENYAKIT YAITU LALAT
SECARA FISIK MEKANIK, BIOLOGI DAN KIMI(PESTISIDA,MANIPULASI
DAN MODIFIKASI LINGKUNGAN)DI PEMUKIMAN,TTU, TEMPAT
PARIWISATA, SARANA TRANSPORTASI, MATRA, INSTITUSI,
INDUSTRI DAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
A. LATAR BELAKANG
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga yang
dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vektor-
borne diseases merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis
maupun epidemis dan menimbulkan bahaya kematian. Di Indonesia, penyakit-penyakit
yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu
antara lain seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah dan sekarang
ditemukan penyakit virus Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti, disamping penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid
fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah (Chandra,
2006). Sebagai contoh kecenderungan penyakit DBD di Indonesia semakin meningkat.
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi
di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.
Kasus tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (Depkes RI, 2004).
Keberadaan vektor dan binatang penggangu harus ditanggulangi, meskipun tidak
mungkin membasmi sampai keakar-akarnya. Kita hanya mampu berusaha mengurangi
atau menurunkan populasinya ke satu tingkat tertentu yang tidak mengganggu ataupun
membahayakan kehidupan manusia. Harapan tersebut dapat dicapai dengan adanya
suatu manajemen pengendalian, dengan arti kegiatan-kegiatan atau proses
pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan densitas populasi vektor pada tingkat
yang tidak membahayakan (Nurmaini, 2001).
Vektor adalah arthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan
suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi
dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat
merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga
sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan di atas (Nurmaini,
2001).
Menurut WHO (1993) vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit
penyakit dari seekor binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau
manusia lainnya. Chandra (2006) menyebutkan bahwa vektor adalah organisme hidup
yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia.
Arthropoda merupakan vektor penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang
spesifik.

Lalat merupakan salah satu vektor penting dalam penyebaran penyakit dan tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia, sering dijumpai dalam keseharian kita. Lalat dapat
berperan pada ekosistem dalam proses pembusukan, sebagai predator, parasit pada serangga,
sebagai polinator, dapat berperan sebagai vektor penyakit saluran pencernaan seperti kolera,
myasis, typhus, disentri dan diare. Penularan penyakit ini terjadi secara mekanis, dimana kulit
tubuh dan kaki-kakinya yang kotor tadi yang merupakan tempat menempelnya mikroorganisme
penyakit yang kemudian lalat tersebut hinggap pada makanan. Lalat merupakan serangga dan
berkembangbiak di tempattempat kotor dan berbau busuk. Serangga kecil ini sangat
mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup, mata majemuknya terdiri atas ribuan lensa
dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang
akurat. Dewasa ini ditemukan tidak kurang dari 60.000 – 100.000 spesies lalat di dunia. Jenis
lalat yang di antaranya lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilla seritica), lalat biru
(Calliphora vornituria), dan lalat latirine (Fannia canicularis). Dari keempat jenis tersebut, lalat
rumah adalah yang paling dikenal sebagai pembawa penyakit dan banyak dijumpai di tempat-
tempat yang terdapat sampah basah hasil buangan rumah tangga, terutama yang kaya zat-zat
organik yang sedan

Cara pengendalian lalat

Berbagai cara dapat dilakukan untuk melakukan pengendalian terhadap vektor dan
binatang pengganggu diantaranya adalah pengendalian secara alami, pengendalian secara
buatan, pengendalian lingkungan yang meliputi modifikasi lingkungan (Environmental
Modification) dan manipulasi lingkungan (Environmental Manipulation), pengendalian secara
kimiawi yaitu dengan menggunakan bahan yang berkhasiat membunuh serangga atau
menghalau serangga, pengendalian mekanik, pengendalian fisik, pengendalian biologi,
pengendalian genetika (Safar, 2009). Secara khusus untuk pengendalian lalat dapat dilakukan
terhadap keberadaan lalat diantaranya adalah (Safar, 2009):

Tindakan penyehatan lingkungan

Tindakan penyehatan lingkungan meliputi kegiatan menghilangkan tempat-tempat


pembiakan lalat atau habitat lalat seperti menutup tempat sampah, tidak membiarkan sampah
makanan atau bahan makanan tergeletak di tempat-tempat tertentu, menyingkirkan bangkai
binatang bila terdapat bangkai binatang, dan lain sebagainya. Selain melakukan kegiatan
menghilangkan tempat-tempat pembiakan lalat, tindakan

penyehatan lingkungan lain yang dapat dilakukan yaitu melindungi makanan terhadap
kontaminasi oleh lalat agar lalat tidak hinggap pada suatu makanan. 2) Membasmi larva lalat
Membasmi larva lalat dapat dilakukan dengan menimbun tempattempat yang diperkirakan
dapat digunakan lalat sebagai tempat berkembiakan salah satu contohnya adalah kotoran
hewan ternak. Bila terdapat timbunan kotoran hewan ternak lebih baik ditutup rapat agar lalat
tidak dapat masuk dan berkembangbiak. Atau membiarkan kotoran hewan ternak tersebut
dalam keadaan kering karena bila kotoran hewan ternak tersebut dalam keadaan kering maka
lalat tidak akan menggunakannya sebagai tempat untuk bertelur atau tempat
perkembangbiakan. 3) Membasmi lalat dewasa Untuk membasmi lalat dewasa hal yang dapat
dilakukan antara lain adalah dengan penyemprotan udara dan penyebaran umpan atau atraktan
pada lalat dewasa

engendalian secara fisik

adalah tindakan pengendalian hama yang menggunakan faktor fisik seperti menaikkan suhu
dengan cara pembakaran, menurunkan suhu dengan penggenangan, solarisasi tanah, lampu perangkap,
serta pengaturan cahaya dan suara. Dengan kata lain, Pengendalian fisik merupakan usaha dengan
menggunakan atau mengubah faktor lingkungan fisik sedemikian rupa sehingga dapat mematikan atau
menurunkan populasi hama yang ditujukan khusus untuk membunuh hama. Metode pengendalian secara
fisik dalam perlindungan tanaman terdiri dari teknik yang membatasi akses hama ke tanaman,
mendaorong perbahan perilaku, atau menyebabkan kerusakan/kematian hama secara langsung
(Anonimous : 2001).

Pengendalian secara mekanis adalah tindakan mematikan hama secara langsung dengan
menggunakan tangan atau alat (Wigenasantana : 2001). Pengendalian secara mekanis bertujuan untuk
mematikan hama secara lagsung baik dengan hanya menggunakan tangan atau dengan menggunakan
alat bantu lain. Teknik mekanik meliputi, pengambilan dengan tangan (kelompok telur penggerek batang),
Gropyokan (pengendalian hama tikus dengan membunuh tikus menggunakan alat), memasang
perangkap (menangkap hama dengan memasang alat perangkap pada tempat yang sering dilalui hama),
Pemasangan umpan (mengendalikan hama walang sangit dengan menggunakan umpan daging busuk),
pengusiran (memasang orang- orangan di tenah sawah). Kelebihan dan kekurangan pengendalian
secara fisik dan mekanis,

antara lain :
1. Tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan
2. Dapat dipadukan dengan cara pengendalian lainnya
3. Memerlukan tenaga yang banyak
4. Tidak dapat dilakukan untuk lokasi yang luas secara terus-menerus
Pengendalian fisik dan mekanis merupakan tindakan mengubah lingkungan khusus untuk membasmi
hama, dan bukan merupan bagian dari praktek budidaya secara umum. Pengendalian fisik dan mekanik
dalam PHT tidak berpengaruh buruk pada lingkungan. Apabila pengendalian fisik dan mekanik dijalankan
secara tepat maka dapat menurunkan populasi hama dengan tidak merusak lingkungan dan
mengakibatkan tanaman bebas dari hama. Pengendalian fisik dan mekanis wajib dilandasi pengetahuan
yang menyeluruh mengenai ekologi serangan hama agar dapat diketahui tindakan apa yang harus
dilakukan agar dapat memperoleh hasil yang efektif da efisien.

Pengendalian secara mekanik atau fisik melibatkan penggunaan hambatan, jebakan, atau
pengambilan secara fisik untuk mencegah atau bahkan mengurangi populasi hama. Menghilangkan
hama pada tanaman juga dapat dilakukan secara fisik, seperti beberapa kutu daun dan tungau dapat
terlempar dari dedaunan dengan menyemprotkan air dengan tekanan tertentu pada tanaman. Metode
aktif digunakan untuk menghancurkan, melukai, atau menyebabkan stress pada hama tanaman atau
bahkan memusnahkan mereka dari lingkungannya, yang dapat diklasifikasikan sesuai dengan modus
pengunaan energi (panas), radiasi elektromaknetik, shock mekanik, dan control pneumatik.

CARA KIMIA

Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya untuk periode yang singkat apabila
sangat diperlukan karena akan menyebabkan resiten yang cepat. Aplikasi yang efektif dari insektisida
dapat secara sementara memberantas lalat dengan cepat, yang aman yang diperlukan pada KLB kolera ,
desentri atau trachoma. Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits),
penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan (space spaying). a. Cara Umpan
( Bait

CARA BIOLOGI

Dengan memanfaatkan sejenis semut kecil berwana hitam ( Phiedoloqelon affinis ) untuk mengurangi
populasi lalat rumah ditempat –tempat sampah ( Filipina )

Peranan Pemerintah dan peran serta masyarakat dalam pengendalan lalat di pemukiman Metode
pengololaan lingkungan dalam pengendalian lalat yang dapat dilakukan oleh individu, masyarakat dan
pemerintah adalah : UPAYA LOKASI Dilakukan Oleh Menggunakan repelen dan sticky fly paper / fly
swatters Dalam Rumah Individu dan keluarga Hindari pembuangan air besar ditempat terbuka disekitar
rumah Di sekitar rumah Individu dan keluarga Mengupayakan halaman tetap bersih dari runtuhan
pepohonan dan kotoran binatang Di sekitar rumah Individu dan masyarakat Mengupayakan kandang
hewan selalu bersih Di sekitar rumah Individu, keluarga dan masyarakat Melakukan pengawasan
terhadap pembuangan air besar ditempat terbuka dengan penggunaan latrin dan penyuluhan Didalam
Pemukiman Individu , keluarga masyarakat Melakukan pengaturan dalam pengumpulan dan
pembuangan sampah Di dalam pemukiman Masyarakat dan Pemerintah Melakukan pengaturan
pengumpulan dan pembuangan limbah Didalam pemukiman Masyarakat dan Pemerintah Menjaga
kebersihan pertokoan dan gudang makanan Di dalam pemukiman Individu, Masyarakat d
DAFTAR PUSTAKA

3. Chapter II.pdf (poltekkesjogja.ac.id)\

Vektor (slideshare.net)

PowerPoint Presentation (uhamka.ac.id)

LAPORAN: LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR DAN RESERVOIR


PENYAKIT: MENGHITUNG KEPADATAN LALAT (laporanpraktikumlalat.blogspot.com)

3 Cara Membasmi Lalat Rumah dengan Fisik, Kimia, dan Biologi - Hewanpedia

MANAJEMEN PENGENDALIAN LALAT (usu.ac.id)


MAKALAH PEST CONTROL
PENGENDALIAN KEPADATAN VEKTOR PENYAKIT YAITU KECOA
SECARA FISIK MEKANIK, BIOLOGI DAN KIMIA (PESTISIDA,
MANIPULASI DAN MODIFIKASI LINGKUNGAN)
DI PEMUKIMAN TTU, TEMPAT PARIWISATA,SARANA
TRANSPORTASI, MATRA, INSTITUSI, INDUSTRI
DAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
LATAR BELAKANG
Terdapat beberapa cara untuk pengendalian kecoa. Jenis-jenis kecoa yang
menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat dan tempat hidupnya pada umumnya
berada di dalam lingkungan manusia dan khususnya di dalam lingkungan kapal antara
lain: German cockroach (Blatella germanica), American cockroach (Periplaneta
americana), Oriental cockroach (Blatta orientalis) Brown-banded cockroach (Supella
longipalpa), Australian cockroach (Periplaneta fuliginosa) dan Brown cockroach
(Periplanetabrunnea) (Aryatie, 2005).

Menurut Depkes RI (2002), kecoa merupakan serangga yang hidup di dalam


rumah, restoran, hotel, rumah sakit, alat angkut, gudang, kantor, perpustakaan, dan
lain-lain. Serangga ini sangat dekat hidupnya dengan manusia, menyukai bangunan
yang hangat, lembab dan banyak terdapat makanan, hidupnya berkelompok, dapat
terbang aktif pada malam hari seperti di dapur, tempat penyimpanan makanan,
sampah, saluran-saluran air kotor. Umumnya menghindari cahaya, siang hari
bersembunyi di tempat gelap dan sering bersembunyi di celah-celah. Serangga ini
dikatakan pengganggu karena mereka biasa hidup di tempat kotor dan dalam keadaan
tertentu mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Kecoa mempunyai peranan
yang cukup penting dalam penularan penyakit.

Peranan tersebut antara lain:

Sebagai vektor mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen.


Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing.
Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan
pembengkakan pada kelopak mata.

Menurut Aryatie (2005), penularan penyakit dapat terjadi melalui bakteri atau
kuman penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana kuman
tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui
organ tubuh kecoa, selanjutnya kuman penyakit tersebut mengkontaminasi makanan.
Vektor yang paling sering dijumpai di atas kapal adalah kecoa. Pada umumnya kecoa
merupakan binatang malam. Pada siang hari mereka bersembunyi di dalam lubang
atau celah-celah tersembunyi.

Kecoa yang menjadi permasalahan dalam kesehatan manusia adalah kecoa


yang sering berkembangbiak dan hidup di sekitar makhluk hidup yang sudah mati.
Aktivitas kecoa kebanyakan berkeliaran di dalam ruangan melewati dinding, pipa-pipa
atau tempat sanitasi. Kecoa dapat mengeluarkan zat yang baunya tidak sedap
sehingga kita dapat mendeteksi tempat hidupnya. Jika dilihat dari kebiasaan dan
tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit pada manusia.
Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat yang
kotor akan tertinggal atau menempel di tempat yang dia hinggapi.

Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul telur
dan kecoa:

Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara: Mekanis yaitu mengambil
kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-celah almari, celah-celah
peralatan, dan dimusnahkan dengan membakar/dihancurkan.
Pemberantasan kecoa Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia.
Secara fisik atau mekanis dengan: (a) Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul
atau tangan, (b) Menyiram tempat perindukkan dengan air panas, (c) Menutup celah-
celah dinding. Secara Kimiawi: (a) Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan
formulasi spray (pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).

Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam pemberantasan kecoa


yang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti sanitasi lingkungan, menyimpan
makanan dengan baik dan intervensi kimiawi (insektisida, repellent, attractan).

Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002):

Pencegahan

Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang atau


bahan makanan yang akan dinaikkan ke atas kapal, serta menutup semua celah-celah,
lobang atau tempat-tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalam
dapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau memodifikasi instalasi pipa
sanitasi.

Sanitasi

Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa
antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai atau rak,
segera mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutin tempat-
tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas,
kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempat hidup
kecoa harus ditutup, dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran
air (drainase), bak cuci piring dan washtafel. Pemusnahan tempat hidup kecoa dapat
dilakukan juga dengan membersihkan lemari pakaian atau tempat penyimpanan kain,
tidak menggantung atau segera mencuci pakaian kotor dan kain lap kotor.
Trapping

Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk
menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan perangkap
kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel dan bak cuci
piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai di bawah pipa saluran air.

Pengendalian dengan insektisida

Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain:


Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk,
Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. Penggunaan bahan kimia (insektisida) ini
dilakukan apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil.

Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat


dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan
dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau
lobanglobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat persembunyian yang baik.
Lobang-lobang yang demikian hendaknya ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida
seperti Natrium Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone,
Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan lama sehingga kecoa akan keluar dari
tempat-tempat persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk
insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka pemberantasan yang
paling efektif adalah dengan fumigasi.
DAFTAR PUSTAKA
PANDUAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT - Akreditasi Rumah Sakit MPO PKPO

Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu - Sanitarian Kit

Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu - Sanitarian Kit

Cara Praktis Pengendalian Kecoa di Lingkungan Perumahan — Hai, ini Salbiah!


(salbiahkarantina.com)
MAKALAH PEST CONTROL
PENGENDALIAN KEPADATAN VEKTOR PENYAKIT YAITU TIKUS
SECARA FISIK MEKANIK, BIOLOGI DAN KIMIA (PESTISIDA,
MANIPULASI DAN MODIFIKASI LINGKUNGAN)
DI PEMUKIMAN TTU, TEMPAT PARIWISATA,SARANA
TRANSPORTASI, MATRA, INSTITUSI, INDUSTRI
DAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
LATAR BELAKANG

Tikus adalah hewat mengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai ham
tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan
di perumahan. Belum banyak diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga
membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak
dan hewan peliharaan. Rodensia komensal yaitu rodensia yang hidup didekat tempat
hidup atau kegiatan manusia ini perlu lebih diperhatikan dalam penularan penyakit.
Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari
kelompok virus, rickettsia, bateri, protozoa dan cacing. Penyakit tersebut dapat
ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urinn dan fasenya atau melalui
gigitan ektroparasitnya ( kutu, pinjal, caplak dan tungau).

Tikus merupakan masalah rutin di Rumah sakit, karena itu pengendaliannya


harus dilakukan secara rutin. Hewan mengerat ini menimbulkan kerugian ekonomi yang
tidak sedikit, merusak bahan pangan, instalasi medic, instalasi listrik, peralatan kantor
seperti kabel-kabel, mesin mesin computer, perlengkapan laboratorium, dokumen/file
dan lain-lain, serta dapat menimbulkan penyakit. Beberapa penyakit penting yang dapat
ditularkan ke manusia antara lain, pes, salmonellosis, leptospirosis, murin typhus.

Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo rodentia, sub ordo, Myomorpha,
family muridae, family muridae ini merupakan family yang dominan dari ordo rodentia
karena mempunyai daya reproduksi yang tinggi, pemakan segala macam makanan
(omnivorous) dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang diciptakan manusia,
jenis tikus yang sering ditemukan dihabitat rumah dan lading adalah jenis rattus dan
mus.

PENGENDALIAN TIKUS

1. Pengendalian Non kimia

a) Sanitasi dan higienis lingkungan

Tikus akan berkembang biak dan hidup dengan baik pada situasi dimana mereka
dengan mudah mendapatkan makanan, air, tempat berlindung dan tempat
tinggal yang tidak terganggu. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
meminimalisasi gangguan tikus :

- Minimalisasi tempat bersarang/harborages antara lain : eliminasi


rumput/semak belukar.

- Melektakkan sampah dalam garbage / tempat sampah yang memiliki


konstruksi yang rapat
- Meniadakan sumber air yang dapat mengundang tikus, karena tikus
membutuhkan minum setiap hari

b) Pencegahan secara fisik dan mekanisme

- Secara fisik dilakukan ekslusi atau struktur kedap tikus untuk mencegah tikus
dapat masuk ke dalam banguna antara lain dengan menutup semua akses
keluar-masuk tikus (celah, lubang) pada bangunan, mengeliminasi sarang
atau tempat persembunyian tikus serta memangkas ranting pohon yang
menjulur kebangunan, tidak membuat tanam terlalu dekat dengan struktur
bangunan.

- Secara mekanik dilakukan dengan membuat pelindung (proofing) sehingga


tikus tidak dapat masuk ke dalam rumah, ruangan dan tempat penyimpanan
contohnya dengan memasang plat besi pada pohon. Pengendalian secara
mekanis lainnya juga dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan
perangkap antara lain perangkap lem, perangkap jepit, perangkap massal
dan perangkap elektrik. Perangkap merupakan cara yang paling disukai
untuk membunuh atau menangkap tikus pada keadaan dimana tikus yang
mati disembarang tempat sulit dijangkau dan dapat menimbulkan bau yang
tidak sedap serta sulit.

c) Pengendalian Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi dilakukan semata-mata atas pertimbangan bahwa


pengendalian secara mekanis tidak memberikan hasil yang optimal atau tidak
memberikan hasil yang sesuai dengan harapan pelanggan dan atau untuk
aplikasi di luar bangunan. Pengendalian secara kimiawi/produksi
makanan/farmasi/area sensitive lainnya. Penempatan racun pada industry
makanan hanya dilakukan untuk jangka waktu terbatas dan dibawah
pengawasan yang ketat. Pengendalian dengan cara kimiawi dilakukan dengan
menggunakan umpan yang mengandung rodentisida (racun tikus).
d) Pengendalian Vektor Secara Biologi

Pengendalian biologi dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari


mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Pengendalian ini dapat
berperan sebagai patogen, parasit, atau pemangsa. Beberapa jenis ikan, seperti ikan
kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang
cocok untuk larva nyamuk. Nematoda seperti Romanomarmus dan R. culiciforax
merupakan parasit pada larva nyamuk (Soegijanto, 2006).

Beberapa golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat berperan sebagai
patogen dengan cara mengembangkannya sebagai pengendali biologi larva nyamuk di
tempat perindukannya. Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan species bakteri dari genus
Bacillus yang sudah banyak dikembangkan sebagai insektisida. Bt merupakan
insektisida racun perut. Saat sporulasi, bakteri menghasilkan kristal protein yang
mengandung senyawa insektisida α-endotoksin yang bekerja merusak sistem
pencernaan serangga (Djojosumarto, 2008). Ada dua varitas atau subspecies Bt yang
efektif digunakan untuk mengendalikan nyamuk yaitu Bacillus thuringiensis serotype H-
14 (Bt. H-14) dan Bacillus sphaericus (Bs) (WHO, 2005). Penelitian yang dilakukan
Widiyanti, dkk (2004) mengenai toksisitas jamur Metarhizium anisopliae terhadap larva
nyamuk A. aegypti dalam 200 ml air, jamur ini dapat membunuh 50% (LC
menunjukkan bahwa pada tingkat pengenceran 2,955 x 10) larva nyamuk instar III
untuk waktu pengamatan 24 jam setelah perlakuan.

Cara yang sudah umum dilakukan adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
melalui gerakan 3M yaitu:

- Menguras tempat-tempat penampungan air dengan menyikat dinding bagian


dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali
- Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak
dapat diterobos oleh nyamuk dewasa
- Menanam/menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang
dapat menampung air hujan.

Menurut WHO (1997) pengendalian vektor yang paling efektif adalah manajemen
lingkungan, termasuk perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan aktivitas monitoring
untuk manipulasi atau modifikasi faktor lingkungan dengan maksud untuk mencegah
atau mengurangi vektor penyakit manusia dan perkembangbiakan vektor patogen.

Pada tahun 1980, WHO Expert Committee on Vector Biology and Control membagi tiga
jenis manajemen lingkungan, yaitu:

- Modifikasi lingkungan fisik yang merupakan tempat kediaman vektor.


- Manipulasi lingkungan tempat kediaman vektor sebagai hasil aktivitas
direncanakan untuk menghasilkan kondisi-kondisi yang kurang baik
perkembangbiakan vektor.
- Merubah perilaku atau tempat tinggal manusia untuk mengurangi kontak
vektor patogen dengan manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Dunia Kesehatan Masyarakat : MAKALAH PENGENDALIAN VEKTOR “Jenis-jenis, Penyakit dan


Pengendalian Tikus” (nistyadya.blogspot.com)

Cara Pengendalian Vektor (psychologymania.com)

4. Chapter II.pdf (poltekkesjogja.ac.id)

Vii pengendalian vektor (slideshare.net)

https://www.bing.com/ck/a?!
&&p=adb412b680bfdf23b2f14dd9b275b1418de1ed43417c2f8b4d2ce2d258b4a5c0JmltdHM9M
TY1Nzk0Mzg2MyZpZ3VpZD04MjFjMDdmOC1lZjFiLTRlZTUtOTc5Zi02OGQ4OGI2MWUxZmYmaW5
zaWQ9NTMyNA&ptn=3&fclid=71792103-04bb-11ed-80a1-
a834fa9b38ef&u=a1aHR0cHM6Ly9lLXJpc2V0LmxpdGJhbmcua2Vta2VzLmdvLmlkL2Rvd25sb2FkL
nBocD9maWxlPTEuJTIwbGFwb3Jhbi0yMDE2LWIycDJ2cnAtb3ZpdHJhcCUyMHNlYmFnYWklMjBh
bHRlLnBkZg&ntb=1
MAKALAH PEST CONTROL
PELAKSANAAN MANIPULASI DAN MODIFIKASI
LINGKUNGAN MINIMASIL POPULASI VEKTOR DAN
BINATANG PENGGANGGU

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
Pengendalian Vektor Penyakit Dan Binatang Pengganggu

Pengertian pengendalian vektor penyakit dan binatang pengganggu


pengendalian adalah semua usaha yang dilakukan untuk menurunkan/menekan
populasi atau densitas vektor dengan maksud mencegah penyakit yang ditularkan oleh
vektor atau gangguaan-gangguan yang diakibatkan oleh vektor. Menurut PERMENKES
RI Nomor 374/Menkes/Per/III/2010 tentang pengendalian vektor, vektor adalah
artropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi sumber penular
penyakit terhadap manusia. Artropoda yang banyak berperan sebagai vektor pada
kehidupan di bumi ini adalah golongan hexapoda atau disebut juga serangga (insekta).
Vektor dapat memindahkan atau menularkan agent penyakit yang berada di dalam atau
pun yang membawa agent penyakit, misalnya dengan menggigit dan menghisap darah
dari orang yang sakit lalu kepada orang yang rentan, sehingga ia pun dapat tertular dan
menjadi sakit. Vektor penyakit merupakan serangga yang menjadi penular agent
penyakit tertentu, misalnya vektor penyakit DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti betina
dan vektor penyakit diare yaitu Periplaneta Americana (kecoa) dan Musca domestica
(lalat rumah). Jadi suatu vektor penyakit sudah lebih spesifik mengenai apa oenyakit
yang ditularkan oleh vektor tersebut.

Jumlah populasi vektor di lingkungan sekitar terkadang dapat mengalami


peningkatan karena dipengaruhi beberapa faktor, misalnya perubahan musim,
pencahayaan ruangan, kebersihan lingkungan, dan lain-lain sebgainya, sehinngga
jumlah orang sakit karena tertular pun akan meningkat pula. Maka dari situ perlu
dilakukan pengendalian terhadap vektor penyakit. Menurut PERMENKES RI Nomor
374/Menkes/Per/III/2010 tentang pengendalian vektor, pengendalian vektor adalah
semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor
serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya
penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat
dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. Pengendalian
vektor penyakit merupakan semua usaha yang dilakukan untuk menguragi populasi
vektor untuk mencegah penyakit tertentu yang ditularkan oleh vektor penyakit tersebut.
Pengendalian vektor pada tingkat yang tidak membahayakan bagi kesehatan
masyarakat.

Sedangkan pengertian dari binatang pengganggu adalah binatang yang dapat


menganggu, menyerang ataupun menularkan peyakit terhadap manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan. Contoh : tikus, kecoa, ngengat.

Prinsip dan Konsep Pengendalian Vektor

Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian


sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha untuk mengendalikan
penyebaran vektor dengan mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang
tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat mencapai hasil
yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi
sederhanapun dengan menerapkan prinsip dan konsep yang benar. Adapun prinsip
dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai
berikut :

1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian


agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan atau
membahayakan.

2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis


terhadap tata lingkungan hidup.

Sedangkan konsep dasar dalam penerapan pengendalian vektor menurut Dr. Adi
Heru Sutomo (1993) adalah sebagai berikut:\

- Harus dapat menekan densitas vektor

- Tidak membahayakan manusia

- Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan


Pengelolaan Lingkungan Untuk Pengendalian Vektor
Pengelolaan lingkungan untuk pengendalian vektor adalah meliputi usaha
perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan monitoring dari kegiatan untuk mengadakan
modifikasi dan atau manipulasi faktor-faktor lingkungan atau interaksinya dengan
manusia dengan maksud untuk mencegah atau menurunkan perkembang biakan vektor
dan mengurangi kontak antara manusia dengan vektor.

- Modifikasi lingkungan adalah suatu bentuk pengelolaan lingkungan terdiri


dari sesuatu transformasi fisik yang farmanen atau berjangka panjang
terhadap tanah, air dan tumbuh-tumbuhan, dengan tujuan untuk mencegah,
menghilangkan atau menurunkan habitat larva tampa menyebabkan
pengaruh merugikan yang tidak perlu terhadap kualitas lingkugan manusia.
Misalnya drainage perpipaaan untuk mengurangi sebanyak mungkin stadium
air dari perkembangan vektor.
- Manipulasi lingkungan adalah suatu bentuk pengolaan lingkungan yamng
terdiri atas kegiatan berulang yang terencana yang bertujuan untuk
menghasilkan kondisi sementara yang tidak cocok untuk berkembang biakan
vektor pada habitatnya. Misalnya perubahan kadar garam dari air,
penyentoran saluran air secara periodik, menghilangkan vegetasi dll.

Pengendalian Cara Kimia


Syarat-syarat insektisida yang baik adalah :
- 1. Sangat toksik terhadap vektor sasaran
- 2. Kurang berbahaya untuk manusia, binatang dan tanaman yang berguna
- 3. Menarik bagi vektor
- 4. Tidak mahal, mudah diproduksi, dan mudah disediakan
- 5. Secara kimia stabil pada aplikasi residu
- 6. Tidak stabil pada aplikasi udara agar tidak mencemari lingkungan,
tetapi membunuh vektor dengan cepat lalu mengalami dekomposisi menjadi
senyawa yang kurang berbahaya
- 7. Tidak mudah terbakar
- 8. Tidak korosit
- 9. Tidak meninggalkan warma
- 10. Mudah disiapkan menjadi formulasi yang diinginkan

Pengendalian Cara Biologis


Makhluk biologi yang telah lama dikenal dan masih digunakan pada waktu ini untuk
pengendalian vektor adalah ikan pemakan larva. Diantara species ikan kecil yang baik
digunakan untuk pengendalian secra biologis terhadap larva nyamuk adalah ikan guppi
(paecilia reticulata) dan ikan kepala timah (aphloceilus panchax). Dosis yang
disarankan oleh WHO adalah 3 – 7 ekor/m 2. Rata-rata untuk pengendalian di sawah
atau perairan dangkal lain mungkin cukup dengan 5 ekor/m 2. berhubung dengan
penggunaan insektisida dalam bidang pertanian, perlu diteliti apakah dosis aplikasi
insektisida pertanian tidak merugikan populasi ikan kecil pemakan larva tersebut di
DAFTAR PUSTAKA

NASKAH PUBLIKASI (5).pdf (ums.ac.id)

Modul Pengendalian Vektor Penyakit Dan Binatang Pengganggu [x4e6grq0k9n3] (idoc.pub)

Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu - Sanitarian Kit


MAKALAH PEST CONTROL
PELAKSANAAN MANIPULASI DAN MODIFIKASI
LINGKUNGAN MINIMASIL POPULASI VEKTOR DAN
BINATANG PENGGANGGU

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

Pestisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh hama, termasuk
serangga, tikus, jamur dan tanaman yang tidak diinginkan (gulma). Pestisida digunakan
dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh vektor penyakit, seperti nyamuk, dan di
bidang pertanian untuk membunuh hama yang merusak tanaman. Lebih dari 1000 jenis
pestisida digunakan di seluruh dunia.

Kementerian Pertanian RI

Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh,
bahan lain, serta organisme renik atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan
tanaman.

Kegunaan pestisida

Seorang teknisi memeriksa drone di dekat hamparan sawah di Kota Yingkou,


Provinsi Liaoning, China timur laut, pada 19 Juni 2020. Sejumlah drone digunakan untuk
menyemprotkan pestisida dalam pengelolaan sawah guna meningkatkan efisiensi di
Yingkou. (Xinhua/Pan Yulong)
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas
Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida, kegunaan pestisida adalah:

- Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak


tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

- Memberantas rerumputan;

- Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

- Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman


tidak termasuk pupuk;- Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada
hewan-hewan piaraan dan ternak;

- Memberantas atau mencegah hama-hama air;

- Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam


rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;

- Memberantas atau mencegah binatang-binatang dapat menyebabkan penyakit


pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada
tanaman, tanah atau air.
Penggunaan Pestisida

Terdapat beberapa cara aplikasi pestisida di lahan pertanian. Pengaplikasian racun


hama tersebut bergantung dengan jenis produknya. Untuk tipe pestisida yang
berbentuk cairan cara penggunaannya adalah dengan penyemprotan dengan cara
dilarutkan dalam air terlebih dahulu sebelum disemprotkan. Selain dengan cara
disemprotkan, aplikasi pestisida dapat juga dilakukan dengan cara lain. Berikut adalah
beberapa cara aplikasi pestisida:

1. Disemprot
2. Ditabur

3. Dioles

4. Dicampurkan umpan (misal rodentisida/racun tikus)

Kelebihan dan Kekurangan Pestisida

Selain menguntungkan, penggunaan pestisida juga memberikan kerugian yang


menjadi dampak negatif menyebabkan pencemaran lingkungan dan dampak negatif
lainnya.

Kelebihan Pestisida

Berikut ini adalah beberapa keuntungan jika menggunakan pestisida untuk membasmi
hama:

1. Pengaplikasian mudah

Pestisida dapat diaplikasikan di setiap waktu dan tempat, dapat disemprotkan,


dicampur dengan pupuk, ditabur dan sebagainya.
2. Hasilnya cepat

Pengendalian hama menggunakan pestisida dapat dilihat hasil


pengaplikasiannya dalam waktu yang singkat.

3. Efektivitas tinggi

Selama tidak ada resistensi, penggunaan pestisida sangat efektif untuk


mengendalikan organisme pengganggu tanaman (opt) atau hama.

4. Mudah diperoleh

Produk-produk racun hama dapat diperoleh dengan mudah dipasaran, dapat


dijumpai ditoko-toko pertanian kecil dengan berbagai macam jenis.

5. Biaya murah

Pestisida adalah solusi soal biaya yang membutuhkan banyak tenaga, misal
ingin membasmi gulma secara manual, maka dibutuhkan banyak buruh tani/tenaga
untuk membersihkan gulma di sawah atau ladang. Sedangkan jika menggunakan
herbisida cukup disemprotkan atau ditabur bersama pupuk maka rumput gulma akan
mati dengan sendirinya.

Kekurangan menggunakan pestisida

Adapun kekurangan dari penggunaan pestisida untuk membasmi hama antara lain:

1. Keracunan

Pestisida merupakan racun yang penggunaanya dapat saja meracuni orang


yang menggunakan, satwa liar atau hewan-hewan non target.
2. Resistensi hama

Pestisida dapat menyebabkan terjadinya resistensi, resurjensi, dan ledakan


hama sekunder.

3. Pencemaran lingkungan

Penggunaan racun hama dapat saja menimbulkan permasalahan lingkungan.


Residu pestisida dapat berdampak negatif bagi konsumen, maupun terhadap
kesehatan manusia.

4. Membunuh musuh alami hama

Pestisida dapat membunuh atau menyebabkan kematian musuh alami hama.

Dampak Negatif Limbah Pestisida

Limbah pestisida dilingkungan, terutama yang bersifat persisten atau tidak


mudah terurai berpotensi mencemari lingkungan. Hal inilah yang menjadi salah satu
alasan kenapa penggunaan pestisida sebaiknya tidak boleh dilakukan secara
berlebihan. Pada lingkungan perairan maupun tanah, senyawa dari rachn hama dapat
mengganggu organisme yang hidup ditanah ataupun air. Residu di produk pangan juga
dapat terakumulasi ke manusia. Selain itu memungkinkan juga terjadinya
biomagnifikasi.

Dampak negatif dari limbah pestisida pertanian yang perlu dikhawatirkan adalah
potensinya dalam pencemaran lingkungan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan
kenapa penggunaan pestisida sebaiknya tidak boleh secara berlebihan karena dapat
merusak lingkungan.
Senyawa dari penyusun pestisida yangt memiliki daya racun yang tinggi, susah
terurai dan mampu bertahan lama di lingkungan perlu dihindari penggunaanya. Racun-
racun tersebut melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dapat mengancam
kesehatan makhluk hidup termasuk lingkungan. Salah satu contoh senyawa kimia
pestisida yang sangat mencemari tanah dan kini sudah dilarang penggunaannya adalah
ddt.

Hal lain yang juga patut diwaspadai dari penggunaan pestisida adalah dapat
menyebabkan terjadinya resistansi dan resurjensi hama. Resistansi adalah
meningkatkan daya tahan atau kekebalan hama terhadap racun pestisida sehingga
hama menjadi lebih sulit untuk dikendalikan atau dibasmi.
DAFTAR PUSTAKA

Penggunaan pestisida untuk menghalau dan membunuh vektor dan binatang pengganggu -
Search (bing.com)

Pestisida: Pengertian, Jenis, Fungsi dan Contohnya - Glosaria.com

Pestisida adalah Pembasmi Hama, Kenali Kegunaan dan Jenisnya - Nusantara7.id

Jenis-jenis Pestisida Berdasarkan Kegunaannya Banyak Macamnya (indonesianfarm.info) Jenis-


jenis Pestisida Berdasarkan Kegunaannya Banyak Macamnya (indonesianfarm.info)
MAKALAH PEST CONTROL
PERACIKAN DAN APLIKASI PESTISIDA UNTUK PENGENDALIAN
VEKTOR BINATANG PENGGANGU

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
LATAR BELAKANG

1. Pengertian Insektisida

Pestisida adalah semua bahan racun yang digunakan untuk membunuh organisme
hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang dibudidayakan
manusia untuk kesejahtereaan hidupnya. Menurut PP No. 7 tahun 1973, yang
dimaksud pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang dipergunakan untuk :

- Memberantas atau mencegah hama-ham dan penyakit-penyakit yang


merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.

- Memberantas rerumputan atau tanaman penganggu/gulma

- Mematikan daun dan menceegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.

- Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian


tanaman, tidak termasuk pupuk.

- Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan


peliharaan dan ternak .

- Memberantas atau mencegah hama-hama air.

- Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam


rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.

- Memberantas atau mecegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan


penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

Dalam Undang-Undang No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang
dimaksud dengan Pestisida adalah zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain,
serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan
tanaman.
Pestisida merupakan bahan yang telah banyak memberikan manfaat untuk
keberlangsungan dunia produksi pertanian. Banyaknya Organisme Penganggu
Tumbuhan (OTP) yang dapat menurunkan hasil panen, dapat diminimalisir dengan
pestisida. Sehingga kehilangan hasil akibat OPT tidak terlalu besar. Selain bidang
pertanian, pestisida juga memberikan banyak manfaat untuk membantu masalah yang
timbul akibat adanya organisme penganggu di tingkat rumah tangga. Seperti
pembasmian nyamuk misalnya, dengan adanya pestisida maka proses pembasmian
nyamuk akan menjadi lebih cepat dan efesien. Bahkan masih banyak lagi peranan
pestisida bagi kehidupan manusia di berbagai bidang.

Insektisida kesehatan masyarakat adalah insektisida yang digunakan untuk


pengendalian vektor penyakit dan hama permukiman seperti nyamuk, serangga
penganggu lain (lalat, kecoak/lipas), tikus, dan lain-lain yang dillakukan di daerah
permukiman endemis, pelabuhan, bendara, dan tempat-tempat lainnya.

Aplikasi pengendalian vektor penyakit secara umum dikenal dua jenis insektisida
yang bersifat/non- residual dan insektisida residual. Insektisida kontak/ non-residual
merupakan insektisida yang langsung berkontak dengan tubuh serangga saat
diaplikasikan. Aplikasi kontak langsung dapat berupa penyenmprotan udara (space
spray) seperti pengkabutan panas (thermal fogging), dan pengkabutan dingin (cold
fogging)/ ultra low volume (ULV). Jenis-jenis formulasi yang biasa digunakan untuk
aplikasi langsung adalah emusifiable concentrate (EC), microemulsion (ME), emulsion
(EW), ultra low volume (UL) dan beberapa Insektisida siap pakai seperti aerosol (AE),
anti nyamuk bakar (MC), liquid vaporizer (LV),mat vaporizer (MV) dan smoke .
Insektisida residual adalah Insektisida yang diaplikasikan pada permukaan suatu
tempat dengan harapan apabila serangga melewati/ hinggap pada permukaan tersebut
akan terpapar dan akhirnya mati. Umumnya insektisida yang bersifat residual adalah
Insektisida dalam formulasi wettable powder (WP), water dispersible granule (WG),
suspension concentrate (SC), capsule suspension (CS), dan serbuk (DP).
Cara kerja Insektisida dalam tubuh serangga dikenal istilah mode of action dan
cara masuk atau mode of entry. Mode of action adalah cara Insektisida memberikan
pengaruh melalui titik tangkap (target site) di dalam tubuh serangga. Titik tangkap pada
serangga biasanya berupa enzim atau protein. Beberapa jenis Insektisida dapat
mempengaruhi lebih dari satu titik tangkap pada serangga. Cara kerja Insektisida yang
digunakan dalam pengendalian vektor terbagi dalam 5 kelompok yaitu:

1. Mempengaruhi system saraf

2. Menghambat produksi energy

3. Mempengaruhi system endokrin

4. Menghambat produksi kutikula dan

5. Menghambat keseimbangan air

Pengetahuan mengenai cara kerja ini bermanfaat bagi para pelaku pengendalian
vektor dalam memilih dan merotasi insektisida yang ada untuk mendapatkan hasil yang
optimal dalam rangka pengelolaan resistensi (resistance management)

mode of entry adalah cara insektisida masuk ke dalam tubuh serangga, dapat
melalui kutikula (racun kontak), alat pencernaan (racun perut), atau lubang pernafasan
(racun pernafasan). Meskipun demikian suatu Insektisida dapat mempunyai satu atau
lebih cara masuk ke dalam tubuh serangga.

Pengelolaan toksisitas suatu insektsida dilakukan oleh badan internasional


seperti WHO dan EPA (environmental protection agency) yang merupakan referensi
bagi industry insektisida maupun penggunaanya.

Toksistas (toxicity) adalah suatu kemampuan yang melekat pada suatu bahan
kimia untuk menimbulkan “keracunan”/”kerusakan”. Toksistas biasanya dinyatakan
dalam suatu nilai yang dikenal sebagai dosis atau konsentrasi mematikan pada hewan
coba dinyatakan dengan lethal dose (LD) atau lethal concentration (LC).
LD 50 adalah dosis mematikan/ lethal yang mematikan 50% hewan coba jika
diberikan melalui mulut (oral) atau diserap melalui pernafasan (inhalasi), yang biasanya
dinyatakan dalam mg suatu insektisida per kg berat badan (mg/kg/bb).

LC50 adalah konsentrasi suatu Insektisida (biasanya dalam makanan,udara atau


air) untuk mematikan 50% hewan coba. LC50 biasanya dinyatakan dalam mg/L atau
mg/ serangga. Semakin kecil nilai LD50 atau LC50,semakin beracun Insektisida
tersebut. Hewan coba yang biasa digunakan untuk menentukan nilai toksitas Insektisida
biasanya mamalia seeperti tikus.
Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

1. Pengamatan dan Penyelidikan Bioekologi, Penentuan Status Kevektoran, Status


Resistensi, dan Efikasi, serta Pemeriksaan Sampel.
Pengendalian dilakukan anatara lain dengan cara pengamatan bioekologi yang
dilakukan secara rutin untuk pemantauan wilayah setempat (PWS) yang meliputi
kegiatan siklus hidup, morfologi, anatomi, perilaku, kepadatan, habitat
perkembangbiakan, serta musuh alami Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
2. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan Metode Fisik,
Biologi, Kimia, dan Pengelolaan Lingkungan.
Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metoda ini meliputi
antara lain : pemasangan perangkap, membasmi dengan bahan kimia, pengelolaan
lingkungan yang baik, dll.
3. Pengendalian Terpadu terhadap Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
Pengendalian terpadu merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi
beberapa metode pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang
dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas, dan efektifitas, serta dengan
mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.
DAFTAR PUSTAKA

Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu - Sanitarian Kit

Pestisida Pertanian dan Aplikasinya (politanikoe.ac.id)

(12) PEDOMAN PENGGUNAAN INSEKTISIDA (PESTISIDA) Dalam Pengendalian Vektor | Imel Kristi
Monita - Academia.edu
MAKALAH PEST CONTROL
MANIMALISASI POPULASI VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU
DI PERKOTAAN

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
LATAR BELAKANG
Penyakit tular Vektor dan Zoonotik merupakan penyakit menular melalui Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit; antara lain malaria, demam berdarah, filariasis (kaki
gajah), chikungunya, japanese encephalitis (radang otak), rabies (gila anjing),
leptospirosis, pes, dan schistosomiasis (demam keong), dll.

Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah kesehatan dan banyak ditemukan
di masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi serta
berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan/atau wabah serta memberikan
dampak kerugian ekonomi masyarakat.Vektor adalah artropoda yang dapat
menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit. Binatang
Pembawa Penyakit adalah binatang selain artropoda yang dapat menularkan,
memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit.

Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit di Indonesia telah teridentifikasi terutama


terkait dengan penyakit menular tropis (tropical diseases), baik yang endemis maupun
penyakit menular potensial wabah. Mengingat beragamnya penyakit-penyakit tropis
yang merupakan penyakit tular Vektor dan zoonotik, maka upaya pengendalian
terhadap Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit menjadi bagian integral dari upaya
penanggulangan penyakit tular Vektor, termasuk penyakit-penyakit zoonotik yang
potensial dapat menyerang manusia.

Beberapa Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang diketahui; antara lain :

- Nyamuk
- Lalat
- Kecoa
- Pinjal
- Tikus.

Setiap area sekitar manusia harus diupayakan untuk dikaitkan dengan pemenuhan
standar baku mutu untuk Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, yang
meliputi paling sedikit adalah :

1. Angka kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sesuai standar baku
mutu.
2. Habitat perkembangbiakan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sesuai
standar baku mutu.

Pencegahan dan Pengendalian


Upaya penanggulangan penyakit tular Vektor dan zoonotik selain dengan pengobatan
terhadap penderita, juga dilakukan upaya pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit, termasuk upaya mencegah kontak secara langsung maupun tidak langsung
dengan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, guna mencegah penularan penyakit
menular, baik yang endemis maupun penyakit baru (emerging).

Upaya penanggulangan penyakit tular Vektor dan zoonotik yang efektif yaitu dengan
cara pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. Pengendalian Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan
untuk menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serendah
mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan
penyakit di suatu wilayah. Strategi pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit secara garis besar meliputi pengamatan, penyelidikan, menentukan metode
pengendalian, serta monitoring dan evaluasi.

Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

1. Pengamatan dan Penyelidikan Bioekologi, Penentuan Status Kevektoran, Status


Resistensi, dan Efikasi, serta Pemeriksaan Sampel.
Pengendalian dilakukan anatara lain dengan cara pengamatan bioekologi yang
dilakukan secara rutin untuk pemantauan wilayah setempat (PWS) yang meliputi
kegiatan siklus hidup, morfologi, anatomi, perilaku, kepadatan, habitat
perkembangbiakan, serta musuh alami Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
2. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan Metode Fisik,
Biologi, Kimia, dan Pengelolaan Lingkungan.
Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metoda ini
meliputi antara lain : pemasangan perangkap, membasmi dengan bahan kimia,
pengelolaan lingkungan yang baik, dll.
3. Pengendalian Terpadu terhadap Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
Pengendalian terpadu merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi
beberapa metode pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang
dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas, dan efektifitas, serta
dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.

Dengan sosialisasi dan penjelasan yang terstruktur dan massive kepada masyarakat,
diharapkan timbul kesadaran dan motivasi masyarakat tentang bahayanya Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit; sehingga ikut berperan dalam peengendalian dan
pencegahannya.

Fasilitas layanan kesehatan, yang dalam hal ini diwakili oleh Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (Klinik, PUSKESMAS, dll) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
(Rumah Sakit) merupakan sarana bagi masyarakat luas di Indonesia untuk
mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas, mulai dari tingkat Kelurahan,
Kecamatan, sampai tingkat Provinsi.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dalam hal ini salah satunya diwakili oleh
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) terhitung mulai
tanggal 1 Januari 2019 mewajibkan semua fasilitas layanan kesehatan bekerjasama
dengan badan tersebut. Dimaksudkan agar seluruh lapisan masyarakat Indonesia
berhak dan layak mendapatakan layanan kesehatan yang memuaskan dan berkualitas.

Mengacu pada Permenkes No. 71 tahun 2013 tentang standar akreditasi Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang
PUSKESMAS, dan Permenkes No. 34 tahun 2017 tentang akreditasi Rumah Sakit.
Disyaratkan untuk penyelenggara fasilitas layanan kesehatan untuk mendapatkan
akreditasi dari badan atau komite yang telah ditunjuk oleh Kementrian Kesehatan, yang
salah satunya adalah KOMITE AKREDITASI RUMAH SAKIT (KARS), untuk
mendapatkan kriteria tingkatan akreditasinya. Seperti : kriteria Dasar, Madya, Utama,
dan tertinggi adalah Paripurna.

Didalam kriteria akreditasi, terutama kriteria Paripurna, fasilitas layanan kesehatan


diwajibkan untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan Vektor
Penyakit serta pengendalian Binatang Pengganggu di lingkungannya. Vektor diwakili
oleh nyamuk, lalat, kecoa, dan semut, serta binatang pengganggu diantaranya kucing,
tikus, dll. Deskripsi pekerjaan tersebut di atas termaktub di dalam kelompok kerja
(POKJA) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dengan Tupoksi dibawah kendali
Instalasi Sanitasi / Kesehatan Lingkungan di masing-masing fasilitas layanan
kesehatan.

Mengacu dari peraturan-peraturan Mentri Kesehatan di atas, dan Permenkes No. 1204
tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan di lingkungan rumah sakit, dan Permenkes
No. 374 tahun 2010 tentang pengendalian vektor penyakit. Diwajibkan kepada layanan
fasilitas kesehatan, terutama Rumah Sakit untuk melakukan tindakan pengendalian dan
pencegahan tersebut. Tindakan pengendalian dan pencegahan vektor penyakit serta
binatang pengganggu dapat dilakukan mandiri oleh fasilitas layanan kesehatan tersebut
atau di pihak ketiga kan, yang dalam hal ini adalah operator Pest Control yang telah
memenuhi standar sertifikasi sesuai Permenkes No. 374 tahun 2010.
DAFTAR PUSTAKA

Pengendalian vektor dan binatang pengganggu | Imey's Blog (imeykakunsi.blogspot.com)

Modul Pengendalian Vektor Penyakit Dan Binatang Pengganggu [x4e6grq0k9n3] (idoc.pub)

Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu - Sanitarian Kit

Kesehatan Lingkungan: PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU ( LALAT/MUSCA


DOMESTICA ) (amellticz.blogspot.com)

Week 12 pengendalian vektor penyakit dan binatang pengganggu (slideshare.net)

Chapter II.pdf (poltekkesjogja.ac.id)


MAKALAH PEST CONTROL
BIONOMIK DAN TATA HIDUP VEKTOR DAN BINATANG
PENGGANGU MELIPUTI SUMBER FUNGSI KARATERISTIK
DAN PERANAN BAGI KEHIDUPAN

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
Bionomik vektor adalah tempat perindukan breeding place, kebiasaan menggigit
feeding habit, kebiasaan istirahat resting habit, dan jarak terbang flight range. Aedes
aegypti sering bertelur pada wadah buatan yang terdapat di dalam atau di dekat rumah,
misalnya wadah penyimpan air, bak mandi, vas bunga, tong air, ban bekas, botol
bekas, pipa air atau tang air. Meskipun lebih jarang dijumpai, habitat alami larva
nyamuk dapat ditemukan di daerah urban, misalnya lubang pohon, pelepah daun
pisang, atau tanaman lainnya dan tempurung kelapa. Kebiasaan makan nyamuk
termasuk sangat antropofilik menyukai darah manusia meskipun nyamuk ini juga
menghisap darah hewan mamalia berdarah panas lainnya. Nyamuk ini aktif mencari
makan pagi hari beberapa jam sesudah matahari terbit, dan sore hari beberapa jam
sebelum matari terbenam. Lebih dari 90 nyamuk Aedes aegypti beristirahat di tempat-
tempat yang tidak terkena sinar, yaitu tempat-tempat di dalam rumah yang gelap dan
tersembunyi, ruang yang lembab, kamar tidur, kloset, kamar mandi, dan dapur. Jarak
terbang nyamuk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemampuan mengisap
darah tempat berteluar nyamuk. Pada umumnya jarak terbang adalah 30-50 meter dari
tempat berkembang biaknya, namun bisa mencapai 400 meter, terutama pada waktu
nyamuk betina mencari tempat untuk bertelur Soedarto, 2012.

Kepadatan Vektor

Untuk mengetahui kepadatan vektor disuatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei
yang dipilih secara acak yang meliputi : Survei nyamuk, survei Universitas Sumatera
Utara jentik dan survei perangkap telur. Dalam pelaksanaan survei ada 2 metode
meliputi : 1. Metode singgle larva Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik
disetiap tempat genangan air yang ditemukan ada jentiknya untuk dilakukan identifikasi
lebih lanjut jenis jentiknya. 2. Metode visual Survei ini dilakukan dengan melihat ada
atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Dalam
program pemberantasan penyakit demam berdarah dengue, survei jentik yang biasa
digunakan adalah cara visual. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik
yaitu : a. Angka bebas jentik ABJ Jumlah rumahbangunan yang tidak ditemukan jentik x
100 Jumlah rumahbangunan yang diperiksa b. House index H.I Jumlah
rumahbangunan yang diketemukan jentik x 100 Jumlah rumah yang diperiksa c.
Container index C.I Jumlah container dengan jentik x 100 Jumlah container yang
diperiksa d. Breteau index B.I Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah Angka
bebas jentik dan House index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di
suatu wilayah. Tidak ada teori yang pasti berapa angka Universitas Sumatera Utara
bebas jentik dan house index yang dipakai standart, hanya berdasarkan kesepakatan,
disepakati House index minimal 5 yang berarti persentase rumah yang diperiksa
jentiknya positip tidak boleh melebihi 5 atau 95 rumah yang diperiksa jentiknya harus
negatip. 3. Survei Perangkap Telur Ovitrap Tujuan dari survei perangkap telur adalah
untuk mengetahui adatidaknya nyamuk Aedes aegypti dalam situasi densitas sangat
rendah, yang mana dengan metode single larva tidak dapat menemukan adanya
container positif. Ovitrap berupa bejana kaleng, palstik atau potongan bambu yang
dinding bagian dalamnya dicat hitam dan diberi air secukupnya. Kedalam bejana
tersebut dimasukan padel yaitu berupa potongan bambu atau kain yang tenunannya
kasar dan berwarna gelap sebagai tempat menyimpan telur. Ovitrap ditempatkan di
dalam dan diluar rumah, ditempat yang gelap dan lembab. Setelah satu minggu
dilakukan pemeriksaan adatidaknya telur di padel. Cara menghitung Ovitrap index
adalah : Jumlah padel dengan telur x 100 Jumlah padel diperiksa Untuk mengtahui
lebih tepat gambaran kepadatan populasi nyamuk dengan cara : Jumlah telur dari
seluruh ovitrap x 100 Jumlah ovitrap yang digunakan Universitas Sumatera Utara
2.1.10 Klasifikasi dan Morfologi Nyamuk Aedes sp. Klasifikasi Aedes aegypti dan Aedes
albopictus adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phyllum : Arthropoda Class :
Insecta Order : Diptera Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae Genus : Aedes Species :
Aedes aegypti, Aedes albopictus Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm.
Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian
punggung dorsal tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan
kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada
umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-
nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi,
bergantung pada kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama
perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan nyata dalam hal
ukuran. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil daripada betina, dan
terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan Soedarto, 2012. Universitas
Sum
DAFTAR PUSTAKA

Vektor dan Binatang Pengganggu.doc - TINJAUAN MATA KULIAH Bahan ajar mata kuliah pengendalian
vektor dan binatang pengganggu – A membahas tentang | Course Hero

Modul Pengendalian Vektor Penyakit Dan Binatang Pengganggu [x4e6grq0k9n3] (idoc.pub)

Download: Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah dan Karakteristik Penderita terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan
Perjuangan (123dok.com)

Bionomik Vektor Kepadatan Vektor (123dok.com)

Jenis dan Bionomik Lalat sebagai Vektor Venyebaran Penyakit, (indonesian-publichealth.com)


MAKALAH PEST CONTROL
JENIS PENYAKIT YANG DITULARKAN MELALUI VEKTOR
DAN BINATANG PENGGANGU DBD, CHIKUNGUNYA,
FILARIASIS, PES, DLL

NAMA : KRISTINA LUBIS


NIM : P00933119080
TINGKAT : 3B D3 SANITASI
MATKUL : PEST CONTROL

PROGRAM STUDI D III SANITASI


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
LATAR BELAKANG

Jenis-jenis Vektor Penyakit


Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-
ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya
karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis
dan klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit :
Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas :
1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk .
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu
diperhatikan dalam pengendalian adalah :
a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat
 Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
 Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
 Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur
b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal
 Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes
c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala
 Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus
exantyematicus.
Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai
binatang pengganggu antara lain:
 Ordo hemiptera, contoh kutu busuk
 Ordo isoptera, contoh rayap
 Ordo orthoptera, contoh belalang
 Ordo coleoptera, contoh kecoak
Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang
pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan :
a. Tikus besar, (Rat) Contoh :
-Rattus norvigicus (tikus riol )
-Rattus-rattus diardiil (tikus atap)
-Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)
b. Tikus kecil (mice),Contoh:Mussculus (tikus rumah)
Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari
organ yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu,
dan termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea,
yang kebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor
organisme yang dapat menularkan penyakit pada manusia (Chandra,2003).

Peranan Vektor Penyakit


Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan
penular penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk,
kecoa/lipas, lalat, semut, lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan
penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal
sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne
diseases.
Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat
melalui beberapa cara yaitu :
a. Dari orang ke orang
b. Melalui udara
c. Melalui makanan dan air
d. Melalui hewan
e. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003).
Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal
sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne
diseases.

1. Arthropods Borne Disease


Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang
bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host
lain. Paul A. Ketchum, membuat klasifikasi arthropods borne
1. Transmisi Arthropoda Bome Diseases
Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya
gejala penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods
borne diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada
manusia.
1. Inokulasi (Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh
manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa disebut
sebagai inokulasi.
2. Infestasi (Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang
biak disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.
3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor
Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam
tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan
temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar
antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria.
4. Definitive Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam
tubuh vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus
aseksual pada tubuh vektor atau manusia, apabila terjadi siklus sexual maka
disebut sebagai host definitif, sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus
seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitive
dan manusia adalah host intermediate.
5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo - Developmental
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh
vektor yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo - developmental, bila
agen penyakit atau parasit tidak mengalami perubahan siklus dan hanya
multifikasi dalam tubuh vektor disebut propagative seperti plague bacilli pada
kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit mengalami perubahan siklus dan
multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo – propagative seperti parasit malaria
dalam tubuh nyamuk anopheles dan terakhir bila agen penyakit mengalami
perubahan siklus tetapi tidak mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor
seperti parasit filarial dalam tubuh nyamuk culex.
A. Pengendalian Vektor Penyakit
Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor
merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor
serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya
penularan penyakit di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan
vektor sehingga penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah
(MENKES,2010).
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara
fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun
tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat
mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa
faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang
antara lain adanya perubahan iklim, keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat.
Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko
lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang
belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis.
Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain
kondisi geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum
teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis,
belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor,
peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu,
keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan
kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian
sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan
menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia.
Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan
populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi
yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun yang penting di dasarkan prinsip dan
konsep yang benar. Ada beberapa cara pengendalian vector penyakit yaitu :
1. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social
budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan
saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor
dilakukan dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan
suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian
vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas
pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kesinambungannya.
a. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah
1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara
pengendalian
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit
tular vektor
3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan.
Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor
menggunakan prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap
penularan dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui
proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan
secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.
b. Prinsip-prinsip PVT meliputi:
1. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor
setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang
bersifat spesifik local( evidence based)
2. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan
program terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.
3. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda
non kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
4. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip
ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
c. Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
1. Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah,
mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor
secara fisik dan mekanik.
Contohnya:
- modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan
lumut, penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
- Pemasangan kelambu
- Memakai baju lengan panjang
- Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
- Pemasangan kawat
2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic
- predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
- Bakteri, virus, fungi
- Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll)
3. Metode pengendalian secara kimia
- Surface spray (IRS)
- Kelambu berinsektisida
- larvasida
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai
pegangan sebagai berikut :
a. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar
vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap
tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001)
2. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan
kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam
jangka waktu yang lama
3. Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi
kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sement
a. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)
b. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu dengan
modifikasi/manipulasi lingkungan
c. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan musuh
alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
d. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan karantina
e. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Jenis-Jenis Vektor Dan Penyakit | PDF (scribd.com)

Penyakit Bawaan Vektor JENIS-JENIS VEKTOR DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKAN - PDF Free Download
(adoc.pub)

Jenis-jenis Vektor Penyakit (psychologymania.com)

Pengendalian Vektor DBD - The Indonesian Public Health (indonesian-publichealth.com)

Makalah Vektor (ikanbobooo.blogspot.com)

Anda mungkin juga menyukai