Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGENDALIAN FISIK/MEKANIS, BIOLOGI DAN KIMIA


UNTUK VEKTOR NYAMUK, LALAT DAN TIKUS

untuk memenuhi tugas Pengendalian Vektor Dan Binatang Pengganggu

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK : 13

DOSEN : DESY ARI APSARI, SKM.M.Kes

NAMA : ANGGIE DWISALDA PUTRI BR SARAGIH


(P00933221007)

IKRAM AFFANDI
(P00933221027)

PRISKA ROHDEARNI DAMANIK


(P00933221044)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV SANITASI LINGKUNGAN TK.II

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN KABANJAHE


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN

2023

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karna atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah "Pengendalian Fisik/Mekanis, Biologi dan
Kimia untuk Vektor Nyamuk, Lalat dan Tikus “ dapat terselesaikan dengan baik guna
memenuhi tugas Pengendalian Vektor Dan Binatang Pengganggu di Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Medan.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak menerima bantuan, informasi,


saran, bimbingan serta dukungan oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada: Ibu Desy Ari Apsari,M.Ph selaku dosen mata kuliah Pengendalian
Vektor Dan Binatang Pengganggu dan untuk orang tua kami yang selalu memberikan
dukungan baik secara moral, spiritual, dan material yang tiada henti-hentinya dari
sejak lahir.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata
kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi saya untuk lebih baik di
masa yang akan datang. Terimakasih

Kabanjahe, Februari 2023


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah umum yang dihadapi dibidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang
besar, dengan angka pertumbuhan yang cukup tinggi, serta penyebaran penduduk
yang belum merata, disamping tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih
rendah. Keadaan ini semua dapat menyebabkan terciptanya lingkungan fisik dan
biologi yang tidak memadai, sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor
penyakit (Myrnawati,2004).

Pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk


menurunkan populasi vektor serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi
berisiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah. Upaya pengendalian
vektor perlu ditingkatkan karena penyakit yang ditularkan melalui vektor merupakan
penyakit endemis yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat bahkan
wabah atau Kejadian Luar Biasa. Pengendalian vektor penyakit menjadi prioritas
dalam upaya pengendalian penyakit karena potensi untuk menularkan penyakit sangat
besar seperti nyamuk, lalat, tikus dan binatang penggangu lainnya (Kemenkes,2001)

Dalam PERMENKES RI No 374/MENKES/PER/III/2010, pengendalian vektor


adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk:

1. Menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak


lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau

2. Menghindari kontak dengan vekor sehingga penularan penyakit tular vektor


dapat dicapai dengan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan
yang menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan
berdasarkan azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.

Vektor vektor yang membawa penyakit penyakit serius yang ditularkan kepada
manusia antara lain serangga (lalat, nyamuk, binatang-binatang yang hidup di air
(kerang) binatang yang hidup di darat (anjing, kucing, babi) Penularan penyakit pada
manusia melalui vektor serangga dikenal sebagai arthropod borne disease atau sering
disebut sebagai vektor borne disease Pemutusan rantai penularan dapat dilakukan
dengan mempelajari cara penularan dari penyakit yang ada. Untuk pencegahan
penyebaran penyakit dapat dilakukan pengendalian vektor yang terdin atas
pengendalian lingkungan, pengendalian kimia, pengendalian biologi dan
pengendalian fisika
Pemutusan rantai penularan dapat dilakukan dengan mempelajari cara penularan
dari penyakit yang ada. Untuk pencegahan penyebaran penyakit dapat dilakukan
pengendalian vektor yang terdiri atas pengendalian lingkungan, pengendalian kimia,
pengendalian biologi pengendalian genetic, dan pengendalian fisika

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah bagaimana cara pengendalian fisik/mekanis, biologi dan kimia untuk
vektor-vektor seperti nyamuk, lalat dan tikus .

1.3 Tujuan Makalah

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui cara pengendalian
vektor dengan metode fisik/mekanis, biologi dan kimia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Metode Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau


menurunkan populasi vektor dengan maksud mencegah atau memberantas penyakit
yang ditularkan vektor atau gangguan (nuisance) yang diakibatkan oleh vektor.
Berikut ini adalah yang harus dijadikan pegangan dalam pengendalian vektor:
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu harus menerapkan bermacam-macam
cara pengendalian agar vektor dan binatang pengganggu tetap berada di bawah garis
batas yang tidak merugikan dan atau membahayakan dan; Pengendalian vektor dan
binatang pengganggu tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap
tata lingkungan hidup. Berikut ini beberapa metode yang diterapkan untuk
mengendalikan vektor dan binatang pengganggu

1). Pengendalian dengan cara fisika/ mekanis. Cara ini menitikberatkan pada
usaha penggunaan dan pemanfaatan faktor-faktor iklim, kelembapan, suhu, dan cara-
cara mekanis seperti

a. Pemasangan perangkap (tikus, burung, dan lain-lain)

b. Pemasangan jaring untuk mencegah masuknya tikus, serangga, dan lain-lain.

c. Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik dan menolak vektor dan binatang


pengganggu (to attrack and to repel)

d. Pemanfaatan kondisi panas atau dingin untuk membunuh vektor dan binatang
pengganggu.

e. Pemanfaatan suara untuk menolak atau menarik vektor dan binatang pengganggu

f. Melakukan pembunuhan vektor dan binatang pengganggu dengan cara memukul,


memijat, atau menginjaknya.

g. Pembalikan tanah sebelum penanaman dimulai

h. Pemanfaatan arus listrik untuk membunuh vektor dan binatang pengganggu


dikawasan perumahan.

2). Pengendalian dengan cara biologi. Pengendalian vektor dan binatang


pengganggu secara biologi dapat dilakukan dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan
atau hewan, parasite, predator maupun kuman pathogen terhadap vektor dan binatang
pengganggu yang menjadi sasaran
3). Pengendalian dengan cara Kimia. Cara kimia ini disebut sebagai
pengendalian menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan
vektor dan binatang pengganggu memang sangat efektif, namun dapat juga masalah
yang serius bagi manusia dan lingkungannya. Menimbulkan resistensi dan juga
kontaminasi lingkungan.

2.2 Vektor Nyamuk

Nyamuk aedes aegypti merupakan hewan antropofilik hidupnya berada didekat


manusia baik didalam maupun diluar rumah, lebih senang berada didalam genangan
air dan berkembang biak dengan baik ditempat gelap dan terlindungi dari cahaya
matahari langsung. Nyamuk aedes aegypti memiliki siklus hidup yang sempurna
dimulai dari telur,jentik,pupa hingga nyamuk dewasa. Spesies ini meletakkan telurnya
pada permukaan air yang bersih secara individual. Waktu yang diperlukan telur untuk
menetas adalah 1-2 hari,selanjutnya berubah menjadi jentik. Nyamuk ini merupakan
vector pembawa virus dengue yang menjadi penyebab demam berdarah dengue.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk aesdes aegypti betina yang biasanya
terjadi pada musim penghujan atau pancaroba. Pengendalian vector ini dapat
dilakukan secara fisik,kimia dan biologi.

a) Pengendalian fisik

Pengendalian secara fisik adalah pengendalian untuk mengurangi atau menghindari


gigitan nyamuk,bias dilakukan dengan pemasangan kawat kasa(kawat nyamuk) pada
semua lubang yang ada dirumah seperti ventilasi,jendela. Selain itu biasa juga
menggunakan raket listrik.

b) Pengendalian biologi

Pengendalian secara biologi menggunakan organisme yang bersifat predator dan


organisme yang menghasilakan toksin. Oerganisme yang bersifat predator bagi larva
nyamuk antara lain ikan timah ikan nila dan ikan cupang,dan organisme lainnya
organisme yang menghasilakn toksin antara lain Bacillus
thuringiensisisraelensis,Bacillusphaericus.selain itu juga dapat memanfaatkan
tanaman anti nyamuk. Pengendalian secara biologi merupakan upaya pemanfaatan
agent biologi untuk pengendalian vector nyamuk aedes aegypti. Beberapa agent
biologi yang sudah digunakan untuk populasi larva nyamuk tersebut ialah ikan
pemakan jentik.

c) Pengendalian kimia

Pengendalian kimia adalah metode yang dilakukan dengan cara penyemprotan zat
kimia seperti insektisida kesarang nyamuk seperti selokan,semak semak dan tempat
kumuh. Selain penyemprotan dapat juga dilakukan pengendalian larva nyamuk yang
berada ditempat penampungan air atau tempat yang dapat menampung air.
Penggunakan anti nyamuk bakar juga digolongkan ke dalam pengendalian secara
kimia karena mengandung bahan beracun seperti piretrin. Metode pengaplikasian
insektisida dalam pengendalian nyamuk aedes yaitu dengan metode cold fogging,
metode spraying,thermal fogging dan metode ovitrap.

2.3 Vektor Lalat

Lalat merupakan serangga yang termasuk ke dalam ordo diptera yang merupakan
ordo terbesar dari serangga dengan keragaman jenis yang tinggi. Istilah “Diptera”
menunjukkan bahwa kelompok serangga ini memiliki dua pasang sayap pada masa
embrional. Pasangan sayap belakang mengalami perubahan bentuk dan fungsi
menjadi alat keseimbangan yang disebut halter sedang sepasang sayap lainnya
menjadi sayap sejati (Borror dkk, 1992).

Morfologi tubuh lalat pada dasarnya sama dengan ciri umum filum arthropoda
lainnya, yakni terdiri dari 3 bagian utama yaitu kepala, thorax, dan abdomen. Terdapat
batas-batas jelas yang memisahkan bagian yang satu dari bagian yang lain. Lalat
dikatakan termasuk ke dalam kelas Hexapoda dengan ciri memiliki 6 buah kaki (Hexa
= 6 dan poda = kaki) pada thorax (Suprapto, 2003).

Lalat merupakan species yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat,


yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan seperti: kolera,typhus,
disentri, dan lain lain. Pada saat ini dijumpai ±60.000 –100.000 spesies lalat, tetapi
tidak semua species perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya
terhadap kesehatan masyarakat.

Adapun yang menyebabkan kehadiran lalat disekitar kita yaitu sanitasi


kehidupan sehari-hari termasuk dalam hal pengelolaan sampah,kotoran ternak, dan
lain. Adapun faktor lain yaitu meningkatnya kebutuhan daging unggas mendorong
industri pemotongan unggas berkembang pesat,sehingga makin banyak pencemar
yang dikeluarkan dan mengakibatkan permasalahan yang kompleks bagi kesehatan
lingkungan sekitar.

Salah satu jenis lalat yang akan dibahas cara pengendaliannya adalah lalat buah
(Bactrocera). Lalat buah adalah hama yang banyak merusak tanaman buah dan sayur,
tanaman yang terkena serangan lalat buah memiliki daya rusak hampir 50% sehingga
dapat mengganggu hasil panen. Sifat khas lalat buah adalah dapat bertelur di dalam
buah. Larva (belatung) yang menetas dari telur tersebut akan merusak daging buah,
sehingga buah menjadi busuk dan gugur. Hal ini disebabkan karena stadia yang
merusak adalah larva yang menyerang langsung pada buah tanaman

Dari banyak penelitian di temukan bahwa lalat buah menyukai warna kuning .
Hal ini diperkirakan karena pada umunya lalat menggunakan isarat visual untuk
menemukan inangnya dari hasil penelitian meenunjukan perangkap yang berwarna
kuning lebih banyak memerangkap lalat buah dalam jumlah yang tinggi. Dan warna
yang tidak di sukai oleh lalat buah adalah warna biru, jika dalam ilmu pengendalian
lalat buah warna biru tidak di sarankan untuk di gunakan dalam penanganan.
Lalat buah akan aktif saat musim hujan, proses pembusukan akan semakin cepat
jika diiringi serangan jamur. Saat aplikasi pestisida perlu dilakukan dengan aplikasi ke
tanah untuk membunuh pupa yang berkembang di tanah. Dengan karakteristiknya
yang banyak inang, lalat buah sulit dikendalikan.

a) Pengendalian lalat secara fisik/mekanis

Secara fisik pengendalian lalat dapat menggunakan Papper trap, / perangkap


kertas yang banyak di jual di tokoh pertanian, jika tidak di dapatkan bisa
menggunakan media lain, Seperti. Botol yang di cat warna kuning dan dilumuri lem
tikus di sekelilingnya. Atau bambu yang di cat kuning dan di lumuri lem di
sekelilingnya kemudian di tancapkan di sekitar tanaman atau di gantung.

Secara mekanis pengendalian lalat dapat di lakukan dengan sanitasi lahan seperti
mencangkul / membalikkan tanah agar larva tidak menjadi pupa, serta pupa yang
terlajr terbentuk naik dan terkena sinar matahari sehingga dapat menyebabkan
kematian pada pupa atau membakar sampah, ranting / daun serta buah-buahan yang
terkena serangan, asapnya dapat mengusir hama lalat buah.

Pengasapan dengan membakar sampah kering dan bagian atasnya ditutupi


dengan sampah basah agar dihasilkan asap dan tidak sampai terbakar. Kepulan asap
yang menyebar ke seluruh bagian tanaman akan mengusir keberadaan lalat buah.

b) Pengendalian lalat secara biologi

Pengendalian dengan musuh alami yaitu salah satunya menggunakan predator


lalat buah yang umum adalah semut, laba-laba, kumbang stafilinid, dan cocopet
(Dermaptera). Jenis patogen yang banyak menyerang pupa lalat buah adalah
Beauveria. Namun penggunaan musuh alami ini benyak terkendala oleh petani
sendiri, yang menggunakan pestisida kimiawi yang banyak membunuh musuh alami
dari hama, sehingga populasi hama meningkat.

Pada penelitiannya lalat buah bisa di kendalikan dengan senyawa Metil Eugenol
yang di dapatkan dari hasil sulingan daun cengkeh, selasih, kemangi, kayu manis, pala
dll. Senyawa Metil Eugenol juga efektif dalam penanggulangan hama tersebut.
Pengendalian dengan tanaman tumbuh bisa menggunakan daun mint, daun kemangi,
daun pandan, dan bunga lavender. Di tanam di sekitar tanaman yang di takutkan
terkena serangan lalat buah.

c) Pengendalian lalat secara kimia

Pengendalian secara kimia dilakukan dengan memasang alat perangkap yang


terbuat dari botol minuman dengan jarak 10 meter. Di dalam perangkap tersebut
diberi buah-buahan yang aromanya disukai lalat (misalnya nangka dan timun)
kemudian dicampur insektisida berbahan aktif metomil. Selain itu juga dapat
dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin,
deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo
dengan dosis atau konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.

Penyemprotan dengan dilakukan pagi hari dan dicampur dengan gula pasir
sebanyak 2 sendok makan per tangki untuk memancing lalat memakan pestisida
tersebut.

2.4 Vektor Tikus

Tikus adalah mamalia yang termasuk ordo Rodentia dan sukuMuridae. Spesies
tikus yang hampir ditemukan di seluruh negara adalah mencit (Mus spp) dan tikus got
(Rattus norvegicus).

Tikus memiliki kepala, badan, ekor, sepasang daun telinga, mata, bibir kecil
dan lentur, di sekitar hidung tikus terdapat misae. Badan tikus berukuran ±500 mm.
Berdasarkan ukuran badan tikus, terdiri dari kelompok tikus besar panjang badan atau
sedang mencapai ≥180 mm, dan tikus kecil memiliki panjang badan ≤180 mm.

Tikus merupakan binatang pembawa penyakit yang menularkan berbagai


macam penyakit. Saat ini penyakit tular tikus yang menjadi permasalahan utama di
Indonesia adalah leptospirosis, merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Leptospira. Bakteri Leptospira paling umum memasuki tubuh melalui hidung,
mulut, atau mata, atau melalui abrasi kulit saat orang terpapar air yang terkontaminasi
urin tikus yang terinfeksi. Risiko penularan penyakit akan semakin meningkat pada
saat musim penghujan dan banjir. Penyakit tular tikus lainnya yang potensial menjadi
permasalahan di Indonesia yaitu salmonellosis, murine typhus, infeksi hantavirus,
infeksi nipah virus, schistosomiasis, rickettsiosis dan toksoplasmosis.

Tikus banyak terdapat di lingkungan hidup manusia dengan ciri morfologi


yang berbeda-beda. Adapun jenis-jenis tikus yang dapat ditemukan antara lain : Tikus
got (Rattus norvegicus), Tikus wirok (Bandicota indica), Tikus rumah (Rattus
tanezumi), Tikus ladang (Rattus exulans), dan Tikus sawah (Rattus argentiventer).

Tikus merupakan binatang dengan kemampuan adaptasi tinggi. Tikus mampu


hidup di hutan dan persawahan dan dapat beradaptasi dengan baik terhadap kondisi
lingkungan manusia, baik di permukiman, perkotaan maupun pedesaan. Keberadaan
tikus di lingkungan manusia, baik lingkungan permukiman maupun lingkungan
tempat bekerja merupakan risiko terbesar terhadap penularan berbagai jenis penyakit
zoonosis.

Hasil Surveilans Sentinel Tikus di 10 Provinsi pada Tahun 2021-2022 yang


telah dilakukan oleh Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan bersama
dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Puskesmas dan
B/BTKLPP, mendapatkan angka rata-rata tikus yang terinfeksi bakteri Leptospira
sebesar 25,9% (rentang 10,90 – 56,67%). Adapun hasil survei tikus di Pelabuhan dan
Bandara yang telah dilakukan pada Tahun 2022 oleh Direktorat Surveilans dan
Kekarantinaan Kesehatan bersama Kantor Kesehatan Pelabuhan, menunjukkan rata-
rata tikus yang terinfeksi bakteri leptospira sebesar 22,32% (rentang 6,5% - 50%). Hal
ini menunjukkan bahwa risiko penularan leptospirosis di Indonesia sangat tinggi, baik
di wilayah maupun di pintu masuk Negara.

Pengendalian tikus dilakukan secara fisik yaitu dengan cara penangkapan


(trapping) dan secara kimiawi menggunakan umpan beracun :

a) Pengendalian tikus secara fisik/mekanis dengan penangkapan (trapping)

Pemasangan perangkap dilakukan pada sore hari. Pada bangunan tertutup


(core) perangkap diletakkan pada lokasi yang ditemukan tanda keberadaan tikus
sedangkan pada daerah terbuka (inner bound) diletakkan di pinggir saluran air,
taman, kolam, semak-semak, sekitar TPS, tumpukan barang bekas.

b) Pengendalian tikus secara kimiawi dengan umpan beracun

Menggunakan umpan beracun mempunyai efek sementara. Umpan beracun


digunakan di daerah yang tidak dapat dicapai oleh hewan domestik dan anak-anak.
Pengendalian tikus dengan umpan beracun dijadikan pilihan terakhir dikarenakan
sering menimbulkan bau yang tidak sedap akibat bangkai tikus yang tidak segera
ditemukan. Selain itu, racun tikus sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan
hewan lainnya. Terdapat dua macam racun tikus yang beredar saat ini yaitu racun
akut dan kronis. Racun akut harus diberikan dalam dosis letal untuk menghindari
tikus tidak mati dan tidak lagi memakan umpan beracun sejenis, dalam dosis letal
tikus akan mati dalam setengah jam berikutnya.

c) Pengendalian tikus secara biologi

Pengendalian secara hayati / biologi Cara termudah adalah dengan memberikan


lingkungan yang sesuai dan tidak mengganggu atau membunuh musuh alami tikus
sawah Pada ekosistem sawah irigasi, peran musuh alami kurang nyata dalam
menekan populasi tikus. Pengendalian tikus juga dapat dilakukan secara biologi
yakni dengan pengendalian kesuburan, dengan metode pemandulan
(imunokontrasepsi) dengan satu jenis virus yang spesifik dan pemanfaatan predator
alami seperti burung hantu, ular sawah.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upays untuk menggala


menurunkan populasi veltur atau hinatang penganggu dengan maksud pencegahan ata
pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan oleh vektor dan hinatang
pengganggu tersebut. Ada beberapa cara pengendalin vektor dan batang pengganggu
diantaranya adalah sebagai berikut

1. Pengendalian Fisik-Mekanis

2. Pengendalian Biologis

3. Pengendalian Kimia

Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru Pada
awalnya orang berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian tampak
bahwa pembasmian itu sulit dicapai dan kurang realistis dilihat dari sisi ekologis.
Oleh karenanya pengendalian vektor saat ini akan ditujukan untuk mengurangi dan
mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai dengan keadaan social-
ekonomi yang ada serta keadaan endemic penyakit yang ada. Oleh karenanya
pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi sangat penting

3.2 Saran
Pengendalian harus dilakukan secara terpadu, direncanakan dan dilaksanakan
untuk jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu

DAFTAR PUSTAKA

Handiny, N. F., KM, M., Gusni Rahma, S. K. M., Epid, M., Rizyana, N. P., & KM,
M. (2020). Buku Ajar Pengendalian Vektor. Ahlimedia Book.

Ratnawati, D. (2016). Pengendalian vektor penyakit dan binatang pengganggu di rs


pku Muhammadiyah Surakarta.

Khairiyati, L., Marlinae, L., Waskito, A., Nur Rahmat, A., Ridha, M. R., & Andiarsa,
D. (2021). Buku Ajar Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu.

Yudhastuti, R. (2011). Pengendalian Vektor dan Rodent. Pustaka Melati.

Santi, D. N. (2001). Manajemen pengendalian lalat. Fakultas Kedokteran. Universitas.

Andiarsa, D. (2018). Lalat: Vektor yang Terabaikan Program?. Balaba: Jurnal Litbang
Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara, 201-214.

Anda mungkin juga menyukai