Anda di halaman 1dari 70

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Sanitasi Tempat – Tempat Umum dan Mal

2.1.1 Pengertian Sanitasi Tempat – Tempat Umum

Pengertian Sanitasi menurut WHO adalah : “Upaya pengendalian faktor fisik yang
dapat memberikan pengaruh berbahaya terhadap perkembangan jasmani, kesehatan
dan kelangsungan hidup manusia.

Pengertian Tempat _ Tempat Umum menurut Departemen Kesehatan, adalah


:“Tempat kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan – badan pemerintah,
swasta, perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat, mempunyai tempat
dan kegiatan tetap, serta memiliki fasilitas.”

Berdasarkan kedua pengertian diatas, Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU)


adalah : “ilmu yang mempelajari tentang upaya atau usaha pengendalian tehadap
faktor lingkungan tempat kegiatan bagi umum yang dapat membahayakan atau
mengganggu perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia
yang ditimbulkan oleh tempat yang digunakan untuk kegiatan umum.”

2.1.2 Pengertian Pusat Perbelanjaan

Menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 50


tahun 1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengusahaan Perpasaran Swasta di Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, pusat perbelanjaan adalah tempat jual beli umum yang terdiri
dari pertokoan, pasar, dan pusat pertokoan yang mengelompok dalam satu kawasan
tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagai daerah atau kawasan
perdagangan yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum, yang pelayanannya
dilakukan secara modern dan menggunakan teknologi maju.
2.1.3 Peranan Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU)

Berdasarkan pengertian Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) di atas maka


peranan Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU), yaitu :
a. Menjamin keadaan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan antara lain adanya
penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, pembuangan limbah, sampah,
pengendalian vektor dan binatang pengganggu, pencahayaan dan ventilasi yang
memenuhi syarat serta terpeliharanya keadaan fisik bangunan dan fasilitasnya.
b. Memberikan jaminan psikologis pada masyarakat pengunjung maupun masyarakat
sekitarnya berupa rasa aman (secure), terlindung (safe), dan nyaman (comfort).
c. Mempromosikan tempat – tempat umum tersebut secara tidak langsung

2.2 Tinjauan Tentang Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu

2.2.1 Pengertian Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu

Vektor adalah binatang, dapat berupa serangga, tikus, anjing, kucing, keong atau
hewan lain yang dapat menularkan atau memindahkan atau dapat menjadi sumber
penularan penyakit. (Pranoto, 1993).

Sedangkan binatang pengganggu adalah binatang yang dapat mengganggu,


menyerang ataupun menularkan penyakit terhadap manusia, binatang mapun
tumbuh-tumbuhan (Adang I,dkk,1985) .

Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga vektor di suatu wilayah
atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan
penyakit tular vektor dapat dicegah (PMK No. 374/Menkes/Per/III/2010 tentang
Pengendalian Vektor).

Jadi yang dimaksud Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu adalah semua
kegiatan dan tindakan untuk menurunkan populasi hewan yang dapat menularkan
penyakit, mengganggu, dan menyerang manusia, hewan maupun bintang sehingga
dapat mencegah penularan penyakit.
2.2.2 Konsep Dasar Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu

Berdasarkan uraian diatas maka konsep dasar pengendalian vektor dan binatang
pengganggu adalah:
1. Menitikberatkan pada kebijakan pengendalian vektor terpadu melalui
suatu pendekatan pengendalian vektor dengan menggunakan satu atau
kombinasi beberapa metode pengendalian vektor dan binatang
pengganggu.

2. Berdasarkan azas keamanan terhadap semua faktor lingkungan,


rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta mempertimbangkan
kelestarian keberhasilannya.

3. Tidak bermaksud untuk memberantas atau membasmi vektor dan binatang


pengganggu sampai ke akar-akarnya, tetapi memutuskan rantai penularan
antara sumber penyakit dengan manusia atau mencegah tertularnya suatu
penyakit menular kepada manusia melalui peranan vektor penyakit dan
binatang pengganggu.

2.2.3 Faktor Yang Menentukan Keberhasilan Pengendalian Vektor dan Binatang


Pengganggu

Ada 7 faktor penting yang terkait dengan keberhasilan pengendalian vektor dan
binatang pengganggu yaitu (Pranoto, 1993):
1. Pengenalan vektor dan binatang pengganggu
Agar pengendalian vektor dan binatang pengganggu terarah kepada sasaran
yang tepat, maka terlebih dahulu harus mengenal jenisnya yang menimbulkan
masalah disuatu wilayah. Caranya adalah dengan mengidentifikasi vektor dan
binatang penggangu yang ditemukan di wilayah yang akan dikendalikan.

2. Pemahaman bionomik vektor dan binatang pengganggu.


Dalam ekologi, bionomik (Yunani: bio = hidup, nomos = hukum) adalah studi
komprehensif organisme dan hubungannya dengan lingkungannya -
Diterjemahkan dari kata Prancis Bionomie - penggunaan pertama dalam
bahasa Inggris pada 1885-1890. Dewasa ini kita menyebutnya, "ekologi"
.(encyclopedia.thefreeecyclopedia.com, 04-12-2012).

Jadi bionomik vektor dan binatang pengganggu adalah menyangkut segala


sesuatu interaksi vektor dan binatang pengganggu dengan lingkungan. Dengan
mempelajari bionomik akan diketahui segala sesuatu yang berhubungan
dengan kebiasaan hidup atau tata kehidupan dari vektor dan binatang
pengganggu.

Pengetahuan tentang bionomik sangat penting dalam keberhasilan


pengendalian vektor dan binatang pengganggu. Bila mengetahui bionomik
vektor dan binatang pengganggu, maka pengendaliannya akan efektif dan
efisien.

Vektor dan binatang pengganggu sebagai makhluk hidup mempunyai


bermacam-macam kebiasaan hidup, antara lain yang penting diketahui
sehubungan dengan upaya pengendalian yaitu kebiasaan yang berhubungan
dengan:
a) Perkawinan atau berkembang biak, mencari makan dan lamanya hidup.
b) Mencari tempat berlindung dan bersarang.
c) Kegiatan diwaktu malam dan siang hari.
d) Pemilihan mangsa yang menjadi sasaran
e) Didalam rumah dan diluar (iklim, suhu, kelembaban, pencahayaan alami
dan non alami, dll)
f) Daya tahan terhadap pestisida
3. Pemilihan metode pengendalian.
4. Pemilihan jenis pestisida yang akan digunakan jika direncanakan akan
menggunakan pestisida.
5. Pemilihan peralatan aplikasi yang tepat.
6. Teknik aplikasi pestisida yang benar.
7. Keterampilan Tenaga Pelaksana (SDM)
2.2.4 Teknik Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu

Teknik pengendalian vector dan binatang pengganggu terbagi atas 2 bentuk:

1) Teknik Pengendalian Primer:


Berupa pengendalian yang langsung diarahkan terhadap daya dukung
lingkungan (environmental management) atau memanfatkan potensi
lingkungan yaitu:

a) Modifikasi lingkungan (environmental modification)


Yaitu pengendalian vector dan binatang pengganggu dengan cara
penimbunan (filling) terhadap lubang-lubang dipermukaan tanah aliran atau
bekas galian, pengeringan (draining) air dengan melancarkan atau
mengalirkan air dan pembuatan dam atau tanggul untuk mencegah aliran
air (diking).

b) Manipulasi lingkungan (environmental manipulation)


Yaitu pengendalian vector dan binatang pengganggu dengan cara merubah
situasi dan kondisi lingkungan, misalnya dengan merubah kadar garam
(salinity) air, pembersihan tanaman air, penanaman pohon bakau, dsb.

c) Pengendalian alami
Yaitu pengendalian dengan memanfaatkan potensi alam, misalnya dengan
cara menanam tumbuh-tumbuhan yang bersifat anti serangga atau pengusir
serangga (repellent) seperti tanaman lavender, akar wangi, geranium, zodia
dan suren. Dibidang pertanian misalnya dengan mengatur tata tanam
sehingga mengacaukan siklus dan mencegah perkembiakan hama.

2) Teknik Pengendalian Sekunder


Pengendalian vector dan binatang pengganggu dengan menggunakan berbagai
peralatan dan teknologi yang telah dikembang dikembangkan para ahli.
Teknik pengendalian sekunder dapat di kelompokkan atas pengendalian secara:

a) Fisika - Mekanika, misal memakai pemukul, perangkap, raket elektronik,


memasang jaring kawat rapat untuk mencegah masuknya tikus atau
serangga, memanfaatkan cahaya untuk menjebak atau menolak serangga,
menggunakan suara dengan frekuensi tertentu untuk mengusir tikus,
pembalikan tanah sebelum ditanam, dll.

b) Sanitasi, yaitu memelihara kebersihan lingkungan dari sampah (limbah


padat), limbah cair, dsb.

c) Biologis yaitu dengan cara memutuskan siklus perkembang biakan vector


dan binatang penganggu, misalnya mengembang biakkan binatang predator
larva serangga seperti ikan cupang, kepala timah, mujair, gupy dsb.
Mengembangkan organisme yang bersifat parasit terhadap nyamuk,
misalnya jamur Coelomyses atau bersifat pathogen terhadap larva seperti
Bacillus thuringiensis israeliensis (Bti., Vectobac, Teknar) dan Bacillus
sphaericus.

d) Undang-undang yaitu pengendalian vector dan binatang pengganggu


dengan cara menegakkan peraturan perundang-undangan yang harus ditaati
semua lapisan masyarakat. Misalnya Undang-undang Karantina, Undang-
undang tentang sampah, Undang-undang Gangguan (HO) dsb.
Pelaksanaannya dilakukan masyarakat dan pemerintah, misalnya melarang
masyarakat yang mengidap penyakit tertentu langsung masuk ke Indonesia
untuk mencegah penularan penyakit atau membawa binatang yang
merupakan host penyakit menular tertentu; melarang masyarakat
membuang sampah sembarangan atau terbuka (open dumping) agar
tidakmenjadi sumber makanan (feeding places) dan tempat perkembang
biakan (breeding places) vector dan binatang pengganggu.

e) Kimiawi yaitu dengan cara menggunakan bahan kimia (pestisida) dengan


berbagai peralatan aplikasi. Penggunaan bahan kimia (anorganik) sebaiknya
merupakan alternative terakhir jika alternative lain sudah tidak efektif lagi.
Atau menggunakan pestisida nabati agar tidak mencemari lingkungan
(degradasi) dan mudah di uraikan oleh alam.
f) Terpadu yaitu menggunakan perpaduan berbagai cara tersebut diatas.
Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) sesuai amanat Peraturan Menteri
Kesehatan No. 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor yaitu
merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metode
pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan azas keamanan,
rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya merupakan pendekatan
yang menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang
dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas
pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kelestarian
keberhasilannya.

2.2.5 Tujuan Pengendalian

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pengendalian vector dan binatang
pengganggu, (Adang Iskandar, dkk, 1993) yaitu:

1. Pencegahan (prevention) yaitu menjaga populasi vector dan binatang


pengganggu tetap pada suatu tingkat tertentu yang tidak akan menimbulkan
masalah atau menyebarkan penyakit.
2. Penekanan (suppression) yaitu pengendalian vector dan binatang pengganggu
dengan tujuan menekan atau mengurangi tingkat populasinya sehingga
mencapai batas yang tidakmembahayakan.
3. Pembasmian (eradication) yaitu pengendalian vector dan binatang
pengganggu dengan tujuan membasmi atau memusnahkan vector dan binatang
pengganggu di suatu wilayah tertentu secara keseluruhan. Tujuan ini sangat
sulit atau hampir tidak mungkin untuk dicapai. Dari segi ekologi tidak
dibenarkan karena akan merusak keseimbangan alam.
2.2.6 Tinjauan Tentang Vektor lalat

2.2.6.1 Morfologi Lalat

Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari


subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat
mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena yang berukuran
pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil
(berfungsi menjaga kestabilan saat terbang). Lalat mampu terbang sejauh
32 km dari tempat perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya
lalat hanya terbang 1,6-3,2 km dari tempat tumbuh dan berkembangnya
lalat.

Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih,


yaitu adanya mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari
ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Bahkan ada beberapa jenis
lalat yang memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model
penglihatan lalat ini juga menjadi “ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk
menciptakan sebuah alat pencitraan (scan) baru.

Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau
dari sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada
saat yang sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi
ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat
ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama di
lingkungan gelap.
Gambar 2.2.8.1

Visualisasi Seekor Lalat

Beberapa jenis lalat dapat menyerang suatu peternakan. Namun 95% jenis
lalat yang sering ditemukan dipeternakan ialah lalat rumah (Musca
domestica) dan little house fly (Fanny canicularis). Jenis lalat lainnya
seperti lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah berwana hitam (Ophyra
aenescens) maupun lalat pejuang (soldier flies) juga sering mengganggu
lingkungan peternakan.

Beberapa hal yang menjadikan lalat bandel, ialah :

1. Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang


sayap sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan
terbang lalat)
2. Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata
majemuk yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak
sehingga lalat mempunyai sudut pandang yang lebar. Kepekaan
penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain
itu, lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada
spetrum cahaya yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua
kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat dapat dengan
mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang
mengancam dirinya.
Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam
jumlah yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi
perkembangbiakan lalat.

2.2.6.2 Siklus Hidup Lalat

Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur, larva, pupa dan lalat
dewasa. Lalat dewasa akan menghasilkan telur berwarna putih dan berbentuk
oval. Telur ini lalu berkembang menjadi larva (berwarna coklat keputihan) di
feses yang lembab (basah). Setelah larva menjadi dewasa, larva ini keluar dari
feses atau lokasi yang lembab menuju daerah yang relatif kering untuk
berkembang menjadi pupa. Dan akhirnya, pupa yang berwarna coklat ini berubah
menjadi seekor lalat dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk
perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur menjadi lalat dewasa)
hanya memerlukan waktu sekitar 7-10 hari dan biasanya lalat dewasa memiliki
usia hidup selama 15-25 hari.

Gambar 2.2.8.2

Siklus Hidup Lalat


2.2.6.3 Makanan Lalat

Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore hari.
Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari – hari seperti gula,
susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan, darah serta bangkai binatang.

2.2.6.4 Tempat Perindukan Lalat

Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran
manusia dan binatang, tumbuh – tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk
secara kumulatif (dikandang).

a. Kotoran Hewan
Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran
hewan yang lembab dan masih baru (normalnya lebih kurang satu minggu).

b. Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan


Lalat suka hinggap dan berkembang biak pada sampah, sisa makanan, buah –
buahan yang ada didalam rumah maupun di pasar.

c. Kotoran Organik
Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia. Sampah dan
makanan ikan adalah merupakan tempat yang cocok untuk berkembang
biaknya lalat.

d. Air Kotor
Lalat rumah berkembang biak pada permukaan air kotor yang terbuka.

2.2.6.5 Ekologi Lalat Dewasa

Dengan memahami ekologi lalat kita dapat menjelaskan peranan lalat sebagai
karier penyakit dan dapat pula membantu kita dalam perencanaan pengawasan.
Lalat dewasa aktif pada siang hari dan selalu berkelompok. Pada malam hari
biasanya istirahat walaupun mereka dapat beradaptasi dengan cahaya lampu yang
lebih terang.

a. Tempat Peristirahatan
Pada waktu hinggap lalat menngeluarkan ludah dan tinja yang membentuk
titik hitam. Tanda – tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal
tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristrahat di
lantai dinding, langit – langit, rumput – rumput dan tempat yang sejuk. Juga
menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat perkembang
biakan, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam rumah,
lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, lewat listrik dan tidak aktif
pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih
dari 5 (lima) meter.

b. Fluktasi Jumlah Lalat


Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya.
Pada malam hari tidak aktif namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan.
Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban
jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur 200C – 250C dan
akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 100C atau 490C serta
kelembaban yang optimum 90%.

c. Perilaku dan Perkembangbiakan


Pada siang hari lalat bergerombol atau terkumpul dan berkembang biak di
sekitar sumber makananya. Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya,
temperatur, kelembaban. Untuk istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 350C -
400C, kelembaban 90 %. Aktifitas terhenti pada temperatur < 150C.

2.2.6.6 Penyakit yang Disebabkan Oleh Lalat

a) Desentri
Bibit penyakit desentri dibawa oleh lalat rumah yang berasal dari sampah,
kotoran manusia / hewan terutama melalui bulu – bulu badannya, kaki dan
bagian tubuh yang lain dari lalat dan bila lalat hinggap dimakanan oleh
manusia, akhirnya timbul gejala pada manusia yaitu sakit pada bagian perut,
lemas.

b) Diare
Cara penyebarannya sama dengan desetri dengan gejala sakit pada bagian
perut, lemas dan pencernaan terganggu.

c) Typhoid
Cara penyebarannya sama dengan desetri dengan gejala sakit pada usu, sakit
pada bagian perut, sakit kepala, berak darah dan demam tinggi.

d) Cholera
Cara penyebarannya sama dengan desetri dengan gejala muntah – muntah,
demam, dehydrasi.

2.2.6.7 Pengendalian Lalat

1. Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat


a) Kandang ternak
- Kandang ternak harus dapat dibersihkan
- Lantai kandang harus kedap air, dan dapat disiram setiap hari
b) Peternakan / kandang burung
- Bila burung / ternak berada dalam kandang dan kotorannya
disangkar, kandang perlu dilengkapi dengan ventilasi yang cukup
agar kandang tetap kering.
- Kotoran burung / ternak dapat dikeluarkan dari sangkar dan secara
interval dapat dibersihkan.
c) Sampah basah dan sampah organik
Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola
dengan baik dapat menghilangkan media perindukan lalat. Lalat
mungkin dapat berkembang biak di tempat sampah yang permanen dan
tertutup rapat. Dalam iklim panas larvalalat ditempat sampah dapat
menjadi pupa dalam waktu hanya 3 – 4 hari. Untuk daerah tertentu,
sampah basah harus dikumpulkan paling lambat 2 kali dalam
seminggu.
Bila tempat sampah sudah kosong harus segera dibersihkan sisa – sisa
sampah pada dasar tempat sampah tersebut. lokasi tempat pembuangan
sampah akhir harus berjarak ± 100 m dari hunian penduduk.

2. Mengurangi sumber yang menarik lalat


Untuk mengurangi sumber yang menarik lalat dapat dicegah dengan
melakukan :
- Kebersihan lingkungan
- Membuat tempat sampah
- Menutup tempat sampah
- Untuk industri yang menggunakan produk yang dapat menarik lalat
harus dipasang alat pembuang bau (Exhaust)

3. Mencegah kontak antara lalat dengan kotoran yang mengandung kuman


penyakit
Sumber kuman penyakit dapat berasal dari kotoran manusia, bangkai
binatang, sampah basah, lumpur organik, maupun orang sakit mata.
Cara untuk mencegah kontak antara lalat dan kotoran yang mengandung
kuman adalah sebagai berikut :
a. Membuat konstruksi jamban yang memenuhi syarat, sehingga lalat
tidak bisa kontak dengan kotoran.
b. Mencegah agar lalat tidak masuk ke tempat sampah dengan
menutup tempat sampah

4. Melindungi makanan, peralatan makanan dan orang yang kontak dengan


lalat
Untuk melindungi makanan, peralatan, dan orang yang kontak dengan
lalat dapat dilakukan dengan :
- Makanan disimpan di lemari makan
- Makanan harus ditutup
- Jendela dan tempat – tempat terbuka harus dipasang kawat kasa
- Pintu dipasang dengan didtim yang dapat menutup sendiri
- Kipas angin elektrik dapat dipasang untuk menghalangi lalat masuk
- Memasang stik berperekat anti lalat sebagai perangkap

5. Cara fisik
Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi
kurang efektif apabila lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya
cocok untuk digunakan pada skala kecil seperti di rumah sakit, kantor,
hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, sayuran,
serta buah – buahan. Beberapa cara fisik untuk memberantas lalat, yaitu :
a. Perangkap lalat ( Fly Trap)
Lalat dalam jumlah yang besar / padat dapat ditangkap dengan alat
ini. Cara ini hany cocok digunakan di luar rumah .
b. Umpan kertas berbentuk pita / lembaran (Stick Tapes)
Dipasaran tersedia alat ini, menggantung diatap, menarik lalat karena
kandungan gulanya. Lalat hinggap pada alat ini akan terperangkap
oleh lem. Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup
sepenuhnya oleh debu atau lalat yang terperangkap.
c. Perangkap dan pembunuh elektronik (Light Trap With Electrocutor)
Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan
jeruji yang bermuatan listrik yang menutupi. Sinar bias dan ultraviolet
menarik lalat hijau (Blow Flies) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat
rumah metode ini hanya diuji dibawah kondisi setempat sebelum
investasi selanjutnya dibuat.
d. Pemasangan kasa kawat / plastik pada pintu dan jendela serta lubang
angin / ventilasi.
e. Membuat pintu du lapis, daun pintu pertama kearah luar dan lapisan
kedua merupakan pintu kasa yang membuka dan menutup sendiri.

6. Cara Kimia
Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya untuk
periode yang singkat apabila sangat diperlukan karena menjadi resisten
yang cepat.
Aplikasi yang efektif dari pestisida dapat secara sementara memberantas
lalat dengan cepat, yang aman diperlukan pada KLB Cholera, Desentri.
Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits),
penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan
(space spraying).

a. Cara Umpan (Baits)


TABEL 2.2.6.7.1
CARA UMPAN (BAITS) UNTUK LALAT

Insektisida Type Umpan


Kering Cairan Cairan Merekat
Tersebar Tetes Curah
ORGANO PHOSPHORUS
Dichlorvos + ++ ++
Dimethoate + ++
Trichlorfon ++ ++ ++ ++
Azamethipos + ++
Diazinon ++ + +
Fenchlorvos + + +
Malathion + + +
Naled + + +
Propetamphos ++
CARBAMAT
Bandiocarb ++ +
Dimetlan ++ +
Methomyl ++
Propoxur ++ +
Formaldehyde +
Sumber : Data Senkuder
Keterangan :+ atau ++ menunjukkan insektisida uang paling cocock
atau sudah cukup luas digunakan untuk tipe aplikasi tertentu
b. Cara Penyemprotan dengan Efek Residu (Residual Spraying)

TABEL 2.2.6.7.2
CARA PENYEMPROTAN DENGAN EFEK RESIDU
(RESIDUAL SPRAYING) UNTUK LALAT

Insektisida Dosis Bahan Keterangan


Aktif (g / m2)
ORGANO PHOSPHORUS
Azamethiphos 1,0 - 2,0 Dijual sebagai umpan bergula
Bromophos 1,0 – 2,0 (kekebalan tingkat rendah telah
Diazinon 0,4 – 1,0 terjadi disebagian besar tempat)
Dimethoade 0,25 – 1,0
Chlorfenvinphos 0,4
Fenitrothinphos 1,0 – 2,0
Fenitrothion 1,0 – 2,0
Jodfenphos 1,0 – 2,0
Malathion 1,0 – 2,0
Pirimiphos methyl 1,0 – 2,0
Propetamphos 0,25 – 1,0
Trichlorfon 1,0 – 2,0
PIRETROID
Alphacypermethrin 0,02 Di Canada dan sebagian Eropa
Cyfluthrin 0,03 telah dengan cepat terjadi
Cypermethrin 0,025 – 0,1 kekebalan
Deltamethrin 0,01 -0,15
Fenvalerate 1,0
Permethrin 0,025 – 0,1
Sumber : Data Senkuder
Keterangan : untuk sebagian besar golongan Organoposporus terdapat
larangan diberbagai negara untuk digunakan di pabrik susu, pabrik
pengolahan makanan atau tempat lain dimana makanan terpapar dan
beberapa golongan ini juga dilarang digunakan dimana terdapat ayam,
kerbau dan binatang lainnya.

c. Cara Pengasapan (Space Spraying)

TABEL 2.2.6.7.3
CARA PENGASAPAN (SPACE SPRAYING) UNTUK LALAT

Insektisida Dosis Bahan Aktif (g / m2)


SORGANO PHOSPHORUS
Azamethiphos 340
Diazinon 340
Dichlorvos 220
Fenchlorvos 450
Jodfenphos 350
Malathion 670
Baled 220
Pirimiphos methyl 250
PIRETROID
Bioresmethrin 5 - 10
Cyfluthrin 2
Deltamethrin 0,5– 1,0
Phenothrin 5 – 10
Permethrin 5 – 10
Pyrethrins 20
Resmethrin 20
Sumber : Data Senkuder
Keterangan : 1. Didaerah dimana lalat belum kebal terhadap
insektisida, 2. Dikombinasikan dengan piretroid lain
akan memberikan efek knockdown yang cepat atau
dengan sinergis seperti piperonyl butoxide ( 5 – 10
g/ha ).
7. Cara Biologi
Dengan memanfaatkan sejenis semut kecil berwarna hitam untuk
mengurangi populasi lalat rumah ditempat – tempat sampah.

Tabel 2.2.6.7.4

Formula Pembuatan
Insect Repellents dan Fly Paper

Insect Repellents
Bahan Berat (g) Bagian Cara pembuatan
White petroleum jelly 57 8 Campurkan bahan - bahan
Oil of Citronella 14 2 tersebut sehingga menjadi
Spirit of Camphor 7 1 Cream dan oleskan pada
Cedar wood oil 7 1 kulit
Oil of Citronella 28 2 Campurkan bahan – bahan
tersebut sehingga menjadi
Spirit of Camphor 28 2
lotion dan oleskan pada
Cedar wood oil 14 1 kulit
Oil of Citronella 28 1 Campurkan bahan – bahan
tersebut sehingga menjadi
Liquid petroleum 113 4 lotion dan oleskan pada
kulit
Oil of Citronella 85 12 Campurkan bahan – bahan
Spirit of Camphor 28 4 tersebut sehingga menjadi
Oil of tar 28 4 lotion dan oleskan pada
Oil of Pennyroyal 2 7 1 kulit, untuk kulit yang
Castor oil or tallow 113 16 sensitive, castor oil
ditinggikan menjadi 170 g
Sumber : Data Senkuder
Fly Paper
Bahan Berat (g) Bagian Cara pembuatan
Rosin 907 1 Panaskan kedua bahan ini
sampai berwarna seperti
Molasses, sementara masih
panas kuas / sapukan pada
Castrol Oil 4732 5 bagian dari semua jenis
kertas, letakkanlah
beberapa Fly paper tersebut
dalam ruangan
Sumber : Data Senkuder
Keterangan : Akan mengusir nyamuk dan lalat, bahan kimia dengan kadar
repellent yang tinggi adalah Deet dan tetapi terlalu mahal
untuk digunakan pada low income sett;ement atau sejenis oil
lainnya yang cocok

2.2.7 Tinjauan Tentang Binatang Pengganggu (Tikus)

2.2.7.1 Biologi dan Pencirian Tikus dan Mencit

Tikus dan mencit termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia (hewan
menyusui). Para ahli zoologi (ilmu hewan) sepakat untuk menggolongkannya
kedalam ordo Rodensia (hewan yang mengerat), subordo Myomorpha,famili
Muridae, dan sub famili Murinae. Untuk lebih jelasnya, tikus dapat
diklasifikasikan sbb :

Dunia : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Subklas : Theria

Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Sub famili : Murinae

Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus

2.2.7.2 Kebiasaan dan habitat

Tikus dikenal sebagai binatang kosmopolitan yaitu menempati hampir


di semua habitat (Lampiran 1). Habitat dan kebiasaan jenis tikus yang
dekat hubungnnya dengan manusia adalah sebagai berikut :

a. R. Norvegicus
Menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit benda-benda
keras seperti kayu bangunan, aluminium dsb. Hidup dalam rumah,
toko makanan dan gudang, diluar rumah, gudang bawah tanah, dok dan
saluran dalam tanah/riol/got.

b. R. ratus diardii
Sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang
ulung, menggigit benda-benda yang keras. Hidup dilobang pohon,
tanaman yang menjalar. Hidup dalam rumah tergantung pada cuaca.

c. M. Musculus
Termasuk rondensia pemanjat, kadang-kadang menggali lobang,
menggigit hidup didalam dan diluar rumah.

2.2.7.3 Kemampuan Alat Indera dan Fisik

Rodensia termasuk binatang nokturnal, keluar sarangnya dan aktif pada


malam hari untuk mencari makan. Untuk itu diperlukan suatu
kemampuan yang khusus agar bebas mencari makanan dan menyelamatkan
diri dari predator (pemangsa) pada suasana gelap.

a. Kemampuan alat indera


1. Mencium
Rodensia mempunyai daya cium yang tajam, sebelum aktif/keluar
sarangnya ia akan mencium-cium dengan menggerakkan kepala kekiri dan
kekanan. Mengeluarkan jejak bau selama orientasi sekitar sarangnya
sebelum meninggalkannya. Urin dan sekresi genital yang memberikan jejak bau
yang selanjutnya akan dideteksi dan diikuti oleh tikus lainnya. Bau penting
untuk Rodensia karena dari bau ini dapat membedakan antara tikus sefamili
atau tikus asing. Bau juga memberikan tanda akan bahaya yang telah
dialami.

2. Menyentuh
Rasa menyentuh sangat berkembang dikalangan rodensia komensal, ini
untuk membantu pergerakannya sepanjang jejak dimalam hari.
Sentuhan badan dan kibasan ekor akan tetap digunakan selama
menjelajah, kontak dengan lantai, dinding dan benda lain yang dekat
sangat membantu dalam orientasi dan kewaspadaan binatang ini
terhadap ada atau tidaknya rintangan didepannya.

3. Mendengar
Rodensia sangat sensitif terhadap suara yang mendadak. Disamping itu
rondesia dapat mendengar suara ultra. Mengirim suara ultrapun dapat.

4. Melihat
Mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari, Tikus dapat
mendekteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 meter dan dapat
membedakan antara pola benda yang sederhana dengan obyek yang
ukurannya berbeda-beda. Mampu melakukan persepsi/perkiraan pada
jarak lebih 1 meter, perkiraan yang tepat ini sebagai usaha untuk meloncat
bila diperlukan.
5. Mengecap
Rasa mengecap pada tikus berkembang sangat baik. Tikus dan mencit dapat
mendekteksi dan menolak air minum yang mengandung
phenylthiocarbamide 3 ppm, pahit. Senyawa racun.

b. Kemampuan fisik
1. Menggali
R. norvegicus adalah binatang penggali lubang. Lubang digali untuk
tempat perlindungan dan sarangnya. Kemampuan menggali dapat
mencapai 2-3 meter tanpa kesulitan.

2. Memanjat
R. komensal adalah pemanjat yang ulung. Tikus atap atau tikus rumah
yang bentuk tubuhnya lebih kecil dan langsing lebih beradaptasi untuk
memanjat dibandingkan dengan tikus riol/got. Namun demikian kedua
spesies tersebut dapat memanjat kayu dan bangunan yang permuka-
annya kasar. Tikus riol/got dap memanjat pipa baik di dalam maupun di
luar.

3. Meloncat dan melompat


R.norvegicus dewasa dapat meloncat 77 cm lebih (vertikal). Dari
keadaan berhenti tikus got dapat melompat sejauh 1,2 meter. M.
musculus meloncat arah vertikal setinggi 25 cm.

4. Menggerogoti
Tikus menggerogoti bahan bangunan/kayu, lembaran almunium maupun
campuran pasir, kapur dan semen yang mutunya rendah.

5. Berenang dan menyelam


Baik R. norvegicus, R. rattus dan M. musculus adalah perenang yang baik.
Tikus yang dusebut pertama adalah perenang dan penyelam yang ulung,
perilaku yang semi akuatik, hidup disaluran air bawah tanah, sungai dan
areal lain yang basah.
2.2.7.4 Pengendalian Tikus
Pengendalian tikus dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara non kimia
dan cara kimia.

1. Penangkapan tikus dengan perangkap (trapping)

Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari


dilakukan pemasangan perangkap yang tempatnya masing-masing lokasi
sebagai berikut. Core perangkap diletakan dilantai pada lokasi
dimana ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, di Inner Bound
perangkap diletakan di pinggir saluran air, taman, kolam, di dalam
semak-semak, sekitar TPS, tumpukan barang bekas. Untuk menentukan
jumlah perangkap dipasang, digunakan rumus sebagai berikut :

Untuk setiap ruangan dengan luas sampai dengan 10 m2 dipasang


satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah satu perangkap.

Perangkap yang belum berisi tikus dibiarkan sampai tiga malam untuk
memberi kesempatan pada tikus yang ada untuk memasuki perangkap
dan diperiksa setiap pagi harinya untuk mengumpulkan hewan yang
tertangkap.

Perangkap bekas terisi tikus dan mencit harus dicuci dengan air
dan sabun dan dikeringkan segera.

Pemasangan perangkap dalam upaya pemberantasan ini dilakukan


selama tiga hari berturut-turut.

2. Pemberantasan tikus dan mencit secara kimiawi dengan umpan


beracun

Pemberantasan tikus secara kimiawi dilakukan dengan


menggunakan umpan beracun. Pengendalian tikus dengan
menggunakan umpan beracun atau perangkap berumpan racun
mempunyai efek sementara, racun perut (Rrodentisia campuran,
antikoagulan kronik) adalah umpan beracun yang hanya dianjurkan
digunakan didaerah/tempat yang tidak dapat dicapai oleh hewan

Domestik dan anak-anak. Pengendalian tikus dengan umpan beracun


sebaiknya sebagai pilihan terakhir. Bila tidak teliti cara
pengendalian ini sering menimbulkan bau yang tidak sedap akibat
bangkai tikus yang tidak segera ditemukan. Selain itu racun tikus juga
sangat berbahaya bagi manusia hewan/binatang lainnya. Ada 2
macam racun tikus yang beredar saat ini yaitu racun akut dan
kronis. Racun akut harus diberikan dalam dosis letal, karena kalau
tidak maka tikus tidak mati dan tidak mau lagi memakan umpan yang
beracun sejenis. Sedangkan kalau racun diberikan dalam dosis letal
maka tikus akan mati dalam setengah jam kemudian.

2.2.8 Tinjauan Tentang Vektor Nyamuk

2.2.8.1 Klasifikasi Ilmiah Nyamuk

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Aedes sp, Anopheles sp, Culex sp

2.2.8.2 Morfologi Nyamuk

1. Nyamuk Aedes sp

Nyamuk Aedes merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui


di kawasan tropis. Aedes yang berperan sebagai vector penyakit
semuanya tergolong stegomya dengan ciri – ciri tubuh bercorak
belang hitam putih pada dada, perut, tungkai. Corak ini merupakan
sisi yang menempel di luar tubuh nyamuk. Corak putih pada dorsal
dada (punggung) nyamuk berbentuk seperti siku yang berhadapan.
Ae. Aegypti mempunyai kebiasaan mencari makan (menggigit
manusia untuk dihisap darahnya) sepanjang hari terutama antara
jam 08.00-13.00 dan antara jam 15.00 – 17.00.
Ae. Aegypti dewasa menyukai tempat gelap yang tersembunyi di
dalam rumah sebagai tempat beristirahatnya. Didalam ruangan,
nyamuk suka beristirahat pada benda-benda yang tergantung seperti
pakaian, kelambu, gordyn di kamar yang gelap dan lembab. Ae.
Aegypti lebih menyukai tempat perindukan berupa air bersih.

2. Nyamuk Anopheles sp

Nyamuk Anopheles memiliki tubuh yang langsing dan 6 kaki


panjang dan memiliki sayap dan bersisik. Nyamuk Anopheles sp
mempunyai habitat pada tempat-tempat air yang tidak mengalir, air
yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah, di air payau,
ditempat yang terlindung matahari dan ada juga yang mendaoat
sinar matahari langsung.

3. Nyamuk Culex sp

Culex sp dewasa dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4 inci). Dan


dalam morfologinya nyamuk Culex memiliki tiga bagian tubuh
umum : kepala, dada dan perut. Larva dapat ditemukan dalam air
yang mengandung tinggi pencemaran organic dan dekat dengan
tempat tinggal manusia.

2.2.8.3 Siklus Hidup Nyamuk

1. Nyamuk Aedes sp
a. Telur
Telur nyamuk Aedes berbentuk lonjong, berwarna hitam dan
terdapat gambaran seperti anyaman (saranglebah) telur
diletakkan oleh nyamuk betina secara terpisah-pisah ditengah
atau di tepi permukaan air jernih yang tenang. Nyamuk betina
ini akan di genangan air jernih baik di d alam rumah
maupun di luar rumah. Tempat-tempat ini dikenal sebagai
tempat perindukan biasanya terlindung dari pancaran sinar
matahari secara langsung dan mengandung air jernih. Telur ini
akan berumur 1 – 2 hari yang kemudian menetas, apabila
kondisi memungkinkan yaitu terdapat genangan air, namun
pada keadaan kering telur dapatbertahan lama bahkan dapat
bertahan sampai bertahun-tahun.

b. Larva (jentik-jentik)
larva nyamuk berbentik seperti cacing, aktif bergerak dengan
gerakan – gerakan naik ke permukaan dan turun ke dasar secara
berulang – ulang. Larva ini makan mikroba di dasar genangan
dan disebut sebagai pemakan di dasar (ground feeder).

c. Pupa / kepompong
Pupa Aedes aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu
seperti koma, bersifat aktif dan sensitif terhadap gerakan dan
cahaya. Biasanya pupa terbentukpada sore hari dan umurnya
hanya dua hari untuk segera menjadi nyamuk dewasa
(Wulandari,2001).

d. Nyamuk Dewasa
Setelah keluar dari kepompong, nyamuk beristirahat di kulit
kepompong untuk sementara waktu, setelah sayapnya kuat ia
mulai terbang untuk mencari mangsa/makanan. Nyamuk betina
menghisap darah yang diperlukan untuk mematangkan telur agar
dapat menetas dan apabila dibuahi oleh nyamuk jantan. Proses
pencarian darah biasanya pada siang hari.

Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah


berulang – ulang dan setelah menghisap darah nyamuk akan
hinggap dan beristirahat di dalam rumah berdekatan dengan
tempat perkembangbiakannya. Kemampuan terbang nyamuk
dewasa adalah 40 atau maksimal 100 m (Lubis, 1998).

e. Nyamuk Anopheles sp
a. Telur
Setiap bertelur setiap nyamuk dewasa mampu menghasilkan 50-
200 buah telur. Telur langsung diletakkan di air dan terpisah
(tidak bergabung menjadi satu). Telur ini menetas dalam 2-3 hari
(pada daerah beriklim dingin menetas dalam 2-3 minggu).

b. Larva
Larva terbagi dalam 2 instar, dan salah satu dari cirri khas yang
membedakan dengan larva nyamuk yang lain adalah posisi larva
saat istirahat adalah sejajar di dengan permukaan perairan, karena
mereka tidak mempunyai siphon (alat bantu pernafasan). Lama
hidup kurang lebih 7 hari, dan hidup dengan memakan algae,
bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dipermukaan.

c. Pupa (kepompong)
Bentuk fase pupa adalah seperti koma, dan setelah beberapa hari
pada bagian dorsal terbelah sebagai tempat keluar nyamuk.

d. Dewasa
Nyamuk dewasa mempunyai proboscis yang berfungsi untuk
menghisap darah atau makanan lainnya (misalnya, nectar atau
cairan lainnya sebagai sumber gula). Nyamuk jantan bias hidup
sampai dengan satu minggu, sedangkan nyamuk betina bias
mencapai satu bulan. Perkawinan terjadi disekitar rawa. Untuk
membantu pematangan telur, nyamuk menghisap darah, dan
beristirahat sebelum bertelur. Salah satu cirri khas nyamuk
Anopheles adalah pada saat posisi istirahat menungging.
f. Nyamuk Culex sp
a. Telur
Seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100-400 butir telur.
Setiap spesies nyamuk mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda.
Nyamuk Culex sp meletakkan telurnya diatas permukaan air
secara bergerombolan dan bersatu membentuk rakit sehingga
mampu untuk mengapung.

b. Larva
Setelah kontak dengan air, telur akan menetas dalam waktu 2-3
hari. Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh
factor temperature, tempat perindukan dan ada tidaknya hewan
predator. Pada kondisi optimum waktu yang dibutuhkan mulai
dari penetasan sampai dewasa kurang lebih 5 hari.

c. Pupa
Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di
dalam air, pada stadium ini tidak memerlukan makanan dan
terjasi pembentukan sayap hingga dapat terbang, stadium
kepompong memakan waktu lebih kurang satu sampai dua hari.
Pada fase ini nyamuk membutuhkan 2-5 hari untuk menjadi
nyamuk, selama fase ini pupa tidak akan makan apapun dan akan
keluar dari larva menjadi nyamuk yang dapat terbang dan keluar
daria air.

d. Dewasa
Setelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan kawin
dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah
waktu 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein yang
essensial untuk mematangkan telur. Perkembangan telur hingga
dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari.
2.2.8.4 Penyakit yang Ditularkan Nyamuk

Nyamuk Aedes dapat menularka penyakit Demam Berdarah Dengue


(DBD). Sedangkan nyamuk Anopheles sp adalah nyamuk vector
penyakit malaria. Dan nyamuk Culex sp adalah genus dari nyamuk yang
berperan sebagai vector penyakit yang penting seperti West Nile Virus,
Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis enchepalitis.

2.2.8.5 Pengendalian Nyamuk


Pengendalian dari ketiga jenis nyamuk tersebut pada dasarnya sama
yaitu meliputi kontrol fisik, kontrol lingkungan, kontrol biologi dan
kontrol kimia.

a. Kontrol Fisik dan mekanik


Dapat dilakukan dengan menggunakan kawat kasa pada bagian
ventilasi, dan raket listrik.

b. Kontrol Lingkungan
Jika jenis nyamuk tersebut ialah Aedes Agypti dapat dilakukan
manipulasi lingkungan dengan memeriksa drainase instalasi
penyediaan air, dan penyimpanan air. Karena nyamuk ini menyukai
air bersih mska diharapkan pengelola kebersihan dapat
melaksanakan program 3M dalam Pembersihan Sarang Nyamuk
(PSN) yang pada dasarnya bertujuan untuk mengatasi jentik atau
mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak, PSN ini
dapat dilakukan dengan :
1. Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7-10 hari.
2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti drum dan tempat air
lain
3. Mengganti air pada vas bunga dan dll.
Jika jenis nyamuk tersebut ialah Culex maka dapat dilakukan
dengan membersihkan tempat-tempat hidup dan perkembangbiakan
arthropoda yakni membersihkan, menguras, mengubur dan
memberikan bubuk abate untuk mengendalikan populasinya. Selain
itu jika jenis nyamuk tersebut ialah anopheles dapat dilakukan
dengan cara mencegah pengaliran air yang menggenang, secepatnya
harus dikeringkan / air diharapkan dapat bergerak mengalir, cara
yang lain dapat dengan cara menghindari pembengkakan gunungan
sampah dari yang dihasilkan, maka harus secepatnya sampah yang
terdapat di TPS dilakukan pengankutan ke TPA secara berkala.lalu
dapat dilakukan pembersihan atau pemeliharaan sarana fisik agar
tidak berbentuk tempat perindukan.

c. Kontrol Biologi
Jika jenis nyamuk tersebut Aedes Agypti maka kami menyarankan
dan merekomendasikan umtuk menggunakan preparat biologi dalam
pengendalian vektor terutama pada tahap larvanya, contohnya :
dengan menggunakan Ikan sebagai pemangsa larva (gambusia
Affinis dan Pacilia retreulata), caranya ikan tersebut dikumpulkan
didalam air/ kolam yang ada disekitar Mal Blok M, adapun jenis
ikan/ predator yang dapat digunakan sebagai pemangsa jentik ialah
: ikan cupang, ikan tampalo, ikan gabus, ikan guppy dll.
Jika jenis nyamuk tersebut adalah Anopheles dapat dilakukan
dengan cara mengandalkan golongan nematode bakteri , protozoa,
jamur dan virus sebagai pengendalian larva nyamuk.selain itu jika
larva nyamuk berukuran besar dapat menggunakan predator Cacing
Romanomermis iyengari dan Romanomermis culiciforax. Dua
spesies tersebut telah banyak digunakan untuk mengendalikan larva
Anopheles. Cara pengendalian dari Culex tidak jauh berbeda dengan
Aedes Agypti dan Anopheles.

d. Kontrol Kimia
Jika jenis nyamuk tersebut Aedes Agypti, dapat menerapkan
insektisida berupa penggunaan larvasida seperti : temephos atau
abate selain itu dapat melakukan pengasapan (foogging) dengan
insektisida golongan organo fosfat, misalnya malathion , fenithotion
dan perinifos metal, penyemprotan insektisida ini dilakukan dengan
interval satu minggu. Jika jenis nyamuk adalah anopheles, kami
menyarankan menuangkan solar atau minyak tanah di permukaan
tempat perindukan sehingga larva tidak dapat mengambil oksigen
dari udara, cara lain adalah penggunaan residual spray untuk
nyamuk dewasa. Jenis nyamuk Culex secara umum mempunyai cara
pengendalian yang sama yakni dengan penggunakan insektisida.
Cara pengendalian menggunakan bahan kimia tentunya harus
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme
bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis
insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang
penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor,
karena aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi pada nyamuk.

2.2.9 Tinjauan Tentang Vektor Kecoa

2.2.9.1 Klasifikasi Ilmiah Kecoa

Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Superordo : Dictyoptera
Ordo : Blattodea

Family : Blaberidae, Blattellidae, Blattidae, Cryptocercidae,

Polyphagidae, Nocticolidae
2.2.9.2 Siklus Hidup Kecoa

Gambar 2.2.9.2
Siklus hidup kecoa

1. Telur kecoa bertelur sebanyak 16 sampai 40 telur. Telur-telur


itu dibungkus dengan semacam bungkus dalam satu wadah
yang disebut ootheca. Ootheca mencegah telur-telur ini
mengalami kekeringan. Seekor betina dalam hidupnya mampu
menghasilkan setidaknya 50 ootheca plus telur-telurnya. Telur-
telur ini akan menetas dalam 6 sampai 7 minggu.

2. Setelah menetas, maka akan muncul nimfa. Kecoa tergolong


serangga dengan metamorfosis tak lengkap, sehingga tidak ada
fase pupa (kepompong). Nimfa secara perlahan akan menebal
pada bagian exo-nya sehingga makin keras tubuhnya. Nimfa
hanya memiliki mata sederhana tanpa mata faset dan tidak
bersayap. Bentuknya sudah mirip dewasa. Nimfa kecoa
tergolong rakus karena memakan semua barang organik. Kecoa
setidaknya harus 8 kali ganti kulit untuk mencapai fase dewasa
dalam kurun waktu 9-13 bulan.
3. Setelah fase dewasa, kecoa akan mampu bereproduksi. Kecoa
juga memiliki dua pasang sayap untuk terbang. Secara normal,
kecoa dewasa akan hidup setidaknya hingga 1 tahun.

2.2.9.3 Morfologi Kecoa

Kecoa adalah serangga dengan bentuk tubuh oval, pipih dorso-ventral.


Kepalanya tersembunyi dibawah pronotum, dilengkapi dengan sepasang
mata majemuk dan satu mata tunggal, antenna panjang, sayap dua pasang,
dan tiga pasang kaki. Pronotum dan sayap licin, tidak berambut dan tidak
bersisik, berwarna coklat sampai coklat tua.

Banyak spesies kecoa di seluruh dunia, beberapa diantaranya berada di


dalam rumah dan sering didapatkan di restoran, hotel, rumah sakit,
gudang, kantor dan perpustakaan.

Kecoa kebanyakan terdapat di daerah tropika yang kemudian menyebar


ke daerah sub tropika atau sampai kedaerah dingin. Kebanyakan kecoa
dapat terbang, tetapi mereka tergolong pelari cepat , dapat bergerak cepat,
aktif pada malam hari, kerusakan yang ditimbulkan oleh kecoa relative
sedikit, tetapi adanya kecoa menunjukkan bahwa sanitasi di dalam rumah
kurang baik.

2.2.9.4 Pengendalian Kecoa

Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap


kapsul telur dan kecoa antara lain:

a. Pengendalian Kecoa Secara Fisik Atau Mekanis


- Menyiram tempat perindukkan dengan air panas
- Menutup celah-celah dinding.
- Trapping / Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil
dapatmembantu untuk menangkap kecoa dan dapat digunakan
untuk alat monitoring. Penempatan perangkap kecoa yang
efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel
dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan
pada lantai di bawah pipa saluran air.
- Membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai
atau rak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai,
membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadi
persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas,
kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya.

b. Pengendalian Kecoa Secara Kimiawi


Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray
(pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).
Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam
pemberantasan kecoa yang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti
sanitasi lingkungan.. Insektisida yang digunakan seperti Natrium
Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone,
Chlordane 2,5 % pada celah-celah atau lobang-lobang dinding, dan
lantai. Efek dari pemberian Insektisida baik dan tahan lama
sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya.

2.3 Tinjauan Tentang Pengelolaan Limbah Padat

2.3.1 Pengertian Sampah

Pengertian sampah menurut UU No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,


Pasal 1 ayat 1 sebagai berikut :
“Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan proses alam yang
berbentuk padat”.
Menurut definisi WHO atau World Health Organization sebagai berikut :

“Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi,
atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi
dengan sendirinya” (Chandra, 2006:111).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sampah adalah bahan
buangan yang tidak dipakai, tidak digunakan, tidak disenangi, atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari kegiatan manusia sehari-hari atau proses alam yang
berbentuk padat.

2.3.2 Jenis Sampah

Jenis sampah menurut Depkes RI (SPPH, 1987:3) adalah sebagai berikut :


Penggolongan jenis sampah dapat didasarkan pada komposisi kimia, sifat
mengurai, mudah tidaknya terbakar, berbahaya, dan karakteristiknya.
Berdasarkan penggolongan kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah
organik dan sampah anorganik.

Sampah yang secara alami mudah terurai (degradable) dan sampah yang sukar
terurai (non degradable) adalah pengolongan sampah didasarkan sifat mengurai.

Berdasarkan mudah tidak terbakar, maka sampah dibagi menjadi sampah yang
mudah terbakar atau Combustible dan sampah yang sulit terbakar atau non
Combustible.

Demikian juga ada penggolongan sampah berbahaya dan sampah tidak


berbahaya.
Contoh beberapa jenis sampah :
1. Sisa sayuran : Sampah Organik
2. Kaleng bekas : Sampah Anorganik
3. Sisa makanan (nasi, sayuran) : sampah degradable
4. Plastik : sampah non degradable
5. Kertas : Sampah Combustible
6. Kaca, Logam : Sampah non combustible
7. Bahan kimia, bekas verban dari rumah sakit, dan radio aktif :Sampah
Berbahaya.
8. Kertas : Sampah Tidak berbahaya
2.3.3 Karakteristik Sampah

Dalam buku Pengantar Kesehatan Lingkungan menurut Chandra (2006:112)


Karakteristik sampah terdiri atas :

1. Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah mebusuk dan dapt terurai dengan
cepat, khususnya jika cuaca panas. proses pembusukan sering kali
menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat
permukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya.
2. Rubbish, terbagi menjadi dua :
a. Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnyakertas,kayu,
karet, daun kering, dan sebagainya.
b. Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misalnya
kaca, kaleng dan sebagainya.
3. Ashes, Semua sisa pembakaran dari indrustri.
4. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau
manusia.
5. Dead animal, bangkai binatang besar (Anjing, Kucing, dansebagainya) yang
mati akibat kecelakaan atau secara alami.
6. House hold refuse, atau sampah campuran ( Garbage, Ashes, Rubbish) yang
berasal dari perumahan.
7. Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan.
8. Demolision waste, berasal dari sisa-sisa pembuangan gedung. Contruktions
waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung, seperti tanah, batu,
dan kayu.
9. Sampah indrustri, berasal dari pertanian, peerkebunan, dan indrustri.
10. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa
zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.
11. Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti
kaleng dan zat radioaktif.
2.3.4 Sumber Sampah

Sumber sampah pada umumnya berhubungan erat dengan penggunaan tanah dan
pembagian daerah untuk berbagai kegunaan. Menurut Depkes RI (SPPH, 1987:7)
sumber sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori sebagai berikut :

1. Permukiman Penduduk
Pada tempat permukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga
tunggal atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau
asrama. beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama
biasanya terdapat di kota atau daerah sub urban.
Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan, dan bahan-bahan sisa
sari pengelohan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering
(rubbish), dan sampah khusus.

2. Tempat-Tempat Umum Atau Tempat Perdagangan


Tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang-orang
berkumpul dan melakukan kegiatan, termaksud tempat-tempat perdagangan.
Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi yang cukup besar dalam
menghasilkan sampah.
Jenis sampah yang dihasilkan dapat berupa sisa-sisa makanan, sampah kering,
abu, sisa-sisa bahan bangunan, sampah khusus, dan kadang juga terdapat
sampah yang berbahaya. Contoh tempat tersebut adalah toko, rumah makan,
tempat-tempat penginapan dan sebagainya.

3. Sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah


Yang dimaksud dengan sarana pelayanan masyarakat misalnya tempat-tempat
hiburan, jalanan umum, tempat-tempat parkir, tempat pelayanan kesehatan,
komplek militer, gedung-gedung pertemuan, pantai tempat berlibur, dan
sarana pemerintah lainnya. Tempat-tempat tersebut biasanya menghasilkan
sampah khusus dan sampah kering.
4. Indrustri : Ringan-berat
Dalam pengertian ini : Pabrik-pabrik produksi bahan-bahan, sumber-
sumber alam misalnya sumber energi, perusahaan kimia, perusahaan kayu,
perusahaan logam, tempat pegolahan air kotor atau air minum, dan lain-lain
kegiatan indrustri, baik hanya bersifat distribusi ataupun memproses suatu
bahan mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah
basah, sampah kering, abu, sisa-sisa bahan bangunan, sampah khusus dan
sampah berbahaya.

5. Pertanian
Sampah yang dihasilkan dari tanaman atau binatang. Dari daerah pertanian ini
misalnya sampah dari kebon, kandang, ladang atau sawah. Sampah yang
dihasilkan dapat berupa bahan-bahan makanan yang mebusuk, sampah
pertanian, pupuk maupun bahan pembasmi serangga tanaman.

2.3.5 Faktor-faktor yang Memperngaruhi Jumlah Sampah

Berikut beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sampah menurut


Chandra (2006:112) dalam buku Pengantar Kesehatan Lingkungan :

1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk bergantung kepada aktivitas dan kepadatan penduduk.
Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat atau
ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas
penduduk, sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktivitas
pembangunan, perdagangan, indrustri dan sebagainya.

2. Sistem Pengumpulan Atau Pembuangan Sampah Yang Dipakai


Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika
dibandingkan dengan truk.
3. Pengambilan Bahan-Bahan Yang Ada Pada Sampah Untuk Dipakai
Kembali.
Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi
bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan, jika
harganya tinggi, sampah yang tertinggal hanya sedikit.

4. Faktor Geografis
Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, lembah,pantai,
atau daratan rendah.

5. Faktor Waktu
Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. jumlah
sampah perhari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah di siang
hari lebih banyak dari pada jumlah sampah di pagi hari, sedangkan sampah di
perdesaan tidak begitu bergantung pada faktor waktu.

6. Faktor Sosial Ekonomi Dan Budaya


Contoh, adat-istiadat, taraf hidup, dan mental masyarakat.

7. Pada Musim Hujan


Sampah mungkin akan tersangkut pada selokan, pintu air, atau penyaring air
limbah.

8. Kebiasaan Masyarakat
Contoh, jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan, sampah
makanan itu akan meningkat.

9. Kemajuan Teknologi
Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh, plastik.
kardus, rongsokan, AC, TV, kulkas dan sebagainya.
10. Jenis Sampah
Makin maju tingkat kebudayaan masyarakat, semakin kompleks macam dan
jenis sampahnya.
2.3.6 Permasalahan yang Ditimbulkan Oleh Sampah

Menurut Sa’id (1987:15) dalam buku Sampah Masalah Kita Bersama,


permasalahan yang ditimbukan oleh sampah sebagai berikut :

1. Sampah menimbulkan prasaan yang tidak estetika, menjijikan, perasaan kotor,


dan memuakan pandangan mata.

2. Sampah, baik bersifat organik dan anorganik akan menjadi sarang penyakit
yang dampaknya akan sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan
lingkungannya.Selain itu sampah biasanya mengundang anjing, kucing, dan
tikus untuk berebut makanan, sehingga infestasi penyakit semakin meluas.

3. Sampah organik akan membusuk dan akan menimbulkan bau yang akan
mencemari udara, terutama cemaran bau dan kotoran debu penyakit.

4. Sampah yang terkena air dan membusuk juga akan mencemari air
sekelilingnya baik dengan bau, warna, penyakit,dan mikroorganisme patogen.
pencemaran melalui aliran sungai akan cepat menyebar ke daerah-daerah
berikutnya di arah hilir.

5. Sampah kering akan menjadi bertebangan bila diterpa angin, dan ini
akan potensial untuk menimbulakn bahaya kebakaran terutama di daerah yang
padat penduduknya.

6. Sampah yang dibuang sembarang cenderung masuk ke jalur selokan-selokan


dan menyumbatnya. Keadaan ini akan rawan di musim hujan karena dapat
menimbulkan bencana banjir.

7. Secara keseluruhan, sampah membutuhkan areal tanah yang luas untuk


pembuangannya. Untuk areal perkotaan dimana harga tanah sangat
mahal.
8. Sampah yang bersifat stasioner, tidak sefleksibel limbah cair atau gas dalam
pergerakannya, sehingga jika sudah menumpuk di suatu tempat, akan berada
di tempat tersebut. Dengan demikian dampak cemaran akan terasa lebih lama.

9. Keragaman sampah yang tinggi tercampur baur sangat menyulitkan


penanganannya, sehingga memerlukan biaya yang relatif mahal.

10. Keadaan masyarakat yang relatif rendah pendidikannya menyebabkan perilaku


dalam menagani sampah masih sembarangan, tidak peduli dan menyerahkan
penyelesaiannya kepada pemerintah.

2.3.7 Pengertian Pengelolaan Sampah

Pengertian pengelolaan sampah menurut UU No.18 tahun 2008 tentang


pengelolaan sampah pasal 1 ayat 5 adalah sebagai berikut :
“Pengelolaan sampah adalah : Kegiatan yang sistematis meyeluruh dan
berkesinambungan yang meliputi pengurang sampah dan penangannan sampah”

Menurut Depkes RI (SPPH 1987:20) adalah sebagia berikut :


“Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai suatu bidang yang berhubungan
dengan pengaturan terhadap penumbuhan, penyimpanan (sementara),
pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemprosesan dan pembuangan
sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari
kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik (engineering), perlindungan alam
(conversation), keindahan dan pertimbangan -pertimbangan lingkungan lainnya
dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat.

2.3.8 Unsur-Unsur Pokok dalam Pengelolaan Sampah

Menurut Depkes RI (SPPH , 1987:20) beberapa unsur pokok dalam pengelolaan


sampah dapat dilihat dalam gambar :
Gambar 2.3.8
Unsur Pokok Dalam Pengelolaan Sampah

Proses yang menghasilkan sampah

Penyimpanan Sementara

Pengumpulan

Pengangkutan Pengolahan dan


pemanfaatan kembali

Pembuangan

2.3.9 Tahap-Tahap Pengelolaan Sampah

1. Tahapan Penampungan

Tahapan penampungan adalah upaya untuk mengumpulkan sampah


sementara setelah sampah dihasilkan pada setiap sumber atau penghasil
sampah pada tempat sampah sebelum sampah dikelola lebih lanjut.
Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam tahap penampungan adalah :
a. Jenis/ macam tempat sampah yang digunakan.
b. Letak tempat sampah.
c. Nilai – nilai kesehatan masyarakat.
d. Cara pengumpulan yang dijalankan.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, perlu memperhatikan mutu dan jumlah
tempat sampah yang digunakan serta memperhatikan hal – hal berikut :

a. Penyediaan dan pemeliharaan tempat sampah yang baik dan kontruksi


yang saniter.

b. Penempatan tempat sampah sedemikian rupa agar memudahkan dalam


penggunaan dan pengangkutan.

Tahap Penampungan sangat penting perananya di pembuangan sampah,


apabila penampungan sampah tidak berjalan dengan baik maka tahap
selanjutnya akan mengalami hambatan.

2. Tahap pengumpulan sementara dan pengangkutan


Menurut Drs. Sisik Wasito dalam bukunya yang berjudul Sanitasi
Pembuangan Sampah :

Fase Collection adalah fase pelaksanaan pengumpulan dan penganggkutan


sampah, dimana sampah dari setiap container itu dipindahkan ke kendaraan
penganggut kemudian diangkut ketempat pembuangan sampah yang telah
ditentukan.

Tahapan ini merupakan tahapan selanjutnya dari tahap penampungan. Yang


dimaksud tahapan disini tidak hanya pengumpulan sampah saja, tetapi
termasuk juga pengangkutan sampah ke Tempat Penampungan Sementara
(TPS).

a. Tahap Pengumpulan Sampah Sementara.

Sampah yang sudah diwadahi di rumah, kantor, restoran, atau tempat –


tempat sampah umum termasuk pasar, selanjytnya perlu dikumpulkan
untuk kemudian diangkut dan dibuang atau dimusnahkan. Karena jumlah
sampah yang dikumpulkan cukup besar, maka perlu dibangun rumah
sampah atau kontainer besar.
Tahap pengumpulan sampah dilakukan dengan cara, yaitu :
1. Tipe terpisah yaitu sampah yang dipisahkan menurut jenisnya.
2. Tipe tercampur yaitu sampah yang dipisahkan atau dicampurkan
menurut jenisnya.

Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) menurut buku


pembuangan Sampah Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH) dapat
berupa :

1. Bak dari beton bertulang atau pasangan batu bara.


2. Kontainer untuk kemudian di bawa ke truk pembawa.
3. Tempat atau lokasi untuk pemindahan sampah dari gerobak langsung
ke alat angkut yang lebih besar.

Jika tempat pembuangan sampah sementara (TPS) berupa bak atau


kontainer, maka persyaratan yang harus dipenuhi menurut buku
Pembuangan Sampah sekolah PembantuPenilik hygiene (SPPH), adalah
sebagai berikut :

1. Harus kedap air, ada tutp dan selalu dalam keadaan tertutup, mudah
dibersihkan, sehingga mencegah timbulnya pencemaran maupun
masalah lalat, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
2. Volume bak atau kontainer mampu menampung sampah dari pemakai
yang dilayani untuk waktu 3 hari.
3. Tidak berbau dari perumahan terdekat.
4. tidak ada sampah berserakan disekitar bak atau kontainer.
5. tidak terletak pada tempat yang mudah terkena luapan air atau banjir.
6. harus dilakukan pengamatan terhadap lindi
7. Pengosongan sampah di TPS harus dilakukan minimum 1 kali dalam
1 hari.
8. bila di TPS kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per blok grill atau tikus
terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian.

b. Tahap Pengangkutan

Pengngangkutan sampah menyangkut mengenai penggunaan fasilitas dan


perlengkapan yang digunakan untuk memindahkan sampah ke tempat
pembuangan akhir atau tempat pengolahan.
Syarat – syarat pengangkutan sampah adalah sebagai berikut :

1) Kendaraan pengangkutan harus tertutup rapat agar tidak ada sampah


yang berserakan selama pengangkutan serta tidak menimbulkan bau
busuk sepanjang perjalanan.
2) Kendaraan pengangkutan sampah harus dilengkapi dengan fasilitas
– fasilitas pembuangan sampah.
3) Pengangkutan sampah harus dilakukan dengan cepat, murah, efektif,
serta mengambil jarak terdekat.
4) Frekuensi pengambilan sampah harus disesuaikan dengan besarnya
kendaraan pengangkutan serta banyaknya jumlah sampah yang
harus diangkut.
5) Frekuensi pengambilan sampah rutin (minimal satu hari satu kali
adalah yang paling baik) dan menahan sampah di tempat
pengumpulan sampah tidak boleh melebihi sampah tiga hari.

Jenis alat angkut yang digunakan untuk mengangkut sampah dari sumber
sampah maupun lokasi atau tempat pengumpulan sampah menurut buku
Pembuangan sampah Sekolah Pembantu Pemilik Hygiene (SSPH) (198 :
51) dapat berupa :

a) Gerobak sampah
b) Truk dengan bak sampah berpintu/bertutup.
c) Truk kompaktor
d) Truk pembawa kontainer.

Sistem yang digunakan untuk truk pengangkut sampah dalam buku


Pembuangan Sampah Sekolah Pembantu Penilik hygiene (SPPH), adalah
sebagai berikut :

1) Sistem truk dengan kerekan


2) Sistem letak kontainer dengan kemiringan
3) Sistem flash trailer hampir sama dengan system kedua hanya lebih
panjang dan besar untuk menarik.
Dalam buku Pembuangan Sampah Sekolah Pembantu Penilik hygiene
(SPPH), alat angkut sampah mempunyai fungsi – fungsi sebagai berikut
:

1) Semua kendaraan yang dipakai untuk pengangkutan harus dibawah


pengawasan petugas yang berwenang.
2) Semua bak kendaraan pengangkutan sampah harus terbuat dari
bahan logam atau melapisi bagian dalam dinding bak dan lantai
dengan bahan logam.
3) Semua kendaraan untuk pengangkut sampah, selesai dipakai harus
dicuci, selalu dalam keadaan bersih dan terawat dengan baik.

Dalam buku Pembuangan Sampah Sekolah Pembantu Penilik hygiene


(SPPH) untuk petugas kebersihan, harus disediakan pakaian dan
perlengkapan kerja sebagai berikut :

1) Pakaian khusus untuk kerja


2) Sarung tangan
3) Masker
4) Topi
5) Sepatu boot
6) Sapu
7) Pengki/loa
8) Cangkul garpu

Penampungan sampah tidak boleh mengabaikan kurang memperhatikan


pada tahap pengumpulan, karena jika mengabaikan maka pengumpulan
dan pembuangan sampah tidak akan berjalan dan tercapai dengan baik,
dan kondisi yang demikian akan menimbulkan lalat dan tikus
berkembangbiak.

c. Tahap Pembuangan Akhir

Fase pembuangan akhir adalah tahap pelaksanaan dimana sampah dari


Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) dengan menggunakan kendaraan pengangkutan. Pada
umumnya fase ini merupakan tahapan yang kurang diperhatikan atau
paling diabaikan dari seluruh tahap pengelolaan sampah.

Persyarat yang harus dipenuhi sebagai Tempat pembuangan akhir (TPA)


adalah sebagai berikut :
1) Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum
atau sumber air lainnya yang digunakan penduduk untuk keperluan
mandi. Mencuci, dan keperluan lain
2) Tidak pada tempat yang sering terkena jalan.
3) Di tempat tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.

Agar tempat pembuangan akhir sampah (TPA) tidak menimbulkan


gangguan terhadap masyarakat sekitar lokasi pembuangan, maka harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Jarak terhadap pemukiman minimal 2 Km


Hal ini mengingat :
1. Jarak terbang lalat mencapai 2 Km.
2. Bau yang ditimbulkan oleh sampah yang membusuk dapat
terbawa angin ke pemukiman.
3. Debu dan suara bising yang ditimbulkan sewaktu
pembongkaran sampah.
b) Jarak terhadap sumber air baku untuk minum (mata air, sumur,
sungai, danau dan lain – lain ) minimal 200 meter. Hal ini
mengingat bahwa hasil dekomposisi sampah dapat meresap melalui
lapisan tanah dan menimbulkan pencemaran terhadap sumber air
tersebut.
c) Tidak terletak pada daerah banjir. Hal ini mengingat kemungkinan
terbawanya sampah TPS oleh air, yang akan mengakibatkan
pencemaran terhadap lingkungan yang tidak dapat dikendalaikan.
d) Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi. Hal
ini mengngingat bahwa lokasi TPA pada tempat yang air tanahnya
tinggi akan berakibat pada pencemaran air tanah baik kualitas
maupun jumlahnya. Bila sampah langsung kontak dengan air tanah,
pencemarannya akan meluas dan terjadi dalam waktu yang sama.
e) Jarak tepi paling dekat terhadap jalan besar/ umum, sedikitnya 200
meter.

2.3.10 Tahap pengolahan dan Pemanfaatan

Berdasarkan UU No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah (pasal 19, 20,
21, dan 22) yang meliputi kegiatan pengurangan dan penanganan sampah, sebagai
berikut :

Pasal 19
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
terdiri atas :
a. Pengurangan sampah
b. Penanganan sampah

Pasal 20
1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi
kegiatan :
a. Pembatasan timbulan sampah
b. Pendaur ulang sampah; dan/atau
c. Pemanfaatan kembali sampah
2) Pemerintah dan pemerintahan daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana berikut :
a. Menetapkan target penempatan sampah secara bertahap dalm jangka
waktu tertentu;
b. Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d. Memfasilitasi kegiatan menggunakan ulang dan mendaur ulang;
e. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
3) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud ada ayat
(1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, dan/atau mudah diurai
oleh proses alam.(4) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat
diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
peraturan pemerintah.

Pasal 21
1) Pemerintah memberikan :
a. Insentif pada semua orang yang melakukan pengurangan sampah dan;
b. Disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan
sampah.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian
insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan pemerintah.

Pasal 22
1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf b
meliputi :
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau
dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemprosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah; dan/atau
e. pemprosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secaram
aman.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintaan atau
dengan peraturan daerah sesuai dengankewenangannya.
Beberapa pengolahan dan pemanfaatan sampah organik menurut tim penulis
PS (2010), yaitu sebagai berikut :
a. Kompos
Cara pengomposan merupakan cara sederhana dapat menghasilkan
produk kompos atau pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Sampah
organik secara biologis berlangsung dalam suasana aerobik dan
anaerobik. Dekomposisi sampah dengan bantuan bakteri diperoleh
kompos atau humus.

Agar diperoleh kompos yang baik dan berfungsi untuk penggemburan


tanah, maka dalam pelaksanaan pembuatan kompos perlu diperhatikan
beberapa faktor penting yaitu :
1. Besarnya partikel sampah organik.
2. Pengadukan.
3. Penyemaian.
4. Udara.
5. Kelembaban.
6. Suhu.
7. C/N ratio.
8. pH.
9. Bakteri dan pengawasan bakteri patogen
Dengan pertimbangan faktor diatas, dikenal ada beberapa metode
pembuatan kompos yaitu :
1. Alamiah
a. Tradisional (anaerobik)
b. Sederhana (aerobik)
2. Mekanis/Modern (aerobik/anaerobik)

b. Pupuk Cair
Selain kompos, sampah terutama limbah got dapat dibuat pupuk cair.
Pupuk cair dibuat dengan cairan ekstrak bahan organik yang dibusukan
dalam kondisi anaerobik.
c. Briket
Briket adalah padatan yang umumnya berasal dari limbah pertanian.
Dalam aplikasi produk, ada beragam jenis briket antara lain: briket
serbuk gergaji dan sekam, serta briket kotoran sapi.

d. Gas Bio
Gas bio adalah bahan bakar yang diperoleh, termaksud kotoran manusia,
hewan, sisa-sisa pertanian, ataupun campuran melalui proses fermentasi
dan pembusukan oleh bakteri anaerobik pada alat yang dinamakan
penghasil gas bio. Proses tersebut harus dalam kondisi yang baik antara
lain : Kelembaban, suhu yang tetap, keasaman tau kebasahan yang netral.
Karena merupakan bahan bakar, maka gas bio mempunyai nilai sebagai
sumber energi.

e. Batako
Diantara materi yang dihasilkan pada limbah got adalah pasir.
Karakteristik yang batako yang dibuat dari air limbah got adalah
bentuknya padat dan keras, tidak berbau, bentuk fisiknya tidak berbeda
dengan batako-batako yang ada di pasaran. Selain itu, pori-pori batako
tampak lebih padat, tidak mudah rapuh atau pecah, tidak berbahaya bagi
lingkungan, serta dapat digunakan untuk bangunan rumah, kantor, dan
jenis bangunan lainnya.

Menurut Pemerintah Kota Tangerang dalam Buku Petunjuk Teknis


Pengelolaan Lingkungan Hidup pemanfaatan sampah dengan
menggunakan 3R (Reuse, Reduce, Recycle), yaitu sebagai berikut :
a. Reuse (Menggunakan Kembali)
Yaitu kegiatan penggunaan kembali sampah secara langsung, baik
untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang lain.
Contoh kegiatan reuse :
1. Gunakan Kembali wadah atau kemasan untuk fungsi yang sama
atau fungsi lainnya.
2. Gunakan wadah atau kantong yang dapat digunakan berulang-
ulang.
3. Gunakan baterai yang dapat di charger kembali.
4. Gunakan alat kantor yang dapat digunakan berulang-ulang.
5. Gunakan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan
ditulis kembali.
6. Gunakan sisi kertas yang masih kosong untuk menulis.

b. Reduce (Mengurangi)
Yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulanya
sampah.Contoh Kegiatan reduce :
1. Pilih produk dengan pengemasan yang dapat di daur ulang.
2. Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan
sampah dalam jumlah besar.
3. Gunakan produk yang dapat diisi ulang.
4. Kurangi bahan yang sekali pakai.
5. Gunakan kedua sisi kertas untuk penulisan dan fotokopi.
6. Gunakan alat tulis yang dapat diisi kembali.

c. Recycle (Mendaur Ulang)


Yaitu memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses
pengolahan.
Contoh kegiatan recycle :
1. Pilih produk kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah
terurai
2. Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos.
3. Lakukan pengolahan sampah non organik menjadi barang yang
bermanfaat.
4. Olah sampah kertas menjadi kertas/karton kembali.
2.4 Tinjauan Tentang Penyehatan Air dan Pengelolaan Limbah Cair
2.4.1 Pengertian Air Bersih dan Air Limbah

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 /Menkes/PER/IX/1990


Tentang Syarat – Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air, Bab 1 Pasal 1 yaitu :

Air bersih adalah “ air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak.”

Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005
Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta., Bab 1 Pasal
1 yaitu :

Air limbah adalah “ air yang berasal dari sisa kegiatan proses produksi dan usaha
lainnya yang tidak dimanfaatkan kembali.”

2.4.2 Syarat Air Bersih

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 /Menkes/PER/IX/1990


Tentang Syarat – Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air, Bab II Pasal 2 yaitu :

“Syarat air bersih yaitu secara kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang
meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia, dan radioaktif.”

1. Parameter Mikrbiologi, seperti : E.Coli dan total Coli


2. Parameter Fisika, seperti : bau, warna, jumlah zat padat terlarut (TDS),
kekeruhan, rasa, suhu
3. Parameter Kimia, seperti : Aluminium, pH, Besi, Seng, Kesadahan, Sulfat,
Khlorida, Tembaga, Mangan
4. Parameter Radioaktif

2.4.3 Sumber Air

Dari siklus hidrologi, maka sumber asal air dapat dikelompokkan menjadi :
a. Air atmosfer : air hujan, air salju
b. Air permukaan : sungai , telaga alam, telaga buatan
c. Air tanah : mata air, sumur dangkal / dalam, air artesis

1) Air Hujan
Dalam pemanfaatan hujan sebagai sumber dari air bersih, individu
perorangan/ berkelompok/ pemerintah biasanya membangun bendungan dan
tandon air yang mahal untuk menyimpan air bersih di saat bulan-bulan musim
kering dan untuk menekan kerusakan musibah banjir.

2) Air Laut
Adalah air dari laut atau samudera. Air laut memiliki kadar garam karena
bumi dipenuhi dengan garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan
tanah. Contohnya natrium, kalium, kalsium, dll. Apabila air sungai mengalir
ke lautan, air tersebut membawa garam. Ombak laut yang memukul pantai
juga dapat menghasilkan garam yang terdapat pada batu-batuan. Lama-
kelamaan air laut menjdai asin karena banyak mengandung garam.

3) Air Permukaan
Yang dimaksud air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah seperti antara lain air sungai, air danau, mata air.

4) Air Tanah
Adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah. . Air tanah juga berarti air yang mengalir di lapisan
aquifer di bawah water table. Terkadang berguna untuk membuat perbedaan
antara perairan di bawah permukaan yang berhubungan erat dengan perairan
permukaan dan perairan bawah tanah dalam di aquifer (yang kadang-kadang
disebut dengan "air fosil".

2.4.4 Tujuan Pengolahan Limbah Cair

Pengelolaan limbah bertujuan mempercepat proses alami pada suatu unit


pengolah limbah sehingga kondisi dapat terkontrol. Proses ini berfungsi untuk
mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan polutan dalam limbah.
2.4.5 Pengelolaan Air Limbah

Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005
Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta., Bab V
Pasal 7 Ayat 2 yaitu :

“Perencanaan instalasi air limbah domestik yang merupaka utilitas lingkungan


atau bangunan merupakan persyaratan dalam proses penerbitan Surat Ijin
Penunjukan Pembangunan Tanah (SIPPT), Rencana Tata Letak Bangunan
(RTLB), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), dan terbangunnya instalasi air limbah
domestic.”

Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005
Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta., Bab VI
Pasal 11 Ayat 2 yaitu :

“Pengolohan air limbah harus memenuhi ketentuan tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik dan mengacu pada Pedoman Umum tentang sistem pengolahan
air limbah domestik.”

Ayat 3

“Air Limbah yang akan dibuang ke saluran umum kota wajib memenuhi
ketentuan tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.”

2.5 Tinjauan Tentang Penyehatan Makanan dan Minuman

2.5.1 Pengertian Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


942/MENKES/SK/VII/2003, Hygiene Sanitasi adalah upaya untuk
mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat
atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
Menurut Kasubdit HSMM (2000 : 1), Makanan dan Minuman adalah kebutuhan
pokok manusia, yang diperlukan oleh tubuh untuk hidup, tumbuh dan
berkembang biak serta bereproduksi.

Pengertian Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman menurut Anwar, dkk, 1989 :
7, adalah sebagai berikut : “ salah satu upaya untuk mengamankan makanan dari
kemungkinan risiko gangguan penyakit bawaan makanan terutama yang
disebabkan oleh mikroba.

2.5.2 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Menurut Depkes RI, 2004 prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman yaitu:
1. Pemilihan Bahan Makanan
Pemilihan bahan makanan haruslah yang sehat, bersih dan tidak ada
kontaminasi bakteri. Usahakan dicuci terlebih dahulu agar bakteri atau
mikroorganisme yang menempel pada bahan akan terlepas dari bahan-bahan
makanan yang mentah tersebut.

2. Penyimpanan Bahan Makanan


Bahan makanan yang mudah membusuk haruslah disimpan didalam lemari
yang bebas dari jangkauan serangga atau debu. Bahan yang mudah
membusuk harus segera dipakai. Perhatikan suhu berkembangnya bakteri
yaitu 4-65˚C dari penyimpanan suhu normal ± 30˚C.

3. Pengolahan Makanan
Tujuan adanya pengolahan makanan untuk membunuh kontaminant yang ada
sehingga makanan cukup aman untuk dikonsumsi. Dalam proses pemanasan,
harus memperhatikan suhu panas sekitar 60˚C.

4. Penyimpanan Makanan Masak


Menyimpan makanan harus ditempat yang bersih atau steril, tidak ada vector
pengganggu seperti lalat, atau serangga lainnya yang dapat menyebabkan
terkontaminasinya makanan.
5. Pengangkutan Makanan
Pengangukatan makanan harus mengguanakan alat yang bersih, sehingga
dapat terhindarnya penyakit yang ditimbulkan dari bakteri yang awalnya
menempel pada alat lalu berpindah kemakanan.

6. Penyajian Makanan
Makanan harus diatur semenarik mungkin agar mengundang selera untuk
dimakan. Tetapi tidak lupa juga untuk menjaga kebersihan makanan yang
akan disajikan.

2.5.3 Penjamah Makanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


942/MENKES/SK/VII/2003 pasal 1 tentang pedoman persyaratan hygiene
sanitasi makanan jajanan,“Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang
diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan jasa boga,
rumah makan/restoran, dan hotel.”

Persyaratan penjamah makanan pada bab II pasal 2, disebutkan bahwa :


“Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan makanan
harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Tidak menderita penyakit mudah menular (batuk, pilek, influenza, diare,
penyakit perut sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya;
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
d. Memakai celemek, dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan;
f. Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas
tangan;
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut
atau bagian lainnya);
h. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan
atau tanpa menutup mulut atau hidung.
2.5.4 Peralatan Makan

Menurut keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor


942/menkes/SK/VIII/2003 : Peralatan dapat berperan sebagai jalur atau media
pengotoran terhadap makanan, jika keadaannya tidak sesuai dangan ditetapkan
atau tidak memenuhi syarat kesehatan.

Pada pasal 3 tentang peralatan disebutkan bahwa :


“Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan
harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.”
Adapun syarat-syarat dari peralatan yang disarankan adalah sebagai berikut :

1. Kontruksi : mudah dibersihkan, permukaan halus dan tidak terlalu banyak


lekukan
2. Keutuhan : tidak patah, gopel, penyok, tergores, retak karena akan menjadi
sarang kotoran/ bakteri.
3. Kebersihan : peralatan terbuat secara visual bersih, tidak terdapat bercak-bercak
dan sisa-sisa makanan.
4. Keamanan peralatan : tidak boleh mengandung bahan-bahan beracun dan bahan
larut oleh asam, seperti Cd, Pb, Cu, dan Zn.

Tahap pencucian peralatan dapur menurut Kumpulan Modul Kursus


Penyehatan Makana Bagi Pengusaha Makanan dan Minuman sebagai berikut.

1. Pembuangan Sisa Makanan (Scarping)


Scarping yaitu memisahkan sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang
akan dicuci kemudian sisa makanan itu dibuang ke tempat sampah. Tujuan
tahap ini adalah untuk mencegah pengotoran pada tempat pencucian yang akan
berakibat tersumbatnya saluran limbah.

2. Merendan dalam air (Flushing)


Flushing yaitu mengguyur air ke dalm peralatan yang akan dicuci sehingga
terendam seluruh permukaan peralatan. Perendaman dimaksudkan untuk
memberi kesempatan peresapan air ke dalam sisa makanan yang menempel, atau
mengeras (karena kemungkinan sudah lama) sehingga menjadi mudah untuk
dibersihkan atau terlepas dari permukaan alat.

3. Pencucian dengan detergent (Washing)


Washing adalah mencuci peralatan dengan cara menggosok dan melarutkan
makanan dengan zat pencuci atau detergent. Pencucian dilakukan dalam bak
pertama yang berisi larutan deterjen hangat. Suhu yang digunakan berkisar
antara 43°C- 49°C (Gislen, 1983). Pada tahap ini diperlukan alat bantu sikat atau
spon untuk membersihkan semua kotoran sisa makanan atau lemak.

Hal yang penting untuk diperhatikan pada tahap ini adalah dosis penggunaan
deterjen, untuk mencegah pemborosan dan terdapatnya residu deterjen pada
peralatan akibat penggunaan deterjen yang berlebihan.

4. Membilas dengan air bersih (Rinsing)


Rinsing adalah mencuci peralatan yang telah digosok detergent sampai bersih
dengan cara dibilas dengan air bersih. Pembilasan dilakukan pada bak kedua
dengan menggunakan air hangat. Pembilasan dimaksud untuk menghilangkan
sisa deterjen dan kotoran. Air bilasan sering digantikan dan akan lebih baik jika
dengan air mengalir.

5. Sanitasi atau desinfeksi


peralatan setelah pembilasan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode
pertama adalah meletakkan alat pada suatu keranjang, kemudian merendamnya
di bak ketiga yang berisi air panas bersuhu 82°C selama 2 menit atau 100oC
selama 1 menit. Cara lainnya adalah dengan menggunakan bahan sanitaiser
seperti klorin dengan dosis 50 ppm dalam air selama 2 menit
kemudianditempatkan di tempat penirisan. Disarankan untuk sering mengganti
air pada ketiga bak yang digunakan. Selain itu suhu air juga harus dicek dengan
termometer yang akurat untuk menjamin efektivitas proses pencuciannya

6. Penirisan atau pengeringan (Toweling)


Setelah desinfeksi peralatan kemudian ditiriskan dan dikeringkan. Tidak
diperkenankan mengeringkan peralatan, terutama alat saji dengan
menggunakan lab atau serbet, karena kemungkinan akan menyebabkan
kontaminasi ulang. Peralatan yang sudah disanitasi juga tidak boleh
dipegang sebelum siap digunakan.

2.6 Tinjauan Tentang Penyehatan Udara

2.6.1 Pengertian Penyehatan Udara

pengertian Penyehatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu proses, cara,
perbuatan menyehatkan.

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi
bumi.Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan.Kualitas dari udara
yang telah berubah komposisinya dari komposisi udara alamiahnya adalah udara
yang sudah tercemar sehingga tidak dapat menyangga kehidupan.Udara merupakan
komponen kehidupan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia
maupun makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan.Tanpa makan dan
minum kita bisa hidup untuk beberapa hari tetapi tanpa udara kita hanya dapat
hidup untuk beberapa menit saja (Fardiaz, 1992).

Jadi Penyehatan Udara adalah suatu proses atau cara yang dapat menyehatkan
campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi.

2.6.2 Tinjauan Tentang Kadar Debu

2.6.2.1 Pengertian Debu

Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang
dapat terlihat dalam kamar gelap.

Debu ialah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanis seperti penghancuran
batu, pengeboran, peledakan yang dilakukan pada tambang timah putih,
tambang besi, tambang batu bara, dan sebagainya.
2.6.2.2 Macam-Macam Debu

Pembagian debu ada yang didasarkan pada sifatnya dan ada yang didasrkan
pada efeknya. Secara garis besar ada tiga macam debu yaitu:

a. Debu organik: seperti debu kapas, debu daun-daunan tembakau.


b. Debu mineral, yang merupakan senyawa kompleks seperti: SiO2, SiO2,
arang batu
c. Debu metal: timah hitam, mercury, Cd, As
d.
Partikel debu yang dapat dihirup oleh pernafasaan manusia mempunyai ukuran
0,1 mikron sampai 10 mikron. Pada hidung dan tenggorokan bagian bawah ada
cilia yang berfungsi menahan benda-benda asing, yang kemudian dikeluarkan
bersama sekret atau waktu bernafas.

Debu yang masuk kesaluran pernapasan tergantung dari ukuran partikel debu
tersebut

a. Debu berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh cilia pada jalan
pernafasan sebelah atas
b. Debu berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan
pernafasan
c. Debu berukuran 1-3 mikron dapat masuk sampai alveoli paru-paru
d. Debu berukuran 0,1-1 mikron tidak mudah hinggap dipermukaan
alveoli oleh karena debu-debu ukuran demikian ini tidak mudah
mengendap

2.6.2.3 Nilai Ambang Batas ( NAB ) Debu

Menurut Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001,
tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan
di Provinsi DKI Jakarta, maka standart Debu (TSP) sebesar 230 µg/m3.
2.6.2.4 Gangguan Akibat Debu

Umumnya debu-debu ini dapat menyebabkan penyakit pada paru-paru yang


kita kenal dengan pneumoconiosis. Namun ada pula yang menyebabkan
keracunan secara umum, akibat absorbsi tubuh melalui permukaan kulit
lambung maupun traktus respiratorius, misalnya keracunan akut yang
disebabkan oleh timah hitam.

a. Sillikosis

Penyebabnya ialah silica bebas (SiO2), yang terdapat pada debu yang
terhirup waktu bernafas dan timbunan dalam paru 0- paru. Debu silica
bebas ini mempunyai kecenderungan menyebabkan fibrosis paru dan
dapat berkembang menjadi noduli (gumpalan) di paru – paru.
Penyakit silokosis terdapat pada pekerja pabrik semen, keramik, gurinda
dipabrik besi dan baja. Bagi karyawan yang menindap penyakit TBC,
maka gejala akan lebih hebat lagi, keadan demikian inidisebut dengan
Sillicotuberculosis.

b. Asbestosis

Penyebabnya adalah debu asbes. Asbes adalah campuran berbagai


silicat, akan tetapi yang terpenting adalah magnesium silicat. Debu asbes
yang di hirup masuk ke paru- paru mengalami perubahan menjadi badan
badan asbestos oleh pengendapan fibrin disekitar serat serat asbes.Debu
asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan
asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain
sebagainya. Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan
mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan
dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar.

Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya


debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai
macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan
keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai
mengakibatkan asbestosis ini.

c. Anthrakosis

Penyebabnya adalah debu arang batu. Penyakit ini terdapat pada pekerja
tambang arang batu dan sedikit menderita silikosis, tetapi lebih banyak
menderita anthrakosis.Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun.

Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit


pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan
adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga
terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai
dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut
silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit
antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit
tuberkolosilikoantrakosis. Penyakit antrakosis murni disebabkan debu
batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk
menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis
menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang
memungkinkan terjadinya kematian.

d. Berrylliosis

Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam
murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat
menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut
beriliosis.Penyebabnya ialah menghirup debu yang mengandung
berrylium. Penyakit ini terdapat pada pekerja perusahaanmembuat
aliansi berrylium tembaga, pada pembuat tabung radio, pembuatan
tabung fluorescent, penggunaannya sebagai sumber tenaga atom.Selain
dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk
silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis
yang tertunda atau delayed berryliosis yang disebut juga dengan
beriliosis kronis.

e. Byssinosis yang disebabkan oleh debu kapas atau sejenisnya, dikenal


sebagai Monday morning sendrum atau Monday fightness. Sebab gejala
timbul pada hari kerja sesudah libur, terasa demam, lemah badan, sesak
nafas, dan batuk- batuk.

f. Stennosis disebabkan oleh biji timah putih (SnO)

g. Siderosis disebabkan poleh debu yang mengandung Fe2O2.

2.6.2.5 Pengendalian Debu

Pengendalian debu di lingkungan dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu


pencegahan terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap
manusi yang terkena dampak.

a. Substitusi yaitu mengganti bahan yang memiliki bahaya dengan bahan


yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
b. Ventilasi umum yaitu mengalirkan udara ke ruangan agar kadar debu yang
ada di dalam ruangan menjadi lebih rendah dari nilai ambang bata (NAB).
c. Isolasi yaitu menutup proses, bahan atau alat kerja yang merupakan
sumber debu agar tidak tersebar ke ruangan lain.
d. Mengadakan pemantauan terhadap lingkungan yaitu pemantauan terhadap
lingkungan agar dapat diketahui apakah kadar debu yang dihasilkan sudah
melampaui nilai ambang batas atau baku mutu yang diperkenakan.
e. Alat pelindung diri yaitu upaya perlindungan terhadap karyawan agar
terlindungi dari resiko bahaya yang dihadapi. Misalnya masker, sarung
tangan, kaca mata dan pakaian pelindung.
f. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara intensif agar
karyawan tetap waspada dalam melaksanakan pekerjaannya.
2.6.3 Tinjauan Tentang Pencahayaan

2.6.3.1 Pengertian Pencahayaan

Menurut Depkes, Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002


pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektik.

Jadi Pencahayaan adalah jumlah penyinaran yang cukup dalam melaksanakan


kegiatan agar tidak menimbulkan gangguan.

2.6.3.2 Sumber Pencahayaan

a. Pencahayaan Alami
Menurut Satwiko (2005: 88), cahaya alami adalah cahaya yang bersumber
dari alam, misalnya matahari, lahar panas, fosfor di pohon-pohon, kilat,
kunang-kunang, dan bulan yang merupakan sumber cahaya alami skunder,
karena sebenarnya bulan hanya memantulkan cahaya matahari.

Berikut ini adalah beberapa keuntungan dan kelemahan dari penggunaan


cahaya alami :
Keutungan Pencahayaan Alami, yaitu :
1) Bersifat alami, tersedia melimpah dan terbaharui,
2) Tidak memerlukan biaya dalam penggunaannya,
3) Cahaya alam sangat baik dilihat dari sudut kesehatan karena
memiliki daya panas dan kimiawi yang diperlukan bagi makluk
hidup di bumi,
4) Cahaya alam dapat memberikan kesan lingkungan yang berbeda,
bahkan kadang-kadang sangat memuaskan.

Kelemahan pencahayaan alami, yaitu :


1) Cahaya alam sulit dikendalikan, kondisinya selalu berubah karena
dipengaruhi oleh waktu dan cuaca,
2) Cahaya alam pada malam hari tidak tersedia,
3) Sinar ultra violet dari cahaya alam mudah merusak benda-benda di
dalam ruang.
4) Perlengkapan untuk melindungi dari panas dan silau membutuhkan
biaya tambahan yang cukup tinggi.

b. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan (artificial light) adalah segala bentuk cahaya yang
bersumber dari alat yang diciptakan oleh manusia, seperti: lampu pijar,
lilin, lampu minyak tanah. Pecahayaan buatan adalah pencahayaan yang
dihasilkan dari usaha manusia seperti lampu pijar. (Lasa, 2005: 170).
Dasar pemikiran untuk konsep perancangan sistem penerangan
pencahayaan adalah pemenuhan tingkat intensitas terang yang memenuhi
syarat untuk tiap-tiap ruang.

Sumber pencahayaan buatan yang terbagi atas :


 General lighting adalah penerangan umum yaitu penerangan yang
dibutuhkan untuk menerangi suatu tempat atau ruangan tersebut.
 Localized general lighting
 Local lighting atau penerangan lokal, yaitu, penerangan pada tempat
kerja dimana untuk menerangi obyek pekerjaan.

Keuntungan menggunakan pencahayaan buatan:


1) Cahaya buatan dapat dikendalikan, dalam arti bahwa kekuatan
pencahayaan yang dihasilkan dari lampu dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan,
2) Cahaya buatan tidak dipengaruhi oleh kondisi alam,
3) Arah jatuhnya cahaya dapat diatur, sehingga tidak menimbulkan silau
bagi pekerja.

Kelemahan penggunaan pencahayaan buatan:


1. Cahaya buatan memerlukan biaya yang relatif besar karena
dipengaruhi oleh sumber tenaga listrik,
2. Cahaya buatan kurang baik bagi kesehatan manusia jika digunakan
terus menerus di ruang tertutup tanpa dukungan cahaya alami.

2.6.3.3 Nilai Ambang Batas Pencahayaan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002


tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri,
Standart untuk pencahayaan yaitu sebesar 100 lux.

2.6.3.4 Keuntungan dan Gangguan Pencahayaan

Keuntungan pencahayaan yang baik, yaitu : :


1) Meningkatkan semangat kerja.
2) Produktivitas.
3) Mengurangi kesalahan.
4) Meningkatkan housekeeping.
5) Kenyamanan lingkungan kerja.
6) Mengurangi kecelakaan kerja.

Gangguan pencahayaan yang kurang, yaitu :


a) Kelelahan pada mata, seperti Iritasi mata, mata berair dan kelopak
mata berwarna merah, Penglihatan rangkap, Ketajaman penglihatan
merosot, begitu pula kepekaan terhadap perbedaan dan kecepatan
pandangan, Kekuatan menyesuaikan dan konvergensi menurun

b) Sakit kepala

c) Menurunnya kualitas kerja

d) Kecelakaan kerja meningkat


2.6.3.5 Pengendalian Pencahayaan

Pengendalian terhadap penerangan buruk dapat dilakukan dengan cara :

a. Pengendalian secara teknis


 Memperbesar ukuran obyek (sudut penglihatan) dengan menggunakan
kaca pembesar dan kaca pembesar dan layer monitor.
 Memperbesar intensitas penerangan.
 Menambah waktu yang diperlukan untuk melihat obyek.
 Bila menggunakan penerangan alami, harus diperhatikan agar jalan
masuknya sinar tidak terhalang.

b. Pengendalian secara administrative


Untuk pekerjaan malam atau yang membutuhkan ketelitian tinggi,
memperkerjakan tenaga kerja yang berusia relatif masih muda dan tidak
menggunakan kacamata adalah lebih baik.

Menjaga kebersihan dinding, langit-langit, lampu dan perangkatnya


penting untuk diperhatikan. Perawatan tersebut sebaiknya dilakukan
minimal 2 kali dalam 1 tahun, karena kotoran atau debu yang ada ternyata
dapat mengurangi intensitas penerangan.

2.6.3.6 Cara Pencegahan Terhadap Kesilauan

Di samping akibat-akibat pencahayaan yang kurang kadang-kadang juga


menimbulkan masalah, apabila pengaturannya kurang baik, yakni silau. Silau
juga menjadi beban tambahan pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau
dicegah.

Mencegah kesilauan (luminansi), dengan :


 Pemilihan jenis lampu yang tepat, misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
 Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka
jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
 Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
 Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidang terhalang oleh
bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi
bayangan-bayangan.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas maka dalam mendirikan bangunan


tempat kerja, sebaiknya mepertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain :

 Jarak antara gedung atau bangunan-bangunan lain tidak menganggu


masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
 Jendela-jendela dan lobang angin untuk masuknya cahaya matahari
harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas
bangunan.
 Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus
diganti dengan penerangan lampu yang cukup.
 Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32°C).
 Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-
bayang yang menganggu kerja.
 Sumber cahaya harus menghasilakn daya penerangan yang tetap dan
menyebar dan tidak berkedip-kedip.

Anda mungkin juga menyukai