0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
15 tayangan8 halaman
Dokumen tersebut memberikan contoh upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier untuk penyakit Demam Berdarah Dengue, Tuberkulosis, dan Diare. Upaya-upaya tersebut meliputi penyuluhan kesehatan, pengendalian vektor penular penyakit, diagnosis dini dan pengobatan tepat, serta rehabilitasi dan pencegahan ketidakmampuan.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
RISKI MAULANA 2011102411162 AJ3 PENCEGAHAN PENULARAN DBD, TBC & DIARE
Dokumen tersebut memberikan contoh upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier untuk penyakit Demam Berdarah Dengue, Tuberkulosis, dan Diare. Upaya-upaya tersebut meliputi penyuluhan kesehatan, pengendalian vektor penular penyakit, diagnosis dini dan pengobatan tepat, serta rehabilitasi dan pencegahan ketidakmampuan.
Dokumen tersebut memberikan contoh upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier untuk penyakit Demam Berdarah Dengue, Tuberkulosis, dan Diare. Upaya-upaya tersebut meliputi penyuluhan kesehatan, pengendalian vektor penular penyakit, diagnosis dini dan pengobatan tepat, serta rehabilitasi dan pencegahan ketidakmampuan.
“Contoh Upaya Pencegahan Primer, Sekunder Dan Tersier
Pada DBD, TBC Dan Diare ” Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas
Disusun Oleh :
Riski Maulana 2011102411162
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN KELAS ALIH JENJANG
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2021/2022 Contoh Upaya Pencegahan Primer, Sekunder Dan Tersier Pada DBD
A. Pencegahan Primer DBD
Indonesia adalah Negara yang mempunyai program tersendiri untuk mengendalikan penyakit Demam Berdarah Dengue. Program itu bernama Gerttak PSN (Gerakan Seretak Pembasmian Sarang Nyamuk). Mengingat keterbatasan dana dan sarana yang dimiliki oleh Negara, maka kegiatan penyuluhan dan penggerakkan masyarakat dalam PSN Demam Berdarah Dengue dilaksanakan melalui kerja sama lintas sektor serta lintas program, termasuk LSM yang terkait penyuluhan, bimbingan dan motivasi kepada masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalam mencegah penyakit demam berdarah dengue. Dalam rangka peningkatan penggerakkan masyarakat dalam PSN Demam Berdarah Dengue secara intensif, pemerintah juga melakukan pembinaan dan pemantapan terhadap Pokjanal/Pokja Demam Berdarah Dengue melalui orientasi secara berjenjang, dengan memperioritaskan Kecamatan endemis Demam Berdarah Dengue. Selain penyuluhan dan surveilans, pemerintah juga mempunyai satu program yang diberi nama fogging. Fogging atau pengasapan ini dilakukan untuk memberantas nyamuk dewasa. Penyemprotan ini dilakukan dengan manggunakan zat kimia berupa pestisida. Untuk membasmi penularan virus dengue, penyemprotan dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue dan nyamuknyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk- nyamuk baru yang diantaranya akan menghisap darah pada penderita viremia (pasien yang positif terinfeksi DBD) yang masih dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali, oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan yang kedua agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain. Tindakan penyemprotan dapat membasmi penularan akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat diminimalisir. B. Pencegahan Sekunder DBD Pencegahan tingkat kedua ini murupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengadaan pengobatan yang cepat dan tepat. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara : 1. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan. 2. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita 11 dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut. 3. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan kejadianluar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, disertai dengan cara penanggulangan seperlunya diagnosis laboratorium. C. Pencegahan Tersier DBD Pencegahan Tersier Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan : 1. Transfusi Darah Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan malena diindikasikan untuk mendapatkan transfusi darah secepatnya. 2. Stratifikasi Daerah Rawan DBD Menurut Kemenkes RI, adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan seperti : a. Endemis Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah fogging Sebelum Musim Penularan (SMP), Abatisasi selektif, dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat. b. Sporadis Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan 3M, penyuluhan tetap dilakukan. 12 c. Potensial Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir tidak ada kasus DBD. Tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi dengan wilayah lain dan persentase rumah yang ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan. d. Bebas Yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus DBD. Ketinggian dari permukaan air laut > 1000 meter dan persentase rumah yang ditemukan jentik ≤ 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan. Contoh Upaya Pencegahan Primer, Sekunder Dan Tersier Pada TBC
A. Pencegahan Primer TBC
1. Promosi kesehatan Penyuluhan dengan melibatkan pasien & masyarakat dalam kampanye advokasi yaitu dengan : a. Penyuluhan rencana pengendalian infeksi b. Koleksi dahak Aman c. Penyuluhan Etika batuk dan batuk yang higienis d. penyuluhan pasien TB triase dilakukan untuk saluran cepat atau pemisahan, e. penyuluhan mendiagnosis TB yang cepat dan pengobatan f. Meningkatkan ventilasi udara kamar, g. Melindungi pekerja perawat kesehatan, h. Pengembangan kapasitas dan Memonitor praktek pengendalian infeksi (WHO). 2. Proteksi spesifik a. Vaksinasi BCG secara signifikan yang bisa mengurangi risiko TB dan penggunaan alat pelindung diri di tempat kerja yang berisiko terkena TB, b. Terapi pencegahan isoniazid (IPT) dan Terapi antiretroviral (ART)
untuk orang-orang dengan HIV (WHO).
B. Pencegahan Sekunder TBC
1. Deteksi dini Skrining atau penemuan kasus baru yang benar-benar positif TB dengan melakukan pemerikasaan dahak. melakukan diagnosis TB paru dengan memeriksa semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam 2 hari, diagnosis TB ekstra paru dengan gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB. Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) a. TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif. b. TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif. c. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, 6 bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena (KEMENKES RI,2011) 2. Pengobatan tepat Pada tahap ini, pencegahan sekunder dilakukan dengan pengobatan tepat. Pengobatan untuk penyakit TB yaitu mengonsumsi obat kombinasi pada orang dengan TB aktif, dengan jadwal dosis pada anak-anak dan remaja dengan TB aktif yang tepat, jadwal dosis pada orang dewasa dengan TB aktif yang tepat, Lama pengobatan pada orang dewasa dengan TB paru aktif yang benar, Lama pengobatan pada anak-anak dan remaja dengan TB paru aktif dengan benar, Lama pengobatan pada penderita TB paru aktif dengan benar. C. Pencegahan Tersier TBC 1. Pencegahan ketidak mampuan Penggunaan kortikosteroid tambahan pada pengobatan TB aktif, Penggunaan operasi tambahan pada orang dengan TB aktif serta Pengobatan TB aktif pada orang dengan penyakit penyerta atau kondisi co-ada 2. Rehabilitasi Pasien paru BTA positif dengan pengobatan ulang kategori 2, bila masih positif TB maka hentikan pengobatan dan rujuk ke layanan TB- MDR (Depkes RI, 2012). Contoh Upaya Pencegahan Primer, Sekunder Dan Tersier Pada Diare
A. Pencegahan Primer Diare
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi. B. Pencegahan Sekunder Diare Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006). C. Pencegahan Tersier Diare Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.