Kelompok
4
PENGARUH VARIABILITAS DAN PERUBAHAN
IKLIM TERHADAP PENDETEKSI KASUS
DEMAM BERDARAH DI INDONESIA
● DI SUSUN OLEH :
1. MUH QADRI ARDHANA 220201501005
2. JUZMY FARIDA 220201501011
3. NURFAIDA 220201500008
4. MUH YUSALDI DARMAN 220201501006
01
ABSTRAK
Abstrak
Hasil dari penelitian para pakar iklim Pada penelitian ini dilakukan prediksi kasus
menunjukkan bahwa suhu global termasuk di demam berdarah wilayah Jakarta berdasarkan
Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke data curah hujan, hari hujan, kasus demam
waktu, serta telah terjadi pergeseran variasi berdarah pada bulan sebelumnya, dan asumsi
curah hujan di beberapa wilayah. Terjadinya bahwa pada tahun 2010 musim kemarau basah
variasi dan perubahan iklim akan mempengaruhi tidak terjadi, maka kasus demam berdarah pada
area perkembang biakan nyamuk. Situasi ini tahun 2010 diperkirakan menurun dibandingkan
berdampak langsung terhadap munculnya kasus tahun 2007-2009. Hal ini karena mıtrim hujan di
demam berdarah. tahun 2009- 2010 di DKIJakarta cenderung
berkurang dibandingkan dengan tahun 2007-
2008 dan 2008-2009.
Abstrak
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kasus
demam berdarah dapat dijadikan sebagai
peringatan dini untuk dilakukan tindakan
pencegahan kedepan, selain faktor alam
(meteorologi) perlu juga dilakukan kajian sosial,
budaya dan faktor lingkungan. Salah satu strateji
nutuk mengatasi kasus demam berdarah dapat
dilakukan melalui koordinasi, kerjasama, dan
kolaborasi antara pemerintah, peneliti dan
masyarakat.
.
02
PENDAHULUA
N
PENDAHUL
UAN
Dengan meningkatnya kesadaran
Organisasi Kesehatan Dunia
menganggap demam berdarah sebagai
masyarakat terhadap informasi penyakit virus yang ditularkan melalui
meteorologi, Badan Meteorologi dan vektor yang paling penting, berpotensi
Geofisika Indonesia harus meningkatkan mempengaruhi 2,5 miliar orang di negara
kinerja informasi meteorologi untuk tropis dan subtropis di seluruh dunia.
berbagai keperluan. Sektor kesehatan Perkiraan saat ini menunjukkan bahwa
masyarakat juga membutuhkan informasi 50 hingga 100 juta kasus demam
meteorologi yang merupakan bagian dari berdarah terjadi setiap tahun, di samping
Biometeorologi. 500.000 kasus demam berdarah dengue
yang lebih serius
PENDAHUL
UAN
Demam berdarah klasik, juga dikenal
Gejalanya meliputi demam mendadak
dan manifestasi hemoragik yang
sebagai demam patah tulang, ditandai mengakibatkan kehilangan cairan yang
dengan sakit kepala, demam, nyeri otot signifikan dan dapat menyebabkan syok
dan persendian, disertai mual/muntah - sindrom syok dengue. Lima persen
dan ruam; gejala ini dapat bertahan kasus DBD berakibat fatal4’. Infeksi
selama beberapa hari. Demam berdarah sebelumnya dengan salah satu dari empat
dengue (DBD), adalah penyakit yang virus dengue menghasilkan
jauh lebih serius terutama menyerang kemungkinan yang lebih besar untuk
anak-anak dan dewasa muda tertular DBD. Saat ini belum ada vaksin
untuk demam berdarah.
PENDAHUL
UAN
Laporan paling awal dari epidemi
II. Pandemi ini meningkat di Amerika
selama tahun 1980-an dengan wabah di
demam berdarah berasal dari tahun 1779- Karibia dan negara-negara Amerika Latin
1780 di Asia, Afrika dan Amerika Utara, termasuk Venezuela, Kolombia, Brasil,
menunjukkan distribusi tropis Ae.aegypti Guyana Prancis, Suriname, dan Puerto
yang meluas selama 200 tahun terakhir. Rico4’. Baru-baru ini, wabah demam
Sejak itu, pandemi demam berdarah berdarah telah terjadi di Brasil, Puerto
global, termasuk munculnya DBD, Riko dan di Pasifik barat, termasuk
dimulai di Asia Tenggara setelah Perang Vietnam, Fiji, Kamboja, Filipina,
Dunia Malaysia, dan Singapura
PENDAHUL
UAN
Faktor Iklim dan Nyamuk Aedes Aegypti
II. Pandemi ini meningkat di Amerika
selama tahun 1980-an dengan wabah di
Karibia dan negara-negara Amerika Latin
Iklim dapat mempengaruhi nyamuk termasuk Venezuela, Kolombia, Brasil,
Aedes aegypti, vektor utama demam Guyana Prancis, Suriname, dan Puerto
kuning dan demam berdarah, karena Rico4’. Baru-baru ini, wabah demam
peningkatan suhu global dan variabilitas berdarah telah terjadi di Brasil, Puerto
dan perubahan iklim terkait lainnya Riko dan di Pasifik barat, termasuk
dapat mengubah jangkauan geografis Vietnam, Fiji, Kamboja, Filipina,
nyamuk. Malaysia, dan Singapura
PENDAHUL
UAN
Variabel iklim seperti suhu dan curah hujan
Menurut WHO (2001)” Indonesia merupakan
salah satu daerah hiperendemis Demam
secara signifikan mempengaruhi perkembangan Berdarah Dengue (DBD). Hal ini dimungkinkan
dan kelangsungan hidup nyamuk5’. Di karena iklim yang hangat yang mendukung
Kolombia, misalnya, perubahan distribusi perkembangan nyamuk. Selain itu, lingkungan
elevasi Ae. aegypti telah diamati; ketinggian yang tidak dikelola dengan baik dengan
sebelumnya terbatas di bawah 1500 m, nyamuk kepadatan penduduk yang tinggi terutama di
baru-baru ini ditemukan di atas 2200 m, perkotaan merupakan tempat yang ideal bagi
mungkin karena kenaikan suhu 6'. Di Meksiko, nyamuk untuk menyelesaikan siklus hidupnya,
kasus demam berdarah juga telah dilaporkan di curah hujan yang tinggi juga akan memperburuk
dataran tinggi yang sebelumnya tidak kondisi pada musim hujan.
terpengaruh7'.
Untuk berkontribusi di bidang biometeorologi sebagai
METODOLOG
I
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap
data pertumbuhan nyamuk yang diwakili oleh kasus demam berdarah. Analisis
data tahap pertama adalah suhu suhu udara di beberapa kota di Indonesia dan
menggunakan referensi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain. Jika
daerah semakin panas (+), diyakini perkembangan nyamuk banyak dan sekaligus
memberikan informasi kasus DBD diproyeksikan meningkat. Sebaliknya jika
diperoleh harga negatif (-) pada kasus demam berdarah diasumsikan akan
diturunkan. Tahap kedua adalah skenario kenaikan muka air laut, jika daerah
tersebut diproyeksikan mengalami kenaikan muka air laut, diasumsikan banyak
daerah tergenang sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk.
Cara lain untuk mengetahui skenario kasus demam berdarah di Indonesia 50 -100 tahun yang
akan datang dilakukan analisis data kasus demam berdarah menggunakan model trend line.
Model ini digunakan dengan asumsi bahwa dalam menyelesaikan kasus demam berdarah pada
masa-masa seperti sekarang ini.
Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan two tiers yang
digunakan untuk penelitian ini. Pendekatan pertama menggunakan model time series yang
dapat diterapkan untuk memprediksi kasus DBD untuk dikorelasikan dengan skenario
perubahan iklim. Yang kedua menggunakan data meteorologi, seperti: curah hujan, hari hujan,
suhu, atau kelembaban relatif bila tersedia. Kemudian model regresi linier diterapkan untuk
memprediksi kasus DBD untuk dikorelasikan dengan skenario variabilitas iklim. Tren deret
waktu menggambarkan perkembangan historis suatu variabel dan dapat digunakan untuk
memprediksi nilai variabel di masa mendatang.
Teori Model Prediksi DBD.
Selain model time series untuk prediksi DBD, seseorang dapat memperkirakan kasus DBD
dengan menggunakan 1 mode regresi linier1 dengan
data meteorologi sebagai prediktor. Asumsi utama yang dipertimbangkan dalam penelitian ini
adalah siklus hidup nyamuk Aedes aegypti sebagai kasus DBD merupakan hasil dari faktor
meteorologi (curah hujan dan hari hujan), faktor manusia (budaya dan gaya hidup), lingkungan,
dan virus dengue itu sendiri, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Untuk wilayah Jakarta:
y(t, i)=a(i)+b(i)* RR(t-1)+c(i)* RD(t-
2)+d(i)*DHF(t-1)+e(i)*DHF(t-2) ( 1 )
Di mana:
Y = prediksi kasus DBD & a, b, c, d, e =
koefisien
RR = curah hujan, dimana i = n = 1, 2, 3,..,12
(Bulan)
RD = hari hujan dimana t= time lag DBD = kasus/pengamatan DBD
Untuk menghitung perkiraan curah hujan (RR) dan hari hujan (RD) digunakan data bulanan
sebagai prediktor pada persamaan (1) di atas dengan menggunakan regresi linier 1 empiris pada
mode1. Secara matematis ditulis sebagai berikut:
RR = a + b * RD Berdasarkan sampel data curah hujan tahun 1961- 2006 di Pulau Jawa, hasil
analisis menunjukkan bahwa perkembangan curah hujan tahunan secara umum bervariasi di Jawa,
yang cenderung meningkat di beberapa daerah di Banten, Jawa Barat, Jawa Timur bagian selatan,
dan Jawa Timur. . Sementara itu, tren penurunan terjadi di area
Dimana:
Rd = hari hujan a = 0
b = koefisien