Pulau Bintan, sebuah daratan yang kaya akan keindahan alam dan kearifan budaya.
Terkenal dengan pantai pasir putihnya yang memukau serta hutan mangrove yang menjulang,
Pulau Bintan menjadi rumah bagi masyarakat pesisir yang telah turun-temurun menjaga
tradisi dan kearifan lokal mereka. Salah satu warisan budaya yang paling menonjol di antara
mereka adalah praktik bekarang, sebuah metode tradisional menangkap ikan yang telah
menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka.
Namun, di balik keindahan dan kearifan yang disimpan dalam tradisi bekarang ini,
terdapat tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Bintan. Dengan perubahan
iklim yang semakin terasa dan tekanan dari modernisasi, tradisi ini menghadapi risiko
terhenti atau bahkan punah. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang
praktik bekarang dan bagaimana masyarakat pesisir Bintan berusaha keras untuk menjaga
tradisi dan kearifan turun-temurun mereka di tengah arus perubahan zaman yang tak
terhindarkan.
Meskipun menjaga tradisi bekarang, masyarakat pesisir Bintan juga tidak menutup
diri terhadap perubahan zaman dan tantangan modernisasi. Mereka menyadari bahwa
beberapa aspek dari praktik bekarang perlu disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan
perubahan iklim yang semakin terasa. Sebagai contoh, beberapa kelompok masyarakat telah
mulai menggunakan teknologi GPS dan alat tangkap yang ramah lingkungan untuk
meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan praktik bekarang mereka, tanpa mengorbankan
kearifan turun-temurun yang mereka junjung tinggi.
Praktik bekarang di Pulau Bintan berperan penting sebagai sarana dalam mendidik
generasi muda tentang nilai-nilai tradisional yang melekat dalam budaya pesisir. Melalui
keterlibatan aktif dalam kegiatan bekarang, anak-anak dan remaja tidak hanya memperoleh
keterampilan praktis dalam menghadapi lautan yang berlimpah, tetapi juga memperdalam
pemahaman mereka tentang konsep kerja keras, kerjasama, dan keterhubungan dengan alam.
Dalam prosesnya, mereka belajar untuk saling bergantung satu sama lain, menghargai peran
masing-masing dalam mencapai tujuan bersama, dan mengenali pentingnya menjaga
keseimbangan ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan mereka. Aktivitas bekarang
menjadi platform untuk mengajarkan nilai-nilai tersebut secara langsung, karena melibatkan
interaksi langsung dengan alam dan proses belajar yang terjadi dalam situasi nyata di laut.
Kerja sama dengan pihak eksternal juga memungkinkan masyarakat pesisir Bintan
untuk lebih terlibat dalam forum pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan pelestarian
lingkungan dan kearifan lokal. Dengan demikian, mereka dapat memiliki suara yang lebih
kuat dalam menentukan arah kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan sumber daya laut
dan keberlanjutan praktik bekarang. Secara keseluruhan, kolaborasi dengan pihak eksternal
tidak hanya memperkuat upaya pelestarian kearifan lokal, tetapi juga memperkuat hubungan
antara masyarakat pesisir Bintan dengan pemangku kepentingan luar yang peduli terhadap
kelestarian alam dan budaya mereka.
Dalam kesimpulan, dapat disimpulkan bahwa praktik bekarang di Pulau Bintan bukan
hanya sekadar metode menangkap ikan, tetapi juga merupakan warisan budaya yang kaya
akan kearifan turun-temurun dan nilai-nilai tradisional. Meskipun dihadapkan pada tantangan
dari perubahan iklim dan modernisasi, masyarakat pesisir Bintan secara tekun
mempertahankan praktik bekarang sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Kolaborasi dengan pihak eksternal juga menjadi kunci dalam upaya mereka untuk
melestarikan dan mengembangkan praktik ini secara berkelanjutan. Dengan demikian,
praktik bekarang bukan hanya menjadi simbol kearifan lokal, tetapi juga menjadi cermin dari
kesatuan antara manusia, budaya, dan alam di Pulau Bintan.
Daftar Pustaka
Dhita, A. N., Dewo, M. K., & Marantika, R. D. (2019). Tinjauan Historis Bekarang: Warisan
Budaya untuk Alam di Kecamatan Kikim Timur, Kabupaten Lahat. Journal of
Indonesian History, 8(1), 177–185.
Loravianti, S. R., & Zebua, E. (2020). Dampak Teknologi Atas Nilai-Nilai Sosial Pada. 3(1).
Syafitri, R., Ashari, I. H., & Apriadi, T. (2022). Bekarang: Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir
Pulau Bintan. Jurnal Hermeneutika, 8(1), 13–19.
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/Hermeneutika/article/view/13357%0Ahttps://
jurnal.untirta.ac.id/index.php/Hermeneutika/article/viewFile/13357/8898