Anda di halaman 1dari 4

MENJAGA TRADISI BEKARANG: KEARIFAN TURUN-TEMURUN

MASYARAKAT PESISIR BINTAN

Pulau Bintan, sebuah daratan yang kaya akan keindahan alam dan kearifan budaya.
Terkenal dengan pantai pasir putihnya yang memukau serta hutan mangrove yang menjulang,
Pulau Bintan menjadi rumah bagi masyarakat pesisir yang telah turun-temurun menjaga
tradisi dan kearifan lokal mereka. Salah satu warisan budaya yang paling menonjol di antara
mereka adalah praktik bekarang, sebuah metode tradisional menangkap ikan yang telah
menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka.

Bekarang, dalam bahasa lokal, menjadi simbol kearifan turun-temurun yang


diwariskan dari generasi ke generasi di kalangan masyarakat pesisir Bintan. Aktivitas ini
tidak hanya sekadar mencari ikan, tetapi juga menjadi fondasi dari identitas mereka sebagai
anak laut, yang hidup berdampingan dengan alam. Dalam proses bekarang, pengetahuan
tentang arus laut, musim ikan, dan perilaku biologi ikan menjadi pengetahuan yang
diturunkan dari nenek moyang mereka. Dengan pengalaman yang didapat dari puluhan
bahkan ratusan tahun mengarungi lautan, mereka mempertahankan praktik ini sebagai bagian
tak terpisahkan dari kehidupan mereka, bahkan di tengah kemajuan teknologi modern.

Namun, di balik keindahan dan kearifan yang disimpan dalam tradisi bekarang ini,
terdapat tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Bintan. Dengan perubahan
iklim yang semakin terasa dan tekanan dari modernisasi, tradisi ini menghadapi risiko
terhenti atau bahkan punah. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang
praktik bekarang dan bagaimana masyarakat pesisir Bintan berusaha keras untuk menjaga
tradisi dan kearifan turun-temurun mereka di tengah arus perubahan zaman yang tak
terhindarkan.

Bekarang, bagi masyarakat pesisir Bintan bukanlah semata-mata tentang menangkap


ikan, melainkan sebuah warisan berharga yang mencerminkan kearifan dan keahlian yang
telah diwariskan dari leluhur mereka. Di dalamnya terdapat sejuta cerita tentang perjalanan
hidup di lautan, rasa kebersamaan dalam perjuangan mencari rezeki, dan hubungan yang erat
antara manusia dan laut. Oleh karena itu, memelihara keterampilan tradisional bekarang
bukanlah sekadar memastikan kelangsungan mata pencaharian, tetapi juga menjaga keutuhan
dan identitas budaya mereka. Anak-anak di komunitas pesisir Bintan tidak hanya diajarkan
bagaimana melempar jala atau menyusun perahu, tetapi juga diberikan pemahaman yang
mendalam tentang nilai-nilai hidup, seperti kesabaran, ketekunan, dan rasa tanggung jawab
terhadap lingkungan. Melalui proses pembelajaran ini, mereka tidak hanya belajar untuk
menjadi nelayan yang terampil, tetapi juga menjaga kekayaan budaya yang telah menjadi
bagian tak terpisahkan dari jati diri mereka.

Kearifan lokal dalam praktik bekarang mencakup pemahaman mendalam tentang


ekologi laut, musim ikan, dan perubahan alam. Masyarakat pesisir Bintan menjaga tradisi ini
dengan melestarikan pengetahuan turun-temurun mereka tentang lingkungan laut. Mereka
memahami bahwa menjaga keseimbangan ekosistem laut adalah kunci keberlanjutan praktik
bekarang mereka. Oleh karena itu, mereka secara aktif terlibat dalam upaya pelestarian
lingkungan, seperti penanaman mangrove dan kampanye pengurangan sampah plastik,
sebagai bagian dari komitmen mereka untuk melestarikan kearifan lokal mereka.

Meskipun menjaga tradisi bekarang, masyarakat pesisir Bintan juga tidak menutup
diri terhadap perubahan zaman dan tantangan modernisasi. Mereka menyadari bahwa
beberapa aspek dari praktik bekarang perlu disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan
perubahan iklim yang semakin terasa. Sebagai contoh, beberapa kelompok masyarakat telah
mulai menggunakan teknologi GPS dan alat tangkap yang ramah lingkungan untuk
meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan praktik bekarang mereka, tanpa mengorbankan
kearifan turun-temurun yang mereka junjung tinggi.

Praktik bekarang di Pulau Bintan berperan penting sebagai sarana dalam mendidik
generasi muda tentang nilai-nilai tradisional yang melekat dalam budaya pesisir. Melalui
keterlibatan aktif dalam kegiatan bekarang, anak-anak dan remaja tidak hanya memperoleh
keterampilan praktis dalam menghadapi lautan yang berlimpah, tetapi juga memperdalam
pemahaman mereka tentang konsep kerja keras, kerjasama, dan keterhubungan dengan alam.
Dalam prosesnya, mereka belajar untuk saling bergantung satu sama lain, menghargai peran
masing-masing dalam mencapai tujuan bersama, dan mengenali pentingnya menjaga
keseimbangan ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan mereka. Aktivitas bekarang
menjadi platform untuk mengajarkan nilai-nilai tersebut secara langsung, karena melibatkan
interaksi langsung dengan alam dan proses belajar yang terjadi dalam situasi nyata di laut.

Di samping upaya internal yang dilakukan untuk mempertahankan tradisi bekarang,


masyarakat pesisir Bintan juga aktif menjalin kerja sama dengan pihak eksternal, termasuk
lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan lembaga penelitian, untuk mendukung
pelestarian kearifan lokal mereka. Kolaborasi ini menjadi landasan yang penting dalam upaya
memperkuat dan melestarikan praktik bekarang agar tetap relevan dan berkelanjutan dalam
menghadapi berbagai tantangan zaman. Dalam kerja sama ini, masyarakat pesisir Bintan
tidak hanya menerima bantuan finansial atau teknis, tetapi juga memperoleh akses ke sumber
daya tambahan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memperbaharui dan mengembangkan
praktik bekarang mereka. Misalnya, melalui penelitian yang dilakukan oleh lembaga
penelitian, mereka dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang dinamika
ekosistem laut dan strategi manajemen sumber daya yang berkelanjutan. Selain itu, dengan
dukungan dari lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah, mereka dapat mengakses
pelatihan dan program pengembangan kapasitas yang memungkinkan mereka untuk
meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan praktik bekarang mereka.

Kerja sama dengan pihak eksternal juga memungkinkan masyarakat pesisir Bintan
untuk lebih terlibat dalam forum pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan pelestarian
lingkungan dan kearifan lokal. Dengan demikian, mereka dapat memiliki suara yang lebih
kuat dalam menentukan arah kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan sumber daya laut
dan keberlanjutan praktik bekarang. Secara keseluruhan, kolaborasi dengan pihak eksternal
tidak hanya memperkuat upaya pelestarian kearifan lokal, tetapi juga memperkuat hubungan
antara masyarakat pesisir Bintan dengan pemangku kepentingan luar yang peduli terhadap
kelestarian alam dan budaya mereka.

Dalam kesimpulan, dapat disimpulkan bahwa praktik bekarang di Pulau Bintan bukan
hanya sekadar metode menangkap ikan, tetapi juga merupakan warisan budaya yang kaya
akan kearifan turun-temurun dan nilai-nilai tradisional. Meskipun dihadapkan pada tantangan
dari perubahan iklim dan modernisasi, masyarakat pesisir Bintan secara tekun
mempertahankan praktik bekarang sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Kolaborasi dengan pihak eksternal juga menjadi kunci dalam upaya mereka untuk
melestarikan dan mengembangkan praktik ini secara berkelanjutan. Dengan demikian,
praktik bekarang bukan hanya menjadi simbol kearifan lokal, tetapi juga menjadi cermin dari
kesatuan antara manusia, budaya, dan alam di Pulau Bintan.

Daftar Pustaka

Dhita, A. N., Dewo, M. K., & Marantika, R. D. (2019). Tinjauan Historis Bekarang: Warisan
Budaya untuk Alam di Kecamatan Kikim Timur, Kabupaten Lahat. Journal of
Indonesian History, 8(1), 177–185.
Loravianti, S. R., & Zebua, E. (2020). Dampak Teknologi Atas Nilai-Nilai Sosial Pada. 3(1).

Syafitri, R., Ashari, I. H., & Apriadi, T. (2022). Bekarang: Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir
Pulau Bintan. Jurnal Hermeneutika, 8(1), 13–19.
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/Hermeneutika/article/view/13357%0Ahttps://
jurnal.untirta.ac.id/index.php/Hermeneutika/article/viewFile/13357/8898

Anda mungkin juga menyukai