Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN RESUME

Thucydides, History Of The Peloponnesian War: The Funeral Oration of Pericles Book II,
35-46

Thucydides, History Of The Peloponnesian War: Sixteenth Year Of The War-The Melian
Conference-Fate Of Melos Book V, 81-113

HI B

Kelompok 3

Anggota :

Afifah Dwi Indriyani (11221130000016)

Kharisma Hanifa (11221130000106)

Randi Niyoto J.K. (11221130000102)

Muhammad Istikhori Al-Ghifari (11221130000063)

The Funeral Oration of Pericles Book II, 35-46

Orasi pemakaman Pericles adalah pidato yang ditulis oleh Thucydides dan
disampaikan oleh Pericles untuk sejarah Perang Peloponnesia. Pericles menyampaikan orasi
tersebut bukan hanya untuk menguburkan orang yang sudah meninggal, tetapi juga untuk
memuji demokrasi. Pericles seorang pendukung demokrasi yang hebat, ia adalah seorang
pemimpin dan negarawan Yunani selama Perang Peloponnesia. Ia begitu penting bagi Athena
sehingga namanya mendefinisikan The age of Pericles yaitu sebuah periode ketika Athena
membangun kembali apa yang telah dihancurkan selama perang dengan Persia (Perang
Yunani-Persia atau Persia).1

Sebelum pidatonya, Pericles mengusulkan untuk focus pada jalan yang akan mereka
tempuh untuk mencapai posisinya, yaitu “jalan yang kita tempuh untuk mencapai posisi kita,
bentuk pemerintahan tempat kebesaran kita tumbuh, dan kebiasaan nasional yang

1
N.S.Gill, Thucydides' funeral speech about democracy delivered by Pericles, diakses dari laman
https://www.thoughtco.com/pericles-funeral-oration-thucydides-version-111998 pada 14 Mei 2020.
memunculkannya” artinya Pericles ingin mereka focus pada Athena saat ini dan memutuskan
untuk memuji perang terdahulu dengan memuliakan kota Athena ini.

Pericles memaparkan dalam pidatonya bahwa bentuk pemerintahan mereka tidak


bersaing dengan lembaga-lembaga lain. Pemerintah mereka tidak meniru negara tetangga,
namun dijadikannya sebagai contoh. Negara mereka ini disebut sebagai negara demokrasi,
karena pemerintahan berada di tangan orang banyak dan bukan di tangan segelintir orang.
Namun meskipun ada keadilan yang sama bagi semua orang, klaim keunggulan juga diakui
dan ketika seorang warga negara dengan cara apa pun dibedakan, ia lebih disukai untuk
pelayanan publik, bukan sebagai masalah hak istimewa, tetapi sebagai penghargaan atas jasa.
Begitupula ketika seseorang melakukan apa yang ia sukai, maka warga Athena tidak
menatapnya dengan pandangan yang masam meskipun berbahaya dan tidak menyenangkan.
Karena adanya penghormatan mereka terhadap pihak berwenang dan hukum yang dapat
mencegah perilaku yang tidak sesuai, sehingga mereka tidak dibatasi dalam urusan
pribadinya dilandaskan pada hukum-hukum yang dituliskan untuk melindungi yang terluka
serta hukum-hukum yang tidak tertulis yang membawa kepada pelanggarnya sanksi sosial.2

Dan mereka tidak lupa untuk menyediakan bagi roh-roh terdahulunya sebagai
relaksasi dari kerja keras yaitu dengan menghias rumah-rumah mereka dengan indah dan
elegan setiap tahun, sehingga kegembiraan yang dirasakan setiap harinya dapat membantu
menghalau kesedihan. Karena kebaikan dari kota mereka, hasil bumi mengalir ke kotanya,
sehingga mereka dapat menikmati hasil bumi negara lain dengan bebas seperti milik mereka
sendiri.

Adanya pelatihan militer mereka pun lebih unggul dalam banyak hal daripada
musuh-musuh mereka. Kota Athena terbuka bagi dunia, mereka tidak pernah mengusir orang
asing dan mencegahnya dalam melihat atau mengetahui apapun rahasia yang dapat
menguntungkan musuh. Mereka tidak mengandalkan manajemen atau tipu muslihat,
melainkan dengan hati dan tangan. Dalam hal pendidikan pun, mereka sejak kecil selalu
menjalani latihan yang melelahkan sehingga membuat mereka berani. Mereka hidup dengan
tenang, akan tetapi mereka selalu siap untuk menghadapi bahaya yang akan datang. Salah
satu contohnya yaitu ketika Bangsa Lacedaemonian datang ke wilayah Athena tidak sendirian
melainkan dengan seluruh konfederasi mereka yang turut serta didalamnya. Sedangkan

2
Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 35-46”. p. 2
Bangsa Athena pergi sendirian ke negara tetangga dan meskipun lawan-lawan mereka
berjuang untuk rumah mereka dan Bangsa Athena di tanah asing, mereka jarang mengalami
kesulitan untuk mengatasinya. Musuh-musuh mereka belum pernah merasakan kekuatan
Athena yang bersatu, dari angkatan laut yang membagi perhatian Athena, dan di darat mereka
berkewajiban mengirim warga negara mereka sendiri ke penjuru dunia. Tetapi ketika
lawan-lawan tersebut bertemu dan mengalahkan sebagian dari tentara Athena, mereka
merasa bangga seolah-olah telah mengalahkan semuanya, dan ketika dikalahkan mereka
berpura-pura telah dikalahkan oleh Athena semua.3

Dengan demikian Athena sama mengagumkannya baik di masa damai maupun di


masa perang. Karena Athena memiliki selera yang indah dan kekuatannya pun tidak terletak
pada pendapat, melainkan pada musyawarah maupun diskusi. Kemudian, Pericles juga
mengatakan bahwa mereka yang sudah meninggal, rohnya berada di tempat tertinggi. Maka
dari itu pericles membiarkan mayat para rakyat yang telah tewas selama 3 hari sebelum
dikebumikan sebagai penghormatan kepada mereka. Daripada menangisi orang tua yang
telah wafat, lebih baik menghibur mereka dengan mengatakan bahwa mereka telah wafat
terhormat karena wafat di tengah-tengah perubahan. Kepada keturunan rakyat athena yang
telah wafat, Pericles berujar bahwa mereka mungkin tidak dapat sepenuhnya meniru
kebiasaan dan kebaikan yang telah moyang mereka lakukan. Meskipun begitu niat yang tulus
dapat membuat kebaikan menjadi bermakna. Kita telah membayar upeti melalui perkataan
dan perbuatan mulia. Dengan menjaga anak-anak di Athena hingga mereka dewasa.4

Sixteenth Year Of The War-The Melian Conference-Fate Of Melos

Thucydides dikenal sebagai sejarawan di masa yunani kuno karena menulis sebuah
buku 8 jilid berjudul History of The Peloponnesian war yang menceritakan keadaan perang
antara athena dan sparta pada 431-404 SM. Melalui karyanya ia mendapat julukan sebagai
“bapak sejarah ilmiah”. 5

Dalam bukunya tersebut, di jilid ke 5 menceritakan tentang The Melian Dialogue


sebuah percakapan yang memiliki kontribusi besar dalam dunia ilmu hubungan internasional,
sebab menjadi salah satu dasar pemikiran dari teori Thucydides. The Melian Dialogue

3
Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 35-46”. p. 2
4
Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 35-46”. p. 3, 4, 5
5
Mohamad Rosyidin, Teori Hubungan Internasional: Dari Perspektif Klasik Sampai Non-Barat. (Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2020). p. 24
memuat percakapan tentang negosiasi antara Athena dan Melians. Athena merupakan negara
yang kuat dan besar, sementara Melos merupakan negara yang lemah dan kecil.

Pada saat itu bangsa Athena mencoba untuk memperluas wilayah kekuasaannya
dengan melakukan ekspansi ke salah satu negara bernama Melos, yaitu pulau kecil bekas
jajahan Sparta. Pulau tersebut dihuni oleh Melians yaitu koloni Lacedaemon. Bangsa Athena
melakukan ekspedisi dengan membawa 30 kapal milik sendiri, 6 kapal Chios, 2 kapal Lesbos,
1600 infanteri berat, 300 pemanah, 20 pemanah berkuda, sekitar 1500 infanteri berat dari
sekutu dan penduduk pulau. Hal tersebut merupakan upaya Athena untuk mengekspansi
pulau Melos. Saat memasuki wilayah Melian, bangsa Athena tidak langsung menghancurkan
wilayah mereka namun mengajak untuk bernegosiasi dengan utusan dari bangsa Melian
terlebih dahulu dan terjadilah The Melian Dialogue.6

Dalam dialog Melian, terlihat upaya Athena mengajak Melian untuk menjadi bagian
dari negara nya. Namun ternyata bangsa Melian mengaku bersikap netral yaitu tidak
memihak Athena ataupun Sparta dan tidak ikut bagian dalam peperangan. Kemudian Melian
merasa tidak ada keadilan dalam negosiasi yang dilakukan, karena Athena sudah terlebih
dahulu mengambil keputusan dan mengancam mereka dengan membawa pasukan militer
serta persenjataan yang besar untuk menjarah wilayah Melos. Athena bersikap egois dengan
hanya memikirkan kepentingan nya sendiri atau datang untuk menjadi hakim atas tujuannya
sendiri. Melian tidak melihat sisi haknya untuk menolak tunduk dan sebaliknya yaitu harus
menjadi budak.

Dalam argumennya, Athena berupaya memberi Melian kesempatan untuk


memikirkan keselamatan negara nya dengan memberi mereka pilihan yaitu tunduk tanpa
peperangan atau melalui peperangan terbuka. Athena mencoba meyakinkan Melian bahwa
mereka bukan tandingan bagi Athena yang memiliki power besar karena melian hanyalah
negara kecil. “… the strong do what they can, and the weak suffer what they must”,
merupakan argumen Athena yang menunjukan bahwa negara kuat bisa melakukan apapun
yang mereka mau maka power merupakan hal yang krusial bagi negara untuk berkuasa, dan
bahwa negara lemah hanya bisa menerima nasib mereka, sebab tidak cukup kuat untuk
mempertahankan diri nya.7

6
Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 81-113”. p. 1
7
Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 81-113”. p. 2
Namun ternyata baik Athena maupun Melian saling mempertahankan argumennya.
Athena yang ingin memperluas kerajaan, juga ingin mendapatkan keamanan dengan
menaklukan wilayah Melian, “Jika ada yang mempertahankan kemerdekaan mereka itu
karena mereka kuat, dan jika kita tidak menganiaya mereka itu karena kita takut, sehingga
selain memperluas wilayah kekuasaan kita, yang harus kita dapatkan dalam keamanan adalah
dengan ketundukan anda”. Melian tetap tidak ingin memberikan kebebasannya kepada
Athena dan berargumen bahwa permusuhan akan mengubah negara-negara netral memusuhi
mereka juga. Melian juga merasa ada harapan untuk berjuang, dengan berargumen “tunduk
adalah menyerahkan diri kita kepada keputusasaan, sementara dengan adanya tindakan masih
memberi kita harapan agar kita dapat berdiri tegak”. Melian percaya bahwa para dewa dan
sparta akan membantu mereka. Kemudian argumen tersebut dibantah karena menurut Athena
harapan hanyalah penghibur yang berbahaya, janganlah yang lemah bergantungan kepada
yang lain, sebab Ketika harapan terlihat mengecewakan mereka secara ekstrem, maka mereka
akan beralih kepada yang tidak terlihat seperti ramalan dan peramal atau hal lain
semacamnya yang menipu manusia dengan harapan, yang pada akhirnya akan
mempertemukan mereka dengan kehancuran. 8

Orang Melians berbicara tentang "keberuntungan perang" dan Orang Athena


menanggapi hal tersebut dengan dingin, Melian menganggap bahwa orang-orang
Lacedaemon akan membantunya untuk melawan agresi Athena. Mereka mengklaim bahwa
orang-orang Lacedaemon akan campur tangan, "jika hanya karena sangat malu..." Sekali lagi,
orang Athena membantah cara berpikir mereka seperti itu tidak menjanjikan keamanan yang
bisa diandalkan dan tidak masuk akal.9

Pada akhirnya Athena tidak memperdulikan argumen-argumen Melian lagi sebab


negosiasi yang dilakukan tidak menemukan titik temu antara keduanya. Setelah melakukan
negosiasi para utusan Athena kembali ke pasukannya dan orang-orang Melian pun tidak
menunjukkan tanda-tanda akan menyerah. Para jenderal segera memulai permusuhan, dengan
menarik garis pengepungan di wilayah Melian. Lalu, orang-orang Athena dengan sebagian
besar pasukan mereka berjaga-jaga di darat dan laut. Pasukan yang tersisa tetap tinggal dan
mengepung wilayah itu. Pada saat yang sama, Argive menyerbu wilayah Phlius dan
kehilangan delapan puluh orang, mereka disergap oleh orang-orang Phliasians dan orang
buangan Argive. Sementara itu, pasukan Athena di Pylos mengambil barang rampasan dari

8
Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 81-113”. p. 3
9
Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 83-113”. p. 4
orang-orang Lacedaemon, akan tetapi orang-orang Lacedaemon, mereka masih menahan diri
untuk tidak melanggar perjanjian berperang dengan Athena, tapi mereka menyatakan bahwa
siapapun dari rakyat mereka yang memilih untuk melawan orang-orang Athena. Orang-orang
Korintus juga memulai permusuhan dengan orang-orang Athena karena pertengkaran pribadi
mereka sendiri; tetapi orang-orang Peloponnesia lainnya tetap diam. Sementara itu,
orang-orang Melian menyerang pada malam hari dan mengambil bagian dari barisan orang
Athena di pasar, dan membunuh beberapa orang, dan membawa jagung dan semua yang
mereka anggap berguna bagi mereka, lalu mereka kembali dan diam, sementara orang-orang
Athena mengambil langkah untuk menjaga lebih baik untuk kedepannya.10

Setelah musim panas berakhir pada musim dingin berikutnya orang-orang


Lacedaemonian berniat untuk menyerang wilayah Argive, namun sesampainya di perbatasan
untuk menyeberang mereka merasa tidak diuntungkan,, dan mereka pun kembali. Niat
mereka ini menimbulkan kecurigaan orang Argive terhadap beberapa warga negara mereka,
beberapa di antaranya mereka ditangkap namun, ada beberapa yang lolos. pada saat yang
sama, orang-orang Melian kembali merebut bagian lain dari garis pertahanan Athena yang
masih lemah. Namun bala bantuan dari Athena tiba di bawah komando Filokrates, putra
Demeas, pengepungan sekarang semakin kuat dan Lacedaemonian tidak muncul untuk
membantu orang-orang Melian. Melian menyerah lalu orang Athena menghukum mati semua
pria dewasa yang mereka tawan, dan menjual para wanita dan anak-anak sebagai budak, dan
orang Athena kemudian mengirimkan lima ratus koloni dan mendiami tempat itu .11

10
Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 83-113”. p. 5, 6
11
Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 83-113”. p. 6
DAFTAR PUSTAKA
Gill, N.S. Thucydides' funeral speech about democracy delivered by Pericles. Diakses dari
https://www.thoughtco.com/pericles-funeral-oration-thucydides-version-111998 pada
14 Mei 2020.

Rosyidin, Mohamad. Teori Hubungan Internasional: Dari Perspektif Klasik Sampai


Non-Barat. (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2020). p. 24

Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book II 35-46”.

Thucydides, “History of The Peloponnesian War, Book V 83-113”.

Anda mungkin juga menyukai