Anda di halaman 1dari 4

Nama : Eny Wahyuning Tyas

NIM : B0418018
Prodi/smt/kelas : Ilmu Sejarah/3/A
Mata Kuliah : Historiografi Umum

THUCYDIDES DAN JULIUS CAESAR

A. Thucydides

Thucydides merupakan sejarawan yang terlahir dari bangsawan keturunan Tracia.


Dalam keluarganya, dia diarahkan untuk mengabdikan diri di bidang politik dan militer. Pada
Perang Peloponnesus tahun 431 SM, ia ditunjuk sebagai jenderal untuk memimpin pasukan
Athena di Thrace. Setelah jatuhnya kota Amphipolis, Thucydides dipensiunkan. Selama masa
pensiun itu ia melakukan perjalanan selama 20 tahun untuk meneliti berbagai peristiwa dan
mencurahkan perhatiannya untuk menulis sejarah. Thucydides berharap, dengan menulis
karya sastra ia akan memberikan manfaat bagi para peneliti yang menuntut pengetahuan yang
akurat tentang masa lalu sebagai bantuan untuk membuat interpretasi tentang masa yang akan
datang.

Dalam karyanya yang berjudul History of the Peloponnesian War, Thucydides terlibat
langsung dengan peristiwa yang kemudian ia kisahkan tersebut. Oleh sebab itu, ia mampu
membedakan sebab – sebab peperangan antara sebab ringan dan sebab luas atau dalam. Ia
meyakini bahwa terjadinya peperangan yang sesungguhnya adalah pertumbuhan kekuatan
Athena dan bahaya yang diilhami dari Lacedaemon. Berbeda dari cara Herodotus yang
menceritakannya lebih luas, cara penceritaan Thucydides lebih terkonsentrasi dan benar –
benar membatasi diri sesuai dengan topik yang ditulisnya.

Kisah Perang Peloponnesus yang intinya menceritakan perjuangan kepahlawanan


Athena melawan Sparta dipandang sebagai analisis kekuatan politik. Ia percaya dalam
memahami peristiwa – peristiwa politik dan konsekuensi – konsekuensi sosial serta
militernya, perlu diteliti unsur – unsur yang esensil tentang perilaku manusia sebagai unsur –
unsur yang diperhitungkan dalam gerak sejarah.1 Ia menjauhkan diri dari deskripsi - deskripsi
tentang daerah – daerah yang tak dikenalnya, anekdot – anekdot rakyat, mitos ataupun praktek

1
Nina H. Lubis, Historiografi Barat, ( Bandung: Satya Historika, 2003 ), halaman 23.
– praktek religius, dan informasi – informasi yang tidak relevan dengan tujuan penulisan
karyanya.

Ia menyatakan bahwa, dirinya tidak mau diganggu dengan menyelipkan sebuah puisi
ataupun komposisi – komposisi tentang kronik yang seringkali mengorbankan kebenaran dan
hanya membicarakan hal – hal yang jauh dari kenyataan. Thucydides juga tidak menyertakan
tradisi lisan ke dalam karyanya, hal tersebut dikarenakan ia menganggap bahwa tradisi lisan
tersebut terdapat kecacatan dimana orang sebelumnya tidak menguji betul mengenai cerita
tersebut.

Dalam proses penulisan karyanya, Thucydides menggunakan para saksi sebagai


sumber dan menguji silang kesaksian – kesaksian itu dengan laporan – laporan dari sumber
lainnya. Ia membincangkan bahan – bahan karyanya secara kritis dan rasional menurut aturan
– aturan yang keras terhadap suatu bukti yang dapat diterima.2 Ia mengacu sebagian daripada
penglihatannya sendiri dan sebagian kepada penglihatan orang lain. Keakuratan laporan selalu
ia uji dengan pengujian yang keras dan terinci. Akurasi, relevansi dan konsentrasi sejarah
kontemporer , khusunya politik menjadi perhatian utama dalam kajiannya.

Dengan kriteria itulah ia menulis karyanya yang berkarakter analisis kritis, ketetapan
yang kaku, dan memperhitungkan unsur – unsur moral serta spiritual yang luas yang
menginformasikan tentang masalah – masalah politik. Ia menyatakan bahwa ia tidak mungkin
untuk meniliti peristiwa di suatu tempat yang jauh dan waktu yang jauh telah berlalu. Hasil
karyanya memang bukan untuk mendapatkan apresiasi pada zamannya akan tetapi hasil
karyanya tersebut ia buat untuk menjadi milik sepanjang zaman.

B. Julius Caesar

Julius Caesar merupakan tokoh yang mempopulerkan penulisan sejarah Romawi. Dia
dilahirkan dari keluarga kalangan patricia pada 100 SM. Julius Caesar adalah seorang politisi
yang cerdik, administrator yang banyak akal, jenderal yang sukses, orator yang brilian, dan
sekaligus pengarang yang berbakat. Ia mendapat pendidikan dalam bidang sejarah, retorika
serta latihan militer yang pantas untuk lingkunganya. Tokoh setingkat Alexander Agung ini
menjadi amat tersohor karena penaklukan – penaklukannya ke Eropa Utara sampai memasuki
daerah suku – suku Jermania di lembah Sungai Rhein ke barat sampai ke Britania ( suku

2
Ibid, halaman 24.
Anglo Saxon, Exexs, dan lain - lain ).3 Ia sering terliba dalam berbagai peristiwa politik yang
rumit serta muslihat – muslihat militer pada tahun 60-an hingga 50-an sebelum masehi.

Pada tahun 45 SM, ia menduduki jabatan puncak di Roma sebagai penguasa negara.Ia
mulai melakukan reformasi di bidang konstitusi dan melakukan perbaikan terhadap kondisi
kekaisaran yang membawa dirinya semakin cemerlang. Salah satu yang membuat Caesar
berada di titik puncak kekuasaanya adalah penaklukan daerah Gaul ( sekarang Perancis ).
Dalam hal ini ia dibantu oleh pasukan yang hebat serta loyal dan berhasil mengantarkan ia
pada puncak kekuasaan.

Pada tahun 52 SM, ia menuliskan perjuangannya menjadi sebuah buku yang berjudul
Commentaries on the Gallic War ( dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi Gaius Julius
Caesar’s Notes on his Achievement ). Karya ini sengaja ia ciptakan untuk membangun citra
dirinya. Selain itu juga dapat dipandang sebagai propaganda untuk mengesankan
kekontemporerannya. Ia menulis sejarah tentang kampanyenya ke daerah Gaul,
mendeskripsikan tentang orang – orang Gaul dan Jerman. Laporan ini telah mendapat
konfirmasi dari para antropolog dan mereka tidak meragukannya. Karyanya yang berjudul
Commentaries itu benar – benar dianggap akurat, jujur dan lebih banyak bercerita tentang
kemenangan – kemenangan pribadi.

Karya Julius Caesar tersebut diatas juga mempunyai ciri gaya yang jelas serta hemat
kata – kata, tidak ada gaya hiperbola sehingga yang membacanya merasa senang. Menurut
Cicero, karya Julius Caesar patut mendapatkan pujian tertinggi lantaran karya tersebut
penulisannya sangat jelas, terus terang dan anggun. Caesar sendiri memaksudkan karyanya
sebagai bahan bagi para sejarawan yang ingin mengolahnya lebih lanjut. Dari karyanya
tersebut, telah menunjukkan bahwa Caesar bukan hanya sebagai pembuat sejarah tetapi ia
juga sebagai penulis sejarah.

3
Sutarjo Adisusilo, 2013, Sejarah Pemikiran Barat: Dari yang Klasik Sampai yang
Modern, ( Jakarta: Rajawali Press, 2013 ), halaman 40.
Daftar Pustaka

Adisusilo, Sutarjo. 2013. Sejarah Pemikiran Barat:Dari yang Klasik Sampai yang Modern.
Jakarta: Rajawali Press.

Lubis, Nina H. 2003. Historiografi Barat. Bandung: Satya Historika.

Anda mungkin juga menyukai