Anda di halaman 1dari 3

BAB: Ikhlas,

Renungan Hadist ket 7 Riyadus Sholihin

Akhwatifillah Rahimakumullah…

Saya ingin memulai pembicaraan ini dari perkataan Muadz bin Jabbal, beliau berkata
“Carilah ilmu sepuas-puas kalian, tapi ketahuilah bahwa ilmu itu tidak akan berguna jika
tidak diamalkan”. Terkadang manusia selalu memandang seseorang atau sesuatu hal secara
kuantitas tapi sering lupa dengan kualitas. Contoh kecil, kita terlalu sering lebih jumawa
kepada penampilan fisik seseorang dibanding kualitas seseorang, padahal penampilan fisik
sering menipu isi yang ada di dalamnya., Maka hadist ketujuh ini mengingatkan kita sebagai
seorang da’i agar focus pada kontribusi bukan pada sensasi. Rasulullah SAW bersabda:
‫ َو َلِكْن َيْنُظُر ِإَلى ُقُلوِبُك ْم َو َأعماِلُك ْم‬، ‫ َو ال ِإلى ُص َو ِرُك ْم‬، ‫» ِإَّن هللا ال َيْنُظُر ِإلى َأْج ساِم ْك م‬
Artinya : Sesungguhnya Allah Ta'ala itu tidak melihat kepada tubuh-tubuhmu, tidak pula
kepada bentuk rupamu, tetapi Dia melihat kepada hati-hatimu sekalian." (Riwayat Muslim)

Akhwatifillah Rahimakumullah..
Di dalam buku syirah nabi dan shohabiyah, terdapat dua kisah yang dapat kita renungkan
sebagai pembelajaran sebagaimana yang disabdakan dalam hadist tersebut. Pertama :kisah
Qotzman yang ikut dalam perang Uhud dan kedua kisah tentang Ummu Mahjan tukang sapu
Masjid Nabawi.
Dalam perang Uhud yang begitu dahysat pasukan kaum muslimin mengalami porak
poranda dan menyebabkan banyak pasukan kaum muslimin syahid, lalu setelah perang usai
dan para sahabat mengumpulkan jasad kaum muslimin, maka sahabat melihat ke salah satu
jasad yaitu Qotzman, ia ditemukan ikut gugur dengan luka-luka yang banyak di sekujur
tubuhnya, maka salah seroang sahabat yang melihat itu dan berucap "Tidak seorang pun di
antara kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman”. Mendengar perkataan itu, Nabi
Muhammad SAW menjawab,"Sungguh, dia itu adalah golongan penduduk neraka”.
Para sahabat yang mendengar itu menjadi heran karena bagaimana mungkin seseorang yang
telah berjuang dengan begitu gagah berani di medan pertempuran justru akhirnya dimasukkan
Allah SWT dalam neraka?. Rasulullah SAW pun menjelaskan, "Semasa Qotzman dan
Aktsam keluar ke medan perang bersama-sama, Qotzman telah mengalami luka parah akibat
ditikam musuh. Badannya dipenuhi dengan darah. Qotzman mengambil pedangnya,
kemudian mata pedang itu dihadapkan ke dadanya. Ia benamkan pedang itu ke dalam
dadanya (bunuh diri)”, akhirnya sahabat baru tahu kalau dia bunuh diri. Dan dalam kisahnya
tersebut, Rasulullah SAW juga memberitahu para sahabat tentang niat yang muncul dari hati
Qotzman dalam perperangan Uhud, Qotzman sesungguhnya berperang bukan untuk membela
agama Allah dan Rasul Nya. Dia sebelum berangkat telah berkata, "Demi Allah aku
berperang bukan karena agama, tetapi hanya sekadar menjaga kehormatan Madinah agar
tidak dihancurkan kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah untuk membela kehormatan
kaumku”. Berbeda dengan kisah Ummu Mahjan, ia justru menggabarkan kepada kita bentuk
kualitas ilmu yang beliau miliki, Ilmu ketaatan kepada Rasulnya mengantarkannya kepada
catatan sejarah yang gemilang. Ummu Mahjan adalah wanita yang berkulit hitam, tua, dan
miskin. Wanita ini juga tidak memiliki keturunan sebagaimana para ummahat yang lain.
Suatu hari beliau pusing berpikir tentang sebuah kontribusi, sebab beliau melihat para
Ummahat yang lain dalam setiap perperangan yang diserukan oleh Rasulullah saw selalu
memiliki kontribusi untuk ikut memenangkan agama Allah. Diantara mereka ada yang
berkontibusi dengan berinfaq harta, ada yang dengan tenaga mengangkat senjata dan ada pula
yang menyumbangkan anaknya agar syahid di medan perang, namun Ummu Mahjan tidak
punya itu semua yaitu (tenaga untuk berperang, harta untuk berinfaq dan anak yang menjadi
wakilnya untuk berperang), namun keikhlasan untuk membela agama Allah membuatnya
mendapat solusi. Beliau sering melihat setiap mujahid yang pulang perang selalu beristirahat
di Masjid Nabawi, maka Allah memberinya hidayah untuk mengambil sapu dan menyapu di
dalam masjid. Beliau selalu menyampu untuk membersihkan setiap sudut dari masjid
Nabawi, dengan niatan agar para pejuang yang pulang dari medan jihad bisa istirahat dan
shalat dengan nyaman di dalam masjid, begitulah alasannya kuatnya. Pekerjaannya ini dilihat
oleh Nabi dan para sahabat, namun ternyata para sahabat memandang bahwa itu tidak terlalu
berarti. Suatu hari Rasulullah saw tidak melihat beliau menyapu di dalam masjid, maka
Rasulullah menanyakan tentangnya. Lalu para sahabat menjawab “Ya Rasulullah, dia sudah
meninggal tadi pagi dan kami sudah menguburkannya”, maka Rasullulah bertanya lagi ke
mereka “kenapa kalian tidak memberitahuku ?”, dan para sahabat menjawab “Engkau
sedang tertidur saat itu ya Rasulullah dan kami tidak enak membangunkanmu”. Setelah itu
Rasulullah meminta mereka untuk mengantarkannya ke pemakaman Ummu Mahjan
kemudian beliau menshalatinya dan diikuti oleh para sahabat di belakang Rasulullah SAW.
Setelah peristiwa itu para sahabat baru mengetahui bahwa kontribusi yang diberikan oleh Ibu
tua itu ternyata memiliki nilai di sisi Rasulullah saw.

Akhwatifillah Rahimakumullah
Dua kisah ini semoga bisa memberikan kita arti dari pentingnya niat dalam berkontirbusi
dalam dakwah ini sebagaiman pesan Rasulullah dalam hadist ke tujuh yang kita bahas, dalam
hadist yang lain Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya seseorang tampak benar-benar beramal dengan amalan penghuni surga
menurut pandangan manusia, padahal ia termasuk penghuni neraka. Dan sungguh seseorang
tampak beramal dengan amalan penghuni neraka menurut manusia, padahal dia termasuk
penghuni surga,".
Allah Ta'ala juga berfirman:
‫ وذلك دين القيمة‬،‫ ويؤتوا الزكاة‬،‫وما أمروا إال ليعبدوا هللا مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصالة‬
"Dan tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya sama menyembah Allah, dengan
tulus ikhlas menjalankan agama untuk-Nya semata-mata, berdiri lurus dan menegakkan
shalat serta menunaikan zakat dan yang sedemikian itulah agama yang benar." (Al-
Bayyinah:5)

Sumber :
1. Buku Dakwah itu Cinta (Nur Baehaqi Syamsu)
2. Riyadus Sholihin
3. Republika

Anda mungkin juga menyukai