Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HAKIKAT ALLAH (KETUHANAN), TANDA


KEKUASAAN ALLAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Pada Mata Kuliah Tafsir Di Semester VII C PAI

Oleh:
1. Binti Muzayadah
2. Umi Muslimatul W
3. Wafa’un Nabila
4. Wilanti Ahmad

Dosen Pengampu:
Abdul Munib, M.Pd.

PRODI S-1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL URWATUL WUTSQO - JOMBANG
TAHUN AKADEMIK
2023
2

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hakikat
Allah (Ketuhanan), Tanda Kekuasaan Allah”. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir.
Sholawat dan salam mudah-mudahan tetap tersanjungkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, shahabat, kerabat, tabi’ tabi’in hingga akhir kelak.
Semoga kita dapat mengikuti sunnah dan meneladani beliau dalam segala aktivitas
kehidupan. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didunia ini tidak ada yang sempurna begitu
juga dari penulisan makalah ini, yang tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah penulis di masa mendatang. Akhirnya
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Amiin Ya Robbal ‘Aalamiin.

Jombang, 24 September 2023

Penyusun

2
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Tafsir perkata........................................................................................
B. Asbabun nuzul......................................................................................
C. Tafsir menurut ahli tafsir.......................................................................
D. Isi kandungan ayat................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

3
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Terjemah Perkata Surat Al Ikhlas

B. Asbabun Nuzul Surat Al Ikhlas


Asbabun nuzul Surat al-Ikhlas untuk menegaskan akan keesaan Allah SWT saat
orang-orang kafir Quraisy mempertanyakan esensi Tuhan yang disembah Nabi
Muhammad SAW. Berawal ketika Nabi Muhammad hendak hijrah ke Madinah. Orang-
orang kafir Quraisy telah merencanakan akan membunuh beliau sebelum berangkat ke
Madinah. Dengan pertolongan Allah SWT, beliau berhasil lolos dari kepungan kafir
Quraisy dan berhasil keluar dari kota Mekah. Mengetahui Rasulullah berhasil kabur,
mereka menyusun rencana ulang untuk menangkap Rasulullah SAW. Pertemuan tersebut
berlangsung di Darun Nadwah. Keinginan mereka untuk menangkap hidup atau mati
Nabi Muhammad sangatlah besar.
Hal tersebut terbukti, siapapun yang berhasil menangkap beliau akan diberi
imbalan sebesar seratus unta, seratus budak perempuan Romawi, dan seratus Kuda Arab.
Kompetisi itu banyak menarik perhatian pemuda Quraisy. Mereka berlomba-lomba
memenangkan sayembara tersebut. Di antara orang yang mengikuti misi ini, ada yang
bernama Suroqoh. Dengan gigih akhirnya Suroqoh berhasil mengejar Rasulullah di
tengah perjalanan menuju Madinah. Ketika dirinya melihat Rasulullah dengan jelas,
dirinya langsung menghunuskan pedangnya ke arah nabi. Secara spontan, kuda yang
dinaiki Suroqoh terjelembab dan jatuh ke belakang. Lantas dirinya meminta tolong
kepada Rasulullah seraya memanggil-manggil, "Muhammad, tolonglah Aku.” Bahkan, ia
mengajak berdamai dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Namun, setelah Rasulullah SAW menolongnya, ia bergegas menghunuskan
pedangnya kembali. Namun ketika ujung pedangnya hendak mengenai Rasulullah, ia
tiba-tiba jatuh kembali ke lubang tersebut. Dirinya kemudian meminta pertolongan
kepada beliau lagi. Rasulullah pun menolongnya. Setelah ditolong, ia kembali
menghunuskan senjatanya dan berkata, "Hai Muhammad, terangkanlah kepadaku
tentang Tuhanmu. Bagaimana Dia mempunyai kekuatan seperti itu, apakah Tuhanmu
terbuat dari emas atau perak?” Mendapati pertanyaan Suroqoh tersebut, baginda Rasul

4
5

menundukkan kepalanya. Kemudian datanglah Malaikat Jibril dengan membawa wahyu


dari Allah SWT sebagai jawaban atas pertanyaannya Suroqoh tadi. Maka turunlah surat
Al Ikhlas sebagai respon atas apa yang ditanyakan Suroqoh.
Menurut sebagian ulama, asbabun nuzul Surah Al-Ikhlas berkaitan dengan adanya
beberapa orang munafik yang meragukan keesaan Allah SWT. Mereka menanyakan
tentang sifat-sifat Allah dan meminta penjelasan yang sangat rinci tentang hal itu. Oleh
karena itu, Allah SWT menurunkan Surah Al-Ikhlas untuk memberikan jawaban yang
sangat jelas tentang keesaan Allah SWT.
Menurut riwayat lain, asbabun nuzul Surah Al-Ikhlas terjadi saat Nabi
Muhammad SAW bersama para sahabatnya sedang berada di Masjidil Haram. Pada saat
itu, seorang pria dari suku Quraish datang dan bertanya kepada Nabi Muhammad SAW
tentang sifat-sifat Allah SWT. Ia meminta penjelasan yang sangat rinci tentang sifat-sifat
Allah SWT. Kemudian, Allah SWT menurunkan Surah Al-Ikhlas untuk memberikan
jawaban yang sangat jelas tentang keesaan-Nya.
Menurut riwayat yang lain, asbabun nuzul Surah Al-Ikhlas terjadi saat Nabi
Muhammad SAW bersama para sahabatnya sedang melakukan perjalanan menuju suatu
tempat. Pada saat itu, seorang pria dari suku Quraish datang dan bertanya kepada Nabi
Muhammad SAW tentang sifat-sifat Allah SWT. Ia meminta penjelasan yang sangat rinci
tentang sifat-sifat Allah SWT. Kemudian, Allah SWT menurunkan Surah Al-Ikhlas untuk
memberikan jawaban yang sangat jelas tentang keesaan-Nya.
Dari tiga riwayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa asbabun nuzul Surah Al-
Ikhlas terkait dengan keinginan beberapa orang untuk memahami sifat-sifat Allah SWT
secara lebih rinci dan terperinci. Dalam Surah Al-Ikhlas, Allah SWT memberikan
jawaban yang sangat jelas dan tegas tentang keesaan-Nya.
Surah Al-Ikhlas sendiri memiliki arti yang sangat dalam dan penting dalam ajaran
Islam. Surah ini merupakan pengakuan tegas tentang keesaan Allah SWT, yang
merupakan dasar dari seluruh ajaran Islam. Dalam surah ini, Allah SWT menggambarkan
diri-Nya sebagai satu-satunya Tuhan yang tidak memiliki sekutu atau rekan. Surah ini
juga mengajarkan tentang sifat-sifat Allah SWT yang sangat mulia dan agung. Dalam
shalat, Surah Al-Ikhlas dibaca sebagai bagian dari rakaat kedua dalam shalat wajib
maupun shalat sunnah. Surah Al-Ikhlas juga sering dibaca sebagai dzikir dan doa sehari-
hari karena mengandung pengakuan tentang keesaan Allah SWT.
Surah Al-Ikhlas juga memiliki keutamaan atau fadhilah yang sangat besar. Dalam
sebuah hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membaca

5
6

Surah Al-Ikhlas tiga kali, maka pahalanya sama dengan membaca seluruh Al-Quran."
Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan dari Surah Al-Ikhlas. Selain itu, Surah
Al-Ikhlas juga memiliki kekuatan spiritual yang dapat mempengaruhi kehidupan
seseorang. Surah ini mengajarkan tentang keesaan Allah SWT yang merupakan dasar
dari seluruh ajaran Islam. Dengan membaca dan memahami Surah Al-Ikhlas dengan
baik, seseorang dapat merenungkan dan memperkuat iman dan keyakinannya terhadap
Allah SWT.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, Surah Al-Ikhlas juga mengajarkan
tentang sifat-sifat Allah SWT yang sangat mulia dan agung. Sifat-sifat ini dapat menjadi
contoh bagi seseorang dalam menjalankan kehidupannya. Misalnya, sifat Rahman dan
Rahim yang mengajarkan tentang kasih sayang dan kelembutan Allah SWT kepada
hamba-Nya, serta sifat Maha Mulia dan Maha Kuasa yang mengajarkan tentang
kebesaran Allah SWT yang harus dihormati dan dihargai oleh manusia. Diriwayatkan
oleh Abdullah bin Mas’ud bahwa ada sekelompok Bani Quraisy yang meminta
Rasulullah SAW untuk menjelaskan leluhur Allah SWT. Ada pula yang meriwayatkan
dari Ubay bin Ka'ab dan Jarir bin Abdillah menyebutkan bahwa kaum Musyrikin berkata
kepada Rasulullah SAW, "Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu." Maka, kemudian
turunlah surat ini untuk menjelaskan permintaan itu.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan jika surat ini
memiliki banyak nama di antaranya surat At-Tafrid, At-Tajrid, At-Tauhid, An-Najah, dan
Al-Wilaayah, Al-Ma’rifah dan Al-Asas.

C. Munasabah Antar Ayat


D. Tafsir Menurut Ahli
1. Tafsir Jalalain
Surah ini adalah surah Makkiyah (turun sebelum hijrah) atau bisa juga surah
Madaniyah (turun bakda hijrah), terdiri dari empat ayat. Imam Jalaluddin Al-Mahalli
rahimahullah berkata,

‫ُس ِئَل الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ْن َر ِّبِه َفَنَز َل‬:

{ ‫ َفاُهلل َخ َبُر «ُهَو » َو «َأَح ٌد » َبَدٌل ِم ْنُه َأْو َخ َبٌر َثاٍن } ُقْل ُهَو هللا َأَح ٌد‬.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang Rabbnya, lantas


turunlah firman Allah: (Katakanlah, “Dialah yang Maha Esa”), lafaz jalalah “Allah”

6
7

adalah khabar dari lafaz “huwa”, sedangkan lafaz “ahadun” adalah badal dari lafaz
jalalah “Allah”, atau khabar kedua dari lafaz “huwa”.

{ ‫ َأْي الَم ْقُصْو ُد ِفي الَح َو اِئِج َع َلى الَّد َو اِم } ُهللا الَّص َم ُد‬: ‫ ُم ْبَتَد ٌأ َو َخ َبٌر‬.

(Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu), lafaz ayat ini
terdiri dari mubtada dan khabar (lafaz jalalah “Allah” adalah mubtada dan “Ash-
Shamad” adalah khabar). Kalimat tersebut berarti Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu untuk selama-selamanya.

{ ‫ { َو َلْم ُيوَلْد } ِال ْنِتَفاِء الُح ُد ْو ِث َع ْنُه } َلْم َيِلْد‬. ‫ ِال ْنِتَفاِء ُمَج اِنَسِتِه‬.

(Dia tiada beranak), karena tiada yang menyamai Allah atau sejenis dengan
Allah, (dan tidak pula diperanakkan) karena mustahil hal ini terjadi bagi-Nya.

{ ‫ } َو َلْم َيُك ْن َّلُه ُكُفوًا َأَح ٌد‬، ‫َأْي ُم َك اِفئًا وُم َم اِثًال َو «َلُه» ُم َتَع ِّلٌق ِب «ُكَفوًا» َو ُقِّدم َع َلْي ِه َأِلَّن ُه َم َح ُّط الَقْص ِد ِب الَّنْفِي‬
‫ َو ُأِّخ َر «َأَح ٌد » َو ُهَو ِاْس ُم «َيُك ْن » َع ْن َخ َبِرَها ِرَعاَيًة ِللَفاِص َلِة‬.

(Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Allah), atau yang semisal dengan-
Nya. Lafaz “lahu” berkaitan (muta’alliq) kepada lafaz “kufuwan”. Lafaz “lahu” ini
didahulukan karena dialah yang menjadi subjek penafian. Kemudian lafaz “ahadun”
diakhirkan letaknya padahal ia sebagai isim dari lafaz “yakun”, sedangkan khabar
yang seharusnya berada di akhir mendahuluinya. Demikian itu karena menjaga
fasilah atau kesamaan bunyi pada akhir ayat.
Catatan Dari Tafsir Jalalain

a. Surah Al-Ikhlas khusus membicarakan tentang Allah. Itulah alasannya kenapa


surah Al-Ikhlas disebut sepertiga Al-Qur’an (tsulutsul Quran) karena dalam Al-
Qur’an dibicarakan khusus tentang Allah. Padahal Al-Qur’an kandungannya
adalah hukum, berita (cerita), dan tauhid.
b. Bahasan yang ada dari tafsir surah Al-Ikhlas dari Tafsir Jalalain adalah penafsiran
dari sisi bahasa, lebih khusus dari sisi ilmu nahwu.
c. Allah itu Ahad (Maha Esa).
d. Allah itu Ash-Shamad, artinya Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
untuk selama-selamanya.

7
8

e. Allah tidak beranak dan juga tidak diperanakkan karena memang tidak ada yang
sejenis dengan Allah dan sifat itu mustahil bagi Allah.
f. Tidak ada yang sekufu (setara) atau semisal dengan Allah.
g. Ayat Al-Qur’an punya kekhasan dengan diakhiri huruf yang sama, seperti dalam
surah Al-Ikhlas dengan huruf “dal”.

2. Tafsir menurut Prof Dr Muhammad Quraish Shihab

Berdasarkan sebab turunnya surat ini, wahyu-wahyu yang diturunkan sebelum


surat Al-Ikhlas ini (kurang lebih 10 wahyu), redaksinya selalu menyebut “Rabbika”
(Tuhanmu). Misalnya dalam surat Al ‘Alaq; ‫اْقَر ْأ ِباْس ِم َر ِّبَك اَّل ِذ ي َخ َل َق‬. Tidak menyebut
Allah SWT. Sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan dari kaum kafir kepada Nabi
Muhammad Saw, yang mempertanyakan Tuhan umat muslim itu bagaimana? Apakah
dari emas, perak, atau seperti apa? Maka dari itu turunlah surat Al-Ikhlas ini yang
menjawab sekaligus menjelaskan tentang Tuhan yang disembah oleh Nabi
Muhammad Saw serta diajarkan oleh Agama Islam ini dengan menyebutkan nama
(asma) Allah SWT.
Kata ‫ َأَح ٌد‬mengapa dipilih? Bukan “satu”. Hal ini karena jika menggunakan kata
“satu” maka akan kemungkinan terbayang Tuhan itu bisa “dua”, “tiga” dan
seterusnya. Akan tetapi jika menggunakan Ahad atau Esa, maka tidak akan terbayang
bilangan dua, tiga, dan selanjutnya tersebut. Bahkan tidak terbayang Dia (Tuhan)
tidak ada.
Dalam konteks bahasa Indonesia, kita bisa contohkan dalam kalimat, “Tidak
seorangpun yang datang” itu artinya tidak ada yang datang. Contoh lain “Hanya
seorang yang datang” artinya satu orang yang datang. Contoh lain “satu orang datang”
artinya bisa ada dua, tiga, dan seterusnya.
Esa dalam Zat-Nya, artinya Dia (Tuhan) tidak terdiri dari unsur-unsur. Misalnya
saat kita berkata “Jam tangan ini satu”apakah ada unsurnya? Jawabannya ada jarum,
baterai, mesin dan aksesoris yang ada pada jam tersebut merupakan unsur-unsur jam.
Sedangkan maksud Esa dalam Zat-Nya itu tidak terdiri dari unsur-unsur itu.
Esa dalam sifat-Nya, dalam hal ini memang ada sifat-sifat yang sama yang kita
beri nama sama dengan yang ada pada sifat-sifat manusia. Misalnya sifat Kasih, tapi
Kasih-Nya berbeda dengan kasih makhluk. Dia Kuasa, tetapi kuasanya beda dengan
kuasa makhluk.

8
9

Esa dalam perbuatan-Nya, tidak ada sesuatu yang terjadi ini kecuali atas izin-
Nya, dan atas kekuatan yang dianugerahkan Allah SWT bagi perantara yang
menciptakannya. Itu makna dari 3 macam keesaan Tuhan.

‫ُهَّللا الَّص َم ُد‬

Ayat; 2. Allah SWT Tumpuan Harapan

Makna Shomad punya dua makna yang populer; Pertama yang berarti
tumpuan harapan, Kedua berarti sesuatu yang sangat padat (tanpa pori-pori).

Menurut para pakar, tidak mungkin dalam perjalanan hidup manusia ini, seseorang
tidak pernah berdoa. Karena tidak semua keinginannya bisa terpenuhi. Padahal dia
butuh. Boleh jadi dia pergi pada si A, tapi tidak mampu, Si B tidak mampu, Si C tidak
mampu. Lalu kemana dia pada akhir-nya? ke Allah SWT. Dalam makna inilah Dia
adalah tumpuan harapan.

Kata Shomad juga diartikan tidak berpori-pori. Kalau begitu, apakah dia makan?
tentu tidak ada yang bisa masuk. Dia berkeringat? Dia beranak? Jawaban dari semua
pertanyaan ini adalah tidak. Ini bila kita artikan Shomad tidak berpori-pori lebih jauh
lagi.

‫َلْم َيِلْد َو َلْم ُيوَلْد‬

Ayat; 3. Tidak beranak dan tidak diperanakkkan

Makna ini sudah jelas dan masih terkait dengan ayat yang kedua tentang kata
Shomad tidak berpori-pori, jika kita artikan lebih luas, maka termasuk juga Dia tidak
beranak dan tidak diperanakkan.

‫َو َلْم َيُك ْن َلُه ُكُفًو ا َأَح ٌد‬

Ayat; 4. Tidak ada sesuatu pun yang setara (dan yang serupa) dengan-Nya

‫ ُكُف ًو ا‬artinya yang serupa dengan-Nya. Ada ayat lain yang lebih jelas tentang ini
yakni ‫ َلْيَس َك ِم ْثِلِه َش ْي ٌء‬yang kalau kita terjemahkan secara harfiah maka artinya “Tidak ada
sesuatupun yang seperti-seperti-Nya.” Jangankan seperti-Nya, seperti-seperti-Nya saja

9
10

tidak ada. Sehingga semua yang terbetik dalam benak walau dalam bentuk imajinasi
tentang Tuhan, maka Tuhan berbeda dengan itu. Karena itu jangan bahas tentang Tuhan.

Salah satu kata ‫ ُهَّللا‬terambil dari kata Aliha yang berarti membingungkan. Semakin
kita bahas tentang Tuhan, semakin membingungkan. Atau mengagumkan. Kenapa?
Karena semua ciptaan-Nya mengagumkan. Sayang kekaguman kita itu tereduksi karena
sering kita lihat. Misalnya kita lihat ada sesuatu yang jatuh dari atas ke bawah, kita tidak
kagum. Tapi kalau dari bawah ke atas kita kagum. Sebenarnya dua peristiwa itu sama-
sama mengagumkan. Hanya saja ini tereduksi. Karena kita sering saksikan sehingga
menurut kita itu sudah biasa.

Surat ini banyak namanya, namun yang paling populer Al-Ikhlas. Surat ini
mengeluarkan segala sesuatu selain dari Allah SWT. Dia Ahad, Dia Tumpuan semua
harapan, Tidak ada yang seperti-seperti-Nya. Karena surat ini menyingkirkan segala
sesuatu selain substansi Tuhan, maka dia dinamakan surat Al-Ikhlas.

3. Tafsir Menurut Ibnu Katsir

Ikrimah mengatakan:’ketika orang-orang Yahudi mengatakan:’Kami menyembah Uzair


putra Allah,’ dan orang-orang Nasrani mengatakan:’Kami menyembah Al-Masih Putra
Allah.’sedangkan orang-orang Majusi mengatakan:’Kami menyembah matahari dan
bulan.’ Adapun orang-orang musyrik mengatakan:’Kami menyembah berhala,’ maka
Allah menurunkan kepada Rosul-Nya Al-Ikhlas ayat 1,’Katakanlah:Dia Allah, Yang
Maha Esa.’ Yakni, Dia Yang Tunggal dan satu-satunya, yang tiada tandingnya, tanpa
pembantu, juga tanpa sekutu, serta tidak ada yang menyerupai dan manandingi-Nya. Dan
kalimat itu tidak bisa dipergunkan pada seseorang pun dalam memberikan penetapan
kecuali hanya Allah, karena Dia yang sempurna dalam semua sifat dan perbuatan-Nya.

Dan firman Allah, Al-Ikhlas ayat 2, “Allah adalah Illah yang bergantung kepada-Nya
segala urusan.” ‘Ikrimah mengatakan dari Ibnu Abbas: “Yakni Rabb yang bergantung
kepada-Nya semua makhluk dalam memenuhi segala kebutuhan dan permintaan
mereka.” Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Dia adalah Rabb Yang
benar-benar sempurna dalam kewibawaan-Nya dan Maha Mulia yang benar-benar
sempurna dalam kewibawaan-Nya, Maha Agung yang benar-benar sempurna dalam
keagungan-Nya, Maha Penyantun yang benar-benar sempurna dalam kesantunan-Nya,

10
11

Maha Mengetahui yang benar-benar sempurna dalam keilmuan-Nya, Maha Bijaksana


yang benar-benar sempurna dalam kebijaksanaan-Nya. Dan Dia adalah Rabb yang telah
sempurna dalam semua macam kemuliaan dan kewibawaan-Nya. Dia adalah Allah yang
Maha Suci. Semuanya itu merupakan sifat-Nya yang tidak pantas disandang kecuali
hanya oleh-Nya, tidak ada yang menandingi-Nya, serta tidak ada seseuatupun yang
setara dengan-Nya. Maha Suci Allah, Yang Maha Tunggal lagi Maha Perkasa.

E. Isi kandungan Ayat


1. Surat Al Ikhlas menegaskan keesaan Allah dan sifat-Nya yang Ahad. Tidak ada
sesuatu selain Allah dan tidak ada sesuatu yang sama dengan Allah. Tidak ada
hakikat kecuali hakikat Allah, dan tidak ada wujud yang hakiki kecuali wujud Allah.
2. Tidak ada yang sebanding maupun setara dengan Allah, baik dalam hakikat wujud
maupun sifat.

3. Semua makhluk bergantung dan membutuhkan Allah. Allah adalah satu-satunya


yang dituju untuk memenuhi semua hajat makhluk.

4. Allah tidak beranak, tidak diperanakkan, dan juga tidak mempunyai istri.

5. Berisi pokok-pokok tauhid serta pondasi keimanan.

Menurut Tafsir lain,

1. Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa Tafsir ayat pertama
menjelaskan tentang Keesaan Allah SWT yang terdapat dalam kata Ahad atau Satu. Di
mana, menurut Sayyid Qutb bunyi ayat pertama surah Al Ikhlas juga bermakna serupa
dengan Wahid. Artinya bahwa Allah tidak dapat dipersekutukan dengan apapun.

2. Allah tempat meminta segala sesuatu Tafsir ayat kedua surah Al Ikhlas menjelaskan
bahwa setiap makhluk menggantungkan diri kepada Allah SWT. Sebab Allah adalah
Tuhan yang Maha Sempurna, Maha Mulia, Maha Besar, dan Maha Hidup. Selain itu
menurut Tafsir Al Misbah bacaan Ash Shamad dalam ayat kedua surah Al Ikhlas
mengandung tafsir yang memiliki arti yang dituju. Artinya bahwa Allah SWT adalah
satu-satunya Tuhan yang dituju oleh semua makhluk untuk mengabulkan segala doa.

11
12

3. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tafsir ayat ketiga surah Al Ikhlas
menurut Ibnu Katsir bahwa Allah tidak beranak, tidak diperanakkan, serta tidak memiliki
istri. Sementara Sayyud Qutb juga menjelaskan bahwa ayat ketiga surah Al Ikhlas
mengandung makna bahwa Allah itu tetap, abadi, dan azali. Dengan kata lain sifat Allah
itu mutlak dan tidak ada yang mustahil bagi Allah.

4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia Tafsir ayat keempat surah Al Ikhlas
berikutnya adalah bahwa tidak ada apapun yang dapat menandingi kekuasaan Allah
SWT. Sebab tidak ada yang setara dengan Allah SWT.

F. Tafsir Menurut Ahli Tafsir

12
13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

13
14

DAFTAR PUSTAKA

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6629625/surat-al-ikhlas-ayat-1-4-jelaskan-
tentang-pengesaan-allah-swt.
https://rumaysho.com/24950-tafsir-surat-al-ikhlas-dari-tafsir-jalalain.html

Tafsir Al-Misbah Surat Al-Falaq Ayat 1-5, Karya Prof. Dr. Quraish Shihab

14

Anda mungkin juga menyukai