Oleh:
1. Binti Muzayadah
2. Umi Muslimatul W
3. Wafa’un Nabila
4. Wilanti Ahmad
Dosen Pengampu:
Abdul Munib, M.Pd.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hakikat
Allah (Ketuhanan), Tanda Kekuasaan Allah”. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir.
Sholawat dan salam mudah-mudahan tetap tersanjungkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, shahabat, kerabat, tabi’ tabi’in hingga akhir kelak.
Semoga kita dapat mengikuti sunnah dan meneladani beliau dalam segala aktivitas
kehidupan. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didunia ini tidak ada yang sempurna begitu
juga dari penulisan makalah ini, yang tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah penulis di masa mendatang. Akhirnya
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
Penyusun
2
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Tafsir perkata........................................................................................
B. Asbabun nuzul......................................................................................
C. Tafsir menurut ahli tafsir.......................................................................
D. Isi kandungan ayat................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
3
4
BAB II
PEMBAHASAN
4
5
5
6
Surah Al-Ikhlas tiga kali, maka pahalanya sama dengan membaca seluruh Al-Quran."
Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan dari Surah Al-Ikhlas. Selain itu, Surah
Al-Ikhlas juga memiliki kekuatan spiritual yang dapat mempengaruhi kehidupan
seseorang. Surah ini mengajarkan tentang keesaan Allah SWT yang merupakan dasar
dari seluruh ajaran Islam. Dengan membaca dan memahami Surah Al-Ikhlas dengan
baik, seseorang dapat merenungkan dan memperkuat iman dan keyakinannya terhadap
Allah SWT.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, Surah Al-Ikhlas juga mengajarkan
tentang sifat-sifat Allah SWT yang sangat mulia dan agung. Sifat-sifat ini dapat menjadi
contoh bagi seseorang dalam menjalankan kehidupannya. Misalnya, sifat Rahman dan
Rahim yang mengajarkan tentang kasih sayang dan kelembutan Allah SWT kepada
hamba-Nya, serta sifat Maha Mulia dan Maha Kuasa yang mengajarkan tentang
kebesaran Allah SWT yang harus dihormati dan dihargai oleh manusia. Diriwayatkan
oleh Abdullah bin Mas’ud bahwa ada sekelompok Bani Quraisy yang meminta
Rasulullah SAW untuk menjelaskan leluhur Allah SWT. Ada pula yang meriwayatkan
dari Ubay bin Ka'ab dan Jarir bin Abdillah menyebutkan bahwa kaum Musyrikin berkata
kepada Rasulullah SAW, "Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu." Maka, kemudian
turunlah surat ini untuk menjelaskan permintaan itu.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan jika surat ini
memiliki banyak nama di antaranya surat At-Tafrid, At-Tajrid, At-Tauhid, An-Najah, dan
Al-Wilaayah, Al-Ma’rifah dan Al-Asas.
ُس ِئَل الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ْن َر ِّبِه َفَنَز َل:
{ َفاُهلل َخ َبُر «ُهَو » َو «َأَح ٌد » َبَدٌل ِم ْنُه َأْو َخ َبٌر َثاٍن } ُقْل ُهَو هللا َأَح ٌد.
6
7
adalah khabar dari lafaz “huwa”, sedangkan lafaz “ahadun” adalah badal dari lafaz
jalalah “Allah”, atau khabar kedua dari lafaz “huwa”.
{ َأْي الَم ْقُصْو ُد ِفي الَح َو اِئِج َع َلى الَّد َو اِم } ُهللا الَّص َم ُد: ُم ْبَتَد ٌأ َو َخ َبٌر.
(Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu), lafaz ayat ini
terdiri dari mubtada dan khabar (lafaz jalalah “Allah” adalah mubtada dan “Ash-
Shamad” adalah khabar). Kalimat tersebut berarti Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu untuk selama-selamanya.
{ { َو َلْم ُيوَلْد } ِال ْنِتَفاِء الُح ُد ْو ِث َع ْنُه } َلْم َيِلْد. ِال ْنِتَفاِء ُمَج اِنَسِتِه.
(Dia tiada beranak), karena tiada yang menyamai Allah atau sejenis dengan
Allah, (dan tidak pula diperanakkan) karena mustahil hal ini terjadi bagi-Nya.
{ } َو َلْم َيُك ْن َّلُه ُكُفوًا َأَح ٌد، َأْي ُم َك اِفئًا وُم َم اِثًال َو «َلُه» ُم َتَع ِّلٌق ِب «ُكَفوًا» َو ُقِّدم َع َلْي ِه َأِلَّن ُه َم َح ُّط الَقْص ِد ِب الَّنْفِي
َو ُأِّخ َر «َأَح ٌد » َو ُهَو ِاْس ُم «َيُك ْن » َع ْن َخ َبِرَها ِرَعاَيًة ِللَفاِص َلِة.
(Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Allah), atau yang semisal dengan-
Nya. Lafaz “lahu” berkaitan (muta’alliq) kepada lafaz “kufuwan”. Lafaz “lahu” ini
didahulukan karena dialah yang menjadi subjek penafian. Kemudian lafaz “ahadun”
diakhirkan letaknya padahal ia sebagai isim dari lafaz “yakun”, sedangkan khabar
yang seharusnya berada di akhir mendahuluinya. Demikian itu karena menjaga
fasilah atau kesamaan bunyi pada akhir ayat.
Catatan Dari Tafsir Jalalain
7
8
e. Allah tidak beranak dan juga tidak diperanakkan karena memang tidak ada yang
sejenis dengan Allah dan sifat itu mustahil bagi Allah.
f. Tidak ada yang sekufu (setara) atau semisal dengan Allah.
g. Ayat Al-Qur’an punya kekhasan dengan diakhiri huruf yang sama, seperti dalam
surah Al-Ikhlas dengan huruf “dal”.
8
9
Esa dalam perbuatan-Nya, tidak ada sesuatu yang terjadi ini kecuali atas izin-
Nya, dan atas kekuatan yang dianugerahkan Allah SWT bagi perantara yang
menciptakannya. Itu makna dari 3 macam keesaan Tuhan.
Makna Shomad punya dua makna yang populer; Pertama yang berarti
tumpuan harapan, Kedua berarti sesuatu yang sangat padat (tanpa pori-pori).
Menurut para pakar, tidak mungkin dalam perjalanan hidup manusia ini, seseorang
tidak pernah berdoa. Karena tidak semua keinginannya bisa terpenuhi. Padahal dia
butuh. Boleh jadi dia pergi pada si A, tapi tidak mampu, Si B tidak mampu, Si C tidak
mampu. Lalu kemana dia pada akhir-nya? ke Allah SWT. Dalam makna inilah Dia
adalah tumpuan harapan.
Kata Shomad juga diartikan tidak berpori-pori. Kalau begitu, apakah dia makan?
tentu tidak ada yang bisa masuk. Dia berkeringat? Dia beranak? Jawaban dari semua
pertanyaan ini adalah tidak. Ini bila kita artikan Shomad tidak berpori-pori lebih jauh
lagi.
Makna ini sudah jelas dan masih terkait dengan ayat yang kedua tentang kata
Shomad tidak berpori-pori, jika kita artikan lebih luas, maka termasuk juga Dia tidak
beranak dan tidak diperanakkan.
Ayat; 4. Tidak ada sesuatu pun yang setara (dan yang serupa) dengan-Nya
ُكُف ًو اartinya yang serupa dengan-Nya. Ada ayat lain yang lebih jelas tentang ini
yakni َلْيَس َك ِم ْثِلِه َش ْي ٌءyang kalau kita terjemahkan secara harfiah maka artinya “Tidak ada
sesuatupun yang seperti-seperti-Nya.” Jangankan seperti-Nya, seperti-seperti-Nya saja
9
10
tidak ada. Sehingga semua yang terbetik dalam benak walau dalam bentuk imajinasi
tentang Tuhan, maka Tuhan berbeda dengan itu. Karena itu jangan bahas tentang Tuhan.
Salah satu kata ُهَّللاterambil dari kata Aliha yang berarti membingungkan. Semakin
kita bahas tentang Tuhan, semakin membingungkan. Atau mengagumkan. Kenapa?
Karena semua ciptaan-Nya mengagumkan. Sayang kekaguman kita itu tereduksi karena
sering kita lihat. Misalnya kita lihat ada sesuatu yang jatuh dari atas ke bawah, kita tidak
kagum. Tapi kalau dari bawah ke atas kita kagum. Sebenarnya dua peristiwa itu sama-
sama mengagumkan. Hanya saja ini tereduksi. Karena kita sering saksikan sehingga
menurut kita itu sudah biasa.
Surat ini banyak namanya, namun yang paling populer Al-Ikhlas. Surat ini
mengeluarkan segala sesuatu selain dari Allah SWT. Dia Ahad, Dia Tumpuan semua
harapan, Tidak ada yang seperti-seperti-Nya. Karena surat ini menyingkirkan segala
sesuatu selain substansi Tuhan, maka dia dinamakan surat Al-Ikhlas.
Dan firman Allah, Al-Ikhlas ayat 2, “Allah adalah Illah yang bergantung kepada-Nya
segala urusan.” ‘Ikrimah mengatakan dari Ibnu Abbas: “Yakni Rabb yang bergantung
kepada-Nya semua makhluk dalam memenuhi segala kebutuhan dan permintaan
mereka.” Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Dia adalah Rabb Yang
benar-benar sempurna dalam kewibawaan-Nya dan Maha Mulia yang benar-benar
sempurna dalam kewibawaan-Nya, Maha Agung yang benar-benar sempurna dalam
keagungan-Nya, Maha Penyantun yang benar-benar sempurna dalam kesantunan-Nya,
10
11
4. Allah tidak beranak, tidak diperanakkan, dan juga tidak mempunyai istri.
1. Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa Tafsir ayat pertama
menjelaskan tentang Keesaan Allah SWT yang terdapat dalam kata Ahad atau Satu. Di
mana, menurut Sayyid Qutb bunyi ayat pertama surah Al Ikhlas juga bermakna serupa
dengan Wahid. Artinya bahwa Allah tidak dapat dipersekutukan dengan apapun.
2. Allah tempat meminta segala sesuatu Tafsir ayat kedua surah Al Ikhlas menjelaskan
bahwa setiap makhluk menggantungkan diri kepada Allah SWT. Sebab Allah adalah
Tuhan yang Maha Sempurna, Maha Mulia, Maha Besar, dan Maha Hidup. Selain itu
menurut Tafsir Al Misbah bacaan Ash Shamad dalam ayat kedua surah Al Ikhlas
mengandung tafsir yang memiliki arti yang dituju. Artinya bahwa Allah SWT adalah
satu-satunya Tuhan yang dituju oleh semua makhluk untuk mengabulkan segala doa.
11
12
3. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tafsir ayat ketiga surah Al Ikhlas
menurut Ibnu Katsir bahwa Allah tidak beranak, tidak diperanakkan, serta tidak memiliki
istri. Sementara Sayyud Qutb juga menjelaskan bahwa ayat ketiga surah Al Ikhlas
mengandung makna bahwa Allah itu tetap, abadi, dan azali. Dengan kata lain sifat Allah
itu mutlak dan tidak ada yang mustahil bagi Allah.
4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia Tafsir ayat keempat surah Al Ikhlas
berikutnya adalah bahwa tidak ada apapun yang dapat menandingi kekuasaan Allah
SWT. Sebab tidak ada yang setara dengan Allah SWT.
12
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
14
DAFTAR PUSTAKA
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6629625/surat-al-ikhlas-ayat-1-4-jelaskan-
tentang-pengesaan-allah-swt.
https://rumaysho.com/24950-tafsir-surat-al-ikhlas-dari-tafsir-jalalain.html
Tafsir Al-Misbah Surat Al-Falaq Ayat 1-5, Karya Prof. Dr. Quraish Shihab
14