Anda di halaman 1dari 5

Karakteristik Geotermal

Energi panas bumi dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan energi berupa minyak yang sudah ada
pada awal abad 19. Pemanfaatan berupa energy panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan
fluida yang terkandung didalamnya, energi yang dihasilkan berupa listrik. Potensi panas bumi mempunyai
beberapa karakteristik. Pada umumnya potensi panas bumi terdapat pada daerah vulkanik, merupakan interaksi
tumbukan lempeng yang menghasilkan zona subduksi dan menyebabkan proses magmatisasi. Karena perbedaan
kedalaman jenis magma berbeda. Magma akan bersifat lebih basa dan cair dengan kandungan gas magmatik lebih
tinggi jika berada pada kedalaman lebih besar. Contohnya pada pulau jawa mempunyai reservoir panas bumi lebih
dalam dan menempati batuan vulkanik.
Data berupa informasi yang didapatkan melalui studi yang dilakukan Universitu of Utah, diketahui bahwa
daerah yang dilalui oleh jalur gunung api memiliki potensi panas bumi yang tinggi. Gambar dibawah merupakan
contoh negara Indonesia yang dilalui jalur gunung api (garis merah). Salah satu potensi panas bumi di Indonesia
yang terkenal adalah Panas Bumi daerah Gunung Api Arjuno – Welirang, merupakan sistem panas bumi yang
berasosiasi dengan pegunungan vulkanik.
Keberadaan sistem panas bumi umumnya berkaitan erat
dengan kegiatan vulkanisme dan magmatisme, dimana sistem panas
bumi biasanya berada daerah busur vulkanik (volcanic arc) dari
sistem tektonik lempeng. Berdasarkan data Peta Geologi daerah
Panas Bumi Arjuno-Welirang diatas, diketahui bahwa terdapat suatu
struktur geologi yang cukup kompleks. Terdapat dua buah sesar
major (garis AB dan CD) yang mengindikasikan hasil dari sistem
tektonik lempeng dan telah menyebabkan terdapatnya heat source
pada daerah tersebut yang akhirnya menjadi sebuah sistem panas
bumi. Gambar disamping Data Peta Geologi daerah Panas Bumi
Arjuno-Welirang yang terbentuk didaerah vulkanik
Berdasarkan data-data diatas, sistem Panas bumi biasanya
terdapat didaerah yang berasosiasi dengan gunung api atau disebut
daerah vulkanik, terutama di Indonesia yang dilalui oleh jalur
gunung api (ring of fire).
Pada kegiatan penyelidikan panas bumi terdapat studi literatur dan peninjauan lapangan (geologi,
geokimia). Dari penyelidikan ini akan diperoleh peta geologi tinjau dan sebaran manifestasi (seperti : air panas,
steaming ground, tanah panas, fumarol, solfatar), suhu fluida permukaan dan bawah permukaan serta parameter
panas bumi lainnya yang berguna untuk panduan penyelidikan selanjutnya. Adanya suatu sistim hidrothermal di
bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya manifestasi panasbumi di permukaan (geothermal surface
manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panasbumi
lainnya, dimana beberapa diantaranya, yaitu mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panasbumi di permukaan diperkirakan terjadi
karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahan‐ rekahan yang memungkinkan
fluida panasbumi (uap dan air panas) mengalir ke permukaan.
Manifestasi panas bumi yang berjumlah tidak kurang dari 244 lokasi tersebar di P. Sumatera, Jawa, Bali,
Kalimantan, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, P. Sulawesi, Halmahera dan Irian Jaya, menunjukkan betapa
besarnya kekayaan energi panas bumi yang tersimpan di dalamnya.
Mata air panas : Tempat keluarnya air tanah yang bersuhu lebih tinggi dari pada suhu udara sekitarnya,
yang keluar secara alami di permukaan.
Fumarol : Hembusan uap air (H2O) melalui lubang atau celah, umumnya di daerah vulkanik.
Lumpur panas : Jenis manifestasi panas bumi yang berupa kubangan lumpur dengan suhu lebih besar dari
suhu air setempat di permukaan
Solfatar : Hembusan gas gunung api terutama mengandung gas H2S dan endapan belerang.
Energi panas bumi adalah sumber energi yang berkelanjutan (suistainable energy), yaitu dapat selalu
tersedia dan diperbaharui dengan catatan managemen lapangannya benar. Perkembangan pengusahaan energi panas
bumi di Indonesia relatif lambat, karena Indonesia memiliki banyak sumber energi lain yang dapat dimanfaatkan
untuk pembangkit listrik, yaitu air, minyak, gas, batu bara. Selain itu juga harga listrik yang dihasilkan dari uap
panas bumi dinilai lebih mahal, tertama jika dibandingkan dengan harga listrik dari batu bara Air disuntikan
kedalam perut bumi dimana terdapat sumber panas alami melalui injektor.
Suistainable energy dapat digambarkan contohnya adalah Sistem pembangkitan PLTP Kamojang,
memanfaatkan tenaga panas bumi yang berupa uap. Lapangan panasbumi Kamojang merupakan sistem dominasi
uap yang cenderung kehabisan air, oleh karena itu perlu dilakukan reinjeksi berdasarkan kondisi reservoir. Pada
masa produksi terjadi perubahan tekanan, temperatur dan fasa fluida panasbumi. Air akan mengalami pemanasan
dan menjadi uap bertekanan dan keluar melalui sumur produksi. Uap yang keluar masih mengandung air sehingga
harus dilakukan pemisahan antara uap dan air pada separator. Dari sini uap kering akan menuju turbin dan
selanjutnya menjalankan generator untuk digunakan sebagai pembangkit listrik, sedangkan airnya akan menuju
kembali kedalam injektor. Setelah uap menggerakan turbin maka akan menuju kondensor untuk dijadikan air
kembali. Air dari kondensor akan didinginkan pada tangki pendingin melalui sistim pendinginan udara untuk
selanjutnya air dapat di injeksikan kembali pada sumur injeksi. Maka dari itu dikatanakn renewable, karena air
yang diinjeksikan akan terus menerus berkelanjutan pada system. Demikian proses kerja dari pembangkit tenaga
panas bumi, diharapkan dalam waktu kedepan pemanfaatan geothermal atau panas bumi sebagai pembangkit listrik
dapat diperluas sehingga negeri ini dapat memberikan warisan pada generasi selanjutnya
Energy panas bumi merupakan energy yang bersifat bersih dan ramah lingkungan. Hal ini disebabkan karena fluida
panas bumi yang dimanfaatkan sebagai pembangkit energy dalam bentuk energy panasnya setelah dikonversi
menjadi energy listrik, fluida dikembalikan ke bawah permukaan melalui sumur injeksi. Selain itu karena energy
utama berasal dari fluida berupa steam atau uap air, maka emisi hasil proses konversi energy hampir tidak ada.
Unsur-unsur yang berasosiasi dengan energy panas tidak membawa dampak lingkungan atau berada pada batas
ketentuan yang berlaku. Limbah yang dihasilkan dari pemanfaatan energy panas bumi hanya berupa air sehingga
tidak mengotori udara dan merusak atmosfer. Kebersihan lingkungan sekitar pembangkit pun masih terjaga karena
pengoperasiannya tidak memerlukan bahan bakar, tidak seperti pembangkit listrik tenaga lain yang memiliki gas
buangan yang berbahaya akibat pembakaran. Bila dilihat dari data Emisi Gas CO2 pada Sumber Energi Primer di
US dari Fridleifsson (2008) yang tertera pada buku Geothermal Handbook keluaran ESMAP, emisi gas CO 2 dari
pembangkit panas bumi tentunya tidak 0%, namun jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan pembangkit listrik
atau energy lainnya yang menggunakan bahan bakar fosil. Data dari 85 pembangkit dari 11 negara di dunia, United
States sebagai penghasil terbesar geothermal, dilaporkan menghasilkan emisi gas CO 2 sebesar 91 g/kWh.
Untuk ke depannya, dengan memanfaatkan energy panas bumi, Indonesia memiliki kans yang sangat besar
untuk menjalankan Clean Development Mechanism (CDM) produk dari Kyoto Protokol. Negara berkembang yang
terlibat langsung dalam program CDM ini akan mendapatkan investasi baru untuk melakukan kegiatan yang dapat
menurunkan emisi Gas Rumah Kaca dan juga mendukung pembangunan berkelanjutan di negaranya. Dengan
menjadikan energy panas bumi sebagai energy terbarukan utama, tentunya akan banyak dampak positif yang akan
mengikuti untuk Indonesia ke masa depannya.
Potensi panas bumi yang terduga maupun terbukti pada umumnya berada pada wilayah pegunungan
sepanjang busur api yang memiliki potensi hydrothermal. Pembangunan PLTP membutuhkan modal awal dan
lahan yang lebih kecil dibandingkan pembangkit listrik tenaga angin dan surya, walau lebih besar dibandingkan
pembangkit listrik energi fosil dan tenaga hidro. Luas lahan PLTP yang diperlukan adalah kurang dari sepertiga
luas lahan yang dibutuhkan pembangkit listrik tenaga angin dan tenaga surya. Lokasi panas bumi yang berada
pada daerah pegunungan yang minim infrastruktur menyulitkan proses pembangunan fasilitas produksi. Umumnya
untuk pembangunan pembangkit listrik panas bumi membutuhkan lahan antara 10-20 ha. Pada WKP Gunung
Ciremai dengan luas 24.330 Ha maka lahan yang akan digunakan untuk pembangkit listrik sebesar 0,08%[2].
Penggunaan lahan memiliki kendala dari kontur perbukitan sehingga memerlukan pembersihan dan pemerataan
tanah yang menyebabkan terpangkasnya lahan bukan sasaran pengeboran lebih dari itu akses fasilitas produksi
yang biasanya jauh dari jalan menyebabkan terjadinya pembukaan jalan akan tetapi hal ini tidak akan menjadi
masalah apabila perusahaan melalukan restorasi dan menutup kembali lahan pasca pembangunan fasilitas. Jika
dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga lain maka
Pembangkit Listrik Tenaga Hektar/ megawatt
Panas Bumi 1-8
Nuklir 5-10
Batubara 19
Sumber energy.gov US Dept. of Energy
Selain sedikitnya penggunaan lahan dan dampak PLTP kedepannya setelah PLTP dan sumur telah selesai
berproduksi maka lahan sisa kegiatan tersebut dapat digunakan untuk penggembalaan ternak maupun sebagai area
wisata air panas yang tentunya dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekitar.
Lampiran :

(Clean Energy)

Sumber : PPT Geothermal System, Dr Ir Nenny Miryani Saptadji (ITB)

Sumber : Geothermal Handbook, ESMAP


Understanding

Eksisting:

Ability

Eksisting:

 Mahasiswa sudah mampu menerapkan pola pikir yang terstruktur terhadap suatu permasalahan mengenai
geothermal.
 Mahasiswa dapat menganalisa suatu permasalahan secara bertahap sehingga didapatkan solusi yang lebih
baik di bidang geothermal.
 Mahasiswa telah mampu berpikir untuk tindak lanjut yang lebih baik setelah menemukan suatu solusi
ataupun kesimpulan dari permasalahan khususnya di bidang geothermal.

Harapan:

 Mahasiswa dapat mengoperasikan alat geofisika untuk eksplorasi geothermal, sehingga mahasiswa dapat
menjadi terampil tidak hanya softskill namun juga dalam hardskill nya sebagai geophysicist.
 Mahasiswa dapat pula terampil perihal mengoperasikan perangkat lunak yang berkaitan dengan
geothermal, sehingga tidak hanya pandai dalam hal manajerialnya saja namun juga hal teknisnya.

Anda mungkin juga menyukai