Anda di halaman 1dari 6

KULIAH V

A. MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU)


1. Istilah  MoU/ nota kesepahaman/gentlemen agreement/perjanjian
pendahuluan/preliminary agreement.
2. Dokumen hukum yang berisi keinginan para pihak yang harus
ditindaklanjuti dengan pembuatan perjanjian yang mengatur secara lebih
rinci.
3. Pengertian:
a. perjanjian bersama antara dua negara mengenai pertukaran
kebudayaan, tenaga ahli bidang pendidikan, pertukaran pelajar dan
mahasiswa (KBBI);
b. surat resmi untuk saling bekerja sama saling menghormati antara pihak
yang bertanda tangan dalam surat itu (KBBI);
c. Two or more parties expressing mutual accord on an issue as stated on
this type of document (Blackslaw Dictionary);
d. This is the term that is given to the written note that details point where
people agree on (Blackslaw Dictionary);
e. Perjanjian pendahuluan dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan
dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu MOU
berisikan hal-hal yang pokok saja. Adapun mengenai lain-lain aspek
dari MOU relatif sama dengan perjanjian-perjanjian lain (Munir Fuady);
f. Dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum
perjanjian dibuat. Isi dari MOU harus dimasukan ke dalam kontrak,
sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat (Erman Rajagukguk).

4. Unsur-Unsur MoU
a. Para pihak yang membuat MOU adalah subjek hukum yang berupa
badan hukum publik dan badan hukum privat;
b. Wilayah keberlakuan dari MOU bisa regional, nasional maupun
internasional;
c. Substansi MOU adalah kerjasama dalam berbagai aspek kehidupan;
d. Jangka waktunya tertentu (umumnya pendek).

5. Ciri-ciri MoU
a. Umumnya Mou dibuat tipis demi alasan praktis;
b. hanya memuat pokok-pokoknya saja
c. hanya bersifat pendahuluan
d. jangka waktunya terbatas
e. merupakan perjanjian di bawah tangan
f. isinya lebih menentukan dari pada bentuknya

6. Dasar Pengaturan MoU


a. Secara Nasional: Ketentuan Umum Buku III KUHPerdata (Pasal 1313,
1320 & Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata)
b. UU No. 24/2000 ttg Perjanjian Internasional: “Setiap perjanjian di
bidang hk publik diatur oleh hk internasional & dibuat oleh pemerintah
dengan negara, organisasi internasional atau subjek hk internasional
lainnya”.

7. Kekuatan mengikat MoU


kekuatan mengikatnya tidak sama dengan perjanjian biasa meskipun dibuat
dengan akte otentik.

B. PERJANJIAN BAKU/STANDART CONTRACT


1. Istilah  Standart contract
2. Pengertian
perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh
pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang
untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan
hanya beberapa hal seperti jenis barang, harga, jumlah, warna, tempat,
dan hal-hal yang sifatnya spesifik dari objek perjanjian (Sutan Remy
Sjahdeini)
“Take it or leave it contract” (Vera Bolger)
3. Ciri-cirinya
a. Dibuat dan telah dipersiapkan oleh pihak yang lebih kuat posisinya
b. Debitur tidak diikutsertakan dalam pembuatan perjanjian
c. Adanya kebutuhan mendesak dari debitur
d. Bentuknya tertulis
e. Dibuat secara massal dalam bentuk formulir

4. Contoh
a. Perjanjian untuk membuka rekening pada suatu bank;
b. Perjanjian asuransi;
c. Karcis/kartu parkir, dan lain-lain.

5. Klausula Baku/ Eksemsi/ Eksonerasi


Setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan
dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat
dan wajib dipenuhi oleh konsumen (Pasal 1 angka 10 UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Klausula yang membatasi tanggung jawab salah satu pihak dari
kewajiban membayar ganti rugi baik sebagian maupun seluruhnya yang
terjadi karena wanprestasi ataupun karena Perbuatan Melawan Hukum
(PMH). Atau secara sederhana, klausula eksonerasi ini diartikan
sebagai klausula pengecualian kewajiban atau pengalihan tanggung
jawab dalam perjanjian.

6. Pembatasan Atas Pemberlakuan Klausula Baku  Pasal 18 ayat (1)


UU Perlindungan Konsumen
Larangan bagi Pelaku usaha:
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
oleh konsumen secara angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepeda pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek
jual beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan
yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dlm masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak
jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran.

Klausula eksonerasi yang isinya bertujuan untuk mengalihkan tanggung


jawab pelaku usaha termasuk jenis klausula baku yang dilarang.
Adapun tujuan dari larangan pencantuman klausula baku dimaksudkan
untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku
usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Jika pelaku usaha
telah menetapkan klausula baku yang dilarang tersebut pada dokumen
atau perjanjian, maka konsekuensi hukumnya, klausula baku
dinyatakan batal demi hukum.

7. Putusan Pengadilan terkait pencatuman Klausula baku


 Klausula Baku yang tercantum dalam tiket pesawat Perjanjian yang
tercantum dalam tiket pesawat batal demi hukum dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat jika memuat klausula baku
pengalihan tangggung jawab. Putusan No. 1391 K/Pdt/2011:
perusahaan penerbangan tidak bisa membatalkan penerbangan
tanpa alasan yang dapat diterima.
 Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 334
PK/Pdt/2014 menyatakan bahwa Tergugat sebagai perusahaan
penerbangan berkewajiban untuk mengangkut penumpang
termasuk Penggugat dari Jakarta ke Jogjakarta sesuai dengan
waktu keberangkatan yang tercantum dalam tiket pesawat.
Adapun dalam perjanjian, terdapat pencantuman klausula baku,
berupa pengalihan tanggung jawab, yang berisi, “Setiap tarif, jadwal
dan rute adalah yang berlaku pada saat diumumkan. XXX
(Tergugat) berhak untuk melakukan perubahan syarat-syarat dan
ketentuan umum, tarif dan jadwal penerbangan tanpa
pemberitahuan sebelumnya.”

8. Jenis-jenis perjanjian baku


a. Perjanjian baku sepihak: Perjanjian yang isinya dibuat oleh pihak
yang kuat posisinya seperti perjanjian antara Bank dan nasabah
b. Perjanjian baku 2 pihak: Perjanjian yang dibuat oleh pengusaha &
serikat pekerja (yang mewakili para pekerja)
c. Perjanjian baku yang dibuat kalangan profesi tertentu:
Perjanjian antara advokat dan klien atau notaris dan klien terkait
dengan fee (honorarium).
d. Perjanjian baku yang dibuat pemerintah: Perjanjian yang secara
prosedural ditentukan oleh pemerintah.
Misalnya: perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah.

9. Pendapat Pakar Tentang Kekuatan Mengikat (Eksistensi) Perjanjian


Baku
a. Yang menerima:
Asser Rutten: Fiksi pembubuhan tanda tangan
Stein: fiksi hukum adanya kemauan dan kepercayaan bahwa para
pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu.
Hondius: kebiasaan yang berlaku pada dunia bisnis dan pergaulan
masyarakat.

b. Yang menolak:
Sluijter: Perjanjian baku bukan perjanjian, sebab kedudukan
pengusaha (pihak yang posisinya kuat) seperti pembentuk
UU swasta (legio particulere wetgever).
Pitlo: Perjanjian baku tidak memiliki kekuatan mengikat karena
mrpk perjanjian paksaan (dwangcontract).
Mariam Darus Badrulzaman: Perjanjian baku adalah perjanjian
yang batal demi hukum. Sebab,
perjanjian baku bertentangan
dengan ketentuan Pasal 1320
KUHPerdata terutama syarat
kesepakatan karena mengandung
unsur paksaan.

Anda mungkin juga menyukai