Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI

BENGKAYANG NOMOR 20/Pdt.Sus-BPSK/2019/PN Bek

Dosen Pengampu :

Edi Wahjuni, S.H.,M.Hum.

Emi Zulaika, S.H., M.H.,

Disusun Oleh :

(Muhammad Ragil Hermawan_210710101091)

FAKULTAS HUKUM

ILMU HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER
DAFTAR ISI

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BENGKAYANG


NOMOR 20/Pdt.Sus-BPSK/2019/PN Bek...........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB 1...................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................................3
BAB 2...................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................................7
ANALISIS........................................................................................................................................7
A. Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan........................................................................7
B. Kewenangan BPSK..............................................................................................................9
BAB 3..................................................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN......................................................................................................................13
B. SARAN...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ekonomi merupakan salah satu faktor penggerak utama dalam pembangunan negara
Indonesia. Dalam pembangunan ekonomi memiliki keterkaitan yang erat dengan aktivitas
bisnis, dimana aktivitas bisnis ini bisa berupa proses jual-beli, pertukaran barang atau jasa.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi turut berpartisipasi dalam
memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa hingga melewati negara-negara lain.
Hal tersebut sangat menguntungkan bagi para konsumen untuk bisa bebas mendapatkan
bermacam-macam jenis barang dan/atau jasa sesuai dengan kemampuannya.

Industri barang dan jasa yang semakin tumbuh dan berkembang menimbulkan
dampak yang positif, yaitu dengan banyaknya produk barang dan atau jasa serta pilihan
sehingga dapat memenuhi kebutuhan bagi para konsumen sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing. Para pelaku usaha atau produsen dalam menjalankan kegiatan usahanya,
tentu saja mengharapkan keuntungungan yang sebesar-besarnya sesuai dengan prinsip
ekonomi. Semakin bertambahnya para pelaku usaha, sehingga mereka harus memutar otak
untuk bisa melakukan persaingan usaha dalam kegiatannya, sehingga tidak jarang banyak
dari perbuatan para pelaku usaha juga merugikan para konsumen.

Dalam kenyataannya, seringkali muncul permasalahan baik dari segi pelaku usaha
maupun konsumen yang menetapkan konsumen pada posisi yang lemah. Konsumen sering
kali dijadikan target untuk mencapai keuntungan maksimal oleh pelaku usaha, tanpa
mempertimbangkan hak-hak konsumen yang seharusnya dihormati. Secara umum, kerugian
konsumen dapat dibagi menjadi dua jenis. Pertama, bahwa kerugian yang disebabkan oleh
perilaku penjual yang tidak bertanggung jawab, yang dapat merugikan konsumen. Kedua,
kerugian konsumen yang timbul karena tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh
pihak ketiga, yang pada akhirnya merugikan konsumen.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka hadir Undang-Undang Nomor 8 Tahun


1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK), yang menjadi landasan
hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen untuk mengambil

3
langkah-langkah pemberdayaan konsumen melalui kegiatan pembinaan dan pendidikan
konsumen.1

Proses penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui alternatif


penyelesaian di luar pengadilan, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Tujuan dari lembaga ini adalah untuk menangani sengketa konsumen dengan cepat dan biaya
yang terjangkau.

Berdasarkan tujuan dari dibentuknya BPSK, yaitu untuk menyelesaikan dan


menangani sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen, maka fungsi BPSK
adalah untuk menangani dan menyelesaikannya secara non litigasi atau diluar pengadilan.
Dalam rangka mewujudkan fungsi tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, BPSK memiliki tugas dan kewenangan untuk
menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen dengan menggunakan metode seperti
mediasi, arbitrase, atau konsiliasi.2

B. Kasus Posisi dalam Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang Nomor 20/Pdt.Sus-


BPSK/2019/PN Bek :
Perkara ini bermula pada saat Yanto yang merupakan Termohon Keberatan,
bertempat tinggal di Dusun Sempayuk, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, ingin
membeli kendaraan di dealer/showroom berupa truk di daerahnya. Pada saat terjadinya
kesepakatan antara Yanto dengan dealer tersebut, Yanto hanya memiliki sejumlah uang untuk
membayar uang muka atas kendaraan tersebut, dan ia berinisiatif untuk melakukan kredit atas
pembayaraan truk tersebut dengan PT Multindo Auto Finance yang merupakan Pemohon
Keberatan. Pada perjanjian pembiayaan investasi tersebut menghasilkan kesepakatan, dimana
Yanto harus membayar angsuran kredit selama 39 bulan dengan nilai angsuran Rp.
5.666.500,00 setiap bulannya.

Pada tanggal 5 Juli 2019, truk yang dibeli oleh Yanto tersebut mengalami kecelakaan
lalu lintas, dan truk tersebut diperbaiki di bengkel dan belum diambil karena masalah
pembiayaan yang cukup besar yaitu sejumlah Rp. 79.200.000, sedangkan truk tersebut tidak
diasuransikan. Yanto merasa dirugikan karena pihak kredit tidak mendaftarkan mobilnya ke
1
Rahmi Rimanda, “KEBERADAAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA
QUASI YUDISIAL DI INDONESIA” (2019) 4:1 J Bina Mulia Huk 18–34.
2
Josefa Namida Rosaria & Devi Siti Hamzah Marpaung, “Efektivitas Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Melalui Mediasi Dan Arbitrase” (2022) 3:9 JUSTITIA J Ilmu Huk
dan Hum 1180–1188, online: <http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/Justitia/article/view/4127>.

4
asuransi kecelakaan dan juga Yanto merasa dirugikan dalam hal pembayaran iuran pokok dan
bunga, karena dalam perjanjian pembayaran investasi Yanto harus membayar sejumlah Rp.
5.666.500 setiap bulan yang menurut Yanto seharusnya ia hanya membayar sejumlah Rp.
5.301.111 setiap bulannya.

Maka dari itu Yanto menuntut hal tersebut ke BPSK Kabupaten Bengkayang. Dan
dalam putusannya pada tanggal 5 September 2019, BPSK mengabulkan tuntutan dari Yanto
terhadap PT Multindo Auto Finance. Putusan BPSK tersebut pada pokonya adalah sebagai
berikut:

 Bahwa Termohon Keberatan/pemohon dalam putusan BPSK Kabupaten Bengkayang


telah melakukan pembelian 1 (satu) unit truk nomor registrasi KB 8510 KL dari
Pemohon Keberatan/termohon dalam putusan BPSK Kabupaten Bengkayang dengan
perjanjian pembiayaan investasi (jaminan kendaraan) Nomor 0071000331-001
tanggal 9 Agustus 2016 untuk masa kredit 39 (tiga puluh sembilan) bulan dengan
nilai angsuran Rp5.666.500,00 (lima juta enam ratus enam puluh enam ribu rupiah)
setiap bulan.
 Bahwa pada tanggal 5 Juli 2019 truk nomor registrasi KB 8510 KL tersebut
mengalami kecelakaan lalu lintas, dan saat sekarang ini masih berada di bengkel dan
belum diambil karena masalah pembiayaan kendaraan tersebut cukup besar,
sedangkan truk tersebut tidak diansurasikan.
 Bahwa Termohon Keberatan/pemohon dalam putusan BPSK Kabupaten Bengkayang
merasa dirugikan karena dalam perjanjian asuransi tidak memuat asuransi kecelakaan
akibat kecelakaan lalu lintas.
 Bahwa Termohon Keberatan/pemohon dalam putusan BPSK Kabupaten Bengkayang
menuntut Pemohon Keberatan/termohon dalam perkara BPSK Kabupaten
Bengkayang membayar biaya perbaikan kendaraan truk KB 8510 KL kepada bengkel
mobil Sinar Baru 828 sejumlah Rp79.200.000,00 (tujuh puluh sembilan juta dua ratus
ribu rupiah) secara tunai dan segera serta membayar selisih angsuran bulanan selama
32 bulan sejumlah Rp11.692.445,00 secara tunai dan segera.
 Bahwa Termohon Keberatan/pemohon dalam putusan BPSK Kabupaten Bengkayang
merasa dirugikan dalam hal pembayaran iuran pokok dan bunga, karena dalam
perjanjian pembiayaan investasi, Termohon Keberatan/pemohon dalam putusan
BPSK Kabupaten Bengkayang berkewajiban untuk membayar sejumlah
Rp5.666.500,00 (lima juta enam ratus enam puluh enam ribu rupiah) angsuran setiap

5
bulan, sedangkan yang seharusnya dibayar adalah Rp5.301.111,00 (lima juta tiga
ratus satu ribu seratus sebelas rupiah) yang diperoleh dari perhitungan sebagai
berikut:
- Rp130.000,000,00 x 1,3% = Rp1.690.000,00 (satu juta enam ratus sembilan puluh
ribu rupiah).
- Rp130.000,000,00 : 36 bulan = Rp3.611.111,00 (tiga juta enam ratus sebelas ribu
seratus sebelas rupiah).

Atas putusan BPSK tersebut, PT Multindo Auto Finance merasa keberatan dan
mengajukan permohonan keberatan ke Pengadilan Negeri Bengkayang pada tanggal 08
Oktober 2019.

Berdasarkan kasus posisi diatas, maka penulis ingin menganalisis putusan Pengadilan
Negeri Bengkayang tersebut berdasarkan hukum positif yang berlaku pada saat ini.

6
BAB 2
PEMBAHASAN

ANALISIS

A. Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan


Dalam perkara upaya hukum terhadap putusan BPSK, terlebih dahulu kita harus
memperhatikan formalitas pengajuan keberatan, yaitu tenggang waktu pengajuan keberatan.
Perlu diketahui bahwa mengenai tenggang waktu pengajuan keberatan telah diatur dalam
berbagai pengaturan, antara lain:

1. Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen, yaitu: “Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan
Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan
putusan.”
2. Pasal 5 jo Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:
01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu: “ Keberatan diajukan dalam tenggang
waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Pelaku Usaha atau Konsumen
menerima pemberitahuan putusan BPSK.”
3. Pasal 41 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor :
350//Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen, yaitu: “ Ketua BPSK memberitahukan putusan Majelis secara
tertulis kepada alamat konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, selambat-
lambatnya dalam 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan.”
Pasal 41 ayat (3), “ Ditentukan konsumen dan pelaku usaha yang menolak putusan
BPSK, dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari kerja terhitun sejak keputusan BPSK diberitahukan.

Bahwa dalam permohonannya, pemohon keberatan mengajukan keberatan pada


tanggal 8 Oktober 2019 dan berdalih bahwa dalam mengajukan Permohonan Keberatan
tersebut masih dalam jangka waktu 14 hari sejak Pemohon Keberatan menerima salinan
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yaitu pada tanggal 26 September
2019 yang berdasar pada ketentuan pasal 56 ayat (2) Undang-Undag Nomor 8 Tahun 1999

7
tentang Perlindungan Konsumen jo pasal 41 ayat (3) Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas
dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen jo. Pasal 5 ayat (1) Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan
Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, sehingga Pemohon Keberatan
berpendapat permohonan keberatannya secara yuridis telah sah dan patut untuk diterima.
Dan dalam jawaban Termohon Keberatan berpendapat bahwa dalam pembacaan
putusan BPSK pada tanggal 5 September 2019 telah dihadiri oleh Sdr. Sunyoto yang
merupakan kuasa hukum/ wakil Pemohon Keberatan sedangkan Keberatan Pemohon
terhadap putusan BPSK baru diajukan pada tanggal 8 Oktober 2019. Dalam hal ini Termohon
Keberatan menanggap bahwa pengajuan permohonan keberatan oleh Pemohon Keberatan
telah melewati 14 hari, karena kehadiran dari Sdr. Sunyoto selaku kuasa hukum dari
Pemohon Keberatan pada waktu putusan BPSK dibacakan sehingga dianggap mengetahui
putusan tersebut, dan dalam waktu 14 hari kerja Pemohon Keberatan tidak sama sekali
mengajukan keberatan, sehingga menanggap bahwa pemohon keberatan telah menerima
putusan BPSK tersebut.
Dalam Pertimbangan Hakim, berdasarkan berbagai pengaturan tersebut diperoleh
kaidah hukum bahwa keberatan terhadap putusan BPSK dapat diajukan oleh para pihak
dalam putusan BPSK, yaitu pelaku usaha atau konsumen kepada Pengadilan Negeri, paling
lama 14 hari kerja setelah konsumen atau pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan
yang disampaikan oleh Ketua BPSK, bukan setelah putusan diucapkan dan didengar pihak
yang hadir. Maka dari itu majelis hakim berpendapat bahwa pengajuan permohonan
keberatan oleh Pemohon Keberatan tidak melewati tenggang waktu pengajuan permohonan,
yaitu 14 hari.
Menurut pendapat penulis, pendapat hakim mengenai persoalan tenggang waktu
tersebut sudah sesuai dengan kaidah hukum yang diperoleh, karena pada pasal 56 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan pasal 5 jo pasal
1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 01 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
tidak mengatur secara rinci mengenai definisi pemberitahuan putusan BPSK kepada pihak
termohon, sehingga dalam hal ini perlu melihat pada pasal 41 ayat (1) Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 350//Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Dimana pada pengaturan tersebut
mengatur secara rinci tentang definisi pemberitahuan putusan, yaitu ketika Ketua BPSK

8
memberitahukan putusan Majelis secara tertulis kepada alamat konsumen dan pelaku usaha
yang bersengketa dan dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri paling lambat
14 hari, sehingga dalam persoalan tenggang waktu tersebut, pemohon keberatan dibenarkan
oleh majelis hakim.

B. Kewenangan BPSK
Perlu diketahui bahwa alasan keberatan harus sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (3)
PERMA Indonesia Nomor 01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen keberatan terhadap putusan Arbitrase
BPSK dapat diajukan apabila memenuhi persyaratan pembatalan putusan arbitrase
sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu:
a) Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan,
diakui palsu atau dinyatakan palsu.
b) Setelah putusan Arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau
c) Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa.

Selanjutnya sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dalam hal keberatan diajukan atas dasar
sebagaimana dimaksud ayat (3), Majelis Hakim dapat mengeluarkan pembatalan putusan
BPSK, sedangkan sesuai Pasal 6 ayat (5), dalam hal keberatan diajukan atas dasar alasan lain
diluar ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3), Majelis Hakim dapat mengadili sendiri
sengketa konsumen yang bersangkutan.

Dalam permohonannya, Pemohon Keberatan mengajukan keberatan terhadap


putusan BPSK tersebut dengan alasan yang salah satunya adalah bahwa BPSK Kabupaten
Bengkayang tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara sengketa
antara Pemohon Keberatan yang dalam putusan BPSK tersebut berkedudukan sebagai
Termohon, sehingga alasan tersebut merupaka keberatan atas dasar alasan lain diluar
ketentuan ayat (3), maka apabila alasan keberatan tersebut terbukti atau terpenuhi, Majelis
Hakim dapat mengadili sendiri keberatan tersebut.

9
Dalam pertimbangan hakim, kewenangan BPSK sebagaimana diatur dalam pasal 52
UU No 8 Tahun 1999 jo pasal 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdaangan Republik
Indonesia Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, serta pasal 4 Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor
06/M-DAG/PER/2/2017 tentang BPSK, yang pada intinya tugas dan wewenang BPSK adalah
melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi, sehingga harus diteliti terlebih dahulu tentang apa itu
sengketa konsumen.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia


Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 06/M-DAG/PER/2/2017 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,
dikemukakan bahwa suatu sengketa konsumen terjadi apabila:

a) Konsumen menderita kerugian sebagai akibat mengkonsumsi barang yang


diproduksi, disediakan dan /atau diperdagangkan oleh pelaku usaha yang mengalami
kerusakan atau pencemaran, contohnya:
1) Konsumen membeli dan mengkonsumsi minuman atau makanan dalam kemasan
yang ternyata tercemar suatu bakteri yang mengakibatkan konsumen menjadi sakit
dan menderita kerugian;
2) Konsumen membeli mobil yang ternyata remnya mengalami kerusakan atau tidak
berfungsi dan menyebabkan kecelakaan yang mengakibatkan konsumen menderita
luka dan kerugian;
3) Konsumen membeli mobil yang ternyata pada saat terjadi kecelakaan “air bag”
mobil tidak berfungsi sehingga mengakibatkan konsumen menderita luka dan
kerugian;
4) Konsumen yang membeli handphone/telepon genggam yang kemudian meledak
sehingga mengakibatkan konsumen menderita luka dan Kerugian;

Maka dari itu berdasarkan salah satu point pengertian sengketa konsumen, majelis
hakim berpendapat bahwa perkara tersebut bukan merupakan kerugian akibat kerusakan,
pencemaran barang dan/atau akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa, sehingga
permohonan pemohon keberatan dikabulkan

10
Majelis hakim juga menimbang bahwa sengketa konsumen bukan merupakan
sengketa tentang sah atau tidaknya perjanjian antara pelaku usaha dan konsumen yang setelah
perjanjian dibuat ternyata salah satu pihak mempermasalahkan tentang sah atau tidaknya
perjanjian yang merupakan perkara pembatalan perjanjian, dan juga bukan merupakan
sengketa tentang perbedaan pandangan antara pelaku usaha dan konsumen tentang telah
dipenuhi atau tidaknya kewajiban dan/atau hak pelaku usaha atau konsumen yang diatur
dalam perjanjian pada tahap pelaksanaan perjanjian yang merupakan perkara cidera/ingkar
janji, sehingga berdasarkan putusan BPSK majelis hakim menilai bahwa sengketa tersebut
merupakan sengketa yang berkaitan dengan perjanjian yang telah dibuat oleh Termohon
Keberatan/pemohon dalam putusan BPSK Kabupaten Bengkayang dan Pemohon
Keberatan/termohon dalam putusan BPSK Kabupaten Bengkayang, khususnya tentang
perbedaan pandangan antara para pihak terhadap isi atau materi perjanjian setelah perjanjian
dibuat, dalam hal ini dengan masalah atau materi/pokok perkara apakah dalam perjanjian
yang telah dibuat memuat kewajiban Pemohon Keberatan/termohon dalam putusan BPSK
Kabupaten Bengkayang untuk memberi asuransi bagi truk yang telah dibeli oleh Termohon
Keberatan/pemohon dalam putusan BPSK Kabupaten Bengkayang.
Berdasarkan hal tersebut, maka majelis hakim memutuskan bahwa sengketa tersebut
bukan merupakan kewenangan dari BPSK, karena sengketa tersebut tidak termasuk ke dalam
pengertian sengketa konsumen yang telah dijabarkan sesuai dengan pengaturan yang ada.
Menurut pendapat penulis, bahwa pertimbangan hakim sudah sesuai dengan
penafsiran hukum pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 06/M-DAG/PER/2/2017 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen mengenai
persoalan definisi sengketa konsumen.
Berdasarkan pertimbangan hakim yang pertama, mengenai definisi sengketa
konsumen. Penulis berpendapat bahwa dalam faktanya sesuai dengan putusan BPSK,
Termohon mengalami kecelakaan disebabkan oleh kelalaian dari Termohon sendiri, sehingga
hal tersebut tidak bisa diketagorikan ke dalam pengertian sengketa konsumen sebagaimana
yang telah dijelaskan diatas, kecuali ternyata kecelakaan tersebut disebabkan karena memang
dari awal truk tersebut merupakan produk yang cacat dari pabrik, maka bisa termasuk ke
dalam sengketa konsumen
Berdasarkan fakta hukum yang ada bahwa persoalan yang dipermasalahkan oleh
Termohon Keberatan dalam Putusan BPSK adalah mengenai tentang perbedaan pandangan

11
antara para pihak terhadap isi atau materi perjanjian setelah perjanjian dibuat, dalam hal ini
dengan masalah atau materi/pokok perkara apakah dalam perjanjian yang telah dibuat
memuat kewajiban Pemohon Keberatan/termohon dalam putusan BPSK Kabupaten
Bengkayang untuk memberi asuransi bagi truk yang telah dibeli oleh Termohon
Keberatan/pemohon dalam putusan BPSK Kabupaten Bengkayang, sehingga berdasarkan hal
tersebut maka sedari awal BPSK menerima permohonan sengketa oleh Termohon Keberatan
tersebut maka segala putusan yang dikeluarkan oleh BPSK menjadi tidak sah, karena pada
kenyataanya sengketa yang dibawa oleh Yanto selaku Termohon Keberatan atau Pemohon
dalam putusan BPSK bukan merupakan kewenangan dari BPSK sebagaimana pertimbangan
hakim.

12
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perkara ini dimulai ketika PT Multindo Auto Finance merasa keberatan atas putusan
BPSK Kabupaten Bengkalang yang memutuskan permohonan dari Yanto yang merupakan
konsumen dari PT Multindo Auto Finance karena adanya perjanjian pembiayaan investasi
atas pemebelian sebuah truk. Singkatanya dalam putusan BPSK tersebut, PT Multindo Auto
Finance dibebankan untuk mengganti kerugian atas kerusakan truk yang terjadi akibat
kecelakaan yang dialami oleh Yanto.

Atas perkara tersebut PT Multindo Auto Finance mengajukan keberatan atas putusan
BPSK Kabupaten Bengkalang tersebut kepada Pengadilan Negeri Bengkalang, yang pada
pokok perkaranya hakim menimbang bahwa sengketa yang diadili oleh BPSK bukan
merupakan sengketa konsumen sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 06/M-DAG/PER/2/2017 tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, melainkan perkara tersebut mengenai perbedaan pendapat
antara para pihak mengenai isi perjanjian yang telah dibuat.

Berdasarkan hal tersebut, hakim menjatuhkan amar putusannya dengan mengabulkan


permohonan PT Multindo Auto Finance selaku Pemohon Keberatan dan membatalkan
putusan BPSK Nomor : 01 Tahun 2019, tanggal 5 September 2019, serta majelis hakim juga
menyatakan bahwa BPSK tidak berwenang untuk memeriksa sengketa tersebut.

13
Dan berdasarkan pemaparan analisis diatas, maka secara otomatis penulis juga setuju
dengan amar putusan yang telah dikeluarkan oleh hakim atas sengketa PT Multindo Auto
Fincance dengan Yanto, dimana secara penafsiran hukum sengketa yang diputus oleh BPSK
bukan merupakan kewenangan dari BPSK, sehingga BPSK tidak berhak untuk melakukan
putusan serta menyelesaikan sengketa tersebut.

B. SARAN

Melihat dari perkara dalam Putusan Pengadian Negeri Bengkayang Nomor


20/Pdt.Sus-BPSK/2019/PN Bek, bahwa lembaga BPSK untuk lebih teliti dan cermat dalam
menerima berbagai permohonan sengketa tentang perlindungan konsumen, khususnya kepada
ketua BPSK yang memiliki kewenangan untuk menolak suatu perkara yang bukan
merupakan sengketa konsumen, agar penyalahgunaan kewenangan seperti pada kasus ini
tidak terjadi lagi

14
DAFTAR PUSTAKA

Putusan
Putusan Pengadian Negeri Bengkayang Nomor 20/Pdt.Sus-BPSK/2019/PN Bek
, Direktori Putusan (mahkamahagung.go.id)

Jurnal
Rimanda, Rahmi, “KEBERADAAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA
KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA QUASI YUDISIAL DI INDONESIA” (2019)
4:1 J Bina Mulia Huk 18–34.
Rosaria, Josefa Namida & Devi Siti Hamzah Marpaung, “Efektivitas Penyelesaian Sengketa
Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Melalui Mediasi Dan
Arbitrase” (2022) 3:9 JUSTITIA J Ilmu Huk dan Hum 1180–1188, online: <http://jurnal.um-
tapsel.ac.id/index.php/Justitia/article/view/4127>.

15

Anda mungkin juga menyukai