Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN


(BPSK) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA
KONSUMEN DI LUAR PENGADILAN
(STUDI KASUS SENGKETA ANTARA PT EVANS LESTARI
MELAWAN JIMMY CELVIN)

DISUSUN OLEH :

JIMMY CELVIN

1904010020

FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN SOSIAL HUMANIORA

UNIVERSITAS BINA INSAN

LUBUKLINGGAU

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah melimpah kan
rahmat dan hidayah-nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Di Luar Pengadilan (Studi
Kasus Sengketa Antara PT Evans Lestari Melawan Jimmy Celvin)” dengan
baik dan lancar tanpa halangan suatu apapun.Salawat serta salam tidak lupa
pula saya haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Yang
telah membimbing manusia dari alam kejahilan menuju alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi materi
yang dimuat. Oleh karena itu, saya selalu membuka diri untuk menerima saran
dan masukan yang membangun guna perbaikan dalam hal penulisan maupun
pemahaman materi untuk kedepannya nanti.

Lubuklinggau, Juli 2022

Jimmy Celvin

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................8
1.3 Tujuan ...........................................................................................9
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................9
2.1 Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh BPSK Kota
Lubuklinggau antara konsumen dan pelaku usaha dalam
sengketa sungai tercemar akibat limbah pabrik............................1
2.1 Bagaimana cara penyelesaian sengketa konsumen melalui
BPSK di Kota Lubuklinggau.........................................................8
BAB III PENUTUP..........................................................................................9
3.1 Kesimpulan ...................................................................................9
3.2 Saran..............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15
LAMPIRAN.....................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan saling membutuhkan antara pelaku usaha
dengan konsumen, baik berupa pelaku usaha dan konsumen barang maupun jasa.
Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dari
transaksi dengan konsumen, sedangkan di sisi lain, konsumen berkepentingan untuk
memperoleh kepuasanmelalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu.
Dengan kata lain, konsumenmempunyai hak untuk mendapatkan kualitas yang
diinginkan.
Dalam hubungan demikian, seringkali terdapat ketidaksetaraan antara keduanya di
mana secara umum konsumen berada pada posisi tawar menawar yang lemah, akibatnya
menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha atau produsen yang secara sosial dan
ekonomi memiliki posisi yang kuat. Untuk melindungi atau memberdayakan konsumen
sangat diperlukan adanya campur tangan pemerintah dan/atau negara melalui penetapan
sistem perlindungan hukum terhadap konsumen.
Dalam hal konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, maka konsumen dapat
menggunakan haknya untuk mendapatkan ganti kerugian, apabila keadaan barang atau
jasa yang dibelinyatidak sebagaimana mestinya. Apabila pelaku usaha tidak mau
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, maka
hal ini akan terjadi sengketa konsumen, yaitu sengketa antara pelaku usaha dengan
konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau yang
menderita kerugian akibat tercemar sungai yang membuat sungai tersebut mengfeluarkan
bau yang tidak sedap. Untuk penyelesaian sengketa konsumen, UUPK sendiri membagi
penyelesaian konsumen manjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, penyelesaian sengketa secara
damai oleh para pihaksendiri dan penyelesaian sengketa melalui lembaga yang
berwenang, yaitu sebagaimana diatur dalam pasal 49, yakni Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen atau BPSK dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi,
mediasi atau arbitrase dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan / atau mengenai tindakan

4
tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh
konsumen. Pola-pola penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang
dikehendaki UUPK merupakan pilihan yang tepat, karena jalan keluar yang dirumuskan
berisikan penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak yang sedang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah merupakan penyelesaian sengketa
yang efektif, hal inilah yang menjadi alasan mengapa konsumen membutuhkan
mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, dikarenakan upaya non litigasi prosesnya
sederhana, cepat dan biaya murah. Penyelesaian sengketa yang efektif diperlukan juga
dikarenakan konsumen umumnya, banyak yang enggan dan tidak mau memperjuangkan
hak-hak nya, karena terstigma oleh pengadilan prosesnya yang lama, biaya mahal serta
belum tentu menang, karena hasil dari pengadilan adalah menang-kalah. Pilihan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan menjadi efektif karena ditinjau dari kasus yang
ada adalah kasus yang sederhana dan berskala kecil.Sedangkan pilihan penyelesaian
sengketa melalui pengadilan dapat menjadi efektif, bila kasus yang diajukan adalah kasus
yang rumit dan berskala besar. Berkaitan dengan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan sebagaimana diatur dalam UUPK pasal 45 melalui lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa konsumen, di Indonesia sendiri ada beberapa lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa konsumen yaitu Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen atau BPSK, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atauYLKI.
Pemerintah menjamin adanya perlindungan hukum terhadap konsumen, dengan
membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang bertugas untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen. Eksistensi
BPSK sangat penting bukan saja sebagai bentuk pengakuan hak konsumen untuk
mendapatkan perlindungan dalam penyelesaian sengketa konsumen secara patut, tetapi
juga sebagai badan pengawas terhadap pencatuman klausula baku oleh pelaku usaha.
Pasal 42 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 350/MPP/Kep/2001, menyatakan bahwa Putusan BPSK merupakan putusan yang
final dan telah mempunyaikekuatan hukum yang tetap.
Dibentuknya BPSK sangat membantu konsumen terutama dalam hal prosedur
beracarayang mudah, cepat, tanpa biaya karena segala biaya yang timbul sudah
dibebankan kepada APBD masing-masing Kabupaten/Kota sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 tentan Perlindungan Konsumen. Prosedur
penyelesaiannya pun tidak rumit harus menggunakan dalil-dalil hukum yang kaku.
Konsumen / pengadu dapat mengajukan gugatan tertulis maupun tidak tertulis tentang

5
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. Jadi, penyelesaian sengketa
konsumen melalui BPSK tidak perlu persetujuan kedua belah pihakuntuk memilih BPSK
sebagai forum penyelesaian sengketa.
pengaduan dari Jimmy Celvin (24) yang melaporkan atas tercemarnya sungai
akibat di buang nya limbah sisa minyak terakhir yang membuat sungai di wilayah musi
rawas tersebut menjadi bau yang sangat menyengat hingga air tersebut tidak bisa di
gunakan oleh masyarakat musi rawas
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, untuk itulah saya menyusun makalah
yang berjudul “Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Dalam
Menyelesaikan Sengketa Konsumen Di Luar Pengadilan (Studi Kasus Sengketa Antara
PT Evans Lestari Melawan Jimmy Celvin)”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut :

1. Bagaimana penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh BPSK Kota Lubuklinggau


antara PT Evans Lestari melawan Jimmy Celvin?
2. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK di Kota
Lubuklinggau?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh BPSK Kota
Lubuklinggau antara PT Evans Lestari melawan Jimmy Celvin akibat sungai
Tercemar.
2. Untuk mengetahui uraian mengenai mekanisme penyelesaian sengketa konsumen
melalui BPSK di Kota Lubuklinggau.

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh BPSK Kota Lubuklinggau antara
PT Evans Lestari melawan Jimmy Celvin
Upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh BPSK Kota Lubuklinggau
antara konsumen dan pelaku usaha dalam sengketa sungai yang tercemar adalah
pada mulanya mengadakan prasidang dimana prasidang tersebut mempertemukan
kedua pihak yang sedang bersengketa untuk memilih bagaimana bentuk proses
penyelesaian sengketa nantinya. Kemudian kedua belah pihak sepakat untuk
memilih penyelesaian sengketa melalui sidang arbitrase, namun ketika sidang
arbitrase dilaksanakan belum menemukan titik temu mengenai besaran nominal
biaya ganti rugi. BPSK Kota Lubuklinggau mengadakan mediasi, yaitu usaha
negosiasi yang dimediasi oleh BPSK dimana kedua belah pihak melakukan
musyawarah dengan keikutsertaan aktif majelis hakim BPSK, termasuk
memberikan penetapan. Upaya mediasi tersebut membuahkan hasil besaran
nominal biaya ganti rugi yang disepakati oleh kedua belah pihak, dan hasil upaya
tersebut diumumkan secara resmi pada sidang arbitrase selanjutnya. Sehingga
sengketa antara PT Evans Lestari melawan Jimmy Celvin berakhir damai melalui
upaya mediasi yang diadakan oleh BPSK Kota Lubuklinggau yang disahkan dan
diumumkan melalui sidang arbitrase. Bentuk tanggung jawab pelaku usaha dalam
melindungi konsumen terhadap sungai yang tercemar adalah pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau
kerugian konsumen akibat air sungai yang terkena limbah pabrik dalam hal ini PT
Evans Lestari bersedia memberikan ganti rugi berupa uang kepada pihak
konsumen atas kerugian yang dialami dikarenakan sungai yang tercemar,
2.2 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui BPSK di Kota Lubuklinggau
Pembentukan BPSK di Kota Lubuklinggau sendiri didasarkan pada adanya
kecendrungan masyarakat yang segan untuk beracara di pengadilan karena posisi
konsumen yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelau usaha. Dengan
terbentuknya BPSK di Kota Lubuklinggau, maka penyelesaian konsumen dapat
dilakukan secara cepat, mudah dan murah. Cepat karena penyelesaian sengketa melalui
BPSK harus sudah diputus dalam tenggang waktu 21 hari kerja dan tidak dimungkinkan
banding yang dapat memperlama proses penyelesaian sengketa. Mudah karena prosedur
administratif dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana dan dapat

7
dilakukan sendiri oleh para pihak tanpa diperlukan kuasa hukum. Murah karena biaya
persidangan yang dibebankan sangat ringan dan dapat terjangkau oleh konsumen. Jika
putusan BPSK dapat diterima oleh kedua belah pihak,maka putusan BPSK bersifat final,
mengikat sehingga tidak perlu diajukan ke pengadilan.
Proses penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK di Kota Lubuklinggau
Setiap konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat mengadukan
masalahnya kepada BPSK, baik secara langsung maupun tidak langsung, diwakili
kuasanya maupun oleh ahli warisnya. Pengaduan yang disampaikan oleh kuasanya
maupun oleh ahli warisnya hanya dapat dilakukan apabila konsumen yang bersangkutan
dalam keadaan sakit, meninggal dunia, lanjut usia, belum dewasa atau warga negara
asing. Pengaduan dapat disampaikan secara lisan atau tulisan kepada secretariat BPSK di
kota Lubuklinggau.
Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK Kota Lubuklinggau diselenggarakan
semata-mata untuk mencapai kesepakatan mengenai bantuk dan besarnya ganti kerugian
dan atau menganai tindakan terntentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali
kerugian yang diderita oleh konsumen.Ukuran kerugian materi yang dialami konsumen
ini didasarkan pada besarnya dampak dari penggunaan produk barang/ jasa tersebut
terhadap konsumen. Bentuk jaminan yang dimaksud adalah berupa pernyataan tertulis
yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan
konsumen tersebut.Pada prinsipnya penyelesaian konsumen sedapat mungkin dilakukan
secara damai, sehingga dapat memuaskan para pihak yang bersengketa. Ada faktor
penting yang berkaitandengan pelaksanaan sengketa di luar pengadilan juga mempunyai
kadar yang berbeda-beda :
1. apakah partisipasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan wajib dilakukan
oleh para pihak atau hanya bersifat sukarela.
2. Apakah putusan dibuat oleh para pihak sendiri atau pihak ketiga.
3. Apakah prosedur yang digunakan bersifat formal atau tidak formal.
4. Apakah para pihak dapat diwakili oleh pengacaranya atau para pihak sendiri
yang tampil.
5. Apakah dasar untuk menjatuhkan putusan adalah aturan hukum atau ada
criteria lain.
6. Apakah putusan dapat dieksekusi secara huum atau tidak.

8
Tata cara penyelesaian sengketa BPSK diatur dalam UUPK jo kepmenperindag
no350/MPP/12/2001 tentang pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK. Proses
penyelesaiannya pun diatur sangat sederhana dan sejauh mungkin dihindari suasana yang
formal.
 Tahap Pengajuan Gugatan
Mengajukan gugatan ke BPSK, dapat dilakukan sendiri atau kuasanya atau ahli
warisnya, secara tertulis ke sekretariatan BPSK, sekretariat akan memberikan tanda
terima, bila permohonan diajukan secara lisan maka sekretariat akan mencatat
permohonan tersebut dalam sebuahformulis yang disediakan secara khusus dan dibubuhi
tanggal dan nomot registrasi. Catatan yang penting, permohonan harus lengkap, karena
kalau tidak ketua BPSK akan menolak permohonantersebut.
Pemanggilan pelaku usaha, dibuat surat panggilan yang memuat hari, tanggal, jam
dan tempat persidangan serta kewajibannya untuk memberikan jawaban terhadap
penyelesaian sengketa konsumen untuk diajukan pada persidangan pertama. Jika pada
hari pertama pelaku usaha tidak hadir tidak memnuhi panggilan, pelaku usaha dapat
dipanggil sekali lagi, jika tetap tidak hadir maka BPSK dapat meminta bantuan penyiidik
untuk menghadirkan pelaku usaha tersebut.
Jika pelaku usaha hadir, maka konsumen memilih cara penyelesaian sengketanya
yang harus disetujui oleh pelaku usaha, yakni yang bisa dipilih adalah konsiliasi, mediasi
dan arbitrasi. Jika yang dipilih para pihak adalah konsiliasi atau mediasi, maka ketua
BPSK segera menunjuk majelis sesuai ketentuan untuk ditetapkan sebagai konsiliator
atau mediator. Jika yang dilipilih adalah arbitrasi, maka prosedurnya adalah para pihak
memilih atbiter ketiga dari anggota BPSKyang berasal dari unsur pemerintah sebagai
ketua majelis. Persidangan dilaksanakan selambat-lambatnya hari kerja ke-7 terhitung
sejak diterimanya permohonan.
 Tahap Persidangan
Tahap persidangan ini meliputi tiga hal, yakni persidangan secara konsiliasi,
mediasi atau arbitrase tergantung dari cara yang dipilih oleh yang bersengketa.
1. persidangan dengan cara konsiliasi
konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa diantara para pihak
denganmelibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak, pihak ini
disebut konsiliator. Konsiliator hanya melakukan tindakan seperti mengatur
waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaraan,

9
membawa pesan dari satu pihak ke pihak lain jika pesan tersebut tidak mungkin
disampaikan langsung oleh para pihak. Penyelesaian sengketa model ini
mengacu pada konsensus antara pihak, dimana pihak netral dapat berperan
secara aktif maupun tidak aktif.
Konsiliator dapat mengusulkan pendapatnya, namun tidak berwenang
memutus perkaranya. Penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliator ini
dilakukan sendiri oleh pihak yang bersengketa dengan didampingi majelis
BPSK yang bertidak pasif sebagai konsiliator.
Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada
para pihak, baik mengenai bentuk maupun jumlah kerugian.Hasil musyawarah
yang merupakan kesepakatan anta konsumen dan pelaku usahayang
bersengketa selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis yang
ditandatanganioleh para pihak yang bersengketa dan diserahkan kepada majelis
untuk dituangkan dalamkeputusan majelis BPSK yang menguatkan perjanjian
tersebut.
2. persidangan dengan cara mediasi
mediasi ialeh proses negosiasi penyelesaian sengketa atau pemecahan
masalah dimana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak bekerjasama dengan
para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian
yang memuaskan, pihak ini disebut mediator.
Mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa,
melainkan hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan yang diserahkan kepadanya. Kesepakatan dapat terjadi dengan
mediasi, jika para pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian
dan bersama-sama merumuskan penyelesaiansengketa dengan arahan konkret
dari mediator. Mediator menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian
sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun besarnya ganti
kerugian atau tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulangnya kembali
kerugian konsumen.
Hasil musyawarah merupakan kesepakatan antara konsumen dengan
pelaku usaha. Selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian, ditandatangani oleh
para pihak dan diserahkan kepada majelis BPSK untuk dikukuhkan dalam
keputusan majelis BPSK untuk menguatkan perjanjian tersebut. Putusan

10
tersebut mengikat kedua belah pihak dana mediasi tidak memuat sanksi
administratif.
3. Persidangan dengan cara arbitrase
Arbitrase menurut UU no.30 tahun 1999 tentang arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Arbitrase ini adalah bentuk alternatif paling formal untuk
menyelesaikan sengketa sebelum bertlitigasi. Pada proses ini pihak yang
bersengketa mengemukakan masalah mereka kepada pihak ketiga yang netral
dan memberinya wewenang untuk memberi keputusan
 Tahap Putusan
Putusan majelis BPSK dapat dibedakan atas dua jenis putusan, yaitu;
1. Putusan BPSK dengan cara konsiliasi atau mediasi, putusan ini pada dasarnya
hanya mengkukuhkan isi perjanjian perdamaian yang telah disetujui dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
2. Putusan BPSK dengan cara arbitrasi, seperti halnya putusan perkara perdata,
memaut duduknya perkara dan pertimbangan hukumnya.
Putusan majelis BPSK sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk
mencapai mufakat, namun jika telah diusahakan sungguh-sungguh ternyata hasilnya
tidak berhasil mencapai mufakat, maka putusan diambil dengan suara terbanyak.
Keputusan mediasi dan konsiliasi tidak memuat sanksi administratif sedangkan arbitrase
dibuat dengan putusan majelis dan ditandatangani oleh ketua dan anggota majelis,
keputusan majelis dalam arbitrase dapat memuat sanksi administratif. Putusan BPSK
dapat memuat; perdamaian, gugatan ditolak atau gugatan dikabulkan.
Problematika hukum muncul, dengan mengacu pada ketentuan pasal 54 ayat 3
UUPK maupun pasal 42 ayat 1 keputusan menteri perindustrian dan perdagangan
nomor350/MPP/Kep/12/2001 tersebut, putusan BPSK, adalah final dan mengikat dan
tidak dimungkinkan lagi untuk mengajukan banding atau keberatan. Sebaliknya, dalam
pasal 56 ayat 2UUPK, masih dibuka peluang untuk mengajukan keberatan kepada
pengadilan negari, dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan BPSK itu
diberitahukan. Adanya kendala-kendala yangdihadapi BPSK dalam
mengimplementasikan UUPK, yakni ; kendala kelembagaan / institusional yaitu
eksistensi BPSK yang hanya ada dan aktif / berjalan dibeberapa kota saja, ada beberapa

11
argumentasi bahwa BPSK bukanlah badan yang menjalani fungsi yudisial sepenuhnya,
ketiga cara penyelesaian sengketa yang diutarakan di atas pada hakikatnya merupakan
pilihan penyelesaian sengketa yang dilakukan secara nonlitigasi. Secara struktural BPSK
dibawah departemen perdagangan sehingga menjalankan tugasnya masih melekat
kewenangan eksekutif sehingga secara tidak langsung membuka kemungkinan
munculnya kendala-kendala dalam melaksanakan tugas-tugas judisial. Kendala
pendanaan, kendala SDM BPSK, kendala peraturan,kendala pembinaan dan pengawasan
serta tidak adanya koordinasi aparat penanggungjawabnya. kurangnya respons dan
pemahaman dari peradilan terhadap kebijakan perlindungan konsumen,kurangnya
sosialisasi dan rendahnya tingkat kesadaran hukum konsumen, kurangnya respons
masyarakat terhadap UUPK dan lembaga BPSK.

12
` BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh BPSK Kota Lubuklinggau
antara konsumen dan pelaku usaha dalam sengketa sungai tercemar ialah melalui mediasi
yang disahkan dan diumumkan pada sidang arbitrase. Bentuk tanggung jawab pelaku
usaha dalam melindungi konsumen air sungai yang tercemar adalah pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi berupa uang atas kerugian akibat limbah dari
pabrik PT Evans Lestari
Dalam hal konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, maka konsumen dapat
menggunakan haknya untuk mendapatkan ganti kerugian. Apabila pelaku usaha tidak
mau bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan dan/atau kerugian
konsumen akibat limbah pabrik yang dihasilkan, maka hal ini akan terjadi sengketa
konsumen, yaitu sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti
rugi atas kerusakan, pencemaran. Untuk penyelesaian sengketa konsumen, UUPK sendiri
membagi penyelesaian konsumen manjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa di
luar pengadilan yangdapat dilakukan dengan dua cara yaitu, penyelesaian sengketa
secara damai oleh para pihak sendiri dan penyelesaian sengketa melalui lembaga yang
berwenang, yaitu sebagaimana diaturdalam pasal 49, yakni Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen atau BPSK dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi atau
arbitrase dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Tatacara penyelesaian sengketa
BPSK diatur dalam UUPK jo kepmenperindag no 350/MPP/12/2001 tentang
pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK.
Bedasarkan Pasal 42 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/2001, menyatakan bahwa putusan BPSK
merupakan putusan yang final dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Namun
pada Pasal 41 ayat(3) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia Nomor350/MPP/Kep/12/2001, menyatakan bahwa konsumen atau pelaku
usaha yang menolak putusan BPSK, dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan
Negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari ketiga terhitung sejak
keputusan BPSK diberitahukan. Para pihak ternyatamasih bisa mengajukan keberatan ke
Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari setelah pemberitahuan putusan BPSK.

13
B. Saran
Konsumen harus lebih berhati – hati dalam membeli produk pangan olahan dengan
cara memperhatikan tanggal kadaluarsa dan memperhatikan apakah kemasan bocor atau
tidak serta melakukan pelaporan terhadap pihak-pihak terkait yang bertanggungjawab
atas produk pangan olahan yang tercemar agar hak dan perlindungan hukum terhadap
konsumen tidak dilanggar oleh pelaku usaha.
Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban serta
perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas
pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-
mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan
konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.
Pemerintah sebagai perancang, pelaksana serta pengawas atas jalannya hukum dan
UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-
fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi ini agar tujuan para
produsen untuk mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan,
demikian juga dengan konsumen yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan
jangan sampai mereka dirugikan karena kesalahan yang diakibatkan dari proses produksi
yang tidak sesuai dengan standar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU
yang telah dibuat oleh pemerintah.
Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta
harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan
konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Devisi Buku
Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Gunawan Wijaya. 2005. Seri Bisnis Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Husni Syawali & Neni Sri Imaniyati. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen .Bandung:CV.
Mandar Maju.
Adi, Nugroho Susanti. 2008. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta : Kencana Group.
Celina, Tri Siwi Kristiyanti. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika.
Wijaya, Gunawan dan Ahmad Yani. 2003. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
Cetakan Ketiga, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniyati. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung:
Mandar Maju.
Sidabolok, Janus.2006. Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Rahmadi, Usman. 2003. Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 301/MPP/Kep./10/2001 Tentang
Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350/MPP/Kep./12/2001 tentang Tugas
dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

15
LAMPIRAN

16

Anda mungkin juga menyukai