Anda di halaman 1dari 38

Bimtek Peningkatan Kompetensi Guru Informatika SMP - Teks Materi Ajar

TECHNOLOGICAL PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE


UNTUK MATA PELAJARAN INFORMATIKA

Materi Modul Menganalisis TPACK dalam Mata pelajaran Informatika

Penyusun:

Dr. Inggriani Liem


Paulina H. Prima Rosa, M.Sc.
Tarsisius Sarkim, Ph.D.

1
DAFTAR ISI

Pengantar

Bagian I Pemahaman tentang TPACK


I.1. Apa itu PCK dan TPACK
I.2. Kaitan Antar Komponen TPACK
I.3. Model Pengembangan TPACK
I.4. Miskonsepsi tentang TPACK

Bagian II TPACK Untuk Informatika


II.1.TPACK dan kaitan dengan Kurikulum Informatika
II.2.Pedagogi Informatika Secara Umum
II.3.Pedagogi Informatika
II.4.Penerapan Teknologi untuk pembelajaran Informatika

Bagian III Dari Elemen menjadi Modul dan Alur Tujuan Pembelajaran

Bagian IV Kompetensi Guru Informatika


IV.1. Kompetensi Guru di bidang Materi
IV.2. Kompetensi Guru di bidang Pedagogi
IV.3. Kompetensi Guru di Bidang Teknologi

Bagian V. Asesmen Kemampuan Guru tentang TPACK


Bab VI. Keterbatasan Pelatihan Ini
Referensi

Halaman 2 dari 38
Pengantar
Pembelajaran adalah suatu aktivitas yang kompleks, memiliki banyak sisi, dan terjadi dalam
berbagai variasi keadaan, sebagaimana disebutkan oleh Koehler dkk. dalam Panigrahi
(2016). Lebih lanjut dituliskan bahwa beberapa ahli (Leinhardt & Greeno, 1986; Spiro,
Coulson, Feltovich, & Anderson, 1988) menyebut bahwa mengajar adalah masalah yang
tidak terstruktur, yang membutuhkan penalaran tentang berbagai variabel yang saling terkait
seperti latar belakang pengetahuan yang dibawa siswa ke dalam kelas, harapan guru dan
siswa tentang konten yang akan dibahas, serta pedoman dan aturan sekolah dan kelas.
Dalam pembelajaran, tidaklah cukup bila guru hanya mengulang-ulang materi yang
diajarkan seperti orang memutar rekaman. Guru tidak hanya perlu memiliki pengetahuan
tentang materi ajar dan pedagogi, namun juga perlu memiliki kemampuan berpikir tingkat
tinggi (reasoning), kemampuan metakognisi (kemampuan untuk menyadari dan memahami
proses berpikir), serta kemampuan menyesuaikan pembelajaran dengan konteks. Guru juga
perlu mempunyai kemampuan menginterpretasi kerangka kurikulum, dan “merancang” isi
dari kerangka kurikulum tersebut. Beberapa hal penting yang harus dirumuskan dalam
rancangan antara lain tujuan pembelajaran yang sesuai dengan Capaian Pembelajaran,
urutan learning progression yang dituangkan dalam Alur Tujuan Pembelajaran, serta modul
pembelajaran dan rencana serahan (delivery). Hal ini telah dijelaskan pada modul 02 tentang
Kurikulum.
Materi beberapa mata pelajaran sesuai sifat keilmuan disiplin ilmu tertentu cenderung tidak
banyak berubah dari waktu ke waktu, demikian juga dengan pedagogi dimana siswa masih
memerlukan tatap muka dan praktikum walaupun pelaksanaannya dikemas dalam berbagai
metoda seperti Problem Based Learning, Project Based Learning, dsb. Di sisi lain,
penerapan/aplikasi ilmu, terutama dalam kehidupan sehari-hari, menjadi isu penting di
zaman sekarang, mulai dari pendidikan Dasar hingga Pendidikan Tinggi dengan tingkatannya
masing-masing. Selain itu, hal yang terus mengalami perubahan adalah teknologi, termasuk
pemakaiannya dalam pendidikan terlebih di era digital ini. Dalam konteks inilah lahir istilah
Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) yang jika diterjemahkan berarti
“Pengetahuan tentang Konten yang Pedagogis dan Teknologis”. TPACK mengintegrasikan
aspek teknologi untuk melengkapi pedagogi dan konten yang sebelumnya telah dirumuskan
dalam istilah Pedagogical Content Knowledge (PCK) yang jika diterjemahkan berarti
“Pengetahuan tentang Konten yang Pedagogis”. Uraian lebih lengkap tentang hal ini akan
dibahas dalam bagian selanjutnya tulisan ini.

BAGIAN I

I.1. Apa itu PCK dan TPACK


Pembelajaran di sekolah dipengaruhi paling tidak oleh beberapa faktor PEMAHAMAN
TENTANG TPACK yang saling terkait yaitu sistem pendidikan yang menjadi kebijakan
pemerintah, harapan dan tuntutan masyarakat, serta pengetahuan, keyakinan, sikap, dan
keterampilan dari guru. Dari sisi guru, hal mendasar yang berpengaruh besar dalam
pembelajaran adalah keyakinan guru terhadap makna mengajar.

Halaman 3 dari 38
Sesungguhnya apa arti kata mengajar? Rupanya mengajar dimaknai secara beragam oleh
mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Guru-guru di Eropa Selatan, Brazil, dan
Malaysia memaknai mengajar sebagai aktivitas untuk mentransfer pengetahuan. Sementara
itu guru-guru di Eropa Barat, negara Skandinavia, Australia, dan Korea Selatan memaknai
mengajar sebagai membuat siswa belajar. Survei kecil pada para guru dan calon guru di
Indonesia yang pernah dilakukan oleh salah satu anggota tim penulis menemukan bahwa
sebagian besar responden memaknai mengajar sebagai mentransfer pengetahuan.
Idealnya, mengajar bukanlah mentransfer pengetahuan melainkan menciptakan kondisi
untuk membuat siswa belajar, baik belajar bersama guru maupun belajar secara mandiri.
Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari dua efek yang timbul akibat pembelajaran yaitu
efek instruksional (instructional effect) dan efek pengasuhan (nurturant effect). Efek
instruksional adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat langsung pembelajaran, dan
dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Sedangkan efek pengasuhan merupakan efek
pengiring, yaitu perubahan yang terjadi secara tidak langsung, akibat pembiasaan,
keteladanan, lingkungan belajar.
Untuk bisa membuat siswa belajar, guru perlu menciptakan pengalaman belajar. Dengan
kata lain, guru perlu mentransformasikan pengetahuan menjadi pengalaman belajar. Agar
mampu mentransformasikan pengetahuan dengan baik maka pengetahuan harus dikuasai
dengan baik pula oleh guru. Di tengah ketersediaan sumber belajar digital dan jaringan
komputer yang kian meningkat, potensi untuk mentransformasikan pengetahuan menjadi
pengalaman belajar yang beragam dan menarik juga meningkat. Sekalipun demikian,
penelitian tentang penggunaan teknologi instruksional mengungkap bahwa guru sering tidak
memiliki pengetahuan untuk mengintegrasikan teknologi dalam pengajaran mereka dan
upaya mereka cenderung terbatas baik dalam hal lingkup, variasi, maupun kedalamannya
seperti disebut oleh Koehler dkk. dalam Spector et al. (2014). Teknologi lebih banyak
digunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan efisiensi dan perangkat tambahan
(McCormick & Scrimshaw, 2001) daripada sebagai alat yang dapat mengubah sifat suatu
mata pelajaran secara fundamental seperti dituliskan oleh Koehler dkk. (Spector et al.,
2014).
Dalam konteks tersebut, Mishra & Koehler (2008) memperkenalkan istilah Technological
Pedagogical Content Knowledge (TPACK) yang didefinisikan sebagai suatu cara berpikir
tentang pengetahuan yang perlu dikuasai guru untuk mengintegrasikan teknologi secara
efektif di kelas. TPACK mencakup komponen pengetahuan konten, pedagogi, dan teknologi,
serta pemahaman interaksi kompleks antara komponen pengetahuan ini. Gambar 1 berikut
ini mengilustrasikan kerangka TPACK.

Halaman 4 dari 38
Gambar 1. Kerangka TPACK
( Reproduced by permission of the publisher, © 2012 by tpack.org)

Kerangka TPACK dibangun berdasar 3 komponen pengetahuan yaitu:


- Pengetahuan tentang konten/Content Knowledge (CK) : pengetahuan guru terhadap
konsep atau materi pelajaran yang menjadi tanggung jawab guru.
- Pengetahuan tentang pedagogi/Pedagogical Knowledge (PK): pengetahuan guru
tentang berbagai praktik instruksional, strategi, dan metode pembelajaran.
- Pengetahuan tentang teknologi/Technology Knowledge (TK): pengetahuan guru
tentang teknologi tradisional dan teknologi baru yang dapat diintegrasikan ke dalam
kurikulum.

I.2. Kaitan Antar Komponen TPACK

Menurut Koehler dkk. (Spector et.al, 2014), ketiga pengetahuan yang diuraikan di atas
berinteraksi, membatasi, dan mempengaruhi satu sama lain, sehingga membentuk empat
komponen yang merupakan interseksi/irisan dari 3 pengetahuan di atas. Berikut ini adalah
penjelasan keempat komponen tersebut seperti ditulis oleh Koehler dkk (Spector et.al,
2014):
- Pengetahuan Konten Teknologi / Technological Content Knowledge (TCK):
pengetahuan guru tentang hubungan timbal balik antara teknologi dan konten.
Disiplin ilmu sering didefinisikan dan dibatasi oleh teknologi dan kemampuan
teknologi dalam berfungsi maupun merepresentasikan sesuatu hal.

Halaman 5 dari 38
- Pengetahuan Konten Pedagogis / Pedagogical Content Knowledge (PCK):
pengetahuan guru mengenai bagaimana suatu topik, masalah, atau isu tertentu
dikelola, direpresentasikan, dan disesuaikan dengan minat dan kemampuan peserta
didik yang beragam, dan disajikan sebagai instruksi (Shulman, 1986).

- Pengetahuan Pedagogis Teknologi / Technological Pedagogical Knowledge (TPK):


pengetahuan guru mengenai bagaimana teknologi dapat membatasi dan
mempengaruhi praktik pedagogis tertentu.

- Pengetahuan Konten Pedagogi Teknologi / Technological Pedagogical Content


Knowledge (TPACK): pengetahuan guru tentang relasi yang kompleks antara
teknologi, pedagogi, dan konten, yang memungkinkan guru menyusun strategi
pembelajaran yang memadai dan sesuai konteks.
Dengan kata lain, dalam kerangka TPACK, interaksi antar 3 komponen (konten, pedagogi,
teknologi) sangat kompleks dan mencakup pemahaman mengenai representasi konsep
menggunakan teknologi, teknik-teknik pedagogi yang menerapkan teknologi secara
konstruktif untuk mengajarkan konten dengan berbagai cara sesuai kebutuhan belajar siswa,
pengetahuan tentang apa yang membuat suatu konsep sulit atau mudah dipelajari dan
bagaimana teknologi dapat membantu mengatasi tantangan konseptual tersebut,
pengetahuan tentang pemahaman siswa terhadap hal-hal terkait konten yang sebelumnya
pernah dipelajari, serta pengetahuan mengenai bagaimana teknologi dapat dipergunakan
untuk membangun pemahaman baru atau mengembangkan pemahaman sebelumnya
(Mishra & Koehler, 2008).
TPACK menjadi pengetahuan yang dibutuhkan guru untuk mengintegrasikan teknologi dalam
pembelajaran dalam berbagai bidang. Guru dianjurkan untuk memiliki pengetahuan dan
pemahaman atas setiap komponen, dan juga kaitan antar komponen di atas agar dapat
mengorkestrasi dan mengkoordinasi teknologi, pedagogi dan konten dalam setiap
pembelajaran (Spector et.al, 2014).

I.3. Model Pengembangan TPACK


Terdapat beberapa kemungkinan model pengembangan TPACK. Masing-masing model
didasarkan asumsi bahwa guru mungkin sudah memiliki bekal pengalaman maupun
pemahaman atas satu atau lebih pengetahuan mengenai konten, pedagogi, dan teknologi.
Model-model tersebut diilustrasikan pada Gambar 2 berikut.

Halaman 6 dari 38
Gambar 2. Model Pengembangan TPACK (Koehler et.al, 2014)

Berikut ini penjelasan singkat mengenai berbagai model tersebut (Spector et.al, 2014) :
1. Dari PCK ke TPACK
Dalam pendekatan ini, teknologi diperkenalkan sebagai cara untuk mendukung dan
meningkatkan strategi yang telah digunakan dalam kelas. Contoh model pendekatan
dari PCK ke TPACK adalah penggunaan “tipe aktivitas” seperti diskusi kelompok,
bermain peran, kunjungan lapangan, dsb. Tipe aktivitas ini sangat terkait dengan
konten tertentu. Biasanya guru akan memulai dengan menetapkan tujuan, memilih
tipe aktivitas yang akan memberikan pengalaman belajar, merumuskan rencana, dan
selanjutnya memilih alat bantu (termasuk teknologi) yang dapat mendukung
pengalaman belajar pembelajar.
Untuk membawa guru pada TPACK, dengan pengetahuannya, guru dapat belajar
untuk memutuskan dengan penuh kesadaran, hati-hati dan bijaksana, teknologi
mana yang paling sesuai dengan konten dan pedagogi yang direncanakan.

2. Dari TPK ke TPACK


Dalam beberapa situasi, guru mungkin sedang belajar beberapa teknologi baru,
namun belum mempelajari strategi pedagogis terkait konten tertentu seperti sains,
matematika, bahasa, ilmu sosial, dsb. Sebagai contoh seorang guru sedang
mempelajari teknologi web untuk meningkatkan pembelajaran siswa aktif namun
dirinya belum mempelajari metode khusus tertentu terkait kontek seperti inkuiri
terpadu dalam sains, atau literasi seimbang dalam ilmu bahasa.

Dalam kasus seperti ini ada 2 langkah yang perlu ditempuh yaitu:
- Membangun pengetahuan terkait komponen TK dan TPK di tahap awal.
- Mempelajari konten spesifik yang akan dirancangnya dan memperluas
pemahaman TPK nya menjadi TPACK.

Halaman 7 dari 38
Pendekatan ini cukup umum dipakai dalam dunia pendidikan, dimana teknologi
diperkenalkan kepada guru melalui beberapa kursus dan selanjutnya guru didorong
untuk menerapkannya pada area konten mereka sendiri.

3. Pengembangan PCK dan TPACK Secara Serempak


Jalur ketiga menuju TPACK adalah mencoba dan mengembangkan PCK dan TPACK
secara bersamaan. Hal ini dilakukan dengan menggantikan kursus tentang teknologi
pendidikan dengan integrasi sistematis dari strategi yang didukung teknologi ke
dalam kursus/pelatihan dan pengalaman lapangan.
Sebagai contoh, program yang mengikuti pendekatan ini tidak membahas topik
integrasi teknologi namun semua topik terkait konten sekaligus mengajarkan
bagaimana menggunakan teknologi dalam disiplin ilmu tersebut. Dengan demikian,
guru akan belajar PCK dan TPACK sekaligus.

I.4. Miskonsepsi tentang TPACK


Sekalipun TPACK sudah dikenal di kalangan para guru, beberapa penelitian menemukan
adanya miskonsepsi pengertian TPACK. Salah satunya adalah Nisa dkk (2022) yang
melakukan studi terhadap guru pra-jabatan bidang Bahasa Inggris tentang TPACK di Ciamis
menemukan bahwa pada saat mengimplementasikan TPACK, responden lebih fokus pada
elemen teknologi ketimbang pada elemen lainnya (konsep dan pedagogi). Selain penelitian
tersebut, banyak artikel jurnal berbahasa Indonesia yang dapat diakses di internet, juga
menuliskan tentang TPACK sebagai pemanfaatan TIK untuk proses pembelajaran dan
bukannya menekankan pada kompetensi guru. Kompetensi guru khususnya guru informatika
terkait TPACK, khususnya konten, pedagogi dan teknologi menjadi peluang untuk dijadikan
penelitian.
Di era digital ini, dengan semakin intensifnya penggunaan TIK untuk mendukung proses
pembelajaran terutama di masa pandemi Covid dimana sekolah terpaksa menjalankan
pembelajaran jarak jauh, miskonsepsi ini makin potensial untuk terjadi. Miskonsepsi ini lebih
berpotensi lagi terjadi pada guru mata pelajaran Informatika, yang belum dapat
membedakan antara Informatika dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan
menganggap bahwa Informatika identik dengan komputer, sehingga informatika harus
diajarkan dengan komputer.
Archambault & Crippen (2009) yang melakukan penelitian terhadap guru daring pada
sekolah dasar hingga menengah (K-12) di USA menegaskan bahwa pengajaran yang baik
mestinya tidak hanya menambahkan teknologi ke dalam domain pengajaran dan konten
yang ada. Sebaliknya, pengenalan teknologi menyebabkan representasi konsep baru dan
membutuhkan pengembangan kepekaan terhadap hubungan transaksional yang dinamis
antara ketiga komponen yang disarankan oleh kerangka kerja TPACK.
Selain beberapa temuan miskonsepsi di atas, terdapat beberapa pendekatan serupa TPACK
yang terkadang dikaburkan dengan beberapa pendekatan lain yaitu ICT - Related
Pedagogical Content Knowledge (ICT-Related PCK); Knowledge of Educational Technology;

Halaman 8 dari 38
Technological Content Knowledge; Electronic Pedagogical Content Knowledge (ePCK); dan
Technological Pedagogical Content Knowledge - Web (TPCK-W). Sekalipun masing-masing
pendekatan memiliki sedikit perbedaan, namun pada dasarnya semua pendekatan
menyepakati bahwa guru memiliki pengetahuan tentang kemampuan dan kendala dari
teknologi baru untuk transformasi konten dan pedagogi (Spector et.al, 2014).
Dalam paparan ini diuraikan sedikit tentang perbedaan TPACK dengan beberapa pendekatan
yang lain.
ICT-Related PCK berbeda dari TPACK karena mengkonseptualisasikan integrasi teknologi ke
dalam pengajaran seperti yang terjadi dalam ranah PCK, dan membutuhkan tambahan tipe
pengetahuan dalam PCK. Sedangkan kerangka TPACK menganggap pengetahuan tentang
teknologi sebagai badan pengetahuan (body of knowledge) sendiri (Gambar. 1), yang
berinteraksi dengan badan pengetahuan lain (CK, PK, dan PCK) untuk membentuk jenis
pengetahuan baru.
Knowledge of Educational Technology berbeda dengan TPACK, di mana kerangka TPACK
menekankan interaksi antara konten, pedagogi, dan teknologi—memperlakukan
pengetahuan teknologi sebagai hal yang terpisah tetapi berinteraksi dengan semua bentuk
lain dari pengetahuan guru. Sebaliknya, Knowledge of Educational Technology
memperlakukan pemahaman terintegrasi mengajar dengan teknologi sebagian besar dapat
dimengerti menggunakan kerangka pengetahuan guru yang diusulkan Shulman (1986).
Technological Content Knowledge adalah kerangka teoritis yang didefinisikan sebagai irisan
antara teknologi dan konten (Slough & Connell, 2006). Salah satu contoh TCK yaitu visualisasi
yang dihasilkan oleh komputer. Visualisasi ini adalah irisan antara teknologi dan konten yang
menawarkan cara baru membangun pemahaman saintifik.
Technological Content Knowledge berbeda dari kerangka kerja TPACK di mana kerangka kerja
TPACK mengkonseptualisasikan teknologi sebagai ranah pengetahuan yang terpisah dari
konten maupun pedagogi dan berfokus pada bidang yang tumpang tindih antara tiga ranah
pengetahuan tersebut.
Electronic Pedagogical Content Knowledge (ePCK) berbeda dari kerangka TPACK karena ePCK
menekankan praktik pedagogis khusus untuk pendidikan teknologi ketimbang
mengkonseptualisasikan teknologi sebagai ranah pengetahuan yang berbeda.
Technological Pedagogical Content Knowledge - Web (TPCK-W) terdiri dari komponen konten
dan pedagogi dalam TPACK, dan mengganti komponen teknologi secara umum dengan
World Wide Web (Lee & Tsai, 2010 ). TPCK-W merupakan perluasan dari kerangka kerja
Shulman’s ( 1986 ) dan kerangka kerja TPACK (Mishra and Koehler, 2006 ). Sebuah contoh
TPCK-W adalah kemampuan untuk memilih Web-based courses yang tepat untuk
membantu pembelajaran.

Halaman 9 dari 38
Bagian II TPACK Untuk Informatika

II.1.Materi Informatika dalam Kurikulum Informatika


Materi informatika diturunkan dari definisi Capaian Pembelajaran yang memuat materi
secara generik. Capaian Pembelajaran hanya memuat materi secara generik karena
kurikulum Informatika adalah Kerangka Kurikulum yang masih perlu diwujudkan menjadi
Kurikulum Operasional Sekolah yang lebih jelas. Dari materi dalam CP yang masih generik
ini, perlu diturunkan materi. Kompetensi lebih rinci juga perlu diturunkan dari CP menjadi
Tujuan Pembelajaran. Jika pembelajaran akan memakai tools (alat/kakas bantu) dan
teknologi, maka juga perlu didefinisikan dalam kurikulum sekolah.

Pada sub-bab Materi Informatika ini, akan dipaparkan secara garis besar mengenai setiap
elemen Informatika sebagai bagian dari kurikulum Informatika, agar dapat dipakai sebagai
dasar dalam menyusun materi pembelajaran. Urutan penyajian bukan berdasarkan urutan
kemunculan dalam kurikulum, melainkan dari kepentingan dan keterkaitannya satu sama
lain.

Selain memaparkan materi esensial setiap elemen, bagian berikut ini juga disajikan secara
ringkas keterkaitan satu elemen dengan elemen lainnya, yang bermanfaat jika guru ingin
mengemas beberapa elemen menjadi satu unit pembelajaran berupa paket tematik.

Perlu diingat bahwa materi yang dituliskan per elemen ini perlu dikemas menjadi persoalan
HOTS, dan proses pembelajarannya dijalankan lewat activity based learning. Hampir semua
aktivitas pembelajaran informatika adalah problem based learning dan project based
learning yang dikemas menjadi kegiatan tematik kontekstual. Karena pada pembelajaran
berbasis aktivitas dan tematik hanya membahas kasus, maka guru perlu mempelajari materi
esensial yang disampaikan dan mengembangkan kasus-kasus setara dari contoh yang ada.

Informatika adalah bidang yang banyak berinteraksi dengan bidang lainnya. Jika
diperhatikan, materi yang dipaparkan di bagian berikut ini sangat umum dan merupakan
aplikasi informatika di berbagai bidang. Selain itu, perhatikan juga bahwa materi
pembelajaran informatika bukan hanya konsep berupa kata benda, tetapi juga proses. Hal
ini tampak jelas misalnya dalam elemen berpikir komputasional yang berarti proses berpikir,
problem solving.

Penguasaan MATERI sangat penting dan menjadi modal awal bagi guru untuk melakukan
aktivitas pembelajaran bersama siswa.

II.1.1 Materi Elemen Berpikir Komputasional (BK)


Sesuai rumusan Capaian Pembelajaran elemen BK, pada akhir fase D peserta didik
diharapkan mampu menerapkan berpikir komputasional untuk menghasilkan beberapa

Halaman 10 dari 38
solusi dalam menyelesaikan persoalan dengan data diskrit bervolume kecil dan
mendisposisikan berpikir komputasional dalam bidang lain terutama dalam literasi,
numerasi, dan literasi sains (computationally literate).

Materi yang dibahas dalam elemen BK adalah latihan problem solving persoalan-persoalan
yang didasari konsep informatika seperti antrian, tumpukan, jejaring (graf), logika boolean,
konsep gate/gerbang komputer, sistem biner dan turunannya (oktal, heksadesimal), yang
dideskripsikan dalam bentuk persoalan sehari-hari. Persoalan-persoalan tersebut menjadi
dasar dari lahirnya komputer dan sistem operasi komputer yang berupa program sistem.

Dasar berpikir dari Informatika adalah Computational Thinking (Berpikir Komputasional, BK),
oleh sebab itu elemen BK merupakan elemen yang digambarkan sebagai fondasi “Rumah
Informatika” dalam definisi kurikulum Informatika. Tanpa pondasi yang kuat, rumah akan
runtuh, demikian pula dengan BK sebagai fondasi Informatika, sehingga pada kurikulum
Merdeka, BK perlu diintegrasikan ke beberapa mata pelajaran pada fase A,B,C di mana siswa
menjalankan proses-proses komputasi pada objek konkrit, sebelum melakukan proses
komputasi terhadap data. Capaian Pembelajaran BK untuk fase A,B,C yang juga dicakup pada
definisi kurikulum Informatika, dapat dijadikan panduan bagi guru SD untuk menerapkan BK,
dan menjadi bahan evaluasi (asesmen diagnostik) bagi guru SMP untuk memulai BK pada
fase D. Karena BK perlu dipraktekkan di semua bidang, maka BK termasuk core practices.
Sebagaimana dijelaskan dalam Buku Guru Informatika kelas VII, mata pelajaran Informatika
pada hakikatnya meliputi tiga unsur utama menurut Next Generation Science Standards
(https://www.nextgenscience.org/) yaitu core concept, core practices, dan cross cutting
aspect. Core concept informatika berisi konsep lima pilar keilmuan Informatika. Core
practices mengemas setiap konsep menjadi kegiatan-kegiatan praktik, baik praktik kecil yang
merupakan bagian dari setiap konsep dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, maupun
praktik besar dalam bentuk projek yang disebut Praktik Lintas Bidang (PLB), Sedangkan cross
cutting aspect membahas aspek BK dan TIK yang akan menyentuh tidak hanya bidang ilmu
Informatika, namun juga bermanfaat bagi siswa dalam semua mata pelajaran. Core concept
dan core practices juga disebut dalam kerangka ilmu informatika bagi pendidikan dasar dan
menengah (K12 Computer Science Framework, https://k12cs.org).

Materi utama elemen BK adalah problema (persoalan) di berbagai bidang, termasuk


informatika. BK menjadi landasan berpikir untuk mendapatkan solusi terprogram. Problem
solving memerlukan banyak latihan, lewat contoh-contoh konsep informatika yang disajikan
dalam konteks kehidupan sehari-hari seperti pada soal bebras (https://bebras.or.id) yang
belum melibatkan kegiatan pemrograman.

Dari segi konsep, elemen AD dan AP paling membutuhkan BK. Pemanfaatan tools yang
efisien pada TIK dan SK untuk mendukung pemecahan persoalan juga membutuhkan BK.
Konsep mesin terprogram dan input-proses-output pada SK didasari oleh BK. Konsep jejaring
pada JKI membutuhkan BK. Oleh karena itu, pembelajaran BK tidak cukup hanya dari

Halaman 11 dari 38
menerapkan dekomposisi, algoritma, abstraksi dan pengenalan pola saja tetapi juga perlu
dijabarkan lebih operasional dan dikaitkan dengan semua konsep keilmuan informatika.

Dasar dari BK adalah proses berpikir untuk problem solving yang efektif dan efisien. Selain
memastikan bahwa peserta didik berhasil merumuskan solusi persoalan tersebut, juga perlu
ada asesmen terhadap proses berpikir untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

II.1.2.Materi Elemen Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Dalam rumusan CP elemen TIK pada akhir fase D, diharapkan peserta didik mampu
memanfaatkan aplikasi surel dalam berkomunikasi, aplikasi peramban dalam pencarian
informasi di internet, CMS dalam pengelolaan konten digital, dan memanfaatkan perkakas
TIK untuk mendukung pembuatan laporan, presentasi serta analisis dan interpretasi data.

Materi elemen TIK adalah memanfaatkan dan mempelajari perangkat TIK sesuai CP, untuk
berkomunikasi dalam masyarakat digital/bersosial media dan untuk menunjang tugas
sehari-hari, minimal mengenai email, peramban, blog, aplikasi pengolah kata, pengolah
lembar kerja, sarana presentasi, serta aplikasi untuk mendukung proses pembelajaran.

Beberapa aplikasi yang dipelajari untuk dimanfaatkan dalam proses pembelajaran guna
mendukung terwujudnya CP elemen TIK adalah aplikasi surel, aplikasi peramban, aplikasi
untuk mengelola konten digital, aplikasi pemroses kata, aplikasi pengolah lembar kerja, dan
aplikasi pendukung presentasi. Aplikasi-aplikasi tersebut tidak hanya dibutuhkan untuk
pembelajaran informatika, tetapi untuk juga untuk digunakan dalam pembelajaran apapun.

Sebagaimana halnya dengan BK sebagai kemampuan umum yang dibedakan antara BK untuk
bidang lain dan BK untuk bidang Informatika, demikian juga dengan TIK. TIK merupakan
kemampuan umum untuk semua bidang dan berguna untuk menunjang kehidupan
sehari-hari di era digital, namun juga ada TIK untuk bidang Informatika. TIK dapat diajarkan
dengan beberapa tingkatan kompetensi:
1. Mengoperasikan tools dengan efektif, efisien dan optimal. Seorang juru ketik, yang
mengetik menggunakan aplikasi pemroses kata dan komputer, hanya mengetik teks
yang disodorkan kepadanya oleh konseptor dari teks tersebut.
2. Memanfaatkan tools (termasuk mengoperasikan perangkat keras dan perangkat
lunak) sebagai alat bantu penyelesaian persoalan, dengan memperhatikan praktik
baik dan aspek etika. Kompetensi ini sangat beririsan dengan DSI (Dampak Sosial
Informatika, khususnya literasi digital). Dalam memanfaatkan tools, perlu
diperhatikan hal-hal berikut: pemaknaan, praktik baik, serta etika yang sering
dilupakan. Contoh hal yang penting misalnya dalam penggunaan aplikasi pendukung
presentasi, diharapkan guru juga menjelaskan teknik presentasi. Dalam penggunaan
peramban, perlu dijelaskan juga bagaimana pencarian yang menghasilkan ribuan
hasil dapat mengerucut dengan cepat sesuai informasi yang dibutuhkan. Dalam

Halaman 12 dari 38
penggunaan surel, perlu diperhatikan bahasa komunikasi penulisan surat untuk
penerima dan tujuan yang tepat.
3. Memahami komponen, struktur dan fitur tools secara menyeluruh dan mengaitkan
dengan kebutuhan seluruh kategori pengguna yang berpotensi menggunakan tools
tersebut. Misalnya dalam pembelajaran surel, siswa perlu mengetahui apa itu To
(penerima), CC (Carbon Copy), BCC (Blind Carbon Copy), subject dan signature.
Kompetensi ini berlandaskan BK dan kelak akan dapat dipakai untuk merancang tools
bagi keperluan lain. Dalam gelombang semantik (gambar 3 modul ini) yang akan
dijelaskan di Sub Bab 1.2, hal ini masuk dalam aspek unboxing.
4. Merancang tools TIK dan mengembangkannya. Dalam gelombang semantik (gambar
3), ini adalah aspek reboxing, dan bukan menjadi capaian pembelajaran Informatika
di tingkat pendidikan dasar.

Karena tools TIK dapat berupa perangkat keras, perangkat lunak atau gabungan keduanya
serta terhubung dalam jaringan komputer atau Internet, maka TIK erat hubungannya
dengan materi SK dan JKI. Pemanfaatan TIK harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan
dalam aras tinggi (HOTS) terkait problem solving sehingga TIK juga berhubungan dengan
elemen BK. Selain itu, TIK dimanfaatkan untuk melakukan analisis data dengan lebih efisien
(terkait dengan AD untuk memproses data), serta sebagai perangkat untuk kegiatan AP.
Selain itu, BK dapat membantu siswa untuk mengenali pola interaksi manusia dan komputer
dalam memanfaatkan perangkat lunak baik dalam tampilan grafis maupun tekstual.

Karena luasnya kemungkinan pemanfaatan TIK dalam berbagai bidang, maka tugas terkait
materi ini dapat didefinisikan bekerja sama dengan mata pelajaran lain.

II.1.3.Materi Elemen Dampak Sosial Informatika (DSI)

Rumusan CP elemen DSI pada akhir fase D: peserta didik menyadari keberadaan dunia digital
disekitarnya, ketersediaan data dan informasi lewat aplikasi media sosial, serta memahami
keterbukaan informasi, memilih informasi yang bersifat publik atau privat, menjaga
keamanan dirinya dalam masyarakat digital dan menerapkan etika dunia maya.

Materi DSI mencakup isu-isu terkini di masyarakat terkait implementasi informatika,


khususnya dan terkait isu global seperti digital society, society 5.0, 17 tujuan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development goal) yaitu kemiskinan kelaparan, kesehatan &
kesejahteraan, pendidikan, kesetaraan gender, air bersih & sanitasi, energy bersih &
terjangkau, pekerjaan yang layak & pertumbuhan ekonomi, industry, inovasi & infrastruktur,
ketimpangan, komunitas & kota berkelanjutan, produksi & konsumsi yang
bertanggungjawab, perubahan iklim, kehidupan bawah air, kehidupan di daratan,
perdamaian, keadilan dan lembaga yang kuat, serta kerjasama untuk mencapai tujuan.
Uraian selengkapnya bisa dibaca dari https://sdgs.un.org/goals. Materi DSI juga mencakup
pengenalan produk-produk IT dan dampaknya seperti kartu pintar (smart card) untuk kartu

Halaman 13 dari 38
bus kota, kartu debit bank, robot yang dimanfaatkan di dunia industri maupun kesehatan,
rumah cerdas (smart home) yang dikendalikan menggunakan smartphone, dll.

Materi DSI sebagian besar dapat diberikan secara unplugged, dengan mengajak siswa
berpikir kritis terhadap dampaknya berdasarkan data. Topik terkait teknologi masa depan
seperti autonomous car, robot cerdas, dll dimaksudkan untuk memberi gambaran dan
motivasi siswa akan kemajuan teknologi yang saat ini sedang dihadapinya.

Dampak Sosial Informatika adalah salah satu elemen informatika yang dilandasi BK dan TIK.
DSI merupakan salah satu elemen informatika yang tidak terlalu teknis. Semua aspek di
mana TIK dan informatika muncul dalam kehidupan manusia, dapat dijadikan materi (lebih
tepatnya dijadikan kasus) yang dipilih untuk dikaji secara kritis. Oleh sebab itu, Literasi Digital
mengemas BK, TIK dan DSI dalam aspek tertentu. Diharapkan agar materi DSI tidak hanya
mencakup hal-hal yang sudah dikenal di sekitar sekolah maupun kehidupan siswa, namun
juga membangkitkan inovasi dan kreativitas siswa menggagas solusi-solusi di masa depan.

II.1.4.Materi Elemen Sistem Komputer (SK)

Dalam rumusan CP elemen SK, pada akhir fase D peserta didik mampu mendeskripsikan
komponen, fungsi, dan cara kerja komputer yang membentuk sebuah sistem komputasi,
serta menjelaskan proses dan penggunaan kodifikasi untuk penyimpanan data dalam
memori komputer.

Materi SK yang terkait dengan CP tersebut adalah komputer sebagai alat untuk melakukan
komputasi dengan model mesin von Neumann, yang basisnya Input-Proses-Output. Proses
komputasi tersebut mengandalkan memori dan prosesor. Materi SK juga mencakup piranti
(devices) yang tersedia sehari-hari dan ada di pasaran yang dapat digolongkan sebagai
piranti input, proses dan output serta cara memilih perangkat yang sesuai dengan
kebutuhan. Sejarah komputer mulai dari komputer yang sangat besar ukurannya dan hanya
digunakan di perusahaan hingga komputer personal yang dikenal saat ini serta
performansinya yang semakin membaik (mulai mainframe, mini computer, PC, laptop,
tablet, smart phone) juga menjadi materi dalam SK.

Sebuah komputer bekerja dengan data dalam representasi sistem biner. Oleh karena itu,
operasi sistem biner yang berkaitan dengan logika dan operasi boolean dapat menjadi
bagian dari BK, dan dapat dikaitkan dengan perangkat keras komputer. Materi SK Fase D juga
dapat dikemas menjadi satu paket unit dengan TIK, karena selain dioperasikan, komputer
merupakan salah satu tools yang dipakai untuk menyelesaikan persoalan sehari-hari.

II.1.5. Materi Elemen JKI (Jaringan Komputer dan Internet)

Rumusan CP elemen JKI pada akhir fase D adalah sebagai berikut: peserta didik mampu
mengenal internet dan jaringan lokal, komunikasi data via HP, konektivitas internet melalui

Halaman 14 dari 38
jaringan kabel dan nirkabel (bluetooth, wifi, internet), dan memahami enkripsi untuk
memproteksi data, serta mampu melakukan koneksi perangkat ke jaringan lokal maupun
internet yang tersedia.

Materi JKI mencakup konsep jaringan komputer yang didasari jejaring (graf) di mana simpul
adalah perangkat dan jalur adalah komunikasi antar perangkat baik perangkat yang dipakai
pengguna maupun perangkat jaringan. Konsep jejaring ini merupakan salah satu struktur
penting dan dibahas juga dalam elemen BK. Selain itu juga dibahas konsep keamanan data
dan aspek praktisnya lewat aplikasi serta pemahaman akan koneksi perangkat dan routing
(pengiriman data antar perangkat). Dari segi praktek, JKI fase D hanya sebatas keterampilan
siswa dalam melakukan koneksi ke jaringan internet yang ada. Dengan demikian siswa
diharapkan mengenali/menyadari saat dia terhubung ke jaringan sehingga memperhatikan
privacy dan keamanan dirinya. Praktek JKI dapat disatukan dengan praktek TIK dan SK.

II.1..6. Materi Elemen AD (Analisis Data)

Dalam rumusan CP elemen AD pada akhir fase D, dinyatakan bahwa peserta didik mampu
mengakses, mengolah, mengelola, dan menganalisis data secara efisien, terstruktur, dan
sistematis untuk menginterpretasi dan memprediksi sekumpulan data dari situasi konkret
sehari-hari dengan menggunakan perkakas TIK atau manual.

Materi AD mencakup tipe data: numerik, string/teks, tanggal (date). Materi juga mencakup
dasar pemrosesan data yang meliputi: input (perekaman data melalui berbagai cara),
proses (sorting,filtering,summarizing, look up/mencari data tertentu, mengidentifikasi trend,
melakukan prediksi), serta output (visualisasi dalam berbagai bentuk tampilan).

Dalam elemen AD juga dibahas tools untuk memproses data dan kaitan fitur dengan istilah
generik pemrosesan data tsb agar tidak hanya terjebak istilah terkait tools (misalnya pivot
pada spreadsheet adalah summarizing). Materi AD juga mencakup kemampuan menganalisis
dan memaknai data dalam bentuk "bercerita" tentang data (data storytelling). Selain itu,
dibahas juga aspek privasi dan hak akses data, disertai contoh situs-situs yang menyediakan
data secara terbuka.

Latihan analisis data sedapat mungkin dilakukan menggunakan tools TIK (lembar kerja) agar
siswa dapat merasakan dinamika eksekusi otomatis yang sangat cepat saat sebuah rumus
perhitungan dieksekusi dengan data yang diubah dan volume yang lebih besar. Data yang
diolah dapat berupa data apa saja, sehingga dari segi konsep, perlu diperkenalkan tipe data
(numerik, teks, tanggal dsb.). Perhitungan otomatis hanya dapat dilakukan komputer jika
rumusnya diberikan, sehingga siswa perlu memahami bagaimana menuliskan rumus
perhitungan dalam bentuk ekspresi (prefiks, posfiks, infiks) yang terdiri dari operan dan
operator. Tipe data dan perumusan ada kaitannya dengan AP, di mana semua bahasa
pemrograman (termasuk bahasa pemrograman visual yang digunakan pada Fase D) juga

Halaman 15 dari 38
menyediakan fasilitas perhitungan ekspresi berdasarkan tipe data yang diproses yang
disimpan dalam variabel.

Analisis Data yang dilakukan dengan volume data kecil pada Fase D harus memberikan
gambaran bahwa kelak analisis data akan dilakukan dengan data yang jauh lebih banyak dan
tidak terstruktur. Untuk melakukan analisis data yang banyak (atau disebut juga bervolume
besar), diperlukan keterampilan mengolah data kecil. Pengolahan data banyak juga tidak
mungkin lagi dilakukan dengan cara yang sama. Sebagai contoh, pengecekan kebenaran
perhitungan rumus hanya mungkin dilakukan terhadap data bervolume kecil. Untuk data
bervolume besar harus digunakan cara yang berbeda. Hal ini terkait dengan testing dan
debugging yang akan dipelajari pada elemen PLB.

II.1.7.Materi Elemen Algoritma dan Pemrograman (AP)

Dalam rumusan CP elemen AP pada akhir fase D, peserta didik diharapkan mampu
memahami objek- objek dan instruksi dalam sebuah lingkungan pemrograman blok (visual)
untuk mengembangkan program visual sederhana berdasarkan contoh-contoh yang
diberikan, mengembangkan karya digital kreatif (game, animasi, atau presentasi intraktif),
menerapkan aturan translasi konsep dari satu bahasa visual ke bahasa visual lainnya, dan
mengenal pemrograman tekstual sederhana.

Materi AP mencakup dasar pemrograman, yaitu algoritma yang juga menjadi salah satu
fondasi BK. Materi AP juga mencakup konsep pemrograman visual melalui contoh nyata, bisa
plugged atau unplugged : objek visual (dalam bentuk file gambar, suara) yang diprogram dan
fitur/properties-nya, program visual dalam bentuk blok: blok control/kondisional/loop, blok
variable; blok pergerakan/motion. Dalam elemen AP dibahas juga bagaimana
mengembangkan produk karya digital kreatif (animasi, games sederhana) dalam bahasa
pemrograman blok tertentu: menuliskan skenario perilaku programnya, demo hasil karya.
Jika memungkinkan, pengembangan karya digital kreatif dibahas dalam 2 bahasa visual yang
mirip. Hal ini dimaksudkan untuk mempraktekkan aspek BK dalam membentuk pola program
visual dan memahami translasi bahasa visual menjadi bahasa tekstual melalui tools.

Algoritma dan Pemrograman digambarkan sebagai pilar dalam gambar rumah informatika,
maka AP adalah salah satu core concept, bahkan menjadi konsep inti yang paling penting
dalam informatika sebab berkat elemen ini, solusi dapat dikerjakan/dijalankan dengan
komputer, sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 3 berikut ini.

Halaman 16 dari 38
Gambar 3. Proses Problem Solving

Terkadang AP masih dianggap sebagai bagian yang sulit dari Informatika, dan membuat guru
berlatar belakang bidang lain menjadi “takut”. Padahal AP di fase D hanya mensistematiskan
solusi agar dengan efektif dan efisien dapat dijalankan oleh komputer.

AP yang merupakan “intisari dan muara” pengetahuan informatika ini saling berkaitan
dengan semua elemen lainnya. Dasar berpikir sebelum memprogram adalah BK yaitu solusi
dalam bentuk algoritma yang dipahami oleh manusia. Menuliskan program komputer
(koding) akan dilakukan dengan menerjemahkan algoritma menjadi program (instruksi
dalam bentuk teks, atau yang sudah dikemas menjadi sebuah blok) yang dipahami dan siap
dikerjakan/dieksekusi oleh komputer. Silakan membaca artikel populer sebagai berikut :
https://www.indonesiana.id/read/152133/ct-dan-programming-bukan-hanya-koding-bagian-3-habis

Program yang ditargetkan pada fase D adalah pemrograman prosedural visual. Pada
pemrograman visual, siswa hanya diharapkan menuliskan program dalam bentuk susunan
blok sehingga memprogram adalah seperti menyusun potongan puzzle. Memprogram pada
fase D juga tidak menuliskan algoritma yang rumit, melainkan hanya menuliskan skenario
tentang apa yang dilakukan oleh komputer terhadap objek yang didefinisikan (gambar,
suara, dll). Pemrograman fase D itu sangat menyenangkan dan membangun kreativitas
karena karya program berbentuk karya digital kreatif yang bisa interaktif seperti animasi dan
games. Setiap blok akan mengemas penulisan instruksi yang merupakan konsep program
prosedural yang dapat langsung dipakai secara intuitif, yaitu: variabel, tipe, ekspresi,
instruksi kondisional dan industri pengulangan. Sedikit bukan?

Pada pemrograman prosedural visual dengan ekspresi blok, setiap alur algoritma akan
berfungsi terhadap objek yang diprogram. Jika ada beberapa objek yang diprogram, maka
penulis program bisa membuat skenario interaksi antar objek, misalnya objek berupa kucing,
berinteraksi dengan objek anjing di mana keduanya saling berkejaran. Setiap objek juga
dapat digerakkan di layar, bersuara, dsb. Interaksi dan interaktivitas ini sangat menarik buat
siswa! Mereka bisa ber“prakarya” digital membuat animasi dan game!

Praktikum AP dalam bentuk satu karya dapat dikategorikan PLB “mini”, karena sudah
mengemas semua konsep yang dicakup dalam elemen PLB.

Halaman 17 dari 38
II.1.8.Materi Elemen Praktika Lintas Bidang (PLB)
Dalam rumusan CP elemen PLB Fase D, peserta didik mampu bergotong royong untuk
mengidentifikasi persoalan, merancang, mengimplementasi, menguji, dan menyempurnakan
artefak komputasional yang merupakan solusi dari persoalan tersebut, serta
mengomunikasikan secara lisan maupun tertulis produk dan proses pengembangan
solusinya dalam bentuk karya kreatif yang menyenangkan.

PLB pada dasarnya adalah aktivitas berbasis projek untuk mengembangkan artefak
komputasional, yang mencakup 7 aspek PLB mengacu ke kompetensi generik proses
engineering yang didefinisikan pada https://k12cs.org sebagai berikut:
1. Membina budaya kerja masyarakat digital dalam tim yang inklusif.
2. Berkolaborasi untuk melaksanakan tugas dengan tema komputasi.
3. Mengenali dan mendefinisikan persoalan yang pemecahannya dapat didukung
dengan komputer.
4. Mengembangkan dan menggunakan abstraksi (model).
5. Mengembangkan artefak komputasional atau suatu produk dengan menerapkan
berpikir komputasional.
6. Mengembangkan rencana pengujian, menguji dan mendokumentasikan hasil uji
artefak komputasional (produk TIK).
7. Mempresentasikan dan menjelaskan karyanya, dalam bentuk lisan, tertulis, atau
dalam bentuk poster/gambar.

Materi yang dikembangkan dapat terkait bidang apapun, tergantung tema projek dan
persoalan yang akan diselesaikan dengan bantuan sistem komputasi. PLB juga sangat
potensial untuk dijadikan salah satu topik Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.

Aktivitas bisa dikerjakan secara plugged, misalnya dalam bentuk:


- Projek pemrograman (tanpa menggunakan educational kits atau menggunakan
educational kits seperti Makey-makey, robot murah, dsb.)
- Projek analisis data dengan mengacu ke open data yang ada atau data yang diberikan
oleh guru.

Selain itu, aktivitas PLB juga bisa dilakukan secara unplugged, misalnya: mengerjakan projek
untuk menganalisis, merancang prototype atau menghasilkan model komputasi, atau
penelitian terkait dampak sosial informatika (misalnya melakukan studi pengaruh
penggunaan gadget terhadap kesehatan mata, dsb.).

Elemen PLB merupakan elemen yang digambarkan sebagai plafon bangunan informatika,
yang melingkupi 5 pilar core concept informatika. PLB merupakan core practices yang sangat
penting dan mungkin merupakan hal baru bagi guru Informatika. PLB akan merupakan
kegiatan yang menyatukan semua potongan pengetahuan yang telah dipelajari siswa.

Halaman 18 dari 38
Karena core practices, PLB dapat dikaitkan dengan semua elemen lainnya bahkan dengan
elemen pengetahuan bidang lain. Materi PLB adalah produk berupa artefak komputasional
(terprogram atau tidak terprogram) yang harus diselesaikan dengan proses yang mencakup
beberapa dari 7 aspek PLB sesuai lingkup aspek PLB yang ditargetkan. Untuk Fase D, belum
ditargetkan untuk membuat projek yang mencakup semua aspek sekaligus. Karena setiap
cakupan aspek untuk menghasilkan produk perlu dinilai, Guru perlu mengatur aspek mana
yang penting dicakup pada sebuah projek menghasilkan produk tertentu, agar tidak
membebani siswa terlalu berat, dan juga tidak terlalu membebani guru.

II.2.Pedagogi Informatika

Pedagogi yang efektif adalah inti dari pengajaran dan pembelajaran yang baik. Guru
Informatika yang sukses perlu menggabungkan pengetahuan mereka tentang materi/subjek
belajar dengan praktik pengajaran berbasis pengalaman. Informatika adalah disiplin yang
relatif baru, akibatnya bukti pendekatan pengajaran yang efektif terus muncul dan
berkembang. Oleh sebab itu guru Informatika perlu terus menerus belajar dan juga
berkontribusi ke komunitas guru Informatika untuk membagikan pengalaman melalui
makalah-makalah penelitian tindakan kelas.

Untuk bekal mengajar, Guru Informatika tidak cukup hanya mempelajari buku berbasis
aktivitas saja karena buku berbasis aktivitas walaupun merupakan praktik pembelajaran
yang baik, belum mencakup semua konsep keilmuan. Konsep keilmuan informatika secara
utuh hanya dapat diperoleh dari buku teks. Berbekal buku teks yang berisi konsep keilmuan
informatika, guru dapat mengembangkan contoh-contoh yang lebih bervariasi yang masih
setara kompleksitasnya, atau menurunkan ke capaian minimum bahkan menaikkan kesulitan
persoalan sesuai dengan kemampuan siswa. Dengan demikian, kreativitas guru dalam
mengajar dapat ditingkatkan.

Bagaimana guru sebaiknya mengajar Informatika? Salah satu pendekatan pedagogi yang
banyak diterapkan dalam pembelajaran Informatika adalah semantic wave
(http://ncce.io/qr06).

Semantic wave (gelombang semantik) adalah bagian dari teori pendidikan oleh Karl Maton
(Maton, 2013) yang membantu guru berpikir tentang apa yang membuat pengalaman
pendidikan yang baik (atau buruk). Hal ini dapat membantu meningkatkan rencana
pembelajaran, kegiatan individu, dan menjadi cara untuk meninjau pembelajaran yang telah
dilakukan, baik tatap muka, daring, tertulis atau multimedia. Teori gelombang semantik
semula lahir untuk pedagogi pembelajaran linguistik, dan kini banyak digunakan untuk
Informatika, mengingat bahwa Informatika sangat dekat dengan linguistik (bahasa
pemrograman adalah sebuah bahasa untuk dipahami komputer). Misalnya pemrograman

Halaman 19 dari 38
pada hakekatnya adalah menuliskan solusi dalam “teks” (dalam bahasa pemrograman
prosedural tekstual) atau simbol lain (dalam hal pemrograman visual) ke dalam bahasa
pemrograman.

Informatika, dan khususnya pemrograman, adalah subjek dengan banyak istilah teknis yang
memiliki arti teknis yang presisi. Agar berhasil mempelajarinya, siswa harus menguasai
istilah-istilah yang dipakai (terminologi), dan pada saat yang bersamaan juga
mengembangkan pemahaman yang kuat tentang konsep-konsep.

Secara garis besar, penerapan teori gelombang semantik untuk mengajar elemen Algoritma
dan Pemrograman diilustrasikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Gelombang Semantik (Semantic Wave) disalin dari http://ncce.io/qr06

Salah satu strategi mengajar informatika yang bagus untuk membantu siswa belajar adalah
membuat pengalaman belajar mengikuti gelombang semantik. Hal ini dilakukan dengan
melibatkan pengenalan konsep abstrak (dengan memperkenalkan terminologi/istilah
terkait), namun menggunakan bahasa yang lebih sederhana untuk menjelaskan artinya.
Penggunaan metafora, analogi, dan teknik unplugged adalah cara yang ampuh untuk
mengajar, asalkan dirancang dan digunakan dengan baik. Sekalipun demikian, penting untuk
kemudian membantu siswa menghubungkan makna-makna yang lebih sederhana itu ke
konsep abstrak yang dipelajari dan bahasa teknis terkait.

Misalnya, ketika guru memperkenalkan gagasan tentang variabel dan instruksi penugasan
(assignment) menggunakan kata-kata teknis dan konsep abstrak, peserta didik berada di
puncak gelombang semantik. Untuk membantu peserta didik turun ke gelombang semantik,
salah satu kemungkinan cara yang ditempuh guru adalah menjelaskan variabel
menggunakan kotak. Untuk membantu menjelaskan lebih konkrit, guru dapat
mengilustrasikan penjelasannya dengan alat peraga fisik. Namun, guru tidak boleh

Halaman 20 dari 38
membiarkan peserta didik berpikir bahwa ini hanya tentang kotak dan pemindahan nilai
antar kotak. Guru harus membantu siswa menghubungkannya kembali ke istilah teknis dan
konsep abstrak variabel program, sehingga siswa dapat berselancar naik kembali ke puncak
gelombang semantik. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan cara sebagai berikut: guru
mendemonstrasikan serangkaian instruksi penugasan (assignment) dalam bahasa
pemrograman yang diajarkan, langkah demi langkah, sembari memasukkan nilai ke dalam
kotak, atau meminta siswa mengikuti suatu penggalan program, untuk membantu peserta
didik mengemas (menemukan) maknanya. Dengan melintasi gelombang ini, guru dapat
membantu siswa memahami konsep-konsep yang kompleks dan abstrak melalui hal-hal yang
konkret dan akrab dalam keseharian siswa.

12 Prinsip Pedagogi Informatika

Publikasi NCCE berupa 12 prinsip Pedagogi Informatika akan diterjemahkan secara ringkas
pada tulisan ini. 12 Prinsip tersebut juga tersedia tersedia dalam bentuk poster, yang dapat
diunduh dalam format (PDF, berukuran 234 Kb) tersedia pada situs http://ncce.io/qr06.
Karya ini juga dapat diakses dari situs https://teachcomputing.org/pedagogy. Anda sangat
disarankan untuk membaca kedua situs rujukan tersebut.

1. Pandu siswa dengan konsep


Bantulah siswa dalam memperoleh pengetahuan, melalui penggunaan konsep kunci, istilah,
dan kosa kata, memberikan kesempatan untuk membangun pemahaman bersama dan
konsisten. Glosarium, peta konsep, dan tampilan, bersama dengan ingatan dan revisi reguler,
dapat mendukung pendekatan ini.

2. Tekankan siswa untuk bekerjasama


Dorong terwujudnya kolaborasi antar siswa, khususnya dalam pemrograman. Kolaborasi
dapat diwujudkan melalui berbagai cara misalnya pemrograman berpasangan (pair
programming), penerapan tutor sebaya, dan juga tugas kelompok terstruktur. Bekerja
bersama merangsang komunikasi dan dialog, pengungkapan suatu konsep, pengembangan
pemahaman bersama, dan sebagainya.
3. Berikan pengalaman langsung berkarya (get hands-on)
Gunakan perangkat komputasi fisik (perangkat keras) dan buat aktivitas yang melibatkan
panca indera untuk meningkatkan pembelajaran. Menggabungkan elektronika dan
pemrograman dengan seni dan kerajinan/prakarya (terutama melalui projek eksplorasi)
adalah salah satu contoh yang kreatif dan menarik bagi siswa untuk mengeksplorasi dan
menerapkan konsep komputasi.
4.Unplug, unpack and repack (Cabut, buka kemasan, kemas ulang)
Ajarkan konsep-konsep baru dengan terlebih dahulu membongkar/membahas istilah dan
ide yang kompleks, mengeksplorasi ide-ide ini dalam konteks yang tidak biasa, kemudian
kemas kembali pemahaman baru ini ke dalam konsep aslinya. Pendekatan gelombang
semantik (semantic wave) dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman yang

Halaman 21 dari 38
berkesan tentang konsep-konsep yang kompleks. Pengertian tentang gelombang semantik
dapat dibaca dari http://ncce.io/qr06 dan telah diringkas dan diterjemahkan di bagian atas
tulisan ini.
5.Modelkan semua hal
Modelkan proses atau praktik untuk semua hal mulai dari code debugging (penelusuran
eksekusi kode program untuk menemukan kesalahan) hingga konversi angka biner,
menggunakan teknik seperti yang diberikan dari contoh hasil tugas maupun pengkodean
langsung. Pemodelan sangat bermanfaat bagi pemula, menjadi perancah (scaffolding) yang
dapat dipergunakan secara bertahap.
6.Tingkatkan kemampuan pemahaman program (khusus untuk programming)
Gunakan berbagai aktivitas untuk memperkuat pengetahuan dan pemahaman tentang
fungsi dan struktur program, termasuk debugging, penelusuran (tracing), dan masalah
Parson (bentuk latihan yang mengharuskan peserta didik untuk mengatur ulang baris kode
ke dalam urutan yang benar). Format masalah Parson sering digunakan dalam pembelajaran
dan pengajaran pemrograman komputer. Kegiatan pemahaman yang teratur akan
membantu pemahaman dan menghubungkan dengan pengetahuan baru.
7.Ciptakan projek yang menantang
Gunakan kegiatan pembelajaran berbasis projek untuk memberikan siswa kesempatan
menerapkan dan memperkuat pengetahuan dan pemahaman mereka. Pembelajaran
berbasis projek harus mencakup desain, implementasi, hingga evaluasi hasil akhir dan
presentasi hasilnya. Desain adalah aspek yang penting dan sering diabaikan, maka perlu
dipastikan agar siswa memulai projek dengan desain yang sesuai kebutuhan atau
permintaan. Selanjutnya, siswa dapat mempertimbangkan bagaimana mengembangkan
artefak komputasional untuk pengguna atau fungsi tertentu, dan mengevaluasinya
berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan.
8.Tambahkan variasi
Sediakan aktivitas dengan berbagai tingkat arahan, scaffolding maupun dukungan yang
mendorong pembelajaran, mulai dari tugas yang sangat terstruktur hingga tugas yang lebih
eksploratif. Sesuaikan instruksi dengan tujuan yang bervariasi akan membantu semua siswa
untuk tetap terlibat dan mendorong kemandirian yang lebih besar.
9.Tantang siswa untuk mengenali kesalahpahaman
Gunakan pertanyaan formatif untuk mengungkap kesalahpahaman dan sesuaikan
pembelajaran untuk mengatasi kesalahpahaman yang mungkin terjadi. Kesadaran akan
adanya kesalahpahaman pada saat diskusi, pemetaan konsep, instruksi rekan sebaya, atau
kuis sederhana dapat membantu mengidentifikasi hal-hal yang masih membingungkan bagi
siswa.
10.Buat menjadi kenyataan
Hidupkan konsep abstrak dengan mengaitkannya dengan dunia nyata, contoh kontekstual,
dan ketergantungan konsep tersebut dengan mata pelajaran lainnya dalam kurikulum. Hal ini
dapat dicapai melalui penggunaan aktivitas unplugged, mengusulkan analogi, bercerita
seputar konsep, dan menemukan contoh konsep dalam kehidupan siswa.

Halaman 22 dari 38
11. Strukturkan Proses Pelajaran
Gunakan kerangka kerja saat merencanakan pelajaran, misalnya kerangka kerja PRIMM
(Predict, Run, Investigate, Modify, Make) dan Use-Modify-Create. Kerangka kerja ini
didasarkan pada penelitian sehingga meyakinkan kita bahwa diferensiasi dapat dibangun di
berbagai tahap pembelajaran.
12.Baca dan jelajahi kode program terlebih dahulu
Saat mengajar pemrograman, fokuslah dulu pada aktivitas ‘membaca’ kode (memahami
kode), sebelum menulis kode. Dengan pemrograman berbasis blok dan berbasis teks,
dorong siswa untuk meninjau dan menafsirkan blok kode. Penelitian telah menunjukkan
bahwa kemampuan membaca, melacak, dan menjelaskan kode meningkatkan kemampuan
siswa untuk menulis kode (karena pada hakekatnya, koding adalah proses ATM).

II.3.Penerapan Teknologi untuk pembelajaran Informatika


Pada TPACK secara umum, komponen “T” (Teknologi) yang cocok perlu dipetakan untuk
mendukung proses pembelajaran (pedagogi) dan juga mendukung materi yang diajarkan.
Dari segi pembelajaran Informatika, karena disiplin ilmu Informatika merupakan gabungan
antara sains, teknik dan engineering, maka penggunaan teknologi, khususnya internet dan
perangkat (tools) berbasis komputer menjadi penting untuk penyampaian materi
(pedagogi). Namun demikian, TIK yang dipakai sebagai alat bantu pembelajaran, juga
dipelajari konsepnya sebagai bagian dari Informatika. TIK selain digunakan untuk proses
pembelajaran, juga menjadi materi ajar (bukan hanya memakai saja). Unik bukan? Mungkin
ada yang mempertanyakan mengapa harus belajar TIK dan aplikasi. Bukankah semua orang
bisa memakai TIK, aplikasi, mengoperasikan gawai tanpa belajar? Benar bahwa TIK dan
aplikasi mudah digunakan karena justru konsep informatika diterapkan untuk menghasilkan
produk-produk yang semakin mudah digunakan, semakin tinggi kinerjanya (memori makin
besar, prosesor semakin cepat), atau semakin fitur dan kegunaannya.
Terkait TPACK, beragam teknologi yang dapat dan banyak dipakai dalam pembelajaran,
khususnya pembelajaran Informatika. Ingat bahwa untuk mendukung proses pembelajaran,
bukan hanya teknologi (khususnya TIK) berupa perangkat dan paket aplikasi yang digunakan
untuk penyampaian materi saja melainkan juga untuk aktifitas-aktifitas terkait pembelajaran
lainnya.

Pengguna TIK yang hanya terbiasa memakai HP, termasuk pengguna yang tidak memiliki
latar belakang ilmu informatika, mungkin hanya terpaku pada perangkat yang dipakai,
bahkan saat mengklik ikon tidak menyadari bahwa ikon tidak lain adalah representasi
aplikasi di handphone. Selain itu, pengguna mungkin tidak menyadari bahwa sebetulnya
penggunaan TIK mempunyai konteks yaitu infrastruktur. Ada pula pengguna yang masih
memiliki pemikiran bahwa praktikum harus dilakukan di laboratorium padahal zaman
sekarang batas antara laboratorium dengan kelas sesungguhnya sudah hilang.

Halaman 23 dari 38
Oleh karena itu, penggunaan TIK disarankan untuk dikelompokkan sesuai dengan lapisan
bawang yang dikenal dalam onion ring model atau onion model
(https://en.wikipedia.org/wiki/Onion_model) pada sistem komputer sebagai berikut :
1. Infrastruktur non-komputer : ruang laboratorium komputer dan perlengkapannya.
2. Infrastruktur sistem komputer : jaringan internet, server.
3. Perangkat keras (hardware) : handphone, smartphone, gawai, tablet, laptop, PC yang
dipelajari untuk Fase D, komputer mini, mainframe, server atau komputer lainnya.
4. Perangkat lunak (software) yang dapat dibedakan menjadi:
- Sistem Operasi : Android, Linux, Windows, dsb.
- Perangkat lunak pemrograman: Scratch, Blockly, Python, C, Java dsb.
- Perangkat lunak aplikasi: pengolah kata, pengolah lembar kerja, pengolah
bahan presentasi, peramban internet, dsb.

Khusus mengenai perangkat lunak yang dipakai dalam proses pembelajaran, para guru harus
peduli terhadap lisensi pemakaiannya. Semua perangkat lunak yang dipakai untuk edukasi
sebaiknya adalah perangkat lunak legal (baik freeware, atau lisensi berbayar). Hal ini perlu
diperhatikan, sebab sekolah dan guru perlu memberikan keteladanan dalam hal tidak
menggunakan perangkat lunak bajakan. Sekarang ini sudah banyak perangkat lunak yang
semula komersial untuk pengembangan aplikasi komersial, digratiskan atau diperingan harga
lisensinya untuk edukasi. Ada perangkat lunak yang menyediakan layanan gratis (namun
terbatas) dan yang berbayar. Sebaiknya sekolah tidak terbebani (apalagi membebani siswa
dan guru) dengan perangkat lunak yang berbayar dan mahal.
Banyak pengguna mengira bahwa jika membeli sebuah laptop atau komputer, perangkat
lunak sistem dan aplikasi yang sudah terinstal dan diterimanya adalah legal. Pastikan dulu
dengan cermat kepada penjual (bahkan minta garansi) yang membuktikan bahwa perangkat
lunak yang terinstal adalah perangkat lunak legal.

D.Plugged dan Unplugged Untuk Pembelajaran Informatika

Teknologi ditambahkan pada PCK menjadi TPACK. Zaman dahulu, guru mengajar hanya
dengan kapur dan papan tulis; sekarang banyak guru lebih memanfaatkan laptop dan
proyektor untuk mengajarkan konsep. Mengajarkan tentang apa itu laptop, bisa tanpa
laptop bukan? Sama halnya mengajarkan tentang pesawat terbang kita tidak perlu
menghadirkan pesawat terbang. Dalam ranah pembelajaran Informatika, timbullah ide
untuk melahirkan cara atau teknik pembelajaran secara unplugged, yaitu belajar komputer
tanpa komputer. Cara ini diciptakan agar pembelajar mampu memahami konsep Informatika
tanpa menggunakan komputer. Cara unplugged semakin bermanfaat mengingat bahwa
masih banyak daerah di Indonesia yang belum mempunyai akses internet maupun
perangkat TIK (laptop, tablet, dan sejenisnya) yang memadai.

Dengan demikian, dalam mata pelajaran informatika, berdasarkan dipakai atau tidaknya
komputer, maka moda, cara atau teknik pembelajaran Informatika dapat dikategorikan

Halaman 24 dari 38
menjadi plugged (dengan menggunakan komputer atau perangkat TIK lainnya) atau
unplugged (tanpa menggunakan komputer atau perangkat TIK lainnya). Disarankan agar
kedua pendekatan pembelajaran Informatika tersebut diterapkan dalam proses
pembelajaran. Di negara maju di mana komputer dan TIK sudah biasa dipakai dalam
kehidupan sehari-hari, pendekatan unplugged justru disarankan juga dipakai dalam
pembelajaran (mengacu ke teori semantic wave). Alasannya adalah karena unplugged
memungkinkan abstraksi konsep di dunia digital dinyatakan di dunia nyata. Jadi, unplugged
bukan hanya mencabut komputer saja. Unplugged membutuhkan guru yang menguasai
konsep informatika supaya tidak menimbulkan kekeliruan. Lebih jauh lagi tentang hal ini,
dapat dibaca dalam modul ini pada bagian tentang unpack-repack pada semantic wave.
Dalam teknik unplugged perlu dilakukan unpack sebelum repack.

Karena keterbatasan jam pertemuan di dalam kelas, tidak mungkin unplugged dan plugged
diterapkan pada semua aktivitas pembelajaran Informatika untuk materi yang sama di
sepanjang semester. Idealnya, keduanya dipakai secara berselang-seling dengan strategi
penyampaian yang tepat serta sesuai untuk materi yang sedang dipelajari.

Untuk menerapkan unplugged, guru disarankan mempelajari aktivitas belajar informatika


secara unplugged di situs https://www.csunplugged.org/en/, termasuk tautan ke
materi-materi lama pada laman tersebut dan https://code.org/curriculum/unplugged

Perlu dicatat bahwa penerapan cara plugged sangat dibutuhkan untuk elemen TIK dan AP.
Dalam elemen TIK, penerapan plugged dapat dilakukan di awal, cukup dengan
gawai/smartphone. Pada masa transisi awal implementasi mata pelajaran informatika,
pembelajaran AP dengan penerapan plugged dapat “digeser” ke kelas 9 sementara sekolah
belum mempunyai perlengkapan sehingga memberi kesempatan pihak sekolah untuk
menyediakan perlengkapan secukupnya. Tips untuk mentransformasi kegiatan plugged ke
unplugged sudah dijelaskan dalam buku Panduan Guru Informatika SMP Kelas 7. Buku
Informatika juga memberikan urutan penyajian sepanjang semester yang memberikan
indikasi bahwa guru dapat menentukan urutan materi (sequence) yang berbeda dengan
urutan halaman buku.

Kelebihan dan kekurangan teknik plugged dan unplugged diuraikan dalam Tabel 1 berikut
ini.

Halaman 25 dari 38
Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan teknik plugged dan unplugged

Cara Kelebihan Kekurangan

Plugged Praktikum memungkinkan model Jika terlalu berlebihan, hanya


solusi dapat disimulasi/dieksekusi memberikan keterampilan
sehingga siswa mendapatkan hasil menggunakan tools.
nyata dan berinteraksi dengan
program.
Siswa menjadi lebih termotivasi
belajar informatika dan berkreasi
untuk mewujudkan program
interaktif secara mudah misalnya
menggunakan scratch untuk
membuat animasi, games, komik, dll.

Cukup banyak tools untuk


pembelajaran Informatika yang
sekarang dapat dijalankan pada
smartphone atau gawai sederhana,,
baik secara online maupun lewat
aplikasi yang diunduh.

Unplugged Dapat melatih proses berpikir Membutuhkan kemampuan guru atau


(khususnya BK) dengan lebih baik, perancang materi ajar untuk
karena eksekusi dijalankan oleh memindahkan konsep Informatika ke
pembelajar. dunia nyata.

Jika dilaksanakan dengan metoda Tidak mungkin dipakai untuk mencapai


Role Play atau simulasi konsep, kompetensi yang sasarannya praktik
memberikan kegembiraan ke siswa menggunakan perangkat keras atau
karena siswa mengambil peran dalam sistem komputer, seperti misalnya
aktivitas pembelajaran tersebut. “Mampu mengoperasikan/
memanfaatkan perangkat TIK (gawai,
Banyak tersedia contoh-contoh HP, laptop)”.
modul ajar unplugged untuk
informatika khususnya untuk Tidak dapat memberikan penguasaan
anak-anak usia dini sampai dengan konsep yang utuh, berkaitan dengan
SMP. solusi yang akan dijalankan dengan
komputer.
Dapat mengatasi ketiadaan fasilitas
dan perangkat TIK untuk praktek. Tidak dapat memberikan efek eksekusi
oleh komputer yang menarik untuk
diamati karena cepat dan dengan
mudah diulang-ulang dengan data
berbeda (aspek parametrisasi).

Halaman 26 dari 38
Beberapa penelitian eksperimental mengenai perbandingan penerapan plugged
dibandingkan dengan unplugged di bidang Informatika banyak dilakukan dan dipublikasi.
Untuk pemrograman, beberapa makalah menyimpulkan bahwa dengan plugged lebih dapat
mencapai tujuan pembelajaran, karena sebuah program memang ditujukan untuk
dikerjakan/dieksekusi oleh mesin (komputer).

Implementasi unplugged tidak membutuhkan komputer, seringkali hanya membutuhkan


material peraga seperti: sticky notes, lembar kertas yang berukuran lebar, kartu, board
game, tali rafia, lem, atau material lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan aktivitas
pembelajaran yang dijalankan. Pada hakikatnya, material apapun dapat digunakan untuk
mendukung kegiatan unplugged. Selain kebutuhan material, dibutuhkan persiapan guru agar
material tersebut siap dipakai dalam pembelajaran. Sebagai contoh, untuk belajar mengenai
komponen komputer, perlu disiapkan kartu yang sudah bergambar komponen yang
bersangkutan. Untuk mensimulasi sebuah aplikasi pengolah lembar kerja, guru perlu
menyiapkan kertas sebagai representasi sel beserta gambaran antar mukanya (nomor baris,
nomor sel, fitur yang tersedia) dan sticky notes untuk merepresentasi isi sel yang dapat
berubah-ubah dan juga berbagai format (yang diwakili warna sticker).

Bagian III Dari Elemen menjadi Modul dan Alur Tujuan Pembelajaran

Untuk dapat merancang pembelajaran yang mengimplementasikan TPACK, guru perlu


memulai dari Capaian Pembelajaran (CP) pada fasenya. Sebagaimana dijelaskan dalam
Modul 02 dan 03 Bimtek ini, CP selanjutnya dibedah untuk menentukan materi dan
kemudian diturunkan menjadi Tujuan Pembelajaran (TP). TP dapat dikemas menjadi unit
tematik berbasis aktivitas. TP yang dirangkai dengan urutan tertentu untuk mencapai CP
akan membentuk Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). Guru dapat menyusun ATP sesuai
kreatifitas masing-masing dengan memperhatikan konteks siswa dan sekolahnya agar dapat
secara efektif mencapai CP pada fase tersebut.

Penentuan jam pertemuan (JP) sangat terkait dengan materi dan kompetensi. Materi utama
biasanya lebih sulit dan membutuhkan JP yang lebih banyak. Setelah mengenal elemen
Informatika dan gambaran materinya, guru dapat menentukan JP sesuai bobot setiap
elemen. Dalam dokumen Kurikulum Informatika hanya ditetapkan JP total. Alokasi JP untuk
setiap elemen tentu tidak dibagi rata begitu saja. Sebagai contoh, guru dapat melihat alokasi
waktu setiap materi yang terdapat dalam Buku Guru Informatika SMP Kelas VII yang ditulis
berdasar suatu ATP SMP Fase D yang ditulis oleh Wishnubhadra (2021).

JP pada ATP yang sudah dirilis tersebut lebih bersifat akademis (keilmuan). Sesungguhnya
guru dapat memilih secara bebas apakah akan mengalokasikan JP dengan orientasi
pembelajaran yang bersifat lebih praktis atau yang bersifat lebih akademis. Jika berorientasi
lebih praktis maka elemen TIK dan DSI yang langsung terkait dengan literasi digital akan

Halaman 27 dari 38
mendapat porsi JP lebih banyak. Sedangkan jika berorientasi akademis maka elemen BK, AP
dan AD akan mendapat porsi JP yang lebih banyak. Pengemasan elemen-elemen yang lain
harus tetap dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan meskipun JP nya dikurangi.

Sebagai catatan, sesungguhnya elemen AP dan AD di kelas 7 juga dapat dikemas secara lebih
praktis (misalnya untuk AP lebih banyak membaca program dan koding), namun di kelas 8
dan 9 harus ada perkembangan (progression) keilmuan dan problem solving yang memadai.
Dalam Buku Informatika SMP, setiap elemen informatika selalu dibahas pada setiap jenjang
kelas untuk membangun pemahaman bertingkat (scaffolding). Dengan demikian terjadi
proses pengulangan (repetisi) dan pendalaman pada saat materi dibahas kembali pada
jenjang kelas berikutnya. Repetisi ini penting untuk penguatan pemahaman materi. Elemen
yang hanya diberikan satu kali pada satu jenjang kelas tertentu saja akan berisiko hilangnya
kesempatan untuk memperdalam dan memperkuat pemahaman.

Guru juga bisa mengemas beberapa elemen menjadi satu paket untuk mencapai kompetensi
tertentu. Dalam Buku Informatika terbitan Puskur, materi disusun dengan ATP di mana
setiap semester disajikan semua elemen. Tentu, sebagai guru Anda boleh membuat ATP
yang berbeda, misalnya memaketkan satu atau beberapa elemen menjadi modul yang
disampaikan dalam satu semester asalkan semua materi dan TP yang ditargetkan untuk
elemen tersebut tercapai. Dengan ATP seperti ini, Anda masih memungkinkan memakai
Buku Informatika sebagai rujukan, misalnya dengan “mengumpulkan” semua elemen AP
dalam 3 buku FAse D dan mengemasnya menjadi Modul AP yang disampaikan selama 2 atau
3 semester bersama dengan PLB.

Salah satu alternatif urutan penyampaian elemen bagi siswa yang belum terbiasa dengan TIK
dan guru yang belum familiar dengan algoritma dan pemrograman tercantum dalam Tabel 2
berikut. Ini merupakan solusi untuk mengimplementasikan mata pelajaran Informatika di
masa transisi di awal implementasi mata pelajaran informatika karena sebelumnya hanya
dikenal mata pelajaran/bimbingan TIK. Solusi ini memberikan kesempatan bagi guru
terutama yang non-linier bukan berlatar belakang prodi komputing untuk membangun
kompetensi mengajar informatika. ALternatif ini juga menjadi solusi bagi siswa yang literasi
TIK dan literasi digitalnya masih belum memadai.

Tabel 2 Contoh Pengemasan Elemen menjadi Paket Kompetensi

Halaman 28 dari 38
Kelas Semester Elemen Pengemas Elemen menjadi Paket Kompetensi

7 1 TIK, SK, Dikemas dalam kegiatan tematik untuk membangun


JKI, BK kompetensi literasi teknologi informasi dengan
menjalankannya sesuai BK.
TIK: memakai/mengoperasikan TIK sebagai alat bantu
problem solving (BK)
SK : aspek mengenal penampakan hardware.
JKI : aspek praktis (keamanan diri, menyadari bahwa
terkoneksi)

2 BK, DSI, Dikemas dalam kegiatan tematik untuk membangun


SK, TIK kompetensi literasi digital.
Dikemas dalam kegiatan tematik dengan memasukkan
unsur keilmuan/konsep informatika:
- SK : aspek keilmuan (Input-Proses-Output),
- BK yang spesifik informatika,
- DSI: aspek bermasyarakat digital dengan
menggunakan TIK.

8 1 BK, AD Dikemas dalam kegiatan mengenai AD untuk STEM.


AD juga sangat dibutuhkan dalam AKM dan tes PISA.

2 BK, AP Dikemas dalam kegiatan AP untuk menumbuhkan


kreativitas.

9 1 BK, AP, Dikemas dalam kegiatan AP lanjut untuk aspek visual yang
PLB lebih interaktif dan PLB dengan elektronika untuk edukasi
(misalnya menggunakan makey-makey atau media lain yang
sejenis).
PLB pada semester ini kategori mini (tidak mencakup semua
aspek PLB)

2 PLB, AP PLB kategori yang lebih besar (mencakup semua aspek PLB).
PLB : membangun aplikasi dengan konsep memakai
komponen yang siap pakai, misalnya IoT sederhana
Wrapped up semua, pembelajaran berbasis projek yang
mengintegrasikan semua elemen yang telah dipelajari untuk
menghasilkan karya kreatif yang sesuai dengan Fase D.

Catatan : jika siswa sudah mengenal TIK dan mengenal apalagi terbiasa dengan lingkungan
digital, guru akan dapat memakai buku Informatika SMP yang dikembangkan berdasarkan
ATP ideal yang dirilis oleh pusmenjar, di mana setiap semester mendapatkan hampir semua
elemen, yang memungkinkan untuk pengulangan dengan tujuan memperkuat pemahaman,
dan pembelajaran dengan kesulitan yang meningkat.

Bagian IV Kompetensi Guru Informatika

Halaman 29 dari 38
Kerangka kerja TPACK terdiri dari tujuh komponen pengetahuan yang berbeda seperti dapat
diilustrasikan pada gambar 1. Ada tiga komponen pengetahuan tunggal (konten, pedagogi,
dan teknologi), tiga komponen pengetahuan yang berpasangan (konten pedagogis, konten
teknologi, pedagogis teknologi) dan satu komponen pengetahuan yang mencakup 3 hal
sekaligus (pengetahuan teknologi, pedagogis, dan konten).

Jimoyiannis (2010) mengadaptasi irisan antara 2 pengetahuan yaitu pedagogi dan konten
(PCK) untuk menjelaskan kesesuaiannya bagi guru Informatika sebagai berikut:
- Pengetahuan konten adalah materi pelajaran.
- Pengetahuan dan persepsi tentang tujuan, sasaran, cara, dan strategi pembelajaran
Informatika di setiap level (pengetahuan tentang kurikulum).
- Pengetahuan tentang metode pemahaman, persepsi, kesulitan, dan kesalahpahaman
yang dihadapi oleh siswa di unit tertentu dalam kurikulum Informatika.
- Pengetahuan tentang model pengetahuan yang tepat, sarana pendidikan yang
tersedia, dan strategi pembelajaran yang efektif untuk setiap unit.
- Pengetahuan dan persepsi tentang bagaimana mengevaluasi literatur ilmiah tentang
Informatika dan pendekatan pembelajaran Informatika .
Makalah yang ditulis Jimoyiannis (2010) memberikan contoh yang baik tentang bagaimana
pengetahuan dapat dirangkai bersama dengan cara yang bermakna.

Pada materi modul TPACK ini, hanya akan disampaikan pengetahuan yang perlu dimiliki
guru tentang materi, pedagogi, dan teknologi serta kemampuan untuk mempraktekkannya.
Untuk merancang dan mengimplementasikan proses pembelajaran yang efektif, guru perlu
menganalisis konteks dan mempunyai kemampuan memadukan pengetahuannya agar
diperoleh hasil yang optimal.

IV.1. Kompetensi guru di bidang Materi


Mengacu ke elemen informatika, guru perlu mempunyai kompetensi di bidang informatika
minimal sama dengan kemampuan sesuai CP Fase D dalam kurikulum. Akan lebih baik lagi
jika guru mempunyai kemampuan lebih dari CP Fase D, dengan mempelajari konsep materi
dari sumber-sumber percaya (buku yang sudah melalui proses review oleh para akademisi).
Kemampuan yang didefinisikan pada Tabel 3 berikut ini mencakup materi yang perlu
dikuasai siswa yang telah diuraikan pada Bab II.1 di atas, ditambah dengan kemampuan lain
yang terkait materi (meta pengetahuan dan keterampilan terkait materi) serta kemampuan
praktis mengoperasikan tools.

Tabel 3. Kompetensi Minimum Guru Informatika Fase D


Elemen Kebutuhan Kemampuan MINIMUM Pengetahuan Guru Informatika Fase D
Informatika

BK - Guru memahami Capaian Pembelajaran dan lingkup materi BK untuk

Halaman 30 dari 38
Elemen Kebutuhan Kemampuan MINIMUM Pengetahuan Guru Informatika Fase D
Informatika

fase D.
- Guru memahami apa itu proses komputasi.
- Guru memahami kompleksitas persoalan.
- Guru menguasai proses problem solving: identifikasi persoalan,
menerapkan lebih dari satu strategi menuju solusi.
- Guru memahami efektivitas dan efisiensi proses problem solving menuju
solusi.
- Guru memahami bahwa BK adalah elemen yang perlu dikaitkan dengan
semua elemen Informatika, bahkan semua disiplin ilmu lain sebagai
kemampuan umum yang akan membangun kemampuan literasi
berpikir abad ke-21 di samping literasi lainnya (literasi membaca,
numerasi, sains, finansial, TIK).

TIK - Guru memahami Capaian Pembelajaran dan lingkup materi elemen TIK
Fase D
- Guru mampu mengoperasikan tools TIK pendukung kegiatan sehari-hari,
minimal paket aplikasi perkantoran, email, peramban dan CMS untuk
pengelolaan konten digital secara terstruktur dan terkelompok dengan
baik.
- Guru mampu memahami fitur utama dan fitur tambahan dari tools yang
diajarkan.
- Guru menerapkan etika dan praktik baik penggunaan setiap tools sesuai
dengan fungsinya.

SK - Guru memahami Capaian Pembelajaran dan lingkup materi elemen SK


Fase D
- Guru mengenali komponen komputer dan fungsinya serta cara kerja
komputer secara umum (input-proses-output)
- Guru memahami sejarah komputer dan perkembangan komputer dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
- Guru mampu mengoperasikan smartphone, tablet, laptop (minimal
smartphone)

JKI - Guru memahami Capaian Pembelajaran dan lingkup materi elemen JKI
Fase D
- Guru memahami mengenai internet dan jaringan lokal.
- Guru mampu melakukan koneksi ke internet melalui berbagai cara dan
perangkat.
- Guru memahami konsep jaringan komputer yang dimodelkan sebagai

Halaman 31 dari 38
Elemen Kebutuhan Kemampuan MINIMUM Pengetahuan Guru Informatika Fase D
Informatika

graf.
- Guru memahami pengamanan data dalam jaringan.

AD - Guru memahami Capaian Pembelajaran AD dan lingkup materi elemen


AD Fase D
- Guru memahami tentang ukuran data yang akan menentukan
kompleksitas persoalan terkait data tersebut
- Guru memahami konsep pengolahan data (input, proses, output/
visualisasi) dan berbagai jenis input, proses, dan output yang dapat
dilakukan oleh komputer melalui proses komputasi
- Guru mampu mengoperasikan aplikasi pengolah lembar kerja
(spreadsheet) untuk melakukan entry data serta pemrosesan data
- Guru mampu mengenali jenis-jenis data (teks, tangga;, numerik) dan
proses apa yang dapat dilakukan terhadap setiap jenis data melalui
perhitungan formula (operator, operan aritmatika atau lainnya).
- Guru mengenali fitur-fitur lembar kerja yang digunakan untuk proses
pengolahan data.

AP - Guru memahami Capaian Pembelajaran dan lingkup materi elemen AP


Fase D
- Guru mampu memprogram visual, minimal memakai salah satu bahasa
yang dipilih (disarankan scratch yang merupakan freeware dan banyak
dipakai komunitas) untuk menumbuh-kembangkan kemampuan siswa
dalam membangun karya kreatif dalam bentuk digital (game,
percakapan, buku interaktif atau lainnya).
- Guru memahami aturan translasi konsep dari satu bahasa visual ke
bahasa visual lainnya, misalnya Scratch, Blockly, Alice, atau yang lain.
- Guru mampu membuat program tekstual dengan salah satu bahasa
pemrograman tekstual yang ada, misal Python, Pascal, C, atau yang lain.

DSI - Guru memahami Capaian Pembelajaran dan lingkup materi elemen DSI
Fase D
- Guru memahami implementasi informatika dan dampaknya pada
masyarakat.
- Guru memahami ketersediaan data dan informasi lewat media, serta
keterbukaan informasi.
- Guru memahami prinsip-prinsip etika dan keamanan di dunia digital.
- Guru mampu mengarahkan siswa untuk kegiatan berpikir kritis dalam
menyikapi implementasi informatika dan dampaknya.

Halaman 32 dari 38
Elemen Kebutuhan Kemampuan MINIMUM Pengetahuan Guru Informatika Fase D
Informatika

PLB - Guru memahami Capaian Pembelajaran dan lingkup materi elemen PLB
Fase D
- Guru memahami 7 aspek praktika lintas bidang yang merupakan
perwujudan core practices mata pelajaran Informatika.
- Guru memahami prinsip manajemen projek secara umum:
mendefinisikan tujuan, mengelola dan mengontrol tim, dan menilai
produk dalam konteks pengembangan artefak komputasional.
- Guru mempraktekkan setiap aspek tersebut sesuai yang digariskan
dalam modul ajar.

Secara keseluruhan : memahami core concept dan core practice informatika Fase D

IV.2. Kompetensi guru di bidang Pedagogi


Kompetensi pedagogik secara umum telah dibekalkan kepada calon guru dalam program
pelatihan prajabatan. Guru tentunya sudah menguasai bagaimana menyampaikan
pembelajaran berbasis aktivitas secara umum (misal PBL, PjBL dan sebagainya) dan HOTS.
Pedagogi mengajar informatika yang perlu dikuasai guru tergantung pada pendekatan
tematik pada aktivitas yang dilakukan, dan pedagogi perlu dikaitkan dengan materi.

IV.3. Kompetensi guru di Bidang Teknologi


Idealnya, guru sudah menguasai literasi TIK dan mampu memanfaatkan perangkat keras dan
aplikasi-aplikasi TI dalam setiap elemen informatika. Pada umumnya, hanya dibutuhkan
paket aplikasi yang sudah banyak digunakan dan dikenal guru. Misalnya elemen TIK, SK, JKI,
AD cukup menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak standar yang sudah familiar
bagi guru. AD hanya memerlukan aplikasi pengolah lembar kerja (spreadsheet) perhitungan
yang bersifat umum. Sedangkan teknologi yang bersifat khusus terbatas kepada:
1. AP yang membutuhkan compiler/interpreter dan IDE (Integrated Development
Environment) yang saat ini bahkan tidak perlu diinstal karena dapat dipakai secara
online; jika koneksi internet bermasalah, ada versi yang dapat diunduh aplikasinya
menjadi aplikasi lokal. Sebagai catatan, IDE bahasa berbasis blok yang ditargetkan
untuk fase D memang dibuat agar mudah digunakan. Bahasa berbasis blok ini juga
banyak digunakan di kurikulum negara maju untuk siswa SD yang sudah memiliki
literasi TIK.
2. PLB, jika guru Informatika merencanakan menantang siswanya menggunakan kit
elektronika/edukasi atau lainnya. Banyak kit elektronika dan kit edukasi yang sudah
disesuaikan dengan anak-anak dan bisa diprogram menggunakan bahasa
pemrograman visual berbasis blok yang saat ini sudah masuk dalam kurikulum dasar
dan menengah. Kit elektronika seperti itu dapat ditemukan dengan mudah di

Halaman 33 dari 38
internet dengan kata kunci “electronic kits to learn programming”. Berbagai pilihan
bahasa pemrograman visual untuk anak juga dapat dicari dengan memakai kata kunci
“visual programming for kids”. Robot yang mudah diprogram juga banyak tersedia di
pasaran dengan harga terjangkau.

Karena informatika dapat diterapkan secara plugged atau unplugged:


1. Untuk plugged, menguasai pengoperasian dan pemanfaatan teknologi yang akan
dipakai untuk merancang, memproduksi dan menyampaikan proses pembelajaran.
Hal ini sudah tercantum dalam Tabel 1 di atas. Jika guru sudah menguasai konsep
maka tinggal melakukan praktikum yang sama dengan yang dilakukan siswanya.
2. Untuk merancang (bukan hanya memakai yang ada) aktivitas unplugged, sebaiknya
guru sudah pernah mencoba versi yang plugged khususnya untuk AP, AD dan TIK.

Jika TIK tidak tersedia :


1. Guru perlu memahami unplugged terlebih dahulu dari contoh yang ada. Jika akan
menerapkan cara unplugged, diperlukan kompetensi penguasaan konsep seperti
dalam Tabel 1 di atas.
2. Guru memahami bahwa tanpa jaringan internet, pembelajaran mata pelajaran
informatika dapat dijalankan dengan perangkat yang tidak terkoneksi internet,
misalnya dengan menginstalasi aplikasi pendukung ke perangkat keras yang tersedia.

Bagaimana menyiasati ketiadaan teknologi ?


Semua kemampuan mengoperasikan tools TIK (perangkat keras maupun aplikasi) diperlukan
oleh guru walaupun ia mengajar secara unplugged, karena tanpa pernah mengoperasikan
perangkat, tidak mudah bagi guru untuk memaknai proses penggunaan perangkat. Oleh
karena itu sangat disarankan bagi guru untuk belajar secara mandiri dari tutorial yang
banyak tersedia dalam berbagai format. Belajar mandiri dimungkinkan karena teknologi
informasi dan komunikasi yang makin maju, baik itu gawai, komputer, perangkat lunak, juga
diimbangi dengan semakin mudahnya pemakaian teknologi tersebut. Jika memungkinkan,
guru berlatih dengan menggunakan 1 atau 2 perangkat TIK. Sekolah dapat mengusahakan
perangkat terkait untuk mendukung guru meningkatkan kompetensinya.

Bab V. Asesmen Kemampuan Guru tentang TPACK


Mungkin guru bertanya: lalu, bagaimana saya tahu bahwa kemampuan TPACK yang saya
miliki sudah cukup, khususnya untuk mengajar informatika Fase D dengan baik? Ada banyak
sekali riset yang sudah pernah dilakukan orang untuk mengusulkan instrumen asesmen
kemampuan guru dalam TPACK. Dalam kajian pustakanya, Koehler, Shin dan Mishra dalam
Bab 2 Ronau et.al (2012) melakukan tinjauan terhadap 66 studi empiris yang pernah
dilakukan para peneliti dalam konteks tersebut. Dari kajian pustaka tersebut, diperoleh 141
instrumen asesmen yang dapat dikategorikan ke dalam 5 tipe yaitu laporan evaluasi diri,

Halaman 34 dari 38
kuesioner terbuka, asesmen kinerja, interview, dan observasi. Banyaknya penelitian tentang
asesmen TPACK ini menunjukkan bahwa aspek asesmen TPACK masih menjadi isu yang
sedang hangat diperbincangkan.

Menurut pengertian tentang TPACK secara umum yang telah dijelaskan di bab-bab
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
- TPACK adalah pengetahuan yang dimiliki oleh guru.
- TPACK yang dimiliki oleh guru menentukan bagaimana guru itu mengajar.
- TPACK guru yang satu bisa berbeda dengan TPACK guru yang lain.
- TPACK adanya di dalam pikiran guru. Orang luar/kita bisa mengerti atau mengetahui
bagaimana TPACK seorang guru kalau guru itu menceritakan bagaimana
pemahamannya tentang TPACK, atau bisa juga melalui kajian terhadap RPP yang
dibuat guru dan dikonfirmasi kepada guru tersebut, atau melalui observasi terhadap
proses pembelajaran guru.

Pengetahuan guru tentang teknologi, tentang pedagogi (di dalam aspek pedagogi ini
tercakup banyak aspek salah satunya pengetahuan tentang karakteristik siswa), dan tentang
konten pelajaran, mempengaruhi guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan
pembelajaran.

Contoh-1: Jika guru mengetahui bahwa para siswanya adalah siswa-siswa yang cerdas, maka
cara mengajar dan materi yang dibahas pasti akan berbeda dibandingkan jika guru
mengetahui bahwa siswa-siswanya termasuk lambat dalam belajar.

Contoh-2: Jika seorang guru kurang menguasai teknologi pembelajaran maka cara dan media
pembelajaran yang dipakai akan berbeda dengan cara dan media yang dipakai oleh guru
yang sangat menguasai teknologi pembelajaran.

Cotoh-3: Seorang guru yang sangat menguasai konsep keilmuan/materi Informatika akan
mengajar dengan cara dan materi yang berbeda dengan cara dan materi dari guru yang
kurang menguasai Informatika.

Kiranya metafora dan tiga contoh di atas membantu kita memahami makna TPACK. Kita
tidak tahu TPACK yang ada di ‘kepala’ seorang guru jika kita tidak meminta menjelaskannya
atau jika kita tidak mewawancarainya atau jika kita tidak mempelajari RPP guru dan
mengobservasi pembelajaran yang dilakukan guru. Dengan demikian, asesmen
pengetahuan guru tentang TPACK dapat diperoleh dari tiga hal yang saling melengkapi yaitu
dari penjelasan yang diberikan oleh guru, RPP yang dibuat oleh guru, serta proses
pembelajaran yang dilakukan guru. Selain menggali kemampuan TPACK dari sisi guru,
pengetahuan siswa tentang gurunya juga perlu digali berdasarkan pengamatan terhadap
siswa.

Apa yang dipahami guru tentang TPACK dapat diketahui salah satunya dengan cara
melakukan survei dan meminta guru (responden) menjawab pernyataan-pernyataan berikut,
dan melakukan rating misalnya dari sangat kurang sampai dengan sangat menguasai. Guru
juga dapat melakukan evaluasi diri dengan menggunakan instrumen berikut ini.

Halaman 35 dari 38
Tabel 3. Daftar Pernyataan Asesmen Kemampuan TPACK Guru

Komponen Pernyataan

CK Saya mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang Sangat


Kurang/Kurang/Cukup Menguasai/Sangat Menguasai tentang disiplin ilmu
Informatika.

TK Saya selalu belajar dan menguasai teknologi baru.

PK Saya mampu menyesuaikan cara mengajar ke berbagai siswa yang berbeda”.

TCK Saya memiliki pengetahuan (konsep dan praktis) tentang teknologi yang
cocok untuk digunakan untuk memahami dan menyelesaikan persoalan
bidang informatika”.

TPK Saya mampu memilih teknologi yang dapat memperbaiki pembelajaran


siswa pada topik tertentu.

PCK Saya mampu memilih pendekatan pengajaran untuk memandu siswa


berpikir komputasional dan belajar informatika.

TPACK Saya mampu merancang dan melaksanakan proses pelajaran yang dengan
baik mengkombinasikan informatika, teknologi dan pendekatan mengajar
(pedagogi).

Selain melalui survei, asesmen dapat juga dilakukan melalui observasi guru saat mengajar,
atau mempelajari artefak proses pembelajaran dan rekam jejak guru (sejarah portofolio)
sebab kemampuan terkait TPACK selalu berkembang.

Kompetensi TPACK guru akan semakin bertambah seiring dengan pengalaman mengajarnya.
Namun, untuk pertama kali mengajar Informatika, sebaiknya guru (terutama guru yang tidak
berlatar belakang studi informatika, maupun guru yang berlatarbelakang studi informatika
namun sudah lama hanya mengajar TIK) mengutamakan untuk mendalami kompetensi
tentang materi keilmuan informatika terlebih dahulu, karena penguasaan materi merupakan
faktor paling penting dalam mengajar. Penguasaan guru terhadap materi informatika yang
salah atau kurang tepat, akan menimbulkan miskonsepsi di kalangan siswa yang diajarnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran, guru tidak hanya perlu menguasai pengetahuan tentang
konten yang diajarkan saja, pedagogi saja dan teknologi saja, namun juga perlu memiliki
pengetahuan tentang bagaimana mengintegrasikan ketiga komponen tersebut. Menguasai
pengetahuan tentang TPACK saja tidak cukup. Guru juga perlu mempraktekkannya secara
nyata dalam penyiapan materi, RPP, maupun proses pembelajaran.

Halaman 36 dari 38
VI.Keterbatasan Pelatihan ini

Pelatihan ini hanya memberikan pemahaman tentang TPACK melalui proses membaca
bermakna yang dilakukan guru, dan latihan bagi guru untuk menganalisis salah satu modul
informatika dari sudut pandang TPACK, serta mengajak guru untuk melakukan evaluasi serta
refleksi agar dapat mempersiapkan kompetensinya terkait TPACK. Pelatihan ini belum dapat
memberikan hasil asesmen terhadap kemampuan TPACK yang dimiliki guru. Pelatihan ini
hanya mengajak guru untuk melakukan evaluasi diri terhadap kemampuannya, setelah
memahami TPACK.

Selain pengetahuan yang telah didefinisikan, guru informatika perlu mempunyai sikap dan
kebiasaan bahwa informatika adalah disiplin ilmu yang presisi dan menggunakan
diksi/istilah/kosa kata yang sesuai untuk setiap konsep yang disampaikan (misalnya tidak lagi
menyebutkan mata pelajaran TIK, padahal nama mata pelajaran sudah berganti informatika),
dan memberikan keteladanan menerapkan proses berpikir komputasional pada tindakan
sehari-harinya. Keteladanan ini penting karena siswa akan membangun pemahaman dan
bertumbuh berdasar pengalaman serta contoh nyata yang dijumpainya. Berbagai perilaku
siswa selanjutnya akan didasari oleh pengetahuan yang dibangunnya tersebut.

Referensi

Archambault, L., & K. Crippen. (2009). Examining TPACK among K-12 online distance
educators in the United States. Contemporary Issues in Technology and Teacher
Education, 9(1). Diakses dari
https://citejournal.org/volume-9/issue-1-09/general/examining-tpack-among-k-12-onlin
e-distance-educators-in-the-united-states pada tanggal 23 Oktober 2022.
Dwiningsih, Sri Poedjiastoeti, Muchlis Muchlis. (2019). Analysis of Technological Pedagogical
Content Knowledge (TPACK) Capabilities of Prospective Chemistry Teachers on Chemical
Bonding Materials. Atlantis Highlights in Chemistry and Pharmaceutical Sciences.
Proceedings of the National Seminar on Chemistry 2019 (SNK-19). Atlantis Press.
Diakses dari https://www.atlantis-press.com/proceedings/snk-19/125929228 pada
tanggal 23 Oktober 2022.
Jimoyiannis, A. (2010). Designing and implementing an integrated technological
pedagogical science knowledge framework for science teachers professional
development. Computers & Education, 55(3), 1259–1269.

Giannakos, M. N. , S. Doukakis, I.O. Pappas, N. Adamopoulos, P. Giannopoulou., (2014),


“Investigating teachers’ confidence on technological pedagogical and content
knowledge: an initial validation of TPACK scales in K-12 computing education context,
Beijing Normal University

Hsu, Ying-Shao (ed). (2015). Development of Science Teachers’ TPACK: East Asian
Practices. Springer. Singapore.

Halaman 37 dari 38
Mishra, P. & M.J. Kooehler. (2008). Introducing Technological Pedagogical Content
Knowledge. Paper presented at The Annual Meeting of the American Educational
Research Association. New York City.
Nisa, N.A., Ratnawati, & Rohayati, D. (2022). Investigating EFL pre-service teachers’
perceptions of TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge) for their teaching
(A survey among English education students of a private college in Ciamis Indonesia).
Journal of English Education Program (JEEP), 9(2), 1-10.
Panigrahi , M.R. (ed.), (2016). Resource Book on ICT Integrated Teacher Education.
Commonwealth Educational Media Centre for Asia New Delhi. p. 20-30.
Raspberry Pi National Centre for Computing Education. Improving explanations and learning
activities in computing. Diakses dari http://ncce.io/qr06 pada tanggal 25 Oktober 2022.
Ronau, R.N., C.R. Rakes, M.L. Niess. (2012). Educational Technology, Teacher Knowledge, and
Classroom Impact: A Research Handbook on Frameworks and Approaches. Information
Science Reference. USA. p. 16-31.
Spector, J.M. et al. (eds.), (2014). Handbook of Research on Educational Communications
and Technology. Springer Science+Business Media New York, p. 101-111.
Wishnubhadra, Irya. (2021). Alur Tujuan Pembelajaran Informatika SMP Fase D.

Halaman 38 dari 38

Anda mungkin juga menyukai