Kel D Ilmu Bahan
Kel D Ilmu Bahan
ILMU BAHAN
Disusun Oleh :
KELOMPOK C
SERANG – BANTEN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU BAHAN
Kelompok :C
Anggota : Bayu Firmansyah (2101191013)
Bagus Prihantoro (2101191052)
Moh Amin Khasbullah (2101191027)
Diperiksa Oleh :
Asisten Laboratorium
Fina Annisa
NIM. 3336170044
Disetujui Oleh :
Kelompok : C
Anggota : Bayu Firmansyah (2101191013)
Bagus Prihantoro (2101191052)
Moh Amin Khasbullah (2101191027)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya. Penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Ilmu Bahan ini.
Laporan ini adalah salah satu Praktikum dalam mata kuliah Teknologi Beton
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Banten Jaya.
Laporan ini merupakan sebagai acuan pembelajaran pada kelas mata kuliah
Teknologi Bahan. Semoga Laporan ini bermanfaat bagi penulis dan bagi seluruh
civitas akademik Teknik Sipil. Kami mengucapkan terima kasih kepada Dita
Yunitamalia sebagai Asisten Laboratorium yang telah membimbing kami pada saat
praktikum hingga laporan ini terselesaikan dan teman-teman yang telah
memberikan dukungannya atas Praktikum Ilmu Bahan ini.
Kami menyadari dalam penyusunan Laporan ini masih banyak
kekurangannya, kami harapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan
kami semua. Maka dari itu kami ucapkan terima kasih.
Kelompok C
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN. ..........................................................................
LEMBAR ASISTENSI. .................................................................................
KATA PENGANTAR. ...................................................................................
DAFTAR ISI. ..................................................................................................
DAFTAR TABEL. .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
KESIMPULAN............................................................................................... ii
SARAN ............................................................................................................ iv
BAB 1 BERAT JENIS SSD DAN ABSORPSI AGREGAT KASAR &
HALUS
1.1 Teori Umum ....................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan............................................................................ 1
1.3 Alat-alat yang Digunakan .................................................................. 2
1.4 Benda Uji ........................................................................................... 2
1.5 Cara Pengujian ................................................................................... 2
1.6 Diagram Alir ...................................................................................... 4
1.7 Data pengamatan dan Data Perhitungan. ........................................... 5
1.8 Kesimpulan dan Saran ....................................................................... 7
LAMPIRAN
BAB 2 KADAR AIR AGREGAT KASAR & HALUS
2.1 Teori Umum ....................................................................................... 10
2.2 Maksud dan Tujuan............................................................................ 12
2.3 Benda Uji ........................................................................................... 13
2.4 Alat-alat yang Digunakan .................................................................. 13
2.5 Cara Pengujian ................................................................................... 13
2.6 Diagram Alir ...................................................................................... 15
2.7 Data Pengamatan dan Data Perhitungan ............................................ 16
2.8 Kesimpulan dan Saran ....................................................................... 17
LAMPIRAN
ii
Modulus Halus
Dari percobaan yang telah dilakukam
Butir Agregat
6 didapatkan modulus kehalusan agregat
Halus dengan
sebesar 2,97%
Analisa Saringan
Dari percobaan yang telah dilakukan.
Soundness Test Didapatkan hasil persentase kelapukan
7
Agregat Halus agregat adalah 10,61%.
iii
SARAN
iv
a. Ketika mencuci benda uji, sebaiknya
v
b. Pada saat pendinginan kerikil dan pasir dapat
dan pasir.
ruang.
vi
d. Teliti dalam melihat dan mencatat hasil
vii
atau volume agar data yang diperoleh
lebih akur
penimbangan.
dengan saringannya.
viii
c. Hati hati dalam mengeluarkan agregat
menimbangnya.
adukan beton
ix
Dari percobaan tersebut diperoleh beberapa
saran dalam melakukan percobaan, yaitu :
a. Menghitung perancangan campuran
Perancangan
beton dengan lebih teliti.
8 Campuran
Beton b. Sebaiknya pada saat membaca tabel
hasilnya benar.
lumpur.
x
b. Teliti dalam melihat dan mencatat hasil
benar kering
xi
BAB 1
-Agregat Kasar
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran mortar atau beton. Agregat ini kira-kira menempati sebanyak 70 %
volume mortar atau beton. Agregat merupakan bahan pembentuk beton yang
mempunyai komposisi yang paling besar dalam struktur beton yang telah mengeras.
Untuk agregat kasar ukuran butirnya di atas 4,75 mm sedangkan agregat halus di
bawah nilai tersebut.
Walaupun namanya hanya sebagai bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat
berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/betonnya, sehingga pemilihan agregat
merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar/beton.
Adalah berat jenis yang memperhitungkan volume pori yang hanya dapat diresapi
aspal ditambah dengan volume partikel.
Peningkatan massa agregat karena air yang diserap ke dalam pori-pori material,
tetapi tidak termasuk air yang melekat pada permukaan luar partikel.
Jenis agregat dapat dibedakan berdasarkan berat jenis :
a. Agregat normal
Berat jenisnya antara 2,5 - 2,7 biasanya berasal dari granit. Basalt dan
kuarsa
b. Agregat berat
Berat jenis lebih besar dari 2,8. Misalnya magnetic (Fe3C4), barites
(BaS04) atau serbuk besi.
c. Agregat ringan
Agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0 gram/ml yang
biasanya dibuat untuk beton non struktural atau dinding beton. Kebaikannya
adalah berat sendiri yang rendah sehingga strukturnya ringan dan
pondasinya lebih ringan.
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan berat jenis dalam berat jenis curah
kering (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh atau SSD (Saturated surface dry),
berat jenis semu (apparent) dan mengetahui nilai penyerapan air dari suatu agregat.
4. Kain pengeringan/lap
5. Air suling/biasa
8. Bak/tempat air.
10. Dessicator
3. Masukkan air pada wadah/pan yang telah terisi benda uji, lalu diamkan
selama 24 ± 4 jam ;
Hari Kedua:
1. Buang air lalu pindah kan benda uji pada kain lap lalu biar kan sampai air
menyerap pada kain lap ;
2. Timbang benda uji yang sudah dalam keaadan jenuh kering permukan atau
SSD (B)
4. Isi tempat air pada timbangan yang disediakan hingga keranjang kawat yang
tergantung didalamnya terendam seluruhnya dan sampai batas air yang telah
ditentukan .
6. Masukan benda uji kedalam keranjang kawat dengan hati-hati, sampai air
menunjukan perubahan tinggi ;
10. Keringkan benda uji dengan oven dalam temperatur (110 ± 5)oC diamkan
selama (24 ± 4) jam
Hari Ketiga :
1. Keluarkan benda uji dari dalam oven dan dinginkan selama ( 1 ± 3 ) jam ;
2. Lalu timbang benda uji ( A)
Mulai
Hari Pertama
Hari Kedua
Memindahkan contoh uji dari dalam air dan guling-gulingkan pada kain
a)
penyerap air sampai semua lapisan air yang terlihat pada agregat hilang.
Hari Ketiga
Selesai
BJ curah kering
Diketahui :
Berat wadah (W1) = 120 gr
Berat benda uji kering oven (A) = 280 gr
Berat benda uji kering permukaan (B) = 288 gr
Berat benda uji dalam air (C) = 189 gr
A
Berat jenis curang kering =
(𝐵−𝐶)
280
=
(288-189)
= 2,83
BJ curah kering permukaan jenuh (SSD)
Diketahui :
Berat wadah (W1) = 120 gr
Berat benda uji kering oven (A) = 280 gr
Berat benda uji kering permukaan (B) = 288 gr
Berat benda uji dalam air (C) = 189 gr
B
Berat jenis curang kering =
(𝐵−𝐶)
288
=
(288-189)
= 2,9
BJ jenis semu
Diketahui :
Berat wadah (W1) = 120 gr
Berat benda uji kering oven (A) = 280 gr
Berat benda uji kering permukaan (B) = 288 gr
Berat benda uji dalam air (C) = 189 gr
A
Berat jenis curang kering =
(𝐴−𝐶)
280
=
(280-189)
= 3,07 gr
Penyerapan air
Diketahui :
Berat wadah (W1) = 120 gr
Berat benda uji kering oven (A) = 280 gr
Berat benda uji kering permukaan (B) = 288 gr
Berat benda uji dalam air (C) = 189 gr
(𝐵−𝐴)
Absorbsi Agregat = ×100%
A
(288-280)
= ×100%
280
= 2,8 %
1.8.1 Kesimpulan
1.7.2 Saran
1. Ketika menggunakan timbangan sebaiknya dengan teliti agar tidak terjadi
kesalahan pada data.
Fungsi utama agregat halus adalah mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi
permanen dari campuran melalui ikatan (interlocking) dan gesekan antara partikel.
Berkenaan dengan hal ini sifat – sifat khas yang diperlukan dari agergat adalah
sudut permukaan, kekasaran agregat, bersih dan bukan bahan organik. Agregat
halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari
batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu.
Agregat ini berukuran 0,063 mm — 4,76 mm yang meliputi pasir kasar (Coarse
Sand) dan pasir halus (Fine Sand). Untuk beton penahan radiasi, serbuk baja halus
dan serbuk besi pecah digunakan sebagai agregat halus. Menurut PBI, agregat halus
memenuhi syarat:
a. Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras, dan bersifat kekal
artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan temperatur, seperti terik matahari
hujan, dan lain-lain.
b. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % berat kering,
apabila kadar lumpur lebih besar dari 5%, maka agregat halus harus dicuci bila
ingin dipakai untuk campuran beton atau bisa juga digunakan langsung tetapi
g. Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan tersebut juga dapat dipakai, asal
saja kekuatan tekan adukan agregat pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari
95% dari kekuatan adukan agregat yang sama, tetapi dicuci terlebih dahulu
dalam larutan NaOH 3% yang kemudian dicuci bersih dengan air pada umur
yang sama.Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam dan
apabila diayak dengan ayakan susunan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Sisa diatas ayakan 4 mm minimum beratnya 2%
2) Sisa diatas ayakan 1 mm minimum beratnya 10%
Sisa diatas ayakan 0,025 beratnya berkisar antara 80% sampai 95%.
Berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh
pada suhu 25˚ C. Berat jenis kering permukaan jenuh yaitu perbandingan
antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25˚ C. Berat jenis
semu ialah perbanding anantara berat agregat kering dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu 25˚ C.
Penyerapan ialah perbandingan berat air yang dapat diserap quarry terhadap
berat agregat kering dinyatakan dalam persen.
1.1.2 Berat Jenis Volume Alami
Agregat halus berupa pasir, baik berupa pasir alami yang di peroleh
langsung dari sungai atau tanah galian, atau dari hasil pemecahan batu. Agregat
yang butir- butirnya lebih kecil dari 1,20 mm kadang-kadang disebut pasir
halus, sedangkan butir-butir yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt, dan
yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut clay.
Pasir yang halus mengembang lebih banyak daripada pasir yang kasar.
Besar pengembangan volume pasir itu dapat sampai 25% atau 40%, pada kadar
air sekitar 5% atau 8% (kadar air = berat air dibagi berat butir pasir).
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan
didasarkan pada ukuran butir-butirnya. Agregat yang mempunyai ukuran butir-
butir besar di sebut agregat kasar, sedangkan agregat yang berbutir kecil
disebut agregat halus. Dalam bidang teknologi beton, nilai batas menurut SNI
03-1968- 1990 ukuran agregat adalah 4,75 mm atau 4,80 mm.
Agregat yang butir-butirnya lebih besar dari 4,80 mm disebut agregat kasar.
Agregat yang butir-butirnya lebih kecil dari 4,80 mm disebut agregat halus.
Agreagat kasar berupa kerikil, kericak, batu pecah, atau split.
Agregat diperoleh dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan
ukuran secara alamiah (misalnya kerikil). Agregat alami dapat
diklasifikasikan ke dalam sejarah terbentuknya peristiwa geologi, yaitu
agregat beku, agregat sedimen, dan agregat metamorf, yang kemudian dibagi
lagi menjadi kelompok- kelompok yang lebih kecil, yaitu :
1) Pasir alam.
Pasir alam terbentuk terbentuk dari pecahan batu karena beberapa sebab.
Pasir dapat diperoleh dari dalam tanah, pada dasar sungai, atau dari tepi laut. Oleh
karena itu pasir dapat digolongkan dalam 3 macam :
2) Pasir galian
Pasir galian ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara
menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari
kandungan garam.
3) Pasir sungai
Pasir ini diperoleh langsung dari dasr sungai, yang pada umumnya berbutir
halus dan bulat-bulat akibat proses gesekan. Pada sungai yang dekat dengan hutan
kadang-kadang banyak mengandung humus.
4) Pasir pantai
Pasir pantai ialah pasir yang diambil dari pantai. Pasir pantai berasal dari
sungai yang mengendap di muara sungai (di pantai) atau hasil gerusan air di dasar
laut yang terbawa arus air laut dan mengendap di pantai. Pasir pantai biasanya
berbutir halus. Bila merupakan pasir dari dasar laut maka pasirnya banyak
mengandung garam. Oleh karena itu maka sebaiknya pasir pantai diperiksa dulu
sebelum dipakai. Jika mengandung garam maka sebaiknya dicuci dulu dengan air
tawar sebelum dipakai.
Secara bertahap hubungan antara kadar air dan volume total agregat halus dapat
diuraikan menjadi beberapa penjelasan.
1) Pada keadaan permukaan butir agregat halus kering jarak antar butir agregat
adalah minimum, karena butir-butir saling bersinggungan.
2) Pada keadaan permukaan butir pasir agak basah (pori antar butiran agregat
halus hanya sebagian yang terisi air) jarak antar butir agak membesar karena
terdorong oleh tegangan lapisan tipis permukaan air, sehingga volume total
membesar.
3) Pada keadaan air berlebihan (seluruh pori antar butir agregat halus terisi air),
maka lapian tipis permukaan air tidak ada, maka butir-butir agregat halus
bersinggungan lagi sehingga volume total agregat halus kembali seperti pada
keadaan kering tungku.
1.2 Maksud Dan Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui berat jenis dalam berat jenis
curah kering (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis dalam
semu dari suatu agregat Halus, dan nilai penyerapan air dari suatu agregat Halus.
2. Ambil benda uji agregat halus alami 1000 gr (setelan di cuci), lalu cuci
benda uji hingga bersih sehingga kotoran-kotoran organik dan lumpur
yang melekat hilang.
1.4 Alat-alat Yang Digunakan
1. Neraca ( 0,1 gr sensitivity )
4. Kain pengeringan/lap
5. Air suling/biasa
7. Saringan no. 4
mengisi benda uji kedalam kerucut terpancung sampai penuh padatkan dengan
dibagi tiga kali pengisian dan ditumbuk dengan tumbukan berbeda. Pengisian
pertama sebanyak 1/3 dari kerucut terpancung dengan tumbukan 9 kali,
pengisian kedua sebanyak 2/3 dari kerucut terpancung dengan tumbukan 8 kali,
dan terakhir isi penuh kerucut terpancung dengan tumbukan 8 kali. Setelah
selesai penumbukan kerucut terpancung diangkat, lalu benda uji tersebut akan
runtuh sebagian;
3. Mengisi piknometer dengan air sebagian saja;
4. Memasukkan 300 gram agregat halus yang sudah dalam kondisi jenuh kering
permukaan (SSD) ke dalam piknometer yang telah berisi air (S);
5. Memasukkan air suling ke dalam piknometer sampai permukaan agregat tertutup
oleh air suling;
6. Menghilangkan gelembung-gelembung udara pada Piknometer dengan
menggunakan kompor listrik;
7. Merendam Piknometer sampai suhu dapat dikerjakan, kemudian mengisi
Piknometer dengan air suling sampai batas leher Piknometer kemudian timbang
dan catat beratnya (C);
8. Keluarkan agregat halus dari piknometer, letakkan dalam cawan kemudian
keringkan menggunakan oven dengan temperatur (110±5) C sampai selama
(24±4) jam;
Hari ketiga:
1. Keluarkan contoh uji dari oven dan dinginkan sampai tidak panas dan timbang
beratnya (A);
2. Menimbang berat piknometer pada saat terisi air saja sampai batas pembacaan
yang ditentukan (B).
Mulai
Hari Pertama
Mengambil agregat halus alami (lolos saringan No.4), cuci dan timbang
±1 kg agregat halus setelah itu rendam agregat selama (24±4) jam.
Hari Kedua
Runtuh Sebagian
Keringkan Lagi
Tambah Air
Mengisi picknometer dengan air suling, lalu masukkan 500 gram agregat
halus kondisi SSD, sehingga picknometer terisi oleh air + benda uji.
Hari Ketiga
=3,62
Berat jenis curah jenuh kering permukaan (SSD)
S
Berat jenis curah jenuh kering permukaan = B+S–C
300
= 310 + 300 – 530
= 3,75
Berat jenis semu (apparent)
A
Berat jenis semu = B+A–C
290
= 310 + 290 – 530
= 4,14 gram/ml
Penyerapan air
S–A
Penyerapan air = x 100%
A
300 – 290
= x 100%
290
= 0,03%
1.8.2 Saran
Dari percobaan tersebut diperoleh beberapa saran dalam melakukan percobaan,
yaitu :
a. Ketika mencuci benda uji, sebaiknya dilakukan dengan teliti dan berulang kali
agar benda uji benar – benar terbebas dari kotoran organik atau lumpur.
b. Sebelum menimbang berat benda uji pastikan benda uji sudah mencapai suhu
normal, karena ketika masih berada pada suhu oven, volume benda uji akan
memuai dan dapat mempengaruhi beratnya. Jadi setelah dikeluarkan dari oven
diamkan benda uji beberapa saat sampai suhu ruang.
c. Ketika memasukkan benda uji ke dalam gelas ukur, lakukanlah dengan hati–hati
agar tidak ada benda uji yang jatuh, karena akan mengurangi berat benda uji.
Teliti dalam melihat dan mencatat hasil timbangan atau volume agar data yang
diperoleh lebih akura
LAMPIRAN
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR
Tabel 1.1 Data Pengamatan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Pengujian Notasi (gram)
Keterangan Notasi I
Berat jenis curah kering 𝐴 2,8
(𝐵 − 𝐶)
Berat Jenis Curah jenuh Kering 𝐵 2,96
Prmkn (𝐵 − 𝐶)
Berat jenis semu 𝐴 3,14
(𝐴 − 𝐶)
Penyerapan Air (𝐵 − 𝐴) 2,7%
× 100%
𝐴
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081287301294 Ext. 19
LAMPIRAN
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS
Keterangan Notasi I
Berat jenis curah kering 𝐴 3,62 gram/ml
(𝐵 + 𝑆 − 𝐶)
Berat jenis curah jenuh 𝑆 3,75 gram/ml
kering permukaan (𝐵 + 𝑆 − 𝐶)
Penggunaan agregat (halus dan kasar) dalam pembuatan beton dapat mencapai
sekitar 75% dari keseluruhan bahan yang diperlukan untuk membuat beton.
Dengan demikian tidak lepas perhatian terhadap pemilihan jenis maupun karakter
dari agregat mendapatkan porsi yang cukup tinggi pula dalam fabrikasi beton.
Umumnya, agregat yang digunakan dalam pembuatan beton dapat berasal dari
agregat alami ataupun merupakan hasil pemecahan batu. Dalam literatur
disebutkan bahwa beton yang dibuat dengan menggunakan agregat dari hasil
pemecahan batu memberikan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan yang
dibuat dengan menggunakan agregat alami untuk kondisi lainnya konstan (Mehta,
1986; Neville and Brooks, 1998). Hal ini biasanya dikaitkan dengan perbedaan
tekstur dari agregat tersebut.
Campuran beton dengan agregat yang bertekstur kasar atau berupa batu pecah akan
menunjukkan kekuatan yang lebih besar. Namun demikian tidak disebutkan
bagaimana perkembangan perbedaan kekuatan yang dihasilkan oleh beton yang
dibuat dengan menggunakan kedua jenis agregat tersebut dihubungkan dengan
waktu hidrasinya.
Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang dikandung suatu
agregat dengan bahan agregat dalam keadaan kering. Kadar air dalam agregat ada
dua macam yaitu kadar air bebas dan kadar air terikat. Kadar air bebas adalah air
pada permukaan agregat, sedangkan kadar air terikat adalah air yang dikandung
oleh agregat baik dalam keadaan basah atau SSD. Kadar air merupakan
perbandingan antara berat air seluruhnya yang terkandung Dalam agregat berat
agregat kering oven yang dinyatakan dalam persen. Besar kadar air agregat reaktif
tergantung letak di mana agregat tersebut disimpan (dipengaruhi oleh
KADAR AIR AGREGAT KASAR & HALUS BAB 2
suhu dan cuaca). Pori dalam butiran agregat mempunyai ukuran yang bervariasi,
dari yang
besar sehingga mampu dilihat dengan mata telanjang, sampai yang dapat dilihat
dengan mikroskop. Pori-pori tersebar di seluruh tubuh butiran, beberapa
merupakan pori-pori yang tertutup dalam butiran, beberapa yang lainnya terbuka
terhadap permukaan butiran. Adanya udara yang terjebak dalam suatu butiran
agregat ketika pembentukannya tertentu oleh perubahan cuaca, maka terbentuklah
rongga kecil atau pori di dalam butiran agregat.
Pori-pori dalam butir agregat terisi air. Berdasarkan banyaknya kandungan air di
dalam agregat, kondisi agregat dibedakan menjadi beberapa tingkat kandungan
airnya yaitu :
a) Kadar air kering tungku, yaitu agregat yang benar-benar dalam keadaan
kering atau tidak mengandung air. Keadaan ini menyebabkan agregat dapat
secara penuh menyerap air berair.
b) Kadar air kering udara, yaitu agregat yang permukaan butir-butir dalam
keadaan kering tetapi dalam butiran masih mengandung air. Pasir atau
kerikil dalam keadaan kering udara ini masih dapat menyerap sedikit air.
c) Jenuh kering permukaan (Saturated and Surface-Dry, SSD). Pada keadaan
ini permukaan agregat kering (tidak ada air), tetapi butiran-butiran agregat
jenuh dengan air. Dengan demikian butiran-butiran agregat pada keadaan
Jenuh Kering Muka (JKM) atau SSD tidak menyerap air dan tidak
menambah jumlah air bila dipakai dalam campuran aduk beton.
d) Basah, pada keadaan ini butir-butir agregat mengandung banyak air baik
dalam butiran maupun pada permukaan agregat sehingga jika dipakai
untuk campuran aduk beton penggunaan air harus dikurangi. Kadar air
biasanya dinyatakan dalam persen dan dapat di hitung sebagai berikut :
𝑤1−𝑤2
𝑥 100% (2.1)
𝑤2
Dari keempat keadaan yaitu agregat kering tungku/oven, agregat kering udara,
agregat jenuh kering muka, dan agregat basah yang sering digunakan dalam dasar
hitungan ialah agregat dalam keadaan kering oven dan jenuh kering muka atau SSD.
Agregat dalam keadaan jenuh kering muka banyak disukai sebagai standar. Hal ini
disebabkan karena hal-hal berikut :
a. Keadaan agregat yang hampir sama dengan keadaan agregat dalam beton,
sehingga agregat tidak akan menambah ataupun mengurangi air dari
pastanya;
b. Kadar air di lapangan pekerjaan lebih banyak yang mendekati keadaan SSD
dari pada keadaan kering oven.
Standar ini merupakan hasil revisi SNI 03-1969-1990 metode pengujian berat jenis
dan penyerapan air agregat kasar. Standar ini menyangkut penggunaan bahan,
pelaksanaan dan peralatan yang berbahaya, dan tidak memasukkan masalah
keselamatan yang berkaitan dengan penggunaannya. Agregat kasar adalah agregat
yang ukuran butirannya > 4,75 mm (Saringan no. 4).Menurut Tjokrodimuljo
(1996), keadaan kandungan air di dalam agregat dibedakan menjadi beberapa
tingkat, yaitu:
a) Kering tungku, yaitu agregat yang benar-benar tidak berair, dan ini berarti
dapat secara penuh menyerap air.
b) Kering udara, yaitu agregat yang kering permukaannya tetapi mengandung
sedikit air di dalam porinya. Oleh karena itu agregat dalam tingkat ini masih
dapat sedikit mengisap air.
c) Jenuh kering muka, agregat pada tingkat ini tidak ada air di permukaan
tetapi butir-butirnya berisi sejumlah air. Dengan demikian butiran-butiran
agregat pada keadaan ini tidak menyerap air.
Kadar air, spesifikasi kadar air agregat halus menurut ASTM yaitu 3% - 5%.
Syarat mutu agregat halus menurut SII 0052-80, antara lain:
a. Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 2,50 – 3,80.
b. Kadar lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 5 %
Hari Kedua :
a. Mendiamkan benda uji agar dingin, kemudian timbang dan catat berat benda
uji beserta wadah/cawan/pan (W3);
b. Maka berat benda uji kering (B) : B = W3 - W1;
Mulai
Hari Pertama
Hari Kedua
Gambar 2.1 Diagram Alir Kadar Air Agregat Kasar Dan Halus
Diketahui :
= 400 – 120
= 280 gr
= 380 – 120
= 260 gr
280-260
=( x 100)
260
= 7,69 %
Diketahui :
= 380 – 120
= 260 gr
= 360 – 120
= 240 gr
= 8,33%
Kesimpulan dari pengujian kadar air agregat kasar adalah sebagai berikut:
Hubungan antara berat jenis dengan daya serap adalah jika semakin tinggi nilai
berat jenis agregat maka akan semakin kecil daya serap air.
2.8.2 Saran
Adapun solusi yang harus dilakukan dalam percobaan kadar air agregat, yaitu :
LAMPIRAN
KADAR AIR AGREGAT KASAR
URAIAN
Berat wadah/pan (gram) W1 120
Berat (pan +benda uji) (gram) W2 400
Berat benda uji (gram) A 280
Berat (Wadah + Split) (gram) W3 380
Berat split kering (gram) B 260
Kadar Agregat Kasar % 7,69 %
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081287301294 Ext. 19
LAMPIRAN
KADAR AIR AGREGAT HALUS
URAIAN
Berat wadah/pan (gram) W1 120
Berat (pan +benda uji) (gram) W2 380
Berat benda uji (gram) A 260
Berat (Wadah + pasir) (gram) W3 360
Berat pasir kering (gram) B 240
Kadar Agregat Halus % 8,33 %
BAB 3
KADAR LUMPUR AGREGAT KASAR DAN HALUS
Adanya lumpur dan tanah liat menyebabkan bertambahnya air prngaduk yang
diperlukan dalam pembuatan beton, disamping itu pula akan menyebabkan
turunnya kekuatan beton yang bersangkutan serta menambah penyusutan dan
creep. Untuk mendapatkan kuat tekan beton yang tinggi dapat dilakukan dengan
cara meminimalkan kandungan lumpur yang terkandung dalam agregat halus
ataupun kasar. Berpangkal pengaruh kadar lumpur yang bervariasi terhadap kuat
beton.
Lumpur dan lempung tidak diizinkan dalam jumlah banyak. Ada kecenderungan
meningkatnya penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan, jika
terdapat bahan-bahan tersebut. Bahan-bahan ini tidak dapat menjadi satu dengan
semen sehingga menghalangi penggabungan antara semen dengan agregat. Pada
akhirnya kekuatan tekan beton akan berkurang.
beberapa cara :
1. Peremasan atau penggosokan (tidak terukur)
2. Penggenggaman (tidak terukur)
3. Dengan penenggelaman pasir di air jernih (tidak terukur)
4. Dengan pengocokan (terukur)
Lumpur adalah bagian-bagian yang berasal dari agregat alam (kerikil dan pasir)
yang dapat melalui ayakan 0,075 mm, dengan berat jenis kurang dari 2.0
t/m3(SK SNI S – 04 – 1989 – F).
Kadar lumpur yang tinggi dapat menyebabkan retak dan susut. Sebagai
perumpamaan adalah sawah, lumpur akan mengembang ketika basah pada
musim hujan dan pada musim kemarau saat kering lumpur akan menyusut dan
terjadi retak yang dalam.
Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan
0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 1 % maka agregat perlu dicuci.
Kadar Lumpur Agregat Kasar Menurut (SNI.0052-80) adalah dari 70 micron
(0,074 mm) maksimum 1%.
Ketika beton sudah keras, jika lumpur mempunyai hubungan kontak langsung
dengan air melalui pori-pori beton, maka lumpur akan mengembang ataupun
menyusut didalam beton. Jika hal ini terjadi maka dalam waktu yang lama akan
mengakibatkan beton menjadi lemah. Untuk mencegah hal itu harus dilakukan
pengujian kadar lumpur pada agregat yang akan digunakan pada campuran
beton. Kadar lumpur agregat kasar menurut (SNI.0052-80) adalah dari 70
mikron (0,074 mm) maksimum 1%
Benda uji yang digunakan pada percobaan ini merupakan benda uji berupa
agregatkasar (split/koral) dan agregat halus (pasir).
Agregat Kasar
Hari Pertama :
1. Timbang cawan/wadah/pan anti karat yang ukurannya cukup besar,
kemudiancatat hasilnya (W1);
2. Ambil split/koral yang masih alami secukupnya, kemudian masukan
kedalamcawan/wadah/pan anti karat;
3. Masukkan cawan/wadah/pan anti karat yang telah diisi split/koral kedalam
drying oven selama ± 24 jam dengan suhu (100±5)ºC. (sampai beranya tetap);
Hari Kedua :
Hari Ke Tiga :
1. Keluarkan benda uji (split/koral) dari drying oven (setelah ± 24 jam), kemudian
diamkan agar cukup dingin;
2. Setelah itu, timbang benda uji (split/koral) tersebut dengan neraca, catatnilainya
(W3);
𝐴−𝐵
Kadar Lumpur Agregat Kasar = 𝑋 100 %
𝐵
Agregat Halus
Cara I
Hari Pertama:
Hari Kedua :
1. Keluarkan benda uji (pasir) pada cawan/wadah/pan anti karat yang sebelumnya
disimpan dalam drying oven selama ± 24 jam dan diamkan beberapa saat.
2. Setelah cukup dingin, kemudian timbang benda uji (pasir) pada
cawan/wadah/pan anti karat dan catat nilainya (W2). Jadi, berat pasir (mula-
mula) : A = W2 - W1
3. Tuang pasir kedalam tabung gelas ukur;
6. Buang seluruh air yang ada didalam gelas dengan hati-hati agar butiran- butiran
pasir tidak ikut terbuang;
7. Ulangi percobaan point (7) sampai dengan (12) sampai air terlihat jernih.
Hari Ketiga :
4. Mencatat nilainya (W4). Jadi, berat kering benda uji (pasir) : B = W4 –W3
Mengangkat cetakan
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Kadar Lumpur Agregat Kasar Dan Halus
Diketahui:
Berat wadah/pan (W1) = 120 gr
𝐴−𝐵
Kadar lumpur pasir = 𝑋 100 %
𝐵
1.000−980
= 𝑋 100%
980
= 2,04%
Kadar Lumpur Agregat Halus
Diketahui :
Berat Wadah/pan (W1) = 120 gr
Berat pan + benda uji (W2) = 420 gr
Berat (wadah + pasir ) kering (W3) = 410 gr
300-290
= ×100%
290
= 3,44 %
3.8 Kesimpulan Dan Saran
3.2.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pengujian kadar air agregat kasar adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Kadar Lumpur Agregat
3.2.2 Saran
a. Saat penimbangan harus teliti, karena perhitungan penimbangan sangat
berpengaruh untuk perhitungan jika tidak teliti maka akan keluar dari ketentuan.
b. Pada saat pendinginan kerikil dan pasir dapat menggunakan cara mengangin-
anginkan kerikil dan pasir.
LAMPIRAN
KADAR AIR AGREGAT KASAR
LAMPIRAN
KADAR AIR AGREGAT HALUS
Permukaan dalam silinder tidak terganggu. Dibagian dalam silinder terdapat blade
baja melintang penuh setinggi 8,9 cm. Silinder ini dilengkapi dengan bola-bola baja
dengan diameter rata-rata 4,68 cm dan berat masing-masing antara 390-445 gram
atau sesuai dengan gradasi benda uji. Untuk mengetahui nilai Los Angeles silinder
diputar dengan kecepatan 30-33 rpm. Caranya dengan mengukur butiran yang
pecah pada akhir putaran ke 100 kali yang pertama dibandingkan dengan 500 kali.
Umumnya jika butiran yang pecah pada akhir ke 100 sudah lebih besar dari 20%
daripada 500 dianggap bagian yang lunak sudah terlalu banyak.
Metode pengujian ini dapat digunakan untuk mengukur keausan agregat kasar.
Metode pengujian ini sebagai pegangan untuk menentukan ketahanan agregat kasar
terhadap keausan dengan mempergunakan mesin abrasi Los Angeles. Tujuannya
untuk mengetahui angka keausan yang dinyatakan dengan perbandingan antara
berat bahan aus lolos saringan nomor 12 (1,7 mm) terhadap berat semula, dalam
persen. Peralatan yang digunakan sebagai berikut: mesin abrasi Los Angeles,
saringan nomor 12 (1,7 mm), timbangan, bola-bola baja dan oven.
Keausan agregat kasar yang disyaratkan oleh Peraturan Beton bertulang Indonesia
(PBI 1971 N.I-2) adalah sebagai berikut: kekerasan butir-butir agregat kasar
diperiksa dengan menggunakan mesin abrasi Los Angeles, dengan mana tidak
boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.
KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS ANGELES BAB 4
Sedangkan keausan dapat diartikan sebagai partikel yang berada disekitar yang
melepaskan diri dari partikel induknya yang disebabkan oleh gaya tekanan atau
gesekan sehingga mengakibatkan masa benda yang mengalami keausan berkurang.
Benda uji dipersiapkan dengan cara sebagai berikut: berat dan gradasi benda uji
disesuaikan dengan daftar "Gradasi dan Berat Benda Uji”, bersihkan benda uji dan
keringkan dalam oven pada suhu (110±5) OC sampai berat tetap.
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang “Cara uji keausan agregat dengan mesin
abrasi los angeles” adalah revisi dari SNI 03-2417-1991, Metode pengujian
keausan agregat dengan mesin abrasi los angeles. Adapun perubahannya antara
lain:
a. Dalam penyiapan bahan, jumlah contoh uji yang disiapkan ditambahkan berat
interval;
b. Ditambahkan metode pengujian untuk material yang mempunyai kekerasan
homogen;
c. Pengujian dilakukan dengan 100 putaran, dan hasil pengujian antara 100
putaran dengan;
d. 500 putaran tidak boleh lebih besar dari 0,20 yang tertahan di atas saringan
No.12 (1,70mm) tanpa pencucian;
Istilah dan definisi yang ada dalam percobaan keausan agregat menggunakan mesin
LAA
a. Bola baja : Besi bulat dan masif dengan ukuran dan berat tertentu yang
digunakan sebagai beban untuk menggerus agregat pada mesin abrasi;
b. Gradasi A : Material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 37,5 mm (1½
inci) sampai dengan agregat ukuran butir 9,5 mm (3/8 inci);
c. Gradasi B : Material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 19,0 mm (3/4
inci) sampai dengan agregat ukuran butir 9,5 mm (3/8 inci);
d. Gradasi C : Material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 9,5 mm (3/8
inci) sampai dengan agregat ukuran butir 4,75 mm (saringan No. 4);
a. Gradasi D : Material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 4,75 mm
(saringan No.4) sampai dengan agregat ukuran butir 2,36 mm (saringan No.8).
b. Gradasi E : Material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 75 mm (3 inci)
sampai dengan agregat ukuran butir 37,5 mm (1½ inci);
c. Gradasi F : Material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 50 mm (2,0
inci) sampai dengan agregat ukuran butir 25,0 mm (1,0 inci);
d. Gradasi G : Material agregat kasar dari ukuran butir maksimum 37,5 mm (1½
inci) sampai dengan agregat ukuran butir 19,0 mm (3/4 inci);
e. Keausan : Perbandingan antara berat bahan yang hilang atau tergerus (akibat
benturan bola-bola baja) terhadap berat bahan awal (semula);
f. Mesin abrasi los angeles : Alat simulasi keausan dengan bentuk dan ukuran
tertentu terbuat dari pelat baja berputar dengan kecepatan tertentu;
g. Saringan No.12 (1,70 mm) : Besarnya lubang saringan adalah 1,70 mm atau
dalam 1 inci persegi terdapat 12 lubang;
Mesin abrasi los angeles adalah mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua
sisinya dengan diameter dalam 711 mm (28 inci) panjang dalam 508 mm (20 inci).
Silinder bertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan berputar pada
poros mendatar; silinder berlubang untuk memasukkan benda uji; penutup lubang
terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu; di bagian
dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 89 mm (3,5 inci);
d. dengan saringan No.12 (1,70 mm); butiran yang tertahan di atasnya dicuci
bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada temperatur 110°C ± 5°C
sampai berat tetap;
e. Jika material contoh uji homogen, pengujian cukup dilakukan dengan 100
putaran, dan setelah selesai pengujian disaring dengan saringan No.12 (1,70
mm) tanpa pencucian.
f. Membandingan hasil pengujian antara 100 putaran dan 500 putaran agregat
tertahan diatas saringan No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian tidak boleh lebih
besar dari 0,20;
g. Metode pada butir tidak berlaku untuk pengujian material dengan metode
ASTM C 535-96 yaitu Standard Test Method for Resistance to Degradation of
Large-Size Coarse aggregate by Abrasion and impact in the Los Angeles
Machine.
A-B
x 100% (4.1)
A
Mulai
Pengujian
Memutar mesin
selesai
4.7.2 PERHITUNGAN
Diketahui :
Berat Sebelum I (A) = 5000 gr
Berat Sesudah I (B) = 3700 gr
1) Perhitungan Nilai Keausan
a-b
Nilai keausan = x 100 %
a
5000-3700
= x100%
5000
= 26 %
Kesimpulan dari pengujian kadar air agregat kasar adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Keausan agregat
4.8.2 Saran
Dari percobaan tersebut diperoleh beberapa saran dalam melakukan percobaan,
yaitu :
a. Ketika mencuci benda uji, sebaiknya dilakukan dengan teliti dan berulang kali
agar benda uji benar – benar terbebas dari kotoran organik atau lumpur.
b. Sebelum menimbang berat benda uji pastikan benda uji sudah mencapai suhu
normal, karena ketika masih berada pada suhu oven, volume benda uji akan
memuai dan dapat mempengaruhi beratnya. Jadi setelah dikeluarkan dari oven
diamkan benda uji beberapa saat sampai suhu ruang.
c. Ketika memasukkan benda uji ke dalam gelas ukur, lakukanlah dengan hati–hati
agar tidak ada benda uji yang jatuh, karena akan mengurangi berat benda uji.
d. Teliti dalam melihat dan mencatat hasil timbangan atau volume agar data yang
diperoleh lebih akur
LAMPIRAN
KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS ANGELES (LAA)
b. Sisa di atas ayakan 31.5 mm, harus bekisar antara 90 hingga 95 % berat;
c. Selisih antara sisa kumulatif di atas dua ayakan yang berurutan, adalah
maksimum 60 % dan minimum 10 % berat.
Diameter agregat dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton dan juga dapat
berpengaruh terhadap kemudahan pengerjaan beton (workability). Diameter dari
agregat harus disesuaikan dengan standar yang diberikan oleh ASTM, BS, ataupun
SNI, agar dapat menghasilkan beton dengan kekuatan yang baik pula.
Metode analisa saringan untuk mengetahui diameter suatu agregat kasar adalah
Metode Pengujian Jumlah Bahan dalam Agregat yang Lolos Saringan No. 200 (
0,075 MM ) ; SNI 03-4142-1996 Metode ini digunakan untuk menghitung
DIAMETER MAKSIMUM AGREGAT KASAR BAB 5
besarnya persentase jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan No. 200
(0,075 mm).
Jika butiran agregat bulat sempurna, maka jari-jari atau diameter merupakan ukuran
yang sempurna. Pengukuran ukuran butiranagregat didasarkan pada suatu
pemeriksaan yang dilakukan dengan alat berupa ayakan dengan ukuran lubang-
lubang tertentu.
Butiran agregat memiliki berbagai bentuk dan jenis, maka jari-jari atau diameternya
pun tak menentu. Pengukuran ukuran butiranagregat didasarkan pada suatu
pemeriksaan yang dilakukan dengan alat berupa ayakan dengan ukuran lubang-
lubang tertentu.
Untuk mengurangi jumlah kadar semen (agar biaya pembuatan beton berkurang)
dibutuhkan ukuran butir – butir maksimum agregat yang sebesar – besarnya.
Walaupun demikian, besar butir maksimum agregat kasar tidak dapat terlalu besar,
karena adanya faktor – faktor lain yang membatasi. Faktor – faktor yang membatasi
besar butir maksimum agregat ialah jarak bidang samping cetakan beton, dimensi
plat beton yang dibuat, serta jarak bersih antar baja tulangan dalam beton, yaitu :
a. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih dari besar dari ¾ kali jarak
bersih antar baja tulangan
b. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat
c. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 kali jarak
terkecil antara bidang samping cetakan.
Pemeriksaan ukuran butir agregat biasanya dilakukan dengan alat yang bernama
saringan, dimaksudkan untuk mengetahui distribusi ukuran butir agregat. Saringan
adalah suatu plat baja atau lembaran baja atau kawat anyaman yang mempunyai
lubang – lubang sama besar dan diperkuat dengan rangka untuk menopang.
Analisis saringan agregat ialah penentuan persentase berat butiran agregat yang
lolos dari satu set saringan kemudian angka – angka persentase digambarkan pada
grafik pembagian butir (KardiyonoTjokrodimuljo, 2004).
Mulai
Hari ke 1
selesai
=0%
825,5
b. Saringan Ø 19 mm (%) = × 100 %
3750
= 22,01 %
1552
c. Saringan Ø 9,6 mm (%) = 3750 × 100 %
= 41,38 %
1010,5
d. Saringan Ø 4,8 mm (%) = × 100 %
3750
= 26,94 %
362,5
e. Saringan Ø pan (%) = × 100 %
3750
= 9,66 %
=1,757 %
5.8.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pengujian kadar air agregat kasar adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1 Hasil Pengujian Diameter Maksimum Agregat Kasar
5.8.2 Saran
a. Dalam proses penyaringan harus benar-benar teliti, juga dalam proses
penimbangan berat uji diperlukan ketelitian dan pengontrolan neraca sebelum
dilakukan penimbangan, agar tidak terjadi kesalahan pada data hasil
penimbangan.
b. Dalam mematikan mesin sieve shaker harus tepat pada waktu yang telah
ditentukan, jangan sampai lebih atau kurang, karena akan mempengaruhi jumlah
berat agregat yang tertahan dan yang lolos pada saringan.
c. Dan perlu diperhatikan ketika akan menimbang setelah benda uji keluar dari
oven, sebaiknya benda uji didinginkan terlebih dahulu sebelum ditimbang.
LAMPIRAN
PENGUJIAN DIAMETER MAKSIMUM AGREGAT KASAR DENGAN
ANALISA SARINGAN
Tabel 5.1 Data Pengamatan Diameter Maksimum Agregat Kasar dengan Analisa
Saringan
Berat
Ukuran Diameter %
Tertahan (gr)
Ayakan (mm)
Kerikil Tertahan Lolos Kum.
38 0 0 100 0
19 825,5 22,01 77,99 22,01
9,6 1552 41,38 58,62 63,39
4,8 1010 26,95 73,06 90,33
Pan 362,5 9,66 0 100
Jumlah 3750 100 309,67 275,73
BAB 6
Agregat merupakan material granular, misalnya pasir, krikil, batu pecah dan kerak
tungku pijar yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk
membentuk suatu beton atau adukan semen hidrolik (SNI 03 – 2847 – 2002, Tata
Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung).
a. Agregat halus adalah butiran halus yang memiliki kehalusan 2mm – 5mm.
b. Menurut SNI 02-6820-2002 , agregat halus adalah agregat dengan besar butir
maksimum 4,75 mm.
c. Menurut nevil (1997), agregat halus merupakan agregat yang besarnya tidak
lebih dari 5 mm, sehingga pasisr dapat berupa pasir alam atau berupa pasir dari
pemecahan batu yang dihasilkan oleh pemecah batu.
d. Menurut SNI 1737-1989-F , agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah,
kerikil, pasir,atau mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil buatan.
Persyaratan agregat halus secara umum menurut SNI 03-6821-2002 adalah sebagai
berikut:
a. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.
Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat di uji dengan larutan jenuh garam. Jika
dipakai natrium sulfat maksimum bagian yang hancur adalah 10% berat. Sedangkan
jika dipakai magnesium sulfat agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih
dari 5% (terhadap berat kering), jika kadar lumpur melampaui 5% maka pasir harus
di cuci.
Modulus Kehalusan Butir (fineness modulus disingkat FM) adalah suatu angka
yang secara kasar menggambarkan rata – rata ukuran butir agregat. Butir agregat
MODULUS HALUS BUTIR AGREGAT HALUS BAB 6
yang tertinggal (retained) diatas satu set ayakan ( 38.9, 9.6, 4.8, 2.4, 1.2, 0.6, 0.3,
dan 0.15 mm), kemudian nilai tersebut dibagi 100. Semakin besar nilai MHB suatu
agregat, semakin besar butiran agregat. Umumnya agregat halus mempunyai MHB
sekitar 1.50 – 3.8. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai MHB 1,5 < MHB <
3,0. Umumnya menghasilkan beton mutu tinggi dengan FAS yang rendah dan
mempunyai kekuatan tekan dan kebecekan yang optimal ( Larrard, 1990 ).
c. Agregat berat mempunyai berat jenis lebih besar dari 2800 kg/m³. beton yang
dibuat dengan agregat ini biasanya digunakan sebagai pelindung dari radiasi
sinar–X. Berat isi agregat biasanya berkisar antara 350-880 kg/m³ Untuk
agregat kasar dan 750 – 1200 kg/m3 untuk agregat halus. Agregat berat adalah
agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8 gr/cm3, misalnya magnetik
(FeO4) atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis tinggi
sampai 5 gr/cm3.Penggunaannya dipakai sebagai pelindung dari radiasi.
Mulai
selesai
Gambar 6.1 Diagram Alir Modulus Halus Butir Dengan Anaisa Saringan
Tabel 6.1 Data Pengamatan Modulus Halus Butir Agregat Halus (Terlampir)
6.7.2 Perhitungan
Diketahui :
Berat cawan = 120 gram
Berat pan + benda uji (W2) = 620 gram
Berat benda uji (A) = 500 gram
Berat masing – masing saringan untuk menimbang berat bahan yang tertahan
pada saringan :
Ø 9,6 mm (1) = 420 gram
Ø 4,8 mm (1) = 309 gram
Ø 2,4 mm (1) = 420 gram
Ø 1,2 mm (1) = 416 gram
Ø 0,6 mm (1) = 413 gram
Ø 0,3 mm (1) = 400 gram
Ø 0,15 mm (1) = 235 gram
Ø 0,075 mm (1) = 185 gram
Pan (1) = 453 gram
Berat benda uji yang tertahan :
Berat saringan + berat bahan tertahan Ø 9,6 mm (2) = 434 gram
Berat bahan tertahan Ø 9,6 mm (3) =2–1
= 420 – 420
= 0 gram
Berat saringan + berat bahan tertahan Ø 4,8 mm (2) = 434 gram
Berat bahan tertahan Ø 4,8 mm (3) =2–1
= 309 – 316
= 7 gram
=0%
7
Saringan Ø 4,8 mm (%) = 500 × 100 %
= 1,4 %
108,5
Saringan Ø 2,4 mm (%) = × 100 %
500
= 21,7 %
101
Saringan Ø 1,2 mm (%) = 500 × 100 %
= 20,2 %
63,5
Saringan Ø 0,6 mm (%) = × 100 %
500
= 12,7 %
13,5
Saringan Ø 0,3 mm (%) = × 100 %
500
= 2,7 %
4
Saringan Ø 0,15 mm (%) = 500 × 100 %
= 0,8 %
0
Saringan Ø 0,075 mm (%) = 500 × 100 %
=0%
202,5
Saringan Ø pan (%) = × 100 %
500
= 40,5 %
∑ Berat bahan tertahan (%) = 100 %
Persentase berat bahan lolos saringan :
Persentase lolos saringan = 100 %–persentase berat tertahan (%)
a. Saringan Ø 9,6 mm (%) = 100 % – 0%
=0%
b. Saringan Ø 4,8 mm (%) = 100 % – 1,4 %
= 98,6%
=2,19%
6.8 Kesimpulan dan Saran
6.8.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pengujian kadar air agregat kasar adalah sebagai berikut:
Tabel 6.1 Hasil Pengujian Modulus Halus Butir
6.8.2 Saran
a. Gunakan agregat halus sesuai dengan standar MHB yang telah ditentukan,
sehingga dapat menghasilkan beton dengan mutu yang baik.
b. Selain itu, ketika dikeluarkan dari sieve shaker, periksa benda uji agar benda uji
benar-benar tertahan sesuai dengan saringannya.
c. Hati hati dalam mengeluarkan agregat yang berada di dalam sieve shaker
d. Teliti dalam perhitungan dan menimbangnya.
e. Dari tabel pengamatan disimpulkan bahwa agregat yang diuji, yaitu pasir agak
kasar. Maka, dalam penggunaan bahan tersebut tidak perlu ditambahkan air
dalam perencanaan adukan beton.
LAMPIRAN
PENGUJIAN MODULUS HALUS BUTIR AGREGAT HALUS DENGAN
ANALISA SARINGAN
Uraian Massa
Berat Wadah/Pan (Gram) W1 120
Berat Pan + Benda Uji (Gram) W2 620
Berat Benda Uji (Gram) A 500
LAMPIRAN
MODULUS HALUS BUTIR DENGAN ANALISI SARINGAN
Ukuran Berat %
diameter Tertahan
ayakan (mm) Pasir Tertahan Lolos Kumulatif
9,6 0 0 100 0
4,8 7 1,4 98,6 1,4
2,4 108,5 21,7 76,9 23,1
1,2 101 20,2 56,7 43,3
0,6 63,5 12,7 44 56
0,3 13,5 2,7 41,3 58,7
0,15 4 0,8 40,5 59,5
0,075 0 0 40,5 59,5
Pan 202,5 40,5 0 100
Jumlah 500
Modulus halus butir 2,19
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081287301294 Ext. 19
BAB 7
SOUNDNESS TEST AGREGAT HALUS
Cara uji ini mencakup tata cara pengujian untuk menentukan kekekalan agregat dari
proses disintegrasi oleh larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat jenuh. Hal
tersebut dilakukan dengan cara perendaman agregat secara berulang-ulang di dalam
larutan natrium atau magnesium sulfat jenuh yang diikuti dengan pengeringan
menggunakan oven untuk menguapkan sebagian atau keseluruhan garam terlarut di
dalam ruang pori permeabel. Gaya ekspansif internal, berasal dari rehidrasi garam
pada saat perendaman kembali, sebagai simulasi dari sifat ekspansif air pada proses
pembekuan.
a . Agregat Halus, jika diuji dengan menggunakan larutan garam sulfat (Natrium Sulfat,
NaSO4). Bagian nya yang hancur maksimum 10% dan jika diuji dengan menggunakan
Magnesium Sulfat (MgSO4) bagian nya yang hancur maksimum 15%
b. Agregat Kasar, jika diuji dengan menggunakan larutan garam sulfat (Natrium Sulfat,
NaSO4) bagiannya yang hancur maksimum adalah 12 % dan jika diuji.
Cara uji ini membantu memberikan informasi yang lengkap pada saat menentukan sifat
kekekalan agregat terhadap pengaruh cuaca. Pengujian ini menggunakan peralatan dan larutan
kimia berbahaya, sehingga penggunaan peralatan keselamatan kerja sangatlah diperlukan
selama melakukan pengujian ini.
Soundness adalah suatu tingkat kekekalan atau keausan pada agregat yang dapat menentukan
kualitas dari pembuatan beton. Sifat ini merupakan petunjuk kemampuan agregat untuk
menahan perubahan volume yang berlebihan yang diakibatkan oleh perubahan–perubahan
pada kondisi lingkungan, misalnya: pembekuan dan pencairan (pada daerah cuaca dingin),
perubahan suhu, terik matahari, musim kering dan hujan yang berganti-ganti.
Suatu agregat dikatakan tidak bersifat kekal apabila terjadi perubahan volume yang cukup
berarti. Ini mungkin muncul dalam bentuk perubahan setempat-setempat hingga terjadi retakan
permukaan atau disintegrasi pada suatu kedalaman yang cukup besar. Kekekalan atau keausan
agregat dapat diuji dengan menggunakan larutan kimia untuk memeriksa reaksinya pada
agregat (PB 89, 1990). Agregat harus memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam SII.0052-
80, “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” untuk beton normal atau memenuhi syarat ASTM
Sulfat tes kesehatan (ASTM C88) secara luas digunakan untuk mengukur ketahanan campuran
beton untuk merusak dengan pembekuan dan pencairan. Natrium dapat melarutkan batu
gamping, memperkenalkan bias yang dalam tujuan metodenya yaitu, untuk memperkirakan
resistensi thephysical batu untuk kekuatan yang diberikan oleh pertumbuhan kristal. Meskipun
metode mencatat kemungkinan kapur dapat menunjukkan bahwa ketika batu gamping diuji.
Solusi yang digunakan sebelumnya untuk mengurangi efek pelarut metode cukup waspada
terhadap undersaturation sehubungan dengan ion kalsium. Ekuilibrium konsentrasi ion
kalsium, jenuh dan MgSO4 Na2SO4 solusi, ditentukan oleh serapan atom menggunakan kedua
dikurangi 74 mikron bubuk kapur dan ukuran uji (9,5 × 4,75 mm).
Disimpulkan bahwa tingkat undersaturation biasanya masih bisa setinggi 40% setelah paparan
100 jam dari bahan kasar. Bias yang disebabkan oleh undersaturation bervariasi dengan jenis
kapur. Homogen, padat, kristal batu gamping di mana efek dari tindakan pelarut hanya untuk
menghasilkan penurunan berat badan sedikit, seluruhnya disebabkan sejumlah kecil CaCO3
terlarut, tidak. Namun, tingkat yang sama pada pelarut matriks biomicrite akan merusak
fragmen kasar fosil sehingga rentan terhadap tindakan mekanis pembentukan garam sulfat, dan
menghasilkan penurunan berat badan yang signifikan, dengan cara yang tidak akan terjadi
tanpa solusi awal dan melemahnya fase micrite.
Fungsi utama agregat halus adalah mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen
dari campuran melalui ikatan (interlocking) dan gesekan antara partikel. Berkenaan dengan hal
ini sifat – sifat khas yang diperlukan dari agergat adalah sudut permukaan, kekasaran agregat,
bersih dan bukan bahan organik.
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan
– batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat–alat pemecah batu. Persyaratan
agregat halus secara umum menurut (SNI 03–6821–2002) adalah sebagai berikut :
a. Agregat halus terdiri dari butir – butir tajam dan keras.
Butir – butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh Pengaruh cuaca.
Sifat kekal agregat halus dapat diuji dengan larutan jenuh garam. Jika dipakai Natrium
Sulfat maksimum bagian yang hancur adalah 10% berat. Sedangkan jika dipakai
Magnesium Sulfat maksimal bagian yang hancur adalah 12 % berat.
b. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % (terhadap berat kering), jika
kadar lumpur melampaui 5 % maka pasir harus di cuci.
Gambar7.1AgregatHalus
(Sumber : http://lauwtjunnji.weebly.com)
keluar, untuk memastikan bahwa contoh uji telah bebas dari magnesium sulfat, memeriksa
air cucian dengan larutan barium klorida 0.2 M jika tidak terdapat endapan putih dari
barium sulfat maka pencucian sudah selesai.
l. Setelah contoh uji bebas dari Magnesium Sulfat, mengeringkan masing-masing fraksi
contoh uji pada temperatur (110+5) ͦ C selama ±24 jam.
m. Menimbang dan mencatat berat contoh yang tertahan pada masing-masing saringan (B).
Berat benda uji (C) = B-W1.
(9.1)
A-C
Kadar Kelapukan Agregat = ×
C
100%
7.5 Diagram Alir
500-452
= ×100 %
452
= 10,61 %
7.8.1 Kesimpulan
7.8.2 Saran
a. Dikarenakan oven yang tidak mencapai panas maksimal, maka pengeringan dilakukan
dengan cara menyangrai agregat diatas kompor hingga kering.
b. Untuk kebutuhan air panas, lebih baik dipersiapkan terlebih dahulu sebelum praktek
berlangsung, dikarenakan jika memasak air pada saat praktek akan sangat memakan waktu.
URAIAN PERCOBAAN
Berat wadah / pan W1 120 gr
(gram)
Berat pan + benda uji sebelum test W2 620 gr
(gram)
Berat benda uji sebelum test A 500 gr
(gram)
Berat pan + benda uji sesudah test B 572 gr
(gram)
Berat benda uji sesudah test C 452 gr
(gram)
Dimana :
Beberapa peneliti di komite ACI memberikan nilai dasar k sebesar 1.64 atas variasi
pengujian dari beton normal dengan kekuatan tekan 25 – 55 Mpa. Untuk variasi
kekuatan tekan beton dengan niali lebih besar dari 55 Mpa nilai variasi yang
digunakan merupakan nilai variasi sebenarnya dari hasil uji statistik.
PERANCANGAN CAMPURAN BETON BAB 8
Syarat Perancangan
1) Kuat Tekan Rencana (MPa)
Beton yang dirancang harus memenuhi persyaratan kuat tekan rata-rata, yang
memenuhi syarat berdasarkan data deviasi standar hasil uji kuat tekan yang lalu
(umur 28 hari) untuk kondisi dan jenis konstruksi yang sama. Persyaratan kuat
tekan didasarkan pada hasil uji kuat tekan silinder
Rencana kekuatan beton pada hubungan antara kuat tekan dengan faktor air
semen. Pemilihan proporsi campuran beton harus memenuhi syarat atau
ketentuan
– ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk beton dengan kuat tekan lebih dari 20 MPa proporsi campuran
percobaan harus didasarkan pada campuran berat (weight batching).
2) Untuk beton dengan kuat tekan f’c hingga 20 MPa, proporsi campuran
percobaan boleh didasarkan pada campuran volume (Volume batching).
Penakaran volume harus didasarkan pada proporsi campuran dalam berat
yang dikonversikan ke dalam volume berdasarkan berat satuan volume
(bulking) dari masing-masing bahan.
3) Bahan Campuran
1. Menentukan kuat tekan beton yang direncanakan sesuai dengan syarat teknis
atau yang telah ditentukan, yaitu :
Menentukan kuat tekan (f’c) ini pada umur 28 hari;
2. Hitung deviasi standar (s). Deviasi standar diketahui dari besarnya jumlah
volume pekerjaan beton (M3) yang akan dibuat dengan mutu pelaksanaan (Tabel
8.3 Penentuan standar deviasi terlampir);
4. Menghitung kuat tekan rata-rata yang telah ditargetkan (f’cr), dimana f’cr = f’c
+ m;
6. Menetapkan diameter maksimum agregat jika tidak ditetapkan maka besar butir
agregat maksimum tidak boleh melebihi :
7. Perkiraan kebutuhan air pencampur dan kadar udara. (Tabel 8.4 Perkiraan
kebutuhan air pencampur dan kadar udara untuk berbagai slump dan ukuran
nominal agregat maksimum terlampir);
8. Tentukan nilai Rasio Air Semen F.A.S (Tabel 8.5 Hubungan antara rasio air –
semen (w/c) atau rasio air – bahan bersifat semen {w/(c+p)} dan kekuatan beton
terlampir);
9. Tetapkan faktor air semen maksimum (dapat ditetapkan sebelumnya atau tidak).
Jika nilai faktor air semen yang diperoleh pada butir 8 diatas lebih kecil dari yang
dikehendaki, maka yang dipakai yang terendah (Tabel 8.6 Maksimum rasio (w/c)
atau {w/(c=p)} yang diinginkan untuk beton tingkat pemaparan berat (severe
exposures) terlampir);
Wair
Wsemen =
FAS
11. Menetapkan Volume agregat kasar dengan meliat tabel hubungan antara ukuran
nominal agregat maksimum (mm) dengan volume agregat kasar kering oven
persatuan volume beton untuk berbagai modulus kehalusan dari agregat halus.
(Tabel 8.7 Volume agregat kasar per satuan volume beton terlampir) apabila
nilai modulus kehalusan berada ditengah – tengah atau tidak berada ditabel
maka tentukan dengan menggunakan interpolasi;
13. Menentukan jumlah agregat kasar dengan, WAgr. Kasar = Wagr. kering oven x
Vol. Agregat ;
14. Memperkirakan berat awal beton dengan melihat tabel hubungan antara Ukuran
nominal agregat maksimum (mm) dengan perkiraan awal berat beton segar
(kg/m3).(Tabel 15.8 Perkiraan awal berat beton segar terlampir);
16. Menentukan jumlah agregat yang dibuhkan Dengan jumlah air, semen dan
agregat kasar yang ada, dan perkiraan adanya udara terperangkap (%) sesuai
dengan yang sudah ditentukan pada (Tabel 15.4 Perkiraan kebutuhan air
pencampur dan kadar udara untuk berbagai slump dan ukuran nominal agregat
maksimum terlampir) sesuai dengan berikut:
a) Menetukan volume air, Volume padat semen, volume absolute agregat kasar,
dan volume udara yang tertangkap (vol. udara% x 1000) ; Vol = 1
17. Menentukan proporsi campuran beton dengan menjumlah semua berat bahan
yang sudah ditentukan sebelum nya.
19. Air yang diserap tidak menjadi bagian dari air pencampur dan harus dikeluarkan
dari penyesuaian dalam air yang ditambahkan. Dengan demikian, air pada
permukaan yang diberikan dari agregat halus adalah
%air permukaan agregat halus = (%kadar air agregat halus –
%absorpsi agregat halus)
20. Maka didapat proporsi masing – masing bahan yang akan digunakan untuk
pencampuran beton lalu dikalikan dengan banyaknya sampel yang akan di buat.
a. Standar Deviasi
= +11 Mpa
b. Margin
= +11 Mpa
e. FAS = 0,465
181
g. Kadar Semen = 0,54 = 384,9 Kg/m3
181
l. Volume air 1000 = 0,181 m3
m. Volume silinder
Vol = 3.14 x (0.075)2 x 0.30 = 0.005 m3
n. 3 volume silinder
Vol = 3 x 0,006 = 0,02
o. Kebutuhan campuran
Air = 163.62 x 0,02 = 3,27 Kg
Agregat Kasar = 869,4 x 0,02 = 17,38 Kg
Agregat Halus = 891,84 x 0,02 = 17,83 Kg
Semen = 384,9 x 0,02 = 7,69 Kg
8.4.2 Saran
Dari percobaan diatas diperoleh beberapa saran dalam melakukan percobaan yakni
:
a. Menghitung perancangan campuran beton dengan lebih teliti.
b. Sebaiknya pada saat membaca tabel dan grafik harus teliti sehingga hasilnya
benar.
Slump beton ialah besaran kekentalan (viscocity)/plastisitas dan kohesif dari beton
segar. Slump pada dasarnya merupakan salah satu pengetesan sederhana untuk
mengetahui workability beton segar sebelum diterima dan diaplikasikan dalam
pekerjaan pengecoran
Namun selain besaran nilai slump, yang harus diperhatikan untuk menjaga
kelayakan pengerjaan beton segar adalah tampilan visual beton, jenis dan sifat
keruntuhan pada saat pengujian slump dilakukan. Slump beton segar harus
dilakukan sebelum beton dituangkan dan jika terlihat indikasi plastisitas beton segar
telah menurun cukup banyak, untuk melihat apakah beton segar masih layak
dipakai atau tidak. Pengukuran slump dilakukan dengan mengacu pada aturan yang
ditetapkan dalam 2 peraturan standar :
a. PBI 1971 NI 2 (Peraturan Beton Bertulang Indonesia)
b. SNI 1972-2008 (Cara Uji Slump Beton)
PENGUJIAN SLUMP BETON BAB 9
Beton Segar
96
PRAKTIKUM ILMU BAHAN 2021 UNIVERSITAS BANTEN JAYA
PENGUJIAN SLUMP BETON BAB 9
Persiapan
Mengangkat cetakan
Mengukur
kemerosotan beton
Nilai Slump 25 - 50 cm
16 cm Tidak Sesuai
9.7.2 Saran
a. Bahan-bahan yang dipakai adalah dalam keadaan SSD, pada saat pengolahan
agregat menjadi SSD harap diperhatikan dengan benar, jangan sampai agregat
itu terlalu kering saat dijemur.
b. Penusukkan atau pemadatan adukan dalam kerucut harus dilakukan dengan
benar.
Beton Normal
BAB 10
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON
Nilai kuat tekan beton didapat dari pengujian standar dengan benda uji yang lazim
digunakan berbentuk silinder. Dimensi benda uji standar adalah tinggi 300 mm dan
diameter 150 mm. Tata cara pengujian yang umumnya dipakai adalah standar
ASTM C39-86. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan
tekan tertinggi (fc’) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama
percobaan (Dipohusodo, 1996).
P kg
Kuat tekan beton = (10.1)
A cm2
Diketahui :
➢ Slump = 16 cm
➢ Jari-jari = 7,5 cm
Ditanyakan :
a. Luas penampang
b. Berat Isi
c. Beban maksimum
d. Kekuatan tekan
Penyelesaian :
= 3,14 x 75 x 75
= 17662,5 mm2
= 0,0053 m3
Berat beton
C. Berat isi beton (W) = volume silinder
11,656
= 0,0053
= 2199,24528 kg/mm3
= 105,700 N
F
e. Kekuatan tekan (f’c) =A
105700
=
17662,5
= 5,98 N/mm2
Dari hasil di atas menunjukan kuat tekan beton silinder 1 adalah 76,0 %,
beton silinder 2 adalah 75,9 % dan beton silinder 3 adalah 83,8 %.
10.6.2 Saran
Dari percobaan tersebut diperoleh beberapa saran dalam melakukan percobaan,
yaitu :
a. Ketika mencuci benda uji, sebaiknya dilakukan dengan teliti dan berulang kali
agar benda uji benar-benar terbebas dari kotoran organik atau lumpur.
b. Teliti dalam melihat dan mencatat hasil timbangan atau volume agar data yang
diperoleh lebih akurat.
c. Saat akan melakukan pengujian, pastikan beton dalam keadaan benar-benar
kering.
LAMPIRAN
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON