Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

Vol. 16, No. 4, 2001, 346 - 357

ANGGARAN DAERAH DAN “FISCAL STRESS”


(Sebuah Studi Kasus pada Anggaran Daerah Provinsi di Indonesia)
Abdul Halim1
Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

This study attempts to empirically compare and analyze the role (proportion) of
Actual Local Government Genuine Receipts (Pendapatan Asli Daerah or PAD) on
Actual Total Local Government Receipts of Local Government Budget (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah or APBD). It also analyzes the role of the actual local
taxes and local retributions—as the primary sources of PAD—on the PAD. Using the
provincial governments, this study performs the comparison due to ―the fiscal stress‖
(i.e., the economic crisis and the launching of new local taxes and retributions in 1997).
The 1996/1997 -1998/1999 local government budgets are used as data before and after
the fiscal stress occurred. The results show that the fiscal stress generally does not
influence the role. When local taxes and retributions are analyzed based on the fiscal
stress, the results show that only local retributions are affected.

Keywords: Fiscal Stress, PAD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah.


Data Availability: Publicly available.

PENDAHULUAN labilnya sektor pendapatan pemerintah pusat


yang pada gilirannya mempengaruhi Anggaran
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik
sejak tahun 1997 membawa dampak hampir
tingkat Pemerintah Daerah Provinsi maupun
semua aspek atau sektor kehidupan. Dampak
tingkat Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
tersebut menimpa tidak hanya sektor
Hal ini terjadi karena alokasi dana APBN
privat/bisnis seperti pasar modal tetapi juga
untuk APBD menjadi labil pula. Dengan kata
sektor publik seperti pada pemerintah,
lain, faktor ketidakpastian penerimaan penda-
termasuk pemerintah daerah. Dampak krisis
patan daerah dari pemerintah pusat sebagai
ekonomi tersebut berkonotasi positif seperti
bagian dari hubungan keuangan pusat dan
meningkatnya nilai ekspor komoditi karena
daerah menjadi lebih tinggi. Kondisi ini lebih
naiknya nilai dollar Amerika Serikat terhadap
parah lagi untuk pemerintah daerah yang
nilai Rupiah. Namun, dampak krisis lebih
tingkat Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya
banyak berkonotasi negatif seperti naiknya
rendah. Padahal, sumbangan PAD cukup
tingkat pengangguran dan kemiskinan.
penting bagi pemerintah daerah dalam men-
Lebih jauh, dampak krisis ekonomi di atas dukung dan memelihara hasil-hasil pemba-
terjadi pula pada sektor Anggaran Pendapatan ngunan yang telah dilaksanakan dan yang akan
dan Belanja Negara (APBN) yakni menjadi

1
Penulis mengucapkan terima kasih pada Prof. Dr. Mubyarto, dan Dr. Mardiasmo M.B.A, Akt., atas komentar dan saran
perbaikan pada tulisan ini.
2001 Halim 347

dilaksanakan di masa yang akan datang meliputi Pajak Potong Hewan, Pajak Radio
(Mamesah, 1995: hal. 93). dan Komersiil, Pajak Bangsa Asing, Pajak
Dalam Undang-Undang tentang Pemerin- Anjing, Pajak Minuman Keras, Pajak
tahan Daerah atau tentang keuangan daerah, Kendaraan Tidak Bermotor, Pajak Alat
komponen utama PAD (selain komponen- Angkutan di Air, dan Bea Balik Nama Alat
komponen yang lain), adalah Hasil Pajak Angkutan Air.
Daerah dan Hasil Retribusi Daerah. Pajak Sementara pemungutan retribusi daerah
daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah sangat dibatasi dengan alasan untuk
menurut peraturan-peraturan pajak yang mengurangi ekonomi biaya tinggi (high cost
ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan economy). Menurut Mahi (2000) jumlah dan
rumah tangganya sebagai badan hukum publik, jenis pajak maupun retribusi ini turun.
sedang retribusi daerah adalah pungutan yang Contohnya, di Kota Surabaya terjadi
dilakukan oleh daerah karena adanya fasilitas penurunan jenis pajak/retribusi daerah dari 86
dan/atau pelayanan jasa nyata yang diberikan menjadi 27 jenis, dan di kabupaten Deli
oleh pemerintah daerah. Baik pajak maupun Serdang, dari 42 menjadi 20.
retribusi daerah, keduanya merupakan Ringkasnya, dengan penerbitan UU
primadona PAD (Mamesah: 1995, hal. 98). tersebut menyebabkan ada beberapa pajak dan
Salah satu akibat krisis ekonomi adalah retribusi yang dimunculkan (baru) seperti
menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Hal ini berakibat pula pada tingkat pendapatan Namun, lebih banyak jenis pajak dan retribusi
daerah dari sektor pajak daerah dan retribusi yang ditiadakan (hapus) seperti Pajak
daerah. Peran PAD menjadi semakin menurun Kendaraan Tidak Bermotor, Pajak Anjing, dan
pada sektor penerimaan/pendapatan daerah. lain-lain. Selanjutnya, ada pula jenis pajak
Padahal sebelum krisis ekonomi peran tersebut yang hanya berganti nama seperti Pajak
sudah tidak terlalu besar. Menurut Sriyana Pembangunan I menjadi Pajak Hotel dan
(1999) kontribusi PAD untuk kabupaten dan Restoran.
kota di seluruh Indonesa tahun anggaran Akibat penerbitan UU PDRD tersebut
1995/1996 dan 1996/1997 menunjukkan angka adalah menurunnya penerimaan pendapatan
13,8%. Ini berarti masih sangat rendah. daerah. PAD menjadi lebih rendah dan tidak
Keadaan ini diperburuk pula dengan menentu. Dengan kata lain, pemerintah daerah
penerbitan Undang-Undang No. 18/1997 mengalami tekanan kondisi keuangan atau
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengalami ―fiscal stress‖ yang cukup
(PDRD). meresahkan.
Menurut UU-PDRD tersebut (sebelum Kondisi tersebut dirasakan berbeda
direvisi tahun 2000) pemerintah provinsi hanya dengan sebelum adanya krisis ekonomi dan
diperkenankan memungut tiga jenis pajak sebelum diberlakukannya UU No. 18 tahun
daerah, dan pemerintah kabupaten/kota hanya 1997 tersebut (dalam hal ini merupakan suatu
enam jenis pajak daerah. Tiga jenis pajak bentuk ―fiscal stress‖). Peran PAD menjadi
daerah untuk pemerintah provinsi tersebut semakin tidak menentu sebagai andalan
adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea sumber pendapatan daerah. Dengan bahasa
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) anggaran daerah, kondisi tersebut menimbul-
dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor kan kemungkinan penurunan proporsi PAD
(PBBKB). Akibatnya ada beberapa jenis pajak terhadap total penerimaan pendapatan daerah.
yang lama yang tidak dapat dipungut lagi. Di Penelitian ini mencoba mencari bukti empiris
DKI Jaya misalnya, terdapat delapan jenis mengenai hubungan anggaran daerah dan
pajak yang "terpaksa" harus dihapus yang
348 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Oktober

―fiscal stress‖ tersebut, dengan membanding- yang ada di daerah masing-masing. Sumber
kan dan menganalisis kemungkinan penurunan dana yang dapat digali lebih lanjut oleh daerah
proporsi peran anggaran dan realisasi PAD adalah PAD yang mencakup pajak daerah,
terhadap anggaran dan realisasi total retribusi daerah, laba BUMD, Penerimaan dari
penerimaan pendapatan daerah sebelum dan Dinas-dinas dan lain-lain usaha daerah yang
saat ―fiscal stress‖ dengan fokus pada sah. Peningkatan proporsi PAD terhadap
pemerintah provinsi se Indonesia. APBD selayaknya diharapkan meningkat, dan
sebaliknya proporsi sumbangan dan bantuan
diharapkan menurun. Hal ini untuk menun-
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
jukkan semakin berkurangnya ketergantungan
PROVINSI
pemerintah daerah pada pemerintah pusat.
Pemerintah daerah tingkat I (provinsi) Dengan demikian pemerintah daerah provinsi
selama ini telah melakukan pembangunan harus selalu melakukan penyempurnaan
daerah sebagai bagian dari pembangunan pengelolaan keuangan daerah masing-masing.
nasional. Untuk membiayai pembangunan Usaha ke arah tersebut selama ini menun-
tersebut diperlukan dana yang besar. Oleh jukkan hasil yang cukup menggembirakan
sebab itu pemerintah daerah provinsi dipacu yakni dengan terus menaiknya peran PAD dan
untuk meningkatkan kemampuan seoptimal menurunnya peran sumbangan dan bantuan
mungkin di dalam membelanjai urusan rumah secara rata-rata selama periode tahun
tangga sendiri. Peningkatan kemampuan 1992/1993 – 1995/1996 di seluruh provinsi.
tersebut dilakukan dengan cara menggali Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
segala sumber dana/penerimaan yang potensial

Tabel 1: Proporsi PAD dan Sumbangan dan Bantuan Terhadap APBD Provinsi se Indonesia
tahun 1992/1993-1995/1996 (dalam %)
Tahun Anggaran
Jenis Penerimaan
1992/1993 1993/1994 1994/1995 1995/1996
Pendapatan Asli Daerah 23,96 26,15 31,00 34,07
Pajak Daerah 17,72 19,81 24,50 26,85
Retribusi Daerah 3,78 4,03 4,45 4,78
Laba BUMD 0,55 0,38 0,36 0,60
Penerimaan Dinas-dinas 0,35 0,32 0,29 0,37
Lain-lain 1,56 1,61 1,39 1,47
Sumbangan dan Bantuan 61,73 60,92 54,70 48,52
Sumbangan 46,41 46,78 41,41 36,65
Bantuan 15,32 14,14 13,29 11,87
Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Tingkat I 1992/1993 – 1995/1996

Dari data pada tabel tersebut dapat dari 3,78% menjadi 4,78%. Sebaliknya, peran
diketahui meningkatnya peran PAD, dari dari sumbangan dan bantuan menurun dari
23,96% di tahun 1992/1993 menjadi 34,07% di 61,73% di tahun 1992/1993 menjadi 48,52% di
tahun 1995/1996. Komponen utama PAD, tahun 1995/1996.
yakni Pajak Darah perannya meningkat dari Naiknya peran PAD dan turunnya peran
17,72% menjadi 26,85%. Demikian pula sumbangan dan bantuan menunjukkan bahwa
dengan retribusi daerah. Perannya meningkat tingkat ketergantungan pemerintah provinsi
2001 Halim 349

kepada pemerintah pusat semakin menurun. secara kuantitatif maupun kualitatif sehingga
Hal tersebut tentu "menggembirakan" karena akan terlihat:
PAD itulah yang seharusnya menjadi tolok 1. Adanya pertanggungjawaban pemungutan
ukur kondisi kemampuan keuangan provinsi pajak dan lain-lain pungutan oleh
dalam mengurus rumah tangganya (Nazara: pemerintah misalnya untuk memperlancar
1997). ekonomi
2. Adanya hubungan yang erat antara
TEORI, PENELITIAN TERDAHULU fasilitas penggunaan dana dan penari-
DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS kannya
Anggaran adalah sebuah rencana atau 3. Adanya pola pengeluaran pemerintah yang
sebuah proyeksi. Di sektor pemerintahan dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam
anggaran adalah sebuah rencana atau proyeksi menentukan pola tingkat distribusi
atas pendapatan dan belanja di masa penghasilan dalam ekonomi.
mendatang. Jadi, sebuah anggaran pemerintah
adalah sebuah rencana atas penerimaan dan Spicer dan Bingham (1991) mengatakan
pengeluaran dana-dana dari masyarakat yang bahwa satu hal yang tampak menjadi
dikelola oleh pemerintah (Coe: 1989, hal 49). karakteristik umum pada proses anggaran di
Karena proses pembuatan satu anggaran sektor pemerintah adalah adanya ―hunger.‖
disebut penganggaran, maka pengangaran Hunger diartikan sebagai permintaan akan
publik didefinisikan sebagai sebuah proses jasa-jasa pelayanan umumnya melebihi
perencanaan atas penerimaan dan pengeluaran sumber-sumber keuangan (pendapatan) yang
dana-dana publik. tersedia. Para eksekutif pemerintahan dan
legislatif atau interest groups berusaha
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memenuhi permintaan atau tuntutan tersebut.
(APBD) merupakan cermin dari pilihan-pilihan Jika sumber-sumber keuangan dapat tumbuh
ekonomis dan sosial masyarakat suatu daerah. secara konstan maka tugas untuk memenuhi
Untuk menjalankan peran yang dimandatkan tuntutan tersebut tidak terlalu sulit. Namun,
masyarakat untuk melakukan pilihan-pilihan ketika terjadi ―fiscal stress‖ tuntutan tersebut
tersebut, pemerintah daerah harus melaksa- sulit untuk dipenuhi. ―Fiscal stress‖ tidak lain
nakan fungsi pertama, pengumpulan sumber adalah ketidakmampuan sebuah pemerintah
daya yang mencukupi dengan cara yang tepat, untuk memenuhi anggarannya (Dougherty et
dan kedua pengalokasian dan penggunaan al: 2000).
sumber daya tersebut secara responsif, efisien,
dan efektif (Campo dan Tommasi: 1999). Penelitian yang berfokus pada
Fungsi pertama berkaitan dengan sisi penganggaran pemerintah daerah di Indonesia
penerimaan (pendapatan) dari APBD, sedang masih relatif sedikit. Ediharsi, dkk. (1998)
fungsi kedua dengan sisi pengeluaran meneliti selisih anggaran di lima kabupaten
(belanja). terpilih di Indonesia. Salah satu pertanyaan
penelitiannya adalah mengapa terjadi selisih
Pemerintah daerah dalam melaksanakan anggaran dan realisasi yang cukup besar pada
tugas menjalankan mandat dari rakyat anggaran rutin dibandingkan dengan anggaran
membutuhkan biaya yang besar. Untuk pembangunan di pemerintah daerah sampel.
pembiayaan tersebut pemerintah daerah mem- Penelitian tersebut tidak berhasil meyakinkan
punyai beberapa sumber penerimaan daerah penyebab terjadinya selisih anggaran tersebut.
yang dituangkan dalam anggaran. Anggaran
yang dibuat akan mencerminkan politik Halim (2000) meneliti pergeseran realisasi
pengeluaran pemerintah yang rasional baik komponen anggaran penerimaan pendapatan
350 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Oktober

daerah pada daerah kabupaten dan kota di Nazara (1997) meneliti struktur penerimaan
provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa daerah provinsi di Indonesia. Fokus
Yogyakarta. Pada penelitian tersebut dianalisis penelitiannya adalah ketimpangan struktur
secara deskriptif pergeseran proporsi penerimaan daerah untuk provinsi kawasan
komponen anggaran penerimaan pendapatan barat dan timur Indonesia. Hasil analisis
khususnya yang menyangkut Pajak Daerah dan penelitian tersebut adalah bahwa ketimpangan
Retribusi Daerah dalam hubungannya dengan struktur penerimaan tidak tercermin pada
penerimaan Sumbangan dan Bantuan dari kawasan barat dan timur Indonesia, tetapi pada
Pemerintah Pusat. Pergeseran tersebut Jawa dan luar Jawa.
dianalisis dalam kaitannya dengan ―fiscal Tidak dapat dipungkiri bahwa penelitian
stress‖ yang terjadi tahun 1997 tersebut. tentang anggaran di sektor publik masih sangat
Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi sedikit dibandingkan dengan penelitian
pergeseran yang signifikan dari proporsi peran anggaran di sektor privat (swasta). Hal ini
PAD terhadap proporsi peran sumbangan dan terjadi tidak hanya di Indonesia tetapi juga di
bantuan pada penerimaan daerah. Data yang manca negara atau negara yang sudah maju
digunakan adalah dengan membandingkan data seperti di Amerika Serikat dan Inggris. Padahal
proporsi tahun anggaran 1995/1996 dengan teori yang melandasi sudah cukup memadai.
tahun anggaran 1998/1999. Salah satu teori atau proposisi yang berkaitan
Dougherty et al (2000) meneliti hubungan dengan anggaran daerah yang terfokus pada
antara isu-isu keuangan publik, isu-isu masalah ―fiscal stress‖ adalah seperti yang
manajemen keuangan, dan kondisi-kondisi dikemukakan oleh Spicer dan Bingham (1991),
―fiscal stress‖ dengan kasus di pemerintahan yang menyatakan sebagai berikut:
West Virginia, Amerika Serikat. Hasilnya When changing economic, demographic,
menunjukkan bahwa ada hubungan yang and political factors limit the growth of
signifikan antara isu-isu tersebut dengan revenues, containment of hunger becomes
―fiscal stress.‖ Salah satu isu dalam masalah much more difficult, and fiscal stress may
keuangan daerah adalah isu tentang Local Own be resulted (Spicer and Bingham: 1991, p.
Source Revenue (di Indonesia ini berarti PAD). 107).
Dalam kaitan pemberlakuan UU PDRD, Dari proposisi tersebut dapat disimpulkan
Mardiasmo (2000) menganalisis dampaknya adanya kaitan antara ―fiscal stress‖ dengan
terhadap struktur penerimaan provinsi Nusa anggaran daerah, khususnya yang terkait
Tenggara Timur dan Kabupaten Timor Tengah dengan pendapatan (revenues). Kaitan tersebut
Selatan yang dikaitkan dengan estimasi dana dilihat pada kasus di Indonesia dapat dipahami
perimbangan. Hasilnya menunjukkan dampak dengan adanya krisis ekonomi sebagai suatu
yang negatif. Hal ini berarti bahwa proporsi changing economic dan penerbitan UU PDRD
struktur penerimaan PAD dua daerah sebagai suatu changing political factors.
penelitian tersebut mengalami penurunan.
Penelitian-penelitian yang menggunakan
Suhartono (2001) yang meneliti dampak variabel ―fiscal stress‖ dalam mempengaruhi
UU PDRD tersebut pada struktur PAD anggaran daerah di pemerintahan Amerika
kabupaten Situbondo untuk tahun 1997/1998 – Serikat antara lain dilakukan oleh Rubin
1998/1999 menunjukkan bahwa kontribusi (1987), Sutter and Wilson (1990), dan Staple
retribusi daerah terhadap PAD mengalami and Rubin (1997). Dari penelitian-penelitian
penurunan sebesar 18%. Sebaliknya, untuk tersebut ditemukan bahwa ―fiscal stress‖
pajak daerah mengalami kenaikan sebesar mempengaruhi anggaran daerah. Selain itu,
23%. dalam penelitiannya Rubin (1987) merinci
2001 Halim 351

analisisnya pada jenis pendapatan seperti pajak DATA DAN ALAT ANALISIS
kekayaan, pajak penjualan, pajak penghasilan,
Data yang digunakan dalam penelitian ini
dan bagi hasil.
adalah data sekunder realisasi anggaran total
Dari beberapa penelitian di atas dan penerimaan APBD, total penerimaan PAD,
mendasarkan pada adanya ―fiscal stress‖ yang total penerimaan hasil pajak daerah, dan total
terjadi pada pemerintah di daerah maka pada penerimaan hasil retribusi daerah pada 26
penelitian ini dicoba diteliti dan dianalisis provinsi se Indonesia. Untuk data sebelum
pengaruh ―fiscal stress‖ pada proporsi terjadinya ―fiscal stress‖ digunakan data
anggaran pajak dan retribusi daerah untuk realisasi tahun anggaran 1996/1997, sedangkan
pemerintah provinsi di Indonesia. Untuk itu untuk data sesudah (saat) terjadinya ―fiscal
dikembangkan tiga buah hipotesis yang stress‖ adalah data realisasi tahun anggaran
dinyatakan dalam hipotesis nol (null 1998/1999.
hypotheses).
Sumber data adalah dari Statistik Keuangan
Hipotesis yang pertama adalah tidak ada Pemerintah Daerah Tingkat I (provinsi) yang
perbedaan proporsi PAD terhadap total dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
penerimaan pendapatan antara sebelum dan Indonesia. Dari sumber data diperoleh angka-
sesudah terjadinya ―fiscal stress‖ tahun 1997. angka total penerimaan APBD, total pene-
Hipotesis pertama ini menekankan pada rimaan PAD, total penerimaan hasil pajak
masalah bergesernya (semakin berkurangnya) daerah, dan total penerimaan hasil retribusi
peran PAD terhadap penerimaan daerah daerah. Proporsi PAD terhadap total
provinsi yang tergantikan (semakin bertambah) penerimaan diperoleh dari membagi total
oleh peran penerimaan dana dari pemerintah penerimaan PAD dengan total penerimaan
pusat akibat dari ―fiscal stress‖. Hal ini dirasa APBD. Proporsi pajak (retribusi) daerah
logis karena dengan krisis ekonomi dan terhadap total PAD diperoleh dari membagi
pemberlakuan UU-PDRD maka pemerintah total penerimaan hasil pajak (retribusi) daerah
daerah akan lebih mengandalkan dana alokasi dengan total penerimaan PAD. Dengan
(sumbangan dan bantuan) dari pemerintah demikian penelitian ini menekankan pada
pusat. berubahnya proporsi (peran) komponen PAD
Hipotesis kedua dan ketiga pada dasarnya pada anggaran penerimaan pendapatan, dan
merupakan rincian dari hipotesis pertama. Pada proporsi (peran) pajak daerah, dan retribusi
hipotesis kedua dan ketiga penelitian ini ingin daerah pada PAD, bukan pada jumlah absolut
menunjukkan bahwa pada PAD yang dominan (nominal)-nya.
adalah penerimaan dari pajak daerah dan Semua data proporsi untuk ke 26 provinsi
retribusi daerah. Namun, karena adanya kemudian dihitung rata-ratanya untuk masing-
perbedaan karakteristik antara pajak daerah masing data sebelum dan sesudah ―fiscal
dengan retribusi daerah maka dicoba diuji stress‖. Rata-rata yang diperoleh merupakan
untuk masing-masing jenis PAD tersebut. Oleh data untuk menguji ketiga hipotesis yang
sebab itu hipotesis kedua dinyatakan sebagai: dibentuk dalam penelitian ini kemudian diuji
tidak ada perbedaan proporsi pajak daerah dengan Paired Sample T Test. Dengan
terhadap total PAD antara sebelum dan demikian diuji dua buah rata-rata dari data
sesudah terjadinya ―fiscal stress‖ tahun 1997. sampel yang berpasangan. Dengan kata lain
Sedangkan hipotesis ketiga dinyatakan dianalisis perbandingan untuk dua sampel yang
sebagai: tidak ada perbedaan proporsi retribusi berpasangan yang dapat diartikan sebagai
daerah terhadap total PAD antara sebelum dan sebuah sampel dengan subyek yang sama
sesudah terjadinya ―fiscal stress‖ tahun 1997. namun mengalami dua perlakuan atau
pengukuran yang berbeda.
352 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Oktober

HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS DAN indikator yang diteliti pada ke 26 provinsi di


ANALISISNYA Indonesia dengan adanya perlakuan fiscal
stress pada tahun 1997. Hasil pengujian atas
Untuk menguji ketiga hipotesis yang
hipotesis pertama adalah tidak ada perbedaan
dibentuk dalam penelitian ini dilakukan uji
proporsi PAD terhadap total penerimaan antara
Paired Sample T Test. Dengan kata lain, dari
sebelum dan sesudah fiscal stress tahun 1997, -
ketiga hipotesis yang dibentuk dalam
-dari data yang diperoleh— disajikan pada
penelitian ini dilihat apakah ada perbedaan
tabel 2 berikut.
rata-rata yang signifikan pada indikator-

Tabel 2: Hasil T-Test Hipotesis 1

Paired Samples Statistics

Pair 1 PAD67B7 Mean .2617


N 26
Std. Deviation .1255
Std. Error Mean .0246
PAD89B8 Mean .2446
N 26
Std. Deviation .1302
Std. Error Mean .0255

Paired Samples Correlations

Pair 1 PAD67B7 & PAD89B8 N 26


Correlation .749
Sig. .000

Paired Samples Test

Pair 1
PAD6
7B7 -
PAD8
9B8
Paired Differences Mean .0171
Std. Deviation .0906
Std. Error Mean .0178
95% Confidence Interval Lower -.019
of the Difference Upper .0537
T .963
Df 25
Sig. (2-tailed) .345
2001 Halim 353

Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh Untuk pengujian hipotesis kedua yang
t-hitung sebesar 0,963 dengan probabilitas menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
0,345. Dengan tingkat level of confidence 0,05, proporsi hasil pajak daerah terhadap total PAD
maka Ho tidak berhasil ditolak. Hal ini berarti antara sebelum dan sesudah ―fiscal stress‖
bahwa tidak ada perbedaan proporsi PAD tahun 1997, hasilnya tersaji pada tabel 3
terhadap total penerimaan antara sebelum dan berikut ini.
sesudah fiscal stress tahun 1997.

Tabel 3: Hasil T-Test Hipotesis 2

Paired Samples Statistics

Pair 1 TAX67B1 Mean .6910


N 26
Std. Deviation .1416
Std. Error Mean .0278
TAX89B2 Mean .7023
N 26
Std. Deviation .1411
Std. Error Mean .0277

Paired Samples Correlations

Pair 1 TAX67B1 & TAX89B2 N 26


Correlation .906
Sig. .000

Paired Samples Test

Pair 1
TAX6
7B1 -
TAX8
9B2
Paired Differences Mean -.011
Std. Deviation .061
Std. Error Mean .012
95% Confidence Interval Lower -.036
of the Difference Upper .013
T -.940
Df 25
Sig. (2-tailed) .356
354 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Oktober

Dari tabel 3 dapat dikemukakan bahwa bungan secara nyata. Dari perhitungan didapat
proporsi pajak daerah 1996/1997 terhadap t-hitung sebesar –0,940 dengan probabilitas
PAD 1996/1997 mempunyai rata-rata 69,10% 0,356. Karena probabilitas > 0,05, maka Ho
sedangkan proporsi pajak daerah 1998/1999 tidak berhasil ditolak. Ini berarti bahwa tidak
terhadap PAD 1998/1999 mempunyai rata-rata ada perbedaan proporsi pajak daerah terhadap
70,23%. Korelasi antara proporsi pajak daerah total PAD antara sebelum dan sesudah fiscal
1996/1997 terhadap PAD 1996/1997 dengan stress tahun 1997.
proporsi pajak daerah 1998/1999 terhadap Pengujian untuk hipotesis ketiga yakni
PAD 1998/1999 sebesar 0,906 dengan nilai tidak ada perbedaan proporsi hasil retribusi
probabilitas jauh di bawah 0,05 (Sig. 0,000). daerah terhadap total PAD antara sebelum dan
Hal ini berarti bahwa korelasi antara proporsi sesudah ―fiscal stress‖ tahun 1997 dapat dilihat
di atas sebelum dan sesudah fiscal stress pada tabel 4 berikut ini.
adalah sangat erat dan benar-benar berhu-

Tabel 4: Hasil T-Test Hipotesis 3

Paired Samples Statistics


Pair 1 RET67B1 Mean .2026
N 26
Std. Deviation .085
Std. Error Mean .017
RET89B2 Mean .1175
N 26
Std. Deviation .1034
Std. Error Mean .020
Paired Samples Correlations
Pair 1 RET67B1 & RET89B2 N 26
Correlation .596
Sig. .001
Paired Samples Test
Pair 1
RET6
7B1 -
RET8
9B2
Paired Differences Mean .0851
Std. Deviation .0864
Std. Error Mean .0169
95% Confidence Interval Lower .0502
of the Difference Upper .1200
T 5.024
Df 25
Sig. (2-tailed) .000
2001 Halim 355

Dari yang tersaji pada tabel 4 di atas diketahui demikian adanya ―fiscal stress‖ di tahun 1997
bahwa proporsi retribusi daerah 1996/1997 berakibat peran hasil retribusi daerah menurun
terhadap PAD 1996/1997 mempunyai rata-rata secara signifikan. Ini tidak terjadi pada peran
20,26% sedangkan proporsi retribusi daerah hasil pajak daerah.
1998/1999 terhadap PAD 1998/1999 mempu- Secara deskriptif-intuitif kondisi ini dapat
nyai rata-rata 11,75%. Korelasi menunjukkan dipahami bahwa terhadap pajak daerah sesuai
sebesar 0,596 dengan Sig. 0,001. Hal ini dengan definisinya memang dapat dipaksakan
berarti bahwa korelasi antara proporsi sebelum pada wajib pajak pemungutannya, sehingga
dan sesudah fiscal stress adalah cukup erat. walau dapat terjadi secara absolut jumlahnya
Dari perhitungan didapat t-hitung sebesar menurun, namun proporsinya lebih stabil
5,024 (dengan Sig. 0,000) yang berarti Ho3 daripada retribusi daerah. Retribusi sesuai
berhasil ditolak. Ini bermakna ada perbedaan definisinya lebih tergantung pada aktivitas
proporsi retribusi daerah terhadap total PAD ekonomi masyarakat dan pemungutannya
sebelum dan sesudah fiscal stress. tergantung pada permintaan pelayanan dari
Dari data yang terdapat pada tabel 1 terlihat masyarakat. Dengan krisis ekonomi dan
bahwa peran atau proporsi PAD terhadap total pemberlakuan UU-PDRD tahun 1997 kegiatan
penerimaan pendapatan daerah sebelum terjadi permintaan pelayanan yang menghasilkan
fiscal stress adalah 26,17%. Proporsi ini retribusi akan menurun, yang pada gilirannya
menurun menjadi 24,46% setahun setelah menurunkan di samping jumlah absolut juga
dimulainya krisis ekonomi dan pemberlakuan peran atau proporsinya pada PAD.
UU No. 18/1997. Dengan demikian terjadi Selain itu, tidak tertolaknya semua
penurunan proporsi sebesar 1,7%, namun hipotesis nol dapat pula diakibatkan oleh UU
penurunan ini secara statistik tidak signifikan. PDRD itu sendiri jika dipelajari lebih lanjut
Ini menunjukkan bahwa ―fiscal stress‖ tersebut melalui aturan peralihannya. Berdasar aturan
belum terasa pengaruhnya terhadap peran PAD peralihan, Peraturan Daerah tentang Pajak dan
pada total penerimaan pendapatan dalam Retribusi yang lama masih dapat dinyatakan
periode setahun setelah terjadinya ―fiscal berlaku selama satu tahun sejak berlakunya
stress‖ tersebut. Kemungkinan hal ini terjadi UU PDRD tersebut.
karena semua komponen pendapatan pada
anggaran penerimaan pendapatan terpengaruh Lebih jauh lagi, penelitian ini mengguna-
pula, sehingga secara keseluruhan proporsinya kan angka rata-rata dari angka agregat/ untuk
relatif sama. seluruh provinsi di Indonesia. Oleh sebab itu
sangat dimungkinkan terjadi bias atas angka
Dari tabel 3 dan 4 dapat diketahui bahwa tersebut. Sudah menjadi suatu pengetahuan
proporsi hasil pajak daerah dan retribusi daerah umum bahwa di Indonesia terdapat Provinsi
masih dominan (primadona) yakni 89,36% yang "kaya" seperti DKI Jaya dan Jawa Timur,
(69,10% + 20,26%) untuk tahun anggaran dan yang "miskin" seperti NTT dan Bengkulu
96/97, dan 81,98% (70,23% + 11,75%) untuk misalnya dalam hal Bea Balik Nama
tahun anggaran 98/99. Dari kedua primadona Kendaraan Bermotor. Dengan demikian, tidak
PAD tersebut ternyata proporsi hasil pajak tertolaknya hipotesis nol dapat diakibatkan
daerah relatif stabil yakni dari 69,10% menjadi oleh faktor tersebut.
70,23% (ini berarti hanya mengalami sedikit
kenaikan proporsi sebesar 1,13%). Tidak
demikian dengan hasil retribusi daerah. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN
Proporsi hasil retribusi daerah mengalami PENELITIAN MENDATANG
penurunan yang signifikan sebesar 8,51% Dari bahasan di atas simpulan yang dapat
yakni dari 20,26% menjadi 11,75%. Dengan dikemukakan adalah bahwa setahun setelah
356 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Oktober

―fiscal stress‖ yang terjadi di tahun 1997 Bahkan, penelitian berikutnya dapat pula
ternyata secara rata-rata dari seluruh provinsi dengan mengubah alat analisis yang
di Indonesia tidak (belum) menurunkan peran digunakan.
PAD terhadap total anggaran penerimaan/
pendapatan daerah provinsi. Selanjutnya, dari
REFERENSI
dua komponen primadona PAD maka yang
terpengaruh secara signifikan adalah proporsi Biro Pusat Statistik (1997). Statistik Keuangan
(peran) hasil retribusi daerah, sementara untuk Pemerintah Daerah Tingkat I 1992/1993 –
hasil pajak daerah proporsi (peran)-nya 1995/1996. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
terhadap PAD relatif tidak terpengaruh, bahkan -------- (1999). Statistik Keuangan Pemerintah
proporsinya sedikit naik. Daerah Tingkat I 1996/1997 – 1998/1999.
Penelitian ini telah mencoba memberikan Badan Pusat Statistik. Jakarta.
bukti empiris pengaruh ―fiscal stress‖ pada Ediharsi et al., (1998). ―Praktek Penyusunan
anggaran daerah provinsi, dan mencoba Anggaran Daerah di Indonesia.‖ Jurnal
"memancing" penelitian yang menyangkut Ekonomi dan Manajemen. (Vol. 6 No. 1).
penganggaran publik (APBD). Namun dari 69-113.
penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan.
Keterbatasan tersebut antara lain adalah Campo, Salvatore Schiavo dan Daniel
mengenai ―construct‖ atas ―fiscal stress‖ itu Tommasi (1999). Managing Government
sendiri yang masih dapat diperdebatkan. Fokus Expenditure. Philippines: Asian
penelitian dilakukan pada pergeseran proporsi Development Bank.
(peran) PAD terhadap total penerimaan. Coe, Charles K. (1989). Public Financial
Penelitian ini tidak menganalisis lebih lanjut Management. Prentice Hall, Englewood
peran komponen penerimaan pendapatan yang Cliffs, New Jersey. USA.
lain. Alat analisis yang digunakan relatif Dougherty et al. (2000). ―The Relationship
sederhana, dan data yang digunakan adalah Between Public Finance Issues, Financial
data realisasi anggaran daerah provinsi untuk Management Issues, and Conditions od
satu tahun anggaran saja yakni tahun anggaran Fiscal Stress in Small and Rural
1996/1997 untuk sebelum ―fiscal stress‖ dan Governments: The case of West Virginia.‖
tahun anggaran 1998/1999 untuk sesudah Journal of Public Budgeting, Accounting
―fiscal stress‖ terjadi. Selain itu, penelitian ini & Financial Management, (Vol. 12, No. 4,
masih bersifat angka rata-rata dari seluruh Winter), 545-564.
provinsi di Indonesia. Lebih jauh, penelitian
ini tidak menganalisis untuk masing-masing Halim, Abdul (2000). ―Analisis Deskriptif
provinsi. Pengaruh ―Fiscal Stress‖ terhadap
Anggaran Daerah.‖ Laporan Penelitian.
Oleh sebab itu, untuk penelitian di masa Magister Ekonomika Pembangunan, FE-
mendatang dianjurkan menggunakan data yang UGM. Yogyakarta.
lebih dari satu tahun anggaran, dan memper-
hatikan pula peran komponen pendapatan yang Mahi, Raksaka (2000). ―Prospek Desentralisasi
lain. Kemudian, adalah sangat baik untuk di Indonesia Ditinjau dari Segi Pemerataan
diteliti lebih mendalam pada setiap pemerintah Antardaerah dan Peningkatan Efisiensi.‖
daerah provinsi. Selain itu, penyempurnaan Analisis CSIS. (Tahun XXIX/2000, No. 4).
penelitian ini di masa mendatang perlu 54-66.
dilakukan atas ―construct‖ atas fiscal stress Mamesah, D. J. (1995). Sistem Administrasi
misalnya dengan mencoba memilah akibat Keuangan Daerah. PT Gramedia Pustaka
perubahan ekonomi dan perubahan politik. Utama. Jakarta.
2001 Halim 357

Mardiasmo (2000). ―Desentralisasi Fiskal dan Sriyana, Jaka (1999). ―Hubungan Keuangan
Studi Implementasi UU No. 25 tahun 1999 Pusat Daerah, Reformasi Perpajakan dan
untuk Studi Kasus Provinsi Nusa Kemandirian Pembiayaan Pembangunan.‖
Tenggara Timur dan Kabupaten Timor Jurnal Ekonomi Pembangunan, (Vol. 4
tengah Selatan. Indonesia Forum. Jakarta No 1), 102-113.
(Tidak Dipublikasikan). Staples, Catherine L., and Marc A. Rubin
Nazara, Suahasil. (1997). ―Struktur Peneri- (1997). ―Budget Control in Virginia
maan Daerah Tingkat Provinsi di Indone- Public School District.‖ Public Budgeting
sia.‖ Prisma. LP3ES. Nomer 3 hal. 17-26. and Finance (Spring): 74-88.
Republik Indonesia (1997). Undang-Undang Suhartono. (2001). "Analisis Kemampuan
Nomer 18 tahun 1997 tentang Pajak Keuangan Akibat Pelaksanaan Undang
Daerah dan Retribusi Daerah. Undang Nomor 18 tahun 1997 dan
Rubin, Irene S. (1987). ―Estimated and Actual Persiapan Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Urban Revenues: Exploring The Gap.‖ Kabupaten Situbondo." Tesis S2, Tidak
Public Budgeting and Finance (Winter): Dipublikasikan. MEP-FE-UGM
83-94. Sutter, Mark D. and Earl R. Wilson (1990).
Spicer, Michael W., and Richard D. Bingham ―An Empirical Examination of Factors
(1991). ―Public Finance and Budgeting.‖ Affecting Municipal Budget Variances‖ in
in Managing Local Government: Public Research in Governmental and Nonprofit
Management in Practice. Sage Accounting. Chan J (Editor). JAI Press
Publication, Inc. Newbury Park California. Inc. Greenwich, Connecticut.
96-114.

Anda mungkin juga menyukai