Anda di halaman 1dari 10

NASKAH DRAMA PERANG GERILYA

Belanda mengingkari isi perjanjian Renfil dengan melakukan serangan ke ibukota Indonesia
yang saat itu berada di Yogyakarta, tepatnya di Magoewo, pada tanggal 18 Desember 1948
pukul 23.30. Pengumuman perang baru disampaikan komisaris tinggi Belanda di Indonesia,
Joseph Beel, pada pukul 08.00, tepat setelah Magoewo direbut.
Hari itu juga merupakan hari yang melelahkan bagi para anggota Kompi I dan II Markas
Besar Polisi Angkatan Darat (MBPT) yang mengawal Jenderal Soedirman.
Jendral Soedirman merupakan pahlawan bangsa Indonesia yang bertekad kuat membela
NKRI, tekad yang kuat tumbuh dari dirinya sejak kecil hingga dia menjadi jendral yang
memimpin perang gerilya. Dalam perjalanannya untuk menyusun perang gerilya beliau
selalu membawa pasukan untuk berpindah pindah tempat guna menghindari markas-markas
penjajah. Dalam perjalanan pun banyak serangan-serangan yang tak terduga karena penjajah
selalu mengintai para pasukan NKRI.
Menit-menit saat negara genting akibat serangan Belanda, Panglima TNI Jenderal Soedirman
menemui Presiden Soekarno.
(Di depan rumahnya)
Terlihat Jendral Soedirman berjalan mondar-mandir di depan rumahnya.
Istri Jendral Soedirman : “Walah Pak, kenapa mondar-mandir begitu?” (logat Jawa, bingung)
Soedirman : “Saya bingung! Bagaimana nasib rakyat Indonesia saat ini?”
Istri Jendral Soedirman : “Tenangkan pikiranmu Pak, hal itu tidak akan menyelesaikan
masalah.”
Jendral Soedirman : “Bagaimana saya bisa tenang, kalau rakyat Indonesia banyak yang
menderita dan kelaparan di sana.” (bernada tinggi)
(Dokter Suwondo ’dokter pribadi’ muncul dari dalam rumah)
Sementara itu, ternyata Jendral Soedirman mengidap penyakit paru-paru yang sangat
parah. Paru-paru yang berfungsi dengan baik hanya sebelahnya saja.
Dr. Suwondo : “Pak ... Bapak harus mendapatkan perawatan secara intensif, kondisi bapak
semakin melemah.”
Jenderal Soedirman: “Jangan khawatir, saya akan terus menjaga kondisi saya agar tetap
stabil.”
Dr. Suwondo : “Pak, Anda tidak perlu risau perihal NKRI saat ini, saya yakin gencatan
senjata hari ini akan berlangsung dengan lancar. Pikiran bapak sangat berpengaruh pada
kondisi bapak sekarang.”
Istri Jendral Soedirman : “Iyo! Betul iku Pak, kita senantiasa berdoa untuk kemakmuran
NKRI. Apakah sudah diperiksa tekanan darahnya, Mas Wondo?”
Dr. Suwondo : “Sudah Bu, tekanan darahnya sudah kembali normal. Mohon pengaturan pola
makannya agar kondisinya terus membaik.”
(Istri Jendral Soedirman tersenyum ke arah dokter)
Istri Jendral Soedirman : “Pak, sepertinya bapak harus istirahat dulu. Kondisi bapak semakin
mengkhawatirkan.”
Jendral Soedirman : “Tidak bu, sebagai seorang pemimpin saya harus bisa memandu prajurit-
prajurit saya”
Istri Jendral Soedirman : “Tapi Pak...”
Jendral Soedirman : “Tenang saja saya akan baik-baik saja, percayalah ... saya sedang
menunggu kabar dari prajurit-prajurit saya karena keadaan diluar sana sudah semakin
genting.”
Beberapa waktu kemudian tiba tiba para prajurit jendral Soedirman muncul.
Prajurit 1 : (hormat) “Mohon lapor Jendral!”
(Jendral Soedirman mendekat ke arah prajurit)
Jendral Soedirman : “Ada kabar apa ?
Prajurit 2 : “Sebuah pabrik peniti di Lempuyangan yang dikira markas tentara hancur karena
bom.”
Jenderal : “Bagaimana kondisi disana?”
Prajurit 2 : “Penduduk panik dan berlarian mencari tempat sembunyi. Suasana kota kacau...”
Prajurit 3 : “Belanda telah mengkhianati perjanjian dan melakukan serangan.”
Soedirman : “APA!?!?” (kaget)
Istri Jendral Soedirman : “Sudah pak, sudah. Tenangkan dirimu, bapak masih sakit....”
Soedirman : “Bagaimana saya bisa tenang kalau mendengar kabar seperti ini, saya telah
mengambil sumpah, akan membela negara sampai titik darah penghabisan.”
Istri Jendral Soedirman : “Iya, akan tetapi tenangkan dirimu pak ... karena kalau kita gegabah
kita akan kena akibatnya.”
Prajurit 1: “Benar jendral, jendral sedang kurang sehat. Alangkah baiknya jendral
memperhatikan kesehatan jendral dulu.”
Jendral Soedirman : “Tidak ada masalah dari kesehatan, lagipula saya memang sudah tua,
jadi ini sudah menjadi hal yang wajar bagi saya. Selama nyawa ini masih ada, meski sakit tak
tertahan, saya akan tetap menghadapi musuh. Dan saya tidak akan gegabah. Saya akan
menunggu perintah dari Bapak Soekarno sebagai wujud ketaatan pada beliau.”
Prajurit 3: “Baiklah, izinkan kami mengawal jendral sampai kapanpun dengan penuh jiwa
dan raga kami.”
Jendral Soedirman : “Terima kasih!” (menganggukkan kepala)
(Soedirman berbalik dan berjalan menuju istrinya)
Jendral Soedirman : “Buk... saya titip anak-anak kita dulu, jika keluarga kita dalam bahaya
kalian bisa mengungsi ke keraton. Kami akan pergi menemui Pak Soekarno untuk menunggu
arahan dari Pak Soekarno.”
Isri Jendral Soedirman : “Tapi pak ....”(Khawatir)
Jendral Soedirman : “Ibu ... doakan bapak supaya dapat menyelesaikan tugas sebagai
panglima dengan baik.”
Istri Jendral Soedirman : “Kalau itu memang keinginan bapak, semoga bapak diberikan
perlindungan oleh yang maha kuasa.”
Jendral Soedirman : “Bapak berangkat dulu buk.”
Istri Jendral Soedirman : “Ngatos-atos, Mas. Mugi tansah diparingi slamet!”
Jendral Soedirman : “ Wes bu, niat slamet balik slamet.”
Soedirman dengan didampingi oleh pengawal dan dokter pribadinya pun segera
menemui presiden Soekarno, untuk menunggu perintah dari Soekarno.
(Soekarno berjalan menuju Soedirman)
Soekarno : (menepuk pundak) “Hatta”
Hatta : “Maaf saya terlambat. Perjalanan dari Kaliurang tertahan oleh serangan udara Belanda
yang dengan tidak tahu malu menyerang Yogya. Didepan hidung delegasi KTN. Teman-
teman wakil dari Australia sangat mengutuk.” (Mengela nafas)
Soekarno : “Pak Dirman datang, dalam situasi darurat seperti sekarang jangan bilang sama
dia! Dia lagi sakit, ya.”
Hatta : “Baik pak.”
Soekarno: (menepuk pundak Soedirman)“Dimas, tidak ada apa-apa2x, lebih baik sekarang
Dimas pulang. Dek Wondo antarkan Dimas pulang, harap dijaga dengan baik jangan suruh
dia keluar.”
Dokter pribadi: “Siap pak!”
Soekarno: “Sebentar lagi, saya akan melakukan sidang kabinet dan akan memutuskan apa
yang harus saya lakukan.”
Soedirman : “Baik, tapi saya akan terus di sini menunggu sidang kabinet.”
Soekarno: “Baiklah.” (pasrah)
Soekarno masuk ke ruang sidang bersama Hatta. Sedangkan Jendral Soedirman dan
para perwira TNI lainnya menunggu di luar.
(Soekarno dan Hatta keluar dari ruang sidang)
Soedirman: “Bagaimana bapak presiden? Saya menunggu perintah.”
Soekarno: “Hasil sidang kabinet telah sepakat, di dalam keadaan darurat, akan menyerahkan
kekuasaan pemerintahan kepada Mr. syafruddin prawiranegara di Sumatera dan juga pejabat
kita di India sebagai pemerintahan darurat jika Sumatera juga jatuh. Saya akan tetap tinggal,
untuk selanjutnya berjuang melalui jalan diplomasi.”
Jendral Soedirman : “Belanda sudah ingkar janji, tak ada gunanya diplomasi pak!”
Soekarno : “Saya yakin, dengan jalan diplomasi, Indonesia bisa mendapat dukungan
internasional guna menekan Belanda. Dimas, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan
perang bersama pasukanmu. Tempatmu bukan pelarianku. Aku harus tinggal di sini dan
mungkin bisa berunding untuk serta memimpin rakyat kita.”
Jendral Soedirman : “Tapi pak ... jika bapak masih ingin tetap disini, tentara Belanda
mungkin akan mencari dan membunuh Bapak.”
Soekarno : “Kau tidak usah khawatir, Soekarno tidak akan pernah takut mati untuk membela
negara ini.”
Jendral Soedirman : “Baik jika itu memang keinginan bapak, kita akan tetap melawan dan
saya akan memimpin gerilya dari hutan.”
Soekarno : “Kalau ini memang sudah menjadi tekad, jadikan ini perang gerilya semeesta.”
(Jendral Soedirman dan Dr. Suwondo hormat dibalas anggukan oleh Bung Karno dan Hatta)
Jendral Soedirman sangat bersemangat melanjutkan perjuangan sampai seluruh
tentara Belanda benar-benar hengkang dari tanah air Indonesia. Penyerangan Belanda
atas Indonesia berimbas pula kepada rakyat Indonesia.
Penjajah : “Serahkan senjata kalian atau kalian yang akan kubunuh?!”
Rakyat : “Ka-kami tidak punya Tuan..” (ketakutan)
Penjajah : “JAWAB!!”
Rakyat : “Ka-kami bersumpah Tuan..”
(Penjajah itu menendang salah satu rakyat Indonesia)
Rakyat : “To-tolong ampuni kami Tuan..”
Penjajah : “Verdomme, stinkende zwarte mensen”
Rakyat : “Ampuni kami Tuan. Kami mohon jangan bunuh kami.”
Penjajah : “Bunuh dia”
(Terdengarlah bunyi tembakan. Darah mengucur dari tubuh salah satu rakyat Indonesia
tersebut)
Rakyat Kecil : “AYAAHHH!!!” (teriak)
Di sisi lain, di Kesultanan Yogyakarta terlihat Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX : “Kolonel! Saya perintahkan Anda untuk menulis surat
kepada Jendral Soedirman agar beliau berhenti dulu bergerilya untuk mengistirahatkan
badannya yang sedang sakit parah”.
Letnan kolonel Soeharto : “Siap Yang Mulia!”
Akhirnya, Letnan Kolonel Soeharto memberikan surat itu kepada Jendral Soedirman.
Dalam surat itu, Sultan menyatakan dunia internasional harus mengetahui bahwa
Indonesia dan TNI masih ada.
Di Yogyakarta, Jendral Spoor, kepala staf Hindia Belanda, adu siasat dengan Jendral
Soedirman, memperebutkan pusat pemerintahan republik Indonesia. Spoor memimpin
sendiri operasi gagak, Soedirman memaklumatkan perang gerilya. Spoor memberi
perintah dari kabin pengebom Mitchell B-25 yang diubah menjadi pesawat komando,
Soedirman menggerakan pasukan dari atas tandu.
Prajurit : (hormat) “Lapor jendral, presiden tetap tidak keluar kota, tapi ditahan oleh Belanda.
Ini saya memberikan dana taktis yang tertinggal di markas.” (sambil memberikan amplop)
Jendral Soedirman : “Serahkan saja pada Nolly. Biar dia yang mengurus semuanya”
Prajurit 1: “Baik jendral, segeralah beristirahat karena perjalanan kita masih sangatlah
panjang.”
Dalam perjuangan pun jendral Soedirman tidak selalu berjalan dengan lancar selalu
saja menemui hambatan, entah dikejar kejar penjajah ataupun terkadang terkepung
penjajah.
(Kapten Nolly dan prajurit masuk sambil membawa tandu)
Jendral Soedirman : “Untuk apa tandu itu, saya tidak ingin diperhatikan lebih, karena kita
disini dengan tujuan yang sama.” (sambil batuk-batuk)
Kapten Nolly : “Bukan itu maksud saya tuan, tandu itu bukan untuk tandu raja, tetapi tandu
untuk tuan yang sedang sakit.”
Soedirman : “Ingat, bahwa prajurit Indonesia adalah dia yang masuk ke dalam tentara karena
keinsafan jiwanya, atas panggilan ibu pertiwi dan aku tidak mau diperlakukan seperti ini.”
Kapten Nolly : “Untuk mewujudkan tujuan itu kami tidak akan berjuang sendiri, perjuangan
kami harus bersama jendral maka dengan menaiki tandu itu jendral akan terus bersama
kami.”
Soedirman : “Baiklah.”
Saat sedang beristirahat tiba-tiba Karsani datang dengan menyelinap dan itu membuat
semua prajurit terbangun, suara langkah kakinya pun terdengar ke telinga Kapten
Nolly.
Kapten Nolly : “Siapa disana?”
Karsani : “Saya kapten, Karsani. Saya tadi sudah sampai Bantul mencari rombongan jendral,
ternyata perasaan saya tepat, jendral Soedirman ada disini.”
Kapten Nolly : “Jadi mau apa kamu?”
Soedirman: “Jadi semuanya tidur? Jangan sampai terulang kembali. Hanya karena kita
mengantuk, kita semua bisa mati di sini.
(Semua prajurit mengangguk)
Soedirman: “Njenengan iku sinten?”
Karsani: “Kulo Karsani, Jendral!”
Soedirman : “Ada perihal apa kamu kesini?”
Karsani : “Begini jendral ... saya ingin ikut jendral berjuang.”
Soedirman : “Sudah yakin kamu? Sudah siap sakit? Sudah siap capek dan sudah siap mati?”
Karsani : “Kulo siap jendral, kulo siap loro lan mati kagem Indonesia.”
Soedirman : “Yasudah beristirahatlah kamu, karena besok kita akan meneruskan perjalanan.”
(Disisi lain, Parno menerima uang sogokan dari Belanda untuk menjadi mata-mata)
Prajurit 1 : “Lapor. “
Kapten Nolly : “Ada apa?!”
Prajurit 1 : “Kasrsani melihat ada markas Belanda di daerah sini.”
(berjalan menghampiri Jendral Soedirman yang berada di dalam rumah)
Kapetn Nolly : “Lapor Jendral. Karsani menemukan markas Belanda di daerah sini.
Perhitungan kita salah, ternyata sudah sangat dekat dengan kita saat ini.”
Jendral Soedirman : “Kita bergerak sekarang!”
Dengan sigap Soedirman dan prajurit yang lainnya bangun dan meneruskan
perjalanan, dan seketika itu belanda datang mencari-cari jendral Soedirman.
Belanda : “Dimana Soedirman? Jika kutemukan dia disini, saya akan penggal kepalanya.”
Parno : “Tadi disini tuan, saya bersamaan dengannya tapi kok tidak ada.”
Belanda : “Mana? Disini tidak ada. Kamu mau berbohong dengan saya?!” (membentak)
Parno : “Tidak tuan, saya berjanji tidak akan mengulangi nya lagi.”
Belanda : “Overdomse ... kalau kamu sekali lagi berbohong dengan saya akan kutembak
kepalamu. Ayo kita teruskan pencarian Soedirman!”
Rombongan Soedirman yang sudah menghindar jauh dari pengejaran belanda pun
beristirahat di salah satu desa di rumah warga yang ada di Kediri. Dalam istirahatnya
pun Soedirman masih saja menemui belanda ada disekitar persembunyiannya.
Kapten Nolly : “Beristirahatlah jendral, perjalanan kita sudah amat jauh, sepertinya jendral
nampak lelah.”
Soedirman : “Tidak Nolly, seharusnya kamu yang beristirahat, kamu yang lebih lelah dari
saya.”
Kapten Nolly : “Tidak jendral. Saya ini tentara yang kuat jadi saya tidak ada rasa capek,
jendral. Monggo jendral minumnya.”
(Kapten Nolly memberikan minuman dan tiba-tiba Karsani muncul dengan terengah-engah)
Karsani : “Pak dhe, pak dhe, gawat pak dhe, londo mpun arah mriki, dewe sampun terkepung
pak dhe! mboten saget teng pundi-pundhi pak dhe.”
Soedirman : “Tenang semuanya, siapkan sarung kalian dan kopiah kalian kita berdoa marang
gusti mugi paringi slamet.”
(Doa seperti tahlilan Lailahailalah 5X)
Belanda : “Waar is Soedirman, breng hem naar miij.”
Parno : “Ini tuan, dia jendral Soedirman tuan, dia hanya sedang menyamar tuan.”
Belanda : “Mana ada jendral Soedirman, dia hanya seorang kyai, kamu menipu saya lagi ya.”
Parno : “Tidak tuan. Ini benar-benar jendral Soedirman yang dicari-cari tuan.”
Karsani : “Maaf tuan, beliau ini guru ngaji, beliau adalah pak dhe Abdulloh Lelono Putro
keturunan kyai.”
Penjajah : “Hij is het niet, meneer.”
Belanda : “Keterlaluan kamu! membohongi saya.”
(suara tembakan dan Parno mati tertembak)
Belanda : “Come on. Kita pergi dari sini, hanya membuang waktu saja kita disini.”
(Belanda keluar bersama para penjajah)
(Karsani mengetahui bahwa Parno adalah mata-mata Belanda)
Karsani : “Wooo modar o kowe ... ket awal aku curiga karo Parno yen dekne mata-matane
Londo.”
Soedirman : “Sudah, segeralah makamkan mayat si Parno dan kita bergegas untuk
melanjutkan perjalanan.”
Melihat hal ini, walaupun sedang sakit, Pak Soedirman selaku pemimpin tentara dan
pemimpin pasukannya melaksanakan perang gerilya dengan gigih.
Jendral Soedirman menjadikan daerah Sobo, tepatnya di Bukit Gandrung, Desa Pakis
Baru, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan sebagai markas terakhir sebelum
kembali ke Yogya.
Jendral Soedirman : “Nolly,.”
Nolly : “ Inggih.””
Jendral Soedirman : “Coba kamu menyusup ke Yogyakarta, pantau situasinya seperti apa
sekarang dan ini ada surat tolong diberikan kepada Sri Sultan. Surat ini terkait dengan
serangan umum. Sesuai saran Sultan kita akan menyerang kota pada siang hari di depan
hidung para delegasi KTN itu.”
Kapten Nolly : “Siap laksanakan Jendral.”
(Hanum datang)
Hanum : “Pripun mas sampean nambeli kulo.”
Jendral Soedirman : “Num, tolong berikan surat ini ke mbakyu mu.”
Hanum : “Nggih mpun mas, nek ngaten kulo pamit riyin.”
(Soedirman mengangguk)
Pada saat perjalanan mengantarkan surat ke Sri Sultan dan Siti Alfiah, Hanum
tertinggal. Karsani di perintah untuk mencari Hanum. Namun sayangnya saat Karsani
menyusuri hutan, ia terkepung oleh Belanda.
(Suara tembakan terdengar dari tengah hutan)
Karsani mengangkat tangannya lalu mengucapkan
(Merdeka.. Merdeka.. Merdeka)
Karsani tumbang tepat ditempat ia ditembaki oleh Belanda. Kapten Nolly dan yang
lain menghampiri tempat Karsani, tibanya disana mereka melihat tubuh Karsani yang
sudah berlumuran darah. Kapten Nolly dan lainnya pun menuntun Karsani untuk di
makamkan.
Pada tanggal 7 Mei 1949, perundingan Rumroyn ditandatangani oleh delegasi RI dan
negara Belanda. Dalam perjanjian tersebut disebutkan bahwa tentara bersenjata
Republik Indonesia harus menghentika aktivitas gerilya. Presiden Soekarno juga secara
pribadu menulis surat kepada Jendral Soedirman untuk kembali ke Yogyakarta.
Jendral Soedirman : “Perdamaian apa?!!, justru Belanda yang merusak negara kita yang
damai dan merdeka ini menjadi medan perang. Sementara kita tetap berjuang dan
membuktikan bahwa TNI masih ada. Kita ini tentara! Kita mempunyai martabat! Kita tidak
akan tinggal diam sampai kapanpun!!”
(malamnya)
Utusan : “Maap pak, kami diutua bung Karno untuk menjemput panglima, pemerintah sudah
kembali ke Yogya dan keadaan sudah kembali normal pak.”
Jendral Soedirman : “Siapa yang hendak memanggil saya? Orang yang berkhianat? Yang
telah ditawan oleh Belanda? Atau justru PDR yabg berjuang demi kemerdekaan. Melihat
keputisan Room-royn Belanda hanya akan mundur 5 km dari Yogyakarta, sementara utusan
kita di PBB memutuskan bahwa Yogyakarya harus dikosongkan. Sungguh keputusan yang
sangat rendah!! Menurut saya, dengan kedudukan kita sekarang kita lebih baik secara politik
dan militer jadi kita tidak memiliki alasan lain untuk berhenti berperang.”
(prajurit 3 memberikan surat)
Surat itu dari Sri Sultan yabg membujuk Sang Panglima besar kembali ke Yogyakarta.
Prajurit 1 : “Pak dhe, kita harus terus perang. Saya dan pasukan akan terus mendukung.”
Pada akhirnya tanggal 10 Juli 1949, Soedirman memutuskan untuk kembali ke
Yogyakarta. Tidak lama berselang Belanda mengakui kedaulatan RI pada tanggal 27
Desember 1949.
(Semua prajurit hormat)
(Soekarno berpelukan dengan Soedirman)
Soekarno : “Dimas.”
Soekarno : “Sudah dapat foto saya dengan DDimas”
Fotografer : “Terlalu cepat pak.”
(Soekarno berpelukan lagi dengan Soedirman)
(1, 2, 3... CEKREKK)
Soedirman : “Pak, saya serahkan pemerintahan militer kepada pemerintahan sipil yang
dipimpin oleh Soekarno dan Hatta. Izinkan saya untuk melanjutkan tugas sebagai tentara dan
berkumpul kembali bersama keluarga.”
Beliau wafat berselang satu bulan setelah pengakuan kedaulatan tepatnya pada tanggal
29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun karena penyakit paru-parunya yang kian parah.
Strategi perang gerilya Jendral Soedirman diakui dunia sebagai taktik perang gerilya
terbaik.

-SELESAI-

Anda mungkin juga menyukai