Anda di halaman 1dari 7

Dimana Nasution?

Halo DC Mania, jumpa lagi di DC Channel.

Channel yang ngebahas kisah-kisah seputar TNI dan Polri.

Video ini adalah seri ketiga tentang Agresi Militer Belanda II.

Di video sebelumnya, kami sudah menceritakan jatuhnya lapangan udara Maguwo


ke tangan Belanda pada 19 Desember 1948 pagi.

Sebetulnya serangan Belanda ke Jogjakarta sudah diprediksi oleh pihak Republik jauh
hari.

Namun pihak Republik tak pernah tahu kapan persisnya Belanda akan menyerang.

Maka diadakanlah rapat dewan siasat militer untuk merancang strategi menghadapi
serangan Belanda yang bisa terjadi kapan saja.

Rapat para perwira TNI menghasilkan kesepakatan yang dinamakan Perintah Siasat
Nomor 1.

Isi perintah Siasat No.1 adalah TNI tidak akan melakukan pertahanan linier.

Perlambat serangan musuh dengan melakukan pengungsian secara total dilengkapi


aksi bumi hangus terhadap semua obyek strategis.

Membentuk kantong perlawanan gerilya secara totaliter.

Dan melakukan aksi wingate yaitu menyusup kembali ke daerah asal agar
menjadikan seluruh Pulau Jawa sebagai medan pertempuran.

TNI juga sudah merancang rute pelarian Soekarno dan para pemimpin Republik jika
Belanda melancarkan serangannya.

Perintah Siasat Nomor 1 ini akan dijalankan ketika Belanda menyerang Jogja.

Pada awal Desember 1948, intelijen TNI sudah membaca akan ada serangan Belanda
dalam waktu dekat.

Laporan intelijen ini disampaikan langsung ke pimpinan TNI.

Pimpinan TNI lalu memerintahkan para panglima merusak jalan-jalan menuju garis
demarkasi.

Mengungsikan barang-barang penting, memulai persiapan bumi hangus.


Menempatkan pasukan di kantong-kantong gerilya yang telah direncanakan.

Supaya tidak mengganggu jalannya perundingan yang sedang berjalan, maka TNI
menyamarkan segala persiapan itu dengan menyebutnya sebagai latihan umum.

Latihan umum di Jawa Tengah ditentukan tanggal 19 Desember 1948.

Entah kenapa tanggal itu juga yang dipilih Belanda untuk melancarkan serangan ke
Jogja.

Sementara itu Panglima Besar Soedirman yang menyadari situasi mulai genting,
memaksakan diri pulang dari rumah sakit.

Saat itu kesehatan Panglima Besar Soedirman memburuk. Ia dirawat di rumah sakit
karena menderita TBC akut.

Namun karena situasi sudah genting, ia memaksa pulang pada 16 Desember 1948.

Sudirman segera mengumumkan bahwa dirinya telah kembali memegang komando


Angkatan Perang.

Keesokan harinya, Soedirman mengeluarkan perintah harian.

“Saat-saat sekarang adalah genting dan penting. Yang bakal menentukan nasib
bangsa dan negara kita.

“Berhubung dengan itu, kami perintahkan segenap anggota angkatan perang agar
tetap di tempatnya masing-masing”.

Di saat-saaat genting seperti itu, Panglima Komando Jawa Kolonel AH Nasution


malah memutuskan pergi ke Jawa Timur pada 17 Desember 1948.

Nasution pergi ke Jawa Timur bersama para perwira atas restu Panglima Besar
Soedirman.

Tujuan Nasution ke Jawa Timur ingin menjernihkan permasalahan antara dirinya


dengan para komandan di Jawa Timur.

Sejak meletusnya pemberontakan PKI Madiun, hubungan Nasution dengan para


panglima di Jawa Timur memanas.

Untuk itu Nasution merasa perlu menghilangkan hal-hal mengganjal antara Divisi
Jawa Timur dengan Mabes TNI.

Dan benar saja. Dua hari kepergian Nasution dari Jogja, Belanda melancarkan
serangannya pada 19 Desember 1948 pagi.
Sasaran pertama adalah lapangan udara Maguwo.

Tidak butuh waktu lama bagi Belanda merebut Maguwo dari para prajurit AURI.

Kabar jatuhnya Maguwo diketahui Panglima Besar Soedirman.

Segera Panglima Besar mengeluarkan Perintah Kilat Nomor 1 pada 19 Desember


1948 pukul 08.00.

Perintah kilat itu ia tulis sendiri.

“Angkatan perang Belanda telah menyerang Jogjakarta dan lapangan terbang


Maguwo.

“Pemerintah Belanda ternyata telah membatalkan secara sepihak persetujuan


gencatan senjata.

“Untuk menghadapi serangan tersebut, seluruh anggota Angkatan Perang harus


segera menjalankan rencana yang sudah ditetapkan.”

Rencana itu adalah Perintah Siasat Nomor 1 yaitu menggelorakan perang gerilya.

Perintah kilat itu disebarluaskan berulang kali oleh stasiun RRI Jogjakarta.

Soedirman lalu mengutus ajudannya Kapten Supardjo Rustam ke Istana untuk


memantau situasi.

Sambil menunggu kabar dari Soepadrjo, Panglima Besar Soedirman berbaring di


kamarnya.

Namun Soepardjo tak kunjung datang. Ini membuat Soedirman gelisah.

Ia akhirnya memutuskan berangkat ke Istana menggunakan mobil bak terbuka.

Ia beranjak dari tempat tidurnya pergi ke Istana dikawal satu regu pengawal.

Padahal sebelumnya Soedirman hanya bisa berbaring di tempat tidur.

Namun Seperti ada kekuatan gaib dalam tubuh Soedirman kala itu hingga
membuatnya bisa bangkit dan bergegas ke Istana.

Dengan memakai piyama, bersandal serta diselimuti mantel tebal warna cokelat,
Soedirman dipapah Dokter Suwondo, dokter pribadinya dan Tjokropranolo ke dalam
mobil.

Sepanjang perjalanan menuju Istana, Dokter Suwondo memegangi tubuh Panglima


Besar Soedirman.
Sampailah mereka di Istana. Saat itu Presiden Soekarno sedang menggelar rapat
darurat bersama para pemimpin Republik.

PAnglima Besar Soedirman hanya bisa menunggu di ruang tamu bersama Wakil
Kepala Staf Angkatan Perang Simatupang dan KSAU Suryadi Suryadarma.

Sementara di dalam Istana, para pemimpin Republik merumuskan tiga hal.

Pertama Presiden, Wakil Presiden dan para menteri tidak akan meninggalkan Jogja.

Hal ini tentu bertentangan dengan Siasat Militer yang memutuskan mengungsikan
Soekarno ke suatu tempat untuk memimpin gerilya.

Pertimbangan ini diambil atas dasar keamanan. Saat itu Soekarno meminta
penjagaan dari satu batalyon TNI untuk membawanya mengungsi.

Namun permintaan Soekarno tidak bisa dipenuhi karena pasukan sudah terpecah.

Karena tidak ada jaminan keamanan memadai, Soekarno dan para pemimpin
Republik memilih tetap di Jogja.

Seandainya Soekarno dan para pemimpin Republik menjadi tawanan, tak akan
dieksekusi mati karena mereka adalah tawanan politik.

Selain itu dengan menjadi tawanan, pemerintah Republik masih bisa menjalin kontak
dengan KTN, lembaga resmi dari Dewan Keamanan untuk perdamaian Indonesia-
Belanda.

Kedua, sidang kabinet darurat menyetujui Wakil Presiden untuk membuat


pengumuman meminta rakyat melakukan perang gerilya.

Ketiga Presiden dan Wapres menunjuk Menteri Kemakmuran Syafruddin


Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat di Bukittinggi.

Di saat rapat masih berlangsung, Soekarno diberitahu ada Panglima Besar Sudirman
menunggu di ruang tamu.

Soekarno ditemani ajudannya Mangil menemui Soedirman. Terjadi pembicaraan


empat mata antara Soekarno dan Soedirman.

Soekarno awalnya meminta Sudirman untuk bersembunyi di dalam kota agar bisa
berobat menyembuhkan penyakitnya. Baru nanti setelah sembuh baru Sudirman
pergi ke luar kota.

Permintaan Soekarno ditolak Sudirman.


Sudirman beralasan jika tetap tinggal di dalam kota bisa tertangkap musuh.

Seandainya tertangkap akan berdampak pada psikologis para prajurit.

Semangat juang prajurit akan runtuh jika tahu panglimanya tertangkap.

Sudirman lalu mengajak Soekarno untuk ke luar kota melanjutkan perjuangan.

“Saya minta dengan sangat agar Bung Karno turut menyingkir.

“Rencana saya hendak meninggalkan kota ini dan masuk hutan. Ikutlah Bung Karno
dengan saya,” kata Sudirman.

Bung Karno menolak. Menurut Soekarno dirinya dan Hatta akan tetap bertahan di
Istana agar bisa melanjutkan perjuangan lewat jalur diplomasi.

“Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan perang bersama pasukanmu.

“Tempatmu bukanlan tempat pelarian bagi saya. Saya harus tinggal disini.

“Dan mungkin bisa berunding untuk kita serta memimpin rakyat kita.”

“Kemungkinan Belanda mempertaruhkan kepala Bung Karno.

“Jika Bung Karno tetap di sini, boleh jadi Bung dibunuh,” jawab Sudirman.

Soekarno tetap tak mau pergi.

“dan kalau saya keluar dari sini BElanda mungkin menembak saya. DAlam kedua hal
ini, saya menghadapi kematian, tapi jangan khawatir. Saya tidak takut,” tegas Bung
Karno.

“Anak-anak kita menguburkan tentara Belanda yang mati.

“Kita perang dengan cara beradab. Akan tetapi,” kata SUdirman sambil mengepalkan
tinjunya ke atas,

“Kami akan peringatkan Belanda, kalau Belanda menyakiti Soekarno bagi mereka tak
ada ampun lagi.

“Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran.”

Sudirman lalu melangkah keluar sambil melihat ke udara.

“Apa ada instruksi terakhir sebelum saya berangkat?” tanya Sudirman ke BUng
Besar.
“Ya. Jangan adakan pertempuran di dalam kota. Kita tidak mungkin menang.

“Pindahkanlah tentaramu ke luar kota Dirman. Dan Berjuanglah sampai mati.

“Saya perintahkan kepadamu untuk menyebarkan tentara ke desa-desa.

“Isilah seluruh lembah dan bukit. Tempatkan anak buahmu di semak belukar.

“Ini adalah perang gerilya semesta. Sekalipun kita harus kembali dengan cara
amputasi tanpa obat bius, dan menggunakan daun pisang sebagai perban, namun
jangan biarkan dunia berkata bahwa kemerdekaan kita dihadiahkan dari dalam tas
seorang diplomat.

“Perlihatkanlah kepada dunia, bahwa kita membeli kemerdekaan itu dengan mahal,
dengan darah, keringat dan tekad yang tak kunjung padam.” kata SOekarno berapi-
api.

“Dan jangan keluar dari lembah dan bukit hingga presidenmu memerintahkannya.

“Ingatlah, sekalipun para pemimpin tertangkap, orang yang di bawahnya harus


menggantikannya.

“Baik ia militer atau sipil. Dan Indonesia tidak akan menyerah,” teriak Soekarno.

Sebelum berpisah dengan Sudirman, Soekarno memberi pesan ke Panglima Besar.

“Dirman inilah pesanku padamu. Sebagai seorang prajurit, sebagai seorang Jenderal,
sebagai seorang PAnglima TNI, jangan menyerah.

“Besarkan jiwamu. Tebalkan semangatmu dan hidupkanlah kesetiaanmu kepada


negara, tanah air dan Bangsa Indonesia.”

Lalu berangkatlah Sudirman meninggalkan Sukarno di Istana menuju hutan untuk


memulai perang gerilya.

Ya DC Mania itu tadi kisah Agresi Milter BElanda II.

Semoga kisah ini bisa menambah pengetahuan DC Mania semua..

Akhirul kata, Wassalam.


Dari Maguwo, pasukan Belanda bergerak menuju jantung kota Jogja.

Anda mungkin juga menyukai