Detik Penyanderaan Garuda Woyla
Detik Penyanderaan Garuda Woyla
Pada video kali ini kami mau ngebahas kisah pembajakan pesawat Garuda Woyla.
Pesawat Garuda Woyla pernah disandera kelompok teroris dari Komando Jihad.
Namun di balik keberhasilan itu muncul tudingan penyanderaan hanyalah rekayasa saja.
Di sini kami akan membahas mengenai penyanderaan pesawat Garuda Woyla mulai dari
penyanderaan, pembebasan hingga muncul tudingan rekayasa.
Video tentang Operasi Woyla ini akan kami tayangkan dalam 3 seri video.
28 Maret 1981, Pesawat Garuda GA 206 Woyla atau DC-9 Woyla terbang dengan rute Jakarta-
Palembang-Medan.
Pesawat singgah di Bandara Talang Betutu, Palembang. Di sini naik lima orang.
Pramugari Lydia memegang mic diikuti Pramugari Deliyanti yang akan memeragakan tata cara
penyelamatan penerbangan.
Belum sempat Lydia berbicara, terdengar suara ribut-ribut dari arah tempat duduk belakang.
Lima pria yang naik dari Palembang tiba-tiba menodongkan senjata api ke arah penumpang.
Belum ngeh, tiba-tiba datang seorang pria menabrakkan tubuhnya ke Lydia dan Deliyanti.
Kedua sontak terjatuh. Kepala Lydia terbentuk dinding pesawat dekat jendela.
Masih belum sadar, datang lagi seorang pria yang sudah berdiri di depan Lydia dan Deliyanti.
Lelaki bernama Zulfikar ini menarik Deliyanti. Spontan Lydia berteriak. “Del, sini Del.”
Abu Sofyan, pria yang menabrakkan tubuhnya ke dua pramugari, bergegas ke ruang kokpit pesawat.
Merangsek ke ruang kokpit, Abu Sofyan menodongkan pistol yang ia genggam ke kapten pilot Herman
Rante dan kopilot Hedhy Juantoro .
Abu Sofyan mengokang pistolnya. Hedhy malah menganggap itu hanyalah main-main.
Begitu kokangan kedua, nyali Hedhy ciut. Ia melihat sebutir peluru sungguhan terlempar.
Kepada pilot dan kopilot, Mahrizal memberitahu bahwa pesawat sedang dibajak.
Sadar pesawat dibajak, pilot Herman Rante sempat mengirim sinyal ke pesawat terdekat.
Sinyal itu ditangkap pilot Pesawat Garuda F-28 yang baru terbang dari Pekanbaru.
Herman Rante berkomunikasi dengan pilot Garuda F-28. Ia memberitahu bahwa pesawatnya telah
dibajak.
Tidak hanya membawa pistol, kelompok teroris ini juga membawa senjata tajam, dinamit, granat dan
detonator.
Mahrizal memerintahkan pilot untuk membawa mereka ke Libya namun singgah dulu di Kolombo,
Srilanka.
Permintaan ini ditolak Herman Rante dengan alasan bahan bakar tak cukup. Mereka juga beralasan
tak punya peta dan rute penerbangan.
Herman menawarkan untuk singgah di Singapura atau Malaysia. Namun ditolak Mahrizal.
Setelah melihat jarum penunjuk bahan bakar, Mahrizal akhirnya setuju ke Penang, Malaysia.
Mahrizal berbicara mengenai perjuangan kelompoknya. Para penumpang diminta untuk menyimak.
Jika ketahuan melengos sedikit saja, pembajak tak segan-segan memukuli penumpang.
Di Penang, mereka menurunkan seorang penumpang renta yang terus berontak sepanjang
perjalanan.
Permintaan ini dikabulkan pihak Pemerintah Malaysia. Bahkan Malaysia memberikan bantuan logistik
berupa 60 kotak makanan.
Namun Malaysia mengabaikan permintaan militer Indonesia. Alhasil pesawat DC-9 Woyla terbang lagi
menuju Thailand.
Sabtu sore pukul 17.02, pesawat tiba di Bandara Don Muang, Thailand, untuk kembali mengisi bahan
bakar.
Mereka pemerintah Indonesia membebaskan 80 orang anggota kelompok Jamaah Imran yang
ditangkap karena terlibat beberapa aksi teror di tanah air.
Para pembajak juga meminta uang tebusan sebesar 1,5 juta dollar Amerika.
Jika permintaan tidak dipenuhi, para pembajak mengancam akan meledakkan pesawat.
Dari pihak Indonesia diwakili Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) Jenderal Yoga
Sugomo.
Jika ada kiriman makanan, pramugari diminta mencicipi makanan terlebih dahulu.
Pembajak juga melakukan kekerasan kepada para penumpang. Ada yang ditampar, ditendang dan
ditempeli granat.
Pramugari Lydia sempat terpikir untuk membius para pembajak menggunakan obat-obatan di
pesawat.
Ia berencana mencampur makanan atau minuman para pembajak dengan obat bius.
Namun rencana ini urung dilaksanakan karena akan memerlukan waktu lama menghancurkan obat.
Ini membuat ruangan pengap dan panas karena mesin pendingin tak berfungsi.
Tak tahan dengan kondisi itu, seorang penumpang berkebangsaan Inggris Robert Wainright berupaya
melarikan diri.
Minggu siang 29 Maret, Robert mendorong pintu darurat di dekatnya lalu melarikan diri. Upayanya
berhasil.
Hedhy duduk di bawah pintu darurat mengawasi proses pengisian bahan bakar.
Dor! Peluru menembus tubuh Schneider. Bule ini jatuh menindih Hedhy yang berada di bawah.
“Belum ada perintah menembak, kenapa menembak?” bentak Mahrizal ke Abu Sofyan.
“Saya didorong sampai bibir saya berdarah,” jawab Abu Sofyan sembari menutup pintu darurat.
“Orang itu masih hidup. Apa mau dibiarin mati?” tanya Hedhy ke Mahrizal.
Datanglah dua petugas palang merah mengangkat tubuh Schneider menggunakan tandu.
Dibantu Hedhy mereka membawa Schneider ke pos pengawasan untuk mendapat perawatan.
Sebenarnya bisa saja Hedhy tidak kembali lagi ke pesawat karena sudah dalam posisi aman di pos
pengawasan bandara.
Sebagai kopilot, Hedhy merasa bertanggung jawab terhadap para penumpang dan awak lain di dalam
pesawat.
Baginya keselamatan bersama lebih utama daripada ia harus menyelamatkan diri sendiri.
Para penumpang disuruh mengencangkan sabuk pengaman dan dilarang bicara satu sama lain.
Pada video berikutnya kami akan membahas mengenai proses pembebasan para sandera oleh
pasukan Kopassus.