Di video kali ini kami mau membahas pasukan pengamanan presiden yang bernama Cakrabirawa.
Nama Cakrabirawa makin dikenal tatkala satuan elit ini terlibat dalam penculikan enam jenderal TNI
AD di tahun 1965.
30 November 1957. Presiden Sukarno menghadiri acara malam dana amal di Perguruan Cikini, tempat
kedua anak tertuanya sekolah.
Acara malam itu sangat meriah. Ada ribuan orang hadir. Lantunan musik, pertunjukan singkat dan
lelang menyemarakkan malam dana amal.
Jelang pukul 9 malam, acara berakhir. Presiden Sukarno turun lantai dua tempat acara digelar.
Setelahnya Sukarno berjalan keluar gedung disambut pintu mobil kepresidenan yang terbuka.
Belum sempat Sukarno memberi hormat, tiba-tiba suara ledakan terdengar. Granat pertama
dilempar.
Lalu dari jarak lima meter, granat dilempar ke mobil tempat Sukarno berlindung.
Mobil hancur berantakan. Anak-anak berteriak sambil berlari ketakutan masuk gedung.
Mayor Sudarto, sang ajudan, segera menarik tangan Sukarno membawanya menyeberangi jalan.
Di tahun 1960, pesawat tempur TNI AU yang diawaki pilot tempur TNI AU, memborbardir Istana
Negara.
Kala Sukarno sedang menunaikan salat Id, berondongan senjata api mengarah ke dirinya.
Yaitu Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dan Detasemen Pengawal Chusus/Khusus (DPC).
2. Terbentuknya Cakrabirawa
Dengan adanya peristiwa percobaan pembunuhan ini, keberadaan dua satuan ini sebagai pelindung
presiden masih kurang.
Pasukan khusus ini pengawal presiden ini diisi oleh prajurit-prajurit pilihan dari empat angkatan yaitu
darat, laut, udara dan kepolisian.
Maka pada 6 juni 1962, tepat di hari ulang tahunnya, Presiden Sukarno mengeluarkan surat
keputusan pembentukan resimen khusus yang bertugas menjaga keselamatan presiden dan
keluarganya.
Presiden Sukarno lalu meminta Kolonel Pranoto Reksosamodra memberikan nama pasukan khusus
tersebut.
Pranoto mengusulkan dua nama. Yaitu Cakra Baswara dan Cakra Birawa.
Sukarno memilih nama Cakrabirawa. Cakrabirawa adalah senjata ampuh Batara Kresna yang dapat
menumpas kejahatan.
Semboyan dari Pasukan Cakrabirawa, yaitu "Dirgayu Satyawira" yang artinya Prajurit Setia Berumur
Panjang.
Setelah itu Sukarno mengutus Letkol CPM Sabur menghadap Panglima Empat Angkatan untuk
meminta mengirim satu batalyon prajurit terbaik.
Bagi AD, RPKAD dibentuk sebagai pasukan khusus untuk operasi militer bukan untuk pasukan
pengawal.
AD memilih pasukan dari Banteng Raiders, bentukan Ahmad Yani, untuk mengisi posisi di
Cakrabirawa.
Setelah proses rekrutmen selesai, Sukarno baru meresmikan Cakrabirawa pada 6 Juni 1963.
Sukarno lalu menunjuk Letkol CPM Sabur sebagai Komandan Cakrabirawa dan Letkol CPM Maulwi
Saelan sebagai Wakil Komandan Cakrabirawa.
Yaitu Detasemen Pengamanan Khusus, Detasemen Kawal Pribadi, Detasemen Bantuan dan
Detasemen Markas.
Dari sejumlah bagian di Cakrabirawa, hanya ada tiga elemen utama dalam pengamanan Presiden.
Yaitu Detasemen Kawal Pribadi adalah pengawal presiden dalam jarak sangat dekat.
Pasukan ini adalah lingkar pertama pengamanan Presiden. Detasemen Kawal Kehormatan dipimpin
Kompol Mangil Martowidjojo
Pasukan ini bertugas menjaga sekitar Istana dan menjaga Presiden dari jarak jauh.
Mereka diberi tanda nomor kendaraan khusus, seragam yang berbeda warnanya dari kesatuan ABRI
lain.
Cakrabirawa juga mengenakan baret warna merah bata yang mirip baret merah RPKAD.
Ada cerita unik di balik baret merah bata milik Cakrabirawa ini.
Komandan Detasemen Kawal Pribadi Resimen Cakrabirawa AKBP Mangil mengatakan, ketika
pemakaian baret pertama kali diperkenalkan, mereka meminjam baret merah RPKAD.
Untuk membedakan dengan baret merah RKPAD, Cakrabirawa menambahkan zat pewarna.
“Warnanya kami ubah dari merah menyala menjadi merah bata,” kata Mangil.
Anggota RPKAD berpendapat Cakrabirawa tidak sepantasnya memakai baret merah karena bukan
pasukan komando.
Sementara Cakrabirawa selalu merasa paling berjasa dalam mengamankan jalannya revolusi, yang
digaungkan Sukarno saat itu.
Untung pernah menjadi anak buah Ahmad Yani ketika ikut dalam Operasi 17 Agustus di tahun 1958
memberantas pemberontak PRRI di Sumatera.
Untung dipercaya menjadi Komandan Batalyon 454/Para Banteng Raiders Diponegoro di Srondol,
Semarang.
Pada tahun 1962, Untung dikirim ke pedalaman Papua dalam Operasi Pembebasan Irian Barat.
Prestasi Untung di Operasi Mandala membuatnya diganjar penghargaan tertinggi seorang militer.
Setelah itu baru Untung dipercaya menjadi Komandan Batalyon Kawal Kehormatan I Cakrabirawa.
Namun Benny menolak. Bagi Benny, tugas tentara adalah berperang bukan menjadi pengawal.
Karena Benny menolak, Untunglah yang ditunjuk menjadi Komandan Batalyon Kawal Kehormatan I
Cakrabirawa.
Bagi Untung, gerakan 30 September 1965 itu adalah suatu keharusan dirinya sebagai anggota
cakrabirawa yang bertanggungjawab terhadap keselamatan Presiden.
Untung menggerakkan pasukan Cakrabirawa dan kesatuan lain menculik para jenderal lalu
membawanya ke Lubang Buaya.
4. Pembubaran Cakrabirawa
Diembuskan isu Arif Rahman Hakim tewas ditembak pasukan Kawal Istana Cakrabirawa dari Batalyon
II KKO.
Mahasiswa yang marah, membawa jaket Arif yang bernoda darah sambil berteriak Cakrabirawa
pembunuh.
Maulwi Saelan, Wakil Komandan Cakrabirawa mendapat informasi bahwa penembak Arif bukanlah
pasukan Cakrabirawa dari KKO.
Menurutnya, Arif ditembak oleh anggota patroli garnisun Pomdam V Jaya di Lapangan Banteng.
Rapat gabungan empat angkatan pada 22 Maret 1966 memutuskan menarik kesatuannya dari
Cakrabirawa.
Pada 28 Maret 1966 diadakan serah terima tugas kemanan dan keselamatan Presiden dari Komandan
Cakrabirawa Brigjen M Sabur kepada Direktur POMAD Brigjen Sudirgo.