Anda di halaman 1dari 5

Asal Muasal Tjakrabirawa

Halo DC Mania, jumpa lagi di DC CHannel.

Channel yang mengupas sejarah perjalanan bangsa Indonesia.

Di video kali ini kami mau membahas pasukan pengamanan presiden yang bernama Cakrabirawa.

Cakrabirawa adalah pasukan pengamanan presiden di era Presiden Pertama RI Sukarno.

Nama Cakrabirawa makin dikenal tatkala satuan elit ini terlibat dalam penculikan enam jenderal TNI
AD di tahun 1965.

Pasukan Cakrabirawa masuk dalam Gerakan 30 September 1965.

Nasib pimpinannya Letkol Untung Samsuri sungguh mengenaskan.

Ia tewas di tangan regu tembak.

Bagaimana cikal bakal terbentuknya Cakrabirawa?

Kami akan kupas pada video ini. Cekidot ya.

1. Percobaan Pembunuhan Sukarno.

30 November 1957. Presiden Sukarno menghadiri acara malam dana amal di Perguruan Cikini, tempat
kedua anak tertuanya sekolah.

Acara malam itu sangat meriah. Ada ribuan orang hadir. Lantunan musik, pertunjukan singkat dan
lelang menyemarakkan malam dana amal.

Jelang pukul 9 malam, acara berakhir. Presiden Sukarno turun lantai dua tempat acara digelar.

Suasana hati Bung Karno sedang gembira. Ia dikerumuni anak-anak.

Setelahnya Sukarno berjalan keluar gedung disambut pintu mobil kepresidenan yang terbuka.

“Hormat..!” aba-aba pasukan pengiring Presiden.

Belum sempat Sukarno memberi hormat, tiba-tiba suara ledakan terdengar. Granat pertama
dilempar.

Tak lama menyusul granat kedua meledak.

Seorang pengawal bereaksi. Membawa Sukarno berlindung di balik kendaraan.

Lalu dari jarak lima meter, granat dilempar ke mobil tempat Sukarno berlindung.

Mobil hancur berantakan. Anak-anak berteriak sambil berlari ketakutan masuk gedung.

Suasana benar-benar kacau. Orang-orang bergelimpangan.

Mayor Sudarto, sang ajudan, segera menarik tangan Sukarno membawanya menyeberangi jalan.

Sukarno jatuh ke tanah.


Sudarto mengangkat tubuh Bung Besar dan mendekapnya sambil membawa Sukarno ke sebuah
rumah.
Sukarno selamat dari sebuah aksi percobaan pembunuhan.

Percobaan pembunuhan Sukarno tidak berhenti sampai di sini.

Di tahun 1960, pesawat tempur TNI AU yang diawaki pilot tempur TNI AU, memborbardir Istana
Negara.

Beruntung Sukarno selamat dari serangan tersebut.

Tahun 1962, kembali terjadi. Tepat di Hari Raya Idul Adha.

Kala Sukarno sedang menunaikan salat Id, berondongan senjata api mengarah ke dirinya.

Lagi-lagi Bung Karno selamat.

Kala itu sudah ada satuan yang bertugas mengawal Presiden.

Yaitu Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dan Detasemen Pengawal Chusus/Khusus (DPC).

Isinya adalah para personel dari Polisi Istimewa.

2. Terbentuknya Cakrabirawa

Dengan adanya peristiwa percobaan pembunuhan ini, keberadaan dua satuan ini sebagai pelindung
presiden masih kurang.

Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan Jenderal AH Nasution mengusulkan pembentukan


pasukan khusus pengamanan presiden.

Pasukan khusus ini pengawal presiden ini diisi oleh prajurit-prajurit pilihan dari empat angkatan yaitu
darat, laut, udara dan kepolisian.

Usul Nasution ini disambut baik Sukarno.

Maka pada 6 juni 1962, tepat di hari ulang tahunnya, Presiden Sukarno mengeluarkan surat
keputusan pembentukan resimen khusus yang bertugas menjaga keselamatan presiden dan
keluarganya.

Presiden Sukarno lalu meminta Kolonel Pranoto Reksosamodra memberikan nama pasukan khusus
tersebut.

Pranoto mengusulkan dua nama. Yaitu Cakra Baswara dan Cakra Birawa.

Sukarno memilih nama Cakrabirawa. Cakrabirawa adalah senjata ampuh Batara Kresna yang dapat
menumpas kejahatan.

Semboyan dari Pasukan Cakrabirawa, yaitu "Dirgayu Satyawira" yang artinya Prajurit Setia Berumur
Panjang.

Setelah itu Sukarno mengutus Letkol CPM Sabur menghadap Panglima Empat Angkatan untuk
meminta mengirim satu batalyon prajurit terbaik.

AU mengirimkan pasukan dari Pasukan Gerak Tjepat (PGT) AURI.

AL mengirimkan pasukan dari Korps Komando (KKO).


Kepolisian mengerahkan Mobile Brigade (Mobrig) untuk ditempatkan di Cakrabirawa.
Sementara AD, tidak mau mengirimkan pasukan dari Resimen Para Komando Angkatan Darat
(RPKAD).

Bagi AD, RPKAD dibentuk sebagai pasukan khusus untuk operasi militer bukan untuk pasukan
pengawal.

AD memilih pasukan dari Banteng Raiders, bentukan Ahmad Yani, untuk mengisi posisi di
Cakrabirawa.

Setelah proses rekrutmen selesai, Sukarno baru meresmikan Cakrabirawa pada 6 Juni 1963.

Sukarno lalu menunjuk Letkol CPM Sabur sebagai Komandan Cakrabirawa dan Letkol CPM Maulwi
Saelan sebagai Wakil Komandan Cakrabirawa.

Dalam pelaksanaan tugas, Cakrabirawa dipecah dalam beberapa detasemen.

Yaitu Detasemen Pengamanan Khusus, Detasemen Kawal Pribadi, Detasemen Bantuan dan
Detasemen Markas.

Dari sejumlah bagian di Cakrabirawa, hanya ada tiga elemen utama dalam pengamanan Presiden.

Yaitu Detasemen Kawal Pribadi adalah pengawal presiden dalam jarak sangat dekat.

Pasukan ini selalu ikut dimana pun Presiden berada.

Pasukan ini adalah lingkar pertama pengamanan Presiden. Detasemen Kawal Kehormatan dipimpin
Kompol Mangil Martowidjojo

Lingkar kedua pengamanan Presiden adalah Detasemen Pengamanan Khusus.

Pasukan ini bertugas mengamankan area sekitar presiden berada.

Lingkar paling luar adalah Batalyon Kawal Kehormatan.

Pasukan ini bertugas menjaga sekitar Istana dan menjaga Presiden dari jarak jauh.

Sebagai pasukan khusus, Cakrabirawa diperlakukan istimewa.

Mereka diberi tanda nomor kendaraan khusus, seragam yang berbeda warnanya dari kesatuan ABRI
lain.

Cakrabirawa juga mengenakan baret warna merah bata yang mirip baret merah RPKAD.

Ada cerita unik di balik baret merah bata milik Cakrabirawa ini.

Komandan Detasemen Kawal Pribadi Resimen Cakrabirawa AKBP Mangil mengatakan, ketika
pemakaian baret pertama kali diperkenalkan, mereka meminjam baret merah RPKAD.

Untuk membedakan dengan baret merah RKPAD, Cakrabirawa menambahkan zat pewarna.

“Warnanya kami ubah dari merah menyala menjadi merah bata,” kata Mangil.

Tata cara pemakaian baretnya pun berbeda dengan RPKAD.

RPKAD memakai baret miring ke kanan sementara Cakrabirawa miring ke kiri.


Kemiripan warna baret ini sering menimbulkan perselisihan antara RPKAD dan Cakrabirawa.

Anggota RPKAD berpendapat Cakrabirawa tidak sepantasnya memakai baret merah karena bukan
pasukan komando.

Sementara Cakrabirawa selalu merasa paling berjasa dalam mengamankan jalannya revolusi, yang
digaungkan Sukarno saat itu.

3. Masuknya Letkol Untung di Cakrabirawa

Letkol Untung adalah prajurit Divisi Diponegoro.

Untung pernah menjadi anak buah Ahmad Yani ketika ikut dalam Operasi 17 Agustus di tahun 1958
memberantas pemberontak PRRI di Sumatera.

Pertengahan tahun 1959, ia kembali ke Jawa Tengah.

Untung dipercaya menjadi Komandan Batalyon 454/Para Banteng Raiders Diponegoro di Srondol,
Semarang.

Ketika itu ia sudah berpangkat mayor.

Pada tahun 1962, Untung dikirim ke pedalaman Papua dalam Operasi Pembebasan Irian Barat.

Ia diterjunkan di Sorong, Papua BArat dalam Operasi Mandala pimpinan Suharto.

Di sana, Untung memimpin pasukannya menyerang pasukan Belanda.

Prestasi Untung di Operasi Mandala membuatnya diganjar penghargaan tertinggi seorang militer.

Bersama Benny Moerdani, Untung mendapat penghargaan Bintang Sakti.

Ia juga memperoleh kenaikan pangkat luar biasa menjadi Letkol.

Setelah itu baru Untung dipercaya menjadi Komandan Batalyon Kawal Kehormatan I Cakrabirawa.

Posisi ini sebenarnya dipercayakan Sukarno kepada Benny Moerdani.

Namun Benny menolak. Bagi Benny, tugas tentara adalah berperang bukan menjadi pengawal.

Karena Benny menolak, Untunglah yang ditunjuk menjadi Komandan Batalyon Kawal Kehormatan I
Cakrabirawa.

Seperti diketahui Untung kemudian menjadi komandan Gerakan 30 September 1965.

Bagi Untung, gerakan 30 September 1965 itu adalah suatu keharusan dirinya sebagai anggota
cakrabirawa yang bertanggungjawab terhadap keselamatan Presiden.

Untung menggerakkan pasukan Cakrabirawa dan kesatuan lain menculik para jenderal lalu
membawanya ke Lubang Buaya.

G30S sendiri gagal menuntaskan misinya.

4. Pembubaran Cakrabirawa

Meletusnya G30S, membuat nama Resimen Cakrabirawa tercoreng.


Ditambah lagi ketika seorang mahasiswa Arif Rahman Hakim mati tertembak saat demonstrasi di
tahun 1966.

Diembuskan isu Arif Rahman Hakim tewas ditembak pasukan Kawal Istana Cakrabirawa dari Batalyon
II KKO.

Mahasiswa yang marah, membawa jaket Arif yang bernoda darah sambil berteriak Cakrabirawa
pembunuh.

Maulwi Saelan, Wakil Komandan Cakrabirawa mendapat informasi bahwa penembak Arif bukanlah
pasukan Cakrabirawa dari KKO.

Menurutnya, Arif ditembak oleh anggota patroli garnisun Pomdam V Jaya di Lapangan Banteng.

Setelah keluarnya Supersemar, mulailah Cakrabirawa diperlemah.

Rapat gabungan empat angkatan pada 22 Maret 1966 memutuskan menarik kesatuannya dari
Cakrabirawa.

KSAD Jenderal Maraden Panggabean lalu memanggil semua pimpinan Cakrabirawa.

Hanya Komandan Batalyon Kawal Kehormatan yang tidak hadir.

“Tugas ini sudah selesai,” kata Maraden kepada anggota Cakrabirawa.

Pada 28 Maret 1966 diadakan serah terima tugas kemanan dan keselamatan Presiden dari Komandan
Cakrabirawa Brigjen M Sabur kepada Direktur POMAD Brigjen Sudirgo.

Lalu penjagaan Istana Negara diambil alih Satgas POMAD.

Tamatlah sudah keberadaan Cakrabirawa sebagai pasukan pengamanan Presiden.

Anda mungkin juga menyukai