Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS DASAR BERLAKUNYA HUKUM PIDANA INTERNASIONAL TERHADAP

KEJAHATAN PEMBAJAKAN PENERBANGAN


“Pembajakan Pesawat Udara (Hijacking) Pesawat Egypt Air Ms 181 Di Mesir”

Dosen Pengampu: Dr. Nuswantoro Dwiwarno, S.H., M.H.


Hukum Pidana Internasional Kelas E

Kelompok 3
1.Abdul Harits Dorojatun Arkan Seno Aji (11000119130563)
2.Anastasya Kinsky Simanjorang (11000119130603)
3.Gabriela Frimanda Sipayung (11000119130577)
4.Horenta Emawati br. Tobing (11000119130180)
5.Imron Amrullah (11000118130302)
6.Jaya Lesmana Adriansa (11000119140187)
Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro 7.Novia Mutiara Nur Fadhilah (11000119130370)
2021 8.Risang Bayu Akbar (11000119140587)
A. Pendahuluan
i. Hukum Pidana Internasional bersumber dari dua bidang hukum yang berbeda satu dengan
lainnya, yaitu di satu pihak dikenal sebagai bidang Hukum Internasional yang mengatur
mengenai masalah-masalah yang terkait dengan persoalan pidana dan di pihak lainnya
dikenal sebagai bidang dalam Hukum Pidana Nasional yang mengandung dimensi-dimensi
internasional.
ii. Hukum udara internasional diatur dalam konvensi Chicago 1944. Chicago Convention 1944
merupakan salah satu konvensi atau perjanjian internasional yang mengatur mengenai
penerbangan sipil internasional. Secara lengkap konvensi ini dijadikan sumber hukum dalam
setiap kegiatan penerbangan internasional negara-negara, dan termasuk pada suatu
perjanjian internasional yang bersifat law making treaty ,berjudul Convention on
International Civil Aviation 1944.
iii. Kejahatan di dalam hukum udara salah satunya adalah pembajakan udara (hijacking) atau
yang umum dikenal dengan pembajakan pesawat.
iv. Dibentuknya International Civil Aviation Organaization (ICAO) atau Organisasi Penerbangan
Sipil Internasional dengan tujuan untuk menyelenggarakan transportasi udara internasional
yang aman, tertib, selamat, teratur, serta mengorganisir perkembangan fasilitas navigasi
penerbangan.
B. Permasalahan

1. Dasar hukum pemberlakuan hukum pidana internasional

2. Implementasi dasar hukum pidana internasional pada kasus Pembajakan Pesawat Udara
(Hijacking) Pesawat Egypt Air MS 181 Di Mesir
C.Pembahasan

1.Dasar Hukum Pidana Internasional

Hukum Pidana Internasional merupakan Bagian dari Hukum Internasional.Pembahasan


terkait hukum pidana internasional, tidak dapat dipisahkan dengan konsep Hukum
Internasional. Dalam kerangka pemikiran dasar berlakunya Hukum Pidana Internasional,
aspek hukum internasional masuk dalam pembahasan, karena hukum pidana internasional
sebagai sub-disiplin memiliki dua sumber hukum, yakni hukum pidana nasional dan hukum
internasional yang saling melengkapi.
2. Implementasi dasar hukum pidana internasional pada kasus Pembajakan Pesawat Udara
(Hijacking) Pesawat Egypt Air MS 181 Di Mesir
a. Analisis kasus pembajakan pesawat (Hijacking) Pesawat Egypt Air MS 181 Di Mesir
- Maskapai Egypt Air merupakan sebuah maskapai penerbangan nasional Mesir yang didirikan pada tanggal
7 Juni 1932 dimana kemudian memulai operasi penerbangan pada Juli 1993 dimana maskapai ini adalah
salah satu anggota dari Arab Air Carriers
- Pesawat Egypt Air MS 181 yang berjenis Airbus A320-200 dengan nomor registrasi SU-GCB, MSN 2079
merupakan pesawat yang sejak 31 Oktober 2003 dimiliki oleh Egypt Air yang membawa penumpang
sebanyak 81 orang yaitu sekitar 55 penumpang,menurut jadwal memiliki rute tujuan dari Bandar Udara
Borg El Arab di Alexandria pukul 06:38 waktu setempat (UTC+2) menuju Bandar Udara Internasional Kairo
di Kairo dimana pesawat ini dikemudikan oleh pilot yang bernama Amr al-Gamal.
- Namun kemudian pesawat ini mengalami pembajakan udara sehingga menyebabkan pesawat dengan
terpaksa memutar arah penerbangannya menuju ke Siprus dimana kemudian di Siprus pesawat ini
mendarat di Bandara Internasional Larnaka Siprus pada tempat parkir terpisah sekitar pukul 08.50 waktu
setempat.
- Identitas dari pembajak tersebut menurut Juru bicara Kepresidenan Mesir, Alaa Yousuf adalah seorang pria
yang berkewarganegaraan Mesir, bernama Seif El Din Mustafa dimana ia bertempat tinggal di Perumahan
di daerah Helwa, Kairo Selatan.
- Kronologis dari kejadian tersebut terjadi ketika Mustafa memaksa mengubah rute penerbangan menuju
Siprus dengan mengancam pilot dengan sabuk yang berisikan alat peledak. Kemudian sesampainya di
bandara Larnaka, pembajak menitipkan sebanyak 4 surat ditujukan ke istrinya di Siprus. Kemudian antara
pihak penerbangan dengan pembajak melakukan negosiasi ,kemudian ia melepaskan para penumpang
yang umumnya adalah wanita dan anak – anak namun pembajak tetap menahan para kru dari
penerbangan tersebut dan juga 5 warga negara asing
- Motif dari pembajakan berdasarkan keterangan pemerintah Mesir dan pihak maskapai adalah untuk
kepentingan pribadi pembajak karena tidak ditemukannya motif lain. Pembajak meminta semua
narapidana perempuan dibebaskan, meminta suaka dari Siprus, dan meminta agar dipertemukan dengan
istrinya. Kemudian terjadi negosiasi kedua untuk membebaskan penumpang yang masih disandera yang
kemudian dari pihak pembajak meminta agar pihak berwenang dapat mempertemukannya dengan
istrinya dan meminta agar permohonannya untuk suaka ke Siprus dikabulkan oleh pemerintah Siprus.
Pada akhirnya pada saat negosiasi yaitu ketika istri dari pembajak dibawa masuk ke pesawat, pembajak
lengah sehingga kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk mengamankan pembajak yang kemudian
penangkapan selesai diketahui bahwa sabuk sebagai alat peledak yang digunakan oleh pembajak untuk
mengancam dan memaksa pilot ternyata palsu,hal ini diumumkan dalam konferensi pers pemerintah
Mesir dimana pemerintah Mesir juga menduga pembajak mengalami gangguan mental yang sebelumnya
juga telah melakukan tindak pidana beberapa kali.
b. Analisis Kasus berdasarkan Perspektik Dasar Hukum Berlakunya
Hukum Pidana Internasional
• Dalam dasar hukum berlakunya hukum pidana internasional yaitu dalam sumber hukum pidana internasional terdapat
perjanjian internasional sebagai salah satu sumber hukum pidana internasional. Pembajakan sendiri telah diatur di
dalam beberapa konvensi Internasional yang merupakan contoh perjanjian internasional yang dijadikan sebagai sumber
hukum pidana internasional.
• Dalam Konvensi Tokyo 1963 yang mengatur tentang Tindak Pidana dan Tindakan Lain Tertentu yang dilakukan didalam
Pesawat Udara memiliki tujuan inti yaitu melindungi pesawat udara maupun barang yang diangkut untuk menjamin
keselamatan penerbangan dimana didalamnya terdapat salah satu pasal yang mengatur pembajakan udara terdapat
dalam Pasal 11 Konvensi Tokyo 1963 yaitu :
1.Merupakan tindakan yang mengancam keselamatan penumpang,awak pesawat udara, dan barang2 yang diangkut;
2.Pesawat tersebut harus dalam penerbangan (in flight) ;
3.Melakukan perbuatan melawan hukum;
4.Merupakan suatu pelanggaran hukum nasional;
5.Tindakan tersebut membahayakan disiplin dan ketertiban;
6.Adanya paksaan atau ancaman paksaan;
7.Dilakukan oleh setiap orang.
• Selain itu menurut Pasal 11 Konvensi Tokyo 1963 yang dimaksudkan dengan tindakan pembajakan udara tidak hanya
penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, namun juga termasuk tindakan yang menganggu pesawat udara
maupun tindakan-tindakan penguasaan dan pengendaliannya secara melawan hukum
• Menurut Konvensi Den Haag 1970 mengenai unsur-unsur pembajakan pesawat udara adalah :
-Dalam penerbangan (in flight),
-Pembajakan pesawat udara hanya berlaku pada pesawat udara sipil,
-Pendaratan di luar wilayah negara pendaftar pesawat udara,
-Suatu tindakan membantu pelanggaran,
- Perbuatan dan Percobaan tindakan melawan hukum, dan
-Perbuatan tersebut di lakukan oleh siapapun di dalam penerbangan
• Menurut Konvensi Montreal 1971 sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2) yaitu :
-Melakukan tindak kekerasan di dalam pesawat udara yang sedang dalam penerbangan-melakukan kerusakan pesawat udara
dalam dinas
-Menempatkan atau memungkinkan ditempatkannya suatu bahan peledak suatu zat dalam pesawat udara dalam dinas
-Merusak fasilitas navigasi udara atau mengganggu pengoperasian pesawat udara
-Memberikan informasi palsu
Sehingga berdasarkan dari unsur-unsur mengenai tindakan pembajakan udara yang diatur dalam Konvensi Tokyo 1963, Konvensi
Den Haag 1970, Konvensi The Hague 1970, dan Konvensi Montreal 1971 maka peristiwa yang terjadi pada pesawat Egypt Air MS
181 dapat dikatakan sebagai pembajakan penerbangan sipil dikarenakan berdasarkan kronologis kasus tersebut maka peristiwa
yang dilakukan Mustafa tersebut mencakup unsur-unsur pembajakan pesawat udara yang diatur di konvensi-konvensi tersebut.
D. Kesimpulan

Dengan ini, maka dapat disimpulkan berdasarkan dari unsur-unsur mengenai tindakan pembajakan udara
yang diatur dalam Konvensi Tokyo 1963, Konvensi Den Haag 1970, Konvensi The Hague 1970, dan Konvensi
Montreal 1971 maka peristiwa yang terjadi pada pesawat Egypt Air MS 181 dapat dikatakan sebagai
pembajakan penerbangan sipil dikarenakan berdasarkan kronologis kasus tersebut maka peristiwa yang
dilakukan Mustafa tersebut mencakup unsur-unsur pembajakan pesawat udara yang diatur di konvensi-
konvensi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai