Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan:

Jendral Soedirman, nama ini tentu tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia.
Seorang panglima perang yang gagah berani menumpas ketidakadilan dan kekejaman Belanda
kepada Bangsa Indonesia. Kisah perjuangan Jendral Soedirman ini cukup menarik untuk
diangkat ke layar lebar agar rakyat Indonesia mengetahui betapa beratnya usaha dalam
memperjuangkan kemerdekaan yang telah menjadi hak rakyat Indonesia. Tak kalah dengan film
perjuangan sebelumnya yaitu Soekarno, film ini juga berhasil memikat banyak penonton.

Evaluasi:

Film ini diawali dengan pemungutan suara untuk memilih panglima besar Tentara
Nasional Republik Indonesia yang seharusnya dimenangkan oleh Oerip Soemoharjo dengan
jumlah suara terbanyak, tetapi tiba-tiba datang seorang utusan yang membawa mandat dari
komandan divisi dan komandan resimen dari Sumatera, yang berisi bahwa Soedirmanlah yang
seharusnya menjadi panglima Tentara Nasional Republik Indonesia. Semua hadirin menyepakati
mandat tersebut.

Kemudian, dikemukakan sebuah tanggapan dari terpilihnya Jendral Soedirman, yang


dikemukakan oleh Soetan Syahrir. Menurutnya, Soedirman adalah mantan PETA (Pembela
Tanah Air). PETA adalah organisasi bentukan Jepang dan semua kolaborator Jepang harus
disingkirkan karena dikhawatirkan Indonesia akan menjadi negara fasis Jepang.

Soedirman memang sangat setuju dengan slogan “Merdeka 100%” yang dicetuskan oleh
Tan Malaka. Soedirman dan Tan Malaka memiliki jalan yang berbeda untuk mewujudkan slogan
itu. Soedirman mengatakan ia adalah seorang tentara dan ia pasti akan memperjuangkan
kemerdekaan 100% tanpa melawan kedaulatan negara.

Dilanjutkan dengan agresi militer ke-2 yang dilakukan Belanda sesuai dari surat yang
diterima Sokerno yang berisi tentang pembatalan Perjanjian Renville oleh Belanda terhitung
sejak 19 Desember 1948.

Sang Jendral keluar dari mobil, diiringi para pengawal dan dokter pribadinya, berjalan
perlahan dengan tongkat di tangan kirinya menghampiri Presiden Soekarno. Jas panjang cokelat
yang terlihat gagah dipakainya tidak dapat menutupi sakit parah yang ia derita. Dengan latar
belakang langit Yogyakarta yang bergemuruh kencang bukan karena hujan biasa, tetapi karena
hujan bom yang deras berjatuhan menghujam tanah Indonesia.

Soekarno menolak ajakan Soedirman yang meminta untuk ikut bergerilya bersamanya,
karena Soekarno memilih tetap tinggal di Yogyakarta untuk melakukan perundingan.

Adegan dilanjutkan dengan perang gerilya yang dipimpin langsung oleh Jendral
Soedirman yang berlangsung selama 7 bulan. Walau paru-paru kanannya tidak berfungsi lagi, ia
yakin bahwa ia masih memiliki tenaga untuk membangun sejuta semangat yang tentunya masih
berfungsi demi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sambil menghisap rokok kegemarannya, Jendral Soedirman terus melakukan gerilya.


Taktik perang ini bukan hanya membuktikan bahwa Indonesia masih ada dan tetap berdiri
kokoh tanpa goyah sedikit pun, tetapi juga telah membuat Belanda kewalahan dalam agresi ini.

Pada siang hari sebelum belanda menjatuhkan bom, panglima besar angkatan perang RI
Letnan Jendral Soedirman, mengeluarkan sebuah perintah yang disebut dengan Perintah Kilat.
Perintah itu berisi pemberitahuan bahwa Indonesia telah diserang. Tepatnya pada tanggal 19
desember 1948 angkatan perang Belanda menyerang kota Yogyakarta dari lapangan terbang
Maguwo. Seluruh pasukan yang telah ditugaskan diminta untuk segera bersiap menghadapi
Belanda.

Setelah Soekarno melakukan perundingan, ia menghampiri Soedirman. Soekarno


memerintahkan kepada Soedirman untuk tetap bersama mereka. Soedirman menolak dan
meminta agar Soekarno masuk ke hutan sesuai dengan yang telah direncanakan dan ikut
bergerilya bersama Soedirman. Namun Soekarno menolak permintaan Soedirman, hal ini karena
tempat Soedirman yang berada di medan pertempuran bertolak belakang dengan tempat
Soekarno yang harus bertahan memimpin rakyat di Yogyakarta.

Soedirman memulai gerakan gerilyanya di Desa Kretek. Seorang utusan menyampaikan


kabar pada Soedirman bahwa sebenarnya Presiden tidak keluar kota tetapi ditahan oleh
Belanda dan memberikan dana taktis yang tertinggal di markas. Lalu, Soedirman
memerintahkan agar dana tersebut diberikan kepada Noly (Komandan Tentara Nasional
Iindonesia) untuk mengurus semua keperluan tentara selama perang.

Radio India menyiarkan tentang keadaan Yogyakarta yang semakin kacau. Belanda
mengancam kesultanan dan mengatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada. Incaran
utama Belanda adalah Soedirman.

Dengan lebih mengenal medan daerah Jawa, hal ini dapat membentuk kantong-kantong
perlawanan di setiap daerah untuk menciptakan Jawa menjadi medan gerilya yang luas.
Dukungan dari rakyat merupakan senjata yang paling ampuh dalam melawan Belanda yang
hanya mengandalkan senjata belaka, itulah perkataan Soedirman untuk membangkitkan
semangat pasukannya ketika berada di medan gerilya.

Saat bermalam, datang seorang warga yang menyelinap masuk ke tempat


persembunyian, bernama Karsani yang ingin ikut serta dalam perang gerilya.

Kemudian, Belanda kembali menjatuhkan bom dan serangan lainnya di tempat


persembunyian TNI. Ada seorang mata-mata yang memberikan info kepada Belanda bahwa
Soedirman masih berada di Wonosari. Ternyata markas Belanda berada di dekat markas
persembunyian TNI. Hal ini diketahui TNI karena Karsani yang mencuri dokar dari markas
Belanda.

Belanda lagi-lagi melakukan penyerangan dengan menjatuhkan bom di Kediri. Panglima


besar Soedirman memberitahukan kepada komando-komando bawahannya dan teritorium Jawa
bahwa tentara Nasional Indonesia harus lebih waspada, lebih kuat, dan lebih menguasai
wilayah-wilayah Indonesia, khususnya yang menjadi cakupan dalam perang gerilya ini.

Soedirman mengatakan bahwa perang gerilya dari dalam hutan bukanlah sikap takut
terhadap musuh, tetapi merupakan taktik berperang dengan cara melakukan serangan, lalu
berlari dengan penuh perhitungan, memanfaatkan persenjataan seadanya untuk menguras
tenaga musuh. Tidak jarang Belanda begitu dekat dengan pasukan TNI, dengan amunisi yang
serba terbatas, tentu pasukan Soedirman tidak akan gegabah dalam melawan Belanda. Hanya
kebesaran Tuhan yang menjadi kekuatan para pasukan TNI.

Senjata bukan lagi yang utama. Perang bukan lagi melawan penjajah, tetapi melawan
kejahatan, itulah yang terus dikatakan Soedirman.
Belanda memasuki tempat persembunyian TNI dan mencari Soedirman. Soedirman dan
pasukan lain menyamar menjadi pasukan biasa dan seakan sedang melakukan acara tahlilan.
Tentara Belanda tidak mengetahui secara tepat sosok Soedirman, jadi mereka menanyakannya
kepada pengkhianat (seorang mata-mata) dari Indonesia yang termasuk salah satu dari tentara
republik, bernama Kunto. Tapi tentara Belanda tidak percaya dengan apa yang Kunto katakan
dan Kunto dianggap telah berbohong, akhirnya Kunto ditembak mati.

Dilanjutkan dengan aksi penangkapan Tan Malaka dan para pengikutnya, karena
gerakan komunis yang dipimpinnya dianggap sudah semakin membahayakan kesatuan
Indonesia.

Noly diperintahkan Jenderal Soedirman untuk menyusup ke Yogyakarta guna memantau


situasi di sana sekaligus memberikan surat kepada Sri Sultan yang terkait dengan serangan
umum. Sesuai saran Sri Sultan, bahwa pasukan gerilya akan menyerang kota pada siang hari,
tepatnya di depan gedung para delegasi KTN.

70 tahun lagi negeri ini akan tenang, damai, makanan berlimpah, dan kesejahteraan
terjamin, kata Karsani.

Saat diperintahkan mencari Hanum yang diberikan amanah untuk memberikan sepucuk
surat yang ditulis oleh Jendral Soedirman untuk istrinya di Yogyakarta, Karsani pun langsung
pergi untuk memberitahukan Hanum bahwa tentara Belanda sedang berada di sekitar mereka.
Ternyata Hanum tertidur di balik pohon dan sudah banyak tentara Belanda yang lewat di
belakangnya, tetapi Hanum berhasil lolos dari kerumunan tentara Belanda. Karsani yang berniat
menyelamatkan Hanum pun malah tertangkap dan ditembak mati. Pada napas terakhirnya,
dengan lantang ia mengucapkan kata “Merdeka!”

Karena perundingan begitu alot, Muhammad Hatta didatangkan ke Jakarta dari


pengasingannya di Bangka untuk melakukan perundingan lanjutan. Mr. Roem dipilih sebagai
wakil dari Indonesia dan Tuan Van Royen dari pihak Hindia Belanda. Selain itu, Sri Sultan
Hamengkubowono IX juga turut hadir di dalam perundingan ini.

Pada Perundingan Roem-Royen maka dihasilkan keputusan bahwa, pemerintah


Indonesia akan segera mengeluarkan perintah untuk menghentikan perang gerilya dan kedua
pihak turut bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian, keamanan, serta ketertiban.

Pemerintahan sudah kembali ke Yogyakarta. Bung Karno mengutus utusan untuk


menjemput Jenderal Soedirman. Utusan itu mengatakan bahwa keadaan Yogyakarta sudah
aman.

Soedirman tetap tidak percaya bahwa Belanda akan pergi begitu saja dari Yogyakarta,
masih ada kemungkinan Belanda akan kembali menyerang Yogya untuk ketiga kalinya.
Menurutnya, penyelesaian pertikaian antara Belanda dan Indonesia dengan perundingan selalu
meremehkan status TNI. Soedirman bingung bagaimana caranya melakukan genjatan senjata,
sedangkan perang bergerilya bukan perang terbuka. Kedudukan Indonesia sekarang seperti
sedang di atas angin. Yang dimiliki Republik saat ini adalah Tentara Nasional yang bermartabat
dan akan terus memperjuangkan kemerdekaan untuk Indonesia.

Banyak pihak yang menginginkan Soedirman untuk kembali ke Yogyakarta, hal ini
membuatnya semakin bingung. Menurutnya dengan kembali ke Yogya sama artinya dengan
menghentikan perang.
Film ini diakhiri dengan kembalinya Jendral Soedirman ke Yogyakarta dan ia
menyerahkan pemerintahan militer kepada pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Soekarno-
Hatta. Soedirman meminta izin untuk tetap melakukan tugasnya sebagai tentara dan kembali
berkumpul bersama keluarganya.

Pada tanggal 29 Januari 1950, dengan umurnya yang menginjak usia 34 tahun,
Soedirman akhirnya wafat karena penyakit paru-parunya yang semakin parah dari hari ke hari.

Interprestasi:

Dari film ini yang dilihat dari tema yang diangkat yaitu riwayat perjuangan Jenderal
Soedirman, orang-orang akan mengetahui sejarah tentang kemerdekaan Indonesia. Bagaimana
sulitnya mempertahankan kemerdekaan yang sudah diperjuangkan sekuat tenaga yang akan
dirampas kembali oleh Belanda.

Tetapi bagi penonton awam yang tidak tahu banyak mengenai sejarah Jendral
Soedirman akan sedikit bingung mengikuti jalan cerita. Karena di sepanjang film tidak diberikan
keterangan teks yang menunjukkan momen apa yang sedang terjadi atau siapa saja tokoh
penting yang terlibat di dalamnya. Bahkan, suara para pemeran yang tidak begitu jelas sehingga
sulit memahami isi percakapan yang mereka lakukan.

Pengambilan detail di film ini cukup bagus. Keadaan masyarakat pada masa itu seperti
dihidupkan kembali, seperti pemukiman dan pasar tradisional yang terlihat sangat nyata.
Penggunaan senjata serta seragam yang dikenakan para prajurit turut membuat suasana
semakin nyata. Namun sayang efek kamera yang digunakan pada saat peperangan dan terlebih
lagi pada saat pengeboman kurang halus sehingga terlihat sangat palsu.

Setting tempat yang dipilih dalam perang gerilya lumayan bagus seperti pegunungan,
danau, matahari terbit, hutan, dan sebagainya. Secara tidak langsung dalam perjalanan Jendral
Soedirman dan para TNI melakukan perang gerilya ini telah menunjukkan betapa indahnya
hamparan alam Indonesia.

Penggunaan berbagai bahasa pada film ini juga cukup menarik. Percampuran antara
Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, dan Bahasa Belanda yang cukup menghidupkan suasana.

Pemeran yang dipilih untuk memerankan peran juga dirasa kurang cocok. Adipati
Dolken yang memerankan Jendral Soedirman belum terlihat maksimal dalam mendalami
karakter Jendral Soedirman, karena wajah dan jemarinya terlihat begitu halus untuk ukuran
seorang prajurit perang. Begitu pula Baim Wong yang memerankan tokoh Soekarno seperti
kurang berwibawa sehingga terlihat kurang mendalami perannya.

Tetapi pemilihan tokoh seperti Adipati Dolken, Ibnu Jamil, dan Baim Wong yang secara
fisik terlihat gagah, keren, dan energik dapat menarik minat para penonton, khususnya kalangan
muda.

Juga dengan dihadirkannya tokoh Karsani, setidaknya ini bisa membuat penonton keluar
sejenak dari kejenuhan dan ketegangan dalam film, meskipun sebenarnya film ini kurang begitu
menegangkan. Jalan ceritanya pun mudah ditebak, seperti terjadinya peristiwa yang berulang-
ulang “ke hutan, penembakan, ke rumah warga, sembunyi, ketahuan, lolos."

Saran untuk film :


1. Penggambaran gerilya yang dilakukan selama 7 bulan akan lebih menarik jika dilengkapi
dengan panduan berupa keterangan kecil.
2. Akan lebih menarik jika diberi kejutan-kejutan yang tidak diduga sebelumnya oleh para
penonton.

Saran untuk pembaca:

Di balik kelemahan-kelemahannya, film ini sangatlah menakjubkan. Dari film ini, kita
dapat mengetahui betapa luar biasanya perjuangan Jendral Soedirman dan para pasukan TNI
dalam mempertahankan kemerdekaan yang sudah seharusnya menjadi hak milik seluruh
Bangsa Indonesia dari tangan-tangan pihak asing yang ingin terus menjajah Indonesia.

Ringkasan:

Jenderal Soedirman adalah panglima besar Tentara Nasional Republik Indonesia yang
gagah, berani, dan pantang menyerah. Bersama dengan para TNI melakukan gerilya untuk
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai halangan,
tantangan, ancaman, dan gangguan yang menghadang. Betapa sulit untuk menempuh tujuan
tersebut, tidak menggoyahkan mereka untuk berkorban demi kemerdekaan 100%. Hasil dari
perjuangan mereka, akhirnya Bangsa Indonesia dapat memperoleh kemerdekaan. Cita-cita
Karsani yang mengatakan bahwa 70 tahun lagi Indonesia akan tenang, damai, makanan
berlimpah, dan kesejahteraan terjamin, benar-benar terwujud.

Perang gerilya yang dipimpin oleh Soekarno

Jenderal Soedirman bersama dengan Pemerintahan Militer, Ir. Soekarno bersama


dengan Pemerintahan Sipil, serta semua rakyat Indonesia, pada dasarnya telah berjuang demi
mencapai dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia 100%. Hanya saja, yang
membedakannya adalah sikap dan strategi mereka dalam mencapai tujuan tersebut.

Segala sesuatu yang sudah kita peroleh dengan susah payah, tentunya kita tidak akan
membiarkan satu orang pun yang boleh menyentuhnya atau bahkan merampasnya. Dengan
segenap tenaga dan seluruh jiwa akan dikerahkan untuk mempertahankannya. Kita akan
mempertahankannya tanpa peduli apa pun, karena kita mengetahui betapa sulit dan berapa
banyak hal yang kita korbankan untuk mendapatkannya.

Anda mungkin juga menyukai