Anda di halaman 1dari 117

KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN NON


HEMORAGIC STROKE (NHS) DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

OLEH:

ESRA PAREREU (NS2214901047)


FEBRIANTI (NS2214901052)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS
MAKASSAR
2023
KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN NON


HEMORAGIC STROKE (NHS) DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

OLEH:

ESRA PAREREU (NS2214901047)


FEBRIANTI (NS2214901052)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS
MAKASSAR
2023

ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmat dan berkat serta penyertaan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Non Hemoragic Stroke (Nhs)
Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Labuang Baji Makassar‟‟.
Dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini penulis mendapat
banyak dukungan baik moril, material maupun spriritual dari berbagai
pihak. Tanpa dukungan dan bantuan dari segala pihak penulis tidak
mungkin dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini sebagaimana
mestinya. Penulis karya ilmiah akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi
salah satu tugas akhir bagi kelulusan mahasiswa/mahasiswi Program
Profesi di STIK Stella Maris Makassar.
Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Siprianus Abdu, S.Si.,Ns.,M.Kes selaku Ketua STIK Stella Maris
Makassar yang telah banyak memberikan masukan, pengetahuan
serta motivasi untuk menyusun karya ilmiah akhir ini.
2. Fransiska Anita, Ns.,M.Kep.Sp.Kep.MB selaku Wakil Ketua Bidang
Akademik STIK Stella Maris Makassar yang telah memberikan banyak
masukan kepada penulis saat penyusunan karya ilmiah akhir.
3. Matilda Martha Paseno, Ns.,M.Kes selaku Wakil Ketua Bidang
Administrasi, Keuangan, Sarana Dan Prasarana STIK Stella Maris
Makassar yang telah memberikan semangat dan motivasi selama
menjadi mahasiswi.
4. Elmiana Bongga Linggi, Ns., M.Kes selaku Wakil Ketua Bidang
Kemahasiswaan dan sekaligus selaku penguji 1 yang telah
memberikan saran dan masukkan pada saat melaksanakan ujian
Karya Ilmiah Akhir di STIK Stella Maris Makassar.

vii
5. Mery Sambo, Ns.,M.Kep. selaku ketua Program Profesi Ners STIK
Stella Maris Makassar dan pembimbing akademik yang selaku
membimbing dan memberikan motivasi.
6. Nikodemus Sili Beda, Ns., Kep selaku pembimbing 1 dan Asrijal Bakri,
Ns., M.Kes selaku pembimbing dosen 2 yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama proses
menyelesaikan penyusunan karya ilmiah akhir ini.
7. Wirmando, Ns., M.Kep selaku penguji 2 yang telah memberikan saran
dan masukkan pada saat melaksanakan ujian Karya Ilmiah Akhir di
STIK Stella Maris Makassar.
8. Segenap Dosen beserta Staf STIK Stella Maris yang telah
membimbing dan membekali penulis berupa ilmu pengetahuan di
bidang keperawatan selama mengikuti pendidikan.
9. Teristimewa untuk kedua orangtua tercinta dari Esra Parereu (Kanna
Parereu dan Martha Dapa) dan kedua orangtua tercinta dari Febrianti
(Lukas Lolo Bua dan Dorkas. M), serta semua keluarga dan sahabat
yang telah memberikan dukungan, motivasi, bantuan doa, perhatian
dan kasih sayang selama penulis mengikuti pendidikan di STIK Stella
Maris Makassar.
10. Untuk teman-teman mahasiswa/i STIK Stella Maris Profesi Ners
angkatan tahun 2022 yang selalu bersama-sama baik suka maupun
duka dalam menjalani penyusunan karya ilmiah akhir ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini masih memiliki


kekurangan, „‟tak ada gading yang tak retak‟‟, untuk itu penulis
mengharapkan adanya kritikan dan saran yang besifat membangun dari
semua pihak demi kesempuranaan karya ilmiah akhir ini.

Makassar, 8 Juni 2023

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN i


HALAMAN SAMPUL DEPAN ii
PERYATAAN ORISINALITAS iii
HALAMAN PESETUJUAN KARYA ILMIAH AKHIR iv
HALAMAN PENGESAHAN v
PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH xv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 3
1. Tujuan Umum 3
2. Tujuan Khusus 3
C. Manfaat Penulisan 4
1. Bagi Instansi Rumah Sakit 4
2. Bagi Profesi Ners 4
3. Bagi Institusi 4
D. Metode Penulisan 4
1. Studi Kepustakaan 4
2. Studi Kasus 5
3. Wawancara 5
E. Sistematika Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis 6
1. Pengertian 6

ix
2. Anatomi Fisiologi 7
3. Etiologi 13
4. Patofisiologi 15
5. Patoflow Diagram 17
6. Klasifikasi 22
7. Manifestasi 24
8. Pemeriksaan Diagnostik 26
9. Penatalaksanaan 27
10. Komplikasi 29
B. Konsep Dasar Keperawatan 30
1. Pengkajian Keperawatan 30
2. Diagnosis Keperawatan 31
3. Intervensi Keperawatan 31
4. Implementasi Keperawatan 38
5. Evaluasi Keperawatan 39
6. Discharge Planning 40
BAB III PENGAMATAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan 44
B. Analisa Data 56
C. Diagnosis Keperawatan 58
D. Intervensi Keperawatan 59
E. Implementasi Keperawatan 61
F. Evaluasi Keperawatan 64
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
A. Pembahasan Askep 73
1. Pengkajian Keperawatan 73
2. Diagnosis Keperawatan 76
3. Intervensi Keperawatan 78
4. Implementasi Keperawatan 80
5. Evaluasi Keperawatan 81
B. Pembahasan Penerapan EBN 82

x
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 87
1. Pengkajian 87
2. Diagnosis Keperawatan 87
3. Intervensi Keperawatan 87
4. Implementasi Keperawatan 87
5. Evaluasi Keperawatan 88
6. Dokumentasi 88
B. Saran 88
1. Bagi Instansi Rumah Sakit 88
2. Bagi Profesi Keperawatan 88
3. Bagi Institusi Pendidikan 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 cerebrum 7


Gambar 1.2 Sirkulasi Willisi 12

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup


Lampiran 2 Lembar Konsul Karya Ilmiah Akhir

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium 58


Tabel 3.2 Analisa Data 60
Tabel 3.3 Diagnosa Keperawatan 62
Tabel 3.4 Intervensi Keperawatan 63
Tabel 3.5 Implementasi Keperawatan 65
Tabel 3.6 Evaluasi Keperawatan 68

xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

% : Presentase
< : Lebih kecil dari
≥ : Lebih dari atau sama dengan
Kemenkes : Kementrian kesehatan
WHO : Word Health Organization
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
IV : Intravena
O2 : Oksigen
IGD : Unit Gawat Darurat

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan di era globalisasi menuntut adanya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut menyebabkan
perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan
menyediakan segalanya dipenuhi dengan cara yang lebih mudah.
Kebiasaan seperti demikian membuat masyarakat semakin malas
untuk beraktivitas dan menjalankan pola hidup yang tidak sehat.
Kesehatan merupakan hal yang harus di prioritaskan dalam hidup,
karena jika tubuh tidak dalam kondisi sehat, maka melakukan
berbagai aktivitas akan sangat terbatas. Seringkali dalam keadaan
tidak sehat merasa tidak memiliki keluhan, banyak orang yang tidak
peduli dan abaikan akan waktu sehatnya. Gaya hidup adalah perilaku
dan aktivitas sehari-hari individu dalam pekerjaan, aktivitas dan
kebiasaan. Pola makan yang tidak sehat dapat mendatangkan
berbagai macam penyakit fisik yaitu salah satunya stroke dimana
stroke ialah penyakit kematian dan menjadi penyebab disabilitas di
seluruh dunia (Wijianto & Yuda, 2023).
Stroke adalah kerusakan pada otak yang muncul mendadak,
progresif dan cepat akibat peredaran darah otak non traumatik atau
gangguan fungsi otak akibat aliran darah ke otak mengalami
gangguan sehingga nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan otak tidak
terpenuhi dengan baik. Gangguan tersebut secara mendadak
menimbulkan gejala antara lain kelumpuhan sesisi wajah atau
anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo),
perubahan kesadaran dan gangguan penglihatan (Utama &
Nainggolan 2022). Berdasarkan patologisnya, stroke dibagi menjadi 2
tipe yaitu non hemoragic stroke dan hemoragic stroke. Non hemoragic
stroke merupakan stroke yang disebabkan karena terjadinya

1
2

pembuluh darah di otak oleh thrombosis atau emboli sehingga suplai


glukosa dan oksigen ke otak berkurang atau terjadi kematian sel dan
jaringan otak. Hemoragic stroke pecahnya pembuluh darah di sekitar
atau di dalam otak, sehingga suplai darah tidak sampai ke jaringan
otak dan menyebabkan fungsi otak terganggu. Selain itu faktor resiko
yang dapat menyebabkan terjadinya stroke yaitu faktor resiko yang
dapat diubah terdiri dari hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus,
kenaikan kadar kolestrol, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, sering
mengkonsumsi alkohol dan merokok. Sedangkan, faktor resiko yang
dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras dan genetik (Indriyani et al.,
2023).
Data yang diperoleh dari Word Health Organization (WHO)
menunjukkan bahwa setiap tahunya ada 13,7 juta kasus baru stroke,
dan sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat penyakit stroke. Data
American Health Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 40
detik terdapat 1 kasus baru stroke dengan prevalensi 795.000 pasien
stroke baru atau berulang terjadi setiap tahunnya dan kira-kira setiap
4 menit terdapat 1 pasien stroke ini mencapai 1 per 20 kematian di
Amerika Serikat (Nurani, 2022).
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar, prevalensi kasus
stroke di indonesia semakin meningkat di setiap tahunnya. Prevalensi
kasus stroke di indonesia mencapai 10,9 % permil, prevalensi ini
meningkat dibandingkan tahun 2013 dimana-mana angka kejadian
stroke di indonesia mencapai 7,0 % permil. Kasus stroke tertinggi
yang terdiagnosa tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas yaitu
50,2 % dan terendah pada kelompok usia < 55 tahun yaitu sebesar
32,4 %. Adapun prevalensi di Sulawesi Selatan pada tahun 2013
angka kejadian stroke meningkat yaitu dari 7,1 % menjadi 10,2 %
pada tahun 2018 (RISKESDAS, 2023).
Berdasarkan uraian diatas maka penyakit Non Hemoragic
Stroke (NHS) merupakan hal yang sangat penting dimana melihat
3

angka kejadian diatas, perawat berperan penting untuk menangani


masalah pasien stroke yaitu dengan upaya peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif). Peran perawat dalam hal ini sangat penting
dimana bisa dilakukan dalam upaya promotif dilakukan dengan
mengadakan promosi kesehatan dalam upaya peningkatan
pengetahuan mengenai penyakit stroke, hal ini karena mengingat
masih sangat minimnya informasi pengetahuan masyarakat terkait
faktor-faktor risiko, gejala dan tanda awal penyakit stroke.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
mengambil kasus ini untuk menerapkan serta membahas kasus ini
dalam bentuk karya ilmiah akhir yang berjudul „‟Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Non Hemoragic Stroke (NHS) di Instalasi Gawat
Darurat RSUD Labuang Baji Makassar‟‟ dengan harapan mampu
menerapkan asuhan keperawatan yang efektif dan berkualitas.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengetahuan dan pengalaman nyata dalam
melakukan prosedur asuhan keperawatan di RS pada pasien Non
Hemoragic Stroke (NHS)
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian pada pasien yang mengalami Non
Hemoragic Stroke (NHS)
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Non
Hemoragic Stroke (NHS)
c. Menetapkan rencana keperawatan pada pasien dengan Non
Hemoragic Stroke (NHS)
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
Non Hemoragic Stroke (NHS)
4

e. Melaksakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Non


Hemoragic Stroke (NHS)

3. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah sakit
Sebagai pedoman atau acuan dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan terutama dalam memberikan pelayanan
kesehatan pada masyarakat khusunya mereka yang menderita
penyakit Non Hemoragic Stroke.
2. Bagi Profesi Ners
Sebagai acuan dalam meningkatkan kinerja profesi
keperawatan dalam mengatasi masalah keperawatan pada
pasien yang mengalami Non Hemoragic Stroke, baik dalam
pencegahan maupun menanggulangi masalah keperawatan
yang telah terjadi.
3. Bagi Institusi
Sebagai bahan acuan dalam menunjang pengetahuan bagi
peserta didik dalam melaksanakan asuhan keperwatan pada
pasien Non Hemoragic Stroke (NHS)

4. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir ini adalah:
1. Studi kepustakaan
Mengambil beberapa literature sebagai sumber dan acuan
teori dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir mengenai Non
Hemoragic Stroke
5

2. Studi kasus
Dengan melakukan pengamatan langsung di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Labuang Baji Makassar
3. Wawancara
Data-data pendukung lainya didapatkan dari hasil
wawancara dengan keluarga pasien

5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Karya Ilmiah tentang Non Hemoragic
Stroke ini dimulai dengan Bab I pendahuluan yang berisi latar
belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan
dan sistematika penulisan. Pada Bab II tinjauan pustaka yang berisi
definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, patoflow diagram,
manifestasi klinis, tes diagnostik, penatalaksanaan medis,
komplikasi. Selain itu, ada juga konsep dasar keperawatan dan
diakhiri dengan perencanaan pulang (discharge planning).
Selanjutnya pada Bab III pengamatan kasus yang berisi ilustrasi
kasus, pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan,
perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan. Pada Bab IV pembahasan kasus yang berisi
pembahasan askep dan pembahasan penerapan evidence based
nursing dan Bab V simpulan dan saran yang berisi simpulan dan
saran dari keseluruhan Karya Ilmiah Akhir ini. Kemudian pada akhir
Bab V dilengkapi daftar pustaka.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medik


1. Pengertian
Non hemoragik Stroke adalah stroke yang disebabkan karena
penyumbatan pembuluh darah di otak oleh trombosis ataupun
emboli sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan
terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai (Anas et al.,
2021). Non hemoragic stroke merupakan suatu kondisi dimana
aliran darah ke otak terhenti karena penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah (aterosklerosis) atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak (Hartaty & Haris,
2020).
Non hemoragic stroke adalah kerusakan jaringan otak yang
disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu
kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Non hemoragic
stroke dapat disebabkan oleh trombosis dan emboli, dimana sekitar
80-85% menderita penyakit non hemoragic stroke dan 20% sisanya
adalah hemoragic stroke yang dapat disebabkan oleh perdarahan
intraserebrum hipertensi dan perdarahan subarachnoid (Wilson &
Pride, 2019).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa non
hemoragic stroke merupakan gangguan sirkulasi darah ke otak
yang disebabkan oleh adanya sumbatan pada dinding pembuluh
darah (trombus dan embolus) sehingga mengakibatkan terjadinya
iskemik yang dapat menimbulkan tanda dan gejala sesuai dengan
daerah yang terganggu.

6
7

2. Anatomi Fisiologi
Otak mengendalikan semua fungsi tubuh, otak merupakan
pusat keseluruhan tubuh. Jika otak sehat maka akan mendorong
kesehatan mental. Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal
dengan cairan cerebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini
mengelilingi ruang subaraknoid di sekitar otak dan medulla spinalis.
Cairan ini juga mengisi ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma
darah dan cairan interstisial dan dihasilkan oleh pleksus koroid dan
sekresi oleh sel-sel ependemal yang mengelilingi pembuluh darah
serebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan
ini adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan
medulla spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrient
dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis
(Nusatirin, 2018).

Gambar 1.1 Cerebrum (Suarez, 2022)

a. Otak besar (Cerebrum)


Merupakan bagian otak yang terbesar 85% yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks.
Lapisan paing luar serebrum disebut sebagai korteks serebri,
memiliki tebal 2-5 mm. istilah neokorteks sering digunakan untuk
merujuk korteks serebri kecuali pada bagian olfaktorius dan dari
daerah hipokampus. Kedua korteks serebri kanan dan kiri
8

menginterprestasi data sensori, menyimpan memori,


mempelajari dan membentuk konsep akan tetapi setiap hemisfer
mendominasi hemisfer yang lain dalam beberapa fungsi.
Sebagai contoh pada sebagian besar orang, korteks kiri memiliki
dominasi untuk asimilasi pengalaman sensoris seperti informasi
visual dan aktivitas seperti menari, senam, senam, musik, dan
apresiasi seni.
Di dalam otak besar terdapat beberapa lobus, yaitu:
1) Lobus frontalis
Korteks motorik mengatur aktivitas motorik. Area brocca
terletak di anterior korteks motorik primer dan superior sulkus
lateralis mengkoordinasikan aktivitas muskular kompleks
mulut, lidah, dan laring serta memungkinkan pembicaraan
ekspresif (motorik). Kerusakan pada area ini akan
menyebabkan klien tidak bisa bicara dengan jelas, suatu
gangguan yang disebut afasia brocca.
2) Lobus parietalis
Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak di
belakang sulkus sentralis, di atas fisura lateralis dan meluas
ke belakang ke fisua parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan
daerah sensorik primer otak untuk rasa raba dan
pendengaran.
3) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis adalah lobus posterior korteks serebrum.
Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis
dan di atas fisura-fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini
menerima informasi yang berasal dari retina mata.
4) Lobus temporalis
Terletak dibawah (inferior) ulkus lateralis. Lobus temporalis
mengandung area reseftif auditori primer (interprestasi) dan
area asosiasi auditori. Memori bahasa disimpan di area
9

asosiasi auditori lobus temporalis kiri. Kerusakan area ini


akan menyebabkan seseorang tidak dapat memahami
bahasa yang diucapkan atau di tulis atau mengenal
memfasilitasi pemahaman bahasa terletak di area Wernicke.
Lobus ini juga terlibat dalam interprestasi bau dan
penyimpinan ingatan.
b. Otak kecil (Cerebellum)
Otak kecil terletak difosa serebri posterior di bawah
tentorium serebelum yaitu durameter yang memisahkannya dari
lobus oksipital serebrum. Merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot melalui suatu mekanisme
kompleks dan umpan balik juga memungkinkan sistem somatik
tubuh untuk bergerak secara tepat dan terampil.
Cerebellum merupakan bagian penting dari susunan saraf
pusat secara tidak sadar mengendalikan kontraksi otot-otot
volunteer secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum yaitu:
lobus anterior, lobus medialis, dan lobus fluccolonodularis. Lobus
anterior merupakan paleocerebellum yang menerima masukan
rangsang dari ujung-ujung proprioseptif dalam otot dan tendon
serta dari reseptor raba dan tekan. Lobus medialis merupakan
neocerebellum yang tidak berhubungan dengan gerak volunter.
Cerebellum terdiri atas substansia alba dan grisea.
Cerebellum mengintegrasikan informasi sensoris berkaitan
dengan posisi bagian tubuh, koordinasi gerakan otot skleletal
dan mengatur kekuatan otot yang penting untuk keseimbangan
dan postur.
c. Batang otak (Brainstem)
Batang otak berhubungan dengan diensefalon di atasnya dan
medulla spinalis di bawahnya, struktur-struktur fungisonal batang
otak yang penting adalah jaras asenden, formasio retrikularis
dan desenden trakturs longitudinalis antara medulla spinalis dan
10

bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf


kranial. Batang otak secara garis besar terdiri atas:
1) Diensephalon
Diensphalon merupakan bagian atas otak yang terdapat
diantara serebellum dan mesensefalon. Kumpulan dari sel
saraf yang terdapat dibagian depan lobus temporalis
terdapat kapsul interna dengan sudut menghadap
kesamping. Diensephalon tersusun atas thalamus dan
hipotalamus. Thalamus menyalurkan semua informasi
asesendens (sensorik) kecuali penghindu menuju ke sel
kortikal. Hipotalamus mengatur fungsi sistem saraf autonom
seperti denyut jantung, tekanan darah, keseimbangan air
dan elektrolit, motilitas lambung dan usus, suhu tubuh, berat
badan, dan siklus tidur terjaga. Fungsi lain dari diensephalon
adalah mengecilkan pembuluh darah, membantu proses
pernapasan, mengontrol kegiatan refleks, membantu kerja
jantung.
2) Menesefalon
Merupakan penghubung antara pons dan serebellum
dan serebrum. Fungsinya membantu pergerakan mata dan
mengangkat kelopak mata, memutar mata dan pusat
pergerakan mata.
3) Pons
Merupakan penguhung antara mesenfalon dengan medulla
oblongata, fungsinya membantu dalam regulasi pernapasan
dan rasa raba, rasa nyeri dan rasa suhu.
4) Medulla oblongata
Merupakan struktur batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.
Medulla oblongata mengandung nucleus atau badan sel
berbagai saraf yang penting. Selain itu medulla mengandung
11

pusat-pusat vital yang berfungsi mengendalikan pernapasan


dan sistem kardiovaskuler.
d. Spinal
Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf
panjang dan ramping yaitu korda spinalis. Dari korda spinalis
keluar saraf-saraf spinalis berpasangan melalui ruang yang
dibentuk tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan. Saraf
spinalis diantaranya 8 saraf servikalis, 12 saraf torakalis, 5 saraf
lumbaris, 5 saraf sakralis dan 1 saraf koksigeus. Sebanyak 31
pasang saraf-saraf spinalis dan 12 pasang saraf kranialis yang
berasal dari otak membentuk sistem saraf perifer. Kesemuanya
bertanggung jawab menjalankan perinta dari otak dalam
pengantar gerak, rasa, reflek tubuh.
e. Sirkulasi Serebral
Dalam sirkulasi darah ke otak diantaranya diperoleh dari
2% dari BB tubuh, 20% cardiac output digunakan otak, 25%
oksigen untuk otak, 65% glukosa untuk obat dimana 90% secara
aerobic dan 10% secara anaerob. Darah dari jantung ke otak
dialirkan oleh 2 arteri carotis internal dan 2 arteri carotis
eksternal kemudian saling berhubungan menjadi arteri basilaris
pada otak. Apabila terjadi sumbatan dalam pembuluh darah dan
sampai mengakibatkan aliran darah otak terhenti selama 3-10
menit makan akan menyebabkan gangguan fungsional otak.
Namun demikian masih ada suatu kompensasi otak kita
terhadap kondisi tersebut. Adanya sirkulus asteriosus willisi
(yang berfungsi memberikan bantuan aliran darah ke otak) dan
efek bayliss (auto regulasi aliran ke otak) dalam rentang sistolik
50-200 mmHg dan diastolik 60-120 mmHg jumlah darah yang
mengalir ke otak diatur konstan atau tetap.
Sirkulasi arteriosus willisi terdapat pada dasar otak yang
merupakan lingkaran arteri yang dibentuk dari cabang-cabang
12

arteri carotid interna anterior dan asrteri cerebral bagian tengah


arteri, penghubung anterior dan posterior. Arteri-arteri pada
sirkulasi willisi memberi rute altenative pada aliran darah jika
salah satu arteri utama tersumbat.

Gambar 1.2 Sirkulasi Willisi (Swaramuslim, 2019)

3. Etiologi
Menurut Sulistiyawati (2020), penyebab Non Hemoragic Stroke
(NHS) yaitu:
a. Faktor Predisposisi
1) Usia
Stroke dapat menyerang siapa saja, semakin tua usia
seseorang maka semakin besar kemungkinan orang
tersebut terkena stroke. Penderita stroke lebih banyak yang
berusia diatas 50 tahun. Dimana pada usia tersebut semua
organ tubuh termaksud pembuluh darah otak menjadi rapuh
2) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga seseorang yang memiliki anggota keluarga
seperti ayah atau ibu, kakek atau nenek, dengan riwayat
13

sakit stroke akan meningkatkan risiko stroke. Sebagian


besar penderita stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam
keluarganya. Keturunan dari penderita stroke diketahui
menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu
proses terjadinya timbunan zat lemak di bawah lapisan
dinding pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya
stroke. Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan
mengesankan bahwa riwayat stroke non hemoragik dalam
keluarga mencerminkan suatu hubungan antara faktor
genetis dengan tidak berfungsinya lapisan dinding pembuluh
darah dalam arteri koronaria.
3) Jenis Kelamin
Faktor risiko berdasarkan jenis kelamin memiliki sedikit
perbedaan. Risiko stroke lebih rentan terjadi pada laki-laki
dibandingan perempuan, tetapi angka kematian akibat stroke
lebih banyak terjadi pada perempuan. Stroke iskemik juga
akan meningkat dengan bertambahnya usia serta kurang
lebih 30% lebih banyak terjadi pada laki-laki. Pada
perempuan stroke banyak terjadi akibat kehamilan,
pemakaian pil KB, dan aneurisma.
b. Faktor Presipitasi
1) Hipertensi
Hipertensi, merupakan faktor risiko tunggal yang paling
penting untuk stroke iskemik maupun stroke pendarahan.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah mendapat
tekanan yang cukup besar. Jika proses tekanan berlangsung
lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding
pembuluh darah sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah.
Hipertensi juga dapat menyebabkan arterosklerosis dan
penyempitan diameter pembuluh darah sehingga
menganggu aliran darah ke jaringan otak
14

2) Merokok
Merokok dapat menyebabkan rusaknya pembuluh darah dan
peningkatan plak pada dinding pembuluh darah yang dapat
menghambat sirkulasi darah. Asap rokok mengandung
beberapa zat tersebut menimbulkan kerusakan dinding arteri
diseluruh tubuh termaksud otak, jantung dan tungkai.
Sehingga merokok dapat menyebabkan terjadinya
arteriosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan
darah menggumpal sehingga resiko terkena stroke
3) Penyakit Jantung
Faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama
penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung
dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas.
Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat kali lebih
cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini
menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara
insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpulan-
gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan
menyebabkan stroke
4) Diabetes Melitus
Penyakit diabetes melitus dapat mempercepat timbulnya
plak pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan risiko
terjadinya stroke iskemik. Seseorang dikatakan menderita
diabetes melitus jika pemeriksaan gula darah puasa > 140
mg/dL, atau pemeriksaan 2 jam post prandial > 200 mg/dL.
Penderita diabates cenderung menderita obesitas, obesitas
dapat mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar
kolestrol, dimana keduanya merupakan faktor risiko stroke
5) Alkohol
Makin banyak komsumsi alkohol dapat menyebabkan
penyakit hipertensi, penurunan aliran darah ke otak dan
15

kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah


sehingga dapat terjadi emboli serebra.

4. Patofisiologi
Stroke iskemik atau stroke penyumbatan disebabkan oleh
oklusi cepat dan mendadak pada pembuluh darah otak sehingga
aliran darah terganggu. Jaringan otak yang kekurangan oksigen
selama lebih dari 60-90 detik akan meurun fungsinya. Thrombus
atau penyumbatan seperti aterosklerosis menyebabkan iskemia
pada jaringan otak dan membuat kerusakan jaringan neuron
sekitarnya akibat proses hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli
yang terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam system peredaran
darah yang bisa terjadi di dalam jantung atau sebagai komplikasi
dari fibrilasi atrium yang terlepas dan masuk ke sirkulasi darah otak,
dapat pula menganggu system sirkulasi otak (Wijaya, 2013).
Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat daerah
otak terbagi menjadi dua daerah keparahan derajat otak, yaitu
daerah inti dan daerah penumbra. Daerah inti adalah daerah atau
bagian otak yang memiliki aliran darah kurang dari 10 cc/100 g
jaringan otak tiap menit. Daerah ini berisiko menjadi nekrosis dalam
hitungan menit. Sedangkan daerah penumbra adalah daerah otak
yang aliran darahnya terganggu tetapi masih lebih baik daripada
daerah inti karena daerah ini masih mendapat suplai perfusi dari
pembuluh darah lainnya. Daerah penumbra memiliki alirah darah
10-25 cc/100 g jaringan otak tiap menit. Daerah penumbra memiliki
prognosis lebih baik dibandingkan dengan daerah inti. Deficit
neurologis dari stroke iskemik tidak hana bergantung pada luas
daerah inti dan penumbra, tetapi juga pada kemampuan sumbatan
menyebabkan kekakuan pembuluh darah atau vasopasme (Suarez,
2022).
16

Kerusakan jaringan otak akibat oklusi atau tersumbatnya


aliran darah adalah suatu proses biomolekular yang bersifat cepat
dan progresif pada tingkat selular, proses ini disebut dengan
kaskade iskemia (ischemic cascade). Setelah aliran darah
terganggu, jaringan menjadi kekurangan oksigen dan glukosa yang
menjadi sumber utama energi untuk menjalankan proses potensi
membrane. Kekurangan energi ini membuat daerah yang
kekurangan oksigen dan gula darah tersebut menjalankan
metabolisme anaerob.
Metabolisme anaerob ini merangsang pelepasan senyawa
glutamate. Glutamate bekerja pada reseptor di sel-sel saraf
(terutama reseptor NMDA/N – methyl – D - aspartame),
menghasilkan influks natrium dan kalsium. Influks natrium membuat
jumlah cairan intraseluler meningkat dan pada akhirnya
menyebabkan edema pada jaringan. Influks kalsium merangsang
pelepasan enzim protolisis (prototese, lipase, nuclease) yang
memecah protein, lemak dan struktur sel. Influx kalsium juga
menyebabkan kegagalan mitokondria, suatu organel membrane
yang berfungsi mengtur metabolisme sel. Kegagalan-kegagalan
tersebut yang membuat sel otak pada akhirna mati atau nekrosis
(Widagdo et al., 2021).
17

PATOFLODIAGRAM

ETIOLOGI

PRESIPITASI PREDISPOSISI

Usia Gen (riwayat Jenis Hipertensi Merokok Alkohol Diabetes melitus Jantung
stroke dalam Kelamin
(>50 tahun)
keluarga)
Mempercepat Efek Zat Merusak sistem Kadar gula darah Stenosis mitral
Laki-Laki pergeseran kimia metabolisme meningkat
Penurunan
dinding (nikotin dan
elastisitas Keluarga yang
pembuluh monoksida) Pembendungan
pembuluh mempunyai Agregasi trombosit
Hormon darah Darah mengandung darah pada
darah stroke menjadi estrogen banyak glukosa dan daerah atrium
pembawa Peningkatan
awal genetis Mengaktivasi lemak
Aliran darah Penghancur konsentrasi
dengan tidak Meningkatkan fibrinogen kaskade
ke otak berfungsinya lemak pada Pembentukan
kadar LDL hematokrit koagulasi Aliran darah melambat thrombus dan
berkurang lapisan sel otot polos
darah dan emboli
pembuluh agregasi
darah dengan platelet Peningkatan Berlangsung lama
baik Penekanan
Plak pada sel hematokrit Terlepasnya
pembuluh endotel gumpalan-
Genetis yang darah lapisan dalam Darah tertahan dan gumpalan
Vaskositas tertumpuk kecil
sama dinding arteri
darah meningkat dipembuluh darah
diwariskan
pada garis
keturunan
18

Penurunan Plak pembuluh Penurunan Atrium fibrilasi Menumpuk pada Terbawa


elastisitas darah aktivitas pembuluh darah yang bersama aliran
pembuluh fibrinolitik distal darah ke
darah dan aliran Pelepasan perifer
darah trombus
Thrombus pada
Peningkatan pembuluh darah
Menyumbat
risiko yang lebih distal
arteri ke
mudahnya Vasokontriksi
otak
penumpukan
plak pada PD

ATEROSKLEROSIS

Trombosis serebral

Obstruksi aliran darah

Penyempitan atau stenosis pembuluh darah

Iskemik pada daerah


terkait
19

K: Herniasi/pergeseran

Edema pada kongesti jaringan sekitar Peningkatan TIK


Peningkatan TIK
berlebihan
PD:
Infark serebral
CT-Scan, Angiografi
serebri, MRI, EEG,
Sinar-X tengkorak
NON HEMORAGIC STROKE (NHS)

AIRWAY BREATHING & CIRCULATION DISABILITY

Sindrom Kerusakan
neurovaskuler nervus I
Aliran darah keotak Kontraksi Sindrom (Olfaktorius),
yang terkena iskemik duodenum dan neurovaskuler nervus IV
Sirkulasi terganggu antrum lambung (Troklearis),
posterior nervus VI
Sirkulasi posterior (Abdusen),
nervus IX
Tekanan
Arteri (Glosofaringeus)
antrum
vertebralis Jantung Oksigen
lambung Arteri vertebralis
memompa lebih menurun dan
meningkat
cepat untuk glukosa
memenuhi menurun
kebutuhan otak
20

Disfungsi nervus X T&G: sesak Metabolisme Peristaltik Disfungsi nervus X Perubahan


(Vagus) nervus IX napas, menurun dan retrograde (Vagus) nervus IX ketajaman
(Glosofaringeus) peningkatan ATP menurun (Glosofaringeus) sensorik,
TD penghiduan,
Lambung penglihatan,
Metabolisme penuh pengecapan
Sekret tertumpuk Proses
disaluran pernapasan Darah anaerob menelan
CV tertahan Tekanan tidak efektif MK : Gangguan
karena intratorakal Persepsi sensori
aterosklerosis Penumpukan
Cairan masuk ke paru asam laktat meningkat Disfagia
SDKI: Persepsi Sensori
yang menyebabkan CO2 akibat
infeksi pada paru-paru gangguan SIKI : Minimalisasi
Terbentuk MK : Gangguan menelan
pengeluaran T&G: rangsangan
aneurisma
pada daerah Muntah SLKI: Status Menelan
Aspirasi iskemik
SIKI : Pencegahan aspirasi
Pecah aneurisma
T&G: sesak napas, T&G: Nyeri
batuk, terdengar kepala, tingkat
ronchi K: HS kesadaran
menurun, TD
MK: Risiko perfusi
tidak stabil
serebral tidak
Edema serebri efektif

SLKI: Perfusi serebral

SIKI:

1. Manajemen TIK

2. Pemantauan TIK
21

MK: Bersihan jalan napas MK: Pola napas tidak efektif


tidak efektif
SDKI: Pola napas
SLKI: Bersihan jalan napas
SIKI:
SIKI:1.Manajemen jalan
napas 1. Manajemen jalan napas

2. Pemantauan respirasi 2. Pemantauan respirasi

K: Peningkatan TIK

T&G:

Nyeri kepala, penurunan


kesadaran, asimetri pupil,
muntah proyektil, nadi cepat,
TD meningkat, respirasi cepat
dan dalam

KEMATIAN
22

5. Klasifikasi
Menurut Rahmawati (2022) Klasifikasi stroke yaitu:
a. Stroke iskemik/Non Hemoragik
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak terhenti
karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat
di pembuluh darah. Biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Stroke iskemik dapat dibagi
menjadi 2 jenis, stroke trombotik dan stroke embolik.
1) Stroke trombotik
Stroke trombotik adalah pembentukan gumpalan darah
(trombus) terbentuk di salah satu arteri yang memasok darah
ke otak. Gumpalan tersebut disebabkan oleh deposit lemak
(plak) yang menumpuk di arteri dan menyebabkan suplai
darah, oksigen berkurang (aterosklerosis) atau terhenti yang
dapat menyebabkan kematian jaringan pada otak. Stroke
trombolitik yang berkaitan dengan hipertensi dan diabetes
mellitus sebanyak 2/3 karena dapat mempercepat proses
aterosklerosis. Faktor yang lain karena pemakaian
kontrasepsi, policetamia vera, hipoksia kronik dan dehidrasi.
Trombus mengakibatkan oklusi lumen arteri yang dapat
menurunkan perfusi, iskemik dan infark.
2) Stroke embolik
Emboli cerebral adalah sumbatan arteri cerebral oleh suatu
emboli yang dapat mengakibatkan nekrosis dan edema area
yang di aliri oleh pembuluh darah yang terlibat. Jenis stroke
ini terjadi akibat adanya sumbatan pada pembuluh darah
otak seperti bekuan lemak, udara dan darah. Thrombus yang
terlepas dari jantung dan tersumbat pada sistem arteri
disebut emboli. Mayoritas emboli berasal dari lapisan
23

endokardium jantung yang berupa jaringan atau plague yang


terlepas dari endocardium kemudian ikut aliran darah dan
menyumbat arteri yang kecil atau pada area bifurkasi.
Penyakit jantung yang sering menyebabkan terbentuknya
emboli yaitu: fibrilasi atrial, miokard infark, endocarditis
infeksi, penyakit jantung reumatik, defek atrial. Ummunya
stroke embolik mempunyai manifestasi klinik yang berat.
Gejala prodromal lebih jarang dibandingkan dengan stroke
trombotik. Onset serangan stroke embolik mendadak dan
mungkin atau tidak berkaitan dengan aktivitas.
Klasifikasi stroke non Hemoragik berdasarkan perjalanan
penyakit atau stadiumnya yaitu:
a) Transient ischemic attack (TIA)
Gangguan neurologis local yang terjadi selama beberapa
menit sampai dengan beberapa jam dan gejala yang
timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b) Stroke involusi
Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan
neurologis semakin berat/buruk dan langsung selama 24
jam bahkan beberapa hari.
c) Stroke komplet
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap, dapat
diawali oleh serangan TIA berulang.
24

6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis stroke non hemoragik menurut Nggebu (2017)
yaitu:
a. Pembagian stroke menurut manifestasi klinisnya:
1) Transient Ischemic Attack (TIA): Serangan akut deficit
neurologis fokal yang berlangsung singkat, kurang dari 24
jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan.
Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama,
memperberat atau malam menetap.
2) Residual Ischemic Neurological Defisit (RIND): Sama
dengan TIA tetapi berlangsung lebih dari 24 jam dan
sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 3 minggu.
3) Completed stroke: Stroke dengan defisit neurologis berat
dan menetap dalam waktu 6 jam, dengan penyembuhan
tidak sempurna dalam waktu lebih dari 3 minggu.
4) Progressive stroke: Stroke dengan deficit neurologis fokal
yang terjadi bertahap dan mencapai puncaknya dalam
waktu 24-48 jam (sistem karotis) atau 96 jam (sistem VB)
dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu 3
minggu.
b. Tanda dan gejala stroke non hemoragik berdasarkan pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi gangguan
peredaran darah sebagai berikut:
1) Arteri Cerebri Anterior
a) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan yang
lebih ringan.
b) Gangguan mental.
c) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e) Bisa terjadi kejang-kejang
25

2) Arteri Cerebri Media


a) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang
lebih ringan.
b) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
3) Arteri Karotis Interna
a) Buta mendadak (amaurosis fugaks).
b) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
c) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan
(hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom
Horner pada sisi sumbatan.
4) Arteri Cerebri Posterior
a) Koma
b) Hemiparesis kontra lateral
c) Ketidakmampuan membaca (aleksia)
d) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
5) Sistem vertebrobasiler
a) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas
b) Meningkatnya refleks tendon
c) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
d) Gejala-gejala serebelum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo)
e) Kehilangan kesadaran sepintas atau pingsan (syncope),
penurunan kesadaran secara lengkap (strupor), koma,
pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat
terhadap lingkungan (disorientasi).
f) Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda
(diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak
dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata
(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah
26

lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua


mata (hemianopia homonim).
g) Gangguan pendengaran
h) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
dengan non hemoragik stroke sebagai berikut (Sulistiyawati, 2020).
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vascular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carespiratori ratean lumbal menunjukkan adanya hernoragi
pada subaraknoid atau perdarahan pada intracranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likur merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-
hari pertama.
c. CT-Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetic untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
27

perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area


yang mengalami lesi infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
system karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

8. Penatalaksanaan
Menurut Rahmawati (2022), penatalaksanaan stroke terbagi atas:
a. Pada fase akut
1) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi
cairan ini penting untuk mempertahankan sirkulasi darah
dan tekanan darah. The American Heart Association sudah
menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam
pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke
hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan
sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik
pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan
hemostasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke,
larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara
hemostasis elektrolit, khususnya kalium dan natrium.
2) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik
mengalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga
kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi
hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolisme
otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat
28

dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau


oksimetri.
3) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Peningkatan intracranial biasanya disebabkan karena
edema serebri, oleh karena itu pengurangan edema,
penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol,
control atau pengendalian tekanan darah.
4) Monitor fungsi pernapasan: Analisa Gas Darah
5) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
6) Evaluasi status cairan dan elektrolit
7) Control kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan,
dan cegah resiko injuri.
8) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
labung dan pemberian makanan.
9) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
10) Monitor tanda-tanda neurologis seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial
dan reflex.
b. Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program manajemen bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbanga tubuh dan rentang gerak
sendi (ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
c. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm
atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau
29

pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus


obstruksi akut.

9. Komplikasi
Menurut Adeba (2022), komplikasi pada penderita stroke,
yaitu:
Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke adalah hemiparese atau
hemiplegia yang berperan satu sisi tubuh lemah atau bahkan bisa
lumpuh atau bahkan bisa lampu. Akibatnya, zat-zat terlarut seperti
kolestrol, kalsium dan lain sebagainya akan mengedap pada
dinding pembuluh darah bila penyempitan pembuluh darah terjadi
dalam waktu lama, akan mengakibatkan suplai darah ke otak
berkurang, bahkan terhenti
a. Hipoksia
Otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
kejaringan
b. Penurunan Darah Serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, darah integritas pembuluh darah serebral
c. Luasnya Area Cidera
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katub jantung prostetik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah leotak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Distrimia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak tidak konsisten dan
penghentian thrombus lokal.
30

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Menurut Reichenbach et al (2019), pengkajian pada pasien Non
Hemoragic Stroke (NHS) yaitu:
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) A (Airway)
Penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas dan adanya benda
asing. Pada pasien yang dapat berbicara dianggap jalan
napas bersih.
2) B (Breathing)
Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada dan adanya sesak napas.
3) C (Circulation)
Nadi teraba lemah dan tidak teratur, takikardia, tekanan
darah meningkat atau menurun, akral teraba dingin, adanya
sianosis perifer
4) D (Disability)
Penilaian pada disability menilai tingkat kesadaran (GCS),
ukuran dan reaksi pupil. Penilaian disability melibatkan
evaluasi fungsi system saraf pusat. Dilakukan penilaian
dengan cepat pada tingkat kesadaran pasien
5) E (Exposure)
Dalam penilaian exposure kita mengkaji secara menyeluruh
melihat apakah ada organ lain yang mengalami gangguan
seperti adanya jejas atau cedera sehingga kita dapat
memberikan perawatan
b. Pengkajian Sekunder
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan alasan utama pasien datang ke
IGD dan memonitor tanda-tanda vital pasien
31

2) Riwayat Penyakit
Apakah pasien pernah mengalami dada akibat Infark
Miokard akut, hipertensi, diabetes melitus
3) Pemeriksaan Head To Toe
Terdapat kelemahan fisik, edema ekstermitas, denyut nadi
perifer melemah, terdengar bunyi jantung tambahan
1) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
b) Pemeriksaan CT Scan
c) Pemeriksaan foto Thorax
2. Diagnosa keperawatan
Berikut adalah uraian dari masalah masalah yang timbul bagi klien
dengan stroke non hemoragik, dengan menggunakan standar
diagnosis keperawatan Indonesia (SDKI) dalam Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, (2017).
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan faktor
risiko embolisme atau hipertensi
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan napas, hipersekresi jalan napas, sekresi yang tertahan
c. Pola napas tidak efektit dibuktikan dengan hambatan upaya
napas
d. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan
serebrovaskuler.
e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan usia lanjut

3. Intervensi
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) merupakan
tolak ukur yang dipergunakan sebagai panduan dalam menyusun
intervensi keperawatan dalam rangka memberikan asuhan
keperawatan yang aman, efektif dan etis (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI 2018).
32

a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan faktor


risiko embolisme atau hipertensi
1) Luaran keperawatan (SLKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…jam
diharapkan perfusi serebral meningkat (L.02014) dengan
kriteria hasil :
a) Tingkat kesadaran meningkat
b) Tekanan intrakranial menurun
c) Sakit kepala menurun
d) Gelisah menurun
e) Nilai rata-rata tekanan darah membaik
2) Intervensi keperawatan (SIKI)
a) Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
(1) Observasi
(a) Identifikasi penyebab peningkatan TIK .
(b) (misalnya lesi, gangguan metabolisme, edema
serebral.
(c) Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
(misalnya tekanan darah meningkat, nadi
melebar, bradikardia, pola napas ireguler,
kesadaran menurun).
(d) Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
(e) Monitor ICP (Intra Cranial Pressure)
(f) Monitor CCP (Cerebral Perfusion Pressure)
(g) Monitor status pernafasan
(2) Terapeutik
(a) Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang.
(b) Berikan posisi semi fowler
(c) Cegah terjadinya kejang
(d) Pertahankan suhu tubuh normal
33

(3) Kolaborasi
(a) Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu.
b) Pemantauan Tekanan Intrakranial
(1) Observasi
(a) Dentifikasi penyebab peningkatan TIK
(misalnya, lesi menempati ruang, gangguan
metabolisme, edema serebral, peningkatan
tekanan vena, obstruksi aliran cairan
serebrospinal, hipertensi intrakranial idiopatik).
(b) Monitor peningkatan TD.
(c) Monitor penurunan frekuensi jantung.
(d) Monitor ireguleritas irama napas.
(e) Monitor tingkat penurunan kesadaran.
(f) Monitor tekanan perfusi serebral.
(2) Terapeutik
(a) Pertahankan posisi kepala dan leher netral.
(b) Dokumentasikan hasil pemantauan.
(3) Kolaborasi
(a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
(b) informasikan hasil pemantauan.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan napas, hipersekresi jalan napas, sekresi yang tertahan
1) Luaran Keperawatan (SLKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…jam
diharapkan bersihan jalan napas meningkat (L.01001)
dengan kriteria hasil :
a) Produksi sputum menurun
b) Mengih menurun
c) Dipsnea menurun
d) Frekuensi napas membaik
34

e) Pola napas membaik


2) Intervensi Keperawatan (SIKI)
a) Manajemen jalan napas
(1) Observasi
(a) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
(b) Monitor bunyi napas tambahan (misalanya
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering).
(2) Terapeutik
(a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift.
(b) Posisikan semi-fowler atau fowler
(c) Lakukan pengisapan lendir <15 detik
(d) Berikan oksigen
(3) Edukasi
(a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
(b) Ajarkan batuk efektif
(4) Kolaborasi
(a) Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik.
b) Pemantauan repirasi
(1) Observasi
(a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
napas.
(b) Monitor pola napas.
(c) Monitor adanya sumbatan jalan napas.
(d) Auskultasi bunyi napas.
(e) Monitor saturasi oksigen.
(2) Terapeutik
(a) Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien.
35

(b) Dokumentasikan hasil pemantauan.


(3) Edukasi
(a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
(b) Informasikan hasil pemantauan.
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas.
1) Luaran Keperawatan (SLKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…jam
diharapkan pola napas membaik (L.01004) dengan kriteria
hasil:
a) Dipsnea menurun.
b) Penggunaan otot bantu napas menurun.
c) Frekuensi napas membaik.
d) Kedalaman napas membaik.
2) Intervensi Keperawatan (SIKI)
a) Manajemen jalan napas
(1) Observasi
(a) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas.Monitor bunyi napas tambahan
(misalanya gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering).
(2) Terapeutik
(a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift.
(b) Posisikan semi-Fowler atau Fowler.
(c) Lakukan pengisapan lendir <15 detik
(d) Berikan oksigen
(3) Edukasi
(a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
(b) Ajarkan batuk efektif
36

(4) Kolaborasi
(a) Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik.
b) Pemantauan repirasi
(1) Observasi
(a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
napas.
(b) Monitor pola napas.
(c) Monitor adanya sumbatan jalan napas.
(d) Auskultasi bunyi napas.
(e) Monitor saturasi oksigen.
(2) Terapeutik
(a) Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien.
(b) Dokumentasikan hasil pemantauan.
(3) Edukasi
(a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
(b) Informasikan hasil pemantauan.
d. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan
serebrovaskular
1) Luaran Keperawatan (SLKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…jam
diharapkan status menelan membaik (L.06052) dengan
kriteria hasil:
a) Mempertahankan makanan dimulut meningkat.
b) Refleks menelan meningkat.
c) Kemampuan mengosongkan mulut meningkat.
d) Kemampuan mengunyah meningkat.
e) Frekuensi tersedak menurun
37

2) Intervensi Keperawatan (SIKI)


Pencegahan aspirasi (1.01018)
a) Observasi
(1) Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan.
(2) Monitor bunyi napas, terutama setelah makan atau
minum.
(3) Periksa residugastar sebelum memberi asupan oral
(4)Periksa kepatenan selang NGT sebelum
pemberian asupan oral.
b) Terapeutik
(1) Posisikan semi fowler (30-45o) 30 menit sebelum
memberi asupan oral.
(2) Pertahankan posisi semi fowler pada pasien tidak
sadar.
(3) Berikan makanan kecil atau lunak
(4) Berikan obat oral dalam bentuk cair.
c) Edukasi
(1) Anjurkan makan secara perlahan.
(2) Ajarkan strategi, mencegah aspirasi.
(3) Ajarkan teknik mengunyah atau menelan

e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan usia lanjut


1) Luaran Keperawatan (SLKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…jam
diharapkan persepsi sensori membaik (L.09083) dengan
kriteria hasil:
a) Verbalisasi melihat bayangan meningkat
b) Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra perabaan
meningkat
c) Respons sesuai stimulus membaik
38

d) Konsentrasi membaik
2) Intervensi Keperawatan (SIKI)
a) Observasi
(1) Identifikasi status mental, status sensori, dan
tingkat kenyamanan (mis. Nyeri, kelelahan)
b) Terapeutik
(1) Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
(mis. Bising, terlalu terang)
(2) Batasi stimulus lingkungan (mis. Suara, cahaya,
aktivitas)
(3) Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istrirahat
c) Edukasi
(1) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi
stimulus

4. Implementasi
Impelementasi merupakan tahap keempat dari proses
keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan
melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada
tahap ini perawata siap untuk melaksanakan intervensi dan aktvitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap
biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan
klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyakit perawatan
kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
kepewaratan berikutnya.
39

Komponen tahap implementasi antara lain:


a Tindakan keperawatan mandiri
b Tindakan keperawatan edukatif
c Tindakan keperawatan kolaboratif
d Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan (Sulistiyawati, 2020).
5. Evaluasi
Tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Terdapat dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan
dan hasil tindakan keperawatan. evaluasi formatif ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini
meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan.
1) S (Subjektif) : data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali
pada klien yang afasia
2) O (objektif) : data objektif dari hasil observasi yang dilakukan
oleh perawat.
3) A (analisis) : masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif
4) P (perencanaan) : perencanaan kembali tentang
pengembangan tindakan keperawatan, baik yang sekarang
maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki
keadaan kesehatan klien.
b. Evaluasi sumatif (Hasil)
40

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua


aktivitas proses keperawatan selesai dilkukan. Evaluasi sumatif
ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi
yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan yaitu:
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukkan
perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian
atau klien masih dalam prses pencapaian tujuan jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien
hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada
kemajuan sama sekali (Sulistiyawati, 2020).

6. Discharge Planning
Adapun perawatan dirumah untuk penderita stroke secara garis
besar adalah sebagai berikut:
a. Menganjurkan pasien untuk mengontrol tekanan darah dan gulah
darah secara teratur minimal sekali seminggu.
b. Menganjurkan pasien untuk menjaga pola hidup sehat, seperti
diet rendah kalori, diet rendah garam dan mengurangi makanan
yang manis.
c. Menganjurkan kepada pasien untuk berolahraga secara teratur.
d. Menganjurkan kepada pasien untuk teratur mengkonsumsi obat
yang telah diberikan dokter sesuai dengan dosis.
e. Menganjurkan kepada keluarga untuk melakukan ROM pada
pasien dan membantu dalam memenuhi kebutuhan pasien di
rumah.
f. Menganjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mengenali
gejala stroke berulang dengan metode FAST yaitu:
41

1) Face droping (wajah tampak terkulai)


2) Arm weakness (kelemahan lengan)
3) Speech difficulty (kesulitan berbicara)
4) Time (saatnya memanggil bantuan)
(Sulistiyawati, 2020).
BAB III

PENGAMATAN KASUS

Pasien atas nama Ny. S usia 67 tahun beragama Islam datang di IGD
RSUD Labuang Baji Makassar pada tanggal 27 Maret 2023 pukul 21.40
WITA. Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh kelemahan sisi
tubuh sebelah kanan, pasien diajak bicara kaku/kurang jelas bicara dan
tidak bisa jalan secara tiba-tiba setelah pasien beristirahat melakukan
pekerjaan rumah sekitar jam 17.20, setelah itu pasien meminta tolong
kepada tetangganya (perawat) untuk dilakukan mengecek tekanan
darahnya karena pasien memiliki riwayat hipertensi sejak lama ±10 tahun
namun pasien tidak teratur minum obat dan ketika dicek tekanan
darahnya didapatkan TD: 200/100 mmHg, sehingga keluarga
memutuskan untuk membawa Ny.S ke Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar. Keluarga pasien mengatakan ketika pasien sementara dalam
perjalanan menuju RS pasien mengalami penurunan kesadaran hingga
sampainya di IGD RSUD Labuang Baji Makassar dan langsung di datangi
oleh dokter dan perawat dan tindakan yang dilakukan adalah pemasangan
infus, pemberian oksigen nasal kanul 5 liter, pemasangan kateter dan
pemberian obat. Pada saat pengkajian didapatkan suara napas tambahan
ronchi pada lapang paru. Hasil observasi TTV: tekanan darah: 202/117
mmHg, nadi, 74 x/menit, pernapasan: 28 x/menit, suhu: 36 ºC, spo2: 93%.
Tampak terpasang infus Rl 500 cc pada tangan (20 tetes/menit) dan
terpasang oksigen nasal kanul 5 liter. Hasil pemeriksaan foto thorax,
kesan: Edema paru limfangitik + efusi pleura basal kiri, CT-Scan kepala,
kesan: infarc lacunar pada gyrus post centralis sinister dan putamen
bilatera, infarc pada centrum semiovale dexter.

42
43

Dari data diatas maka penulis mengangkat dua diangosa keperawatan


yaitu: pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas (cairan di rongga pleura) dan risiko perfusi serebral tidak efektif d.d
hipertensi.
44

A. Identitas Pasien
Nama Pasien (Initial) : Ny. S
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal/Jam MRS : 27 Maret 2023/21.40
Tanggal/Jam Pengkajian : 27 Maret 2023/21.50
Diagnosa Medis : Non Hemoragic Stroke (NHS)

B. Pengkajian
1. Keadaan Umum: Tampak pasien mengalami penurunan kesadaran
2. Triase
☐ Prioritas 1  Prioritas 2 ☐ Prioritas 3 ☐ Prioritas 4☐ Prioritas 5
Alasan (kondisi pada saat masuk):
Pasien penurunan kesadaran dan mengalami defisit neurologis
hemiparese dextra.
3. Penanganan yang telah dilakukan di pre-hospital:
 Tidak ada ☐ Neck collar ☐ Bidai ☐ Oksigen ☐ Infus ☐ RJP
☐ Lainnya:
4. Keluhan Utama: Kelemahan sisi tubuh sebelah kanan
Riwayat Keluhan Utama (Kaji Mekanisme Trauma Jika Pasien
Trauma):
Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh kelemahan sisi
tubuh sebelah kanan, pasien diajak bicara kaku/kurang jelas bicara
dan tidak bisa jalan secara tiba-tiba setelah pasien beristirahat
melakukan pekerjaan rumah sekitar jam 17.20, setelah itu pasien
meminta tolong kepada tetangganya (perawat) untuk dilakukan
mengecek tekanan darahnya karena pasien memiliki riwayat
hipertensi sejak lama ±10 tahun namun pasien tidak teratur minum
obat dan ketika dicek tekanan darahnya didapatkan TD: 200/100
mmHg, sehingga keluarga memutuskan untuk membawa ny.s
kerumah sakit labuang baji. Keluarga pasien mengatakan ketika
45

pasien sementara dalam perjalanan menuju RS pasien mengalami


penurunan kesadaran hingga sampainya di IGD RSUD Labuang
Baji Makassar dan langsung datangi oleh dokter dan perawat dan
tindakan yang dilakukan adalah pemasangan infus, pemberian
oksigen nasal kanul 5 liter, pemasangan kateter dan pemberian
obat. Pada pukul 23.30 pasien tiba mengalami seluruh badan
gemetaran dan penurunan kesadaran dengan GCS: 7, dokter
memutuskan untuk melakukan CT-Scan Kepala dan Pemeriksaan
Foto Thorax dan dokter memutuskan perencanaan pindah ke ruang
ICU. Pada pukul 00.11 dilakukan pemasangan monitor.
5. Riwayat Penyakit Terdahulu:
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat hipertensi
± 10 tahun dan mengkonsumsi obat amplodipin namun pasien tidak
teratur minum obat.
6. Survey Primer
a. Airway dan Control Cervikal
 Paten
☐Tidak paten Suara Napas:

☐ Benda asing  Normal

☐ Sputum ☐ Stridor

☐ Cairan/darah ☐ Snoring

☐ Lidah jatuh ☐ Gurgling

☐ Spasme ☐Tidak ada suara napas

Lainnya : Lainnya:

Fraktur servikal
☐ Ya
 Tidak
Data lainnya: -
46

b. Breathing
Frekuensi : 28 x/menit
Saturasi Oksigen: 93 %
☐ Napas Spontan
☐ Apnea
☐ Orthopnue
 Sesak

Tanda distress
pernapasan:
☐ Retraksidada/interkosta Vocal Fremitus
 Penggunaan otot bantu
napas Suara Tambahan

☐ Cuping hidung ☐ Wheezing


 Ronchi
Irama pernapasan ☐ Rales
☐ Teratur ☐ Lainnya:
 Tidak teratur
☐ Dalam Perkusi

☐ Dangkal ☐ Sonor
 Pekak
Pengembangan Dada ☐Redup
 Simetris Lokasi:
☐ Tidak Simetris
Krepitasi
Suara Napas ☐ Ya
☐ Vesikuler  Tidak
 Broncho-vesikuler
☐ Bronkhial
47

Distensi Vena Jugularis☐ Jejas


Ya ☐ Ya
 Tidak  Tidak
Lokasi:
Luka/Fraktur
☐Ya
 Tidak
Data Lainnya:

c. Circulation
Tekanan Darah: 202/117 mmHg
Suhu: 36 ºC
Nadi : 75 x/menit
Frekuensi: 28x/menit Kulit dan ekstremitas
☐ Tidak Teraba ☐ Hangat
☐ Kuat  Dingin

☐ Lemah ☐ Sianosis

 Teratur ☐ Pucat
☐ Tidak teratur ☐ CRT >2 detik
Mata cekung ☐ Edema
☐ Ya ☐ Lainnya: -
 Tidak
Turgor kulit Diaphoresis
☐ Elastis ☐ Ya
 Menurun  Tidak
☐ Buruk
Nyeri Dada
Bibir  Tidak
☐ Lembab ☐ Ya (Jelaskan PQRST)
 Kering Data Lainnya:-
48

Perdarahan
☐ Ya, Jumlah: -
☐ Tidak: -
Warna: -
Melalui: -

d. Disability
Tingkat Kesadaran GCS Refleks cahaya
Kualitatif : Somnolen  Positif
Kuantitatif : M: 4 ☐ Negatif
V: 3
E: 4 Test Babinsky:
∑:11  Fisiologis
☐Patologis
Pupil
 Isokor Kaku kuduk
☐ Anisokor ☐ Ya
☐ Midriasis  Tidak

Uji Kekuatan Otot:


Kesimpulan: Pasien mengalami kelemahan tubuh bagian
sebelah kanan secara mendadak
Data Lainnya:-

e. Exposure (dikaji khusus pasien trauma), lakukan log roll:


 Tidak ditemukan masalah
☐ Luka
☐ Jejas
Jelaskan: Tidak tampak adanya luka dan jejas pada pasien
49

Data Lainnya: -

f. Foley Chateter
 Terpasang, Output: 30 cc/jam
Warna: kuning keruh
Lainnya: -
 Tidak terpasang

g. Gastric Tube
☐ Terpasang, Output: -
Warna: -
Lainnya: -
 Tidak terpasang

h. Heart Monitor
☐ Terpasang, Gambaran: -
Lainnya: -
 Tidak terpasang

7. Survey Sekunder (dilakukan jika survey primer telah stabil):


Riwayat Kesehatan SAMPLE
a. Symptomp: Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami
penurunan kesadaran secara mendadak, sesak, kelemahan sisi
tubuh sebelah kanan.
b. Alergi: Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki
riwayat alergi apapun baik makanan maupun obat-obatan.
c. Medikasi: Keluarga pasien mengatakan pasien mengkonsumsi
obat ampolidipin tetapi pasien tidak teratur minum obat.
d. Past medical history: Keluarga pasien mengatakan pasien
memiliki riwayat Hipertensi
50

e. Last Oral Intake: Keluarga pasien mengatakan pasien


mengkonsumsi air mineral dan makan nasi, sayur dan ikan
sebelum pasien masuk RS.
f. Events: Keluarga pasien mengatakan pasien tiba-tiba mengalami
kelemahan sisi tubuh sebelah kanan bicara kaku/kurang jelas
bicara dan tidak bisa jalan.

Tanda-Tanda Vital:
TD : 202/117 mmHg
FP : 28 x/menit
Nadi: 75 x/menit
Suhu: 36 ºC
Saturasi: 93 %

Pengkajian Nyeri (Selain Nyeri Dada):


 Tidak ada
☐ Ya. Jelaskan:
P:
Q:
R:
S:
T:
Pengkajian Psikososial:
 Tidak ada masalah ☐ Merasa Sedih
☐ Cemas ☐ Merasa bersalah
☐ Panik ☐ Merasa putus asa
☐ Marah ☐ Perilaku agresif
☐ Sulit berkonsentrasi ☐ Menciderai diri
☐ Tegang ☐ Menciderai orang lain
☐ Takut ☐ Keinginan bunuh diri
51

☐ Lainnya:

g. Pengkajian head to toe:


a) Keadaan rambut: Tampak beruban, tampak sedikit berwarna
hitam, tampak bersih
b) Hidrasi kulit: Kembali <2 detik
c) Palpebra/conjungtiva: Tampak palpebra tidak edema,
tampak conjungtiva tidak anemis
d) Sclera : Tampak sclera pasien tidak ikterik
e) Hidung: Tampak septum berada di tengah, tampak tidak ada
secret atau lesi maupun pendarahan pada hidung
f) Rongga mulut : Tidak tampak stomatitis dan apthae
g) Gigi: Tampak ada karang gigi
Gusi: Tidak tampak peradangan
Gigi palsu: Tidak ada
h) Lidah: Tampak kotor
i) Pharing: Tampak tidak ada peradangan
j) Kelenjar getah bening: Tidak teraba adanya pembesaran
kelenjar getah bening
k) Abdomen
Inspeksi : Tampak perut datar, tidak tampak adanya
bayangan vena
Palpasi : Terdengar peristaltik usus 21/menit
Perkusi : Tidak teraba adanya nyeri tekan
Auskultasi : Terdengar bunyi
l) Nyeri ketuk ginjal: Negatif
m) Mulut uretra: Tampak bersih
n) Lengan dan tungkai
 Atrofi otot : Negatif
 Rentang gerak
52

Kaku sendi : Terdapat spastik pada daerah ektermitas


kanan
Nyeri sendi : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Parese : Tubuh sebelah kanan
Paralisi : Pasien tampak mengalami paralisis
o) Kulit:
Edema : Tidak terdapat edema
Icterik : Tidak tampak ikterik
Tanda-tanda peradangan: Tampak tidak ada tanda-tanda
peradangan pada kulit
p) Lesi: Tampak tidak ada lesi
q) JVP: 5-2 cmH2O
r) CRT: kembali < 3 detik
s) Thorax dan pernapasan
 Inspeksi
Bentuk thorax : Tampak simetris
Retraksi intercostal : Tidak
Sianosis : Tidak sianosis
Stridor : Tidak tampak stridor
 Palpasi
Vocal premitus : Teraba sama
Krepitasi : Tidak teraba
 Perkusi : Pekak
Lokasi : Pada semua lapang paru
 Auskultasi
Suara napas : Broncho-vesikuler
Suara ucapan : Terdengar sama
Suara tambahan : Ronchi
53

t) Jantung
 Inspeksi
Ictus cordis : Tidak tampak ictus cordis
 Palpasi
Ictus cordis : Ictus cordis teraba pada bagian ICS V
linea midcalivicularis
 Perkusi
Batas atas jantung : ICS II
Batas bawah jantung : ICS V
Batas kanan jantung : Linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : Linea axilaris anterior sinistra
 Auskultasi
Bunyi jantung IIA : Terdengar bunyi tunggal
Bunyi jantung II : Terdengar bunyi tunggal
Bunyi jantung IM : Terdengar bunyi tunggal
Bunyi jantung III Irama Gallop : Tidak terdengar
Bruit aorta renalis : Tidak terdengar
Bruit femoralis : Tidak terdengar

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Nama : SAMO Tanggal/jam : 27/04/2023
Tanggal lahir : 30/12/1955 Ruangan : IGD
No RM : 418016
No Sampel :1
54

Tabel 3.1
Pemeriksaan Laboratorium

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan


WBC 6.18 (10^3/uL) (4.11 - 11.30)
RBC 3.95 (10^6/uL) (4.10 – (5.10)
HGB 9.6 (g/dL) (12.3 – 15.3)
HCT 29.2 (%) (35.9 – 44.6)
MCV 73.9 (fL) (80.0 – 96.1)
MCH 24.4 (pg) (27.5 – 33.2)
MCHC 32.9 (g/dL) (33.4 – 35.5)
PLT 238 (10^3/uL) (172 – 450)
RDW-SD 44.4 (fL) (37.0 – 54.0)
RDW-CV 16.4 (%) (11.6 – 14.6)
PDW 9.5 (fL) (9.0 – 17.0)
9.1 (fL) (9.0 – 13.0)
P-LCR 18.0 (%) (13.0 – 43.0)
PCT 0.22 (%) (0.17 – 0.35)
NEUT 4.75 (10^3/uL) 76.9 + (%) (1.80 – 7.70) (37.0 – 72.0)
LYMPH 0.68 (10^3uL) 11.0 – (%) (1.00 – 4.80) (20.0 – 50.0)
MONO 0.66 (10^3/uL) 10.7 (%) (0.00 – 0.80) (0.0 – 14.0)
EO 0.04 (10^3/uL) 0.6 (%) (0.00 – 0.60) (0.0 – 6.0)
BASO 0.05 (10^3/uL) 0.08 (%) (0.00 – 0.20) (0.0 – 1.0)
IG 0.02 (10^3/ul) 0.3 (%) (0.00 – 7.00) (0.0 – 72.0)
RET (%) (0.50 – 1.50)
IRF (%) (3.1 – 15.5)
LFR (%) (87.0 – 98.6)
MFR (%) (2.8 – 12.4)
HFR (%) (0.1 – 1.5)
RET-He (pg) (30.2 – 36.2)
IPF (%) (1.0 – 6.1)
WBC-BF (10^3/uL)
RBC-BF (10^6/uL)
(10^3/uL) (%)
(10^3/uL) (%)
TC-BF# (10^3/uL)

b. Foto Thorax
Kesan: Edema paru limfangitik + Efusi pleura basal kiri
55

c. CT-Scan Kepala
Kesan:
Infarc lacunar pada gyrus post centralis sinister dan putamen
bilateral
Infarc pada centrum semiovale dexter

9. Farmakoterapi (nama obat/dosis/waktu/jalur pemberian):


1. Infus Rl 20 tpm
2. O2 nasal kanul 5 liter
3. Infus Rl 20 tpm
4. Ranitidine 2ml/IV/24jam
5. Mecobalamin 1 amp/IV
6. Furosemid 1 amp/IV
7. Diazepam ½ amp/IV
8. Vascon
9. Dexamethason 1 amp/IV
56

C. ANALISA DATA
Nama/umur : Ny. S / 67 Tahun
Ruang : IGD
Tabel 3.2
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. Ds : Hambatan Upaya Pola Napas
- Keluarga pasien mengatakan Napas (Cairan Tidak Efektif
pasien sesak dirongga pleura
- Keluarga pasien mengatakan
pasien sesak jika dalam posisi
berbaring
Do :
Pasien menggunakan otot
-
bantu pernapasan
- Tampak irama pernapasan
tidak teratur
- Tampak pasien sesak
- Frekuensi napas: 28 x/menit
- SPO2: 93 %
- Terdengar suara napas
tambahan: ronchi
- Hasil foto thorax : edema paru
limfangitik + efusi pleura basal
kiri
2. Ds : Keluarga pasien mengatakan Hipertensi Risiko Perfusi
pasien mengalami kelemahan Serebral Tidak
sisi tubuh sebelah kanan, diajak Efektif
bicara kaku/kurang jelas, tidak
bisa jalan dan mengalami
kesadaran menurun

Do :
- Tampak lemah
- Tampak kesadaran pasien
menurun
- Gcs : 11
- TTV :
TD : 202/117 mmHg
N : 75 x/menit
57

S : 36 ºC
P : 28 x/menit
SPO2 : 93 %
- Hasil Lab :
RBC : 3.95 10^6/uL
HGB : 9.6 g/dL
HCT : 29.2 %
- Hasil CT Scan Kepala :
- Infarc lacunar pada gyrus
post cantralis sinister dan
putamen bilateral
- Infarc pada cetrum
semiovale dexter
58

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama/umur : Ny. S / 67 Tahun
Ruang : IGD

Tabel 3.3
Diangnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(Cairan di rongga pleura) (D.0005)

2. Risiko perfusi serebral tidak efektid d.d hipertensi (D.0017)


59

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama/umur : Ny. S / 67 Tahun
Ruang : IGD

Tabel 3.4
Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (D.0005)
berhubungan dengan keperawatan 1x8 jam, maka Observasi:
hambatan upaya napas diharapkan pola napas - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
(Cairan di rongga pleura) membaik dengan kriteria - Monitor bunyi napas tambahan (mis.gurgling, mengi,
(D.0005) hasil: wheezing, ronkhi kering)
1. Dispnea menurun Terapeutik :
2. Penggunaan otot bantu - Posisikan semi fowler atau fowler
napas menurun - Berikan oksigen, jika perlu
3. Frekuensi napas membaik Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2. Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.09325)
efektid d.d hipertensi keperawatan 1x8 jam, maka Observasi:
(D.0017) diharapkan, maka diharapkan - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.lesi, gangguan
perfusi serebral meningkat metabolisme, edema serebral)
dengan kriteria hasil: - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
60

1. Tingkat kesadaran darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikarida, pola


meningkat napas ireguler, kesadaran menurun
2. Tekanan intra kranial - Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
menurun - Monitor status pernapasan
3. Kesadaran menurun Terapeutik:
4. Tekanan darah sistolik - Menimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
membaik yang tenang
5. Tekanan darah diastolik - Berikan posisi semi fowler
membaik Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika
perlu
61

F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama/umur : Ny. S / 67 Tahun
Ruang : IGD

Tabel 3.5
Implementasi Keperawatan

Hari/Tanggal DX JAM Implementasi Keperawatan Perawat


Kamis 27 II 21.40 Memonitor keadaan umum pasien Esra parereu
Maret 2023 H/: Tampak pasien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS: 11
(M4V3E4)

I 21.40 Memonitor pola napas


H/: - Frekuensi napas : 28/menit Esra parereu
- Pernapasan pasien tidak teratur, tampak menggunakan otot bantu
pernapasan
- SPO2: 98%

I 21.40 Memberikan oksigen Esra parereu


H/: Diberikan oksigen nasal kanul 5 liter

I 21.40 Memposisikan pasien semi fowler Esra parereu


H/: Diberikan posisi semi fowler
62

I 21.40 Memonitor bunyi napas tambahan Esra parereu


H/: Terdengan rocnchi

I 22.55 Memonitor tanda-tanda vital Esra parereu


H/: TD : 202/107 mmHg S: 36 ºC
N : 75 x/menit P: 28 x/menit
SPO2: 99%

II 23.35 Mengkolaborasi pemberian obat Esra parereu


H/: Diberikan obat Furosemid 1 ampl/IV

II 23.45 Mengkolaborasi pemberian obat Esra Parereu


H/: diberikan obat Diazepam ½ ampl/IV

II 00.11 Memonitor tanda dan gejala peningkatan TIK Esra parereu


H/: - TD: 148/87 mmHg P: 28 x/menit
N : 89 x/menit S:36,5 ºC
SPO2: 96 %
- Pola napas ireguler
- Kesadaran pasien menurun dengam GCS 9
Kuantitatif: Somnolen
Kualitatif : M4V2E1
M:4
V:2
E:1

II 00.11 Memonitor MAP Esra parereu


63

H/: TD : 148/87 mmHg


MAP : 1O7,33 mmHg

II 02.00 Memonitor tanda-tanda vital


H/: TD: 80/50 mmHg S: 36,9 ºC Esra Parereu
N : 60 x/menit P: 28 x/menit
SPO2: 100%

I 02.55 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Esra parereu


H/ : Tampak keluarga pasien mengerti tentang apa yang dijelaskan

II 04.00 Mengkolaborasi pemberian obat


H/: Terpasang syringe pump dengan obat vascon Esra Parereu

I 04.10 Memonitor tanda-tanda vital


H/: TD: 104/61 S: 36 ºC Esra Parereu
N : 60 x/menit P: 26 x/menit
SPO2: 100%

I 05.30 Memonitor tanda-tanda vital Esra Parereu


H/: TD: 140/80 mmHg S: 36,7 ºC
N : 83 x/menit P: 26 x/menit
SPO2: 99%

II 07.00 Mengkolaborasi pemberian obat Esra Parereu


H/: Diberikan obat dexamethason 1 ampl/IV
64

G. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama/umur : Ny. S / 67 Tahun
Ruang : IGD

Tabel 3.6
Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal Evaluasi SOAP Perawat


Kamis 27 Maret Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Esra parereu
2023 hambatan upaya napas (Cairan di rongga pleura)
(D.0005)
S:
- Keluarga pasien mengatakan pasien sesak
- Keluarga pasien mengatakan pasien sesak
jika dalam posisi berbarig terlentang

O:
- Tampak pasien sesak
- Tampak pasien menggunakan otot bantu
pernapasan
- Tampak irama pernapasan tidak teratur
- Frekuensi napas: 26x/menit
- SPO2: 99 x/menit
- Tampak terdengar suara napas tambahan:
ronchi

A: Pola napas tidak efektif belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Risiko perfusi serebral tidak efektid d.d hipertensi Esra parereu


(D.0017)
S: -

A:
- Tampak kesadaran umum lemah
- Tampak kesadaran pasien menurun
- GCS : 13
- TTV:
TD : 148/87 mmHg S: 36,5 ºC
N : 89 x/menit P: 26 x/menit
65

SPO2: 99 %

A: Risiko perfusi serebral tidak efektif belum


teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

GOING TO ICU
66

Daftar obat
1. Terapi cairan (RL 500 cc)
Ringer laktat adalah cairan isotonis dengan darah dan dimaksudkan
untuk cairan pengganti. Ringer laktat merupakan cairan kristaloid
digunakan antaranya luka bakar, syok, dan cairan preload pada
operasi. Ringer laktat merupakan cairan yang memiliki komposisi
elektrolit mirip dengan plasma. Satu liter cairan ringer laktat memiliki
kandungan 130 mEq ion natrium setara dengan 130 mmol/L, 109 mEq
ion klorida setara dengan 109 mmol/L, 28 mEq laktata setara dengan
28 mmol/L, 4 mEq ion kalium setara dengan 1,5 mmol/L. Anion laktat
yang terdapat dalam ringer laktat akan dimetabolisme di hati dan
diubah menjadi bikarbonat untuk mengkoreksi keadaan asidosis,
sehingga ringer laktat baik untuk mengkoreksi asidosis.
2. Terapi oksigen (O2 Nasal kanul)
Nasal kanul adalah alat bantu pernapasan yang diletakkan pada lubang
hidung untuk mendukung kebutuhan oksigen pada pasien yang dapat
bernapas spontan tapi membutuhkan dukungan oksigen tambahan
misalnya pada kondisi hipoksia ringan sampai sedang. Indikasi terapi
oksigen secara umum adalah hipoksia, yang ditandai dengan paO2 <
60 mmHg dan SaO2 < 90%, yang dapat ditentukan dari pemeriksaan
analisa gas darah maupun pulse oximetry.
3. Ranitidine
1. Nama obat: Ranitidine
2. Klasifikasi/ golongan obat: Histamin H2
3. Dosis umum:
Dewasa: 50 mg yang diberikan melalui intravena sebagai dosis
utama, dengan dosis lanjutan 0,125-0,25 mg/kg berat badan/jam
melalui infus. Lalu, diberikan secara oral dengan dosis 150 mg,
minum sebanyak dua kali per hari.
Anak: 1 mg/kg berat badan (maksimal 50 mg) melalui intravena.
Lakukan 6-8 jam.
67

4. Dosis yang diberikan kepada pasien: 2ml/IV/24jam


5. Cara pemberian obat: Injeksi IV
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat:
Fungsi Ranitidine: Ranitidine digunakan untuk terapi pengobatan
tukak lambung, tukak duodenum, hiperasiditas (sekresi berlebihan dari
asam pada lambung, menyebabkan terjadinya erosi pada dinding
lambung), gastritis (peradangan pada dinding lambung), refluks
esofagitis (masuknya kembali makanan yang sudah berada dalam
perut, ke dalam kerongkongan bagian bawah).
7. Mekanisme kerja obat:
Ranitidine bekerja menghambat reseotor histamin H2 secara selektif
dan reversibel. Perangsangan dari reseptor histamin H2 ini akan
merangsang sekresi asam lambung sehingga dengan adanya
ranitidine sebagai antagonis dari reseptor histamin ini, maka akan
terjadi penghambatan sekresi asam lambung. Selain itu ranitidine ini
juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.
Reseptor histamin ini terdapat pada sel parietal di lambung yang
mensekresi asam lambung.
8. Alasan pemberian obat kepada pasien: Diberikan untuk mencegah
terjadinya masalah lambung pada pasien akibat interaksi dari
beberapa obat yang diberikan pada pasien
9. Kontraindikasi : Kontraindikasi ranitidin adalah bila terdapat
riwayatporfiria akut dan hipersensitivitas terhadap ranitidin.
10. Efek samping : sakit kepala, sembelit, diare, mual muntah, sakit
perut.
4. Mecobelamin
1. Nama obat: Mecobelamin
2. Klasifikasi/ golongan obat: obat bebas
3. Dosis umum:
Dosis mecobelamin untuk dewasa:
Dosis: 300-1000 mcg/hari dibagi dalam beberapa dosis
68

4. Dosis untuk pasien yang bersangkutan: 1 amp/IV


5. Cara pemberian obat: Injeksi melalui IV
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat:
Fungsi obat: Mecobelamin digunakan untuk mengatasi kekurangan
vitamin B12. Kekurangan atau defisiensi vitamin B12 bisa
menyebabkan neuropati perifer, anemia megaloblastik atau glostitis
7. Alasan pemberian obat pada pasien: Diberikan untuk
8. Kontraindikasi: Kontraindikasi mecobelamin adalah hipersensitif
9. Efek samping: Mual, muntah, diare, sakit perut, anoreksia, sakit
kepala
5. Furosemid
1. Nama obat: Furosemid
2. Klasifikasi/ golongan obat: Diuretik
3. Dosis umum:
Dewasa: 20-50 mg, diberikan secara perlahan. Dosis dapat
ditingkatkan 20 mg setiap 2 jam jika diperlukan. Dosis maksimal
1.500 mg per hari
Anak-anak: 0,5-1,5 mg/kgBB per hari. Dosis maksimal 20 mg per
hari
4. Dosis yang diberikan kepada pasien: 20 mg/12 jam
5. Cara pemberian obat: Injeksi melalui IV
6. Mekanisme kerja dan fungsi obat:
Mekanisme kerja: Furosemid berkerja dengan cara menghalangi
penyerapan natrium di dalam sel-sel tubulus ginjal. Dengan begitu,
jumlah urine yang dihasilkan serta dikeluarkan oleh tubuh akan
meningkat
Fungsi obat: Furosemid obat untuk mengatasi penumpukan cairan di
dalam tubuh atau edema. Obat yang termaksud ke dalam kelompok
diuretik ini juga bisa digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi
atau hipertensiAlasan pemberian obat pada pasien: obat ini diberikan
karena pasien mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi
69

7. Kontraindikasi: Kontraindikasi pada pasien dengan riwayat


hipersensitivitas terhadap furosemid atau komponen penyusunan
obat ini. Keadaan anuria juga merupakan kontraindikasi pemberian
furosemid. Peringatan penggunaan furosemid diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal, karena furosemid dapat
menimbulkan nefrotoksisitas
8. Efek samping: Pusing, sakit kepala, mual dan muntah, diare,
penglihatan buram, sembelit
6. Diazepam
1. Nama obat: Diazepam
2. Klasifikasi/ golongan obat: Benzodiazepine
b. Dosis umum:
Dosis: 0,2-0,3 mg/kg atau 1 mg/tahun usia.
Injeksi diberikan pelan 1-2 mg/menit, karena pemberian injeksi cepat
dapat menyebabkan depresi napas atau hipotensi
c. Dosis untuk pasien yang bersangkutan: ½ (1 mg)IV.
d. Cara pemberian obat: Injeksi Intravena
e. Mekanisme kerja obat dan fungsi obat
Fungsi obat: Diazepam berfungsi untuk menangani kejang
melemaskan otot kaku atau tegang. Obat ini juga sebagai penenang
yang diberikan sebelum operasi.
f. Alasan pemberian obat pada pasien: Pasien diberikan obat
diazepam karena pasien mengalami seluruh badan gemetaran
g. Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap diazepam, gangguan
pernapasan berat, misalnya penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
gangguan fungsi hati berat, misalnya sirosis hepatis
h. Efek samping: Pusing, lelah, penglihatan buram, sakit kepala,
sensasi panas di sekitar wajah dan leher (flushing), mual, sakit perut,
sembelit.
70

5. Vascon
a. Nama obat: Vascon
b. Golongan/ klasifikasi obat: Vasonkonstriktor
c. Dosis umum:
Tujuan: Mengatasi pasien dengan hipotensi akut Dosis awal 8–12
mcg per menit, melalui infus. Dosis dapat ditingkatkan untuk
mencapai respon terapi yang diinginkan. Dosis perawatan 2–4 mcg
per menit, melalui infus.
Tujuan: Menangani pasien dengan henti jantung Dosis awal 8-12
mcg per menit, melalui infus. Dosis dapat ditingkatkan untuk
mencapai respon terapi yang diinginkan. Dosis perawatan 2-4 mcg
per menit, melalui infus.
Selain itu, norepinephrine juga bisa digunakan dalam pengobatan
syok septik, dengan dosis 0,01-3,3 mcg/kgBB per menit, melalui
infus.
d. Dosis yang diberikan kepada pasien: 0,03 mcg
e. Cara pemberian obat: Bolus intravena melalui syringe pump
f. Mekanisme kerja dan fungsi obat:
Mengatasi hipotensi yang mengancam nyawa dan menangani kondisi
henti jantung. Obat ini memiliki efek pada reseptor alfa dan beta.
Obat ini akan menyempitkan pembuluh darah sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah. Selain itu, norepinephrine juga bisa
memicu kerja jantung dalam memompa darah
g. Alasan pemberian obat pada pasien: Obat ini diberikan pada pasien
karena pasien mengalami penurunan tekanan darah dari waktu ke
waktu, sehingga diberikan vascon untuk mengatasi hipotensi yang
dapat mengancam nyawa
h. Kontraindikasi: Pada pasien hipertensi, wanita hamil, pasien dengan
trombosis vaskular perifer atau mesenterika kecuali diperlukan
sebagai prosedur penyelamatan jiwa
71

i. Efek samping: Lambatnya denyut jantung (bradikardia), kesulitan


dalam berafas, sakit kepala, kekurangan suplai darah ke jaringan atau
organ tubuh (iskemia perifer) tekanan darah tinggi (Hipertensi),
kecemasan, sesak nafas (dyspnoea)
6. Dexamethason
a. Nama obat: Dexamethason
b. Golongan/ klasifikasi obat: Kortikosteroid
c. Dosis umum:
Dewasa untuk mengobati anti inflamasi: oral, injeksi intravena dan
intramuskular (sebagai natrium fosfat); 0.75-9 mg/hari dalam dosis
terbagi setiap 6 - 12 jam.
Dewasa untuk mencegah mual atau muntah akibat kemoterapi atau
pasca operasi: 10-20 mg secara oral atau injeksi intravena; 15-30
menit setiap sebelum pengobatan.
d. Dosis yang diberikan kepada pasien: 1 ampl/IV
e. Cara pemberian obat: Injeksi IV
f. Mekanisme kerja dan fungsi obat:
Mekanisme kerja: Obat ini bekerja dengan cara menghambat
respons sistem kekebalan tubuh berlebih yang memicu peradangan.
Dengan begitu, gejala yang menyertai peradangan juga dapat
membaik.
Fungsi obat: Obat ini digunakan untuk meredakan peradangan pada
beberapa kondisi, seperti reaksi alergi, penyakit autoimun, atau
radang sendi. Selain itu, obat ini juga digunakan dalam pengobatan
miltiple myeloma
g. Alasan pemberian obat pada pasien: Obat ini diberikan kepada
pasien karena
h. Kontraindikasi: Kontraindikasi dexamethasone adalah pada kasus
hipersensitivitas, infeksi akut yang tidak diobati, dan adanya infeksi
jamur
72

i. Efek samping: Sakit perut, rasa panas di dada (heartburn), sakit


kepala, gangguan tidur, seperti insomnia, nafsu makan meningkat.
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. Pembahasan Askep
Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan
yang di peroleh dari hasil perawatan yang dilakukan selam 8 jam,
dengan membandingkan antara tinjauan teoritis dengan kasus nyata
pada Ny. S dengan diagnosa medis Non Hemoragic Stroke (NHS) di
Instalasi Gawat Darurat RSUD Labuang Baji Makassar.
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan pendekatan proses
keperawatan melalui 5 tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi pada
pasien NHS.
1. Pengkajian Keperawatan
a. Airway
Pada teori menurut Reichenbach et al., (2019), penilaian
jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi
jalan napas dan adanya benda asing, pada pasien yang dapat
berbicara dianggap jalan napas bersih. Benda asing dapat
berupa sputum yang terjadi akibat bendungan progresif darah
dalan sirkulasi paru yang menyebabkan terjadinya penebalan
dinding alveoli akibat penumpukan cairan yang menimbulkan
tanda dan gejala kongestif pulmonal seperti batuk bisa kering
dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah
yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah
banyak, yang kadang disertai bercak darah. Masalah jalan
napas, umumnya terjadi pada pasien dengan stroke
perdarahan. Bagi pasien stroke iskemik, jalan napas biasanya
stabil kecuali infark batang otak atau kejang yang berulang.
Usaha kita adalah memelihara oksigen yang adekuat adalah

73
74

bagian penting dari manajemen stroke, terutama pada pasien


dengan gangguan kesadaran (Iskandar, 2011).
Sedangkan pada kasus Ny.S saat pengkajian tidak
ditemukan adanya sumbatan jalan napas, benda asing dan
tidak terdapat sputum dan batuk berlendir pada pasien.
Sehingga dapat disimpulkan tidak ada permasalahan pada
airway dan kesenjangan antara teori dan kasus yang
didapatkan pada Ny.S yang ditemukan di IGD RSUD Labung
Baji Makassar.
b. Breathing
Berdasarkan teori pada pengkajian, masalah breathing
pada pasien non hemoragic stroke mengalami pengembangan
dada, pasien kesulitan saan bernapas, RR >28 kali/menit,
irama napas tidak teratur, terlihat adanya penggunaan otot
bantu rongga dada dalam pernapasan, napas cepat dan
pendek (Reichenbach et al., 2019).
Sedangkan pada kasus Ny. S, pasien mengalami sesak
napas frekuensi 28 x/menit, SPO2 93%, didapatkan suara
napas tambahan ronchi dikarenakan adanya penumpukan
cairan diparu yang mengakibatakan distress pernapasan yang
menyebabkan bunyi napas tambahan yaitu ronchi, pola napas
cepat dan dangkal dengan irama napas tidak teratur dan pasien
sesak bertambah jika pasien dalam posisi berbaring dan hasil
foto thorax menunjukkan ada edema paru limfangitik dan efusi
pleura basal kiri, sehingga dapat disimpulkan tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus karena ditemukan data
pada pasien yang ada dipengkajian dan teori sebagian tanda
dan gejalanya sama.
75

c. Circulation
Biasanya pada pasien non hemoragic stroke memiliki
riwayat tekanan darah dengan sistol >140 dan diastol > mmHg.
Tekanan darah akan meningkat dan menurun secara spontan
perubahan tekanan darah akibat stroke akan kembali stabil
dalam 2-3 hari pertama. Nadi >100 kali/menit dan teraba cepat.
Akral teraba hangat, CRT kembali <3 detik, elastisitas turgor
kulit menurun, tidak ada perdarahan, nyeri kepala, mual muntah
menyembur dan mukosa bibir kering. Adanya penyakit jantung,
polisitemia, riwayat hipertensi postural (Ayu, 2018).
Nadi teraba lemah dan tidak teratur, takikardia, tekanan
darah meningkat atau menurun, akral teraba dingin, adanya
sianosis perifer (Reichenbach et al., 2019).
Sedangkan pada Ny. S pasien mengalami meningkatan
tekanan darah yaitu 202/107 mmHg dan akral teraba dingin.
Sehingga dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara
terori dan kasus karena ditemukan data pada pasien yang ada
dipengkajian dan teori sebagian tanda dan gejalanya sama
seperti tekanan darah pasien di dapatkan tekanan darahnya
meningkat dan menurun.
d. Disability
Biasanya pasien NHS mengalami tingkat kesadaran
pasien mengantuk namun dapat sadar saat diberi ransangan
(somnolen), pasien acuh tak acuh terhadap lingkungan (apatis),
mengantuk yang dalam (sopor), soporocoma, hingga
penurunan kesadaran (coma), dengan GCS <12 pada awal
serangan stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya
klien memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos mentis
dengan GCS 13-15. Pupil isokor dan refleks cahaya positif
(Ilmiah, 2022).
76

Pada kasus Ny. S didapatkan pada saat dilakukan


pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran dengan
GCS: 11 (M4V3E4) dan kemudian tingkat kesadaran pasien
mengalami penurunan dengan GCS: 7 (M4V2E1). Hal ini
menunjukkan pasien mengalami penurunan kesadaran
dikarenakan adanya sumbatan pada pembuluh darah yang
menghambat aliran darah menuju ke otak sehingga sel otak
akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi. Hal ini
menunjukkan tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus
karena ditemukan data pada pasien yang ada dipengkajian dan
teori sebagian tanda dan gejalanya sama seperti pasien
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS:11 (M4V3E4).
e. Exposure
Dalam penilaian exposure kita mengkaji secara menyeluruh
melihat apakah ada organ lain yang mengalami gangguan
seperti adanya jejas atau cedera sehingga kita dapat
memberikan perawatan (Reichenbach et al., 2019).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Ny. S bahwa tidak
ditemukannya adanya cedera atau jejas pada pasien.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengindentifikasi respon individu, keluarga, dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Menurut tim
pokja (Tim Pokja SDKI DPP, 2019), diagnosa yang dapat muncul
pada pasien dengan Non Hemoragic Stroke (NHS), antara lain:
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan faktor
risiko embolisme atau hipertensi
77

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme


jalan napas, hipersekresi jalan napas, sekresi yang tertahan
c. Pola napas tidak efektit dibuktikan dengan hambatan upaya
napas
d. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan
serebrovaskuler
e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan usia lanjut
Berdasarkan data hasil pengkajian yang dilakukan pada Ny.
S dengan diagnosa medis Non Hemoragic Stroke (NHS), maka
penulis mengangkat diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
masalah sebagai berikut:
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas (cairan dirongga pleura). Penulis mengangkat diagnosa
ini sebagai prioritas karena didapatkan tanda dan gejala pasien
tampak sesak, pernapasan 28x/menit, SPO2: 93%. Hasil foto
thorax Edema paru limfangitik dan efusi pleura basal kiri,
terdengar suara napas tambahan ronchi.
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan hipertensi.
Penulis mengangkat diagnosa ini karena didapatkan data-data
dari pasien yaitu: pasien mengalami penurunan kesadaran
GCS:11 (M4V3E4), dan tekanan darah yang tinggi dengan hasil
pemeriksaan TTV: TD: 202/117 mmHg, nadi, 74 x/menit,
pernapasan: 28 x/menit, suhu: 36 ºC, spo2: 93%. Hasil CT-
Scan kepala didapatkan Infarc lacunar pada gyrus post
centralis sinister dan putamen bilateral, infarc pada centrum
semiovale.
Adapun diagnosis keperawatan pada tinjauan teoritis yang
penulis tidak angkat dalam tinjauan seperti kasus seperti:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan napas, hipersekresi jalan napas, sekresi yang tertahan.
Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena hasil pengkajian
78

tidak didapatkan adanya batuk berlendir dan sputum pada


pasien
b. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan
serebrovaskuler. Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena
dari hasil pengkajian tidak terdapat hasil yang mendukung
untuk dijadikan data penunjang untuk pengangkatan diagnosa
ini
c. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan usia lanjut.
Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena dari hasil
pengkajian tidak terdapat hasil yang mendukung untuk
dijadikan data penunjang untuk pengangkatan diagnosa ini.

3. Intervensi Keperawatan
Setelah melakukan proses pengkajian menentukan masalah
dan menegakkan diagnosa keperawatan, penulis menyusun
rencana asuhan keperawatan yang bertujuan mengatasi masalah
yang dialami pasien. Perencanaan yang dilakukan meliputi
tindakan mandiri perawat, tindakan observatif, dan tindakan
kolaboratif. Pada setiap diagnosa perawat memfokuskan sesuai
dengan kondisi pasien (SIKI PPNI, 2019).
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas (cairan dirongga pleura)
Intervensi keperawatan dalam upaya pemenuhan
kebutuhan oksigenasi menurut (Rosdhal, 2019) bisa dilakukan
dengan pemberian oksigen, memberikan posisi semi fowler,
auskultasi suara napas, dan memonitor respirasi dan status O2.
Pada kasus Ny.S penulis memberikan intervensi menurut
standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) dalam hal ini
merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai panduan
dalam menyusun intervensi keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis (Tim Pokja
79

SIKI DPP PPNI 2018), dimana dari 14 intervensi penulis hanya


mengambil 5 intervensi untuk menangani masalah breathing
pada pasien sesuai dengan kondisinya yaitu: dispnea, RR:28
X/menit dengan SPO2: 93 %, tampak penggunaan otot bantu
pernapasan (intercostal) maka dari itu dilakukan, Manajemen
jalan napas (I.01011) dengan monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas), monitor bunyi napas tambahan
(mis.gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering), posisikan semi-
fowler atau fowler, berikan oksigen, jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
Berdasarkan pernyataan diatas perbandingan antara teori
dan kasus hanya memiliki sedikit perbedaan yaitu pemberian
posisi yang diberikan pada Ny. S penulis memberikan posisi
semi fowler melihat dari data subjektif dan objektif dari pasien
yaitu pasien merasa nyaman bila dalam posisi semi fowler dan
sesak dalam posisi berbaring. Pasien juga diberikan oksigen
nasal kanul karena pasien sesak napas dan saturasi oksigen
pasien 93 %. Pemberian oksigen dengan konsntrasi yang lebih
tinggi dari udara ruangan digunakan untuk mencegah hipoksia.
Penulis juga menambahkan intervensi SIKI yaitu
mengedukasikan tujuan dan prosedur pemamantauan hal ini
dilakukan karena kondisi pasien dimana pasien tiba-tiba
mengalami penurunan kesadaran secara mendadak.
b. Risiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan hipertensi
Menurut Niken et al., (2022), intervensi keperawatan atau
perencanaan pada Non Hemoragic Stroke meliputi monitor
tingkat kesadaran, monitor tingkat orientasi, monitor pola
napas, pemberian posisi semi fowler dan monitor tanda-tanda
vital: suhu, tekanan darah, denyut nadi. Pada kasus Ny.S
penulis memberikan intervensi menurut (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI 2018), maka dari itu dilakukan manajemen peningkatan
80

tekanan intrakranial (I.09325) dengan, identifikasi penyebab


peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema
srebral), monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola
napas ireguler, kesadaran menurun), monitor MAP (Mean
Arterial Pressure), monitor status pernapasan, meminimalkan
stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang, berikan
posisi semi fowler, kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan.
Berdasarkan peryataan diatas perbadingan antara teori dan
kasus hanya memiliki sedikit perbedaan. Berdasarkan teori ada
memonitor pola napas dan memberikan posisi semi fowler,
tetapi pada kasus penulis tidak mencantumkan karena tindakan
tersebut telah dilakukan untuk menangani masalah breathing
pada diagnosa pertama.

4. Implemetasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan pada pasien dibagi dalam
empat komponen yaitu tindakan observasi, tindakan terapeutik,
tindakan observasi dan tindakan kolaborasi. Pelaksanaan
tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
Tindakan utama yang dilakukan pada pasien adalah
memberikan terapi oksigen dan pemberian posisi semi fowler.
Hasil pemeriksaan SPO2 saat masuk yaitu 93% sehingga
diberikan nasal kanul 5 liter dengan SPO2 98%. Pemberian terapi
oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan
agar tetap adekuat. Pada pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD
202/107 mmHg sehingga pasien diberikan obat anti hipertensi
yaitu furosemid 2 mg/IV. Furosemid dapat diberikan pada pasien
dengan hipertensi untuk membantu mengurangi volume darah
dalam pembuluh darah sehingga TD akan berkurang. Selain itu
81

pasien juga di dapatkan saat pengkajian mengalami penurunan


kesadaran dimana saat pengkajian didapatkan kesadaran pasien
apatis dan pada pukul 23.30 WITA kesadaran pasien somnolens.
Penurunan kesadaran pada pasien disebabkan oleh gangguan
metabolik (hipoksia).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk menilai perkembangan kesehatan pasien
sebagai bentuk keberhasilan dari tindakan keperawatan atau
tercapainya tujuan yang diharapkan pada pasien. Pada tahap ini
penulis mengevaluasi penatalaksanaan keperawatan yang telah
diberikan kepada pasien. Dari 2 diagnosa yang diangkat penulis,
masalah keperawatan belum teratasi selama 8 jam perawatan.
Pada diagnosa pertama yaitu pola napas tidak efektif
behubungan dengan hambatan upaya napas, masalah ini belum
teratasi karena pada hasil evalusasi SOAP pasien merasa
nyaman saat berada dalam posisi semi fowler, tampak
pernapasan tidak teratur dan tampak penggunaan otot bantu
pernapasan dengan RR: 26 x/menit, SPO2: 99 %, tampak pasien
masih sesak.
Pada diagnosa kedua yaitu resiko perfusi serebral tidak
efektif ditandai dengan hipertensi, masalah ini belum teratasi
karena pada hasil evaluasi SOAP tingkat kesadaran dan refleks
saraf pasien belum membaik, pasien tampak terbaring lemah.
Oleh karena hasil dari evaluasi penanganan gawat darurat
pada pasien tidak mengalami kondisi yang stabil dan masih
memerlukan perawatan yang intensive untuk memantau kondisi
pasien secara kontinyu sehingga akan melakukan perawatan di
ruang ICU RSUD Labuang Baji Makassar.
82

B. Pembahasan Penerapan EBN (pada tindakan keperawatan)


1. Judul EBN:
Peningkatan saturasi oksigen pada pasien stroke melalui
pemberian head up (Mustikarani & Mustofa, 2020)
2. Diagnosa keperawatan:
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas
4. Luaran yang diharapkan:
Apakah posisin head up dapat memberikan efek pada pasien untuk
menurunkan sesak napas? Dengan tanda gejala yaitu:
a. Dispnea cukup menurun
b. Frekuensi napas cukup membaik
c. Pola napas cukup membaik
d. Saturasi oksigen cukup meningkat
5. Intervensi prioritas mengacu pada evidence based nursing:
Pemberian head up
6. Pembahasan tindakan keperawatan sesuai evidence based
nursing:
a. Pengertian tindakan
Pemberian posisi head up 30 derajat pada pasien stroke adalah
memperbaiki status hemodinamik dengan memfasilitasi
peningkatan aliran darah ke serebral dan memaksimalkan
oksigenasi jaringan serebral
b. Tujuan/Rasional EBN pada kasus askep:
Posisi head up bertujuan untuk memaksimalkan oksigenasi
jaringan otak dan memfaislitasi peningkatan aliran serebral
c. PICOT evidence based nursing
1) Judul Artikel
Pengaruh elevasi kepala 30 derajat terhadap saturasi
oksigen dan kualitas pasien stroke (Pertami Sumirah &
Munawaroh Siti, 2019).
83

a) P (Problem/Population):
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 16
responden.
b) I (Intervation):
Pemberian posisi elevasi kepala 30º.
c) C (Comparison):
Tidak ada perbadingan dalam artikel ini. Pemberian
elevasi kepala 300 pada pasien stroke berpengaruh
terhadap saturasi oksigen pada pasien dimana tindakan
ini dapat mempertahankan kestabilan fungsi dari kerja
organ agar tetap lancar khususnya system pernapasan
dan system regulasi dini yang bisa bekerja secara
optimal serta memberkan kenyamanan bagi pasien
stroke.
d) O (Outcome):
Hasil penelitian bahwa pengukuran saturasi oksigen
pada responden setelah dilakukan pemberian elevasi
kepala 30 derajat pada kelompok perlakuan diperoleh
rata-rata 96 mengalami peningkatan sedangkan pada
kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi elevasi
kepala 30 derajat didapatkan rata-rata 92 mengalami
penurunan.
e) T (Time):
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Juni 2019.
2) Judul Artikel
Pengaruh pemberian posisi head up 30 derajat terhadap
saturasi oksigen pada pasien stroke di Igd Rsud Dr. T.C
Hillers Maumere Kabupaten Sikka (Trisila et al., 2022).
a) P (Problem/Population):
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 30
responden.
84

b) I (Intervation):
Pengaruh pemberian posisi head up 30 derajat terhadapt
saturasi oksigen pada pasien stroke.
c) C (Comparison):
Tidak ada perbadingan dalam artikel ini. Didalam artikel
tersebut, hasil observasi terhadap saturasi oksigen pada
6 pasien stroke menunjukan bahwa, adanya perubahan
saturasi oksigen sesudah pemberian posisi head up 30
derajat yang diberikan selama 30 menit.
d) O (Outcome):
Pasien diposisikan head up 30 derajat dapat
meningkatkan saturasi oksigen pada pasien stroke.
Posisi head up 30 derajat mempengaruhi venous return
menjadi maksimal sehingga aliran darah ke serebral
menjadi lancar, meningkatkan metabolisme jaringan
serebral dan memaksimalkan oksigenasi jaringan otak,
sehingga otak dapat bekerja sesuai fungsinya.
e) T (Time):
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2023.
3) Judul Artikel
The Enhancement of Oxygen Saturation Value in Stroke
Patients Using The Head Elevation Model (Ambar and
Wahyu, 2018).
a) P (Problem/Population):
Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 32
responden.
b) I (Intervention):
Penerapan evidance based practice nursing yaitu
pemberian posisi head up 30o terhadap peningkatan
saturasi oksigen pada pasien stroke.
85

c) C (Comparation):
Ada perbandingan dalam artikel ini. Penelitian yang
dilakukan oleh Martina & Cahyaningtyas
(2017), menunjukkan hasil adanya pengaruh elevasi
kepala 30o terhadap saturasi oksigen pada pasien
stroke, dimana pada saat posisi supinasi saturasi
oksigen 96% sedangkan saat kepala dielevasi 30o
saturasi meningkat menjadi 99%. Hasil riset lain yang
dilakukan oleh Ugraz (2018) menunjukkan saturasi
oksigen lebih baik pada posisi head up 30o dibandingkan
posisi 0o, 15o, dan 45o.
d) O (Outcomes):
Pasien diposisikan head up 30o untuk meningkatkan
aliran darah di otak dan memaksimalkan oksigenasi
jaringan serebral. Pada pasien stroke biasanya terjadi
penurunan saturasi oksigen dengan kompensasi adanya
retraksi dinding dada yang menyebabkan pola napas
tidak efektif. Penerapan evidance based practice nursing
yaitu pemberian posisi head up 30o terbukti efektif dalam
menaikkan kadar saturasi oksigen pada pasien stroke.
e) T (Time):
Peneliti tidak mencantumkan waktu dari penelitian.
4) Kesimpulan
Pemberian posisi head up 30 derajat pada pasien
stroke adalah memperbaiki status hemodinamik dengan
memfasilitasi peningkatan aliran darah ke serebral dan
memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral.
Penelitian ini di dukung (Pertami Sumirah & Munawaroh
Siti, 2019) dimana dijelaskan bahwa setelah dilakukan
pemberian elevasi kepala 30 derajat pada kelompok
diperoleh rata-rata 96% mengalami peningkatan sedangkan
86

pada kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi


elevasi kepala 30 derajat didapatkan rata-rata 92%
mengalami penurunan. Sedangkan menurut penelitian
(Trisila Epiphania & Mukin Fransiska, 2022) hasil observasi
yang didapatkan terhadap saturasi oksigen pada 6 pasien
stroke menunjukan bahwa, adanya perubahan saturasi
oksigen sesudah pemberian posisi head up 30 derajat yang
diberikan selama 30 menit.
Hal ini didukung oleh penelitian (Ambar and Wahyu
2018) yang melakukan penelitian posisi head up 30 derajat
dan membandingkan antara penelitian I dan II, menunjukkan
hasil adanya pengaruh elevasi kepala 30o terhadap saturasi
oksigen pada pasien stroke, dimana pada saat posisi
supinasi saturasi oksigen 96% sedangkan saat kepala
dielevasi 30o saturasi meningkat menjadi 99%, artinya ada
peningkatan kadar oksigen dalam tubuh setelah dilakukan
posisi head up tersebut.
Pada ketiga jurnal pendukung yang sudah dipaparkan
dan di dukung oleh hasil intervensi yang dilakukan di
instalasi gawat darurat RSUD Labuang Baji Makassar dapat
disimpulkan bahwa pasien dengan sesak napas dapat
menerapkan Evidance Based Nursing (EBN) yaitu
pemberian posisi head up 30º yang terbukti efektif dalam
menurunkan saturasi oksigen dan menurunkan sesak napas
pada pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Labuang Baji
Makassar.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil analisa kasus penulis dapat
membandingkan antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus
dilapangan mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan non
hemoragic stroke di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Labuang
Baji Makassar, maka penulis mengambil kesimpulan antara lain:
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terdapat tanda
dan gejala pada pasien seperti penurunan kesadaran, sesak napas,
lemah pada tubuh sebelah kanan dan bicara kaku/kurang jelas.
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan hasil analisa kasus yang dilakukan pada pasien
diagnosis keperawatan yang ditemukan yaitu pola napas tidak
efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas dan risiko
perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan faktor risiko
hipertensi.
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan rencana keperawatan yang telah penulis susun
pada prinsipnya sama dengan yang terdapat dalam tinjauan teoritis
yang meliputi tindakan observasi, tindakan terapeutik, tindakan
edukasi keperawatan dan kolaborasi
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan kasus terlaksana dengan baik sesuai
dengan intervensi yang telah dibuat berdasarkan kebutuhan pada
pasien dengan non hemoragic stroke dan tindakan utama

87
88

yang dapat dilakukan pada pasien adalah pemberian terapi oksigen


serta obat anti hipertensi.
5. Evaluasi Keperawatan
Dari hasil evaluasi tidak ada diagnosis yang teratasi karena
perawatan stroke membutuhkan waktu yang lama, namun
intervensi tetap dilanjutkan oleh perawat di ruangan (ICU)
6. Dokumentasi
Telah dilakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada
pasien dengan non hemoragic stroke dari pengkajian, diagnosis,
intervensi, implementasi dan evaluasi selama 8 jam di ruang IGD
RSUD Labuang Baji Makassar dengan kerja sama yang baik oleh
bantuan dan rekan perawat ruangan.

B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis menyampaikan
beberapa saran dan kiranya bermanfaat bagi peningkatan kualitas
pelayanan yang ditujukan.
1. Bagi Instansi Rumah Sakit
Pihak RS diharapkan selalu memperhatikan mutu pelayanan
dalam hal ini perawat mampu melakukan penanganan
kegawatdaruratan serta mampu mengenali tanda dan gejala pada
pasien stroke. Pihak Rs juga diharapkan dapat melakukan tentang
pemberian untuk meningkatan saturasi oksigen pada pasien stroke
melalui pemberian head up.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Tetap mempertahankan dan meningkatkan asuhan
keperawatan yang komprehensif agar perawatan yang diberikan
membawa hasil yang baik dan memberikan kepuasan bagi pasien,
keluarga, masyarakat dan perawat itu sendiri.
89

3. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan hasil pengamatan kasus ini dapat digunakan
untuk pengembangan ilmu keperawatan dalam penanganan gawat
darurat pada pasien non hemoragic stroke dan dapat
mengembangkan intervensi non farmakologi yaitu Peningkatan
saturasi oksigen pada pasien stroke melalui pemberian head up.
DAFTAR PUSTAKA

Adeba, S I O. 2022. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke


Non Hemoragic Di Ruang ICU RSUD Curup Tahun 2022.

Ambar, N, and R Wahyu. 2018. “The Enhancement of Oxygen Saturation


Value in Stroke Patients Using The Head Elevation Model.” Journal of
Neurosugey.

Anas, Asmawati, Novayanti Achmad, and Junika Siagian. 2021.


“Pengaruh Pemberian Proprioseptive Neuromuscular Facilitation
Terhadap Aktivitas Fungsional Pada Pasca Non-Haemoragic Stroke
Tipe Spastik Di RSUD Kudungga Kutai Timur.” Jurnal Physio
Research Center 1(September): 1.

Ayu, Radaningtyas devi. 2018. “Asuhan Keperawatan Klien Cerebro


Vaskuler Accident Hemoragik Dengan Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Serebal Di Ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan.”
Energies 6(1): 1–8.

Hartaty, & Haris. (2020). Hubungan gaya hidup dengan kejadian stroke.
Jurnal Keperawatan.

Ilmiah, Karya Tulis. 2022. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Di Ruang Unit Stroke Anggrek 2 Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Ruang Unit Stroke Anggrek 2
RSUD DR . Moewardi Surakarta.”

Indriyani, Darmawan, Ening Wahyuni, Ria Anugrahwati. 2023. “Studi


Kasus : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Non
Hemoragik Di Rumah Sakit Hermina Bekasi.” 6(1): 23–31.

Martina, E, and Cahyaningtyas. 2017. “Posisi Head Up 30 Derajat Sebagai


Upaya Untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke
Hemoragik Dan Non Hemoragik.” Adi Husada Nursing Journal 2(3).

Mustikarani, Afif, and Akhmad Mustofa. 2020. “Peningkatan Saturasi


Oksigen Pada Pasien Stroke Melalui Pemberian Posisi Head Up.”
Ners Muda 1(2): 114.

Nggebu. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non


Hemoragik.” Journal of Chemical Information and Modeling 8(9): 9.

Niken, Ningrum Dian, Prasetyaningati Dwi, and Maunaturrohmah


Agustina. 2022. “Nursing Care In Non Hemoragic Stroke Clients With
The Infective Problem Of Cultural Network Perfusion ( Study In The
Krissan Space General Hospital Bangil Pasuruhan Area ) Introduction
Stroke Is a Universal Problem of One of the Killers in the World ,
Whe.”

Nurani, Rahmawati Dian. 2022. “Pengaruh Latihan Range Of Motion (


Rom ) Untuk Meningkatkan Kekuatan Otot Pendahuluan Kajian
Literatur.” 4(1): 52–56.

Nusatirin. 2018. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Tn. H Dengan


Stroke Hemoragik Di Ruang Bougenvil Rumah Sakit Tk. Ii Dr.
Soedjono Magelang.

Pertami Sumirah, Munawaroh Siti, Rosmala Wayan. 2019. “Pengaruh


Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap Saturasi Oksigen Dan Kualitas
Tidur Pasien Stroke.” 11.

Rahmawati, Aprilia Dwi. 2022. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke


Non Hemoragik Di Ruang Unit Stroke Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.” : 1–128.

Reichenbach, Andreas et al. 2019. “„Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


Pada Ny M.S Dengan Diagnosa Medik Stroke Hemoragik Di Ruangan
Instalasi Gawat Daruratrsud Prof. Dr.W.Z. Johannes Kupang Tahun
2019.‟” Progress in Retinal and Eye Research 561(3): S2–3.

RISKESDAS. 2023. “Application Of Mirror Therapy To Upper Extremity


Muscle Strength In Non-Hemorrhagic Stroke Patients In The Nervous
Room Of Pendahuluan Stroke Disebut Juga Cerebro Vasculer Jendral
Ahmad Yani Metro Pada Tahun Sari , Penerapan Mirror Therapy.”
3(September): 337–46.

Rosdhal. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Non Hemoragic


Stroke.”

Suarez, Luz Yolanda Toro. 2015. “Analisis Praktik Klinik Keperawatan


Pada Pasien Stroke Non Hemoragik (Nhs) Dengan Pemberian
Tindakan Range Of Motion (Rom) Pasif Terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Di Ruang Unit Stroke Rsud Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda Tahun 2015.” (1): 1–27.

Sulistiyawati. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke Non


Hemoragik Yang Di Rawat Di Rumah Sakit.

Tim Pokja SDKI DPP, PPNI. “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.”

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia: Definisi Dan Tujuan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI.

Trisila Epiphania, Mukin Fransiska, Dikson Melkias. 2022. “Pengaruh


Pemberian Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap Saturasi Oksigen
Pada Pasien Stroke Di Igd Rsud Dr. T.C. Hillers Maumere Kabupaten
Sikka.” 8(September): 664–74.

Ugraz. 2018. “Effects of Diffrent Head-of-Bed Elevation and Body


Positions On Intracranial Pressure and Cerebral Perfusion Pressure in
Neurosurgical Patients.” American Association of Neuroscience
Nurses.
Utama, Yofa Anggriani, and Sutrisari Sabrina Nainggolan. 2022. “Faktor
Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke: Sebuah Tinjauan
Sistematis.” Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi 22(1): 549.

Widagdo, Wahyu, Suharyanto, Toto, Aryani, Ratna. 2021. “Asuhan


Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.”
Trans Info Media 1: 87.

Wijaya, Aji Kristianto. 2013. “Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat


Trombus.” E-Jurnal Medika Udayana 2(10): 1–14.

Wijianto, and Wanda Kunia Yuda. 2023. “Hubungan Gaya Hidup Dengan
Kejadian Stroke Di Rumah Sakit Relationship Between Lifestyle And
Stroke Incidence In Hospital.” Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi 7(1):
47–52.

Wilson, & Pride. (2019). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses


penyakit. Jurnal Keperawatan, 4.
Lampiran 1

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi
Nama : Esra Parereu
Tempat/Tanggal Lahir : Wasuponda, 17 Juli 2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Cendrawasih IV, No. 53

B. Identitas Orang Tua


1. Ayah
Nama : Kanna Parereu
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Kontraktor
Alamat : Jl. Lowu
2. Ibu
Nama : Martha Dapa
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Lowu
C. Pendidikan yang Telah Ditempuh
TK Kalvari Wasuponda : Tahun 2005-2006
SDN 246 Tabarano : Tahun 2006-2012
SMPN 1 Wasuponda : Tahun 2012-2015
SMAN 5 Luwu Timur : Tahun 2015-2018
S1 STIK Stella Maris Makassar : Tahun 2018-2022
Ners STIK Stella Maris Makassar : Tahun 2022-2023
Lampiran 1

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi
Nama : Febrianti
Tempat/Tanggal Lahir : Posa‟a, 12 Februari 2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Andi Djemma Ir.II

B. Identitas Orang Tua


1. Ayah
Nama : Lukas Lolo Bua
Agama : Katolik
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl. Sanda Maupa
2. Ibu
Nama : Dorkas. M
Agama : Katolik
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Sanda Maupa
C. Pendidikan yang Telah Ditempuh
SD Negeri 167 Tulung Indah I : Tahun 2006-2012
SMP Negeri 4 Sukamaju : Tahun 2012-2015
SMK Negeri 3 Luwu Utara : Tahun 2015-2018
S1 STIK Stella Maris Makassar : Tahun 2018-2022
Ners STIK Stella Maris Makassar : Tahun 2022-2023
Lampiran 2
Lampiran 2

Anda mungkin juga menyukai