Anda di halaman 1dari 9

Vol. 5(3) Agustus 2021., pp.

414-422
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6893 (online)

FUNGSI REKAM MEDIS SEBAGAI ALAT BUKTI SURAT DALAM


MENGUNGKAP MALPRAKTIK MEDIS
(Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Meulaboh)

FUNCTION OF MEDICAL RECORD AS A TOOL OF LETTER EVIDENCE IN


DISCLOSING MEDICAL MALPRACTICE
(A Research in the Legal Area of the Meulaboh District Court)
Fruca Radinda
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No.1, Darussalam, Banda Aceh - 23111
e-mail: frucaradinda@gmail.com

Nurhafifah
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putro Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh – 23111
e-mail: nurhafifah.fh@unsyiah.ac.id

Abstrak: Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Pasal 1 ayat (1) Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
menyebutkan bahwa “Rekam medis merupakan berkas yang didalamnya memuat catatan serta dokumen
mengenai identitas pasien, pengobatan, tindakan, pemeriksaan, serta pelayanan lain yang telah ditujukan untuk
pasien. Namun dalam kenyataannya masih saja banyak tenaga medis yang tidak dapat membuat rekam medis
dengan lengkap ataupun berkesinambungan dengan yang seharusnya, yang mengakibatkan terjadinya kesalahan
dari tenaga medis pada saat melakukan tindakan kesehatan terhadap pasien yang berujung dengan terjadinya
malpraktik medis. Tujuan dari penulisan ini yaitu supaya menambah pengetahuan mengenai fungsi dan
kekuatan yang menjadi bukti dari rekam medis pada saat mengungkap malpraktik kesehatan. Metode penelitian
yang dipakai yuridis empiris, yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Hasil penelitian menyatakan
bahwa rekam medis dapat dipakai sebagai alat bukti surat pada pengadilan yang selaras dengan bunyi pasal 13
ayat (1) butir (b) Permenkes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008, namun selaras dengan yang terdapat pada pasal
183 KUHAP yang mengatakan sekurang-kurangnya adanya 2 alat yang menjadi bukti, rekam medis tidak
mampu berdiri secara individu di pengadilan harus ditambah dengan alat bukti lain yang bersesuaian. Saran dari
peneliti kepada tenaga kesehatan untuk melakukan pencatatan rekam medis kesehatan secara lengkap dan sesuai
dengan standar yang telah di tetapkan agar ketika dalam melakukan tindakan medis selanjutnya tidak
menimbulkan kesalahan dalam tindakan yang berujung dengan malpraktik medis.
Kata Kunci: Fungsi Rekam Medis, Alat Bukti Surat dan Malpraktik Medis.

Abstract: Article 1 paragraph (1) of the Regulation of the Minister of Health (Permenkes) Number
269/Menkes/Per/III/2008 states that "Medical records are files containing records and documents regarding
patient identity, examination, treatment, action, and other services that have been provided. to the patient. But in
reality, there are still many medical/health workers who do not make complete medical records or as they
should, which results in errors from health workers in carrying out medical actions against patients which lead
to medical malpractice. The purpose of this paper is to determine the function and strength of evidence from
medical records in revealing medical malpractice. The research method used is empirical juridical, namely
library research and field research. The results of the study stated that medical records can be used as evidence
in court in accordance with article 13 paragraph (1) point (b) of the Minister of Health Number
269/Menkes/Per/III/2008, but in accordance with article 183 of the Criminal Procedure Code which says there
are at least 2 (two) evidence, medical records cannot stand alone in court, must be supplemented with other
appropriate evidence. Suggestions from researchers to health workers to record medical records completely and
in accordance with the standards that have been set so that when carrying out further medical actions they do
not cause errors in actions that lead to medical malpractice.
Keywords: Medical Record Function, Letter of Evidence and Medical Malpractice.

414
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 5, No.3 Agustus 2021 415
Fruca Radinda, Nurhafifah

PENDAHULUAN
Rekam medis mempunyai aspek hukum, yang mana pada hasil rekam medis
terkandung kepastian hukum bagi penerima pelayanan kesehatan. Peraturan Menteri
Kesehatan (PerMenKes) yang terdapat pada Pasal 1 Ayat (1) Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 Rekam kesehatan/medis merupakan sebuah berkas yang
mempunyai isi mengenai catatan serta dokumen mengenai identitas pasien, pengobatan,
tindakan, pemeriksaan, serta pelayanan lain yang telah diberikan kepada pihak pasien.
Di tiap fasilitas pelayanan kesehatan, rekam kedokteran wajib terdapat buat
mempertahankan mutu pelayanan handal yang besar, buat memenuhi kebutuhan data selaku
pendahuluan menimpa “informed concent locum tenens”, buat keperluan dokter ganti yang
melanjutkan perawatan penderita, buat rujukan waktu tiba, dan dibutuhkan sebab terdapatnya
hak buat memandang dari penderita.1
Sesuai Pasal 13 ayat (1) butir (b) Permenkes No 269/ Menkes/ Per/ III/ 2008 yang
melaporkan kalau penggunaan rekam kedokteran bisa digunakan selaku perlengkapan fakta
pada proses penegakan hukum, kedisiplinan medis serta medis gigi serta penegakan etika
medis serta etika medis gigi. Cocok dengan pasal ke 184 dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Kegiatan Pidana (KUHAP) menimpa perlengkapan fakta, rekam kedokteran sendiri
masuk ke dalam perlengkapan fakta pesan. Perlengkapan fakta sendiri merupakan seluruh
suatu yang terdapat keterkaitan dengan suatu perbuatan, yang mana dengan alat- alat fakta
yang dijadiin bukti tersebut bisa dipergunakan selaku perlengkapan bahan pembuktian guna
memunculkan kepercayaan hakim atas kebenaran terdapatnya sesuatu tindak pidana yang
sudah dicoba oleh tersangka.
Pembuktian ialah perihal yang amat berarti pada hukum kegiatan pidana. dikarenakan
hasil dari fakta yang didapat sebagai bukti bisa dikenal betul ataupun salahnya seorang sudah
melaksanakan tindak pidana. Buat meyakinkan menimpa terbentuknya malpraktik kedokteran
tidaklah sesuatu perihal yang gampang sebab terdapat banyak hambatan yang bisa jadi
hendak mencuat. Terlebih mengingat kalau petinggi hukum paling utama hakim tidak
mempunyai keahlian di bidang kedokteran.
Di Indonesia seendiri sistem pembuktian yang dianut yakni ajaran mengenai sistem
pembuktian yang biasa disebut Negative Wettelijk Sistem, ilmu mengenai sistem pembuktian
ini didasarkan pada kumpulan fakta yang diresmikan pada Undang- Undang diiringi dengan

1
Oemar Seno Adji. Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter Profesi Dokter.
Erlangga, Jakarta. 1991, hlm. 131.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 5, No.3 Agustus 2021 416
Fruca Radinda, Nurhafifah

kepercayaan hakim. Sebagaimana dalam Pasal 183 Undang- Undang No 8 Tahun 1981
mengenai Kitab Undang- Undang Hukum Kegiatan Pidana( KUHAP) yang melaporkan kalau
hakim tidak diperbolehkan menjatuhkan pidana untuk seorang kecuali jika dengan sekurang-
kurangnya 2 perlengkapan fakta yang legal dia mendapatkan kepercayaan kalau sesuatu
tindak pidana betul- betul terjalin serta kalau sesuatu tindak pidana terdakwalah yang
bersalah melaksanakannya.
Kesalahan Kedokteran ialah kesalahan yang terjalin kala rencana penyembuhan
ataupun prosedur yang di informasikan salah. Ataupun dapat dikatakan kalau kesalahan
kedokteran ini ialah kesalahan yang terjalin dalam pelayanan medis ialah kesalahan manusia
ataupun human error. Kesalahan ataupun malpraktik kriminal terjalin bila perbuatan tersebut
penuhi faktor aduan pidana. Perihal ini bisa terjalin sebab faktor kesengajaan, kecerobohan
ataupun kealpaan.
Hingga kala terjalin kesalahan kedokteran, rekam kedokteran ini bisa digunakan
selaku perlengkapan fakta buat meyakinkan ataupun menguak kesalahan kedokteran yang
terjalin. Perihal ini terjalin sebab rekam kedokteran ini berperan buat membagikan dasar
keadilan yang berupa kepastian hukum jadi panduan untuk menyediakan layanan medis
dalam membagikan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, kesalahan kedokteran yang terjalin
bisa diberi pertanggung jawaban.

Table 1
Kasus Malpraktik Medis Tahun 2009 dan 2019
No Nama Tersangka Pasal yang Hukuman Tempat Kejadian
Dilanggar Perkara
1. a. Erwanty, Amd. Pasal 84 Ayat (2) Hukuman RS Umum Daerah
Keb. binti M. Yatim Undang-Udang Pidana Cut Nyak Dien,
b. Desri Amelia Republik Penjara 2 Meulaboh.
Zilkifli, Amd. Kep. Indonesia 36 (dua) Tahun
Binti Zulkifli Tahun 2014

2. dr. Taufik Wahyudi Pasal 360 Ayat (2) Hukuman RS Kesdam


Mahady, Sp.OG bin KUHP jo. Pasal pidana Iskandar Muda
DR. Rusli Mahady 361 KUHP. penjara 5 Tingkat III Banda
bulan Aceh
Sumber: sipp.pn-meulaboh.go.id & sipp.pnbandaaceh.go.id

Berdasarkan pernyataan di atas juga contoh kasus mengenai malpraktik medis, maka
tertarik untuk dikaji masalah rekam medis berguna untuk alat bukti dari malpraktik medis
yang terjadi pada Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Meulaboh dengan Judul “Fungsi
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 5, No.3 Agustus 2021 417
Fruca Radinda, Nurhafifah

Rekam Medis Sebagai Alat Bukti Surat Dalam Mengungkap Malpraktik Medis yang
merupakan Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Meulaboh”. Seperti pada
contoh kasus Putusan Nomor/75/Pid.Sus/2019/PN.Mbo kesalahan medis tersebut terjadi
karena ketidak jelasan dan lengkapnya dalam pencatatan rekam medis yang mana seharusnya
rekam medis di catatat dengan jelas dan lengkap sesuai dengan standar yang sudah
ditentukan.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian berikut adalah metode penelitian
yuridis empiris. Pembelajaran tentang yuridis empiris merupakan pendekatan yang mengenali
serta melakukan pengkonsepan hukum selaku institusi sosial yang bersifat rill serta
fungsional dalam tata cara kehidupan yang nyata.2 Penelitian ini mengambil lokasi di
Kabupaten Aceh Barat yang mencakup wilayah hukum Pengadilan Negeri Meulaboh, atas
pertimbangan ketersediaan data yang dibutuhkan pada penelitian ini. Sampel merupakan
suatu bagian dari populasi yang ingin diteliti. Pada saat melakukan penelitian ini dengan
memakai metode purposive sampling, yang merupakan pemilihan kelompok subjek
berdasarkan sifat ataupun ciri-ciri tertentu yang dipandang bersangkut paut atau berhubungan
kuat terhadap sifat ataupun ciri-ciri populasi yang dapat mewakilkan populasi secara
menyeluruh dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini merupakan informan dan
responden3. Pengumpulan informasi dicoba dengan 2 metode ialah lewat tata cara riset
kepustakaan (library research) serta tata cara riset lapangan (field research). Data- data yang
sudah diperoleh baik dara primer ataupun informasi sekunder setelah itu hendak dianalisis
serta diolah dengan tata cara kualitatif buat menciptakan kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Rekam Medis Dalam Fungsinya Sebagai Alat Bukti Surat Terhadap Malpraktik
Medis
Rekam medis sebenarnya bukanlah suatu bentuk layanan kesehatan akan tetapi rekam
medis merupakan suatu bentuk bukti hasil pelayanan kesehatan yang didapatkan oleh pasien
yang dilakukan oleh pelayan medis. Rekam kedokteran merupakan apa, dimana, siapa, dan

2
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2014, hlm.51
3
Dhiya Athari: “Tindak Pidana Membujuk Anak Untuk Melakukan Persetubuhan Yang Dilakukan Oleh
Anak”, (Banda Aceh: Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, 2020), hlm. 20.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 5, No.3 Agustus 2021 418
Fruca Radinda, Nurhafifah

bagaimana pasien mendapatkan pelayanan kesehatan di tempat pelayanan kesehatan yang


mana dalam setiap rangkaian kegiatan yang didapatkan pasien di tempat pelayanan kesehatan
harus di catat dengan secara rinci baik itu diagnosis, tindakan pengobatan, obat yang
diberikan, dan hasil akhir.
Setelah para penerima pelayanan kesehatan sadar akan pentingnya dari rekam medis
maupun fungsinya, menjadikan mereka mudah dalam mengajukan gugatan jika terjadinya
malpraktik medis. Yang mana dulunya tidak ada gugatan terhadap pelayan kesehatan bahkan
dapat dikatakan tidak ada, sekarang sudah mulai banyak gugatan-gugatan yang dilakukan
penerima pelayanan kesehatan terhadap tenaga kesehatan. Juga gugatan yang dilakukan
dimana rekam kedokteran sebagai bukti yang menjadi fakta dari malpraktik medis.
Pada dasarnya tindakan medis yang dikerjakan oleh dokter dan dokter gigi terhadap
penerima pelayanan kesehatan atau pasien memiliki standar yang mana standar tersebut
disebut dengan istilah standar profesi. Standar tersebut membuat si pemberi layanan
kesehatan dokter dan dokter gigi terhadap penerima pelayanan kesehatan dalam melakukan
tindakannya harus sesuai dengan standar profesi itu, yang mana semua tindakan itu tercatat
dalam rekam medis. Sehingga ketika dokter dan dokter gigi memberikan pelayanan medisnya
tindakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan terhadap penerima pelayanan kesehatan
maupun dipertanggungjawabkan terhadap Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Terdapat nilai hukum dalam rekam medis, disebabkan isinya berkaitan dengan
masalah kepastian hukum dan keadilan pada saat menegakkan hukum. Hal tersebut
dikemukakan karena jelas bahwa rekam medis mempunyai isi tentang kerahasiaan diri
pasien. Tenaga kesehatan harus menjaga kerahasiaan tersebut dan hanya terbuka untuk pasien
dan ditutup terhadap pihak lain yang tidak mempunyai hak menurut hukum dalam
mengetahui kerahasian dari hak pasien di dalam rekam medis.
Rekam medis ialah suatu bentuk hal yang penting dalam hal pelayanan kesehatan.
Tidak hanya menjadi panduan dalam memberikan pelayanan kesehatan akan tetapi juga dapat
menjadi dokumen medis yang penting ketika adanya permasalahan hukum baik di pengadilan
negeri. Rekam kedokteran bisa menjadi alat bukti, hal tersebut seperti yang pernah penulis
kemukakan sebelumnya yaitu sesuai dengan Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri
Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Pasal 13 ayat 1 butir (b) yang mengatakan
bahwa: “Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai alat bukti dalam proses penegakan
hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi.”
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 5, No.3 Agustus 2021 419
Fruca Radinda, Nurhafifah

Oleh karenanya, untuk dokter rekam medis bisa menjadi alat bukti keterangan alibi
maupun pembelaan secara tertulis ketika melaksanakan tugasnya, dapat membuktikan
bahwasannya tenaga kesehatan sudah melakukan tugasnya dengan benar dan baik sesuai
dengan standar profesi. Selain itu rekam medis tidak hanya berguna untuk tenaga kesehatan
tentu juga sangat berguna untuk penerima pelayanan kesehatan, penerima pelayanan
kesehatan bisa memakai rekam medis sebagai alat untuk melakukan gugatan di pengadilan
jika terjadi malpraktik medis atau pekerjaan yang dikerjakan oleh tenaga medis tidak sesuai
dengan apa yang di sepakati, menjadi alat bukti surat di pengadilan tentunya sesuai dengan
aturan yang berlaku.
Ketika pemberi layanan kesehatan melakukan tugasnya atau melakukan layanan
kesehatan tentu saja ada dimana saat-saat terjadinya kegagalan atau tidak sesuai dengan
standar yang seharusnya. Hal tersebut terjadi karena banyak hal, bisa saja karena kurangnya
ilmu pengetahuan, pengalaman, kelalaian, bahkan bisa jadi karena unsur kesengajaan.
Kegagalan-kegagalan tersebutlah yang menjadi dasar kita penerima layanan kesehatan
melakukan gugatan, untuk dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan juga agar si
pemberi layanan kesehatan dapat mempertanggungjawabnyakan tugas dan perbuatannya.

2. Kekuatan Pembuktian Rekam Medis Sebagai Alat Bukti Surat Dalam Malpraktik
Surat
Pertanggung jawaban pidana jika mengaitkan dengan hal tersebut, pembuktian atau
dapat dikatakan pemeriksaan perkara pidana yang dilakukan di persidangan pengadilan,
memiliki suatu tujuan yang ingin di capai yaitu, mendapatkan sebuah fakta materil ataupun
fakta yang sebenarnya. Oleh sebab itu, sesuai dengan Pasal 183 Kitab Undang-Undang Acara
Pidana (KUHAP) dimana mengisyaratkan bahwa seseorang dapat kita katakan bersalah dan
dijatuhkan putusan bersalah jika memenuhi minimal 2 alat bukti yang mana hal tersebut
diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) yang ditambah
dengan keyakinan dari hakim. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahwa
di persidangan nanti bukti yang diajukan tidak cukup hanya berupa bukti-bukti surat seperti
dalam persidangan perkara perdata.
Dalam halnya perkara pidana terutama dalam hal pembuktian kesalahan maupun
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada penerima layana kesehatan atau
pasien yang mengakibatkan penerima pelayanan kesehatan tersebut luka berat, ringan atau
bahkan bahkan meninggal dunia, oleh karena itu untuk keperluan hukum dengan
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 5, No.3 Agustus 2021 420
Fruca Radinda, Nurhafifah

menggunakan rekam medis sebagai alat bukti, maka hakim dalam pembuktian di persidangan
dapat melihat apa saja tindakan-tindakan yang dilakukan oleh si pemberi layanan kesehatan
atau upaya-upaya apa saja dan juga setiap kegiatan pengobatan yang didapatkan oleh
penerima layanan kesehatan, apakah tindakan-tindakan tersebut sesuai dengan standar profesi
yang ada atau tindaknya. Oleh karenanya hakim dapat memutuskan perbuatan tenaga
kesehatan tersebut dilakukan dengan sengaja atau tidak.
Kita tetap harus mengingat akan kompetensi seorang hakim bukanlah dalam bidang
kesehatan, maka dari itu dibutuhkannya seseorang yang jago dari bidang kesehatan yang
dapat menafsirkan isi dari rekam kedokteran tersebut di sidang pengadilan. Sesuai dengan
Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatakan sekurang
kurangnya 2 alat sebagai bukti yang sesuai. Jadi, jika hanya rekam medis saja yang dijadikan
sebagai alat bukti tidaklah cukup. Dari hasil keterangan saksi ahli yang menjelaskan dari
rekam medis tersebutlah baru hakim dapat menyimpulkan kalau aksi yang dicoba oleh sang
pemberi layanan kesehatan ataupun tenaga kesehatan cocok dengan standar profesi ataupun
tidak. Perihal ini butuh di perhatikan sebab khawatir terjalin pertentangan pengertian antara
hakim dengan tenaga kesehatan menimpa kesalahan kedokteran ataupun malpraktik
kedokteran.
Kembali lagi pada pasal 183 yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) hakim tetap berpatokan pada sekurang-kurangnya 2 barang bukti yang
saling bersangkutan. maka apabila ada keterangan saksi ahli di dalam pembuktian sidang
pengadilan namun keterangan saksi ahli tersebut tidak bersesuaian dengan keterangan alat
bukti apapun yang lain, maka keterangan dari saksi ahli tersebut dapat kita kesampingkan.
Untuk membuktikan dokter umum dan juga dokter gigi bersalah atau tidaknya masih sama
dengan pembuktian perkara pidana lainnya yaitu berpedoman pada sekurang-kurangnya
adanya 2 barang bukti dan adanya keyakinan dari hakim. Tapi tetap harus diketahui bahwa
keterangan yang diajukan pada saat pembuktian di pengadilan harus berupa barang bukti
yang akurat. Keterangan ahli kedudukannya lebih tinggi dari pada alat bukti surat seperti
rekam medis, namun harus di ingat kembali keterangan ahli tidak dapat diberikan jika tidak
adanya rekam medis, karena dari catatan rekam medis lah ahli dapat melihat semua tindakan
pengobatan yang dilakukan oleh si pemberi layanan medis kepada peneriman layanan
kesehatan atau pasien.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 5, No.3 Agustus 2021 421
Fruca Radinda, Nurhafifah

KESIMPULAN
Rekam medis ialah perihal yang sangat berarti dalam pelayanan kedokteran. Rekam
kedokteran bisa jadi pedoman bagi tenaga medis dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Rekam kedokteran mempunyai nilai yang dijamin hukum sebab isinya mengandung
permasalahan dan mempunyai jaminan atas dasar keadilan dalam hal melakukan usaha
menegakan hukum dan penyediaan bahan ciri yang berupa fakta buat menegakan keadilan.
Oleh sebab itu, rekam kedokteran pula bisa jadi dokumen kedokteran (perlengkapan fakta
pesan) bila terjalin konflik hukum di majelis hukum negara.
Peran rekam medis pada dasarnya yang terdapat dalam perihal pembuktian
menyangkut terbentuknya kesalahan kedokteran yang dicoba oleh pihak tenaga medis kepada
penderita masih di dasar perlengkapan fakta mengenai penjelasan yang dikasih langsung oleh
orang di sidang. Dan juga rekam kedokteran yang berbentuk note tersebut pada awalnya
termasuk ke dalam fakta pesan yang mempunyai arti menduduki posisi tingkat ketiga dalam
Pasal 184 Kitab Undang- Undang Hukum Kegiatan Pidana (KUHAP) di dasar penjelasan
saksi serta pakar. Tetapi pula butuh dicermati kalau rekam kedokteran ini mempunyai
kedudukan yang berarti, dimana rekam kedokteran ini jadi salah satu acuan untuk pakar buat
membagikan penjelasan. Sebab dari rekam kedokteran inilah pakar tersebut bisa mengenali
aksi apapun yang sudah ditujukan untuk penderita. Pada titik perihal pembuktian di sidang
buat memastikan kesalahan seorang, hingga diperlukan minimun 2 perlengkapan fakta yang
silih bersesuaian ditambah dengan kepercayaan hakim cocok dengan yang datur dalam pasal
183 Kitab Undang- Undang Hukum Kegiatan Pidana (KUHAP). Perihal ini menyatakan
bahwasanya rekam kedokteran saja bukanlah lumayan. Disebabkan hal itu, rekam kedokteran
wajib mempunyai kesamaan dengan perlengkapan fakta lain yang dimiliki sesuai dengan
yang telah diatur dalam pasal 184 Kitab Undang- Undang Hukum Kegiatan Pidana (KUHAP)
ditambah dengan kepercayaan hakim. Sebab apabila rekan kedokteran ini berlawanan dengan
perlengkapan fakta yang lain, hingga rekam kedokteran ini bisa disampingkan.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 5, No.3 Agustus 2021 422
Fruca Radinda, Nurhafifah

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku dan Jurnal
Oemar Seno Adji. Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter
Profesi Dokter, Jakarta: Erlangga, 1991

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2014

Dhiya Athari, 2020. “Tindak Pidana Membujuk Anak Untuk Melakukan Persetubuhan Yang
Dilakukan Oleh Anak”, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.

2. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Udang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) Nomor 269/Menkes/Per/III/2008

Anda mungkin juga menyukai