Anda di halaman 1dari 15

konflik sosial

Created By : Moses Kelvinanta Sitepu

FEBRUARY 15, 2024


ix.2 (9.2)
SMPN 5 Padang Panjang
konflik sosial

Created By : Moses Kelvinanta Sitepu

FEBRUARY 15, 2024


ix.2 (9.2)
SMPN 5 Padang Panjang

1
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, peserta didik diharapkan mampu
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian konflik sosial,
2. Mengetahui ciri-ciri konflik sosial,
3. Mengetahui Penyebab terjadinya Konflik sosial,
4. Mengetahui jenis-jenis konflik sosial,
5. Mengetahui dampak terjadinya konflik sosial,
6. Mengetahui proses sossial dalam penyelesaian konflik sosial, dan
7. Mengetahui contoh-contoh konflik sosial yang ada di Indonesia.

Selain itu, dari materi yang tertulis di buku ini juga dapat memampukan
peserta didik untuk mempalajari beberapa informasi-informasi tentang konflik
sosial. Yang di mana, tentunya materi ini dapat menjadikan pedoman bagi
peserta didik dalam berbagai aspek-aspek tentang nilai-nilai kehidupan suatu
Masyarakat tentang perubahan perilaku dan berbagai perubahan-perubahan
lainnya. yang terjadi akibat dari konflik-konflik yang terjadi di negara kita.

2
DAFTAR ISI

contens
TUJUAN PEMBELAJARAN...............................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................................3
A. KONFLIK SOSIAL.......................................................................................................................4
1. PENGERTIAN KONFLIK SOSIAL.........................................................................................4
2. CIRI-CIRI KONFLIK SOSIAL.................................................................................................5
3. PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK SOSIAL....................................................................5
4. JENIS-JENIS KONFLIK...........................................................................................................5
5. DAMPAK TERJADINYA KONFLIK SOSIAL........................................................................6
6. PROSES SOSIAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK..................................................7
7. CONTOH-CONTOH KONFLIK SOSAIL YANG ADA DI INDONESIA................................8
B. Kesimpulan..................................................................................................................................14

3
A. KONFLIK SOSIAL

1. PENGERTIAN KONFLIK SOSIAL

Konflik berasal dari kata kerja Latinconfigere yang berarti saling memukul.
secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengaalami konflik antar anggotanya atau dengaan
kelompok masyarakat lainnya. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri
yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya.

Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik


merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun
yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai


sebuah siklus di masyarakat. konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Konflik menurut para ahli mengemukakan pendapat tentang konflik sebagai


berikut : Robbin (1996 : 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai
The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat
meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan
organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto konflik merupakan proses sosial ketika
seseorang atau sekelompok orang berusaha mencapai tujuannya dengan jalan
menentang pihak lawan disertai ancaman atau kekerasan.

Dalam sosiologi konflik disebut juga pertikaian, yaitu bentuk persaingan yang
berkembang secara negatif yang berarti satu pihak bermaksud untuk mencelakakan
pihak lain atau berusaha menyingkirkan pihak.

4
2. CIRI-CIRI KONFLIK SOSIAL

Adapun ciri-ciri konflik sosial sebagai berikut :


a) Terjadinya benturan kepentingan untuk memperebutkan sesuatu,
b) Adanya saling curiga,
c) Hubungan tidak harmonis,
d) Timbul rasa benci, antipasti, marah dan dendam terhadap lawannya,
e) Saling menyebar isu negatif, fitnah dan dendam terhadap lawannya, dan
f) Terjadinya benturan fisik, kerusuhan sosial, gerakan separatis dan
peperangan.
(Gerakan separatis merupakan paham atau gerakan untuk memisahkan
diri atau mendirikan negara sendiri. Secara umum, separatisme adalah
kelompok etnis atau kelompok identitas lain yang berupaya memisahkan
diri dari suatu negara atau pemerintahan yang sah.)

3. PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK SOSIAL

Penyebab terjadinya konflik sosial diantaranya :


a) Perbedaan pendirian dan keyakinan seseorang,
b) Perbedaan kebudayaan antar kelompok masyarakat,
c) Perbedaan kepentingan antar individu atau kelompok,
d) Kesenjangan sosial, yaitu perbedaan yang menonjol pada kemampuan
meraih kesejahteraan, dan
e) Perubahan sosial masyarakat yang tidak siap menerima perubahan sosial
akan dapat mengalami konflik sosial.

4. JENIS-JENIS KONFLIK

Konflik dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :


a) Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank),
b) Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan
massa),
c) Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
d) Konflik antar atau tidak antar agama,
e) Konflik antar politik,
f) Konflik ideologi, pertahanan, dan
g) Konflik budaya dan agama.

5
Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel, jenis-jenis
konflik terbagi atas :

a) Konflik intrapersonal
Adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi
pada saat yang bersamaan memiliki dua keinginan yang tidak
mungkin dipenuhi sekaligus.

b) Konflik intrapersonal
Adalah konflik seseorsng dengan orang lainnya karena memiliki
perbedaan keinginan dan tujuan. sebagai contoh, seorang individu
dapat dikenai hukuman karena tidak memenuhi norma-norma yang
ada.

c) Konflik antar group dalam suatu organisasi


Adalah suatu yang biasa terjadi, yang tentu menimbulkan kesulitan
dalam koordinasi dan integrasi dalam kegiatan yang menyangkut
tugas-tugas dan pekerjaan.

5. DAMPAK TERJADINYA KONFLIK SOSIAL

Konflik sosial dapat memunculkan berbagai dampak, ada dampak yang bersifat
positif ada pula dampak yang bersifat negatif. Adapun dampak tersebut sebagai
berikut :
A. Dampak Positif
1) Meningkatkan solidaritas intern kelompok,
2) Meningkatkan kekuatan pribadi dalam menghadapi konflik,
3) Munculmya norma baru, dan
4) Mendorong kesadaran kelompok yang berkonflik untuk melakukan
kompromi.

B. Dampak Negatif
1) Menimbulkan perpecahan,
2) Menimbulkan keresahan,
3) Menimbulkan perubahan kepribadian individu,
4) Menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana umum,
5) hilangnya harta benda hingga nyawa manusia, dan
6) merusak stuktur sosial dalam masyarakat. Dan masih banyak lagi.

6
6. PROSES SOSIAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK

Konflik sebaiknya segera diselesaikan agar hubungan sosial kembali teratur


sehingga disintegrasi sosial bisa dicegah. Proses penyelesaian konflik disebut
Akomodasi yang bisa dilakukan dengan berbagai metode penyelesaian konflik yang
harus disesuaikan dengan tipe konflik, besarnya konflik dan dampak yang
ditimbulkan.
Adapun beberapa metode penyelesaian konflik adalah sebagai berikut :
1) Koersi (Coercion)
Yaitu bentuk akomodasi melalui paksaan fisik atau psikologis.

2) Kompromi (Compromise)
Yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam konflik saling mengurungi tuntutan
untuk mencapai suatu penyelesaian.

3) Arbitrase (Arbitration)
Yaitu cara untuk mencapai sebuah kompromi melalui pihak ketiga, dan pihak
ketiga adalah majlis arbitrase yang bersifat formal karena pihak-pihak yang
bertikai tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri.

4) Mediasi (Mediation)
Yaitu akomodasi yang melibatkan pihak ketiga, pihak ketiga bersifat netral dan
tidak berwenang mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah.

5) Negosiasi (Negotiation)
Yaitu proses komunikasi dua atau lebih pihak yang berkonflik untuk
menyelesaikan permasalahan dengan mencapai penyelesaian yang diterima
semua pihak.

6) Konsiliasi (Conciliation)
Yaitu usaha mempertemukan pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai suatu
kesepakatan. Konsiliasi merupakan mediasi yang bersifat lebih formal.
keputusan pihak ketiga dalam konsiliasi tidak mengikat.

7) Rekonsiliasi (Reconciliation)
Yaitu usaha menyelesaikan konflik pada masa lalu sekaligus memperbarui
hubungan kearah perdamaian yang lebih harmonis.

8) Stalemate
Yaitu proses akomodasi yang terjadi karena kedua belah pihak memiliki
kekuatan yang seimbang sehingga pertikaian berhenti dengan sendirinya.

7
9) Ajudikasi (Adjudication)
Yaitu penyelesaian konflik di pengadilan.

10)Segregasi (Segregation)
Yaitu tiap-tiap pihak memisahkan diri dan saling menghindar untuk
mengurangi ketegangan.

7. CONTOH-CONTOH KONFLIK SOSAIL YANG ADA DI INDONESIA

Adapun beberapa contoh-contoh konflik sosial yang terjadi di Indonesia, yaitu sebagai
berikut :

A. Perang Sampit

Konflik Sampit adalah kerusuhan antaretnis yang terjadi di Sampit pada


awal Februari 2001. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah
yang kemudian meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya.
Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura. Kala itu,
para transmigran asal Madura telah membentuk 21 persen populasi Kalimantan
Tengah. Akibatnya, Kalimantan Tengah merasa tidak puas karena terus merasa
disaingi oleh Madura. Karena adanya permasalahan ekonomi ini, terjadi
kerusuhan antara orang Madura dengan suku Dayak. Penyerangan ini lantas
membuat 1.335 orang Madura harus mengungsi.

Latar Belakang

Konflik Sampit yang terjadi tahun 2001 bukanlah sebuah insiden pertama
yang terjadi antara suku Dayak dan Madura. Sebelumnya sudah terjadi
perselisihan antara keduanya. Penduduk Madura pertama kali tiba di
Kalimantan Tengah tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang
dicanangkan pemerintah kolonial Belanda. Hingga tahun 2000, transmigran
asal Madura telah membentuk 21 persen populasi Kalimantan Tengah. Suku
Dayak mulai merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari
Madura. Hukum baru juga telah memungkinkan warga Madura memperoleh
kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi tersebut, seperti
perkayuan, penambangan, dan perkebunan. Hal tersebut menimbulkan
permasalahan ekonomi yang kemudian menjalar menjadi kerusuhan

antar keduanya. Insiden kerusuhan terjadi tahun 2001. Kericuhan bermula saat
terjadi serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Menurut rumor warga

8
Madura lah yang menjadi pelaku pembakaran rumah Dayak tersebut. Sesaat
kemudian, warga Dayak pun mulai membalas dengan membakar rumah-rumah
orang Madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim
bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan guna mempertahankan diri
setelah beberapa warga Dayak diserang. Disebutkan juga bahwa seorang warga
Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa
judi di Desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.

Konflik
Situasi kericuhan antara suku Dayak dengan Madura diperparah dengan
kebiasaan dan nilai-nilai berbeda yang dimiliki keduanya. Seperti adat orang
Madura yang membawa parang atau celurit ke mana pun, membuat orang
Dayak berpikiran bahwa tamunya ini siap untuk berkelahi. Konflik Sampit
sendiri diawali dengan perselisihan antara dua etnis ini sejak akhir 2000.
Pertengahan Desember 2000, bentrokan antara etnis Dayak dan Madura terjadi
di Desa Kereng Pangi, membuat hubungan keduanya menjadi bersitegang.
Ketegangan semakin memuncak setelah terjadi perkelahian di sebuah tempat
hiburan di desa pertambangan emas Ampalit. Seorang etnis Dayak bernama
Sandong, tewas akibat luka bacok yang ia dapat. Kejadian ini kemudian
membuat keluarga dan tetangga Sandong merasa sangat marah.

Dampak
Dua hari setelah peristiwa tersebut, 300 warga Dayak mendatangi lokasi
tewasnya Sandong untuk mencari sang pelaku. Tak berhasil menemukan
pelakunya, kelompok warga Dayak melampiaskan kemarahannya dengan
merusak sembilan rumah, dua mobil, lima motor, dan dua tempat karaoke,
milik warga Madura. Penyerangan ini lantas membuat 1.335 orang Madura
mengungsi.

PENYELESAIAN
Pada 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi
menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu dalang di balik
serangan ini. Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk
memprovokasi kerusuhan di Sampit. Kemudian, ribuan warga Dayak
mengepung kantor polisi di Palangkaraya sembari meminta pembebasan para
tahanan. Permintaan mereka dikabulkan oleh polisi pada 28 Februari 2001,
militer berhasil membubarkan massa Dayak dari jalanan. Dari Konflik Sampit
ini sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.

9
Konflik Sampit sendiri mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan
keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap provokator. Untuk
memperingati akhir konflik ini, dibuatlah perjanjian damai antara suku Dayak
dan Madura. Guna memperingati perjanjian damai tersebut, maka dibentuk
sebuah tugu perdamaian di Sampit.

TUGU PERDAMAIAN SAMPIT

B. Kerusuhan MEI 1998

Pada tanggal 13 Mei hingga 15 Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta


yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998. Penyebab pertama yang memicu
terjadinya Kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak
tahun 1997. Saat itu, banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan orang dipecat,
16 bank dilikuidasi, dan berbagai proyek besar juga dihentikan. Krisis
ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di
sejumlah wilayah di Indonesia. Dalam unjuk rasa tersebut, ada empat korban
jiwa yang tewas tertembak. Mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti.
Tewasnya keempat mahasiswa tersebut pun menambah kemarahan masyarakat
yang saat itu sudah terbebani dengan krisis ekonomi.

LATAR BELAKANG
Pada tanggal 12 Mei 1998, sekitar pukul 11.00-13.00, ribuan mahasiswa
Universitas Trisakti melakukan aksi damai di dalam kampus. Setelah itu,
mahasiswa mulai turun ke Jalan S Parman dan hendak berangkat ke gedung
MPR atau DPR. Pukul 13.15, para mahasiswa sampai di depan kantor

10
Walikota Jakarta Barat. Melihat segerombolan mahasiswa di depan kantor
tersebut membuat aparat polisi menghadang laju mereka. Setelah itu, terjadi
perundingan antara pihak polisi dengan para mahasiswa. Kesepakatan yang
dicapai ialah para mahasiswa tidak melanjutkan aksi unjuk rasa mereka ke
MPR atau DPR. 15 menit setelahnya, pukul 13.30, para mahasiswa melakukan
aksi damai di depan kantor Walikota Jakarta Barat. Kondisi dan situasi saat itu
dapat dibilang masih sangat tentang. Tidak ada ketegangan sama sekali antara
pihak aparat dan mahasiswa. Pukul 16.30, polisi mulai memasang garis polisi
dan meminta para mahasiswa untuk memberi jarak 15 meter dari garis
tersebut.

Konflik
Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amukan
massa terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi
kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Medan dan Surakarta. Dalam kerusuhan
tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang
meninggalkan Indonesia. Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan
yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata
Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa,
disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa
kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak
hanya sporadis.

Amukan massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut
ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi"
atau "Pro-reformasi" karena penyerang hanya fokus ke orang-orang Tionghoa.
Beberapa dari mereka tidak ketahuan, tetapi ada juga yang ketahuan bukan
milik pribumi. Sebagian masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan
peristiwa Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi
titik awal penganiayaan terhadap orang- orang Yahudi dan berpuncak pada
pembunuhan massal yang sistematis atas mereka di hampir seluruh
benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.

Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum


mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap kunci dari
peristiwa kerusuhan Mei 1998. Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang
menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat ditemukan atas kasus-
kasus pemerkosaan tersebut, tetapi pernyataan ini dibantah oleh banyak pihak.

Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan
kontroversi sampai hari ini. Namun umumnya masyarakat Indonesia secara
keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam
sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa,
berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang
Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan

11
sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau
perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.

Dampak
Tak berhenti sampai 15 Mei 1998, ribuan mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi di Jabotabek bergerak memadati pelataran gedung DPR RI.
Mereka mendesak pimpinan Dewan untuk mengusulkan kepada MPR RI agar
menyelenggarakan sidang istimewa sesegera mungkin. Ketua DPR/MPR
Harmoko kemudian mengumumkan hasil rapat yang meminta agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri. Hingga akhirnya pada 21 Mei 1998, Presiden
Soeharto mengundurkan diri dan mengalihkan kekuasaan kepada wakilnya, BJ
Habibie. Selain berimbas pada turunnya tahta Soeharto, kerusuhan Mei 1998
juga membawa sejumlah dampak lain, mulai dari kerusakan hingga kematian.
Jumlah keseluruhan korban dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai wilayah
Indonesia ditaksir mencapai angka 1.217 jiwa meninggal dunia, 91 orang luka,
dan 31 orang hilang. Korban meninggal dunia dalam kerusuhan Mei 1998
disebabkan berbagai kondisi, yakni terbakar, luka akibat senjata atau alat lain,
hingga pembunuhan dan pemerkosaan. Bukan hanya itu, terdapat 159 korban
kekerasan seksual selama kerusuhan Mei 1998. Adapun pemerkosaan massal
tersebut, lebih banyak terjadi di berbagai wilayah Jakarta, mulai dari Jakarta
Pusat, Barat, Timur, Utara, sekitarnya.

Penyelesaian
Melihat laporan tersebut, tak ayal kerusuhan Mei 1998 menjadi salah satu
peristiwa suram bangsa ini. Terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
yang hingga kini kasusnya belum terselesaikan.
Hal yang sama terjadi untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya yang
terjadi di masa lalu, seperti tragedi 1965, penembakan misterius era 1980,
peristiwa Talangsari, penghilangan orang secara paksa jelang reformasi,
peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.
Padahal, seperti yang kita ketahui bersama, telah ada payung hukum yang
menyatakan penyelesaian kasus HAM berat dapat dilakukan melalui jalur
pengadilan ad hoc, seperti diamanatkan di Undang-Undang (UU) Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sayangnya, setelah melewati pergantian
beberapa kali pemerintahan di era Reformasi, hal ini urung terlaksana.
Alasannya, berkas penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional (Komnas)
HAM dikembalikan oleh Kejaksaan Agung karena dianggap tidak memenuhi
syarat penyidikan.
Bahkan yang terbaru, tim khusus penuntasan dugaan pelanggaran HAM berat
atau Timsus HAM yang dibentuk Kejaksaan Agung juga tidak membawa
perubahan bagi penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono, mengatakan tidak ada
kasus-kasus yang bisa ditindaklanjuti melalui jalur pengadilan. Sebab, Komnas
HAM tidak memenuhi petunjuk yang diberikan dari Kejagung, baik syarat

12
formil maupun materil. Bahkan, Koordinator Timsus HAM yang juga Direktur
Pelanggaran HAM Berat Kejaksaan Agung, Yuspar mengusulkan kepada
pemerintah untuk menyelesaikan melalui jalur non-yudisial
(mediaindonesia.com, 4/5).
Pernyataan-pernyataan Timsus di atas mengindikasikan bahwa penyelesaian
kasus pelanggaran HAM kerusuhan 1998 melalui jalur pengadilan masih
berjalan di tempat. Padahal, rezim telah berganti lima kali selepas turunnya
Soeharto. Setiap rezim pun gagal menyelesaikan kasus ini.
Nampaknya, bukan hanya sekedar janji politik yang dibutuhkan, tetapi juga
keberanian dan komitmen dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
untuk menuntaskan permasalahan ini melalui jalur pengadilan. Presiden dan
DPR seharusnya menjalankan mandat UU Nomor 26 Tahun 2000 untuk
membentuk Pengadilan HAM ad hoc guna menyelesaikan kasus pelanggaran
HAM masa lalu, termasuk kerusushan Mei 1998. Oleh karena itu,
memperhatikan persoalan diatas, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan.
Pertama, mendorong Presiden dan DPR untuk tetap berkomitmen
menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Kedua, mendorong
Presiden untuk mengevaluasi kinerja Timsus HAM Kejaksaan Agung yang
belum bekerja secara signifikan untuk menyelesaikan syarat formil maupun
materil dalam kasus pelanggaran HAM melalui jalur pengadilan. Ketiga,
mendorong DPR untuk selalu membuka ruang bagi kelompok masyarakat sipil
dalam rangka memberikan masukan dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu.

13
B. Kesimpulan
Konflik adalah hal yang lumrah terjadi di dalam masyarakat, konflik adalah salah
satu bentuk suatu gejala sosial yang sering muncul dalam kehidupan bermasyarakat
yang saling berinteraksi karna dalam interaksi seringkali masyarakat dihadapkan pada
situasi konflik (pertentangan). Pertentangan kepentingan yang terjadi di dalam
masyarakat adalah konflik, konflik kepentingan dapat terjadi antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.Ada konflik
yang mudah berakhir, dan ada pula konflik yang berlangsung lama konflik yang
penulis teliti ini adalah konflik yang berlangsung lama.

Tidak ada suatu masyarakat ataupun anggota masyarakat yang tidak mengalami
konflik. Bahkan kita sendiri juga pasti pernah mengalami konflik dengan orang lain.
Maka dari itu, setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Kita tidak boleh main
hakim sendiri apalagi jika ita tidak memiliki bukti yang akurat untuk menjatuhkan
lawan kita. Maka dari itu, cerdaslah dalam pikiran, perkataan dan perbuatan agar
apapun dan setiap segala sesuatu yang kigta perbuat itu, tidak menyinggung suatu
pihak agar kita tidak mengalami permasalahan / konflik.

14

Anda mungkin juga menyukai