Penguin Unyu Unyu
Penguin Unyu Unyu
Penguin Unyu Unyu
PENGUIN
Dosen Pengampu : Ir. Ria Azizah Tri Nuraini, M.Si.
Disusun Oleh :
Kelompok 2 / Ilmu kelautan B
Eka Wulidanisa 26040122130053
Khansa Nabila 26040122130056
Sakti Pringgandani P. 26040122130065
Aditya Widya Prihantoro 26040122130070
Nickolas Semly Sembiring 26040122130072
1.3. Manfaat
1, Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis penguin dan statusnya di alam
2. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi penguin
3. Mahasiswa dapat mengetahui cara reproduksi penguin
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Klasifikasi Penguin
2.1.1. Penguin Kaisar
2.2. Morfologi
Penguin memiliki beberapa bagian tubuh yang memiliki berbagai fungsi berbeda
untuk menunjang kehidupan dan survival rate mereka. Hal ini diperkuat oleh Gerum et al.
(2013), yang menyatakan bahwa penguin memiliki bagian mulai dari atas yaitu kepala, mata,
beak atau paruh, leher, keseluruhan tubuhnya, flippers atau sayap yang termodifikasi, serta
kaki dan claw. Penguin memiliki tinggi berkisar dari sekitar 35cm dan berat berkisar dari
sekitar 1kg. Salah satu fitur penguin yang signifikan adalah warnanya. Sebagian besar
penguin berwarna hitam di punggungnya dan putih di bawahnya. Seringkali garis-garis hitam
membentang di dada bagian atas mereka dan memiliki bintik-bintik putih di kepala. Sangat
jarang penguin memiliki warna yang berbeda. Namun, beberapa dari mereka memiliki kaki
atau paruh berwarna merah. Tiga spesies Eudyptes memiliki jumbai coklat kuning. Penguin
merupakan hewan akuatik jenis burung yang tidak bisa terbang, namun sangat terspesialisasi
dalam hal berenang. Hal ini karena penguin dapat mengubah kaki depannya menjadi
'dayung', dan membawa kembali ke kaki depan untuk berjalan. Hal ini juga dibantu oleh fitur
yang terdapat pada kaki dan flippernya yaitu memiliki selaput yang memudahkannya untuk
berenang dan mendayung. Bulu pada tubuh penguin juga terdiri dari bulu yang sangat pendek
untuk meminimalkan turbulensi dan gesekan, namun bulunya sangat tebal serta ia memiliki
tumpukan lemak dibawah jaringan kulitnya untuk menjaga suhu tubuhnya. Penguin memiliki
sikap tubuh yang tegak dan cenderung bergoyang, melompat, atau berlari dengan tubuh
miring ke depan. Penguin kutub juga dapat melakukan perjalanan jarak jauh dengan cepat
yang disebut dengan "tobogganing". Ini merupakan cara hidup penguin untuk meluncur
melintasi es dengan perut dan mendorong ke depan dengan kakinya. Jika cuaca sangat dingin,
penguin berkumpul bersama dalam koloni besar. Cara ini melindungi mereka dari pemangsa
dan memberikan kehangatan.
2.3. Anatomi
2.3.1. Sistem Pencernaan
Penguin mengasimilasi semua nutrisi yang mereka butuhkan dari berbagai makanan
yang mereka makan melalui sistem pencernaan mereka. Sistem pencernaan mereka bekerja
dengan cara yang mirip dengan manusia, dan secara fisiologis juga mirip. Mereka dapat
mencerna dengan sangat cepat karena organ pencernaannya sudah sangat berkembang. Aspek
penting lain dari sistem pencernaan penguin adalah kelenjar yang juga ditemukan di burung
laut lain yang bertanggung jawab untuk menghilangkan garam berlebih yang dicerna dengan
air laut. Kelenjar ini dinamakan kelenjar supraorbital. Karena itu, minum air tawar tidak
diperlukan. Penguin dapat bertahan dua hari tanpa makan dan periode waktu ini tidak
mempengaruhi aspek sistem pencernaan mereka.
2.4. Reproduksi
Penguin merupakan burung yang memiliki cara berkembang biak yang sangat unik.
Penguin cenderung bereproduksi pada musim panas di antartika yaitu pada bulan oktober
sampai februari. Penguin matang secara seksual yaitu pada umur 3 hingga 8 tahun. Penguin
juga disebut sebagai salah satu hewan monogami. Hewan monogami sendiri memiliki definisi
sebagai hewan yang hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Proses reproduksi atau
perkawinan dari penguin berawal dari penguin jantan yang mulai membangun sarang
menggunakan ranting kayu atau benda lainnya yang dapat dijadikan barang sebagai
membangun sarang. Penguin betina kemudian akan menghampiri sarang yang sudah dibuat
oleh banyak penguin jantan. Penguin betina kemudian akan memilih sarang yang dianggap
cocok olehnya untuk meletakkan telur. Jantan yang membuat sarang akan dipilih oleh betina
sebagai pasangannya.
Sepasang penguin tersebut akan melakukan sebuah ritual pernikahan berupa saling
membungkuk dan memanggil satu sama lain. Setelah pasangan tersebut berpasangan, maka
penguin dari betina akan menghasilkan hanya sebuah telur. Telur yang sudah dikeluarkan
oleh betina akan dipindahkan langsung ke bagian atas kaki dari penguin jantan. Selama
mengerami telur, penguin jantan tidak akan makan sama sekali. Telur tersebut akan dierami
selama 36 hari. Penguin jantan mengandalkan kandungan lemak yang dimilikinya sebagai
cadangan makanan. Penguin betina akan pergi ke laut untuk mencari makan selama dua
minggu. Bayi penguin akan dirawat oleh penguin jantan selama 3 bulan. Setelah melewati 3
bulan, anak penguin tersebut akan bergabung dengan anakan penguin lainnya. penguin dapat
dikatakan dewasa, ketika penguin tersebut mencapai usia 3 hingga 4 tahun (Colominas-Ciuro
et al., 2017).
2.6. Habitat
Penguin merupakan hewan yang identik dengan dengan wilayah antartika atau
wilayah yang memiliki es. Namun, penguin dapat ditemukan pada wilayah dengan iklim
sedang ataupun daerah tropis. Penguin yang diketahui dapat hidup pada iklim sedang yaitu
penguin humboldt (Spheniscus humboldt) yang ditemukan hidup di wilayah pesisir dari
Amerika selatan. Pada daerah tropis atau khatulistiwa yaitu penguin galapagos (Spheniscus
mendiculus). Penguin galapagos ini juga memiliki mekanisme tersendiri agar tubuhnya tetap
hangat. Penguin kebanyakan ditemukan pada daerah dengan lintang 45° dan 60° Selatan.
Penguin cenderung hidup pada daerah atau pulau terpencil yang bebas dari predator
darat. Hal tersebut diakibatkan ketidakmampuan mereka untuk terbang sehingga mereka
tidak dapat melarikan diri dengan cepat saat berada di darat. Di daerah belahan bumi selatan,
penguin menjadi salah satu ikon yang unik. Salah satu penguin yang menjadi ikon dari daerah
kutub selatan yaitu penguin kaisar (Aptenodytes forsteri). Keberadaan dari habitat yaitu
dataran es, mereka di kutub selatan terancam. Hal tersebut diakibatkan oleh pemanasan
global yang terjadi di bumi yang membuat dataran es rentan sehingga dapat mencair. Dengan
mencairnya dataran es, maka daerah mereka untuk hidup dan berkembang biak menjadi
terancam oleh karena terjadinya pemanasan globat tersebut (Pistorius et al., 2017).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Beberapa penguin berada dalam status Least Concern seperti penguin raja, penguin adelie,
penguin gentoo. Terdapat pula beberapa penguin yang keberadaan sudah terancam punah
oleh karena faktor seperti perubahan iklim dan pemanasan global. Beberapa penguin yang
sudah terancam punah tersebut antara lain seperti penguin mata kuning, penguin africa,
penguin emperor, penguin royal dan penguin magellanic.
2. Penguin memiliki beberapa bagian tubuh yang memiliki fungsinya masing-masing. Tubuh
penguin terdiri dari kepala, paruh, leher, tubuh, flipper, dan kaki. Tubuh pinguin dipenuhi
oleh bulu yang tebal serta terdapat tumpukan lemak dibawah kulitnya. Adaptasi ini
digunakan oleh pinguin agar terhindar dari kondisi kedinginan yang ekstrim. Penguin juga
memiliki kelenjar supraorbital yang memungkinkan pinguin untuk meminum air asin.
Kelenjar ini bekerja untuk mensekresikan senyawa garam yang masuk berlebihan ke tubuh
pinguin dan dikeluarkan melalui organ pernapasan. Pinguin memiliki flipper yang telah
dimodifikasi agar memudahkannya untuk berenang. Kemudian, kaki pinguin juga
memiliki selaput yang dapat digunakan sebagai dayung dan mempermudah proses
berenang.
3. Penguin cenderung bereproduksi pada musim panas di antartika yaitu pada bulan oktober
sampai februari. Sepasang penguin tersebut akan melakukan sebuah ritual pernikahan
berupa saling membungkuk dan memanggil satu sama lain. Setelah pasangan tersebut
berpasangan, maka penguin dari betina akan menghasilkan hanya sebuah telur.
Sebelumnya penguin jantan membuat sarang untuk meletakkan telur-telur penguin.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin dan Iqbal, A., 2018. Vertebrata laut. Deepublish Publisher, Yogyakarta. 194
hal.
Colominas-Ciuro, R., Santos, M., Coria, N. and Barbosa, A., 2017. Reproductive effort
affects oxidative status and stress in an Antarctic penguin species: An
experimental study. Plos One, 12(5): 1-15.
Coudert, Y. R., Ciaradia, A., Ainley, D. and Barbosa, A., 2019. Happy feet in a Hostile
World? The Future of Penguin Depends on Proactive Management of
Current and Expected Threats. Journal of Frontiers in Marine Science,
6(2): 1-23.
Gerum, R. C., Fabry, B., Metzner, C., Beaulieu, M., Ancel, A. and Zitterbart, D. P., 2013.
The Origin of Traveling Waves in an Emperor. New Journal of Physics,
13(1): 1-15.
Goetz, K. T., McDonald, B. I. and Kooyman, G. L., 2018. Habitat preference and dive
behavior of non-breeding emperor penguins in the eastern Ross Sea,
Antarctica. Marine Ecology Progress Series, 593(1): 155-171.
Kim, B. M., Jeong, J., Jo, E., Ahn, D. H., Kim, J. H., Rhee, J. S. and Park, H., 2019. Blood
Transcriptome Resources of Chinstrap (Pygoscelis antarcticus) and Gentoo
(Pygoscelis papua) Penguins From the South Shetland Islands Antartica.
Journal of Genomic & Informatics, 17(1): 342-355.
Pistorius, P., Hindell, M., Crawford, R., Makhado, A., Dyer, B. and Reisinger, R., 2017. At-
sea distribution and habitat use in king penguins at sub- Antarctic Marion
Island. Wiley Ecology and Evolution, 7(1): 3894-3903.
Xavier, J. C. dan Nathan P. N. 2020. Penguins: Diversity, Threats, and Role in Marine
Ecosystems Live Below Water. 1(1): 1-10.