MAKALAH
Disusun sebagai salah satu tugas mandiri mata kuliah Zoologi Vertebrata
Dosen Pengampu :
Dr. Sumiyati Sa’adah, M.Si
Oleh:
Nama : Ayu Iis Marlina
NIM : 1162060020
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB II Pembahasan
2.1 Reptilia .............................................................................................................. 2
2.2 Bangsa Kura-kura.............................................................................................. 5
2.3 Peranan Bangsa Kura-Kura ............................................................................. 14
2.4 Ancaman Biodiversitas Bangsa Kura-kura ..................................................... 14
BAB III Penutup
3.1 Simpulan ......................................................................................................... 17
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
hayati paling tinggi di dunia. Menurut Biodiversity Action Plan for Indonesia
(Bappernas, 1993) Indonesia memiliki sekitar 10% jenis tumbuhan berbunga yang
ada di dunia, 12% mammalia, 16% reptile dan amphibia, burung serta 25% jenis
ikan. Tingginya keanekaragaman hayati tersebut sangat dipengaruhi oleh posisi
Indonesia yang berada di wilayah tropis serta terletak diantara dua wilayah yaitu
Indo Malaya dan Australia.
Reptile adalah salah satu fauna yang terdapat di wilayah Indonesia,
menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki kekayaan reptile paling
tinggi di dunia. Lebih dari 600 jenis reptile terdapat di Indonesia. Kura-kura
merupakan reptile yang memiliki bentuk tubuh unik dengan badannya yang
tertutup oleh tulang hasil modifikasi dari tulang rusuk yang dilapisi oleh zat
tanduk. Kura-kura merupakan reptile yang termasuk dalam ordo Testudinata
terdiri atas 260 jenis dari 75 genus dan 13 famili. Testudinata mencakup jenis
yang hidup di laut, perairan tawar, maupun di darat. Testudinata mewakili sekitar
4% dari seluruh jenis reptile yang ada di dunia.
1.3 Tujuan
A. Mengetahui ciri reptilian secara umum dan mengidentifikasi kura-kura.
B. Mengetahui perananan penting kura-kura dalam biodiversitas.
C. Memahami akan anacaman terhadap biodiversitas kura-kura.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Reptilia
Klad reptile mencakup tuatara, kadal, ular, kura-kura, krokodila, dan burung,
beserta sejumlah kelompok yang sudah punah, misalnya plesiosaurus dan
iktiosaurus. Reptile memiliki sisik-sisik yang mengandung protein keratin. Sisik
membantu melindungi kulit hewan dari desikasi dan abrasi. Selain itu,
kebanyakan reptile menghasilkan telur-telur becangkang di darat. Fertilisasi harus
terjadi secara internal, sebelum cangkang telur di sekresikan. Banyak spesies ular
dan kadal adalah vivivar. Deskripsi yang lebih akurat bagi reptile-reptil ini adalah
ektotermi, yang berarti bahwa mereka menyerap panas eksternalsebagai sumber
utama panas tubuh (Campbell, 2012: 288-289).
Kelas reptilia meliputi kadal dan ular (Ordo Squamata), penyu dan bulus
(Ordo Chelonia), buaya (Ordo Crocolillia) dan tuatara New Zealand (Sphenodon
punctatum, Ordo Rhynchocephalia). Reptilian merupakan kelompok vertebrata
yang beradaptasi untuk hidup di darat yang lingkungannya kering. Adanya sisik
dan kulit yang menanduk mencegah hilangnya kelembapan tubuh danmembuat
hewan untuk hidup di permukaan yang kasar. Reptilian tersebar baik di daerah
tropis maupun di daerah subtropics. Pada daerah-daerah yang mendekati kutub
dan tempat-tempat yang lebih tinggi jumlah dan jenisnya makin sedikit. Reptilian
menempati bermacam-macam habitat. Umumnya berkembang biak dengan
bertelur atau ovivar, akan tetapi ada beberapa spesies yang bersifat ovovivivar
(Kurniati, Yusriana, dan Sa’adah, 2018: 91).
2
Gambar 1 Ordo Squamata
3
Gambar 4 Ordo Rhynchocephalia
Reptil adalah salah satu dari kelas hewan bertulang belakang yang tergolong
dalam filum chordata meliputi hewan-hewan yang mempunyai kerangka bentuk
batang yang kerans tetapi berupa notochorda. Reptilian berkembang dari
amphibia pada zaman karbon, memiliki batang saraf (nerve cord) yang terletak
paling di bawah chordata dorsalis sebagai pusat system saraf. Nama kelas ini
diambil dari model cara hewan berjalan (Latin Reptum = melata, atau merayap).
Study yang mempelajari tentang reptilian disebut Herpetology (Burhanuddin,
2018: 85).
A. Karakteristik Umum
Menurut Kurniati, Yusriana, dan Sa,adah (2018: 92-93), reptilia memiliki
karakteristik umum sebagai berikut.
1. Tubuh ditutupi kulit kering bertanduk (tidak licin), biasanya
dilengkapi sisik atau kuku; kelenjar di permukaan kulit sedikit.
2. Memiliki 2 pasang anggota badan, masing-masing dengan 5 jari yang
pada bagian ujungnya terdapat cakar dan dapat digunakan untuk
berlari, merayap atau memanjat; anggota badan yang menyerupai
dayung pada penyu, memendek pada kadal, dan tidak ada anggota
badan pada beberapa jenis kadal dan semua jenis ular.
4
3. Kerangka terdiri dari tulang kerasm tengkorak dilengkap rongga
oksipital.
4. Jantung terdiri dari 4 ruang yang berlum terpisah sempurna, 2 serambi
dan ventrikel yang sebagian saling terpisah; 1 pasang berkas aorta; sel
darah merah oval binokaf dengan inti.
5. Respirasi dengan paru-paru; pada kura-kura air dilengkapi dengan
repsirasi kloaka.
6. Terdapat 12 pasang syaraf cranial.
7. Suhu tubuh berubah-ubah bergantung pada suhu lingkungan
(poikolotermis).
8. Fertilisasi internal, menggunakan organ kopulasi; telurnya besar
mengandung kuning telur yang terbungkus cangkang licin atau
berkulit’ biasanya telur ditetaskan, tetapi pada beberapa jenis ular dan
kadal embrio berkembang di dalam tubuh betina.
5
B. Klasifikasi Reptilia
Famili 1.
Sub Ordo 1. Atheca
Dermochelidae
Famili 1.
Chelidridae
Famili 2.
Dermathemydae
Ordo 1. Chelonia Famili 3.
(Testudinata) Kinosternidae
Super Famili
Ordo 2. 1.Cryptodira
Famili 4.
Rhynchocephalia Platysternidae
Famili 5.
Testudinae
Sub Ordo 2.
Thecophora Famili 6.
Chelonidae
Famili 1.
Pelomedusidae
Super Famili 2.
Famili 2. Chelydae
Pleurodia
Famili 3.
Famili Gekkonidae
Carettochelydae
Reptilia
Famili Iguanidae
Famili Agamidae
Famiili Scincidae
Famili Varanidae
Famili
Ordo 3. Squamata
Helodermatidae
Famili Typhlopidae
Famili Boidea
Sub Ordo 2.
Famili Colubridae
Serpentes (Ophidia)
Famili
Ordo 4. Crocodilia Famili Elapidae
Crocodylidae
Famili Crotalidae
6
Menurut Setyowati dan Furqonita (2007: 153-154) kelas reptilian
dibedakan menjadi empat ordo, yaitu:
1. Ordo Squamata
Squamata memiliki sisik yang terbuat dari zat tanduk. Squmata
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Lecertilia, dan Ophidia.
2. Ordo Crocodilia
Hewan yang tergolong Crocodilia memiliki sisik dari tulang.
Misalnya buaya.
3. Ordo Chelonia
Chelonia memiliki perisai yang membungkus tubuhnya. Perisai
punggung (karapaks) terbentuk dari tulang rusuk yang melebar,
sedangkan perisai perut (plastron) terbentuk dari lapisan tulang.
Kedua perisai itu bersatu pada tepinya, kecuali pada bagian
tertentu terdapat lubang untuk kepala, kaki dan ekor.
4. Ordo Rhynchocephalia
Kelompok ini hanya memiliki satu spesies yang ada sampai saat
ini, yaitu tuatara yang dapat dijumpai di Selandia Baru. Tuatara
merupakan hewan melata tertua sehingga disebut sebagai fosil
hidup.
2.2 Bangsa Kura-kura
7
dari 307 spesies kura-kura yang diketahui memiliki batok keras yang memberikan
pertahanan kuat dari predator. Analisis molecular menyatakan bahwa kura-kura
berkerabat dekat dengan buaya dan arkosaurus lainnya di periode Trias. Kura-
kura paling awal tidak dapat memasukan kepalanya kedalam batok, namun
mekanisme untuk melakukan itu telah dievolusikan secara independen pada dua
cabang kura-kura yang terpisah. Kura-kura berleher samping (Pleurodira) dapat
melipat lehernya secara horizontal, sementara kura-kura berleher vertical
(Krioptodira)melipat lehernya secara vertical. Beberapa kura-kura telah
teradaptasi dengan kondisi gurun, dan sebagian lain menghabiskan hamper
sebagian besar waktunya di kolam dan sungai. Ada pula kura-kura yang telah
kembali ke laut, atau penyu, memiliki batok yang tereduksi dan tungkai yang
membesar yang berfungsi sebagai sirip (Campbell, 2012: 291).
8
tubuhnya ditutupi kulit tanpa sisik dengan sel yang sedikit saja mengalami
osifikasi. Kepala, ekor, dan anggta tubuh kura-kura keluar dari celah antara
karapas dengan plastron,pada beberapa jenis dapat ditarik ke dalam karapas.
Rahangnya tidak dilengkapi gigi tetapi pada bagian moncong terdapat lapisan
yang mengalami kornifikasi yang dapat digunakan untuk memotong-motong
makanan. Pada ujung jari terdapat cakar dengan tanduk yang bermanfaat pada
saat merayap atau menggali. Kura-kura darat, berkaki kecil, sedangkan kura-kura
laut, kaki menyerupai dayung yang diguakan untuk berenang. Memiliki kandung
kemih dan secret berupa cairan (Kurniati, Yusriana, dan Sa’adah, 2018: 102).
9
kura-kura darat bentuknya tinggi dan cembung (kecuali pada kura-kura Tornier),
perisai kura-kura kolam umumnya terpipih, dan memiliki tungkai yang mirip
tiang penopang dengan jari-jemari yang tumbuh menyatu, hanya kukunya saja
yang masih mudah dikenal, karena letaknya terpisah. Penghuni air tawar pada
umumya memiliki kaki yang agak pipih, yang jari-jemarinya masih bisa
dibedakan dan dikenali, meskipun antara satu dengan yang lain dihubungkan
dengan selaput renang (Burhanuddin, 2018: 95-96).
10
Indonesia memiliki sekitar 39 jenis kura-kura yang terdiri dari enam jenis
penyu, enam jenis labi-labi, dua jenis kura-kura darat, dan 25 jenis kura-kura air.
Salah satu jenis kura-kura air tawar yang merupakan endemic Indonesia adalah
Chelodina mccordi di Pulau Rote, Nusa Tenggara Barat (Endarwin, Ul-Hasanah,
Varquez, dan Kusrini, 2005: 51).
11
Gambar 11 anatomi penyu
12
Kelompok labi-labi tidak memiliki gigi tetapi memiliki rahang yang kuat yang
ditutupi lempengan zat tanduk yang keras dan tajam, sehingga gigitannya cukup
tajam dan dapat melukai korbannya, bahkan yang berukuran besar giginya
mampu memotongjari manusia (Mumpuni, 2011: 11-12).
Gambar 12 labi-labi
Gambar 13 Labi-labi
13
Labi-labi tidak bergigi, tetapi rahangnya sangat kuat dan tajam. Kulit
tertutup oleh perisai yang berasal dari lapisan epidermis berupa zat tanduk.
Namun jika lapisan epidermisnya mengalami kerusakan, akan terjadi
penyembuhan secara berangsur-angsur (Khairuman dan Amri, 2002:11).
2.3 Peranan Kura-kura
Kura-kura Rote memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan telah menjadi
target buruan dalam perdagangan internasional. Kura-kura ini banyak diburu
terutama untuk dijadikan binatang peliharaan (Endarwin, Ul-Hasanah, Varquez,
dan Kusrini, 2005: 51).
Kura-kura adalah satwa yang menarik untuk dipelihara, karena memiliki
perilaku dan penampilanyang unik dan menarik. Kura-kura menempati daerah
yang beraneka ragam mulai dari laut, air payau, air tawar, hingga daratan dari
daratan rendah, perbukitan atau terbuka (Fithria, 2008: 180).
Bulus termasuk hama karena memakan udang dan ikan kecil di alam. Bulus
memiliki nilai ekonomis yang tinggi, hamper seluruh bagiantubuh labi-labi dapat
dimanfaatkan, baik daging maupun cangkangnya (Susanto, 2014: 92).
Sudah sejak lama peternak ikan mengetahui labi-labi merupakan hama atau
predator yang potensial menimbulkan kerugian. Jika hewan ini masuk ke dalam
kolam budi daya, sudah bia dibayangkan penyusutkan ikan di kolam tersebut
(Amri dan Sihombing, 2008: 20).
2.4 Ancaman terhadap Biodiversitas Kura-kura
Kura-kura di seluruh dunia berjumlah tidak kurang dari 260 spesies dan
berasal dari 14 famili, seluruh spesies tersebut di perkirakan masih hidup dan
tersebar di berbagai belahan dunia. Jumlah kura-kura yang hidup di Indonesia
sekitar 45 spesies yang berasal dari 7 famili (Agromedia, 2010:14). Menurut
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Direktorat Jendral Konservasi
Sumber Daya Alam Dan Ekosistem (2015:5), penangkapan kura-kura tahun 2016
di Sumatera Selatan telah mencapai 5625 ekor yang terdiri dari 5 spesies yang
berasa dari 3 famili, hal ini berarti banyak kura-kura yang di tangkap. Untuk
14
menjaga ketersediaan kura-kura di daerah pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang No 5 tahun 1990 tentang pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya.
Kura-kura merupakan hewan yang sangan rentan mengalami kepunahan.
Hewan ini mempunyai jumlah individu yang relative sedikit dengan daerah edar
yang cukup besar sehingga frekuensi pertemuan antar individu relative jarang.
Oleh karena itu kemungkinan untuk dapat kawin cukup langka. Selain itu
pertumbuhannya sangat lamban. Menurut perkiraan ukuran, dewasa tercapai
setelah lebih dari 4 sampai 10 tahun. Selainitu kura-kura air tawar berukuran kecil
hanya bertelur sekotar 2-4 butir dalam 1 bulan. Perlindungan terhadap satwa ini
sangalkah penting dilakukan karena jumlah populasinya yang sangat terancam
punah. Selain reproduksinya yang sangat lambat dan penyebarannya yang
terbatas, tingginya permintaan hewan ini sebagai bahan konsumsi dari China,
Jepang, dan negara-negara Eropa mengakibatkan terjadinya perburuan terus-
menerus untuk dieprdagangkan. Perburuan ini dianggap factor dominan dalam
menurunkan tingkat populasi kura-kura. Penangkaran merupakan salah satu
alternative untuk mencegah kepunahan.penangkaran (Rahman, 2008: 116).
Penyebab utama penurunan keanekaragaman hayati adalah perusakan dan
penghilangan habitat alami oleh aktivitas manusia, diikuti introduksi spesies
sebagai penyebab kedua. Aktivitas manusia selainmenghilangkan habitat juga
menimbulkan polusi yang akumulasinya memebrikan andil yang besar terhadap
perubahan iklim. Musnahnya berbagai spesies diakibatkan salah satunya oleh
over exploitation. Ancaman terhadap keanekaragaman hayati sebagai akibat dari
aktivitas manusia, berakar dari berbagai masalah kependudukan dan kemiskinan,
tingkat konsumsi berlebihan, dankesenjangan kepemilikan serta akses pada
sumber daya alam, kelembagaan dan penegakan hukum, rendahnya pemahaman
tentang ekosistem, dan kegagalan kebijakan lingkungan hidup (Sutamihardja, dan
Mulyani, 2010:
15
Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut tanoa adanya tindakan pengelolaan
dari semua pihak yang terutama dalam hal ini adalah BKSDA, maka
kemungkinan besar kura-kura danlabi-labi akan punah dalam waktu yang tidak
lama. Untuk mencegah kepunahan tersebut maka diperlukan tindakan pengelolaan
yang berdasarkan informasi dari hasil penelitian (Informed management),
sehingga dapat dilakuakn tindakan pengelolaan yang terarah dan tepat. Tidakan
yang perlu dilakukan adalah:
a. Melakukan penelitain lanjutan mengenai study populasi dan habitat
kura-kura.
b. Melakukan kegiatan penyadaran masyarakat akan pentingnya kegiatan
konservsi satwa liar khususnya kura-kura dan labi-labi.
c. Melakukankegiatan pemberdayaan masyarakat dengan cara
mengembangkan system konservasi exsitu dengan penangkaran untuk
memenuhi keutuhan daging kura-kura dan labi-labi, untuk mengurangi
penangkapan di alam.
d. Melakukan pembinaan habitat kura-kura yang telah rusak pasca
kegiatan penambangan (Fithria, 2008: 190).
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kelas reptilian meliputi Ordo Squamata, Ordo Chelonia. Ordo Crocodilia,
dan Ordo Rhynchocephalia. Merupakan vertebrata pertama yang beradaptasi
hidup di darat yang kering. Reptilian memiliki kulit dan sisik yang menanduk
guna mencegah hilangnya kelembapan tubuh dan membantu hidup di permukaan
yang kasar.
Bangsa kura-kura mempunyai ciri khusus yaitu memiliki tempurung.
Tempurung pada kura-kura bagain dorsal disebut karapas dan pada bagian ventral
disebut plastron. Kura-kura dapat dibedakan menjadi kura-kura darat, kura-kura
air
Secara umum bangsa kura-kura dapat dibagi menjadi 4 kelompok yang
berbeda, yaitu: Penyu (sea turtle) jenis kura-kura yang hidup di laut, labi-labi atau
bulus adalah kura-kura yang berperisai lunak (soft shelled), baning (tortoise) yang
dikenal sebagai kura-kura darat berperisai tinggi dan kura-kura air tawar lain
secara umum (terrapin).
Kura-kura memiliki peranan nilai ekonomi yang tinggi, banyak yang
menjadikannya sebagai binatang peiliharaan sampai makanan, oleh sebab itu
banyak yang gencar melakukan pemburuan terhadapnya, biodiversitas kura-kura
semakin teranacan dan perlu dilakukan penangkaran, pelindungan, dan pelestarian
kembali.
17
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia. 2010. Memilih & merawat Kura-kura, Ular, Gecko. PT Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Amri dan Sihombing. (2008). Memgenal dan Mengendalikan Predator Benih Ikan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Burhanuddin. (2018). Vertebrata Laut. Yogyakarta: Deepublish
Campbell dan Reece. (2012). Biolgi Jilid 2 Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga
Endarwin, Ul-Hasanah, Varquez, dan Kusrini. (2005). Studi Pendahuluan:
Keberadaan Kura-kura Rote (Chelodina mccordi, Rhodin 1994) di Pulau Rote,
Nusa Tenggara Barat. Media Konservasi Volume X No 2 Desember 2005 51-
57
Fitria, Abdi. (2008). Upaya Konservasi Bangsa Kura-kura di Areal Penambangan
Emas dan Intan Catchment Area Riam Kanan, Kalimantan Selatan.
Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat. Upaya Konservasi (24): 180-
192. Jurnal Hutan Tropis Borneo No 24, Desember 2008
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Direktorat Jendral Konservasi
Sumber Daya Alam Dan Ekosistem. 2015. Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam
san Penagkapan Satwa Liar Periode Tahun 2016. Jakarta. Kementerian
Lingkungan Hidup Dan Kehutanan.
Khairuman dan Amri. (200). Labi-Labi Komoditas Perikanan Multimanfaat.
Tanggerang: Agromedia Pustaka
Kurniati, Yusriana, dan Sa’adah. (2018). Zoologi Vertebrata. Bandung: UIN Sunan
Gunung Djati Bandung
Mumpuni. (2011). Kerabat Labi-labi (Suku Trionychidae) di Indonesia. Bidang
Zoologi, Puslit Biologi LIPI. Fauna Indonesia Vol 10 (2) Desember 2011: 11-17
Rahman, Abdul. (2008). Pola Aktivitas Harian Kura-kura Air Tawar Eleseya schultzi
di Museum Zoologicum Bogoriense Bogor. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Exacta, Vol VI NO 1 Juni 2008; 115-119
Setiawati dam Furqonita. (2007). Biologi Interaktif. Jakarta: Azka Press
18
Susanto, Heru. (2014). Budidaya 25 Ikan di Pekarangan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sutamihadja dan Mulyani. (2010). Keanekaragaman Hayati dan Ancaman
Perubahan Iklim. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman. Fakultas Biologi.
Posisding Seminar Nasional Biodiversitas dan Bioteknologi Sumber Daya
Akuatik ISBN 978-979-16109-4-0
19