Anda di halaman 1dari 12

MINI RISET

“DIAMORPHISME SEKSUAL KURA-KURA”

Dosen Pengampu :

Dr. Mufti Sudibyo M.Si

Oleh : KELOMPOK 5 (LIMA)

Emianta Br Barus (4191220007)


Junri I.T Naiggolan (4193220016)
Miftah Salsabila (4192520013)
Muhammad Rivaldi (4193220003)
Tiara Lara Sari (4193520014)

BIOLOGI NONDIK B 2019

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan kami berkat dan rahmatNya, sehingga kami dapat menyelesaikan Mini Riset
Taksonomi Hewan Vertebrata ini dengan baik dan tepat waktu.

Mini Riset ini kami susun guna melengkapi tugas mata kuliah Taksonomi Hewan
Vertebrata. Dalam penyusunan Mini Riset ini tidak sedikit kesulitan yang kami temui,
namun berkat bimbingan serta bantuan dari beberapa pihak, Mini Riset ini dapat
terselesaikan sesuai dengan arahan tugas yang diberikan.

Tiada gading yang tak retak, begitupun dengan Mini Riset ini. Maka dari itu, kritik
dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dari pembaca demi kebaikan penyusunan
tugas selanjutnya. Akhirnya kami tetap berharap semoga Mini Riset ini bermanfaat bagi kita
semua. Terimakasih.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan masalah............................................................................................................. 5
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 5
1.4 Manfaat............................................................................................................................. 5
BAB II ....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6
Struktur Dan Fungsi Kura-kura .............................................................................................. 6
Mengidentifikasi gender ......................................................................................................... 7
Karakteristik jenis kelamin sekunder spesifik spesies ........................................................... 8
BAB III .................................................................................................................................... 10
PENUTUP ............................................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


A. Reptilia
Reptilia merupakan hewan vertebrata berdarah dingin (Poikilothermic) yang dapat
menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungan sekitarnya. Reptilia tidak dapat mengatur suhu
internal layaknya hewan mamalia yang berdarah panas (Homoiothermic) sehingga mereka
bergantung pada lingkungan sekitar untuk dapat mengatur suhu tubuh mereka. Berjemur di
bawah sinar matahari merupakan upaya reptilia dalam menghangatkan diri dan meningkatkan
metabolisme tubuh, sedangkan untuk mendinginkan suhu tubuh, reptilia biasanya berpindah
ke tempat yang teduh atau berpindah ke kawasan perairan (Taylor dan O’Shea, 2004). Tubuh
reptilia tertutup oleh sisik yang tesusun oleh keratin dan berbentuk rata maupun berduri.
Fungsi sisik dari tubuh reptilia adalah untuk mengatur sirkulasi air yang memungkinkan agar
reptilia terhindar dari ancaman dehidrasi saat jauh dari wilayah perairan (McDiarmid
dkk.,2012). Reptilia tidak memiliki telinga eksternal dan rambut maupun bulu. Pada
umumnya reptilia merupakan hewan karnivora. Jenis kura-kura dan beberapa jenis kadal
seperti iguana merupakan herbivora, sedangkan chameleon merupakan jenis reptil pemakan
serangga atau insektivora (O’Shea dan Halliday, 2001). Sistem reproduksi reptilia adalah
ovipar dan sebagian ovivipar, contoh pada jenis ular boa (Boa constrictor) yang merupakan
salah satu jenis ular dengan reproduksi ovivipar (Goin dan Goin, 1971).

B. Klasifikasi Reptilia
Klasifikasi reptilia menurut Halliday dkk., (1993) sebagai berikut : Kingdom :
Animalia Phylum : Chordata Sub-Phylum : Vertebrata Class : Reptilia Ordo : Squamata,
Testudinata, Crocodilia dan Rhynchocephalia Ordo testudinata terdiri dari jenis penyu dan
kura-kura. Jenis reptil yang paling kuno adalah penyu, kura-kura dan terrapins, mereka telah
hidup di bumi sejak 200 tahun yang lalu pada zaman mesozoikum. Pada umumnya kura-kura
bergerak lambat dan memiliki tempurung yang membuat mereka lebih mudah untuk dikenali
dari jenis reptil lainnya. Jenis kura-kura digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan cara
menarik leher kura-kura ke dalam tubuh yaitu pleurodira (side-necked turtles) dan cryptodira
(hidden-necked turtles). Anggota dari kedua kelompok ini mampu menarik kepala, anggota
badan dan ekor ke dalam cangkang untuk melindungi diri dari predator. Kelompok pleurodira
umumnya menempati habitat aquatik dan banyak tersebar di daerah tropik Asia, Australia
hingga Amerika Selatan. Contoh dari kelompok pleurodira adalah jenis kura-kura ini dapat
menggerakan kepala dan leher untuk dilipat ke samping diantara caparapace dan plastron.
Contoh kelompok pleurodira adalah jenis kurakura dada merah (Emydura subglobosa) yang
banyak ditemukan di Papua dan sekitarnya. Kelompok cryptodira pada umumnya biasa
ditemukan di habitat terestrial, habitat air tawar maupun habitat laut. Jenis kura-kura pada
kelompok cryptodira memiliki kemampuan untuk menarik bagian leher hingga kepala mereka
ke dalam tempurung. Kemampuan untuk melipat dan menarik bagian leher hingga kepala ke
dalam tempurung pada kelompok pleurodira maupun cryptodira pada umumnya digunakan
untuk pertahanan guna melindungi diri dari predator. Contoh spesies dari kelompok
cryptodira adalah kura-kura Moncong babi (Carettochelys insculpta). Ordo testudinata yang
tersebar di dunia terdiri dari sekitar 260 jenis dari 75 genus dan 13 famili (McDiarmid, 2012).
Sedangkan di Indonesia dijumpai 48 jenis dari 8 famili yaitu Cheloniidae, Dermochelyidae,

4
Trionychidae, Geomydidae, Carettochelydae, Testudinidae, Emydidae dan Chelidae
(Iskandar, 2000).

C. Persebaran Reptilia di Indonesia


Reptilia yang terdapat di Indonesia berasal dari Ordo Testudinata, Squamata dan
Crocodylia. Sebagian besar reptilia yang ditemukan di Indonesia berasal dari ordo squamata
yaitu jenis ular dan kadal. Persebaran reptilia di Indonesia dipengaruhi oleh letak geografis
dan pengaruh dari persebaran fauna dari benua Asia dan Australia. Kemampuan reptilia
dalam beradaptasi sangat baik, sehingga reptilia dapat berkembang dan ditemui di berbagai
macam habitat seperti hutan hujan, rawa, sungai dan laut. Sedangkan persebaran reptil di
penjuru dunia dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari pada daerah tersebut. Indonesia
yang merupakan negara kepulauan memiliki tingkat endemisitas fauna di setiap pulaunya,
untuk jenis reptilia tingkat endemisitas tertinggi berada di Papua dengan tingkat endemisitas
53,6 %

1.2 Rumusan masalah


 Bagaimana ciri morfologi kura-kura
 Bagaimana perbedaan morfologi kura-kurajantan dan kura-kura betina

1.3 Tujuan
Mengetahui ciri morfologi kura-kura mengetahui perbedaan jantan dan betina

1.4 Manfaat
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi landasan dalam pengembangan media
pembelajaran atau penerapan media pembelajaran secara lebih lanjut. Selain itu
juga menjadi sebuah nilai tambah khasanah pengetahuan ilmiah dalam bidang
pendidikan di Indonesia.

5
BAB II

PEMBAHASAN

Reptil adalah kelompok vertebrata eklektik dan telah lama menjadi sumber daya tarik
dan minat bagi umat manusia. Kura-kura, terrapin, dan penyu adalah kelompok hewan yang
menarik dan pengingat yang relevan akan sejarah panjang kelas Reptilia, dan peran yang
dimainkan hewan-hewan ini dalam evolusi dan keanekaragaman hayati. Sekarang, pada awal
abad kedua puluh satu, banyak spesies Chelonia menghadapi ancaman. Secara khusus,
perusakan habitat, penebangan liar dan penyakit yang ditularkan mengancam untuk
membasmi spesies atau marga tertentu. Perdagangan ilegal chelonians saja kemungkinan
besar menjadi penyebab hilangnya sebagian orang, terutama di Asia Tenggara.
Kura-kura adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk golongan reptil.
Bangsa hewan yang disebut Testudinata atau Chelonians ini khas dan mudah dikenali dengan
adanya perisai atau batok. Perisai tersebut terdiri dari dua bagian yaitu pada bagian atas yang
menutupi punggung adalah karapas dan bagian bawah yang menutupi perut adalah plastron.
Kemudian setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis. Lapis luar umumnya berupa sisik-sisik
besar dan keras, dan tersusun seperti genteng, sementara lapis bagian dalam berupa lempeng-
lempeng tulang yang tersusun rapat seperti tempurung kecuali terdapat pada kelompok labi-
labi (Trionychoidea) dan jenis penyu belimbing, yang lapis luarnya tiada bersisik dan
digantikan lapisan kulit di bagian luar tempurung tulangnya (Iskandar 2000).

Struktur Dan Fungsi Kura-kura


Karakter yang menjadikan Testudines salah satu yang paling jelas didefinisikan dari
semua ordo vertebrata adalah cangkang, yang, meskipun secara dangkal disejajarkan dengan
vertebrata tertentu lainnya (seperti armadillo dan ikan lapis baja tertentu) pada kenyataannya
unik di antara vertebrata dalam tingkat keterlibatannya. dengan, dan modifikasi, elemen
kerangka penting seperti tulang rusuk, tulang belakang, dan korset bahu. Fungsi utama dari
cangkang penyu, tentu saja, adalah sebagai pelindung, dan kekebalan relatif penyu dewasa
mungkin menjadi alasan penting untuk kelangsungan hidup mereka saat ini di berbagai
relung ekologi yang begitu luas. Namun, patut juga dipertimbangkan bahwa kepemilikan
cangkang, dengan bentuk bungkuk dan bulat, membuat kura-kura berkali-kali lebih berat dan
lebih besar daripada reptil lain dengan panjang tubuh yang sebanding.

6
Detail struktur cangkang penyu menunjukkan variasi yang cukup besar di seluruh ordo, tetapi
pola yang khas dari penyu emydid dan testudinid (yang bersama-sama membentuk lebih dari
setengah spesies yang hidup) dapat diambil sebagai titik awal yang tepat untuk
mendeskripsikan berbagai elemen. Cangkang kura-kura terdiri dari bagian punggung
cembung, karapas, dan bagian perut yang hampir rata, plastron; karapas dan plastron bertemu
di 'jembatan' di setiap sisi. Baik karapas dan plastron terdiri dari lapisan superfisial bahan
homy, terbagi menjadi lempengan besar yang dikenal sebagai sisik yang melapisi lapisan
tulang yang saling terkait. Kata 'lamina' lebih sering digunakan daripada 'scute', tetapi karena
'lamina' memiliki arti yang agak tepat dalam ilmu osteologi, lebih disukai untuk tidak
menggunakannya dalam pengertian yang berbeda ini. Scute kadang juga disebut pelat,
perisai,

Mengidentifikasi gender
Kebanyakan chelonians dimorfik secara seksual, meskipun perbedaan eksternal tidak
terlihat jelas pada remaja dan menjadi lebih jelas pada banyak spesies saat pubertas.
Sebaiknya hindari menggunakan karakteristik eksternal untuk menentukan jenis kelamin
pada chelonians yang berusia kurang dari lima tahun. Pada beberapa spesies, mungkin
diperlukan waktu hingga sepuluh tahun sebelum jenis kelamin terlihat. Perbedaan jantan dari
bentuk remaja betina pada dasarnya tidak mungkin terjadi sebelum transisi dari tukik / remaja
menjadi remaja telah terjadi. Interseksualitas telah diamati pada spesimen liar dan
penangkaran. Jika dua spesimen dengan usia yang sama dan spesies yang sama tersedia, kami
menyarankan agar mereka dibandingkan. Ada sejumlah cara untuk mengidentifikasi gender
dalam chelonians.

1. Organ kloaka

Chelonians pria cenderung memiliki penis kloaka yang besar, yang bisa menjadi ereksi
sebagai respons terhadap penanganan yang membuat stres. Frye (1991a) menggambarkan ini
sebagai respon pertahanan dan mengatakan itu mungkin disertai dengan buang air kecil. Dia
menggambarkan penis pria berbentuk sekop, seringkali berpigmen berat dan dengan alur
median atau raphe yang digunakan untuk mengarahkan air mani selama sanggama. Dalam
Testudo spp., Penis mungkin memiliki panjang tiga atau empat inci saat ereksi.
Kehadiran organ kloaka belaka belum tentu menunjukkan jenis kelamin kura-kura. Tonjolan
seperti penis sedang (hiperplasia klitoris) sering ditemukan pada kura-kura betina, terutama

7
yang diobati dengan oksitosin selama distosia dan spesimen betina yang lemah, hipokalsemia
atau edema.

2. Fitur ekor

Jantan dewasa dari sebagian besar spesies memiliki ekor yang lebih panjang dan lebih
lebar daripada betina. Terkadang ekor jantan lebih 'runcing'. Jarak dari tepi ekor plastron ke
bukaan kloaka umumnya lebih pendek pada betina daripada pada jantan.

3. Bentuk plastron

Plastron jantan biasanya melengkung atau menjorok ke dalam. Agaknya ini merupakan
adaptasi untuk membantu dalam pemasangan dan kawin. Betina mungkin menunjukkan
engsel plastral kinetik sedang, di mana jahitan transversal antara sisik plastron ekor fleksibel,
menghasilkan mobilitas plastron ekor. (Frye,1991a) mengemukakan bahwa ini adalah
adaptasi untuk memfasilitasi oviposisi. Pada penyu laut seperti Kemp's Ridley Lepidochelys
kempii, penyu jantan tampaknya memiliki area plastron tengah yang lunak. Hal ini dianggap
oleh (Owens,1996) untuk membuatnya menerima punggung karapasial dorsal betina selama
kawin.

4. Ukuran karapas dan bentuk

Bentuk karapas mungkin menunjukkan jenis kelamin. Berbagai adaptasi muncul untuk
mengakomodasi perkembangan rahim, folikel dan telur di dalam kura-kura betina. Laki-laki
dewasa seringkali lebih kecil dari perempuan. Pada beberapa spesies, seperti Testudo
hermanni, betina tumbuh dengan ukuran yang jarang dicapai pejantan. Pada banyak spesies,
seperti Geochelone carbonaria, jantan lebih kurus daripada betina yang biasanya lebih luas.
Sekali lagi hal ini diduga untuk meningkatkan potensi pembawaan telur. (Owens,1996)
mencatat bahwa karapas punggung penyu betina yang telah kawin berpotensi memiliki
jaringan parut akibat aksi cakar sirip jantan pada saat kawin sebelumnya.

Karakteristik jenis kelamin sekunder spesifik spesies


Karakteristik seks sekunder mungkin spesifik spesies:
• Pada beberapa Terrapene spp. Warna mata merah cerah pada jantan dewasa dan kuning
coklat pada betina dewasa;

8
• Jantan dewasa dari beberapa spesies semi-akuatik seperti Trachemys scripta menunjukkan
cakar yang sangat memanjang di kaki depan mereka;
• Pertumbuhan cakar depan yang melengkung pada penyu laut, seperti Kemp's Ridley
(Lepidochelys kempii), yang digunakan untuk menggenggam betina saat kawin, juga
tampaknya berada di bawah kendali testosteron dan melengkung serta memanjang pada
penyu jantan (Owens 1996);
• Pewarnaan dan tanda kepala mungkin berbeda antara chelonian pria dan wanita. Pada
beberapa spesies semi-akuatik pewarnaan dan penandaan kepala mungkin berbeda selama
musim kawin. Pada spesies, seperti kura-kura memanjang (Indotestudo elongata), kedua jenis
kelamin menunjukkan perubahan warna kepala selama musim kawin;
• Hipertrofi dan fungsi kelenjar dagu atau mental dijelaskan oleh Rose (1969), Winokur &
Legler (1975) dan Frye (1991a) dalam Gopherus spp. Kelenjar mental disarankan untuk
menjadi sumber feromon. Kelenjar atau tuberkel berpasangan terletak di aspek ventrolateral
rahang bawah. Kelenjar yang lebih kecil tetapi kurang berkembang juga terdapat pada
wanita;

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kura-kura adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk golongan reptil. Bangsa
hewan yang disebut Testudinata atau Chelonians ini khas dan mudah dikenali dengan adanya
perisai atau batok. Perisai tersebut terdiri dari dua bagian yaitu pada bagian atas yang
menutupi punggung adalah karapas dan bagian bawah yang menutupi perut adalah plastron.
Kemudian setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis. Diamorpisme sexual kura-kura dapat
diamati melalui beberapa bagian yaitu,organ kloaka, fitur ekor, ukuran cangkang, dan bentuk
plastron pada kura-kura.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dr. C.peter. H. Pritcard. 1979. Encyclopedia of tutles. T.F.H. Publications: USA

Frye. F.L (1991A) Biomedical and Surgical Aspects of Captive Reptile Husbandry 2nd, edn.
Krieger Publishing Company, Melbourne, FL.

Goin C.J., O.B. Goin. 1971. Introduction to herpetology. Buku. San Francisco: WH Freeman

and Company.

Iskandar DT. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini. Palmedia Citra.

Bandung.

McArthur, Stuart. Roger WilkinsoN & Jean Meyer.2004. Medicine and Surgery of Tortoises
and Turtles. Blackwell Publishing : Oxford

O’Shea M., and Halliday T. 2001.Reptiles and Amphibians. Dorling Kindersley

Limited.London.

Owens, D.W. (1996) Hormones in the life history of sea turtles. In: Biology of the Sea
Turtles (eds P. Lutz & J.A. Musick). CRC Press, London

Reynolds, R.P. dan McDiarmid, R.W. 2012. Chapter Six. Voucher Specimens, in: Reptile

Biodiversity; Standard Methods for Inventory and Monitoring. University of


California Press, Los Angeles, California.

Rose, F.L. (1969) Tortoise chin gland fatty acid composition: behavioral significance.
Comparative Biochemistry and Physiology 32,577-580.

Taylor B, O’Shea M. 2004. The Great Big Book of Snakes & Reptiles. Anness Publishing.

Ltd.Hermes House, 88-89 Blackfriars Road. London.

11
Winokur, R.M. & Legler, J.M. (1975). Chelonian mental glands. JMorph 147,275-292.

12

Anda mungkin juga menyukai