Anda di halaman 1dari 16

Keanekaragaman Hayati Hewan Invertebrata

Oleh :

Kelompok V
Lestiana 10.411.327
Ika Dewi Rachmawati 10.411.328
Indra Siti C. 10.411.331
Totok Suryanto 10.411.332
Friyan Rudiantoko 10.411.334

Program Studi Pendidikan Matematika


Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Persatuan Guru Republik Indonesia
MADIUN
November, 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Keanekaragaman Hayati Hewan Invertebrata untuk pengambilan penilaian
mata kuliah biologi IKIP PGRI Madiun.
Dalam makalah ini berisi tentang kasifikasi hewan invertebrata, contoh hewan
invertebrata dan ciri-cirinya.
Dengan terselesainya makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ayahanda dan ibunda kami yang tiada henti-hentinya memberikan bantuan
baik secara moral dan spiritual dalam penyusunan makalah ini.
2. Kepada teman-teman yang memberikan dorongan dan membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati kami membuka diri terhadap kritik dan saran demi
terciptanya makalah yang lebih berkualitas di masa mendatang.

Madiun, November 2010

Peneliti

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Tujuan......................................................................................................3
1.4 Batasan Masalah......................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Invertebrata...........................................................................4
2.2 Filum-filum hewan Invertebrata..............................................................4
2.2.1 Filum frotozoa.............................................................................4
2.2.2 Filum forifera (hewan berpori)....................................................4
2.2.3 Filum coelentrata (hewan berongga)...........................................5
2.2.4 Filum platyhelminthes (cacing pipih)..........................................5
2.2.5 Filum Mollusca (hewan lunak)....................................................5
2.2.6 Filum enchinodermata (hewan berkulit duri)..............................6
2.2.7 Filum antropoda...........................................................................6
2.3 Contoh Hewan Invertebrata (Planaria)....................................................7
2.3.1 Ciri-Ciri Planaria.........................................................................7
2.3.2 Struktur Tubuh Planaria..............................................................7
2.3.3 Sistem saluran pencernaan makanan planaria.............................8
2.3.4 Susunan saraf...............................................................................10
2.3.5 Perkembangbiakan Planaria........................................................11
2.3.6 Faktor yang Berpengaruh terhadap Pertumbuhan
dan Perkembangan Planaria........................................................13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan..................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hingga saat ini, hampir 2 juta spesies makhluk hidup telah teridentifikasi.
Sebanyak dua pertiga dari seluruh spesies tumbuhan, 90 persen primate, 40
persen burung, 90 persen serangga di temukan di daerah tropis. Diperkirakan,
masih ada sekitar 30 juta spesies lainnya yang hidup di hutan hujan tropis,
tetapi belum diteliti ( diidentifikasi ). Sebagai bagian dari daerah tropis,
makhluk hidup apa sajakah yang terdapat di Indonesia?
Sekitar 50 persen sampai 90 persen dari keseluruhan kekayaan flora dan
fauna di dunia terdapat di hutan tropis. Sebanyak 17 persen sampai 25 persen di
antaranya terdapat di Indonesia yang tersebar dalam empat puluh tujuh bentuk
ekosistem, baik ekosistem alami maupun ekosistem buatan. Itulah sebabnya,
Indonesia dikenal sebagai salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman
hayati tertinggi di dunia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian hewan invertebrata?
2. Bagaimana ciri-ciri hewan invertebrata?
3. Bagaimana struktur tubuh hewan invertebrata?

1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi syarat pembelajaran di perguruan tinggi.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang hewan invertebrata.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan Masalah dalam makalah adalah:
1. Pengertian hewan Invertebrata.
2. Filum hewan Invertebrata.
3. Contoh hewan invertebrata
4. Sistem ekskresi pada hewan planaria
5. Sistem saraf pada hewan planaria
6. Perkembangbiakan pada hewan planaria.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Hewan Invertebrata adalah yang tidak bertulang belakang, serta memiliki
struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok
hewan bertulang punggung/belakang, juga sistem pencernaan, pernapasan dan
peredaran darah lebih sederhana dibandingkan hewan vertebrata.

2.2 Filum-filum hewan invertebrata


2.2.1 Filum frotozoa
Frotozoa merupakan hewan bersel satu yang hidup di dalam air,
protozoa memakan tumbuhan dan hewan, frotozoa berkembang biak
secara reproduksi unseksual atau vegetatif dengan cara membelah diri
dan dengan cara seksuan / generatif konjugasi.
Filum frotozoa terbagi menjadi beberapa kelas:
1. Kelas hewan berambut getar (cikata)
2. Kelas hewan berkaki semu (rhizopoda)
3. Kelas hewan berspora (sporozoa)
4. Kelas hewan berbulu cambuk (flogellato).

2.2.2 Filum forifera (hewan berpori)


Forifera merupakan hewan air dan hidup di laut bentuk tubuh
seperti tumbuhan yang melekat pada suatu dasar laut, jadi forifera
dapat berpindah tempat dengan bebas, tubuh forifera seperti tabung
yang memiliki banyak pori (lubang kecil pada sisinya dan mempunyai
rongga di bagian dalam) forifera dapat berkembang biak dengan cara
generatif dan vegetatif.
Forifera terdiri dari tiga kelas:
1. Kelas corcorea. Terdiri dari zat kapur (spikula) dan hidup di laut
yang dangkal, contoh; seghpha SP, charsarina SP
2. Kelas hexactinelida. Terdiri atas zat kersik dan hidup di laut
yang dalam. Contohnya pnerorepa SP

4
3. Kelas demospangia. Tubuh lunak bahkan tidak mempunyai
rangka, contoh spongia SP

2.2.3 Filum coelentrata (hewan berongga)


Coelentrata berasal dari kata coilos (berongga) dan entron (usus)
coelentrata mempunyai dua macam bentuk yakni bentuk pasif yang
menempel pada suatu dasar dan tidak berpindah.
Coelentrata terdiri dari 3 kelas;
1. Kelas anthozoa
2. Kelas hydrozoa
3. Kelas scyphozoan

2.2.4 Filum platyhelminthes (cacing pipih)


Kata platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani, kata plays
(pipih) dan hemlines (cacing). Platyhelminthes adalah yang
mempunyai pipih. Hewan golongan ini mempunyai tubuh simetris
bilateral, (kedua sisi sama), tubuh lunak dan tidak bersegmen (ruas)
tetapi tidak mempunyai peredaran darah.
Platyhelminthes terbagi ke dalam tiga kelas yaitu:
1. Kelas turbellaria (cacing berambut getar)
2. Kelas trematoda (cacing isap)
3. Kelas cestroda (cacing pita)

2.2.5 Filum Mollusca (hewan lunak)


Sesuai dengan namanya, hewan lunak mempunyai tubuh lunak
yang dilindungi oleh cangkang dari bahan kalsium (kapur) mollusca
bersifat hermoporit, mempunyai sistem pencernaan, sistem
pernapasan, dan sistem pengeluaran
Mollusca dibedakan menjadi 4 kelas:
1. Kelas lamilli brancuiata (golongan karang dan tiram)
2. Kelas gastropoda (golongan siput)
3. Kelas cephalopoda (golongan cumi-cumi)
4. Kelas amphineura

5
2.2.6 Filum enchinodermata (hewan berkulit duri)
Kata di atas berasal dari bahasa Yunani echimos (landak) dan
derma (kulit) semua hewan yang termasuk filum echinodermata
biasanya hidup di laut, bentuk tubuhnya simetris radial (sisi tubuh
melingkar sama). Mempunyai sistem ameudakral (sistem pompa air).
Rangka dalam berkapur dan memiliki banyak duri yang menonjol.
Daya generasinya amat besar.
Filum enchinodermata terdiri dari 5 kelas yaitu:
1. Kelas bintang laut (asteroidal)
2. Kelas landak laut (echinoidal)
3. Kelas bintang laut (opiuroidal)
4. Kelas lilin laut (crinoidal)
5. Kelas teripong (holothuroidae)

2.2.7 Filum antropoda


Filum ini mempunyai Jumlah species yang paling besar
dibandingkan filum-filum lain. Tubuh dan kaki beruasa-ruas dan
simetris bilateral, rangka luar mengandung zat kimia. Antropoda
mempunyai peredaran darah, tetapi darahnya tidak berwarna,
pertumbuhannya lama mengalami metamorfosis (perubahan bentuk).
Filum antropoda terdiri atas:
a Kelas serangga (insecta)
b Kelas laba-laba (arachoidae)
c Kelas udang-udangan (erustacea)
d Kelas lipan (mynapoda)

6
2.3 Contoh Hewan Invertebrata

Kingdom : Animalia
Subkingdom : Eumetazoa
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Turbellaria
Ordo : Seriata
Subordo : Tricladida
Famili : Planariidae
Spesies : Planaria sp

Cacing ini dipakai sebagai contoh yang mewakili anggota kelas


Turbellaria pada umumnya. Planaria biasanya dengan istilah Euplanasia atau
Dugesia.
2.3.1 Ciri-Ciri
Planaria hidup bebas di perairan air tawar yang jernih, lebih suka
pada air mengalir. Planaria mempunyai kebiasaan berlindung di
tempat-tempat yang teduh, misalnya di balik batu-batuan, di bawah
daun yang jatuh ke dalam air dan lain-lain. Bila ingin menangkapnya
terlebih dahulu diberi umpan dengan sekerat daging kecil, maka tidak
lama kemudian bila di sekitar itu dihuni oleh Planaria mereka segera
akan keluar dari persembunyiannya untuk mengerumuni daging
tersebut.

2.3.2 Struktur Tubuh


Bentuk tubuh anggota ini adalah pipih dorsoventral, dengan
bagian kepala yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian
ekornya meruncing, khusus cacing Bipalium kepalanya berbentuk
separti martil.
Panjang tubuh Planaria sekitar 5-25 mm, tetapi bagi Planaria
yang hidup di darat dapat mencapai panjang 60 cm, sedangkan
Bipalium 25 cm.
Bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap, daripada
warna tubuh sebelah ventral. Di tengah-tengah bagian dorsal

7
kepalanya di ketemukan sepasang bintik mata yang sensitip terhadap
rangsangan sinar, oleh karena itu planaria dapat membedakan gelap
dan terang, namun demikian planaria tidak dapat melihat.
Kira-kira di dekat pertengahan tubuh bagian ventral agak ke arah
ekor di ketemukan lubang mulut. Lubang mulut ini berhubungan
dengan kerongkongan atau pharynx yang dindingnya dilengkapi
dengan otot daging sirkular maupun logitudinal. Kerongkongan ini
dapat ditarik dan dijulurkan. Dalam posisi menjulur kerongkongan
tersebut bentuknya mirip dengan belalai, dan juga biasa disebut
probocis.
Di bagian kepala, yaitu di bagian samping kanan dan kiri
terdapat tonjolan yang menyerupai telinga, yang biasa di sebut aulikel.
Tepat di bawah bagian kepala terdapat bagian tubuh menyempit yang
menghubungkan bagian badan dan bagian kepala di sebut bagian leher.
Di sepanjang pinggiran tubuh bagian ventral di ketemukan zona adesif.
Zona adesif tersebut menghasilkan lendir yang liat berfungsi untuk
melekatkan tubuh hewan itu ke permukaan benda yang ditempelinya.
Di permukaan ventral tubuh ditutup oleh rambut-rambut getar halus
yang berfungsi dalam penggerakan.
Dinding tubuh Planaria pada prinsipnya tersusun atas 4 lapisan
jaringan, yang berturut-turut dari luar ke dalam sebagai berikut :
1. Lapisan epidermis
2. Lapisan kelenjar sub-epidermis
3. Lapisan otot ( musculus )
4. Lapisan mesenchym ( Parenchym )

2.3.3 Sistem saluran pencernaan makanan planaria terdiri dari:


Mulut, pharynx, oesofagus, usus, mulut terletak di bagian ventral
dari tubuh, yaitu kira-kira dekat pertengahan agak ke arah ekor.
Lubang mulut ini di lanjutkan oleh kantong yang bentuknya silindris
memanjang yang di sebut rongga mulut, tetapi oleh beberapa ahli
rongga ini bisa disebut dengan istilah rongga pharyngeal. Pharynx,
terjulurkan ke arah postarior semacam ''pipa'' yang berdinding otot
yang dapat dijulurkan. Pharynx kini bila sedang dijulurkan bentuknya

8
seperti belalai maka atas dasar itu juga disebur belalai atau proboscis.
Oesofagus merupakan persambungan dari pada phrynx yang langsung
bermuara kedalam usus, ususnya bercabang 3, yaitu menunjuk ke arah
arterior sedang yang 2 lagi secara berjajar sebelah-menyebelah menuju
kearah posterior. Masing-masing cabang tersebut masih bercabang lagi
ke arah lateral, percabangan itu bnyak sekali pendek-pendek dan buntu
dan disebut divertikulata. Karena tubuh Planaria ini hampir transparan
maka percabangan usus -usus itu dapat dilihat dari luar. Dinding usus
terdiri atas deretan sel-sel epitelium yang berbentuk kolom, dan
bervakuola dan juga sel-sel kelanjar yang menghasilkan getah
pencernaan. Sedangkan dinding pharynx tersusun atas lapisan
epitelium, sel-sel kelanjar dan plaksus saraf.
Makanan Planaria terdiri dari hewan-hewan kecil lainnya baik
yang masih hidup maupun yang telah mati. Mula-mula mangsanya
dipegang dengan bagian ventral dari pada kepalanya, kemudian secara
sedikit demi sedikit Planaria terus merayap di atas mangsanya.
Seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, Planaria juga
belum mempunyai alat pernafasan yang khusus. Pengambilan O2 dari
lingkungan ekstern maupun pengeluaran gas CO2 dari lingkungan
intern berjalan secara osmosis langsung melalui seluruh permukaan
tubuh. Dengan adanya kondisi tubuh yang pipih atau tipis semakin
memberi kelancaran pertukaran gas tersebut. Sistem ekskresi pada
planaria sudah berkembang lebih maju bila di bandingkan dengan
coelenterata,dalam arti sudah mempunyai alat kusus. Sistem tersebut
terdiri dari pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan
anyam-anyaman dan sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang
disebut sel api atau ''flame cell''. Pada masing-masing sisi tubuh
biasanya terdapat 1 hingga 4 buah pembuluh pengumpul yang
membentang longitudinal. Di bagian anterior pembuluh-pembuluh sisi
longitudinal tersebut mengadakan pertemuan, dihubungkan oleh
pembuluh transversal sedikit agak di depan bintik mata. Di bagian
posterior pembuluh-pembuluh sisi tersebut masih tetap terpisah. Di
bagian permukaan dorsal dari pada tubuhnya, pembuluh-pembuluh sisi
tersebut bermuara pada suatu pori-pori yang disebut nephridiophor.

9
Flame cells atau sel-sel api tersebut terletak tersebar diantara sel-sel
tubuh lainnya terutama di bagian mesenchym. Adapun fungsi sel-sel
api ini ialah sebagai alat ekskresi yaitu membuang zat-zat sampah yang
merupakan sisa-sisa metabolisme zat nitrogen dan juga sebagai alat
osmoregulasi dalam arti ikut membantu mengeluarkan ekses-ekses
penumpukan air di dalam tubuh, sehingga nilai osmosis tubuh tetap
dapat dipertahankan seperti ukuran normal.

2.3.4 Susunan saraf


Susunan saraf Planaria bila dibandingkan dengan susunan saraf
Coelenterata sudah lebih maju, sebab pada Planaria ini sudah
ditemukan sejumlah ganglion yang berfungsi sebagai pusat susunan
saraf.
Planaria akan menghindarkan diri, bila terkena sinar yang kuat,
oleh karena itu pada siang hari cacing itu melindungkan diri di bawah
naungan batu atau daun atau di bawah obyek-obyek lain. Di bawah
sinar difus cacing-cacing itu aktif bergerak, berenang-renang atau
merayap. Biasanya mereka berkelompok antara 6 atau 20 ekor. Pada
waktu istirahat mereka melekatkan atau menempelkan diri pada suatu
obyek dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
lendir yang terdapat pada zona adesif pada tubuh.
Planaria melakukan 2 macam gerak, yaitu gerak merayap dan
meluncur. Untuk mengkoordinir aktivitas bagian-bagian tubuh terdapat
seonggok ganglion yang terletak di bagian kepala yang berfungsi
sebagai otak, dan biasa disebut ganglion cerebral. Dari ganglion
tersebut muncul cabang-cabang saraf radier baik menuju ke anterior
maupun posterior. Cabang anterior menuju ke bintik mata, cabang
lateral menuju ke indera chemoreceptor, sedang cabang ke posterior
yang sejajar, terdiri atas bagian kanan dan kiri membentang di bagian
ventral tubuh.
Planaria telah mempunyai indera mata yang berupa bintik, dan
indera aurikel yang kedua-duanya terdapat pada bagian kepala. Bintik
mata merupakan titik hitam yang terletak di bagian dorsal kepala, yang
terdiri dari sel-sel pigmen yang tersusun dalam bentuk mangkok yang

10
dilengkapi dengan sel-sel saraf sensoris yang sensitif terhadap sinar.
Bintik mata itu tarafnya baru bisa mengenal gelap dan terang saja.

2.3.5 Perkembangbiakan Planaria


Planaria berkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual.
Cara kembang biak secara aseksual dengan jalan autotomi ( memotong
diri sendiri )

.
Sedang cara seksual dengan pembuahan sel telur oleh sperma.
Planaria bersifat hermaphrodit, maka dalam tubuh seekor hewan
tersebut terdapat alat kelamin jantan dan betina. Adapun susunan alat
kelamin tersebut adalah sebagai berikut :
Sistem alat kelamin jantan terdiri atas :
1. Testis yang berjumlah ratusan, berbentuk bulat tersebar
disepanjang kedua sisi tubuh
2. Vasa eferensia yang merupakan pembuluh agak besar
3. Vasa defensia merupakan pembuluh agak kecil yang berjumlah
dua buah masing-masing membentang pada sisi tubuh bergabung
bermuara pada suatu kantung yang disebut
4. Vasicula seminalis yang merupakan kantung yang berfungsi
menampung sperma dan menyalurkan sperma menuju ke
5. Penis yang merupakan alat trasfer ke alat kelamin hewan lain pada
waktu mengadakan kopulasi dalam rangka mengadakan
perkawinan silang. Penis bermuara pada
6. Ruangan genitalis yang waktu kopulasi menjulur keluar melalui
7. porus genitalis

Sistem alat kelamin betina, terdiri atas bagian-bagian berikut:

11
1. Ovari sebanyak dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian
anterior tubuh
2. Oviduct ( saluran telur ) dari setiap ovarium akan membentang ke
arah posterior. Antara oviduct atau saluran telur kanan dan kiri itu
dilengkapi dengan
3. Kelenjar kuning telur atau yolk gland yang menghasilkan kuning
telur untuk sel telur yang diproduksi dan dibuahi dari ovarium
4. Vagina merupakan saluran yang berfungsi untuk menerima
transfer spermatozoid dari cacing planaria lain. Spermatozoid
yang telah ditrasfer itu akan disimpan dalam ruang receptaculum
seminalis.
5. Uterus merupakan ruangan yang berbentuk piala, yang merupakan
nama lain dari receptculum seminalis. Alat_alat kelamin itu
tersimpan dalam
6. Ruangan genital atau atrium genitalis, merupakan muara bersama

Bila planaria akan melakukan perkawinan maka dua planaria


akan saling menempelkan bagian ujung posteriornya di bagian ventral.
Penis dari masing-masing planaria tersebut akan masuk ke dalam
genital atrium masing-masing planaria pasangannya dan sperma dari
vesikula seminalis pada alat reproduksi jantan akan ditransfer ke dalam
reseptakula seminalis pada reproduksi betina. Dengan demikian
terjadilah pembuahan internal secara silang. Setelah terjadi pertukaran
sperma planaria akan memisah dan sperma pada masing-masing tubuh
planaria akan bergerak ke oviduk untuk membuahi.Planaria melakukan
kopulasi beberapa kali selama musim kawin.

12
2.3.6 Faktor yang Berpengaruh terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Planaria
Untuk menghasilkan suatu organisme lengkap, perkembangan
normalnya mencakup tumbuh dan diferensiasi yang berlangsung di
bawah suatu koordinasi ketat dengan urutan yang tepat. Bila suatu
bagian hilang, karena suatu kecelakaan atau karena perlakuan dalam
eksperimen, kehilangan akan dikenal dan terjadilah proses-proses
perbaikan. Jika hal ini terjadi sebelum struktur itu terdiferensiasi, maka
akan terjadi pembentukan kembali dari bagian-bagian yang hilang dan
disebut regulasi. Diferensiasi adalah proses perubahan yang terjadi
pada sel atau jaringan selama perkembangan sehingga dicapai ciri
struktural dan fungsional yang khusus (Sudarwati & Sutasurya, 1990).
Setiap hewan hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembangbiak
dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok
baginya. Keberhasilan hidup hewan sangat ditentukan oleh
sumberdaya lingkungan dan kondisi lingkungan (Kramadibrata, 1996).
Dalam Anonim (2005) disebutkan bahwa pemberian makanan
pada planaria bisa berupa bits kecil dari yolk kuning telur yang masak,
hati dan cacing tubifex yang segar dan berbau khas, diberikan
beberapa hari sampai satu minggu. Setelah diberi makan, planaria
dibiarkan selama 30 menit sampai 1 jam dan selama beregenerasi tidak
memberi makan pada planaria. Turbellaria pada umumnya merupakan
hewan karnivor, makanannya berupa hewan-hewan kecil (cacing,
crustacea, siput dan potongan-potongan hewan mati) (Kastawi, dkk.
2001).
Planaria yang diaklimasi untuk merespon rangsangannya, hanya
bisa ditempatkan pada mata air atau kolam, bukan air suling atau air
leding. Air suling tidak mengandung mineral dan nutrisi yang
dibutuhkan planaria, sedang air leding didalamnya mengandung klorin
dan florida yang bisa menyebabkan kematian pada planaria (Anonim,
2005).

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hewan Invertebrata adalah yang tidak bertulang belakang, serta memiliki
struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan
kelompok hewan bertulang punggung/belakang, juga sistem pencernaan,
pernapasan dan peredaran darah lebih sederhana dibandingkan hewan
vertebrata.
Contoh hewan invertebrate adalah cacing planaria. Cacing ini dipakai
sebagai contoh yang mewakili anggota kelas Turbellaria pada umumnya.
Planaria biasanya dengan istilah Euplanasia atau Dugesia.
Ciri-ciri planaria:
1. Planaria hidup bebas di perairan air tawar yang jernih, lebih suka pada air
mengalir.
2. Planaria mempunyai kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang teduh,
misalnya di balik batu-batuan, di bawah daun yang jatuh ke dalam air dan
lain-lain.
3. Bentuk tubuh anggota ini adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala
yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya meruncing,
4. Panjang tubuh Planaria sekitar 5-25 mm, tetapi bagi Planaria yang hidup di
darat dapat mencapai panjang 60 cm
5. Planaria bersifat hermaphrodit, maka dalam tubuh seekor hewan tersebut
terdapat alat kelamin jantan dan betina

14
DAFTAR PUSTAKA

Jasin Maskoeri.1992.Zoologi Invertebrata.Surabaya:Sinar Wijaya

Sudjadi, Bagod.2007.Biologi Sains dalam Kehidupan.Surabaya:Yudhistira

_.2009. Berita Indonesia (online),


http://www.the-az.com/makalah-biologi-tentang-keragaman-hewan-vetebrata-dan-
invetebrata/ diakses 14 November 2010 13:47

_.2010.Planarian (online),
m.wikipedia.org. diakses 21 November 2010 15:40

15

Anda mungkin juga menyukai