Asar - Dasar Proses Pengolahan Bahan Pangan
Asar - Dasar Proses Pengolahan Bahan Pangan
BAHAN PANGAN
ENCENG SOBARI
dan
TIM AGROTEKUIN13
1
DASAR-DASAR PROSES PENGOLAHAN BAHAN PANGAN, Enceng Sobari dan
Tim Agrotekuin13 (Amirul Bahar, Dina Gustiana, Erna Hernawati, Hendriana,
Ilham Farhan F, Junietti Anisah, Resta Mawaddah, Abdul Rohim, Deamalta
Hafiani B, Epa Hujaipah, Lia Nurul Amaliani, Agli Mahardika, Alida Corry Yohana,
Delis Khoeriyah, Toni Iqbal Ramdhani, Muhammad Fashih Alluthfi)
Jl. Areif Rahman Hakim No. 8 (Islamic Center) Cigadung Subang, Telp.
(0260) 417648 (Hunting), Fax. (0260) 417628, Subang Jawa Barat 41212
ISBN : 978-602-527-654-5
ISBN: 978-602-527-654-5
Judul
Dasar-Dasar Proses Pengolahan Bahan Pangan
PP-3 DPPBP
DAFTAR ISI
Makanan adalah satu diantara kebutuhan yang paling penting bagi manusia,
selain dari kebutuhan sandang dan papan. Makanan mempunyai peranan penting
untuk mencerdaskan manuisa dalam kehidupan bermasyarakat sebagai salah satu
pendukung pembangunan nasional agar masyarakat mampu membawa bangsanya
menjadi bangsa yang adil dan makmur. Oleh sebab itu, diperlukan makanan yang
mempunyai nilai gizi, aman dikonsumsi, lebih memiliki mutu dan mampu bersaing
dalam pasar gobal (Lubis, 2009). Banyak bahan pangan hasil pertanian mengalami
1
kerusakan pada saat panen atau penanganan pascapanen. Berdasarkan data
menjelaskan sekitar 35-40% komoditas sayuran dan buah-buahan mengalami
kerusakan bahkan sampai tidak dapat dimanfaatkan. Demikian pula pada bahan
pangan nabati yang berorientasi pada bahan pangan sebagai sumber protein hewani
seperti susu, telur, daging, ikan hanya sebagian yang dapat dimanfaatkan untuk
pengolahan dan sisanya tidak dapat digunakan (Lubis, 2009).
Keadaan seperti ini menuntut perlu adanya tindakan tentang keamanan
pangan yang baik agar diharapkan produk pangan yang berasal dari bahan pangan
yang baik pula mampu menghasilkan manusia yang lebih sehat, lebih produktif,
terhindari dari kasus-kasus penyakit pangan (foodborne disease) dan yang paling
penting yaitu mampu menurunkan beban biaya yang harus dikeluarkan terutama
pada wabah penyakit yang berasal pangan. Pada dasarnya, sebagian besar penyakit
karena pangan (foodborne diseases) karena adanya agen biologi seperti bakteri,
virus dan parasit yang ditunjukkan dengan gejala gastrointestinal seperti diare, sakit
perut (abdominal pain), mual (nausea) dan muntah-muntah (vomiting). Persoalan
penyakit akibat pangan yang terkontaminasi menjadi permasalahan yang sangat
besar di mata dunia dan menjadi penyebab penurunan produktivitas ekonomi
(WHO, 1984).
2
dan berakibat buruk dan tidak dapat dikonsumsi, keadaan demikian dapat terjadi
pada bahan pangan yang sangat mudah rusak perishable foods. Maka dari itu,
diperlukan upaya-upaya untuk memperlambat kecepatan kerusakan bahan pangan
agar masa simpannya jauh lebih lama (Lubis, 2009). Kehidupan sehari-hari, sering
ditemukan penyebab kerusakan bahan pangan baik akibat mikroorganisme maupun
akibat proses oksidasi. Pada prinsipsinya pengolahan lebih lanjut atau pengawetan
makan food preservatives dibedakan atas lama penyimpanan makanan tersebut
sebelum digunakan. Pada makanan yang segera diolah atau dikonsumsi, sebaiknya
bahan makanan tersebut dibiarkan dalam keadaan segar dan hidup. Jika tidak
memungkinkan dan menginginkan makanan lebih tahan lama bisa dengan cara
melakukan pengawetan makanan secara kimia serta dengan perlakuan pengawetan
makanan pada suhu rendah, suhu tinggi, pengawetan dengan teknik thermal dan
non thermal
3
BAB II
PROSES TERMAL DAN NON TERMAL
4
itu, respon yang terjadi pada saat dilakukan proses termal yaitu terjadinya reaksi
Maillard serta Karamelilsasi yang mempengaruhi terhadap perubahan cita rasa
produk. Proses thermal juga dapat menurunkan nutrisi yang menyebabkan
kehilangan zat gizi mencapai 40% terhadap mineral dan vitamin C, gula sebanyak
35%, dan protein sebanyak 20%, dan juga asam amino. Selain nutrisi, senyawa
toksik juga menurun baik disebabkan oleh larut air pemblansing maupun inaktif
akibat panas. Oleh karena itu, pemilihan jenis proses thermal harus sesuai dengan
bahan atau alat yang digunakan. Seperti produk susu yang tidak tahan terhadap suhu
panas yang harus dilakukan proses pasteurisasi.
Sistem termal merupakan sistem yang terjadi akibat perpindahan kalor
berupa energi panas dari satu zat berpindah zat yang lainnya. Sistem termal dapat
dianalisa dalam bentuk tahanan dan kapasitansi, meskipun kapasitansi termal dan
tahanan belum dapat secara teliti. Sistem termal merupakan seperangkat komponen
termal yang mempunyai struktur tertentu, seperi pada sebuah tangki terisolasi.
Sistem termal terjadi dalam suatu proses termal, diama proses yang berlangsung
akibat dari efek termal. Efek termal terjadi disebabkan adanya gradien suhu atau
gradien kecepatan sehingga adanya aliran materi atau energi serta gradien
konsentrasi melalui sebuah proses yang mana proses merupakan serangkaian
tahapan kegiatan yang terjadi antara dua keadaan dari sistem, yang dinamakan
keadaan awal dan keadaan akhir.
5
a) Blansir
Blansir merupakan sebuah proses perlakuan panas yang sering dilaksanakan
dalam pengalengan sebuah produk makanan buah dan sayuran yang bertujuan
memperbaiki mutu produk atau bahan pangan sebelum dilakukan proses
selanjutnya. Blansir juga dikatakan sebagai proses pemanasan pertama pada bahan
pangan dengan menggunakan perlakukan suhu tinggi dalam waktu yang singkat
(Fennema, 1976). Melalui cara seperti ini diharapkan dapat mengurangi keberadaan
mikroba pada pada bahan pangan yang akan diolah dan menghambat penetrasi
pembentukan lapisan keras dan mengurangi kadar air pada bada bahan yang
memilki kadar air tinggi seperti daging yang merupakan pendukung perkembangan
mikroba. Blansir dengan perlakuan suhu tinggi dapat mengurangi kerja enzim –
enzim baik pada mikroba baik yang ada pada daging sehingga dapat menyebabkan
perubahan pada kadar warna, pembusukan, flafor, dan pH. Akan tetapi daging yang
diblansir masih bisa terjadi kontaminasi, sehingga harus dilakukan penanganan
lebih lanjut dengan cara penyimpanan pada suhu rendah atau disebut dengan proses
pendinginan (cooling). Proses blansir pada daging dengan lama waktu 3 menit pada
suhu 80oC selama penyimpanan selama 12 hari pada suhu refregensi (4 0C) dapat
membantu menjaga kualitas produk sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut.
b) Pasteurisasi
Pemanasan dengan metode pasteurisasi berasal dari nama seorang ahli
mikrobiologi yang berasal dari Perancis, bernama Louis Pasteur. Pada awalnya
metode ini diciptakan sebagai upaya untuk mencari metode dalam pengawetan
produk minuman wine (anggur). Louis Pasteur ingin menunjukan bahwa dalam
proses pembusukan pada minuman anggur dapat dihindari atau dicegah dengan cara
anggur tersebut dipanaskan pada suhu tertentu. Metode pasteurisasi memberikan
sedikit pengaruh dalam memperpanjang umur simpan pada produk pangan dengan
cara membunuh atau menghilangkan semua mikroorganisme patogen penyebab
penyakit dan mikroorganisme pembusuk dengan proses pemanasan. Namun karena
6
tidak semua mikroorganisme pembusuk dapat mati dengan proses pasteurisasi,
maka agar dapat memperpanjang umur simpan, produk yang telah dipasteurisasi
harus disimpan di suhu rendah atau refrigerasi. Metode pasteurisasi merupakan
suatu proses dengan memanfaatkan pemanasan yang suhunya relatif cukup rendah
yang umum pemanasan dilakukan pada suhu di bawah 100oC.
Proses berlangsung tanpa jeda waktu, sehingga bahan yang telah dipasteurisasi
segera dibawa untuk dilakukan tahap selanjutnya yaitu ke tahap pendinginan dan
langsung dilakukan pengemasan. metode kontinyu menggunakan suhu yang lebih
tinggi dengan waktu proses yang relative lebih singkat dibandingkan menggunakan
metode batch. Secara umum tujuan dari metode pasteurisasi ialah untuk
menghilangkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk toksin dan
pembusukan. Beberapa jenis mikroba yang dapat dimusnahkan dengan metode
pasteurisasi diantaranya adalah bakteri penyebab penyakit, seperti Salmonella
bakteri penyebab kolera dan tifus, Mycobacterium tuberculosis bakteri penyebab
penyakit TBC, dan Shigella dysenteriae bateri penyebab disentri. Selain itu,
pasteurisasi juga mampu memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora,
seperti bakteri Pseudomonas. Pasteurisasi dapat dibedakan menjadi beberpa
metode.
1. High temperature short time (HTST) pasteurization, yaitu pada suhu 73o C
selama 15 detik
2. dan Flash pasteurization, yaitu pada suhu 85oC-95oC selama 2-3 detik.
c) Sterilisasi
Metode sterilisasi proses pemanasan menggunakan suhu di atas 100o C,
pada umumnya dilakukan pada suhu sekitar 121,1 o C dengan menggunakan uap air
selama waktu tertentu dengan tujuan untuk membunuh spora bakteri patogen
termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Prose pemanasan sterilisasi sering
digunakan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau sering dikenal dengan
bahan pangan memiliki asam yang rendah. Bahan pangan yang memiliki asam yang
rendah sekitar pH > 4,5 contohnya seluruh bahan pangan hewani diantaranya
daging, susu, telur, ikan dan beberapa sayuran seperti jagung dan buncis. Maka dari
7
itu, sterilisasi komersial hanya dapat digunakan untuk pengolahan bahan pangan
yang memiliki asam rendah yang dikemas dalam kaleng seperti kornet, sosis dan
sayuran dalam kaleng.
Produk pangan yang telah mengalami proses sterilisasi komersial akan
mempunyai umur daya simpan yang cukup tinggi, bisa beberapa bulan sampai
bertahun-tahun. Menurut FDA Sterilitas komersial merupakan kondisi bebas dari
mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan.
Pada proses sterilisasi yang berbahan baku pangan, kondisinya steril absolut yang
sangat sulit untuk dicapai, oleh karena itu menggunakan istilah sterilisasi komersial
atau disebut juga dengan sterilisasi praktikal. Istilah sterilisasi komersial
merupakan merupakan metode dalam suatu kondisi yang menggunakan suhu tinggi
dalam pengeolahan pangan dalam periode waktu yang tertentu sampai tidak ada
lagi mikroorganisme hidup.
Proses sterilisasi komersial dapat di bagi menjadi beberapa proses yaitu :
1) Proses pengalengan secara konvensional, yaitu produk dimasukkan
kedalam sebuah kaleng, kemudian ditutup secara hermetik atau kedap
udara, dan kemudian produk dalam kaleng diberikan panas/disterilisasikan
menggunakan retort atau dalam kemasan. Setelah panas yang diperlukan
tercapai, selanjutnya produk dalam kaleng tersebut didinginkan.
2) Proses aseptis, merupakan proses produk dan kemasan dilakukan sterilisasi
secara terpisah, selanjutnya produk tersebut dimasukan ke dalam kemasan
atau wadah yang telah steril pada suatu ruangan juga telah di sterilkan.
d) Hot filliting
Hot filling merupakan salah satu proses termal yang sudah banyak
dimanfaatkan untuk produk pangan berbentuk cair seperti saus, jam/ selai, dan
sambal. berdasarkan tujuan prosesnya, hot-filling sering digunakan pada produk
pangan yang memiliki pH rendah atau pangan asam/diasamkan bertujuan untuk
pasteurisasi. Secara umum hot filling proses melakukan pengemasan bahan dalam
kondisi panas setelah melalui proses pasteurisasi ke dalam kemasan steril seperti
botol atau gelas jar, kemudian ditutup rapat atau hermetic selanjutnya dilakukan
8
didinginkan. Biasanya proses hot filling dikombinasikan dengan proses
pengawetan, seperti penambahan garam, gula, pengawet atau proses pendinginan.
Produk pangan yang dapat diproses dengan hot filling diantaranya sambal, saus,
jem, dan sebagainya.
9
1) Untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari pembentuk toksin, mikroba
patogen, dan pembusuk.
2) Beberapa jenis mikroba yang dapat dimusnahkan melalui metode
pasteurisasi diantaramya seperti bakteri penyebab penyakit, seperti
Salmonella (penyebab kolera dan tifus), Mycobacterium tuberculosis
(penyebab penyakit TBC), serta Shigella dysenteriae (penyebab disentri).
c. Sterilisasi
Tujuan sterilisasi memiliki keutamaan untuk memusnahkan spora bakteri
patogen termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Produk yang sudah
mengalami metode sterilisasi komersial dianjurkan untuk disimpan pada kondisi
penyimpanan yang normal atau yang biasa disebut dengan suhu kamar. Hal yang
harus dihindari dalam penyimpanan, terutama pada suhu yang lebih tinggi yaitu
sekitar 50 oC, hal ini disebabkan karena memungkinkan ada spora dari bakteri yang
sangat tahan panas yang masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan
berkembang sehingga menyebabkan kebusukan, seperti bakteri Bacillus
stearothermophillu.
d. Hot filing
Tujuan dari proses ini yaitu banyak dilakukan pada produk pangan yang
memiliki pH rendah yaitu pada pangan asam atau diasamkan, sebagai perlakuan
sebelum dilakukan proses lainnya atau untuk tujuan proses pasteurisasi.
10
menginaktivasi enzim dapat menyebabkan residu aktivitas enzim masih terdapat
didalam prosuk tersebut.
3. Nilai Nutrisi
Pada saat melakukan proses blansing, dapat mengakibatkan kehilangan zat
gizi seperti mineral, unsur vitamin terutama vitamin c, gula, protein, dan asam
amino. Selain kandungan nutrisi unsur lain seperti senyawa toksik juga dapat
mengalami penurunan baik akibat larut dalam air pada saat proses blansing dan
maupun inaktif karena suhu panas.
4. Sifat Organoleptik
Berdasarkan organoleprik pada proses termal juga dapat mengalamai
perubahan sifat produk, diantaranya denaturasi protein yaitu asam nukleat
kehilangan struktur tersier dan sekunder akaibat tekanan eksternal atau senyawa
lain seperti pansa dll, selain itu perubahan organoleptic dapat mengakibatkan
pelelehan, dan restrukturisasi atau perubahan susunan sturuktur pada lemak, serta
gelatinisasi pati atau pemebntukan gel dengan pembengkakan granula pada pati
akibat penyerapan air yang semuanya itu dapat mengakibatkan perubahan tekstur
dan cita rasa pada suatu produk. Perubahan sifat organoleptic lainnya terjadi seperti
pada warna dan flavor yang berperan menentukan sifat organoleptik pada produk.
Selain itu, terjadi reaksi yang selama proses termal yang sering disebut dengan
reaksi Maillard dan karamelilsasi yang juga sangat berpengaruh terhadap
perubahan cita rasa pada sebuah produk.
11
serta kebiasaan. Pada dasarnya makanan tersebut harus terbebas dari polusi didalam
setiap tahap pembuatan dan penangananya, bebas yang dimaksud yaitu bebas dari
perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas dari mikroba serta parasit yang dapat
menyebabkan penyakit atau pembusukan pada suatu produk (Winarno, 1993).
Motode pengawetan makanan yaitu proses yang dilakukan pada makanan
untuk mengurangi kerusakan pada makanan diantaranya berkurangnya kualitas dan
kandungan nutrisi yang terkandung di dalam produk tersebut. Pengawetan makanan
biasanya berkaitan dengan menghambat proses pertumbuhan jamur, bakteri, dan
mikroorganisme. Sangat banyak metode maupun teknik pengawetan pada makanan
dengan cara pengeringan, pasteurisasi, pengalengan, pendinginan, pemvakuman,
pemberian medan listrik, radiasi, kimiawi.
Pengawetan bahan pangan dapat dimaksudkan untuk memperpanjang umur
simpan memiliki dua tujuan yaitu :
1) Menghambat pembusukan pada produk.
2) Menjamin mutu awal pangan agar produk tetap terjaga dan bertahan lama.
Penggunaan bahan pengawet yang dimasukan kedalam produk pangan
dalam hakikatnya berperan sebagai antimikroba atau antioksidan bahkan dapat
berperan keduanya. Bakteri, jamur, dan enzim keberadaanya selain menjadi
penyebab pembusukan pangan, keberadaan merekapun juga dapat menyebabkan
manusia dapat menjadi sakit, hal itu perlu hindari dengan cara menghambat
pertumbuhan maupun aktivitasnya. Maka, selain bertujuan seperti yang dijelaskan
di atas, pengawetan juga mampu memelihara kesegaran produk dan mencegah
kerusakan bahan makanan. Beberapa pengawet yang berfungsi sebagai antioksidan
dan mencegah makanan menjadi tengik, hal itu disebabkan oleh perubahan kimiawi
dalam produk tersebut. Proses Pengawetan mempunyai fungsi sebagai antioksidan
dan mencegah produk pangan dari pencoklatan, ketengikan, dan perkembangan
titik hitam atau noda pada produk. Fungsi antioksidan dapat menekan reaksi yang
terjadi saat pangan bersatu dengan oksigen, cahaya, panas dan beberapa logam.
Beberapa Teknologi non termal meliputi teknologi Pulsed Electric Field
(PEF), teknologi High Pressure Processing (HPP), Pulsed Light (PL), teknologi
12
ozone, teknologi irradiasi dengan sinar gamma atau gamma radiation, dan
teknologi pasteurisasi dengan sinar X dan elektron beam (Salengke, 2010).
13
penyakit dalam bahan makanan tanpa harus kehilangan kualitas secara sensori
maupun kehilangan nutrisi. proses High Pressure Processing, produk dikemas
menggunakan wadah yang fleksibel atau sebuah kantong maupun botol plastik dan
terisi ke dalam ruang yang bertekanan tinggi dengan cairan hidrolik dengan
menggunakan tekanan transmisi. Cairan hidrolik tersebut biasanya berupa air dalam
ruang dengan bertekanan tinggi yang didorong menggunakan pompa, dan tekanan
tersebut dialirkan melalui paket ke dalam makanan. Tekanan digunakan untuk
dalam waktu tertentu 3 hingga 5 menit. Produk-produk olahan tersebut kemudian
disimpan atau didistribusikan dengan cara konvensional. Akibat tekanan
ditransmisikan seragam pada semua arah secara bersamaan, maka makanan akan
tetap bentuknya, bahkan pada tekanan ekstrim sekalipun. Karena panas tidak
diperlukan, maka karakteristik sensori pada makanan tersebut dapat dipertahankan
tanpa menghiraukan keselamatan mikroba.
14
biasanya selama beberapa mikro detik. Hal ini mampu hasil tegangan tinggi dalam
medan listrik yang menyebabkan inaktivasi pada mikroba didalam produk.
Tegangan medan listrik dapat digunakan dalam bentuk gelombang persegi, bipolar,
atau pulsa berosilasi dan pada suhu, temperatur sub-sekitar. Setelah pengolahan,
makanan dapat dikemas secara aseptik dan disimpan di bawah suhu pendinginan.
d. Cara Puls Electron Field (PEF) menginaktivasi mikroorganisme
Pengobatan Puls Electron Field (PEF) memiliki kemampuan mematikan
terhadap berbagai macam bakteri vegetative seperti jamur dan ragi. Keberhasilan
inaktivasi spora oleh Puls Electron Field dalam kombinasi dengan rintangan panas
atau lainnya. Serangkaian pendek, tegangan tinggi istirahat sel vegetatif
mikroorganisme dalam media cair dengan memperluas ada pori-pori atau
elektroporasi. pembentukan pori adalah reversibel atau ireversibel tergantung pada
faktor-faktor seperti intensitas medan listrik, durasi, dan jumlah. Membran sel PEF
diperlakukan menjadi permeable terhadap molekul kecil, permeasi pecah
menyebabkan pembengkakan dan akhirnya membran sel.
3) Coold Plasma Processing
a. Cara kerja Coold Plasma Processing (CPP)
Coold Plasma Processing merupakan metode yang menggunakan peralatan
pada penerapan teknologi gas discharge, dan tujuan utuma digunakan untuk
sterilisasi batch peralatan medis khususnya di rumah sakit. Selain vakum plasma,
ada beberapa aplikasi industri yang dikenal plasma pada suhu yang tinggi namun
belum ada yang berkaitan dengan penggunaan gas plasma sebagai desinfektan
dalam pengolahan makanan. Akan tetapi, potensi besar-besaran dalam penggunaan
aplikasi gas food grade plasma dingin begitu besar dalam didekontaminasi
makanan dan kemasan secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan teknologi
pelestarian bahan tradisional.
b. Masalah dalam penggunaan Coold Plasma Processing (CPP)
Aspek penting teknologi dalam Coold Plasma Processing (CPP) masih
belum diketahui secara keseluruhan, terutama dalam hubungan dengan
penggunaannya pada makanan. Belum dikethui secara pasti ukuran dinginnya
plasma untuk menginaktifkan spora maupun bagaimana plasma dingin khususnya
15
molekul elektronik berinteraksi dengan makanan atau pada bahan kemasan yang
digunakan, maupun stabilitas plasma yang digunakan untuk kegiatan operasi
komersial secara besar-besaran.
c. Keuntungan menggunakan teknologi Coold Plasma Processing (CPP)
keuntungan dalam penggunakan teknologi Plasma dingin digunakan untuk
dekontaminasi produk dimana mikroorganisme eksternal berada. Bukan seperti
cahaya seperti dekontaminasi sinar ultraviolet, plasma akan mengalir di sekitar
benda yang berarti atau semacam efek bayangan yang tidak terjadi memastikan
semua bagian dari produk diberi perlakukan. Terutama untuk produk seperti
sayuran yang dipotong dan daging segar, tidak ada teknologi permukaan
dekontaminasi ringan saat ini yang banyak tersedia dipasaran, bahkan plasma
dingin dapat digunakan untuk tujuan tersebut.
Selain itu plasma dingin dapat dimanfaatkan untuk mikroorganisme
permukaan sebelum dilakukan pengemasan pada produk sebagai bagian dari suatu
proses pengemasan. Plasma yang dihasilkan oleh aliran listrik, hamper mirip
dengan yang digunakan pada tabung lampu fluorescent dan tingkat efesiensinya
sangat efisien sekitar 80%. Pada konversi tarif listrik. Pada konsumsi energi sama
dengan penggunaan sistem UV-C dan juga perlakuan pada makanan tersebut akan
sangat efektif dalam biaya oprasionalnya, elektronik dan teknologi plasma yang
hamper sama dengan sistem UV-C bahkan dengan kebutuhan tambahan untuk gas
pembawa. Metode ini dapat dikatakan sebagai sterilisasi kering tanpa bahan kimia
yang berarti adanya pengurangan limbah kimia dan air limbah, yang tentu akan
sangat baik bagi lingkungan dan menguntungkan secara ekonomis. Makanan
iradiasi merupakan makanan dengan pemanfaatan teknologi untuk mengendalikan
mikroba pembusukan dan mampu menghilangkan patogen makanan, yang
disebabkan seperti bakteri salmonella. Hasilnya sesuai dengan proses pasteurisasi
konvensional yang sering disebut pasteurisasi dingin atau disebut pula dengan
pasteurisasi iradiasi. Seperti proses pasteurisasi tersebut, proses iradiasi mampu
membunuh bakteri dan patogen lainnya, yang dapat mengakibatkan keracunan
makanan atau pembusukan pada makanan.
4)Pulsed Light
16
Biasanya pengolahan yang popular secara tradisional yaitu pengolahan
makanan yang paling sering digunakan dengan menggunakan panas, gunanya ialah
untuk menghambat mikroorganisme pada suhu 60°C selama beberapa menit atau
100°C selama beberapa detik. Selama periode tersebut, sejumlah besar energi yang
alirkan kedalam makanan dapat memicu reaksi yang dapat mengakibatkan
perubahan yang tidak diinginkan. Selama proses non termal, suhu makanan yang
dicapai berada dibawah suhu pengolahan termal. Oleh karena itu, kadar vitamin,
nutrisi-nutrisi penting, dan rasa sangat diharapkan agar tidak mengalami banyak
perubahan. Proses Pulsed Light digunakan sebagai metoda inaktifasi cepat
mikroorganisme pada permukaan peralatan, makanan, maupun makanan pada
kemasan. Istilah umum yang sering digunakan yaitu high intensity broad spectrum
pulsed light (Roberts and Hope, 2003) and pulsed, white light (Marquenie et al.
2003a,b), are synonymous with PL (Rowan et al., 1999).
Penggunaan lampu flash inert gas menghasilkan intens dan aliran pendek dari
ultraviolet (UV) light mikroba inaktivasi dimanfaatkan pada akhir 1970-an di
negara Jepang. Pada 1988 eksperimentasi, ekstensif pernah dilakukan oleh Pure
Pulse Technologies Inc yang menyebut proses tersebut dengan Pulsed Light
PureBright® yang digunakan untuk mensterilkan obat-obatan, peralatan medis,
kemasan, dan air. Pulsed Light melibatkan penggunaan pulsa intens durasi pendek
dan spektrum yang luas untuk menjamin inaktivasi mikroba pada Makanan
Bioproses Technol (2010).
5) Oscillating Magnetic Fields (OMF)
Oscillating Magnetic Fields (OMF) merupakan teknologi medan magnet
yang telah dieksplorasi sebagai metode inaktivasi mikroba. Pengawetan makanan
dengan memanfaatkan teknologi Oscillating Magnetic Fields melibatkan segel
makanan dalam kantong plastik dan memberikan 1-100 aliran dalam Oscillating
Magnetic Fields dengan frekuensi berkisar 5 kHz sampai 500 kHz pada suhu di
berkisar antara 0 sampai dengan 50oC selama waktu total eksposur mulai dari 25
ms sampai 100 ms. Penggunaan frekuensi yang lebih tinggi dari 500 kHz kurang
efektif digunakan untuk inaktivasi mikroba bahkan akan cenderung panas pada
bahan makanan (Barbosa-Cánovas dan others1998).
17
Perlakuan makanan menggunakan medan magnet dilakukan pada tekanan
atmosfer dan pada suhu sedang. Suhu makanan akan mengalami peningkatan
sekitar 2-5oC. Menurut Hoffman (1985) paparan yang terjadi akibat medan magnet
akan menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan dan reproduksi mikroorganisme.
Oscillating Magnetic Fields mempunyai 5 sampai 50 telsa (T) dan frekuensi dari 5
kHz sampai 500 kHz yang diterapkan dan mampu mengurangi jumlah
mikroorganisme setidaknya siklus 2-log. Sedangkan DNA adalah 10-2 untuk 10-3
eV (Hoffman, 1985). Intensitas Oscillating Magnetic Fields ini dapat menghasilkan
: (1) kumparan superkonduktor; (2) kumparan yang akan menghasilkan medan DC,
atau (3) Gulungan energi yang disebabkan oleh pembuangan energi yang tersimpan
dalam sebuah kapasitor.
6) Ultra Sound
Aplikasi Ultra Sound (USG) dalam teknologi makanan Technologie
Alimentaria menerapkan Ultra Sound selama lebih dari 3 jam, aktivitas
peroksidase, yang bertanggung jawab untuk pengembangan rasa dan pigmen warna
coklat, telah semakin berkurang hamper 90% (Mason et al., 1996). Penggunaan
daya Ultra Sound secara signifikan dapat meningkatkan ekstraksi senyawa organik
yang terkandung didalam tubuh tanaman maupun pada biji bijian. Manfaat lainnya
dari hasil dari tersebut yaitu gangguan biologis pada dinding sel untuk memfasilitasi
pelepasan isi. Kombinasikan dengan efek ini mampu meningkatkan perpindahan
massa, karena efek dari microstreaming yang jauh lebih efisien.
Penggunaan metode ekstraksi gula (Chendke dan Fogler, 1975) sonikasi
tersebut dapat mempercepat gula difusi dan memberikan tingkat yang lebih tinggi
kandungan bahan kering dan kadar gula dalam juse. Beberapa kasus sonikasi
mampu meningkatkan efisiensi ekstraksi penurunan pada suhu dan menghasilkan
produk yang lebih murni dalam waktu yang relatif lebih singkat (Mason et al.,
1996). Power Ultra Sound telah terbukti sangat berguna dalam proses kristalisasi
hal ini mampu melayani sejumlah proses dalam inisiasi pembenihan dan
pembentukan, pertumbuhan, dan kristal berikutnya (Mason et al., 1996). Ultra
Sound juga sudah diterapkan dalam proses filtrasi yang mengakibatkan, kandungan
18
pada air lumpur yang mengandung air 50% dengan cepat berkurang menjadi 25%,
sedangkan penyaringan konvensional mencapai batas hanya 40% (Mason et al.,
1996).
Ultra Sound Power telah membuktikan bahwa teknologi ini merupakan
metode yang efektif untuk membantu proses pembekuan pada makanan. Penerapan
Ultra Sound pula dapat memanfaatkan pembuatan es krim dengan mengurangi
ukuran kristal, mencegah inkrustasi pada permukaan pembekuan (Zheng dan Sun,
2006). Ultra Sound dengan tinggi daya dapat merusak atau mengganggu dinding
sel biologis yang bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel hidup. Akan tetapi
Sayangnya intensitas yang sangat tinggi diperlukan jika Ultra Sound akan
digunakan sebagai proses sterilisasi permanen. Oleh karena itu, penggunaan Ultra
Sound dipadukan dengan teknik dekontaminasi lainnya seperti tekanan, panas atau
ekstrim pH menjanjikan. Panas ditambah sonikasi (Thermosonik), tekanan
manosonik (ditambah sonikasi), dan panas ditambah tekanan plus sonikasi
(manothermosonik) mungkin metode terbaik untuk menonaktifkan mikroba, sebab
lebih banyak energi dan efektif dalam membunuh mikroorganisme.
Keuntungan dalam pemanfaatan Ultra Sound di atas pasteurisasi panas
diantaranya : meminimalkan kehilangan rasa, homogenitas yang lebih besar dan
signifikan penghematan energi (Mason et al.,1996). Hasil penelitian pernah
dilakukan oleh Dolatowski dan Stasiak (2002) yang membuktikan bahwa
pengolahan ultrasound mempunyai pengaruh begitu berpengaruh terhadap
kontaminasi mikrobiologi daging. Ada sejumlah besar aplikasi potensial Ultra
Sound intensitas tinggi pada industri makanan. Aplikasi dari kedua USG-tinggi dan
frekuensi rendah pada makanan industri telah membuktikan bawha memiliki
potensi besar baik untuk memodifikasi atau mencirikan sifat-sifat produk makanan.
2.3 Kesimpulan
19
memanfaatkan suhu tinggi yaitu untuk memperpanjang daya simpan produk pangan
yang mudah rusak dan mampu meningkatkan keamanannya selama disimpan dalam
jangka waktu tertentu. Jenis-jenis dari proses termal yaitu blansir, pasteurisasi dan
sterilisasi komersial.
2) Pemanfaatan metode non termal, bahan makanan yang diproses akan
mengalami pemanasan pada suhu yang sangat tinggi berkisar diatas 1300 C selama
waktu tertentu, menyebabkan mikroorganisme patogen yang terkandung di
dalamnya dapat dihilangkan atau diminimalisir. Pengawetan makanan dengan
teknik Teknologi non termal yaitu : High Pressure Processing, Puls Electron Field,
Coold Plasma Processing, Pulsed Light, Oscillating Magnetic Fields dan Ultra
Sound.
20
BAB III
FERMENTASI DAN KRISTALISASI BAHAN PANGAN
3.1 Fermentasi
Fermentasi memiliki pengertian yaitu suatu proses aktivitas enzim yang dihasilkan
mikroorganisme akibat terjadinyapperubahan kimia pada suatu substrat organik.
Fermentasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengolahanppangan dengan
memanfaatkan mikroorganisme sebagai media tumbuh untuk menghasilkan parameter
bentuk, rasa, aroma warna dan terktur padapproduk pangan yang sesuai dengan produk
yang diharapkan (Dwiari dkk., 2008). Fermentasipbahan pangan menurut Suprihatin
1
(2010) adalahpsebagai hasil kegiatan beberapapjenis mikroorganisme baik bakteri,
khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat
menghasilkan perubahan yang menguntungkanp(produk-produk fermentasi yang
diinginkan)pdan perubahan yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Mikroorganisme
yang memfermentasi bahan pangan yangppaling penting adalah bakterippembentuk asam
laktat, asam asetat,pdan beberapa jenis khamir penghasilpalkohol.
2
mengandung nitrogen misalnya NH3 dan menimbulkan bau busuk, contoh: Proteus
vulgaris. Mikroorganisme lipolitik dapat memecah lemak fosfolipida menjadi
asam-asam lemak (bau tengik), contoh: Alcaligenes lipolyticus (Dwiari dkk., 2008).
3
karbohidratpdan juga asam laktat danpmenghasilkan asam-asam propionat,
asetat, dan karbondioksida. Jenis-jenispini penting dalam fermentasi kejupSwiss.
3) Bakteri Asam asetat
Bakteri ini berbentukpbatang, gram negatif dan ditemukan dalam golongan
Acetobacter sebagai contoh Acetobacter aceti. Metabolismenyaplebih bersifat
aerobik (tidak seperti spesiesptersebut di atas), tetapi peranannya yang utama
dalam fermentasi bahan pangan adalah kemampuannya dalam mengoksidasi
alkoholodan karbohidrat lainnya menjadi asampasetat dan dipergunakan dalam
pabrik cuka.
4) Khamir
Khamir berperan dalam fermentasipyang bersifat alkoholpdimana produk
utama dari metabolismenyapadalah etanol. Saccharomyces cerevisiae adalah jenis
yang utama yangpberperan dalam produksi minumanpberalkohol seperti bir dan
anggurpdan jugapdigunakan untukpfermentasi adonan dalam perusahaan roti.
5) Kapang
Kapang adalah organismepeukariotik yang tumbuhpdengan cara
perpanjangan hifa. Kapangpjenis-jenis tertentu digunakan dalam
persiapanppembuatan beberapapmacam keju dan beberapapfermentasi bahan
pangan Asiapseperti kecap dan tempe. beberapa contohpkapang yang berperan
yaitupJenis-jenis yangptermasuk golongan Aspergillus, Rhizopus, dan Penicillium.
Berdasarkanpsumber mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan
diatas, proses fermentasi dibagi 2 (dua) yaitu:
a. Fermentasi spontan
Fermentasipspontan adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam
pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganismepdalam bentuk starter atau
ragi, tetapi mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi
berkembang baik secara spontan karena lingkunganphidupnya dibuat sesuai
untuk pertumbuhannya,pdimana aktivitas dan pertumbuhan bakteri asam laktat
dirangsang karena adanya garam, contohnya pada pembuatan sayur asin.
b. Fermentasi tidak spontan
Fermentasi tidakpspontan adalah fermentasi yangpterjadi dalam bahan
pangan yang dalamppembuatannya ditambahkan mikrorganismepdalam bentuk
4
starter atau
5
ragi,pdimana mikroorganisme tersebut akanptumbuh dan berkembangbiak secara
aktif merubahpbahan yangpdifermentasi menjadi produk yang diinginkan,
contohnya padappembuatan tempe dan oncom.
6
dengan memanaskan airpkelapa yang telah disaring. Dalam pemanasan ini
ditambahkan 7,5% gulapdari volume air kelapap(75 g gula untuk 1 liter kelapa).
Pendinginan dilakukan pada suhupkamar. tingkatpkeasamannyapdiatur dengan
menambahkan asam cukapsampai pH 4-5. Kemudianpdilakukan penambahan
bakteri starterpdan diinkubasi (diperam) selamap2 minggu. Pada pemeraman,
wadah ditutupprapat dengan plastik. Suhu pemeramanpterbaik adalah 300C. Air
kelapa akan menggumpal, menghasilkanpnata de coco yang telah siap untuk
dipanenp(Suprihatin, 2010).
2) Yogurt
Yogurt adalah salah satu produk fermentasi susu yang dibuat dengan
menambahkan starter yang terdiri dari dua jenis bakteri yaitu Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Kedua jenis bakteri ini merombak
laktosa atau gula susu menjadi asam laktat, yang selain memberi cita rasa khas pada
yogurt, juga bersifat sebagai pengawet (Suprihatin, 2010).
3) Roti
Organismepyang berperan adalahpSaccharomyces cerevisiae. Khamir
tersebut menghasilkan gas sehinggapadonan mengembangpdan menyebabkan
tekstur roti lepas/lunak danpberpori. Adonan rotipterdiri atas campuran tepung
terigu, air, garam, khamir, gula,ptelur dan lain-lain. Mekanismepfermentasi oleh
khamir yaitu mula- mula gula yang terkandung di dalam tepung dan gula yang
ditambahkanpdifermentasi oleh khamir. Karbohidrat tepung diubah menjadi
maltosa oleh enzim amilase dalamptepung diubah menjadi glukosa. Selanjutnya
glukosa tersebut oleh maltasepdari khamir dipecah menjadi etanol, CO2,
komponen volatil, dan produkprodukplainnya. CO2 ditahan oleh gluten. Gluten
merupakan protein tepungpterigu yang tidak larut dalam air. Gluten bersifat elastis
dan dapatpmemanjang (Dwiari dkk., 2008).
4) Tauco
Taucopmerupakan salah satu jenis produkpfermentasi. Bahanpbaku yang
sering digunakanpuntuk membuat taucopadalah kedelai hitam Pada prinsipnya
proses pembuatanptauco melalui dua tahapanpfermentasi yaitu: fermentasi
kapang dan fermentasi garam.pTahapan-tahapan yang perlupdilakukan untuk
membuatptauco
7
meliputi: perendaman,ppencucian, pengukusan, penirisan,ppenambahan laru,
fermentasi kapang, dan dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan garam
(fermentasi garam) selanjutnya adalah penyempurnaan. Selama proses fermentasi
kapang mikroba yang berperan adalah kapang dari jenis AspergillusI yaitu A.
oryzae atau dari jenis R.poryzae dan R. oligosporus. Mikroba yang aktif dalam
fermentasi garam adalah Lactobacillus delbrueckii, Hansenula sp., dan
Zygosaccharomyces yang dapatptumbuh secara spontan.
Selama proses fermentasi baikpfermentasi kapang maupun fermentasi garam
akan terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi karena
aktivitas dari mikroba tersebut. Selamapfermentasi kapang, kapang yang berperan
akan memproduksi enzim seperti enzim amilase, enzim protease, dan enzim lipase.
Dengan adanya kapang tersebutpmaka akan terjadi pemecahan komponen-
komponen daripbahan tersebut (Suprihatin, 2010).
5) Tempe
Untukpmembuat tempe dibutuhkanpinokulum atau laru tempe atau ragi tempe.
Laru tempe dapat dijumpaipdalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau
yang menempel pada daun warupdan dikenal dengan nama Usar. Mikroba yang
sering dijumpai pada laru tempepadalah kapang jenis Rhizopus oligosporus.
Beberapa jenis bakteri yang berperanppula dalam prosespfermentasi tempe
diantaranyapadalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp.,
Streptococcus sp.Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan
baik fisik maupun kimianya.pProtein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik
kapang akan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya
akan mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut
maka pH juga akan mengalami peningkatan.pNilai pH untuk tempe yang baik
berkisar antara 6,3 sampai 6,5.pKedelai yang telah difermentasi menjadi tempe
akan lebih mudahpdicerna. Selama prosespfermentasi karbohidrat dan protein
akan dipecah oleh kapang menjadipbagianbagian yang lebih mudah larut,pmudah
dicernapdan ternyata bau langu daripkedelai juga akan hilangp(Suprihatin, 2010).
8
3.2 Kristalisasi
Menurut Brown (1978) kristalisasipadalah suatupproses pembentukan
kristal dari larutannyapdan kristal yang dihasilkan dapat dipisahkan secara
mekanik. Kristalisasi merupakanpperistiwa pembentukan partikel-partikel zat
padat dalam suatupfase homogen. Kristalisasipdari larutan dapat terjadi jika
padatan terlarut dalam keadaan berlebih (di luar kesetimbangan),pmaka sistem
akan mencapaipkesetimbangan dengan carapmengkristalkanppadatan terlarut
(Fachry dkk., 2008).
Kristalisasi senyawa dalam larutan langsung pada permukaan transfer panas
dimana kerak terbentuk memerlukan tiga faktor simultanpyaitu konsentrasi lewat
jenuhp(supersaturation),pnukleasi (terbentuknya inti kristal) dan waktu kontak
yang memadai. Pada saat terjadi penguapan, kondisi jenuhp(saturation) dan kondisi
lewat jenuhp(supersaturation) dicapai secara simultan melalui pemekatan larutan
dan penurunanpdaya larutpsetimbang saatpkenaikan suhu menjadi suhu
penguapan (Salimin, 2010). Pembentukan inti kristal terjadi saat larutan jenuh,
kemudian sewaktu larutan melewati kondisiplewat jenuhpbeberapa molekul akan
bergabung membentuk inti kristal. Inti kristal ini akanpterlarut bilapukurannya
lebih kecil dari ukuran partikel kritis (inti kritis), sementarapitu kristal-kristal akan
berkembang bila ukurannya lebihpbesar dari partikel kritis. Apabila ukuran inti
kristalpmenjadi lebih besar dari intipkritis, maka akan terjadi pertumbuhan kristal.
9
menjadi ukuran makroskopis. Proses tersebut dapat terjadi oleh adanya gaya
pendorong yang berupa konsentrasi lewat jenuh. Nukleasi dan pertumbuhan
tersebutptidak dapat terjadi dalam larutan jenuh maupun tidak jenuh. Menurut
Salimin (2010)pkonsentrasi lewat jenuh suatu larutan dapat diperoleh melalui
metode di bawah ini :
a. Jika hargapkelarutan solut sangat dipengaruhi olehptemperatur seperti
kebanyakan garam anorganik danpbahan organik, konsentrasi lewat jenuh
dapat diperoleh melewati pendinginan danppenurunan temperatur larutan tidak
jenuh. Kristalisasi campuran asam boratpdan lithium hidroksida melalui cara
tersebut.
b. Jika harga kelarutan solutptidak begitu dipengaruhi oleh temperatur seperti
untuk garam-garam biasa, konsentrasi lewat jenuh dapat diperoleh melalui
penguapanpsolven larutan tidak jenuh.
c. Bila pendinginan dan penguapan tidak diinginkan seperti bilapkelarutan
sangat tinggi, konsentrasi lewatpjenuh dapat dibangkitkan melalui
penambahan komponen ketiga yang akanpberinteraksi dengan solven awal
membentuk campuran solvenpyang menurunkan kelarutan solut.
d. Jikapkondisi presipitasi diperlukan, solut baru dapat diciptakan melalui
penambahan komponenpketiga yang akan berinteraksi dengan solut awal
membentuk substansi tidakplarut (mengendap).
e. Pendinginan adiabatispdalam keadaan vakum merupakan metode penting
dalam kristalisasi skala besar. Bila larutan panas dimasukkan ke dalam tempat
vakum yang bertekanan totalplebih kecil dari tekanan uap solven pada
temperatur larutan masuk,pterjadilah penguapan danppendinginan adiabatis
yang memberikanpkonsentrasi lewat jenuh.
10
b. Kristalisasipdari lelehan (melt) : dikembangkan khususnyapuntuk pembuatan
silicon single kristalpyang selanjutnya dibuat silicon waver yang merupakan
bahan dasar pembutan chip-chip integrated circuit ( IC ).pProses Prilling
ataupun granulasipsering dimasukkanpdalam tipe kristalisasi ini.
c. Kristalisasi dari fasa Uap: adalah prosespsublimasi-desublimasi dimana
suatu senyawa dalam fasa uappdisublimasikan membentuk kristal. Dalam
industri prosesnya bisa meliputi beberapa tahapanpuntuk mendapatkan
produkpkristal yang murni.pContohnya pemisahan suatu senyawa dari
campurannya melalui tahapan proses:
Padat cair uap padat kristalin.
Contohnya: pemurnian anthracene,panthraquinon, camphor, thymol
sulphur.
1. Temperatur
Pertumbuhanpkristal pada temperaturptinggi dikontrol oleh difusi
(diffusion controlled), sedang pada temperatur rendah dikontrol olehpsurface
integration (Muilin, 2001). Pada umumnyapkomponen pembentukan kristal
cenderung mengendappatau menempel sebagai kristalppada temperatur tinggi. Hal
ini disebabkan karena kelarutannya menurunpdengan naiknyaptemperatur. Laju
penggerakan mulaipmeningkat pada temperatur air 50oC atauplebih dan kadang-
kadang masalahpkerak terjadi pada temperaturpair di atas 60oC.
2. Ukuran Kristal
Umumnya kecepatan pertumbuhan pada kristal yang berukuran kecil lebih
tinggi daripada kecepatan pertumbuhan pada kristal berukuran besar. Pada partikel
berukuran 200 μm –2 mm, solution velocity sangat berperan. Partikel berukuran
11
lebih besar mempunyaipkecepatan terminalplebih besar pula. Oleh karena itu,
padappertumbuhan yangpdipengaruhi difusi, semakin besar partikel, semakin
rendah kecepatanppertumbuhannya.
3. Impurities
Impuritiespmemberikan pengaruh yang cukup luas bagi pertumbuhan
kristal. Beberapa impurities dapatpmeningkatkan laju pertumbuhan, beberapa
yang lainnya menghambat pertumbuhan. Beberapa impurities dapat
mempengaruhi pertumbuhan dalam jumlah yangpsangat kecil, beberapa yang lain
berpengaruh jika jumlahnya cukup banyak. Impurities mempengaruhi
pertumbuhan kristal denganpberbagai macam cara. Impurities dapat merubah sifat
larutan, merubah konsentrasi kesetimbangan danpderajat supersaturasi, serta dapat
pula merubah karakteristik lapisan adsorpsi pada permukaan kristal.pImpurities
dapat teradsorpsi pada permukaanptertentu dari kristalpkemudian menghambat
pertumbuhan dari permukaan itu.pImpurities seperti inilah yangpmenyebabkan
morfologi kristalpdapat berubah menjadipseperti jarum maupun pipih seperti
piringan.
4. Kelarutan dan Supersaturasi
Kelarutanpadalah kuantitaspmaksimal padatan yang dapat terkandung
dalam suatu larutan. Larutan yangptidak mampu melarutkan padatan lagi disebut
sebagai larutan jenuh.pSupersaturasi adalah keadaan dimana larutanpmengandung
konsentrasippadatan terlarutpyang lebih tinggi daripada konsentrasi
kesetimbangan (jenuh). Kristalisasipdapat terjadi hanyapjika kondisi supersaturasi
dapat dicapai. Kondisipsupersaturasi dapat dicapai denganpbeberapa cara:
a. penurunan suhup(dilakukan jika harga kelarutan berubah cukup
signifikan ketikapsuhu larutan diubah).
b. penguapan (dilakukan jika ketergantunganpkelarutan terhadap suhu
kecil, biasanya larutanpsangat larut (very soluble).
c. penambahan komponen ketiga (salting).
Tahapan kristalisasi yaitu:
1. Pembentukan inti atau nukleasi
Nukleasi adalahppembentukan inti-intipkristal baru.pselama nukleasi
molekul-molekul dalamplarutan mengatur diri dalam membentuk kristal Nukleasi
12
adalahppembentukan inti-intipkristal baru. Nukleasi dapat dibagi menjadi dua
jenis berdasarkan pembentukannya,pyaitu nukleasi primer dan nukleasi sekunder.
Nukleasi primer terjadi dalampsistem yang belum terdapat kandungan kristal
sama sekali. Nukleasi primer yang terjadi secara spontan disebabkan tercapainya
supersaturasi disebut nukleasiphomogen, sedang nukleasi primer yang terjadi
karena induksi partikel lainpdisebut nukleasi heterogen.pJenis nukleasi yang lain
adalah nukleasi sekunder, merupakanpnukleasi yang terjadi karena induksi dari
kristal yang sudahpterkandung dalam larutan induk.pSelain dikarenakan kontak
dengan sesama partikel kristal, nukleasipsekunder dapat terjadi disebabkan oleh
tumbukan kristal dengan dinding crystallizerpdan agitator, maupunshearpstress
fluida.
2. Pertumbuhan kristal
Pertumbuhanpkristal adalah bertambah besarnya ukuran kristal. Pada
kondisipsupersaturasipyang tidak terlalu tinggi, lebih cenderung terjadi
pembesaran kristal daripada terjadi nukleasi. Kristal Tumbuh sampai Kondisi
kesetimbang an tercapai. Berthoudp(1912) danpValeton (1924) dalam jurnal
puguh (2003) menggambarkan model pertumbuhanpkristal dengan model
pertumbuhan dua tahap, yaitu proses difusi,pdi mana molekulpsolut berpindah dari
bulk fase liquid ke permukaanpsolid, diikuti tahap reaksiporde satu, di mana
molekul solut menyusun dirinya dalampgeometripkristal (crystal lattice). Daya
dorong terjadinyapkedua tahappini adalah perbedaan konsentrasi.
3. Aglomerasi
Perbesaran partikel tidak selalupdisebabkan oleh pertumbuhan kristal.
Perbesaran partikel dapatpjuga disebabkan oleh aglomerasi. Aglomerasi adalah
penggabungan partikel-partikel kristal.pAglomerasi merupakan proses yang bisa
jadi diharapkan dan bisa jadi juga tidak diharapkan dalam kristalisasi. perkadang
aglomerasi dihindaripdalam kristalisasi disebabkan struktur aglomeratplebih
rapuh daripada struktur Kristal.
13
3.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Proses Kristalisasi
1. Permen
Produk ini dibuat dengan mendidihkanpcampuran gula dan air bersama
dengan bahan pewarna danppemberi rasa sampai tercapai kadar air kira-kira 3 %.
Biasanya suhu digunakan sebagai penunjukpkandungan padatan. Sesudah
dididihkan sampai mencapaipkandungan padatan yang diinginkan (kurang lebih
150 oC) sirup dituangkanppada cetakan dan dibiarkan tercetak. Seni membuat
permen dengan daya tahan yangpmemuaskan terletak pada pembuatan produk
dengan kadar air minimum dan denganpsedikit saja kecenderungan untuk
mengkristal. Kristalisasi dalampproduk-produk ini berakibat mengurangi
penampilan yang jernih seperti kaca dan membentuk masa yang kabur.
Kekurangan ini disebutpgraining, dan mengakibatkanppenampilan yang kurang
memuaskan dan terasa kasarppada lidah
14
(Lehninger, 1993).pSalah satupcontoh permen seperti permen tarik (Pulled
candies) merupakan semacam permen dimanapkristalisasi sukrosa sangat penting.
Untuk menghasilkan teksturpyang diinginkan,pdiperlukan kristalisasi sampai
tingkat tertentu. Selama pengolahanpmekanis dari sirup, terbentuk gelembung
udara kecil dan kristal sukrosa kecilpdidalam permen yang kemudianpdipotong-
potong dengan ukuran dan bentukptertentu (Buckle et all, 1985).
2. Gula pasir
Bahan dasarpdari pembuatan gula putih atau gula tebu yaitu tebu. Batang tebu
dihancurkan dan diperas untukpdiambil sarinya, kemudian diuapkan dengan
penguap hampa udarapsehingga air tebu tersebutpmenjadi kental, lewat jenuh, dan
terjadippengkristalan gula. Kristalpini kemudian dikeringkan sehinggapdiperoleh
gula putih ataupgula pasir (Suhardjo,1986).
3. Garam
Garampmerupakan senyawa kimia dengan nama sodium klorida atau natrium
klorida (NaCL).pGaram merupakan salah satupkebutuhan pelengkap untuk
pangan dan sumber elektrolit bagi tubuh manusiap(Assadad dan Bagus, 2011).
Metode atau cara yang umum dilakukan untuk memperoleh garam yaitu dengan
sistem kristalisasi total air laut.pPrinsip utama metode ini adalah kristalisasi garam
dari air laut dengan menggunakan sinarpmatahari untuk menguapkan air laut.
Pembuatan garampdapur dari air laut ditampung dalam suatu tambak, kemudian
dengan bantuan sinar matahari dibiarkan menguap. Setelah proses penguapan,
dihasilkan garampdalam bentuk kasarpdan masih bercampurpdengan
pengotornya,psehingga untuk mendapatkan garam yang bersihpdiperlukan proses
rekristalisasi (pengkristalan kembali). Dalam metode ini memerlukan tiga kolam
utama, yaitu kolam penampungan air laut,pkolam pemekatan, dan kolam
kristalisasi (Noviani, 2007). Keberhasilanpmetode ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti sinar matahari, suhu,pdan kelembapanpudara serta kecepatan
angin. Rendemen yang diperolehpdari metode ini sangat rendah, yaitu sekitar 3%
NaClpdari bahan baku air laut yang diuapkan (Assadad dan Bagus, 2011).
15
3.3 Kesimpulan
16
BAB IV
PENGAWETAN BAHAN PANGAN SECARA KIMIA, SUHU RENDAH
DAN SUHU TINGGI
36
makanan, misalnyapbuah-buahan kalengpdan ikan. Larutan asampsitrat yang
encer dapatpdigunakan untuk mencegahppembentukan.
bintik-bintikphitam pada udang. Penggunaanpmaksimum dalam minuman adalah
sebesar 3 gram/literpsari buah.
3) Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid)
Benzoat biasa diperdagangkan adalahpgaram natrium benzoat,pdengan ciri-
ciri berbentukpserbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan
pada pemanasanpyang tinggipakan meleleh lalu terbakar
4) Bleng
Merupakanplarutan garampfosfat, berbentuk kristal, dan berwarnapkekuning-
kuningan. Blengpbanyak mengandungpunsur boron dan beberapapmineral
lainnya. Penambahanpbleng selain sebagai pengawetppada pengolahan bahan
pangan terutama kerupuk, juga untuk mengembangkan danpmengenyalkan bahan,
serta memberi aromapdan rasa yang khas. Penggunaannyapsebagai pengawet
maksimalpsebanyak 20 gram per 25 kg bahan. Blengpdapat dicampur langsung
dalam adonan setelah dilarutkan dalam air ataupdiendapkan terlebih dahulu
kemudian cairannyapdicampurkan dalampadonan.
5) Garam dapur (natrium klorida)
Garam dapurpdalam keadaan murniptidak berwarna,ptetapi kadang-kadang
berwarna kuning kecoklatanpyang berasal dari kotoran-kotoranpyang ada
didalamnya. Air lautpmengandung + 3 % garam dapur. Garam dapur sebagai
penghambat pertumbuhan mikroba, seringpdigunakan untuk mengawetkanpikan
dan juga bahan-bahan lain. Pengunaannyapsebagai pengawet minimalpsebanyak
20 % atau 2pons/kg bahan.
6) Garam sulfat
Digunakanpdalampmakanan untuk mencegah timbulnyapragi, bakteri dan
warnapkecoklatan pada waktuppemasakan.
7) Gula pasir
37
Digunakanpsebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan
menghambat pertumbuhanpbakteri. Sebagaipbahan pengawet, pengunaan gula
pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan.
8) Kaporit (Calsium hypochloritpatau hypochloris calsiucus ataupchlor kalk atau
kapur klor)
Merupakanpcampuran dari calsium hypochlorit, -chlorida da -oksida,pberupa
serbukpputih yang seringpmenggumpal hingga membentuk butiran. Biasanya
mengandung 25~70 % chlor aktif dan baunya sangat khas. Kaporit yang
mengandungpklor ini digunakan untukpmensterilkan air minum dan kolam
renang, sertapmencuci ikan.
9) Natrium Metabisulfit
Natriumpmetabisulfit yang diperdagangkanpberbentukpkristal. Pemakaiannya
dalamppengolahanpbahan panganpbertujuan untuk mencegah proses pencoklatan
pada buah sebelumpdiolah, menghilangkanpbau dan rasa getirpterutama pada ubi
kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetappmenarik. Natrium
metabisulfit dapatpdilarutkan bersama-samapbahan atau diasapkan. Prinsip
pengasapan tersebut adalahpmengalirkan gas SO2 ke dalam bahan sebelum
pengeringan. Pengasapan dilakukan selama + 15 menit. Maksimum
penggunaannyapsebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium metabisulfit yang berlebihan
akanphilang sewaktuppengeringan.
10) Nitrit dan Nitrat
Terdapat dalam bentukpgaram kalium dan natrium nitrit. Natrium nitrit
berbentuk butiran berwarna putih, sedangkanpkaliumpnitrit berwarna putih atau
kuning dan kelarutannyaptinggi dalam air. Nitrit dan nitrat dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering
digunakan pada danging yang telah dilayukan untuk mempertahankanpwarna
merah daging. Jumlah nitrit yangpditambahkan biasanya 0,1 % atau 1 gram/kg
bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg bahan. Apabila lebih
dari jumlah tersebut akanpmenyebabkan keracunan, oleh sebabpitu pemakaian
nitrit dan nitrat diatur dalam undang-undang.pUntuk mengatasi keracunan tersebut
maka pemakaian nitrit biasanyapdicampur dengan nitratpdalam jumlah yang
sama. Nitrat
38
tersebut akanpdiubah menjadi nitritpsedikit demi sedikit sehingga jumlah nitrit di
dalam dagingptidak berlebihan.
11) Sendawa
Merupakanpsenyawa organik yang berbentuk kristal putih atau tak berwarna,
rasanya asin dan sejuk. Sendawapmudah larut dalam air danpmeleleh pada suhu
377oC. Ada tigapbentuk sendawa, yaitupkalium nitrat,pkalsium nitrat dan natrium
nitrat. Sendawa dapat dibuatpdengan mereaksikan kaliumpkhlorida dengan asam
nitrat atau natrium nitrat.pDalam industri biasa digunakanpuntuk membuat korek
api, bahan peledak, pupuk, dan juga untuk pengawet bahan pangan.Penggunaannya
maksimum sebanyak 0,1 % atau 1 gram/kg bahan.p
12) Zat Pewarna
Zat pewarnapditambahkan ke dalam bahan makanan seperti daging, sayuran,
buah-buahan dan lain-lainnya untukpmenarik selera dankeinginan konsumen.
Bahan pewarnapalam yang sering digunakan adalahpkunyit, karamel dan pandan.
Dibandingkan dengan pewarna alami,pmaka bahan pewarnapsintetis mempunyai
banyak kelebihan dalamphalpkeanekaragaman warnanya, baik keseragaman
maupun kestabilan,psertappenyimpanannya lebihpmudah dan tahan lama.
Misalnya carbonpblack yang seringpdigunakanpuntuk memberikanpwarna
hitam,ptitanium oksida untuk memutihkan, dan lainlain.pBahan pewarna alami
warnanya jarang yang sesuaipdengan yang dinginkan.ppppp
39
Prinsippdasar pengawetan dengan menggunakanpsuhu rendah adalah (1)
memperlambatpkecepatan reaksi metabolismepdan (2) menghambatppertumbuhan
mikroorganismeppenyebab kebusukan danpkerusakan. Prinsip yang pertama dapat
kita pahamipkarena setiap penurunan suhupsebesar 8oC makapkecepatan reaksi
metabolismepberkurang setengahnya. Jadi,psemakin rendah suhuppenyimpanan
maka bahanppangan akan semakinplama rusaknya, atau denganpkata lain bahan
pangan akan semakin awet.pPrinsip yang kedua akanpefektif jikapbahan pangan
dibersihkan dulupsebelum didinginkan. Hal ini dimaksudkanpbahan pangan yang
akan disimpan sedapatpmungkin terbebas dari kontaminanpawal, terutama
mikroorganismepdari golongan psikrofilikpyang tahan suhu dinginp(Dwiari dkk,
2008).
Dapat disimpulkanpbahwa menyimpan makananppada suhu rendah (pada
lemari es atau lemari beku) dapatpmengurangi kerusakanpmakanan dan
memperlambatpproses pelayuan. Suhupdingin juga membatasi tumbuhnyapbakteri
yangpmerugikan (Dwiari dkk, 2008).
Menurut Koswara (2009), suhu maksimumpyang dapat diterimapuntuk
penyimpanan semua makan yaitu 37oC atau sering disebut suhu badan. Pada suhu
badan ini, bakteri akan tumbuhpdengan baik. Maka dari itu,psuhu yang cocok
untukppenyimpananpdingin berbagai bahan panganpadalah sebagai berikut:
Bahan Pangan Suhu yang Cocok
Buah-buahan, sayuran dan terutama 6,6 oC sampai 10oC
produk-produkpyang mudah rusak lainnya
Susu dan hasilpolahannya 3,3 oC sampai 7,6oC
Dagingpdan unggas 0,5 oC sampai 3,3oC
Ikan danpkerang -5 oC sampai -1,1oC
Makananpbeku -17,7 oC sampai -28,8oC
40
Menurut Koswara (2009) Untukpmenjaga mutunya, produk-produk
hortikulturap(buah-buahan dan sayuran)pmemerlukan suhu penyimpanan tertentu,
seperti terlihat pada data di bawah ini.
Bahan Suhu terbaik Kerusakan jika disimpan dibawah
(0 C) suhu penyimpanan terbaik
Buah-Buahan :
Alpokat 7,7 Coklat bagian dalam
Anggur 7,5 Luka, bopeng. Coklat bagian dalam
Apel 1-2 Coklat bagian dalam, lunak dan pecah
Jeruk 2-3 Kulit tidak beraturan
Mangga 10 Warna pucat bagian dalam
Nenas ++) 10-30 Lembek
Pepaya 7,5 Pecah
Pisang 13.5 Warna gelap jika masak
Sayur-sayuran :
Buncis 7,5-10 Bopeng, lembek, kemerah-merahan
Kentang 4,5 Coklat (browning)
Ketimun 7,5 Bopeng, lembek, busuk
Kol ++) 0 Garis-garis coklat pada tangkai
Terung ++) 7-10 Bintik-bintik coklat
Tomat hijau 13 Tidak berwarna jika masak, mudah
busuk
Tomat matang 10 Pecah
wortel ++) 0-15 pecah
43
MenurutpLubis (2009), berikut adalahpjenis makanan danpmasa simpannya
berdasarkan carappendinginannya:
Jenis Makanan Pendinginan Pembekuan
TELUR
Segar, utuh 3 minggu Jangan dibekukan
Kuning/putih telur, terpisah 2-4 hari 1 tahun
Dimasak 1 minggu Jangan dibekukan
Produk olahan, sudah dibuka 3 hari Jangan dibekukan
Produk olahan, belum dibuka 10 hari 1 tahun
DAGING
Sapi/kerbau/kambing 3-5 hari 6-12 bulan
Jeroan 1-2 hari 3-4 bulan
Produk olahan 3-4 hari 2-3 bulan
IKAN, segar 5-20 hari 8-10 bulan
PRODUK UNGGAS
Ayam/bebek, utuh 1-2 hari 1 tahun
Ayam, per potong 1-2 hari 2-3 bulan
Produk olahan 3-4 hari 4-6 bulan
Fried chicken 3-4 hari 4 bulan
Chicken nuggets 1-2 hari 1-3 bulan
SUP, penambahan sayur/daging 3-4 hari 2-3 bulan
MAYOINNASE, sudah dibuka 2 bulan Jangan dibekukan
MENTEGA 2 bulan 1 tahun
ES KRIM Beberapa bulan
ROTI Beberapa minggu
SAYURAN 3-20 hari
BUAH-BUAHAN
Segar 2-180 hari
Dikeringkan >1 tahun
UMBI-UMBIAN 3-10 bulan
44
4.3 Pengawetan dengan Suhu Tinggi
45
Secarapumum dapat dikatakan bahwa pemanasanpdengan temperatur yang
lebih tinggi dan waktu yang lebih lama dapat menghasilkan destruksi
mikroorganisme dan enzim yangplebih besar. Proses pemanasan pada temperatur
tinggi waktu singkat (HTST= High Temperature Short Time) memiliki
perpanjangan waktu simpan yangpsama dengan proses pemanasan pada
temperatur lebih rendahpdan waktu yang lebih lama (LTLT = Low Temperature
Long Time), tetapipmemiliki retensi (penahanan) sifat-sifat sensori (seperti rasa,
warna, aroma, tekstur) dan nilai- nilai gizi yang lebih baik. Jadi, proses HTST
lebih menguntungkan dibandingkan LTLTp(Dwiari dkk, 2008).
MenurutpDwiari dkk (2008) berdasarkan bentuk panas yangpdigunakan,
proses termal inipsecara garis besar dibedakan atas empat, yakni:
1. Proses termal dengan menggunakan uap (steam) atau air sebagai media
pembawa panaspyang dibutuhkan, meliputi:pblansir (blanching), pasteurisasi,
sterilisasi, evaporasi, dan ekstrusi ;
2. Proses termal dengan menggunakan udara panas, yakni: dehidrasi
(pengeringan) danppemanggangan ;
3. Proses termal dengan menggunakan minyak panas, yaitu penggorengan
(frying);
4. Prosesptermal denganpmenggunakanpenergi iradiasi, yaitu pemanasan
denganpgelombang mikro (microwave)pdan radiasipinframerah.
Menurut Koeswardhani dkk (2006) pada prinsipnya, penggunaan suhu tinggi
dalampproses pengolahan bahan pangan dapat dibagipmenjadi 4, yaitu sebagai
berikut:
4.2.3 Blanching
Blanchingpbiasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluanpdalam suatu
proses pengolahan. Proses pengolahan pangan yang menggunakan perlakuan
pemanasan pendahuluanpdengan blanching, antara lain adalah pembekuan,
pengeringan dan pengalengan. Sebagai mediumpblanching biasa digunakan air,
uap air ataupudarappanas dengan suhu sesuai yangpdiinginkan. Suhu dan lamanya
waktu
46
yang dibutuhkanpuntuk pemanasan tergantung pada bahan dan tujuanpblanching.
Umumnyapblanching dilakukanppada suhu kurang dari 100oC selama beberapa
menit. Kebanyakanpbahan pangan,pbiasanya blanchingpdilakukan pada suhu
80oC (Koeswardhani dkk, 2006).
Menurut Koeswardhani dkk (2006)pberdasarkan atas proses yang akan
dilakukanpselanjutnya makapblanching dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Blanchingpsebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan
pengeringan.
2) Blanchingpsebagai perlakuan pendahuluanpuntukpproses pengalengan
• Metode Blanching
a. Blansingpdenganpair panas (Hot Water Blansing)pyaitupmetode blansing
iniphampir sama dengan proses perebusan. Metode ini cukup efisien,
namunpmemilikipkekurangan yaitu kehilanganpkomponenpbahan pangan
yang mudah larut dalam airpserta bahan yang tidak tahanppanas.
47
b. Blansingpdenganpuap air panas (Steam Blansing) yaitupmetode blansing
dengan metode ini paling seringpditerapkan. Metode ini mengurangi
kehilanganpkomponenpyangptidakptahanppanas.
c. Blansingpdengan menggunakanpgelombang mikro (Microwave Blansing)
yaitu Cara ini digunakanpuntuk buah-buahanpdan sayuran yang dikemas
dengan wadah tipis (film bag). Blansingpmenggunakanpgelombang mikro
memerlukan biaya yang tinggi, tetapipmempunyaipkeuntungan yaitu lebih
menurunkan kandungan mikroba dan sedikit kehilangan nutrisi. (Winarno,
F.G. 2002)
48
4.2.4 Pasteurisasi
Pasteurisasipadalah suatu proses pemanasanpyang dilakukan pada suhu
kurang daripl00oC, tetapi dengan waktu yang bervariasi daripbeberapa detik
sampai beberapa menit tergantung padaptingginya suhu yang digunakan. Makin
tinggi suhu pasteurisasi, makin singkatpwaktu yang dibutuhkan untuk
pemanasannya. Tujuan utama dari proses pasteurisasi adalah untuk
menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, mikrobappembentuk toksin
maupun mikroba pembusuk. Pemanasan dalam proses pasteurisasi dapat
dilakukan denganpmenggunakanpuappair, air panas atau udaraopanas. Tinggi
suhu dan lamanya waktu pemanasan yang dibutuhkan dalam proses pastiurisasi
tergantung dari ketahanan mikroba terhadap panas.pNamun perlu diperhatikan
juga sensitivitas bahan pangan yangpbersangkutan terhadap panas. Pada
prinsipnya, pasteurisasi memadukan antara suhu dan lamanya waktu pemanasan
yang terbaik untuk suatupbahan pangan. Pasteurisasipdapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu metode l) Low TemperaturepLong Time atau disingkat LTLT dan 2)
High TemperaturepShort Time yang disingkatpHTST. Metode LTLTpdilakukan
pada suhu 62,8oCpselama 30 menit,psedangkan HTST dilakukan pada suhu
71,7oCpselama 15 detikp(Koeswardhani dkk, 2006).
Susupmerupakan salah satupbahanppangan yangpmempunyai kandungan gizi
lengkap sehingga dapat menjadi media yangpbaik untuk pertumbuhan mikroba.
Oleh karena itu,ppada pengolahanpsusupdiharapkan semua mikroba patogen
dapat mati. Kandungan gizi susu akanprusak apabilapdipanaskan padapsuhu yang
tinggi karena itu perlu dijaga agar nilai gizi susupdapat dipertahankan dengan
baik. Susu pasteurisasi adalah susu segar yangpdiolah melalui prosesppemanasan
dengan tujuan mencegah kerusakan susu akibat aktivitaspmikroorganisme perusak
(patogen) dengan tetap menjaga kualitas nutrisi susu. Abubakar dkk. (2008) dalam
Herendra (2009) menyatakanpbahwappasteurisasipadalah proses sterilisasi bahan
baku yang tidak tahan panas seperti susu. Pasteurisasiptidak mematikan semua
mikroorganisme tetapi hanyapmematikan kumanpyang patogen dan yang tidak
membentukpspora. Proses ini seringpdiikutipteknik lain seperti pendinginanpatau
pemberian gula denganpkonsentrasi tinggi. Pasteurisasi susu dilalukan pada suhu
62oC - 65oC selama 30 menit ataup71oC - 74oC selama 15 detik, ataudapatjuga
49
dilakukan dengan metode HTST, yaitu pada suhu 85oC selama 2 detik. pasteurisasi
susu bertujuan untuk membunuh mikroba patogen terutama Mycobacterium
tubercullosa yang dapat ditularkan melalui susu sapi (Koeswardhani dkk, 2006).
Pasteurisasi biasanya disertai dengan cara pengawetan lain, misalnya setelah
dipasteurisasi makanan disimpan pada suhu dingin. Dengan demikian daya simpan
makanan tersebut akan lebih lama. Sebagai contoh, susu pasteurisasi yang disimpan
dalam lemari es selama 1 minggu atau lebih tidak terjadi perubahan cita rasa yang
nyata, tetapi jika susu tersebut disimpan pada suhu kamar maka akan menjadi busuk
dalam 1 atau 2 hari (Dwiari dkk, 2008).
4.2.5 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang bersifat
mengawetkan. Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses yang
menghasilkan kondisi steril dalam bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah cara atau
langkah atau usaha yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba yang dapat
hidup dalam bahan pangan. Apabila dilihat dari kata steril maka tujuan utama dari
proses sterilisasi adalah membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan
pangan. Dengan terbebasnya bahan pangan dari kehidupan semua mikroba maka
diharapkan bahan pangan dapat disimpan dalam waktu yang lama (Koeswardhani
dkk, 2006).
Pengolahan bahan pangan yang proses sterilisasinya kurang sempurna, akan
dirusak oleh spesies Bacillus dan Clostridium. Bakteri tersebut adalah bakteri
pembusuk anaerobik dan termofilik sehingga masih tetap hidup bahkan dapat
berkembang biak di dalam makanan kaleng yang proses sterilisasinya tidak
sempurna. Pada kondisi pengalengan yang demikian, bakteri Clostridium
botulinum dapat menghasilkan toksin (racun) yang sangat berbahaya yang biasa
dikenal dengan racun botulinin. Oleh karena beberapa spora bakteri relatif lebih
tahan terhadap panas maka sterilisasi dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari
pada suhu pasteurisasi (Koeswardhani dkk, 2006).
Prinsip dari proses sterilisasi sama halnya dengan pasteurisasi dan blanching,
yang dilakukan dengan menggunakan kombinasi antara suhu dan lama waktu
50
pemanasan. Suhupdan waktupyangpdibutuhkanpuntuk membunuhpmasing-
masing jenis mikroba berbeda-beda. Sebagai contoh bakteri Escherichia coli dapat
disterilisasi pada suhu 100oC selama 2 menit atau pada suhu 77oC selama 4 menit.
Sterilisasi yang bertujuan untuk membunuhpsporapbakteri Bacillus anthracis
dapat dilakukan dengan beberapa variasi suhu dan waktu. Demikianpjuga untuk
spora bakteri Clostridiumpbotulinum dapat dilakukan denganpbeberapa variasi
suhu dan waktu, namun dibutuhkan suhu yangplebih tinggi dari pada Bacillus
anthracis (Koeswardhani dkk, 2006).
Menurut Dwiari dkk (2008) Proses sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu
yang tinggi misalnya 121oC selama 15 menit. Dalam proses sterilisasi, semakin
rendah suhu yang digunakan maka semakin lama waklu yang dibutuhkan. Namun,
waktu pemanasan yang cukup lama, lebih-lebih pada suhu yang tinggi, akan
berakibat menurunnyapnilai gizi. Untuk mengatasiphal ini maka selain kombinasi
waktu dan lamanya pemanasan, juga ditambahkan penggunaan tekanan. Jadi, dalam
proses sterilisasi yang paling baik adalah menggunakan kombinasi antara suhu,
waktu dan tekanan. Sebenarnya di dalam rumah tangga pun proses sterilisasi ini
dapat dilakukan, dan juga seringpdilakukan. Akan tetapi tidak disadari bahwa
yang telah dilakukan adalah sterilisasi sehingga sering tidak diikuti dengan
penyimpanan yang baik. Sebagaipcontoh, penggunaan presto di dalam rumah
tangga, sebenarnyapselain berfungsi sebagai alat untukppengolahan, sekaligus
juga sebagai alat sterilisasi. Di dalamppenggunaan presto, sudah diatur suhu,
waktu dan tekanannya. Hal ini dapat juga dimanfaatkanpuntuk pengawetan,
apabilapdiikuti dengan pengemasan serta cara penyimpanan yang
baikp(Koeswardhani dkk, 2006).
Perkembangan prosespsterilisasi yang lebih baru dalam pengolahan bahan
pangan adalah sterilisasi denganpmenggunakan suhu yang sangat tinggi dan
waktu pemanasan yang sangatpsingkat.pSterilisasi tersebutpdikenal dengan istilah
Ultra High Temperaturepatau disingkat UHT, yaituppemanasanpyang dilakukan
pada suhupsekitar 135oC – 140oC selama 6-10pdetikpataup140oC - 150oC selama
2-4 detik Pemanasan dengan metode UHT ini biasa dilakukan dalam proses
pengolahanpsusu (Koeswardhani dkk, 2006).
51
4.2.6 Pemasakan
Pemanasan bahanppangan selain dengan cara blanching,ppasteurisasipdan
sterilisasi dapat jugapdilakukan denganpcara pemasakan. Pemanasan denganpcara
pemasakan ini bertujuan untuk meningkatkanpcita rasapatau kelezatan produk
pangan. Pemasakan dapat juga dianggap sebagai salah satupcara pengawetan
bahan pangan, sebab bahanppangan yang dimasak dapatptahan disimpanplebih
lama dari pada bahan mentahnya (Koeswardhani dkk, 2006).
Menurut Koeswardhani dkk (2006) apabila dilihat dari cara dan bentuk
pemasakan maka dapat dibedakanpmenjadi 3 macam cara pemasakan yang biasa
dilakukan, yaitu:
1) Pemasakan dengan menggunakan kering pada suhu 100oC atau lebih.
Sebagai contoh pemasakan dengan menggunakan cara keringpantara lain
pemanggangan dan penyangraian. Pemanggangan termasuk juga di dalamnya
pemanggangan dengan oven maupun pembakaran langsung di atas arang, kayu
ataupun api.pPemanggangan di atas kayu atau api, terutamapuntuk hasil
perikanan, biasapdisebut dengan istilahppengasapan.
2) Pemasakan dengan menggunakanpmedia air panas atau uap air pada suhu
100oC atau lebih.
Sebagai contohppemasakan dengan menggunakan mediapair panas antara lain
perebusan atauppengukusan. Perebusan atau pendidihan adalah pemanasan
dengan menggunakan media air panas, sedangkanppengukusanpadalah pemanasan
dengan menggunakan media uap air. Perebusanpdan pengukusan bahan pangan
smapai matang dapat mencapai suhu lebih dari 100 oC sehingga
dapatpmenurunkan kandungan gizi, terutamapvitamin. namun di lain pihak
perebusan dan pengukusanpsampaipmatangpdapat meningkatkan daya cerna
protein dan pati.
3) Pemasakan denganpmenggunakan media minyak panas pada suhup100oC
atau lebih, biasa dikenal dengan istilah penggorengan.
Dalamppenggorengan bahan pangan lamapwaktu yang dibutuhkanpuntuk
penggorengan tidak dapat ditentukanpsecara pastipkarena disesuaikan dengan
bahan yangpdigoreng. Untukpproses penggorengan perlupdiperhatikan pengaruh
minyak yangpdigunakanpuntuk menggoreng dan bahan yangpdigoreng.
52
4.3 Kesimpulan
53
2. Pasteurisasipdengan suhu rendahpdan waktu lamap(Low Temperature Long
Time/LTLT)
54
BAB V
5.1 Ekstrusi
55
5.1.1 Pengertian Ekstrusi
Ekstrusi adalah sutu proses bahan dipaksa oleh ulir untuk mengalir pada
suatu ruang sempit sehingga mengalami proses pemasakan dan pencampuran.
Teknologi ekstrusi adalah teknologi yang sudah cukup tua. Mesin ekstrusi
diciptakan pada tahun 1797 oleh Josep Bramah di Inggris. Mesin diciptakan untuk
membuat pipa tanpa sambungan. Beberapa produk diciptakan oleh mesin yang
sama seperti produk macaroni, sabun dan bahan-bahan bangunan.
Prinsip ekstrusibtelah diterapkanbdalambindustri makanan sejak tahun
1930 untuk pembuatanbpasta.bPada tahun-tahun berikutnya diterapkan pada
industribkembang gula,bindustri dan kue, terutama pada proses frosting kue. Pada
tahun 1950,bkemudian digunakan juga untukbproduksibsereal, campuran minyak
biji-bijianbuntukbindustribpakan. Proses-prosesbpengolahanbtersebutbmerupakan
teknologibekstrusib pada generasi pertama. Pada tahun 1960 teknologi ini
digunakanbuntukbmengubahbikatanbsilang dan mengikat biopolimer untuk
membuatbprotein nabatibbertekstur. Terobosanbini menyediakan pengetahuan
dasarbbagibekstrusi HTST (HighbTemperature Short Time) modern yang
memungkinkanbdiciptakannyabproduk-produkbbaru padabindustri makanan.
Prinsipbpenerapannya padabindustribmakanan umumnya berdasarkan
padabgelatinisasi pati, pembentukanbkompleksblemak-pati,bdenaturasi dan
teksturisasi protein, pengikatan, reaksibkimia dan biokimia,bpengaruh
tekanan/penggilinganbdanbpengembangan (Linko, et. al. dalam Jowitt, 1982).
Dewasa inibekstrusi telahbberkembang penerapannya untuk beragam produk yang
perlu dimasak/dimatangkan. Prosesbekstrusi lebihbmudahbdiprediksibdan
memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan proses pemasakan batch.
Pemasakan dengan ekstrusi mempunyai beberapabkeuntungan meliputi keluaran
produk yang tinggi, efisiensi energi,bkontrolbsuhu, dan mampu menyesuaikan
varietas bahan untukbmenghasilkanbprodukbakhir yangbsesuaibdengankeinginan.
56
5.1.2 Alat Ekstrusi
57
Gambar 1. Alat Ekstruksi (Ekstruder)
Sumber : http://www.infoplastik.com
5.1.3 Tahap-Tahap dalam Proses Ekstrusi
58
Mesin yangbdigunakanbialahbberbagai jenis ekstruder dan beragam
aksesorisnyabsesuaibkebutuhanbpengolah. Produk yang keluar dari tahap ini
disebutbekstrudatbdanbtergantung dari kebutuhanbkita atau jenisbekstruder yang
digunakan, ekstrudatbini dapatbmerupakan produkbakhirbekstrusibataupun juga
produkbyangbharusbdiolahblagi lebih lanjut.
3) Tahap terakhir adalah proses setelah sektrusi (post extrusion ).
Mesinbyangbtersedia untukbproses inibialah mesin pengering,bflavouring
, pemanggang, pelapis dan pendingin yang semuanya disesuaikanbdengan
kebutuhan pengolah. Sebagaibakibatbdari perkembanganbteknologi di bidang
ekstrusi yang pesatbakhir-akhirbini, maka selain dapat berfungsi sendiri terpisah
dari ekstruder, mesin-mesinbtersebutbjuga dapatbdipasangkanbpadabekstruder.
Prinsip kerja ekstruder :
• Bahanbmentahbdimasukanbkedalambhopper
• Ulirbakanbmembawabbahanbtersebutbsepanjangbbarel
• Diujung barel, bahan akan memenuhi barel dan ruangan diantara barel
dan ulir akan terkompres
• Ketika bahan melewati barel, ulir akan mengadoni bahan sehingga
menjadi massa yang semi padat dan plastis
• jika bahan dipanaskan > 100 oC , maka prosesnya disebut pemasakan
ekstrusi
• Pemanasan menyebabkan terjadinya kenaikan suhu dengan cepat, jadi
ketika bahan pangan dilewatkan kebagian barel yang mempunyai
pengaliran lebih kecil maka tekanannya meningkat
• Ketika bahan keluar dari die dengan pengaruh tekanan maka terjadi
pengembangan ukuran dan pendinginan karena airnya telah keluar dalam
bentuk uap air.
59
• Menjaminbpenyebaran yang merata bahan-bahan seperti protein, vitamin,
mineral danbbahan tambahan lainnyabbersama karbohidrat di seluruh
campuranbbahan.
• Mengurangi jumlah kehilangan kandunganbgizi bahan dan meminimalkan
kerusakan pada kualitas protein.
• Teksturbdanbbentukbbahan mentah yangbtadinya keras, tidak berbentuk,
berpasir, tidak menarik, dsb., berubah menjadibproduk akhir dengan tekstur
dan bentuk sesuaibdengan yangbkita inginkan.
• Bahan baku utamabyangbmengandung patibtersedia dengan luas.
• Produk ekstrusi yangbdikemas dengan benarbmempunyai daya simpan yang
baik tanpa harusbdisimpan pada suhubrendah.
• Proses ekstrusibmerupakan proses termodinamikabyang efisien, energy yang
dibutuhkan untuk menghasilkan per ton bahanblebih rendah dibandingkan
denganbbahan yang sama dan diolahbdengan proses pemasakan dalam
bentukblainnya.
• Biayaboperasionalnya rendah, membutuhkanblebih sedikit tenaga kerja dan
memerlukanbluas lahanbyang kecil.
• Jalur-jalurbprosesbpada ekstruder mudah sekali untukbdibongkar-pasang.
Hal ini penting untuk keperluan pembersihan danbmobilitas alat. Bila
pengolahan yang dilakukan memenuhibpersyaratan sanitasi yang benar maka
produk yangbdihasilkan relatifbbebas dari bakteri, serangga, larva dan
patogenblainnya.
• Prosesbekstrusi bebas polusibdan bahan mentahbdimanfaatkan seluruhnya
tanpa adanya limbah yangbtidak diinginkan ataubzat-zat yang berbahaya
bagiblingkungan.
• Serbagunab(mampu melakukan berbagaibmacam proses pengolahanbdalam
satu alat sajabdan mampu menghasilkan jenis produk yang sangat beragam).
• Produktivitas produk yang dihasilkan tinggi (mampu melakukan pengolahan
berkesinambungan).
• Biayaboperasional relatifbmurah.
60
• Prosesbpengolahan dalam ekstruderbmemungkinkan resiko mesin untuk
overheatbrendah.
• Kualitasbproduk makanan yang dihasilkanbtinggi (proses pengolahan HTST
karena pemasakan ekstrusi melibatkanbsuhu tinggi dalam waktubpendek
sehingga komponen bahanbpangan yang pekabtidak mengalami kerusakan
dan terjadinya degradasi yangbminimal pada kebanyakan bahan makanan).
• Efisienbdalam penggunaanbenergi. Tidak menghasilkanblimbah atau polutan.
• Keberagaman produk dalambkisaran luas yg kebanyakanbtidak dengan
mudah dihasilkan oleh metodebpengolahan lain, dapat dihasilkan dengan
mengubah bahan baku, kondisibpengoperasian, dan cetakan.
5.2 Iradiasi
5.2.1 Pengertian Iradiasi
61
Iradiasi dapatbmencegah penuaan bahan panganbyang disebabkan karenabfactor
internal pangan tersebut, misalnya pertunasan, sehingga berfungsibsebagai
pengawet, sertabdapat membuat bahanbpangan tetap segar karena prosesbiradiasi
sendiri merupakanbproses pada temperaturebambient.
Di Indonesia,biradiasi belumbberkembang secara optimal. Mindset negeri
ini, tentang bahayabyang diakibatkan irradiasi masihbbelum bisa dihilangkan.
Pandangan umum seperti halnya penyakit kanker atau mutasi genetik
akibatbpangan yangbdiirradiasi, selalu menjadi kendalabperkembangan irradiasi di
Indonesia. Padahal masyarakat atau konsumebbelumbmengetahui informasi
tentang irradiasi secara rinci,bmisalnya manfaat danbdosisbpemakaian, serta salah
pengertian bahwa panganbyang diirradiasi sebenarnya tidak akan menjadi
radioaktif yang membahayakan. Maka dari itu, penyuluhan tentang irradiasi
dianggap perlu gunabperkembanganbirradiasi panganbdi Indonesia. Salah satu
lembaga di Indonesiabyang konsen terhadap masalah irradiasi adalah Badan
Tenaga Nuklir Nasionalb(BATAN).
Iradiasi pangan memiliki prospekbyang baik di masa mendatang. Hal
tersebut tercermin dari beberapa kebijakan lembaga atau organisasi dunia. Food
and Drug Association (FDA) menyatakanbbahwa irradiasi pangan tidak
membahayakan selama pemakaian sinarbdibawah 68 kGy, pada 20 Mei 1990.
Lembaga kesehatan dunia,bWHO, pun memberikan dua pernyataan positif, yaitu
pangan yang diirradiasi amanbbila penggunaan tidak melebihi 10 kGy (1980) dan
irradiasi merupakan langkah tepat yang menjadikanbindustri pangan berstandar
Good Manufacturing Practices (GMP), sehingga produknya aman dari masalah
mikrobia (1992). Berdasarkanbpernyataan tersebut, makabjelas bahwabirradiasi
merupakan langkah pengawetanbyang baik untuk diterapkan di dunia, khususnya
di Indonesia.
62
Gambar 2 Alat Iradiasi
Sumber : http://www.harnas.co dan https://su.wikipedia.org/wiki/
5.2.2 Prinsip Iradiasi
63
Sinarbgamma dan elektronbdihilangkan daribbentuk lain radiasibdengan
kemampuan ionisasinya (kemampuan memutuskan ikatan kimia saat diabsorbsi
oleh material tertentu). Produk ionisasibdapat berupa electronicallybcharged (ion)
maupun netral (radikal bebas). Produk ini kemudian bereaksi dan menyebabkan
perubahan pada materialbyang diirradiasibatau yang disebut dengan radiolisis.
Reaksi inilah yang menyebabkanbpenghancuran mikroorganisme, serangga, dan
parasit selama proses irradiasi makanan (Maha, 1981). Dalam makanan yang
memiliki kandungan air tinggi, airbterionisasi oleh radiasi. Elektonbdikeluarkan
daribmolekul-molekul air danbmemutuskan ikatan kimia. Produk-produkbtersebut
kemudianbberekombinasi membentuk hidrogen,bhidrogen peroksida,bhidrogen
radikal, hidroksil radikal,bdan hidroperoksil radikal.
Ion-ionbreaktif yang diproduksi oleh makananbirradiasi menghancurkan
mikro-organisme dalam sekejap,bdengan mengubah stukturbmembran sel dan
mempengaruhibaktivitas metabolikbenzim. Namun, efek yang lebihbpenting
adalah pada molekul deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA)
dalam sel nukleus, yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan replikasi.bEfek-efek
rasiasi hanya dapat terlihatbsetelah jangka waktu tertentu, saat DNA double helix
gagal dibongkar danbmikroorganisme tidak bisa direproduksi melalui pembelahan
sel.
Kecepatanbdestruksi sel individubbergantung pada kecepatanbdimana ion
diproduksibdan berinter-reaksibdengan DNA, dimana jumlah selbtereduksi
bergantungbpada dosis totalbradiasi yang diterima. Singkatnya, semakinbkecil
dan simpel suatuborganisme, maka dosis radiasi untukbmenghancurkan organisme
tersebut semakin tinggi. Virus sangat resistan terhadap irradiasi dan sangat sedikit
terpengaruhboleh dosisbyang biasa digunakan padabproses komersial. Spesies
berbentukbspora (seperti : Clostridiumbotulinumbdan Bacillus cereus) dan yang
mampubmembetulkan DNAbyang rusak dalam sekejapb(seperti Deinococcus
radiodurans) lebih resisten daripada sel-sel vegetatif dan bakteria non-spora.
Seranggabdan parasit sepertibcacing pita dan trichinellabmembutuhkan dosis yang
lebih rendah. Alat irradiasi terdiribdari sumber isotop berenergibtinggi untuk
memproduksibsinar-gammabatau,bkadang-kadang, mesin sumber untuk
64
Memproduksi partikel elektron berenergi tinggi. Sumberbisotop tidak bisa
dimatikan, sehingga ditempatkanbdi dalam air di bawahbarea proses, untuk
memungkinkanbkeluar masuk pekerja. Dalam operasibsumber dinaikkan, dan
makanan kemasan dimasukkanbpada konveyorbotomatisbdan dilewatkan melalui
area radiasi padabjalur yang berbentuk lingkaran. Cara inibmemaksimalkan proses
radiasi dan memastikanbperlakuan yang sama padabmakanan. Sumber isotop
membutuhkanbmaterials-handling system yang lebihbkompleks daripada yang
dibutuhkanbmesin sumber (machine sources).
65
Beberapabperubahan sifat fisikabkimia yang terjadibakibat iradiasi dapat
menimbulkanbperubahan dan hilangnyabbasa nitrogen, pemutusan ikatan
hidrogen, pemutusanbrantai gulafosfat dari masing-masing polinukleotida dari
DNA (single strand break), pemutusan rantai yangbberdekatan pada kedua
polinukleotidabdari DNA (double strand break), dan terbentuknyabikatan silang
intramolekuler (base damage). Kebanyakan mikroba mampu untuk memperbaiki
kerusakan singlebstrand break. Beberapa pustaka menyebutkan bahwa mikroba
yang sensitif tidak dapat memperbaiki double strand break, sedangkan mikroba
yang menunjukanbresistensi yang lebih tinggi mempunyai kapasitas
untukmemperbaikibdouble strand breaks. Hasil perbaikanbatau penyusunan
kembali DNA tersebutbdapat sama atau berbeda dengan semula. Penyusunan
ulang yang berbeda dapatbberakibat pada kematian sel, mutasibatau transformasi.
Setiapbmikroorganisme memilikibsensitivitas yang berbeda terhadap
radiasi gamma. Beberapa mikroorganismebsangat sulit untukbdihambat atau
bahkan dibunuh dengan radiasi gamma, namun sebagian mikroorganisme juga
mudah mati denganbpemberian radiasibgamma. Tingkat kerusakanbsel mikroba
berkaitanberat denganbresistensi mikroba terhadap iradiasibyang dinyatakan
dengan nilai D10.
Nilai D10bmerupakan dosisbiradiasi (kGy) yangbdiperlukan untuk
mengurangi jumlah mikrobabsebesar 10bkali lipat (satu siklus log) atau
diperlukan untukbmembunuh 90% dari jumlah total. Semakin tinggi nilai D10
suatu bakteri menunjukkan makin tahan bakteri tersebut terhadapbiradiasi [24].
Ketahanan mikroba terhadap radiasibpengion dipengaruhi oleh beberapabfaktor
pentingbdiantaranya:
1. Ukuranbdan susunanbstruktur DNA dalambsel mikroba
66
4. Kadar air. Mikroorganismebpaling tahan ketikabdisinari dalam kondisi
kering. Hal ini terutamabkarena jumlah rendah atau tidakbadanya radikal
bebas yang terbentukbdari molekul air denganbradiasi, danbdengan
demikian tingkatbefek tidak langsung pada DNAbakan rendah atau bahkan
tidakbada.
67
KeamananbPangan yang Diiradiasi menyarankanbpembatasan penggunaan
sumberbiradiasi dalam pengolahan pangan. Batasnyabadalah tahap energi di
bawahbtahap yang menimbulkanbradioaktivitas dalam pangan yang diolah.
Panganbyang diolah dengan radiasibsesuai dengansaran Komite tersebut
tidak menjadi radioaktif. Batas maksimal energibsumber radiasi yang dapat
dipakai adalah 5 MeVbuntuk sinar gammabdan sinar-X, dan 10 MeVbuntuk
berkas elektron. Radioaktivitas imbas baru akan timbul pada atom atom bahan
yang diiradiasi yangdibgunakan diatas 5 MeV untuk radiasi gamma. Batas energi
energi untuk sumberbelektron lebih tinggi karena radioaktivitas imbas yang
timbul pada energi kurang 16 MeV sangat sedikit jumlahnyabdan relatif berumur
pendek.
FDA menetapkanbbahwa pada kemasan produkbpangan yang telah
diiradiasi harus mencantumkanblogo radura (radiation durable). Iradiasi pangan
di Indonesia dilakukan berdasarkanbPeraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 826/MENKES /PER/XII/1987, Nomor
152/MENKES/SK/II/1995,dan Nomor 701/MENKES/PER/VII/2009, serta
Undang-undangbPangan RI Nomor 7/1996, LabelbPangan Nomor 69/1999, dan
peraturan perdaganganbinternasional tentang komersialisasibkomoditi pangan
iradiasi dan peraturan standar internasional Codex AlimentariusbCommission
untuk makanan iradiasi.
Ditinjaubdari aspek kimiabdan nutrisi, bahan panganbyang mengalami
pengolahan iradiasi mengalamibperubahan yangbebih sedikit. Perubahan
karakteristik kimia karenabpengaruh radiasi dapatbmeningkatbapabila terjadi
peningkatanbdosis yang juga bergantung pada jumlah danbkomposisi bahan. Pada
dosis rendah (sampai 1 kGy)bkehilangan zat gizi daribpangan tidak bermakna.
Pada dosis sedang(1-10 kGy) kehilanganbvitamin dapatbterjadibpada pangan yang
terkena udarabselama iradiasibatau penyimpanan.
Pada dosis tinggi (10-50 kGy) kehilangan vitamin dapat dikurangi dengan
upaya perlindungan iradiasi pada suhu rendahbdan menghilangkan oksigen
selama proses pengolahan dan penyimpanan. Beberapabvitamin yaitu riboflavin,
niasin, dan vitamin D, tidak begitubpeka terhadap iradiasi. Vitamin lain, yaitu
vitamin A, B, B1, E, dan K, mudah rusak.
68
Pengaruh radiasibbervariasi, iradiasibdapat menyebabkan denaturasi
protein pada pemberian dosis iradiasi tinggi. Ionisasi menyebabkan suatu
pembentangan molekul-molekulbprotein dan menjadikanbtempat-tempat tertentu
lebih mudah diserang boleh enzim. Enzimbdapat diinaktivasikanbbaik dengan
pengaruh langsung maupun tidak langsungbdengan radiasi pengion. Radiasi juga
dapat mengubahbsifat fisika dan kimia daribbahan panganbberkarbohidratbtinggi
namun tindakanbini tidak nyata mempengaruhi gizinya. Sedangkanbpengaruh
radiasi terhadap lipid sangat bergantungbpada susunan asamblemak dan asam
lemak tak jenuh yang lebih mudahbdioksidasi dibandingkan yang jenuh.
Perubahan kimia berkurang apabila radiasibproduk dilakukan pada suhu rendah
dan tidakbada cahayabserta oksigen.
69
beberapabcontoh aspek penggunaanbiradiasi yang mempunyai artibpenting baik
dari segi teknologi maupun kesehatanbmasyarakat (Loaharanu dan Urbain dikutip
oleh Maha, 1981).
1) Memperbaiki mutu bahan pangan
Selainbdapat mempengaruhibfaktor penyebab kerusakanbbahan pangan
iradiasi ternyatabdapat juga mempengaruhibstruktur molekul bahanbpangan yang
dalam beberapabhal menguntungkan. Misalnyabsayuran kering yang diiradiasi
dengan dosis 30 kGy, akanbmenjadi lebih cepat empuk bilabdimasak karena
pengaruhbiradiasi pada strukturbpolisakarida yangbmenentukanbkonsistensinya.
Demikian pulabkacangbkedelai akanblebih cepat empukbapabilabdimasak setelah
iradiasi.
2) Memperbaiki higieni bahan pangan
Dalambmasyarakat sering dijumpaibkasus keracunan makananbyang
disebabkanboleh toksin yangbdihasilkan oleh mikroba pathogenbmisalnya
Salmonellabyangbsering ditemui padabdaging, telur, udang, pahabkodok,dan
sebagainya. Cara-carabkonvensionalbbelum adabsatupun yang mampu untuk
menghilangkan Salmonellabdalam bahan pangan segarbsecarabsempurna. Iradiasi
ternyata sangat efektifbuntuk menghilangkan Salmonellabbaik dalam bahan
pangan segar maupun yangbtelah dibekukan. Cara ini telahbbanyak digunakan
secarabkomersilbdi luar negeri.
3) Memberantasbserangga perusakbbahan pangan
Pada bahan panganbkering yang disimpan, penyebabbkerusakan yang
utama adalah gangguan serangga. Kerugian karena gangguanbserangga sangat
tinggi padabpadi-padian, bebijian danbbahan pangan kering lainbmisalnya beras,
jagung,bberbagaibjenis kacang,brempah-rempah, kopi, ikanbkering, dan tepung
terigu. Dengan penggunaan iradiasi pada dosis tertentu seperti 0,2-0,8 kGy, semua
jenis serangga yangbbiasa ditemukan padabbahan pangan dapatbdilumpuhkan
dayabperusaknya.
4) Menurunkan residu zat kimia pada bahan pangan
Zatbkimia tambahan padabbahan panganbumumnya mempunyaibpengaruh
negative terhadap kesehatan bila kadarnya melebihi batasbketentuan sedang bahan
panganbiradiasibtelah dapatbdibuktikan tidakbberbahaya bagibkonsumen setelah
70
penelitianbyang sangat telitibselama kira-kirab30 tahun. Maka iradiasibtelah
dianjurkanbuntuk dipakaibsebagai pengganti zatbpengawet kimia, baik
menggantikan sama sekalibataupun hanya penurunan jumlahbpemakaiannya
sehingga bahayabsemakin kecil.
5) Perlakuanbuntuk karantinabbuah-buahan
Peraturan karantinabmengharuskan buah-buahanbtropis didisinfektasi
terlebih dahulubsebelum diimporbkarena sering di dalambbuah-buahan terdapat
larva seranggabyang terkurung dalambdaging buah atau biji, yang setelahbtiba di
negara tujuan dapat berkembang dan dapat menjadi salah satu sumber bencana
bagi pertanian. Perlakuanbkarantina yang lazimbdigunakan adalah buah-buahan
dialiri uapbpanasbatau difumigasi. Cara demikianbseringkali kurangbefektif
disamping mutubproduk menurun akibatbkenaikanbsuhu pada saat fumigasi serta
membutuhkan waktubperlakuan yang agak lama. Dengan iradiasi, prosesnya lebih
cepat dan praktis, lebih efektif karena adanya day tembus lebih besar dan timbul
persoalan residu zat kimia.
71
5.3 Kesimpulan
72
BAB VI
6.1 Pengaruh Suhu dan waktu pasteurisasi terhadap mutu susu selama
penyimpanan (Abubakar et al.,2000).
a. Uji Alkohol
Uji alkoholbberguna untuk menentukanbkesegaran susu, dengan menggunakan
alkohol 70% pada perbandingan 1:1. Jika hasil uji alkoholbnegatif berarti susu
masih segar danbdilanjutkan dengan pasteurisasi, tetapi jika hasil uji alhojol
positif ( susu pecah) pasteurisasi tidak dapat dilanjutkan, karena sisi yang pecah
akan menggumpal dengan pemanasan. Secara organoleptik susu akan mengalami
perubahan terhadapbwarna, rasa, dan aroma daei susu yang normal. Umumnya
perubahan ini disebabkan olehnya adanya aktifitasbmikroorganisme dengan
penyimpanan aroma yang normal, Rasa dan aroma susu pasteurisasi dalam
penelitian ini masih normal danbmempunyai rasa sedikit manis sampai
penyimpanan lebih dari 21 jam, hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah
kuman susubdengan bertambahnyabmasa simpan.
b. Kadar Air
Hasil analisisbregresi menunjukan bahwa korelasi antara kadar air susu
pasteurisasi pada metode LTLT dan lamabpenyimpanan tidak berbeda nyata.
Namun korelasi itu nyata pada metode HTST. Korelasi antara lama penyimpanan
dan kadar air pada metode HTSTbdinyatakan dengan persamaan Y= 87,1686 –
0,0349X (R2 = 0,1966), yang dalambhal ini Y adalah kadar air susu pasteurisasi
dan Xbadalah lama penyimpanan ( jam). Persamaan ini menunjukkan bahwa
kadar air mengalami penurunan denganbsemakin lama waktu peyimpanan.
c. Kadar Protein
Hasil analisisbregresi menunjukan bahwa kadarbprotein susu pasteurisasi pada
metode LTLT dan HTST nyata berkolerasi dengan lama penyimpanan.bKorelasi
antara kadar protein dan penyimpananbdinyatakan dalam persamaan
Y=3,2611+0,0803X (R2=0,5081) untuk mentode LTLT, dan persamaan
Y=3,6778+0,0163X (R2=0,3112) untuk metodebHTST, dengan Y sebagai kadar
protein susu pasteurisasibdan X sebagaiblama penyimpanan (jam). Persamaan ini
menunjukkan bahwa kadar protein meningkatkan dengan semakin lamanya
70
penyimpanan.
6.2 Kajian kualitas susu perah PFH ( Studi Kasus pada Anggota Koperasi Agro
Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang ) ( Utami dkk,2014)
6.3 Analisis Kualitas Fisik Dan kimia Susu Sapi Perah Dengan menggunakan
Pakan Klobot Jagung dari Limbah Organik Pasar
a. Berat Jenis
Lemak susu yang berasal dari peternakan yang manggunakan pakan hijauan
campuran lebih tinggi dibandingkan dengan peternakan yang hanya
menggunakan pakan hijauan klobot jagung atau rumput lapangan.
b. Bahan Kering Tanpa Lemak
Kadar BKTL pada susu yang berasal dari peternakan yang menggunakan pakan
hijauan klobot jagung dan campuran berada diatas Standar SNI, sedangkan
kadar BKTL susu yang berasal dari peternakan yang menggunakan pakan
hijauan rumput lapangan sedikit lenih rendah dari Standar SNI. Hal ini terjado
karena kandungan lemak yang tinggi pada susu sedangkan bahan kering kadar
bahan kering rendah sehingga menghasilkan bahan kering tanpa lemak yang
rendah.
6.4 Kualitas mutu bahan mentah dan produk akhir pada unit pengalengan ikan
sardine di PT. Karya manunggal Prima Sukses Muncar Banyuwangi
a. Pengujian Organoleptik Produk Akhir
Pengujian ikan sardine kaleng saus tomat didapatkan hasilnya memenuhi
standar yang ditetapkan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa
72
nilai ikan sardine kalenh media saus tomat yang dihasilkan oleh PT. Karya
Manunggal Prima Sukses mempeunyai nikai kisaran 7,51-7,60. Standar mutu
ikan sardine kalengmedia saus tomat sesuai dengan SNI 01-3548-1994, dimana
nilai organoleptik adalah 6,5 itu berarti produk yang dihasilkan masih diatas
standar yang ditentukan. Dengan kriteria sebagai berikut :
- Kenampakan saus : warna merah spesifik saus tomat, cerah homogen,
bersih dan menarik
- Bau dan rasa saus : bau saus tomat kuat, harum dan segar, rasanya gurih
- Kenampakan daging : potong utug, rapi, sedikit serpihan, seragam agak
menarik.
- Bau dan rasa daging : bau daging segar dan harum, rasamya gurih.
b. Hubungan Organoleptik Dengan Daerah
Asal ikan lokal ( muncar) lebih baik dibandingkan ikan boxboxan ( Grajakan
dan Puger) baik produk akhir maupun mentah. Perbedaan ikan disebabkan oleh
penanganan dan waktu dalam penanganan. Semakin cepat penanganan ikan
maka semakin cepat diolah mutu dapat dipertahankan. Selain itu pengujian
secara organoleptik sangat dipertahankan oleh subjektifitas dari masing-masing
panelis dan waktu pengujian
c. Pengujian ALT ( Angka Lempeng Total)
Pengujian mikrobiologis dilakukan untuk mengecek efektifitas proses strelisasi,
mutu produk, jenis dan jumlah bakteri yang masih hidup dalam wadah.
Umumnya pemeriksaan mikrobiologis memerlukan teknik dan peralatan yang
lebih khusus dari pada secara fisik dan harus dilakukan oleh suatu laboratorium
yang kompeten. Sebelum makanan kaleng didistribusikan, diharuskan untuk
menyimpan dahulu produk pada suhu ruang selama 10 hari untuk pemeriksaan.
Selama periode ini dilakukan pengamatana ada/tidaknya kebusukan, misalnya
pengembungan kaleng atau kebocoran akibat penutupan yang kurang baik
(Widodo, 2001)
6.5 Kajian sistem pengendalian mutu ikan dan udang segar di tempat pengalengan
ikan, di Pelabuhan Samudera Cilacap (Soewarlan, diakses 2016)
a. Driskripsi Produk
Langkah awal yang harus dilakuakn dalam mengidentifikasi bahaya adlah
membuat diskripsi terhadap produk yang akan ditangani. Sehingga selanjutnya
73
akan memudahkan untuk mengidentifikasi potensi bahaya yanga dapat
mengkontaminasi produk pada tahapan penanganan
b. Analisa Bahaya ( Hazard) di TPI
Bahaya (Hazard) dapat diartikan sebagai suatu bahan secara fisika, biologis,
ekonomi dan kimia pada produk yang didaratkan dari ketentuan yang sudah
didapatkan atau diterapkan. Bahaya tersebut dapat mengkontaminasi
produkyang ditangani maupun diolah melalui suatu agent berupa peralatan,
karyawan, es, dan sebagainya.
c. Identifikasi Titik Kritis (CCP)
Mengetahui alur proses kegiatan penanganan merupakan langkah awal
untuk mengidentifikasi titik kritis. Umumnya alur proses penanganan ikan
tujuan ekspor dan industri pengolahan : pembongkaran, pengakutan dan
pendaratan. Untuk kegunaan ekspor dan lokal : pembongkaran, penyortiran,
penimbangan, peragaan, pelelangan, pengangkutan, peragaan. Sedangkan
tujuan lokal: pembongkaran, pendaratan, penimbangan, penjualan, dan
pengangkutan.
d. Pengawasan Titik Kritis
Pengajuan organoleptik dengan nilai persyaratan umum minimal 8,
toleransi penolakan minimal 7 dan batas penolakan <7. Pengujian
organoleptik adalah pengujian yang paling efektif untuk diterapkan di TPI.
Penentuan persyaratan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa ; setelah
didaratkan produk tersebut akan dipasarkan diterima dengan nilai minal 8,
diperkirakan produk sampai ke tangan konsumen akhir dengan minimal 7.
Teknik lain yanh dapat diterapkan di TPI adalah pengukuran suhu pusat.
Dengan ketentuan pengkuran temperatur puasat harus <10 0C untuk ikan
berdaging putih, < 50C untuk udang dan ikan berdaging merah ( Djazuli,
2002).
74
sekitarnya dan terjadi pada saat pemotongan, hingga dikonsumsi. Pada
umumnya sanitasi yang terdapat dirumah-rumah potong belum memenuhi
persyaratan kesehatan daging sesuai standar yang telah ditetapkan.
Keadaan ini menyebabkan mikroorhanisme awal pada daging sudah tinggi,
selain itu penyimpanan dahing dirumah potong dan dipasar umumya
belum menggunakan alat pendingin, dimana daging hanya dibiarkan
terbuka tanpa dikemas dalam temperatut kamar, kondisi yang demikian
dapat menyebabkan perkembang biakan mikroorganisme semakin
meningkat yang mengakibatkan kerusakan atau pembususkan daging
dalam waktu yang singkat.
b. Hewan Baru di Potong
Dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan- perubahan
dimana jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan
(Costa,2011). Usmiati (2010) menjelaskan bahwa segera setelah ternak
dipotibg, terjadi kontraksi dan pengerasan otot yang dikenal dengan
rigormotis. Pada sapi diperlukan 6-12 jam untuk rigormotis. Menurut
Suparno (2005) selamabkonversi ototbmenjadi dagingbterjadi proses
kekakuan otot. Kekakuan ototbsetelah kematian danbotot menjadi tidak
dapat direnggangkan. Padabperiode postmortemb24 jam pertama
terjadibperubahan struktural dan biokimiabpada otot diubahbmenjadi
daging. Periode ini sangat mempengaruhi keempukan dagingbdan warna
ototbterhadapbkualitasbdaging (Savell, et al., 2004).
c. Rigor Mortis
Setelah exsangunination, glikosis tanpa oksigen berlanjut dan
menghasilkan asam lakyay sebagai hasil dari glikosis anaerobik. Hal ini
menyebabkan penumpukan asam laktat dan karena itu terjadi penurunan
pH. Dalam lingkungan normal, otot-otot mulai mengalami proses rigor
mortis disebabkan oleh kelakuam yang terjadi dari cross-linkinh yang
disebut aktomyosin, terbentuk antara aktin dan myosin.
d. Pelayuan
Karkas dari hasil pemotongan umumnya mempunyai temperatur yang
tinggi, yaitu sekitar 390C. Hal ini hasrus segera diturunkan untuk
menghindarkan perubahan0perubahan yang menyebabkan terjadinya
75
kerusakan daging. Oleh karena itu karkas harus segera disimpan dalam
ruang pendingin yang disebut dengan proses pelayuan, pelayuan disebut
juga aging, conditionung atau hanging, yaitu dengan menggunakan karkas
selama waktu tertentu didalam ruangan dengan temperatur diatas titik beku
karkas (-1,50C). Pelayuan biasanya dilakuakn pada ruangan pendingin
dengan temperatir pada kisaran temperatur 150C-160C selama 24 jam atau
dapat dilakuakn pada temperatur berkisaran 0° - 3° C dengan waktu yang
kebih lama. Selama proses pelayuan terjadi proses autosis, taitu
perombakana tenunan daging oleh enzim yang dapatt didalam daging,
sehingga daging menjadi lebih empuk dan berkembangnya flavor daging
yang lebih baik (Rachmawan, 2001).
e. Penyimpanan Daging
Beberapabfaktor yang mempengaruhiblaju pendinginan daging, yaitu :
(a) panasbspesifikbdaging,
F. Distribusi daging
Saatbpengangkutan, daging segarbharus tetap dijagabdalam kondisi dingin.
76
Kondisi karkasbharus bersih, digantungbdan didinginkanbhingga 0o C
sesaatbsebelum pengangkutan. Kendaraan tidakbboleh mengangkut barang
lain selain dagingbsegar tersebut. Pendinginan bisa berasal daribinjeksi
nitrogen cair (N2)bmaupun carbon-dioxide (CO2) yang dibpancarkan dari
kompartemen tertentu (FAO, 1991).
Untuk memelihara sanitasi daging ada beberapa hal khusus yang perlu
diperhatikan (Prayitno, 2011) :
1. Hewan potong Hewan apapun yang akan diambil dagingnya, harus bebas
daribpenyakit, seperti TBC, anthrax, dan cacing. Untuk mengetahui
apakah hewan potong mempunyaibpenyakit dilakukan dua
kalibpemeriksaan. Pemeriksaanbsebelum dipotong. Hewanbyang dicurigai
menderitabpenyakit,bharus dipotong terpisah. Pemeriksaanbsetelah ternak
dipotong yang diperiksabbiasanya kelenjar, jantung, alat-alatbvisceral,
sebab alat-alatbini sering sebagai tempat hidupnya bibit penyakit.
77
proses pembusukan, baunyabakan berubah.
c. Konsitensi Daging yang baik mempeunyai konsistensi, elastic bila ditekan,
dipegang terasa basah kering. Artinya meskipun basah, tidak smpai
membasahi tangan di pemegang.
78
6.6 Kajian Sensori dengan Metode Demetrit Point Score Terhadap Nilai
keseragaman ikan nila selama pengesan (Ariyani dan Dwiyitno, 2010)
79
yang mudah rusakbkarena cara ini dapat mengurangi (a) kegiatan
respirasibdan metabolisme lainnya, (b) proses penuaan karena adanya
proses pematangan,bpelunakan, sertabperubahan-perubahan tekstur
danbwarna, (c)bkehilangan airbdan pelayuan, (d) kerusakanbkarena
aktivitas mikrobab(bakteri, kapang,bdan khamir), dan (e)
prosesbpertumbuhan yang tidak dihendaki, misalnya munculnyabtunas
ataubakar. Setiap jenisbsayuranbmemiliki sifat karakteristik
penyimpananbtersendiri karena dipengaruhiboleh beberapa faktor antara
lain varietas, tempatbtumbuh, kondisibtanah dan cara budidaya tanaman,
derajatbkematangan,bdanbcara penanganan yangbdilakukan sebelum
disimpan.beberapabfaktor antara lain varietas, tempatbtumbuh,
kondisibtanah dan cara budidayabtanaman,bderajat kematangan,
danbcarabpenanganan yang dilakukan sebelumbdisimpan.
1. Cleaning (pembersihan)
80
memberikanbhasil lebih baikbdaripada mencucinyabdengan air. Cara ini
lebih sesuai untuk tomat, melon danbsayuran buah lainnyabkuas terutama
untuk sayuran buah yang berkulit tebal atau liatbdan dapat pulabdibersihkan
dengan tanganbdengan cara mengambilbkotoran yang menempel pada
komoditas. Cleaningbdapat pubbdibakukan denganbmenyemprotkan udara
denganbtekanan tinggibpada permukaanbkomoditas.
2. Trimming (perempelan).
3. Curing (penyembuhan).
a. Memberikanbkekuatan danbpenyembuhan secarabcepat dan memar
ataubluka pado umbibbatang danbJambi akar (tuber and root).
b. Menutupbleher umbibbawang. Setelahbpanen umbi, curing
perlubdilakukan untukbmembatasi masuknyaborganisme penyebabbbusuk
ke dalambtuber atau root. Curingbini juga dilakukanbuntuk meningkatkan
pembentukan kulit terluar dengan warna yang baik. Curing dapat dilakukan
dengan menata umbi untukbdiangin-anginkan ataubdimasukkan ke dalam
kotakbatau kantungbyangbberventilasi selamabbeberapa hari hingga
beberapabminggu. Selama curingbdilakukan, komoditasbsayuran jenis ini
biasanyabmengalamibsusut berat.
4. Waxing
Pelapisan lilin atau bahanbserupa lilin padabkomoditas,btujuannya adalah:
81
a. Menghambatbtranspirasi.
b. Memperbaikibpenampilan.
c. Sebagaibcarrierbfungisida,bpenghambat pertunasan atau menambah
warna.
d. Proteksibterhadapbmikroorganisme.
e. Mengurangibkepekaanbterhadapbchilling injury.
f. Menghambatbpematanganbsayuranbbuah.
Waxingbmerupakanbpelapisan lilin tipis pada sayuranHanya
sayuranbyang sudah masakbdan berkualitasbbagus yangbdiberibpelapis
lilin . Pelapisanblilin tidak boleh terlaluBtebal atau terialubtipis. Pelapisan
lilin cukup tipis sehingga pertukaran gas masih memungkinkan terjadi dan
cukup tebal pulabuntuk memperkecilbtranspirasi. Sayuran yang biasanya
diberi pelapisblilinbadalahbmentimun,bcabal,bkentang,bsemangka, labu,
terung, tomatbdan wortel.
82
c. Kecepatan media pendingin.
d. Macam dan sifat media pendingin.
Pendinginan awal komoditas dapat dilakukan di ruang pendingin (room
cooling), forced air cooling, hydrocooling, contact icing atau top ice,
vacuum cooling maupun evaporatif cooling.
a. Room cooling.
Kecepatan udara minimum 60 m/menit. Hasil dapat didinginkan dan
disimpan di ruang yang sama. Pendinginan dengan room cooling relatif
lambat.
c. Hydrocoling.
Metode ini merupakan metode pendinginan yang cepat dan murah.
Pendinginan awal komoditas dengan hydrocooling menggunakan air dingin
sekitar 0°C. Sayuran yang akan diturunkan suhunya direndam dalam air
atau dilewatkan di bawah pancuran air dingin. Ini juga sekaligus
mernbersihkan komoditas, akan tetapi apabila air yang dipergunakan tidak
sering diganti bisa menimbulkan kontaminasi mikroorganisme. Dengan
cara pendinginan seperti hasil sayuran tidak banyak kehilangan berat.
e. Vacuum cooling.
Komoditas sayuran dimasukkan ke dalam kontainer, ditutup rapat
dan tekanan udara diturunkan sampai kurang lebih 660 pascal (5 mm Hg).
83
Pada tekanan udara normal (760 mmHg= 1 atm) air menguap pada 1 00°C,
tetapi pada tekanan udara 5 mm Hg air menguap pada 1°C. Komoditas
sayuran didinginkan melalul evaporasi air di permukaan komoditas.
Kelemahan metode ini adalah kandungan air komoditas mengalami
penurunan kurang Iebih 1% untuk setiap penurunan suhu 5°C, untuk
memperkecil turunnya kandungan air komoditas dilakukan penyemprotan
air.
f. Evoporatif Cooling
basah.
7. Packaging (pengemasan).
Pengemasan hasil sayuran harus dilakukan dengan kontainer
(wadah) yang sesuai. Dengan wadah yang sesuai akan membantu
mempertahankan kualitas sayuran. Wadah yang bagus tidak hanya
digunakan untuk mewadahi sayuran saja tetapi juga melindungi sayuran dari
kerusakan mekanis dan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.
Selain itu wadah juga harus tidak menyebabkan memar atau luka pada
komoditas, tidak menimbulkan tekanan dan suhu yang panas (overheating),
menjamin komoditas tetap bersih dan mencegah terjadinya infeksi
mikroorgnisme, empertahankan mutu penjualan komoditas dan mudah
didapatkan dengan harga yang relatif murah.
8. Transportation (pengangkutan).
84
sayuran dapat meningkat selama pengangkutan pada siang hari yang panas.
Meningkatnya suhu ini akan memacu kemunduran hasil sayuran. Dengan
demikian, apabila alat pengangkutannya tidak dilengkapi mesin pendingin
85
hendaknya pengangkutan hasil sayuran dilakukan pada dini hari atau malam
hari.
9. Storage (penyimpanan)
• Pengemasan
Tujuan pengemasanbadalah untuk melindungibbuah salak dari
kerusakan, mempermudahbdalam penyusunan, baik dalam pengangkutan
maupun dalam gudang penyimpanan, dan untukbmempermudah
perhitungan Kegiatan pengemasan dilakukan oleh seluruh pelaku
pemasaran. Jenis kemasanbada duabjenis yaitubkemasan transportasi dan
kemasan konsumen. Kemasanbtransportasi yaitubkemasan dengan
kapasitas besar yang digunakanboleh pedagang selama menuju tempat
penjualan. Kemasan konsumen yaitu kemasan denganbkapasitasbkecil
untuk pemilihan, pengemasan, dan penimbanganbproduk yang dibeli oleh
konsumen.
Pengemasan denganbkotak kayu memberikanbhasil yang lebih
baik dibandingkan denganbkeranjang bambu karenabkonstruksi kayu yang
lebih kuat. Pada saatbpengangkutan kemasanbdapat diatur secara
bertumpuk dengan baik namun biaya pengemasan lebih mahal.
88
BAB VII
LATIHAN SOAL 1
92
d. 120°C a. Pemanasan pada suhu diatas
100°C sekitar 121,2°C dengan
8. Beberapa bakteri penyebab penyakit menggunakan uap air selama waktu
yang dapat dimusnahkan dalam tertentu
proses pasteurisasi diantaranya b. Pemanasan pada suhu diatas
adalah .... 120°C sekitar 121,1°C dengan
menggunakan uap air selama waktu
a. Brucella abortus, Vibrio
tertentu
comma, dan Mycobacterium c. Pemanasan pada suhu diatas
tuberculosis,. 100°C sekitar 121,1°C dengan
menggunakan uap air selama waktu
b. Treponema palidum, Neisseria tertentu
gonorhoe, dan Salmonella,. d. Pemanasan pada suhu diatas
120°C sekitar 121,2°C dengan
c. Escherichia coli, Salmonella, menggunakan uap air selama waktu
dan Pseudomonas tertentu
93
14. Penentuan proses termal didasarkan 17. Maksud dari penyimpanan pangan
atas beberapa faktor diantaranya .... adalah ….
a. Daya tahan panas dari a. Memperbanyak produk
mikroorganisme dan penentuan b. Mengawetkan makanan agar
kebutuhan panas spesifik produk tidak cepat mengalami kerusakan
b. Spesifikasi produk dan jenis c. Memperpanjang umur simpan
mikroorganisme dan mempertahankan gizi
c. Proses pembuatan dan umur d. Menghambat pembusukan dan
simpan produk menjamin mutu produk
d. Proses pemanasan dan daya
tahan panas mikroorganisme 18. Berikut adalah yang termasuk
teknologi nontermal, kecuali ....
15. Berikut yang termasuk efek proses a. Pulsed electric field (PEF) dan
termal adalah .... teknologi high pressure
a. Aktibitas air, aktivitas enzim, processing (HPP)
keasaman dan sifat organoleptik b. Pulsed light (PL) dan teknologi
b. Aktivitas mikroba, aktivitas ozone
enzim, nilai nutrisi dan sifat c. Teknologi irradiasi (gamma
organoleptik radiation) dan teknologi
c. Umur simpan, daya tahan pasteurisasi dengan sinar X dan
produk, aktivitas mikroba dan elektron beam
keasaman d. Konvensional dan
d. Daya tahan produk, aktivitas air, nonkonvensional
aktivitas enzim dan nilai nutrisi
19. Teknologi High Pressure Processing
16. Pangan secara umum bersifat mudah (HPP) bermanfaat untuk ....
rusak (perishable), karena kadar air a. Produk-produk makanan cair dan
yang terkandung di dalamnya sebagai semi cair
faktor utama penyebab kerusakan b. Produk-produk yang sensitive
pangan itu sendiri. Semakin tinggi pada panas
kadar air suatu pangan, maka .... c. Produk-produk makanan padat
a. Akan semakin seimbang d. Produk-produk makanan pasta
kemungkinan kerusakannya
20. Menurut Mason (1996) ultra sound
b. Akan semakin kecil digunakan untuk meminimalkan
kemungkinan kerusakannya kehilangan rasa, homogenitas
c. Akan semakin besar yang lebih besar dan signifikan
kemungkinan kerusakannya penghematan energi, merupakan ....
a. Manfaat ultra sound
d. Akan semakin kecil b. Kekurangan ultra sound
kemungkinan kerusakannya dan c. Keuntungan ultra sound
semakin besar pengaruhnya d. Efek negatif ultra sound
94
21. Pengolahan untuk produk makanan
cair dan semi cair menggunakan 25. Proses perlakuan pada makanan
teknologi ....
a. Puls Electron Field untuk menghentikan atau mengurangi
b. High Pressure Processing (HPP) kerusakan pada makanan seperti
c. Coold Plasma Processing
berkurangnya kualitas dan nutrisi
d. Pulsed Light
yang terkandung di dalamnya,
merupakan pengertian dari ....
22. Teknik proses termal yang banyak
a. Pengolahan
diterapkan untuk produk pangan
b. Pengemasan
berbentuk cair, seperti saus, jam
c. Penyimpanan
(selai), dan sambal, adalah teknik ....
a. Hot-filling d. Pengawetan
b. Sistem termal
c. Sistem non termal 26. Sistem yang melibatkan perpindahan
kalor (energi panas) dari satu zat ke
d. Pulsed Light
zat yang lain merupakan system ....
a. Sistem non termal
23. Enzim yang dapat diinaktivasi adalah
.... b. Aktivasi enzim
c. Aktivasi mikroba
a. Tripsin, peroksidase, dan amilase
b. Peroksidase,lipoksigenasi, dan d. Sistem termal
pektinesterase
c. Pepsin, pektinesterase, dan 27. Suatu proses pemanasan yang
suhunya relatif cukup rendah
amilase
d. Lipoksigenasi, tripsin, dan (umumnya dilakukan pada suhu di
bawah 100oC) merupakan proses ....
peroksidase
a. Sistem termal
b. Blansir
24. Perubahan warna, flavor, tekstur, dan
cita rasa, merupakan perubahan .... c. Pasteurisasi
d. Sterilisasi
a. Sifat organoleptik
b. Nilai nutrisi
28. Produk dimasukkan dalam kaleng,
c. Aktivitas enzim
d. Aktivitas mikroba lalu ditutup secara hermetis, dan
95
setelah itu produk dalam kaleng 30. Makanan iradiasi adalah teknologi
dipanaskan/disterilisasikan dengan untuk mengendalikan pembusukan
menggunakan retort. Setelah dan menghilangkan patogen
kecukupan panas yang diperlukan makanan, yang disebabkan seperti
tercapai, produk dalam kaleng salmonella. Hasilnya adalah mirip
tersebut didinginkan, merupakan dengan pasteurisasi konvensional dan
proses …. sering disebut ....
a. Proses hot-filling a. “Pasteurisasi panas” atau
b. Proses pengalengan non “pasteurisasi iradiasi.”
konvensional b. “Pasteurisasi dingin” atau
c. Proses pengalengan “pasteurisasi radiasi.”
konvensional c. “Pasteurisasi panas” atau
d. Proses aseptis “pasteurisasi radiasi.”
d. “Pasteurisasi dingin” atau
29. Suatu proses dimana produk dan “pasteurisasi iradiasi.”
kemasan disterilisasi secara terpisah,
kemudian produk steril tersebut
diisikan ke dalam wadah steril pada
suatu ruangan yang steril, merupakan
proses ....
a. Proses hot-filling
b. Proses pengalengan non
konvensional
c. Proses pengalengan
konvensional
d. Proses aseptis
96
LATIHAN SOAL 2 b. Ukuran kristal individual dan
bentuknya
1. Proses produksi energi
c. Bentuk kristal dan warnanya
dalam sel dalam keadaan anaerobik
d. Ukuran kristal, bentuk dan
(tanpa oksigen) merupakan
warnanya
pengertian dari ....
a. Fermentasi
5. Prinsip fermentasi adalah ....
b. Kristalisasi
a. Terjadi karena ada aktivitas
c. Maillard
water penyebab fermentasi pada
d. Enzimatis
substrat organik yang sesuai.
b. Adanya bakteri anaerob
2. Salah satu proses pemurnian dan
penyebab fermentasi pada
pengambilan hasil dalam bentuk
substrat organik yang sesuai.
padat, merupakan pengertian dari ….
c. Adanya bakteri aerob penyebab
a. Fermentasi
fermentasi pada substrat
b. Kristalisasi
anorganik yang sesuai.
c. Maillard
d. Adanya aktivitas
d. Enzimatis
mikroorganisme penyebab
fermentasi pada substrat organik
3. Untuk memperoleh produk dengan
yang sesuai.
kemurnian tinggi dan dengan tinggkat
pemunggutan (yield) yang tinggi
6. Berikut yang termasuk contoh produk
pula, merupakan tujuan dari ....
hasil fermentasi, kecuali ....
a. Fermentasi
a. Wine
b. Kristalisasi
b. Tape singkong
c. Maillard
c. Yoghurt
d. Enzimatis
d. Tahu
97
metabolisme gula (karbohidrat), 11. Produk yoghurt dihasilkan dari
adalah …. bakteri ...
a. Bakteri asam propionat a. Bakteri asam propionat
b. Bakteri asam laktat b. Bakteri asam laktat
c. Bakteri asam asetat c. Khamir
d. Kapang dan khamir d. Kapang
8. Yang termasuk jenis bakteri asam 12. Produk yang dihasilkan dari bakteri
propionat adalah .... asam propionat adalah ....
a. Lactobacillus acidophilus a. Keju Swiss
b. Saccharomyces cerevisiae b. Tempe
c. Propionibacterium c. Yoghurt
d. Acetobacter d. Roti
98
c. Kerugian fermentasi
d. Keuntungan fermentasi 18. Selama fermentasi kapang, kapang
yang berperan akan memproduksi
15. Menyebabkan keracunan karena enzim ....
toksin yang terbentuk, sebagai contoh a. Lipase, tripsin, dan protease
tempe bongkrek dapat meng-hasilkan b. Lipase, tripsin, dan protease
racun, demikian juga dengan oncom, c. Amilase, pepsin, dan lipase
merupakan .... d. Amilase, protease, dan lipase
a. Tujuan fermentasi
b. Manfaat fermentasi 19. Bakteri yang berperan dalam proses
c. Kerugian fermentasi pembuatan tempe adalah ....
d. Keuntungan fermentasi a. Acetobacter
b. Sacharomyces sp,.
16. Nata de coco merupakan produk c. Streptococcus sp,.
pangan dari hasil fermentasi .... d. Zygosaccharomyces
a. Bakteri asam propionat
b. Bakteri asam laktat 20. Kristalisasi senyawa dalam larutan
c. Khamir langsung pada permukaan transfer
d. Kapang panas dimana kerak terbentuk
memerlukan tiga faktor simultan
17. Pada prinsipnya proses pembuatan adalah ....
tauco melalui dua tahapan fermentasi a. Konsentrasi lewat tidak jenuh,
adalah …. nukleasi, dan waktu kontak yang
a. Fermentasi kapang dan memadai.
fermentasi garam b. konsentrasi lewat jenuh, tidak
b. Fermentasi khamir dan terjadi nukleasi, dan waktu
fermentasi garam kontak yang memadai.
c. Fermentasi bakteri asam laktat c. Konsentrasi lewat jenuh,
dan fermentasi asam propionat nukleasi, dan waktu kontak yang
d. Fermentasi kapang dan memadai.
fermentasi khamir
99
d. Konsentrasi lewat tidak jenuh, 23. Ada berapa macam proses kristalisasi
tidak terjadi nukleasi dan waktu ....
kontak yang tidak memadai. a. 2
b. 3
21. Kristalisasi merupakan proses c. 4
separasi suatu solute dari larutannya d. 5
membentuk fasa padatan kristalin,
artinya .... 24. Dikembangkan khususnya untuk
a. Solute dalam larutan akan pembuatan silicon single kristal yang
berpindah dan menempel selanjutnya dibuat silicon waver yang
kepermukaan kristal induk merupakan bahan dasar pembutan
b. Solute dalam larutan akan chip-chip integrated circuit (IC),
menetap dan tidak menempel merupakan proses kristalisasi ….
kepermukaan kristal induk a. Kristalisasi dari fasa Uap
c. Solute dalam larutan akan b. Kristalisasi dari larutan (
berpindah dan menempel solution )
kepermukaan sel induk c. Kristalisasi dari lelehan ( melt )
d. Solute dalam larutan akan d. Kristalisasi dari udara
menetap dan menempel
kepermukaan sel induk 25. Secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi transfer massa juga
mempengaruhi pertumbuhan kristal.
22. Fasa padatan berbentuk
Berikut ini beberapa faktor, kecuali..
tertentu/spesifik dimana
permukaannya berupa kisi-kisi a. Temperatur
disebut .... b. Ukuran kristal
a. Karagenan c. Impurities
b. Maillard d. Kadar air
c. Enzim
d. Kristal 26. Pembentukan inti-inti kristal baru
disebut ....
a. Nukleasi
100
b. Aglomerasi 29. Purifikasi multi komponen ( lebih dari
c. Kristalisasi satu ) dalam suatu larutan tidak bias
d. Maillard dilakukan dengan satu tahapan
operasi, merupakan ....
27. Penggabungan partikel-partikel a. Tujuan kristalisasi
kristal, disebut .... b. Manfaat kristalisasi
a. Nukleasi c. Kerugian kristalisasi
b. Aglomerasi d. Keuntungan kristalisasi
c. Kristalisasi
d. Maillard 30. Salah satu produk hasil pengkristalan
adalah ....
28. Produk akhir berupa padatan kristalin a. Sirup
yang mempunyai bentuk habit, b. Gula merah
ukuran yang seragam sehingga c. Permen
meningkatkan daya tarik, kemudahan d. Pasta
handling, packing dan penjualan
ataupun prosesing lanjutannya,
merupakan ....
a. Tujuan kristalisasi
b. Manfaat kristalisasi
c. Kerugian kristalisasi
d. Keuntungan kristalisasi
101
LATIHAN SOAL 3 b. Garam
c. Asam sitrat
d. Enzim
1. Tujuan bahan pengawet pada
makanan antara lain ada di bawah ini, 6. Berikut ini yang merupakan fungsi
kecuali…. dari asam sitrat yang digunakan
a. Mengawetkan bahan pangan untuk pengawet seperti . . .
b. Membuat makanan lebih sedap a. Jus buah
c. Memperpanjang umur simpan b. Keju dan sirup
d. Mempertahankan nilai gizi c. Nata de coco
d. Kefir
2. Berikut ini yang termasuk
pengawetan yang dilakukan dengan 7. Dalam minuman berkarbonasi dan
cara menggunakan bahan-bahan saus sering digunakan pengawet . . .
kimia, kecuali . . . . .
a. Nitrat a. Asam sorbat
b. Asam sitrat b. Nitrit
c. Garam c. Sulfur dioksida
d. Gula d. Benzoat
102
a. Penyedap, pemanis, pengawet 15. Berikut yang merupakan perinsip
b. Pemanis, pengawet, memberi dasar pengawetan dengan
warna menggunakan suhu rendah yaitu . . . .
c. Menambah citarasa dan a. Memperlambat kecepatan reaksi
pengawet metabolisme
d. Pemanis dan pelunak b. Mempercepat kecepatan reaksi
metabolisme
11. Berikut yang dapat menghambat c. Memperlambat kecepatan reaksi
pertumbuhan bakteri pada daging dan pencernaan
ikan dalam waktu yang singkat d. Mempercepat kecepatan reaksi
disebut . . . . pencernaan
a. Blensing
b. Pemanasan 16. Berapakah suhu maksimum yang
c. Nitrit dan nitrat dapat diterima untuk menyimpan
d. Asam sitrat semua makanan menurut Koswara . .
..
12. Mengenai zat pewarna, titanium a. 40°C
oksida digunakan untuk . . . . b. 45°C
a. Melunakan c. 38°C
b. Memutihkan d. 37°C
c. Menghaluskan
d. Menghitamkan 17. Berikut ini yang dilakukan untuk
pengawetan dengan suhu rendah
13. Bagaimana cara untuk menghindari secara garis besar yaitu . . . .
kerusakan bahan pangan . . . . a. Pendinginan
a. Melakukan pengolahan b. Penguapan
menggunakan suhu tinggi atau c. Pembekuan
suhu rendah. d. Pemanasan
b. Memasak terlalu lama
c. Menyatukan bahan mentah dan 18. Apa yang dimaksud dengan proses
bahan jadi pendinginan bahan pangan . . . .
d. Mencuci bahan pangan dengan a. Cara penyimpanan yang
waktu yang lama dilakukan pada suhu di atas titik
beku bahan, yaitu -2oC sampai
14. Akibat dari apakah yang dapat 10oC
merusak bahan pangan . . . . b. Cara penyimpanan yang
a. Aktivitas air dilakukan pada suhu di atas titik
b. Tempat penyimpanan beku bahan, yaitu -2oC sampai
c. Suhu 12oC
d. Aktivitas metabolisme c. Cara penyimpanan yang
dilakukan pada suhu di atas titik
beku bahan, yaitu -1oC sampai
10oC
103
d. Cara penyimpanan yang
dilakukan pada suhu di atas titik 23. Berikut ini merupakan tujuan dari
beku bahan, yaitu -4oC sampai balanching sebagai perlakuan
12oC pendahuluan untuk proses
pembekuan dan pengeringan kecuali
19. Apa yang dimaksud dengan proses ....
pembekuan bahan pangan . . . . a. Mengurangi jumlah mikroba
a. Penyimpanan pada suhu di pada permukaan bahan pangan
bawah titik beku bahan pangan b. Mempertahankan warna alami
b. Penyimpanan pada suhu di diatas dari bahan pangan.
titik beku bahan pangan c. Menginaktifkan enzim yang
c. Penyimpanan pada suhu di dapat menyebabkan penurunan
dingin bahan pangan kualitas bahan pangan.
d. Penyimpanan pada suhu di d. Melunakan bahan pangan agar
dingin sekitar 5°C bahan pangan mudah diproses
20. Apa yang menyebabkan penurunan 24. Apa salah satu tujuan utama dari
mutu bahan pangan selama pasteurisasi . . . .
penyimpanan beku . . . . a. Menginaktifkan sel-sel vegetatif
a. Adanya mikroorganisme mikroba pathogen
b. Adanya pembusukan b. Membunuh spora
c. Adanya perubahan-perubuhan c. Menonaktifkan enzim
kimia dan fisik d. Mempertahankan kandungan gizi
d. Adanya aktivitas air
25. Apa kelebihan dari pasteurisasi
21. Apa yang terjadi pada produk-produk terhadap mikroorganisme . . . .
holtikultura salah satunya terhadap a. Hanya mematikan kuman yang
buah apel jika menyimpan disuhu patogen dan yang tidak
yang sangat rendah . . . . membentuk spora.
a. Lunak dan pecah b. Menonaktifkan enzim
b. Lunak dan busuk c. Membuat mikroba menjadi
c. Keras dan pecah dorman
d. Keras dan busuk d. Mempertahankan kandungan gizi
22. Apa tujuan pengolahan pangan 26. Berikut merupakan pernyataan yang
dengan menggunakan suhu tinggi . . . benar mengenai pasteurisasi adalah . .
. ..
a. Mempertahankan nilai gizi a. Proses membekukan makanan
b. Memperpanjang masa simpan b. Proses menguapkan makanan
atau untuk mengawetkan bahan c. Proses memanaskan makanan
pangan. d. Proses mendinginkan makanan
c. Melunakan bahan pangan
d. Mensterilkan bahan pangan
104
27. Apakah yang terjadi apabila 29. Berikut ini merupakan proses
pengolahan bahan pangan yang pemanasan bahan pangan
proses sterilisasinya kurang sempurna menggunakan suhu tinggi yaitu . . . .
.... a. Penyaringan
a. Dapat dirusak oleh spesies b. Pembekuan
Bacillus dan Acetobacter c. Pemasakan
b. Dapat dirusak oleh spesies d. Penguapan
Acetobacter dan Rhizopus sp
c. Dapat dirusak oleh spesies 30. Bakteri Clostridium botulinum dapat
Acetobacter dan Clostridium menghasilkan racun yang sangat
d. Dapat dirusak oleh spesies berbahaya yaitu . . . .
Bacillus dan Clostridium a. Racun botulinin
b. Racun salmonella
28. Berikut merupakan contoh-contoh c. Racun aspergilus
penggunaan sterilisasi adalah . . . . d. Racun staphylococcus
a. Penggunaan alat-alat masak
b. Penggunaan presto dalam rumah
tangga.
c. Penggunaan bahan pangan
d. Penggunaan freezer
105
LATIHAN SOAL 4 b. Ekstruksi
c. Evaporasi
1. Salah satu teknologi pemrosesan d. Radiasi
pangan yang bertujuan untuk
membunuh kontaminan biologis 4. Alat yang digunakan untuk proses
berupa bakteri pathogen, virus, jamur, ekstruksi adalah ....
dan serangga yang dapat merusak a. Oven
bahan pangan tersebut dan b. Cabinet dryer
membahayakan konsumen dengan c. Ekstruder
cara mengionisasi bahan pangan d. Alat pencetak
tersebut dengan menggunakan
sinar tertentu, disebut proses .... 5. Tindakan radiasi pada organisme
a. Iradiasi dapat memberikan dua efek adalah
b. Ekstruksi ….
c. Evaporasi a. Efek singkat dan efek tidak
d. Radiasi singkat
b. Efek lambat dan efek sangat
2. Suatu proses dimana bahan lambat
dipaksakan oleh sistem ulir untuk c. Efek singkat dan efek tidak
mengalir dalam suatu ruang yang langsung
sempit sehingga akan mengalami d. Efek langsung dan efek tidak
pencampuran dan pemasakan langsung
sekaligus, disebut proses ….
a. Iradiasi 6. Beberapa perubahan sifat fisika kimia
b. Ekstruksi yang terjadi akibat iradiasi dapat
c. Evaporasi menimbulkan perubahan dan
d. Radiasi hilangnya beberapa sifat kimia,
kecuali ....
3. Proses untuk pembuatan pasta a. Basa nitrogen
menggunakan prinsip .... b. Pemutusan sifat biologi
a. Iradiasi c. Pemutusan ikatan hidrogen
106
d. Pemutusan rantai gulafosfat b. Radiasi elektromagnetik dengan
panjang gelombang di bawah 15
7. Nilai D10 merupakan dosis iradiasi nm
(kGy) yang diperlukan untuk c. Radiasi elektromagnetik dengan
mengurangi jumlah mikroba sebesar panjang gelombang di bawah 11
.... nm
a. 10 kali lipat d. Radiasi elektromagnetik dengan
b. 20 kali lipat panjang gelombang di bawah 10
c. 30 kali lipat nm
d. 40 kali lipat
11. Upaya menigkatkan daya simpan,
8. Yang merupakan pakar keamanan mutu dan menjaga hygiene bahan
pangan adalah .... pangan, merupakan ....
a. ICFSE a. Tujuan iradiasi
b. ILO b. Manfaat iradiasi
c. WHO c. Kerugian iradiasi
d. DPN d. Keuntungan iradiasi
9. Berikut vitamin yang mudah rusak 12. Berikut ketahanan mikroba terhadap
pada saat proses iradiasi, kecuali .... radiasi pengion dipengaruhi oleh
a. Vitamin A beberapa faktor penting, kecuali ….
b. Vitamin B1 a. Ukuran dan susunan struktur
c. Vitamin B12 DNA
d. Vitamin E dan K b. Kadar air
c. Oksigen
10. Jenis radiasi yang dapat digunakan d. Keasaman
untuk pengawetan bahan pangan
adalah .... 13. Proses pengolahan ekstrusi dibagi
a. Radiasi elektromagnetik dengan menjadi dua tahap yaitu ....
panjang gelombang di bawah 12 a. Pra ekstrusi, ekstrusi dan tahap
nm setelah ekstrusi
107
b. Tahap pasca ekstruksi, ekstruksi b. Mengurangi jumlah kehilangan
dan tahap ekstruksi kandungan gizi bahan dan
c. Tahap ekstruksi dan tahap setelah meminimalkan kerusakan pada
ekstruksi kualitas protein.
d. Pra ekstruksi dan proses c. Bahan baku utama yang
ekstruksi mengandung pati tersedia dengan
luas.
14. Pencampuran dari berbagai d. Produk yang dihasilkan tidak
komponen bahan yang akan sesuai.
diekstrusi sesuai dengan formulasi
yang telah ditentukan merupakan 17. Pengertian iradiasi menurut Maha
salah satu syarat penting dalam proses (1985) adalah ....
ekstrusi, disebut …. a. Suatu teknik yang digunakan
a. Blending untuk pemakaian energi radiasi
b. Moisturizing secara sengaja dan terarah.
c. Post extrusion b. suatu keadaan dimana sel hidup
d. Extrusion dalam keadaan peka terhadap
pengaruh dari luar.
15. Berikut fungsi alat kstruder kecuali .... c. Teknik penggunaan energi untuk
a. Pencampuran penyinaran bahan dengan
b. Pembentukan menggunakan sumber iradiasi
c. Puffing buatan.
d. Pemanasan d. Alat irradiasi terdiri dari sumber
isotop berenergi tinggi untuk
16. Keuntungan penggunaan ekstruksi, memproduksi sinar-gamma atau,
kecuali .... kadang-kadang, mesin sumber
a. Bagian pati dari bahan yang untuk memproduksi partikel
diolah tergelatinisasi penuh yang elektron berenergi tinggi.
menyebabkan produk makanan
menjadi mudah untuk dicerna. 18. Perubahan kimia pada proses iradiasi
yaitu ....
108
a. Eksitasi dan ionisasi b. Single strand break
b. Ionisasi dan reduksi c. Base damage
c. Eksitasi dan reduksi d. Penyusunan ulang
d. Reduksi dan perubahan kimia
yang lainnya 22. Tingkat kerusakan sel mikroba
berkaitan erat dengan resistensi
19. Adanya tumbukan langsung energi mikroba terhadap iradiasi yang
radiasi atau elektron dalam mikroba dinyatakan dengan nilai ....
yang menyebabkan terputusnya a. D15
ikatan rantai pada DNA dan b. D13
mempengaruhi kemampuan sel untuk c. D10
bereproduksi dan bertahan, d. D18
merupakan efek ….
a. Efek langsung 23. Mikroba yang bertahan setelah
b. Efek tidak langsung perlakuan iradiasi akan lebih sensitif
c. Efek singkat terhadap kondisi lingkungan (suhu,
d. Efek tidak singkat pH, nutrisi, inhibitor, dll)
dibandingkan dengan sel-sel yang
20. Apabila radiasi mengenai molekul air tidak diberi perlakuan iradiasi ....
yang merupakan komponen utama a. Media
dalam sel sehingga terjadi proses b. Suhu
radiolisis pada molekul air dan c. Kadar air
terbentuk radikal bebas. d. Kondisi pasca iradiasi
a. Efek langsung
b. Efek tidak langsung 24. Alat irradiasi terdiri dari ....
c. Efek singkat a. Sumber isotop berenergi tinggi
d. Efek tidak singkat untuk memproduksi sinar-
gamma atau, mesin sumber untuk
21. Terbentuknya ikatan silang memproduksi partikel elektron
intramolekuler disebut .... berenergi tinggi.
a. Double strand break
109
b. Sumber isotop berenergi tinggi
untuk memproduksi sinar- 26. Yang menciptakan mesin untuk
gamma atau, mesin sumber untuk membuat pipa tanpa sambungan yang
memproduksi partikel elektron diperkirakan sebagai mesin ekstrusi
berenergi rendah. pertama adalah ….
c. Sumber isotop berenergi rendah a. Linko, et. al. dalam Jowitt
untuk memproduksi sinar- b. Phoenix Gummiwerke A.G.
gamma atau, mesin sumber untuk c. Janssen
memproduksi partikel elektron d. Joseph Bramah
berenergi tinggi.
d. Sumber isotop berenergi tinggi 27. Prinsip ekstrusi telah diterapkan
untuk memproduksi sinar-alpha dalam industri makanan sejak tahun
atau, mesin sumber untuk ....
memproduksi partikel elektron a. 1910an untuk pembuatan pasta
berenergi tinggi. b. 1930an untuk pembuatan pasta
c. 1940an untuk pembuatan pasta
25. Sumber isotop membutuhkan .... d. 1920an untuk pembuatan pasta
a. Materials-handling system yang
lebih kompleks dari pada yang 28. Pada tahun 1960an teknologi
dibutuhkan mesin sumber ekstruksi digunakan untuk ....
(machine sources) a. Mengubah ikatan silang
b. Materials-handling system yang b. Mengubah ikatan silang dan
lebih sederhana daripada yang mengikat biopolimer untuk
dibutuhkan mesin sumber membuat protein nabati
(machine sources) bertekstur.
c. Konveyor otomatis dan c. Mengikat biopolimer untuk
dilewatkan melalui area radiasi membuat protein nabati
pada jalur yang berbentuk bertekstur.
lingkaran d. Melepaskan ikatan ion dan
d. Sumber untuk memproduksi mengikat biopolimer untuk
partikel elektron berenergi tinggi
110
membuat protein nabati d. Hidrolisis pati, pembentukan
bertekstur. kompleks lemak-pati, denaturasi
29. Prinsip penerapan ekstruksi pada dan penirisan
industri makanan umumnya
berdasarkan pada .... 30. Proses ekstrusi lebih mudah
a. Gelatinisasi pati, pembentukan diprediksi dan memerlukan energi
kompleks lemak-pati, denaturasi yang lebih sedikit dibandingkan ....
dan teksturisasi protein a. Proses penyaringan
b. Hidrolisis, pembentukan b. Proses pemanasan
kompleks lemak-pati, denaturasi c. Proses pendinginan
dan teksturisasi protein d. Proses pemasakan batch
c. Gelatinisasi pati, penyaringan
denaturasi dan teksturisasi
protein
111
LEMBAR JAWABAN LATIHAN SOAL
1. A 11. C 21. A
2. C 12. D 22. A
3. D 13. A 23. B
4. C 14. A 24. A
5. B 15. B 25. B
6. A 16. C 26. D
7. A 17. D 27. C
8. D 18. D 28. C
9. B 19. B 29. D
10. B 20. C 30. D
1. A 11. B 21. A
2. B 12. A 22. D
3. B 13. C 23. B
4. A 14. D 24. C
5. D 15. C 25. D
6. D 16. B 26. A
7. B 17. A 27. B
8. C 18. D 28. D
9. C 19. C 29. C
10. D 20. C 30. C
112
JAWABAN LATIHAN SOAL 3
1. B 11. C 21. A
2. A 12. B 22. B
3. A 13. A 23. A
4. A 14. D 24. A
5. C 15. A 25. A
6. B 16. D 26. C
7. D 17. C 27. D
8. D 18. A 28. B
9. A 19. A 29. C
10. A 20. C 30. A
1. A 11. A 21. C
2. B 12. D 22. C
3. B 13. A 23. D
4. C 14. A 24. A
5. D 15. D 25. A
6. B 16. D 26. D
7. A 17. A 27. B
8. C 18. A 28. B
9. C 19. A 29. A
10. D 20. B 30. D
113
GLOSARIUM
Anonim. Panen dan penanganan pascapanen sayuran VII. Universitas Gajah Mada.
Hal 9-13. Diakses desember 2016
Abukabar, Triyantini, R. Sunarlim, Setiyanto, dan Nurjannah. 2000. Pengaruh
suhu dan waktu pasteurisasi terhadap mutu susu selama penyimpanan.
Kajian Mutu Susu Pasteurisasi Selama Penyimpanan. Balai Penelitian
Ternak. Bogor.
Ariyani. F., dan Dwiyitno. 2010. Kajian Sensori dengan Metode Demetrit Point
Score Terhadap Nilai keseragaman ikan nila selama pengesan. Jurnal
Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 5 No. 2,
Desember 2010.
Assadad, L dan Bagus, S. B. U. 2011. Pemanfaatan Garam Dalam Industri
Pengolahan Produk Perikanan. Squalen Vol. 6 No.1.
Brown, A.W.A. 1978. Ecology of Pesticides. John Wiley & Son. NewYork.
Badan POM. 2004. Artikel: Bahan Pengawet Makanan.
Barbosa-Canovas, PhD, E., Pothakamury, UR dan Swanson, BG. 1997.
Application of light pulses in the sterilization of foods and packaging
materials. Penerapan pulsa cahaya dalam sterilisasi makanan dan bahan
kemasan. Nonthermal Preservation of Foods. Nonthermal Pengawetan
Makanan. Marcel Dekker. New York.
Daforte, H. H., & Sobari, E. (2018, October). Daya Terima Responden Terhadap
Tepung Limbah Susu Beras Sebagai Substitusi Tepung Terigu dalam
Pembuatan Brownies Panggang dan Kukus. In Prosiding Industrial
Research Workshop and National Seminar (Vol. 9, pp. 180-186).
Davies, R. H., and M. Breslin. 2003. Investigations into possible alternative
decontamination methods for Salmonella Enteritidis on the surface of table
eggs. J. Vet. Med.
Deman J. M, 1997. Kimia Makanan, ITB, Bandung.
Dunn, J., Clark, RW, Asmus, JF, Pearlman, JS, Boyer, K., Pairchaud, F. dan
Hofmann, GA. 1991. Methods for preservation of foodstuffs. Metode
pengawetan makanan. Maxwell Laboratories, Inc. US Patent 5.034.235.
Dunn, JE, Ott, TM, Clark, RW. 1996 Perpanjangan masa hidup dalam produk
polong tahan lama. US Patent 5489442
Dwiari S R., Asadayanti D D., Nurhayati., Sofiyaningsih., Yudhanti S F dan Yoga
I B. 2008. Teknologi Pangan Jilid I. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
FAO/WHO/IAEA.1981.Wholesomeness of Irradiated Food. (Tech. Rep.
FAO/WHO/IAEA Expert Comm. Meeting Genera). WHO Geneva.
Fachry, A. Rasyidi. Tumanggor, Juliyadi. 2008. Pengaruh Waktu Kristalisasi
Dengan Proses Pendinginan Terhadap Pertumbuhan Kristal Amonium
Sulfat Dari Larutannya. JurnalTeknik Kimia, No .2, Vol. 15
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hadju Rahmawati. 2006. Kajian Efek Waktu Blansir dan Lama Penyimpanan Pada
Suhu Rendah TerhadapMutu Daging Sapi yang Dikemas Vakum. Jurnal
Zootek (“Zootek” Journal), Vol 22: ii
Hariadi Purwianto. 2011. Prinsip – Prinsip Proses Termal. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, P. Hariyadi, dkk. 2005. Prinsip dan Pengertian Proses Termal.
Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB. Bogor
Higgins, S. E., A. D. Wolfenden, L. R. Bielke, C. M. Pixley, A. Torres-Rodriguez,
J. L. Vicente, D.Bosseau, N. Neighbor, B. M. Hargis, and G. Tellez. 2005.
Application of ionized reactive oxygenspecies for disinfection of carcasses,
table eggs, and fertile eggs. J. Appl. Poult.
Hilmy, N. 1989. Pemilihan irradiator kobalt-60 untuk industry. PAIR BATAN.
Jakarta.
Holay, S.H. and Harper, J.M. 1928. Influence Of Extrusion Shear Envi-Ronment
On Plant Protein Texturization. J. Food Sci, 47, 1869-1873.
Holmes, Zoe Ann. 2007. Extrusion. Food Resource Oregon state University
Website.
Jansen, Leon, P.B.M. 1978. Twin Screw Extrusin. Elsevier Scientific Publishing
Company. Amsterdam
Krishnamurthy K., J. C. Tewari, J. Irudayaraj, and A. Demirci. 2007. Microscopic
and spectroscopic evaluation of inactivation of Staphylococcus aureus by
pulsed UV-light and infrared heating. Food Bioprocess Technol.
(Available online). DOI 10.1007/s11947-008-0084-8. SNI 3932: 2008.
Mutu Karkas dan Daging Sapi
Koeswardhani, M. M. dkk. 2006. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Koswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Pangan Dengan Suhu Rendah.
EbookPangan.com
Lehninger. 1993. Dasar-Dasar Biokimia I. Erlangga, Jakarta.
Linko, P., Y.Y. Linko, J. Olkku. 1982. Extrusion Cooking and Bioconversions
Dalam Ronald Jowitt (Edt). Extrusion Cooking Technology. Elsevier
Scientific Publishing Company. London.
Lubis, Nenni Dwi Aprianti. 2009. Pengawetan Makanan yang Aman. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Maha, M. 1981 dan 1982. Prospek Penggunaan Tenaga Nuklir dalam Bidang
Teknologi Pangan. PAIR BATAN. Jakarta. 23 hal.
Maha, M. 1985. Pengawetan Pangan dengan Iradiasi. Himpunan Makalah Ringkas.
Seminar Perkembangan Teknologi Nuklir dan Dampaknya pada kurikulum
SMTA. Jakarta 29-30 April 1985. BATAN. Jakarta.
Mc. Cabe, Warren L, 1985, Unit Operations of Chemical Engineering, 4 ed, pp.
797-833, Mc Graw-Hill Book Co, Singapore
Margono, Tri., Detty Suryati dan Sri Hartinah. 2000. Buku Panduan Teknologi
Pangan. Jakarta: Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation.
Muilin, J.W., 2001, Crystallization, 4 ed., pp, 216-251, Butterworth-Heinemann,
Oxford.
Noviani, I. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan
Garam Beryodium di Rumah Tangga di Desa Sumurgede Kecamatan
Godong Kabupaten Grobogan Tahun 2007. Semarang: Universitas Negeri
Semarang, 93 pp.
Purwanto dan M. Maha. 1986. Pengaruh perlakuan panas iradiasi gamma dan
kombinasi perlakuan pada daya simpan mangga besar. PAIR BATAN.
Jakarta.
Rinjani, S., & Sobari, E. (2018, October). Homogenisasi Susu Beras Menggunakan
Metode Pasteurisasi. In Prosiding Industrial Research Workshop and
National Seminar (Vol. 9, pp. 187-193).
Salimin, Zainus. 2010. Karakteristik Kristalisasi campuran Asam Borat Dan
Litfflum Ffldroksida Dalam Limbah Cair Re Aktor Air Ringan Bertekanan
Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif – Batan.
Sari. O.K., 2008. Skripsi Studi Budidaya dan Penanganan Pasca Panen Salak
Pondoh (Salacca zalacca Gaertner Voss.) Di Wilayah Kabupaten Sleman.
Program Studi Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Setyopratomo, P., Puguh. Siswanto, Wahyudi dan Ilham, Sugiyanto, H., 2003. Studi
Eksperimental Pemurnian Garam NaCL dengan Cara Rekristalisasi. Jurusan
Teknik Kimia, Universitas Surabaya Vol. 11 no.2
Soeparno. 1992. Ilmu Dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada
University.
Soewarlan. L.C., Sya’rani. L., Bambang. .N., Kajian sistem pengendalian mutu ikan
dan udang segar di tempat pengalengan ikan, di Pelabuhan Samudera
Cilacap. Diakses desember 2016
Suhardjo, Clara M.K, 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
Sutaryo, 2004. Penyimpanan dan Pengawetan Daging. Fakultas Peternakan
Universitas Diponogoro. Semarang.
Suhardjo, L.J. Harper., B.J. Deaton., J.A. Driskel. 1986. Pangan gizi dan Pertanian.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Jakarta: UNESA University Press.
Sobari, E. (2016). Panduan Teknik Pengolahan Dan Pengawetan Pangan.
Yogyakarta: Deepublish.
Sobari, E. (2018). Teknologi Pengolahan Pangan (1st ed.). Yogyakarta: Penerbit
Andi. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/330077502_Teknologi_Pengolah
an_Pangan
Sofyan, Rochestri. 1984. Pengaruh radurisasi terhadap berbagai sifat protein dan
aktivitas enzim ikan. Disertasi. ITB. Bandung.
Sofyan, Rochestri. 1985. Suatu tinjauan tentang efek kimia iradiasi pada komponen
utama bahan makanan. PAIR BATAN. Jakarta.
Swallow, A.J. 1977. Chemical effect of irradiation. Dalam P.S Ellias dan A.J.
Cohen, eds. Radiation Chemistry of Major Components. Elsevier Scl. Publ.
Co. Amsterdam. P 5-20.
Utami. K.B, Radiati. L.K., Surjowardojo P., 2014. Kajian kualitas susu sapi perah
PFH (studi kasus pada anggota KoperasiAgro Niaga di Kecamatan Jabung
Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):58 – 66. ISSN:
0852-3581. Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/
Winarno F.G, 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F. G. S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Tekonologi Pangan. PT.
Gramedia. Jakarta.
INDEKS
A F
Acetobacter xylinum 128 FDA (Foof and Drug) 84
Amphibia 52 Fermentasi 2
Freezing 123
B G
Beef 49 Grading dan sorting 38
Blansing 119, 120, 121, 125
Bleng 78
Buah 40 H
Blowing 84 Heifer 49
Browning 87 Hortikultura 34
Buah klimaterik 41
Buah non-klimaterik 41
Bull 49
K
Kapang 62
Khamir 62
C Kontaminasi 65
Cahaya67, 69 Kristalisasi 134
Calf 49
Chilling 65, 66
Chilling injury 38
M
Cleaning 38 Masak Fisiologis 7
Cow 49 Mineral 23, 49
Curing 37 Metabolisme 63, 64
D N
Daging 47 Non-perishable 61, 62
P
E Patogen 115
Enzim 63, 64, 68 Pengawetan kimia 77
Perishable 34, 47, 61, 76, 77
Pigmen 24
Polisakarida 15
Psikofilik 82
T
Telur 50
S Topping 37
Sayuran 49 Trimming 36
Sendawa 80
Selai 82
Semi-perishable 61, 62
V
Senessence 35 Veal 49
Serealia 43 Vaporable water 86
Stag 49
Steer 49 W
Susu 49 Waxing 37
Water activity 87