Anda di halaman 1dari 17

HUKUM ADAT DAN TATA HUKUM DI INDONESIA

O
L
E
H

KELOMPOK 5 :

RYLIA ASSYIFA AINI DAMANIK 2306200491


SUCI HAYATI BR BARUS 2306200506
DELLA PUSPITA SARI 2306200532
NURFADILLAH 2306200533
SHERLY NIGITA MELATI GINTING 2306200493

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA


2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari seluruh komponen yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah yang berjudul “HUKUM ADAT DAN TATA
HUKUM DI INDONESIA ” dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, serta seluruh Masyarakat Indonesia
khususnya para mahasiswa untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam pembuatan makalah kali
ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 4 April 2024

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG.........................................................................
B.RUMUSAN MASALAH.....................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.PERAN HUKUM ADAT DALAM MENJAGA KEBERAGAMAN
BUDAYA DAN MASYARAKAT..............................................................
B.INTERAKSI ANTARA HUKUM ADAT DAN HUKUM NASIONAL
DI INDONESIA.........................................................................................
C.PERAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM MEWUJUDKAN
PELESTARIAN LINGKUNGAN..............................................................
BAB III PENUTUP
A.KESIMPULAN......................................................................................
B.SARAN...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hukum adat di Indonesia merujuk pada sistem hukum yang didasarkan pada tradisi
dan kebiasaan masyarakat setempat. Ini berbeda dari hukum positif atau hukum
nasional yang didasarkan pada undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hukum adat sering kali mengatur masalah-masalah seperti kepemilikan tanah,
pernikahan, warisan, dan konflik antarindividu. Sedangkan tata hukum di Indonesia
mengacu pada sistem hukum nasional yang meliputi konstitusi, peraturan perundang-
undangan, dan yurisprudensi yang diberlakukan oleh lembaga peradilan. Ini
mencakup hukum pidana, hukum perdata, hukum administrasi negara, dan lain-lain.
Sistem hukum di Indonesia mencakup unsur-unsur dari hukum adat, hukum agama,
dan hukum modern yang diwarisi dari masa kolonial Belanda.

B. Rumusan Masalah
1. Apa peran hukum adat dalam menjaga keberagaman budaya dan masyarakat di
indonesia?
2. Bagaimana interaksi antara hukum adat dan hukum nasional di indonesia?
3. Apa peran masyarakat hukum adat dalam mewujudkan pelestarian lingkungan
hidup?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran hukum adat dalam menjaga keberagaman budaya dan masyarakat


Keanekaragaman budaya ini merupakan salah satu kekayaan terbesar manusia yang perlu
dilestarikan dan dihormati. Sayangnya, budaya lokal sering kali menghadapi ancaman
yang serius seperti globalisasi, urbanisasi, modernisasi, dan perubahan sosial yang dapat
mengancam keberlanjutan budaya lokal. Masyarakat lokal terkadang dihadapkan pada
tekanan untuk mengadopsi norma-norma budaya yang berasal dari luar, yang dapat
mengakibatkan hilangnya tradisi dan nilai-nilai budaya asli, maka dari itu pemeliharaan
budaya lokal adalah penting, bukan hanya melestarikan identitas suatu komunitas, tetapi
juga untuk menjaga keseimbangan ekosistem budaya global. Dalam konteks
pemeliharaan budaya lokal, hukum adat berfungsi sebagai alat untuk menjaga tradisi dan
nilai-nilai yang menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat. Dalam rangka
memahami pentingnya pemeliharaan budaya lokal dan peran hukum adat dalam hal ini,
perlu ada upaya nyata untuk mengakui, menghormati, dan melindungi budaya lokal
sebagai bagian integral dari warisan budaya global yaitu dapat melalui kerjasama antara
masyarakat lokal, pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan komunitas internasional,
yang dapat memastikan bahwa budaya lokal tetap hidup dan berkembang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah peran memiliki arti pemaian sandiwara,
tukang lawak pada permainan, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang
yang berkedudukan di masyarakat. (Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014) Peran
menurut terminology adalah seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh yang
berkedudukan di masyarakat. Dalam bahasa inggris peran disebut “role” yang definisinya
adalah “person’stask or duty in undertaking”. Artinya “tugas atau kewajiban seseorang
dalam suatu usaha atau pekerjaan”. Peran diartikan sebagai perangkat tingkah yang
diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan
peranan merupakan tindakan yang dilakukan oleh seorang dalam suatu peristiwa. nurut,
Kozier Barbara Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial, baik dari dalam maupun luar dan bersifat stabil. Menurut Dougherty dan
Pritchard, dilansir dari buku Role Ambiguity And Role Clarity (2003) oleh Bauer dan
Jeffrey, teori peran ini memberikan suatu kerangka konseptual dalam studi perilaku di
dalam organisasi. Mereka menyatakan bahwa peran itu melibatkan pola penciptaan
produk sebagai lawan dari perilaku atau tindakan.
Menurut Soerjono Soekanto, dikutip dari bukunya Sosiologi Suatu Pengantar
(2009),peran merupakan proses dinamis kedudukan (status). Jika seorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan.
Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Keduanya tidak bisa dipisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain
dan sebaliknya.

5
Sedangkan Menurut Abu Ahmadi Peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia
terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang
berdasarkan status dan fungsi sosial.
Pengertian Hukum Adat
Hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya aturan dibuat dari tingkah laku
masyarakat yang tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sebuah hukum yang ditaati
secara tidak tertulis. Menurut Prof. Mr. B. Terhaar Bzn: “Hukum adat adalah keseluruhan
peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku
secara spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya
bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka
perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap si pelanggar peraturan
adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap si pelanggar
maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.”
Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven: Profesor luar negeri ini menyampaikan
teorinya, bahwa: “Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang
berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.”Menurut Dr. Sukanto, S.H.:
Ahli ini menyatakan bahwa “Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada
umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi
jadi mempunyai akibat hukum”.
Pengertian Dari Budaya Lokal
Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok masyarakat
tertentu. Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok
masyarakat lokal. Sedangkan, menurut Britannica istilah budaya lokal biasanya
digunakan untuk mencirikan pengalaman kehidupan sehari-hari di tempat-tempat tertentu
yang dapat diidentifikasi. Kata budaya lokal juga bisa mengacu pada budaya milik
penduduk asli (inlander) yang telah dipandang sebagai warisan budaya, demikian
menurut Kepala Subdin Kebudayaan Dinas P dan K Jawa Tengah.
Bagaimana Tantangan Hukum Adat Dalam Pemeliharaan Budaya Lokal?
Pengertian Tantangan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tantangan memiliki
tiga arti. Yang pertama tantangan memiliki arti sebagai ajakan untuk berkelahi, bertanding,
ataupun berperang. Yang kedua tantangan merupakan hal atau objek yang menggugah tekad
untuk meningkatkan kemampuan mengatasi masalah. Artinya tantangan adalah suatu hal
yang membuat kita semakin bertekad dalam melakukan sesuatu agar mendapatkan hasil yang
memuaskan. Dan yang ketiga tantangan merupakan hal atau objek yang perlu ditanggulangi.
Namun tantangan yang akan kami bahas dalam artikel ini adalah tantangan sebagai hal atau
objek yang perlu yang menghambat proses pelaksanaan suatu aturan hukum atau nilai-nilai
adat, dan bagaimana masyarakat lokal menghadapinya. Seiring berkembangya zaman aturan-
aturan atau nilai-nilai dalam aspek sosial dan budaya pun ikut berubah.

Cara Pemeliharaan Budaya Lokal Oleh Hukum

6
Dalam Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang 1945 disebutkan bahwa “Negara memajukan
kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Kemudian
dibuatnya Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan untuk mengatur
dan melindungi nilai-nilai budaya lokal yang telah ada. Selain dengan diciptakannya Undang-
Undang terkait, salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam menjaga warisan-warisan
budaya yaitu dengan mendaftarkan budaya-budaya nasional ke United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Nilai-nilai atau warisan budaya dari nenek
moyang lama-kelamaan akan tergerus oleh waktu dan peradaban apabila tidak dipelihara
dengan baik oleh masyarakat. Tantangan yang dihadapi masyarakat adat dalam
mempertahankan nilai-nilai tersebut adalah seperti timbulnya teknologi dan pola pikir
generasi sekarang yang berbeda dengan generasi dahulu. Tak bisa dipungkiri dengan
berkembangnya teknologi yang sangat pesat membuat masyarakat- masyarakat Indonesia
memilih untuk mengikuti “standar budaya hidup” yang terpengaruh oleh budaya barat dan
terkadang lupa bahwa jati dirinya merupakan orang Indonesia. Kurangnya edukasi yang
cukup mendalam dan kesadaran masyarakat tentang betapa pentingnya budaya Indonesia
untuk dilestarikan juga merupakan salah satu faktor nilai-nilai tersebut tergerus oleh
perkembangan zaman.
Tantangan Dari Hukum Adat
Hukum adat merupakan hukum yang benar-benar hidup dalam kesadaran hati nurani
masyarakat yang dapat dilihat dalam pola-pola tindakan mereka sesuai dengan adat
istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Hukum adat sulit untuk dilaksanakan pada hukum nasional karena hukum adat iniadalah
hukum kebiasaan yang tidak tertulis. Berlakunya hukum di Indonesia harus dapat mengikat
seluruh masyarakat, oleh sebab itu peraturan yang dalam pelaksanaannya kurang diterima
biasanya tidak dapat digunakan oleh masyarakat.Ada beberapa tantangan yang muncul
setelah hukum modern dibuat yakni, menggeser hukum adat yang sudah lama ada karena
dianggap kurang masuk akal. Hukum adat digolongkan sebagai hukum primitif, sehingga
tidak banyak pihak yang meragukan eksistensinya. Hukum adat kerap dinilai tidak dapat
memberikan sebuah jaminan dalamkepastian dimata hukum, keseluruhan hukum adat sendiri
sangat sulit untuk berkembang, dikarenakan dalam hukum adat ada beberapa aturan yang
dianggap tidak masuk akal. Dalam permasalahan pelestarian budaya lokal dibandingkan
dengan hukum nasional, hukum adat dapat digunakan dikarenakan dalam hukum adat sangat
menekankan dan menjunjung tinggi adat-adat yang sudah ada.Tantangan hukum ada dalam
pemeliharaan budaya lokal dapat bervariasi tergantung pada konteks budaya, hukum, dan
sosial masyarakat yang bersangkutan. Beberapa Tantangan umum yang dihadapi dalam upaya
pemeliharaan budaya lokal melalui hukum adat, seperti:
1. Pengakuan hukum
Salah satu tantangan utama adalah pengakuan hukum terhadap hukum adat dan budaya lokal.
Di banyak negara, hukum adat tidak diakui atau diintegrasikan ke dalam sistem hukum
nasional, sehingga mengakibatkan konflik antara hukum adat dan hukum nasional.

7
2. Modernisasi dan Globalisasi
Pemeliharaan budaya lokal seringkali terhambat oleh dampak modernisasi dan globalisasi.
Perubahan sosial dan ekonomi yang cepat dapat mengancam tradisi budaya lokal dan
membuatnya sulit untuk dijaga.
3. Konflik Lahan dan Sumber Daya Alam
Banyak budaya lokal terkait erat dengan penggunaan tradisional sumber daya alam dan
kepemilikan lahan. Konflik dengan pihak lain, termasuk perusahaan besar atau pemerintah
yang ingin mengembangkan sumber daya alam, seringkali mengancam budaya lokal.
4. Pelestarian Pengetahuan Tradisional
Pemeliharaan budaya lokal juga melibatkan pelestarian pengetahuan tradisional, termasuk
bahasa, adat istiadat, dan teknologi tradisional. Tantangan dalam hal ini termasuk penurunan
jumlah penutur bahasa tradisional dan kurangnya upaya untuk mendokumentasikan
pengetahuan tradisional.
5. Konflik Antar-Generasi
Terkadang terdapat ketegangan antara generasi muda yang kurang tertarik atau kurang
menghargai budaya lokal dan generasi yang lebih tua yang ingin mempertahankan tradisi. Ini
dapat menghambat upaya pemeliharaan budaya.
6. Kebijakan Pemerintah Yang Tidak Mendukung
Kebijakan pemerintah yang tidak mendukung pemeliharaan budaya lokal atau bahkan
merusaknya dapat menjadi tantangan serius. Ini dapat termasuk pembangunan infrastruktur
yang menghancurkan situs budaya atau kebijakan pendidikan yang mengabaikan bahasa dan
budaya lokal.
7. Akses Terbatas Ke Sumber Daya dan Pendanaan
Upaya pemeliharaan budaya lokal sering memerlukan sumber daya finansial dan manusia.
Komunitas yang ingin menjaga budayanya mungkin memiliki akses terbatas ke pendanaan
dan dukungan yang diperlukan. Hukum adat dapat berperan penting dalam pemeliharaan
budaya lokal, terutama dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya dan tradisi-tradisi
tertentu. Selain itu, kearifan lokal juga dapat berpengaruh terhadap penerapan sanksi hukum
adat atas tindak pidana yang diatur oleh KUHP terhadap pelaku. Oleh karena itu, perlu
dilakukan upaya pelestarian dan pengembangan nilai-nilai hukum adat dalam kehidupan
masyarakat.

8
B.Interaksi antara hukum adat dan hukum nasional
Hukum adat telah terlebih dahulu eksis mengatur tatanan kehidupan masyarakat adat
Indonesia dan tentu dalam batas yuridiksi masyarakat hukum adat tempat dimana hukum adat
itu tumbuh dan berkembang. Hukum adat berkembang sebagai dualisme hukum dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Pengaruh hukum sipil kolonial Belanda merasuk jauh kedalam
sendi-sendi kehidupan masyarakat. Kondisi itulah yang kemudian dipulihkan kembali
setelah Indonesia merdeka yang ditandai dengan diakuinya keberadaan hukum adat dalam
tatanan hukum Nasional. Dengan adanya berbagai hukum yang mengatur kehidupan dalam
masyarakat negara, maka skenario pembangunan hukum dan bagaimana membentuk
keharmonisasi hukum jelas merupakan suatu masalah yang kompleks dan sangat berpengaruh
pada efektifitas hukum. Hukum adat sebagai salah satu wujud pluralisme hukum dalam
memberikan sejumlah catatan penting dalam kehidupan hukum di Indonesia, permasalahan
lebih kompleks dibanding negara-negara lain. Ini terutama karena banyak ragamnya
komunitas masyarakat adat dengan hukum adatnya masing-masing. Kalau pun hukum-hukum
adat itu akan diakamodir dalam hukum nasional. Selain keberlakuannya sangat terbatas pada
teritorial masyarakat adat itu sendiri. Dalam hubungan itu tidaklah menjadikan hukum adat
sebagai hukum tidak memiliki nilai. Eksistensi hukum adat disamping hukum-hukum lainnya
akan tampak sangat penting apabila hukum dipahami dalam pengertian yang lebih luas, yaitu
sebagai proses pengendalian sosial yang didasarkan pada prinsip resiprositas dan publisitas
yang secara empiris berlangsung dalam kehidupan masyarakat, maka semua bentuk
masyarakat. betapapun sederhananya memiliki hukum dalam bentuk mekanisme-mekanisme
yang diciptakan untuk menjaga keteraturan sosial atau sebagai sarana pengendalian sosial.
Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional Indonesia selamai ini pada dasarnya terbentuk
atau dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem hukum barat, hukum adat dan
sistem hukum islam, yang masing-masing menjadi subsistem hukum dalam sistem hukum
Indonesia. Apabila sistem hukum Barat merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang
selama 350 tahun menjajah Indonesia dan sangat berpengaruh pada sistem hukum nasional
Indonesia. Sementara Sistem Hukum Adat bersendikan atas dasar- dasar alam pikiran bangsa
Indonesia, dan untuk dapat menyadari akan sistem hukum adat orang harus menyelami dasar-
dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya, bahwa hukum adat sangat penting dalam suatu masyarakat pluralistik dan
dengan memberikan pengertian hukum yang luas. Dalam hubungan ini apa sebenarnya
hukum adat itu tentulah harus dibedakan dengan tradisi. Dalam konteks ini Bohannan
mengemukakan, bahwa pengertian hukum harus dibedakan dengan tradisi (tradition) atau
kebiasaan (custom), atau lebih spesifik norma hukum mempunyai pengertian yang berbeda
dengan kebiasaan. Norma hukum adalah peraturan hukum yang mencerminkan tingkah laku
yang seharusnya (ought) dilakukan dalam hubungan antar individu. Sedangkan, kebiasaan
merupakan seperangkat norma yang diwujudkan dalam tingkah laku dan berlangsung dalam
kurun waktu yang lama. Kadangkala kebiasaan bisa sama dan sesuai dengan peraturan-
peraturan hukum, tetapi kebiasaan bisa juga bertentangan dengan norma-norma hukum. Ini
berarti, peraturan hukum dan kebiasaan adalah dua institusi yang sama-sama terwujud dalam
bentuk norma-norma yang mengatur perilaku masyarakat dalam hubungan antar individu,
dan juga sama-sama berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial dalam kehidupan
masyarakat (1967:45). Sementara itu Pospisil (1967:25-41;1971:-95) menyatakan, bahwa
hukum pada dasarnya adalah suatu aktivitas kebudayaan yang mempunyai fungsi sebagai alat
untuk menjaga keteraturan sosial atau sebagai sarana pengendalian sosial (social control)

9
dalam masyarakat. Karena itu, untuk membedakan peraturan hukum dengan norma-norma
lain, yang sama-sama mempunyai fungsi sebagai sarana pengendalian sosial dalam
masyarakat, maka peraturan hukum dicirikan mempunyai 4 atribut hukum (attributes of law),
yang salah satunya disebut dengan Atribut Otoritas (Attribute of Authority ), yaitu peraturan
hukum adalah keputusan-keputusan dari pemegang otoritas untuk menyelesaikan sengketa
atau ketegangan sosial dalam masyarakat, karena adanya ancaman terhadap keselamatan
warga masyarakat, keselamatan pemegang otoritas, atau ancaman terhadap kepentingan
umum. Dalam konteks hukum adat di Indonesia, konsep hukum yang semata-mata
berdasarkan pada atribut otoritas seperti dimaksud di atas diperkenalkan oleh Ter Haar,
dikenal sebagai teori Keputusan (Beslissingenleer), yang pada pokoknya menyatakan bahwa
hukum didefinisikan sebagai keputusan-keputusan kepala adat terhadap kasus-kasus sengketa
dan peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan dengan sengketa (Nyoma Nurjaya, 30/7/11:4).
Apa yang dikemukakan di atas, tidaklah dimaksudkan untuk menyatakan hukum adat sebagai
hukum yang sempit, tetapi dalam suatu masyarakat yang pluralistik, untuk mewujudkan suatu
efektiftas hukum adalah bukan pekerjaan mudah. Hukum nasional, tidak selamanya akan
efektif ketika berhadapan dengan suatu lingkungan masyarakat adat yang masih memegang
teguh hukum adatnya, sekalipun bertentangan dengan hukum negara. Karena itu adakalanya
hukum adat lebih efektif mewujudkan pencapaian pembangunan sosial- budaya, ekonomi,
politik dan pemerintahan dibanding hukum nasional. Oleh sebab itu, pemberlakuan
sentralisme hukum dalam suatu komunitas masyarakat yang memiliki kemajemukan sosial
dan budaya hanya merupakan sebuah kemustahilan. Pluralisme hukum merupakan suatu
keadaan yang tidak bisa ditolak di Indonesia oleh siapapun juga, termasuk oleh pemerintah
yang berkuasa. Sebaliknya konstitusi justru memberikan jaminan akan adanya keberagaman
hukum itu di Indonesia dan memberikan pengakuan konstitusional terhadap hak asasi
masyarakat adat. Sejak Indonesia berdiri sebagai negara berdaulat, hukum adat menempati
perannya sendiri dan dalam perkembangannya, hukum adat justru mendapat tempat khusus
dalam pembangunan hukum nasional. Dalam beberapa tahun belakangan dalam pembentukan
hukum negarapun , kebiasaan-kebiasaan (sering disebut kearifan local) yang hidup dalam
masyarakat menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pembentukan hukum negara,
baik pada pembentukan undang-undang maupun dalam pembentukan peraturan daerah.
sejumlah catatan penting dalam kehidupan hukum di Indonesia pluralisme dalam perspektif
hukum adat lebih menunjukkan persoalan, permasalahan lebih kompleks dibandingkan
dengan negara lain, untuk itu menarik untuk diungkapkan teori hukum sebagai suatu sistem
(the legal system) yang diintruksi friedman seperti berikut:
1. Hukum sebagai suatu sistem pada pokoknya mempunyai 3 elemen, yaitu (a) struktur
sistem hukum(strukture of legal system) yang terdiri dari lembaga pembuat undang-undang
(legislatif), institusi pengadilan dengan strukturnya, lembaga kejaksaan dengan strukturnya,
badan kepolisian negara, yang berfungsi sebagai aparat penegak hukum; (b) substansi sistem
hukum (substance of legal system) yang berupa norma-norma hukum, peraturan-peraturan
hukum, termasuk pola-pola perilaku masyarakat yang berada dibalik sistem hukum; dan (c)
budaya hukum masyarakat (legal culture) seperti nilai-nilai, ide-ide, harapan,harapan dan
kepercayaan-kepercayaan yang terwujud dalam perlaku masyarakat dalam mepersepsikan
hukum

10
2. Setiap masyarakat memiliki struktur dan substansi hukum sendiri. Yang menentukan
apakah substansi dan struktur hukum tersebut ditaati atau sebaliknya juga dilanggar adalah
sikap dan perilaku sosial masyarakatnya, dan karena itu untuk memahami apakah hukum itu
menjadi efektif atau tidak sangat tergantung pada kebiasaan-kebiasaan (customs), kultur
(culture), tradisi-tradisi (traditions), dan norma- norma informal (informal norms) yang
diciptakan dan dioperasionalkan dalam masyarakat yang bersangkutan (1984:5-7).
Dalam konteks Indonesia, hukum adat sesungguhnya adalah sistem hukum rakyat (folk law)
khas Indonesia sebagai pengejawantahan dari the living law yang tumbuh dan berkembang
berdampingan (co-existance) dengan sistem hukum lainnya yang hidup dalam negara
Indonesia. Walau pun disadari hukum negara cenderung mendominasi dan pada keadaan
tertentu terjadi juga, hukum negara menggusur, mengabaikan, atau memarjinalisasi eksistensi
hak-hak masyarakat lokal dan sistem hukum rakyat (adat) pada tatanan implementasi dan
penegakan hukum negara. Dengan memahami beberapa hal di atas dan dengan ada kebijakan
dalam pembentukan undang-undang di Indonesia yang harus memperhatikan kearifan lokal,
maka hal itu membuktikan sistem hukum adat akan berkembang dengan baik berdampingan
dengan sistem hukum lainnya. Sebenarnya dalam masyarakat adat di Indonesia tidak dikenal
istilah “hukum adat” dan masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau kebiasaan. Istilah
“hukum adat” dikemukakan pertama kali oleh Cristian Snouck Hurgronye dalam bukunya
yang berjudul “De Acheers” (orang-orang aceh), yang kemudian diikuti oleh Cornelis van
Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul “Het Adat Recht van Nederland Indie”.
Pemerintah kolonial Belanda kemudian mepergunakan istilah hukum adat secara resmi pada
akhir tahun 1929 dalam peraturan perundangan-undangan Belanda. Untuk melakukan kajian
terhadap masa depan hukum adat di Indonesia pasca reformasi, maka ada baiknya kita review
kembali apa yang dimaksud dengan hukum adat itu. Menurut B. Terhaar Bzn, hukum adat
adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala
adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Dalam konteks ini Terhaar terkenal
dengan teori “keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah
merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa hukum terhadap si pelanggar
peraturan adat-istiadat.
Bahkan, keberadaan hukum adat makin kuat dengan adanya deklarasi PBB tentang hak-hak
masyarakat adat yang antara lain menyatakan: mengakui dan menegaskan kembali bahwa
warga negara masyarakat adat diakui, tanpa perbedaan, dalam semua hak-hak asasi manusia
yang diakui dalam hukum internasional, dan bahwa masyarakat adat memiliki hak-hak
kolektif yang sangat diperlukan dalam kehidupan dan keberadaan mereka dan pembangunan
yang utuh sebagai kelompok masyarakat. Masyarakat adat mempunyai hak untuk menjaga
dan memperkuat ciri-ciri mereka yang berbeda dibidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan
institusi- institusi budaya, seraya tetap mempertahankan hak mereka untuk berpartisipasi
secara penuh, jika mereka menghendaki, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan
budaya Negara. Oleh sebab itu, dalam upaya melakukan reformasi hukum di Indonesia, tentu
janganlah dilupakan terutama berkaitan dengan menentuparadigma pembaharuan konsepsi
pembangunan hukum ada nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat adat yang diakui secara
konstitusional dan dalam deklarasi PBB.

11
Deklarasi PBB tersebut tidak terlepas dari adanya indikasi, bahwa dibagian dunia banyak
masyarakat hukum adat ini tidak dapat menikmati hak-hak asasi mereka sederajat dengan
penduduk lainnya di negara tempat mereka tinggal, dan bahwa undang-undang, nilai-nilai,
adat-istiadat, dan sudut pandang mereka sering kali telah terkikis. Dalam konvensi
masyarakat hukum adat 1989 itu dinyatakan pula, bahwa masyarakat hukum adat di negara-
negara merdeka yang dianggap sebagai pribumi karena mereka adalah keturunan dari
penduduk yang mendiami negara yang bersangkutan, atau berdasarkan wilayah geografis
tempat negara yang bersangkutan berada pada waktu penaklukan atau penjajahan atau
penetapan batas-batas negara saat ini dan yang tanpa memandang status hukum mereka tetap
mempertahankan beberapa atau institusi sosial, ekonomi, budaya dan politik mereka
sendiri.Artinya, dimasa depan eksistensi hukum adat tidak hanya menjadi perhatian
pembangunan hukum nasional, tetapi sekaligus akan menjadi pertimbangan-pertimbangan
dalam pergaulan dunia internasional.
Karena itu di dalam pembangunan hukum nasional, pemerintah harus memberikan tempat
kepada tumbuh dan berkembangnya hukum adat yang baik. Dengan deklarasi masyarakat
hukum adat 1989 itu, sesungguhnya menjadi dasar bagi suatu negara, termasuk Indonesia
dalam menekan penetrasi internasional, pada saat mana hukum nasional berkemungkinan
tidak mampu melawan kuatnya tekanan dunia internasional. Bahkan konvensi masyarakat
hukum adat itu menegaskan, pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyusun,
dengan partisipasi dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan, aksi yang terkoordinasi
dan sistematis untuk melindungi hak-hak dari masyarakat hukum adat ini dan untuk
menjamin dihormatinya keutuhan mereka.
Bagaimana kesepakatan-kesepakatan yang ditetapkan dalam UUD 1945 dan penegasan
dalam konvensi masyarakat hukum adat 1989 itu terimplementasikan di Indonesia, pada satu
sisi selama ini hanya terlihat dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan belum ada
suatu ketentuan yang mengharuskan adanya kesadaran untuk memperhatikan hak-hak
masyarakat hukum adat dalam setiap kali terjadi pembentukan peraturan perundang-
undangan, bahkan keika pembaharunan hukum di Indonesia masih merupakan sub-sistem
dari pembangunan politik, yang dirasakan hukum cenderung sebagai alat kekuasaan.
Berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan setidaknya memberikan jaminan akan terpeliharanya nilai-nilai yang
terdapat dalam masyarakat hukum adat atau terpelihara hukum adat Indonesia. Dalam
hubungan ini, selain dalam pembentukan hukum nasional diintrodisirnya sejumlah asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undang jelas akan mempengaruhi pembentukan hukum di
Indonesia di masa datang., termasuk dampaknya terhadap hukum adat. Pembentukan undang-
undang sebagai salah satu bagian dari sistem hukum, yang berdasarkan UU No. 10 Tahun
2004, maka materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung beberapa asas yang
antara lain adalah asas bhineka tunggal ika. Asas materi muatan peraturan undang-undang ini,
mengandung makna yang luas, dan sekaligus mengisaratkan masyarakat Indonesia yang
pluralistik. Asas Bhineka Tunggal Ika tersebut integral dengan asas hukum adat dapat
dilaksanakan, dimana setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektifitas peraturan perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat,
baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. Dalam konteks ini bisa dipahami, hukum
negara bisa jadi tidak efektif apabila pembentukkannya mengabaikan keberadaan hukum adat
suatu masyarakat.

12
Dilain pihak, sebagai konsekuensi dari penyelenggaraan Otonomi Daerah, maka daerah
dapatmengakomodir hukum-hukum adat yang terdapat dalam wilayah teritorialnya dalam
peraturan daerah. Setidak- tidaknya peraturan daerah memberi legitimasi tentang keberlakuan
hukum adat dalam wilayah teritorialnya baik untuk sebagian maupun seluruhnya. Bahkan
pada tingkat pemerintanhan yang lebih kecil lagi seperti pemerintahan Nagari di Sumatera
Barat, pemeritahan Nagari dapat menuangkan hukum adatnya yang tidak tertulis kedalam
bentuk tertulis melalui Peraturan Nagari. Peraturan perundang-undang nasional yang
mengakomodasi hukum adat, atau peraturan perundang-undang ditingkat daerah maupun
pemerintahan paling bawah sangatlah terbuka dan akomodatif bagi perkembangan dan
pertumbuhan hukum adat dan tidak tertutup kemungkinan hukum adat yang biasanya tidak
tertulis akan berkembang secara perlahan-lahan secara tertulis.

C.Peran masyarakat hukum adat dalam menjaga pelestarian lingkungan


Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa sumber daya alam dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, seperti yang tercantum dalam Pasal 33, yakni
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kemakmuran tidak bisa dijadikan
tolak ukur keberhasilan pelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Dikarenakan kemakmuran
yang belum terjadi dan kerusakan lingkungan terus menerus mengalamai degradasi.
Keinginan negeri ini untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat jangan
sampai hanya menjadi suatu mimpi yang bahkan sangat sulit untuk terealisasi. Untuk itu
dibutuhkan aturan hukum yang dapat memastikan kelestarian lingkungan hidup. Menurut
Peter Mahmud Marzuki aturan-aturan hukum pada dasarnya harus memberikan landasan bagi
pembangunan masyarakat yang benar-benar berkesinambungan dan hukum harus dijadikan
sebagai sarana pembaharuan,serta dibentuk untuk mempertahankan bentuk masyarakat dalam
tatanan yang baik, dengan tujuan akhir adalah kesejahteraan masyarakat. Menurut pendapat
Jeremy Bentham sehubungan dengan aturan hukum bahwa dapat digambarkan hukum itu
dibentuk untuk menciptakan kebahagiaan terbesar bagi banyak orang. Artinya sudah saatnya
lingkungan hidup tidak lagi dibebani dengan target pemasukan ekonomi, melainkan lebih
fokus kepada perlindungan serta memberikan pendidikan terhadap masyarakat, hal ini jelas
akan memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat, kegiatan harus di lakukan secara
terus menerus, agar menjadi sebuah kebiasaan yang dapat ditaati dan digunakan. Negara
menguasai sumber daya alam bukan berarti negara memiliki melainkan negara dapat
mengatur dan mengurus sumber daya alam, menetapkan status wilayah sumber daya alam,
mengatur dan menetapkan hubungan hukum atas sumber daya alam. hak menguasai negara
harus ditujukan untuk kesejahteraan bangsa dengan tetap memerhatikan dan menghargai hak
masyarakat hukum adat setempat. Rusaknya hubungan masyarakat adat dengan lingkungan
sudah dimulai sejak zaman Belanda yang menerapkan hukum agraria (domein verklaring)
oleh Belanda tahun 1870 yang mana dalam aturannya berbunyi bahwa seluruh lahan yang
tidak bisa dibuktikan pemilihannya secara legal formal, oleh individual ataupun komunal,
otomatis menjadi milik negara itulah awal mulanya hak-hak terhadap hutan dan lingkungan
hidup mulai hilang dari penduduk asli setempat. Saat ini negara harus menjamin bahwa
peraturan perundang-undangan yang di terapkan tidak menimbulkan perubahan prilaku
menyimpang terhadap masyarakat, artinya bahwa pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan

13
dampak antar generasi, denganpemanfaatan yang bijak, perlindungan yang efektif serta
pencegahan terhadap dampak yang akan muncul dikemudian hari, hal ini dipandang perlu
karena masyarakat tidak boleh menjadi pihak yang dirugikan dalam pemanfaatan lingkungan
hidup, terlepas dari hal itu masyarakat adat harus dioptimalkan kembali. Masyarakat hukum
adat harus dihidupkan Kembali sebagai instrument penting pintu pertama penjaga lingkungan
hidup di suatu wilayah. Karena hukum adat yang tidak lagi dapat dipertahankan akan senyap
dengan berjalannya waktu, sesuai dengan sifat hukum adat yang fleksibel dan dinamis (tidak
statis). Masyarakat adat dengan persekutuan hukumnya merupakan pengelolaan wilayah
kehutanan yang paling handal dan dapat dipercaya, oleh karena itu apabila lingkungan hidup
di Indonesia ingin tetap dapat dimanfaatkan dan sekaligus melestarikan, maka penguasa dan
pengusaha harus memberi kepercayaan serta melibatkan masyarakat adat dalam pengelolaan
dan pemanfaatan. Salah satu contoh adalah pelestarian sumber daya laut di Papua dan
Maluku dilakukan memiliki oleh masyarakat dengan mengadakan jeda pelarangan
penangkapan ikan selama kurang lebih 5 bulan. Masyarakat hukum adat harus dioptimalkan,
baik sebagai pengelola, pelindung, dan penegak, karena sebelum adanya negara ini
masyarakat hukum adat tradisi dan cara mereka tersendiriuntuk hidup berdampingan dengan
alam. Alam fikiran masyarakat adat di Indonesia bersifat kosmis (participerend kosmisch),
artinya seluruh kehidupan ini sebagai satu kesatuan (totaliter), manusia merupakan bagian
dari alam yang tidak dapat saling dipisahkan, manusia sebagai makhluk hidup tidak dapat
dipisahkan dari makhluk hidup dan makhluk lainnya yang ada di dunia maupun yang ada di
alam gaib. Participerend kosmisch pada prinsipnya merupakan cara berfikir, cara pandang
masyarakat adat yang menghendaki adanya harmonisasi hubungan antara manusia,
masyarakat dengan lingkungan fisik dan non fisik yang ada di sekitarnya. Participerend
kosmisch merupakan kearifan lokal yang mengajarkan bahwa manusia harus selalu
menghormati dan bersahabat dengan alam semesta ini, apabila manusia menghormati dan
bersahabat dengan alam maka alam akan bersahabat dan memberikan apa yang dibutuhkan
oleh umat manusia. Prinsip ini sesuai dengan asas hak dasar manusia atas lingkungan yang
baik dan sehat sebagaimana tertuang dalam Prinsip 1 Deklarasi Stockholm Tahun 1972 yang
kemudian diadopsi dalam Pasal 5 UULH Tahun 1982 Jo. Pasal 5 ayat (1) UULH Tahun 1997.
Ketentuan ini merupakan salah satu kaidah hukum lingkungan yang sangat mendasar, dan
seringkali dianggap sebagai bagian dari hak dasar atau hak asasi manusia atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Dengan demikian, Participerend kosmisch mencakup pula adanya
harmonisasi antara Hukum Adat sebagai hukum asli bangsa Indonesia yang tidak tertulis
dengan perundang-undangan positif yang bentuknya tertulis. UUPPLH sebagai payung
hukum (umbrella act) terhadap peraturan hukum sektoral lainnya, diharapkan dapat
memberikan jaminan dan kepastian atas peran masyarakat adat dalam lingkungan, dalam
peraturan perundang-undangan sektoral lainnya juga memuat [peran masyarakat adat,
terkhusus Undang- Undang Kehutanan, berikut adalah peraturan yang memuat peran maupun
hak masyarakat hukum adat terhadaplingkungan hidup.
a. Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 tentang Kehutanan, Pasal 67 ayat (1) menjelaskan
bahwa masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya berhak:
1) melakukan pemungutan hasilhutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat adat yang bersangkutan;

14
2) melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan undang-undang; dan
3) mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
b. Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Perkebunan, Pasal 12 ayat (1) dan (2)
menyatakan bahwa dalam hal tanah yang diperlukan untuk usaha perkebunan merupakan
tanah hak ulayat masyarakat hukum adat, pelaku usaha perkebunan harus melakukan
musyawarah dengan masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat untuk memperoleh
persetujuan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya. Musyawarah dengan masyarakat
hukum adat pemegang hak ulayat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Agraria, Pasal 3 menjelaskan bahwa
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat- masyarakat hukum
adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak
boleh bertentangan dengan undang- undang dan peraturan-peraturanlain yang lebih tinggi.
Dan didalampasal 5 menyatakan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang
angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan
perundangan lainnya,segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada
hukum agama.
d. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan, Pasal 67 menyatakan bahwa
untuk memperoleh izin pertambangan rakyat (IPR) sebagaimana pemohon wajib
menyampaikan surat permohonan kepada bupati/ walikota. Dan dalam penjelasan pasalnya
menjelaskan bahwa Surat permohonan sehagaimana dimaksud dalam ketentuan ini disertai
dengan meterai cukup dan dilampiri rekomendasi dari kepala desa/ lurah/ kepala adat
mengenai kebenaran riwayat pemohon untuk memperoleh prioritas dalam mendapatkan JPR.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum adat adalah salah satu hukum yang diakui di Indonesia di samping
keberlakuan hukum nasional, keberadaan hukum adat merupakan simbol
penghormatan terhadap masyarakat adat yang ada di Indonesia dan terhadap
keberagaman suku dan budaya. Budaya lokal sendiri adalah budaya yang khas dan
terdapat pada tiap suku dan merupakan warisan dari generasi ke generasi. Masyarakat
adat pada umumnya mengharapkan kelestarian budaya mereka, namun hal tersebut
tidak akan terwujud tanpa adanya pelestarian terhadap hukum adat mereka sendiri.
Hukum adat dapat menjadi identitas yang dimiliki oleh suatu masyarakat adat, suatu
masyarakat adat beserta budayanya dapat dikenali dan dihormati masyarakat lain
melalui hukum adat yang khas, maka dengan demikian budaya dari suatu masyarakat
adat dapat dilestarikan. Suatu pengakuan terhadap hukum adat yang menghasilkan ciri
khas pada suatu masyarakat adat tersebut pun dapat menjadi daya tarik bagi
wisatawan.Pada pelaksanaannya, hukum adat menemui berbagai tantangan dalam
melestarikan budaya lokal, perkembangan teknologi yang mengakibatkan hilangnya
kebiasaan masyarakat lokal dalam menegakkan hukum adat dan berakibat pada
tergerusnya budaya lokal. Pergeseran gaya hidup masyarakat juga mengakibatkan
hukum adat tidak dapat ditegakkan di era modern.
hukum adat di mana dalam Undang-Undang kekuasaan kehakiman, hakim diwajibkan
untuk
menggali nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat, hal demikian dapat diartikan
juga dalam
masyarakat adat. Dengan memperhatikan nilai-nilai tersebut, hukum adat dapat
berjalan
selama tidak bertentangan dengan hukum positif, dan dengan demikian pula
kebudayaan
lokal dapat dilestarikan sehingga membawa banyak manfaat bagi masyarakat adat.

B. Saran
Demikian atas makalah yang kamu buat. Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.Atas segala kekeliruan dalam perangkaian kata-kata yang kami tulis, kami
mohon maaf. Semoga makalah ini bermanfaat. Saran dan kritik yang membangun sangat
kami nantikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Gischa, S. (2023, Juni 7). Pengertian Peran Menurut Ahli. Retrieved from
Kompas.com:https://www.kompas.com/skola/read/2023/06/07/120000669/pengertian-peran-
menurut-ahli?page=all
Fai. (2021, november 16). apa itu hukum adat. Retrieved from
umsu.ac.id:https://umsu.ac.id/apa-itu-hukum-adat/
Mutiasari, K. A. (2022, maret 29). pengertian hukum adat, ciri-ciri dan tujuannya.
Retrievedfrom news.detik.com: https://news.detik.com/berita/d-6006278/pengertian-hukum-
adat-ciri-ciri-dan-tujuannya
Fallahnda, B. (2021, april 20 ). mengenal budaya lokal : konsep dan ciri-cirinya. Retrieved
from tirto.id: https://tirto.id/mengenal-budaya-lokal-konsep-dan-ciri-cirinya-gc6P
Putri, R. A. (2023, mei 14). pengertian konsep dan ciri-ciri budaya lokal atau kearifan
lokalmenurut para ahli . Retrieved from
materiedukasi.id:https://www.materiedukasi.id/2023/05/pengertian-konsep-dan-ciri-ciri-
budaya-
-----------, 2007. Reorientasi Paradigma Pembangunan Hukum Negara dalam Masyarakat
Multicultural:
Perspektif Antropologi Hukum, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Ilmu Hukum
padaFakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.
Satjipto Rahardjo, 1986. Hukum dan Masyarakat. Bandung Alumni..
-------------, 1986 .Ilmu Hukum, Alumni Bandung.
Ter Haar, 1999. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat (Beginselen en Stelsel van het Adat
Recht),diterjemahkan oleh Soebakti Poesporoto, cetakan ke 12, Penerbit Paramita. Jakarta,.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang – undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan perundang –
undangan.

17

Anda mungkin juga menyukai