Anda di halaman 1dari 11

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/23.2 (2023.1)

Nama Mahasiswa : Kinanti Arlayusi

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 049026125

Tanggal Lahir : 01 Februari 2003

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4110/PENGANTAR SOSIOLOGI

Kode/Nama Program Studi : 70/SOSIOLOGI

Kode/Nama UPBJJ : 21/JAKARTA

Hari/Tanggal UAS THE : RABU, 28 JUNI 2023

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS
TERBUKA

Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Kinanti Arlayusi


NIM : 049026125
Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4110/Pengantar Sosiologi
Fakultas : Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : Sosiologi
UPBJJ-UT : Jakarta

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Jakarta, 28 Juni 2023

Yang Membuat Pernyataan

Kinanti Arlayusi
LEMBAR JAWABAN

1. A) Bentuk sosialisasi yang saya alami dalam keluarga meliputi sosialisasi primer, yang terjadi melalui
interaksi dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya. Proses sosialisasi ini terjadi sejak saya lahir dan
terus berlangsung selama masa perkembangan saya. Dalam keluarga saya, saya diajarkan mengenai nilai-
nilai, norma-norma, dan perilaku yang dianggap penting dan diterima dalam lingkungan keluarga kami.

Proses sosialisasi di dalam keluarga terjadi melalui berbagai cara, Berikut adalah beberapa contoh bentuk
sosialisasi yang saya alami dan bagaimana proses sosialisasi tersebut terjadi:
 Pengajaran langsung: Orang tua saya secara langsung mengajarkan nilai-nilai, norma-norma,
dan perilaku yang dianggap penting dalam keluarga kami. Mereka memberikan petunjuk,
nasihat, dan penjelasan tentang bagaimana seharusnya berperilaku. Misalnya, mereka
mengajarkan saya untuk menghormati orang dewasa, berbicara sopan, dan mematuhi aturan
keluarga. Proses ini terjadi melalui komunikasi verbal antara saya dan orang tua, di mana
mereka memberikan penjelasan mengenai nilai-nilai dan memberikan contoh konkret tentang
cara menerapkannya.
 Model peran: Selain pengajaran langsung, saya juga belajar melalui contoh perilaku yang
ditunjukkan oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya. Saya mengamati bagaimana mereka
berinteraksi dengan orang lain, bagaimana mereka menyelesaikan konflik, dan bagaimana
mereka mempraktikkan nilai-nilai yang mereka ajarkan. Contoh ini menjadi contoh yang kuat dan
mempengaruhi cara saya berperilaku dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
 Norma sosial dalam interaksi sehari-hari: Interaksi sehari-hari dengan anggota keluarga juga
berperan dalam sosialisasi. Melalui interaksi ini, saya belajar tentang norma-norma sosial yang
berlaku dalam keluarga kami. Misalnya, saya belajar tentang pentingnya saling menghormati,
bekerja sama, dan saling mendukung. Interaksi ini memberikan kesempatan bagi saya untuk
memahami dan mempraktikkan norma-norma tersebut dalam konteks nyata.
 Pembentukan identitas keluarga: Sosialisasi di dalam keluarga juga melibatkan pembentukan
identitas keluarga. Saya diajarkan untuk memahami sejarah keluarga, tradisi keluarga, dan nilai-
nilai yang menjadi ciri khas keluarga kami. Ini membantu saya memahami bagaimana keluarga
kami memandang diri mereka sendiri dalam masyarakat dan memperkuat identitas dan ikatan
keluarga.

Proses sosialisasi dalam keluarga terjadi secara alami seiring dengan interaksi sehari-hari antara anggota
keluarga. Komunikasi, pengajaran langsung, contoh perilaku, dan identitas keluarga menjadi pilar-pilar
utama dalam membentuk nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku yang diterima dalam keluarga.

B) Konsep role taking dalam proses sosialisasi yang saya alami dalam keluarga memainkan peran
yang sangat penting. Role taking merujuk pada kemampuan individu untuk mengambil dan memahami
perspektif orang lain, serta mampu memainkan peran yang sesuai dengan konteks sosial.

Dalam keluarga, saya diajarkan untuk melakukan role taking melalui beberapa cara.
 Pertama, melalui pengamatan dan interaksi dengan anggota keluarga, saya belajar untuk
memahami dan menghargai perspektif orang lain. Misalnya, ketika ada perbedaan pendapat atau
konflik, saya diajarkan untuk mendengarkan sudut pandang orang lain, mencoba memahami
alasan mereka, dan berusaha mencapai pemahaman yang saling menguntungkan. Hal ini
membantu saya untuk mengembangkan sikap empati dan kemampuan bersikap terbuka terhadap
perspektif orang lain.
 Kedua, role taking juga terjadi ketika saya diminta untuk memainkan peran yang sesuai dengan
konteks sosial. Misalnya, sebagai anak, saya diajarkan untuk memainkan peran sebagai orang
yang patuh pada orang tua, menghormati orang dewasa, dan mematuhi aturan keluarga. Saya
belajar untuk memahami ekspektasi yang ada dalam keluarga dan mampu menyesuaikan perilaku
saya dengan peran yang diharapkan.

Selain itu, role taking juga terkait dengan kemampuan saya untuk memahami dan memainkan peran yang
berbeda dalam keluarga. Misalnya, sebagai saudara, saya belajar untuk memahami peran saya dalam
hubungan dengan saudara-saudara saya, baik sebagai pendukung, teman, atau pengaruh positif. Saya juga
diajarkan untuk memahami peran orang tua dan memberikan kontribusi dalam keluarga dengan cara yang
sesuai dengan peran saya sebagai anak.

Melalui praktik role taking ini, saya mengembangkan kemampuan untuk melihat dunia dari perspektif orang
lain, memahami pentingnya kerjasama, dan menghargai peran dan kontribusi setiap individu dalam
keluarga. Hal ini membantu saya untuk membangun keterampilan sosial yang penting dalam hubungan
interpersonal, serta memperluas pemahaman saya tentang nilai dan norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat luas.

2. A) Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antar kelompok dalam wacana di atas dapat mencakup:
 Diskriminasi dan Ketidaksetaraan: Tes rekrutmen yang tidak memenuhi asas kesetaraan dan mengandung
pertanyaan-pertanyaan yang tidak etis mencerminkan adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok
tertentu. Pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti status perkawinan, hasrat seksual, dan peran gender
dalam hubungan, dapat menghasilkan diskriminasi terhadap kelompok perempuan dan menciptakan
ketidaksetaraan dalam perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan dalam konteks rekrutmen pegawai.
 Seksisme: Tes rekrutmen yang mengandung pertanyaan-pertanyaan seksis menunjukkan adanya sikap
seksisme dalam hubungan antar kelompok terkait. Pertanyaan-pertanyaan ini membedakan perlakuan
berdasarkan jenis kelamin dan merendahkan nilai dan kapabilitas perempuan. Hal ini menciptakan
ketegangan antara kelompok yang mengadakan tes rekrutmen dan kelompok-kelompok perempuan yang
mengkritiknya.
 Bias Agama dan Rasisme: Tes rekrutmen yang mengandung bias agama dan rasisme menunjukkan adanya
pemilihan pertanyaan yang berorientasi agama atau memunculkan bias rasial. Faktor agama dan ras
memainkan peran dalam mempengaruhi hubungan antar kelompok. Hal ini menciptakan ketidakadilan
dan ketegangan antara kelompok yang melaksanakan tes rekrutmen dan kelompok-kelompok yang
merasa diskriminasi.
 Kritik dan Protes: Respon negatif dari kelompok Gerak Perempuan dan KOMPAKS terhadap tes rekrutmen
yang tidak etis mencerminkan ketidakpuasan dan protes terhadap praktik-praktik diskriminatif dalam
rekrutmen pegawai. Kritik ini menunjukkan keinginan untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan
menghilangkan diskriminasi dalam proses rekrutmen. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan antara
kelompok yang mengadakan tes rekrutmen dan kelompok-kelompok yang mengkritiknya.

Dalam keseluruhan, faktor-faktor seperti diskriminasi, seksisme, bias agama, dan rasisme mempengaruhi hubungan
antar kelompok dalam wacana tersebut. Kehadiran praktik-praktik yang tidak etis dalam proses rekrutmen
menciptakan ketegangan, ketidakadilan, dan protes dari kelompok-kelompok yang merasa terdiskriminasi.

B) Berdasarkan wacana di atas, terdapat hubungan antar kelompok yang dipengaruhi oleh faktor seksisme. Dalam hal
ini, kelompok yang terpengaruh adalah calon pegawai yang sedang mengikuti proses rekrutmen, yaitu pegawai yang
sedang mengikuti tes alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dari KPK. Kelompok ini terkena dampak negatif
dari adanya pertanyaan yang tidak etis dan seksis dalam tes rekrutmen.

Faktor seksisme dalam tes rekrutmen tersebut mencakup pertanyaan yang mengandung bias agama, bias rasisme,
dan diskriminatif. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup hal-hal pribadi seperti status perkawinan, hasrat
seksual, kesediaan menjadi istri kedua, dan apa saja yang dilakukan pegawai ketika menjalin hubungan. Pertanyaan
semacam ini tidak relevan dengan kemampuan atau kualifikasi kerja yang seharusnya menjadi fokus dalam proses
rekrutmen.

Dampak dari adanya pertanyaan-pertanyaan yang seksis dalam tes rekrutmen adalah terciptanya ketidaksetaraan dan
diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Dalam hal ini, kelompok yang terdampak adalah perempuan dan kelompok
minoritas yang mungkin menjadi sasaran pertanyaan-pertanyaan yang tidak etis tersebut. Sikap seksis yang tercermin
dalam pertanyaan-pertanyaan ini dapat mempengaruhi penilaian dan perlakuan terhadap calon pegawai yang
seharusnya didasarkan pada kualifikasi dan kompetensi.
Selain itu, faktor seksisme dalam proses rekrutmen juga menggambarkan ketidakadilan dan ketidakefisienan dalam
pengelolaan sumber daya manusia. Tes rekrutmen yang seksis dapat menyebabkan penolakan calon yang berkualitas
karena pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan, sehingga mengurangi kemungkinan merekrut tenaga kerja yang
kompeten. Hal ini dapat menghambat kemajuan organisasi dan mengurangi keberagaman serta inklusivitas di tempat
kerja.

Dalam konteks hubungan antar kelompok, faktor seksisme dalam tes rekrutmen tersebut juga dapat memperburuk
kesenjangan gender dan menguatkan stereotipe yang merugikan. Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang seksis,
perempuan dapat merasa tidak dihargai dan tidak setara dalam lingkungan kerja. Selain itu, pertanyaan yang
memunculkan bias agama dan rasisme dapat memperdalam ketidakadilan sosial dan memecah belah kelompok
berdasarkan perbedaan identitas.

Analisis ini menunjukkan bahwa faktor seksisme dalam tes rekrutmen dapat berdampak negatif pada hubungan antar
kelompok. Untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan, penting untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang
seksis dan memastikan proses rekrutmen didasarkan pada kualifikasi dan kompetensi yang relevan. Organisasi
pemerintah dan swasta perlu memperhatikan isu ini dengan serius untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif
dan menghormati hak asasi manusia.

3. A) Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan, posisi-posisi, dan interaksi antara individu-individu dalam
masyarakat. Struktur sosial mencakup berbagai elemen seperti kelompok-kelompok sosial, status dan peran, nilai dan
norma, serta proses sosial yang mengatur interaksi antara individu-individu tersebut. Struktur sosial memberikan
kerangka yang penting bagi organisasi sosial dan membentuk tatanan sosial di dalam masyarakat.

Contoh struktur sosial di lingkungan sekitar saya adalah struktur keluarga. Keluarga merupakan salah satu bentuk
kelompok sosial yang memiliki struktur yang jelas. Di dalam keluarga, terdapat hubungan-hubungan antara anggota
keluarga seperti hubungan antara orang tua dan anak, antara suami dan istri, dan antara saudara-saudara. Struktur
keluarga ini melibatkan status dan peran yang berbeda-beda bagi setiap anggota keluarga. Misalnya, orang tua
memiliki status dan peran sebagai pemimpin keluarga, sementara anak memiliki status dan peran sebagai anak yang
harus taat kepada orang tua. Selain itu, terdapat pula nilai dan norma yang mengatur interaksi di dalam keluarga,
seperti nilai kejujuran, rasa saling menghormati, dan norma-norma tentang tanggung jawab dalam keluarga.

Selain keluarga, contoh lain dari struktur sosial di lingkungan sekitar saya adalah struktur pendidikan. Di dalam
institusi pendidikan, terdapat struktur yang mengatur hubungan antara guru dan siswa, antara siswa satu dengan
siswa lainnya, serta antara siswa dan kurikulum yang ada. Terdapat perbedaan status dan peran antara guru dan
siswa, dimana guru memiliki peran sebagai pengajar dan pemimpin kelas, sedangkan siswa memiliki peran sebagai
penerima ilmu dan peserta didik. Struktur ini juga melibatkan proses sosial seperti interaksi dalam kelas, aturan-
aturan yang mengatur tata tertib sekolah, dan norma-norma akademik yang mengatur perilaku siswa di lingkungan
pendidikan.

B) Erich Goode, seorang sosiolog terkenal, menyumbangkan pemikiran yang relevan tentang struktur sosial. Salah
satu argumen pentingnya adalah bahwa struktur sosial membentuk batasan dan keteraturan dalam masyarakat,
mempengaruhi interaksi sosial, serta memberikan kerangka bagi individu dalam memahami diri dan posisinya dalam
kelompok sosial. Goode berpendapat bahwa struktur sosial menciptakan perbedaan status, peran, dan norma yang
memengaruhi perilaku individu dalam masyarakat.

Dalam lingkungan saya, contoh yang dapat diambil adalah struktur sosial dalam konteks pendidikan. Di sekolah atau
perguruan tinggi, terdapat hierarki status dan peran yang ditentukan oleh struktur sosial. Misalnya, ada perbedaan
status antara guru dan siswa, dengan guru memiliki peran sebagai pemberi pengetahuan dan siswa memiliki peran
sebagai penerima pengetahuan. Norma-norma sosial juga berlaku dalam lingkungan pendidikan, seperti etika
berbicara, disiplin, dan kerjasama antara siswa dan guru.

Struktur sosial juga memengaruhi interaksi antarindividu di lingkungan pendidikan. Contohnya, dalam kelompok
belajar, biasanya terbentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota yang memiliki minat atau kemampuan serupa.
Struktur sosial ini mempengaruhi cara individu berinteraksi dan membentuk hubungan dalam kelompok tersebut. Ada
interaksi yang lebih akrab dan intens antara individu dalam kelompok yang sering berinteraksi, sedangkan interaksi
dengan individu di kelompok lain mungkin lebih terbatas atau terjadi dalam konteks yang berbeda.

Pentingnya struktur sosial dalam lingkungan pendidikan juga tercermin dalam pengaturan kelas, dengan aturan-
aturan dan tugas-tugas yang mengikat. Misalnya, adanya jadwal pelajaran yang terstruktur, sistem penilaian, dan
peraturan sekolah yang berlaku. Semua ini membentuk kerangka struktural yang memberikan tatanan dan
keteraturan dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, melalui analisis Goode tentang struktur sosial, dapat dilihat bahwa dalam lingkungan pendidikan,
struktur sosial memainkan peran penting dalam membentuk tatanan sosial, mengatur interaksi, menentukan status
dan peran, serta memberikan kerangka normatif.

4. A) Menurut Gilin & Gilin, fenomena perubahan sosial di pedesaan dapat dijelaskan melalui beberapa
faktor. Pertama, faktor ekonomi dapat mempengaruhi perubahan dalam struktur sosial di pedesaan.
Misalnya, adanya perubahan dalam pola pembagian pekerjaan antara laki-laki dan perempuan.
Tradisionalnya, laki-laki cenderung terlibat dalam pekerjaan pertanian atau kerajinan tangan, sementara
perempuan lebih banyak terlibat dalam pekerjaan rumah tangga dan merawat anak-anak. Namun, dengan
perubahan ekonomi dan industrialisasi, terjadi pergeseran dalam pembagian pekerjaan di pedesaan.
Perempuan juga mulai terlibat dalam sektor-sektor ekonomi yang lebih luas, seperti industri atau jasa.

Selain itu, faktor budaya juga berperan dalam perubahan sosial di pedesaan. Penurunan praktik-praktik
keagamaan yang tradisional dapat terjadi karena adanya pengaruh budaya luar yang lebih modern.
Misalnya, akses yang lebih mudah terhadap teknologi informasi dan media massa dapat membawa
perubahan dalam nilai-nilai, keyakinan, dan praktik agama di pedesaan. Peningkatan minat terhadap
hiburan modern juga dapat mempengaruhi perubahan budaya di pedesaan, dengan menggeser preferensi
dan aktivitas budaya tradisional.

Selain faktor ekonomi dan budaya, faktor politik juga dapat memainkan peran dalam perubahan sosial di
pedesaan. Kebijakan pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur atau program pembangunan
pedesaan, dapat mempengaruhi perubahan dalam struktur dan kualitas kehidupan di pedesaan. Pemerintah
juga dapat mendorong modernisasi dan perubahan sosial melalui kebijakan-kebijakan tertentu.

B) Dalam konteks analisis perubahan sosial di pedesaan menggunakan teori Siklik oleh Arnold Toynbee,
kita dapat melihat bahwa teori ini menyoroti bahwa perubahan sosial tidak terjadi secara acak, tetapi
mengikuti pola siklik. Menurut Toynbee, peradaban mengalami siklus kebangkitan, pertumbuhan,
kemunduran, dan kematian.

Dalam konteks pedesaan, teori Siklik dapat digunakan untuk menganalisis perubahan sosial dalam jangka
panjang. Pedesaan mungkin mengalami kebangkitan saat masyarakat lokal berhasil mengembangkan
sumber daya alam mereka atau menemukan cara baru untuk meningkatkan produksi pertanian.
Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan infrastruktur dapat mengubah pola hidup dan struktur sosial di
pedesaan.

Namun, seiring waktu, faktor-faktor seperti urbanisasi, modernisasi, atau perubahan ekonomi dapat
menyebabkan kemunduran pedesaan. Perubahan dalam pola migrasi, penurunan kegiatan pertanian
tradisional, dan pergeseran nilai-nilai budaya dapat terjadi. Pedesaan mungkin kehilangan populasi,
pengaruh politik, dan kemandirian ekonomi, serta mengalami tantangan dalam mempertahankan tradisi dan
kehidupan komunitas yang kuat.

Namun, siklus ini tidak harus berakhir dengan kemunduran. Pedesaan juga dapat mengalami revitalisasi
atau renaissance dengan adanya dorongan dari masyarakat lokal, perubahan kebijakan pemerintah, atau
perubahan dalam paradigma pembangunan. Dalam fase kebangkitan baru, pedesaan dapat mencari cara
baru untuk menghidupkan kembali potensi ekonomi, budaya, dan sosial mereka.
Dengan menerapkan teori Siklik oleh Arnold Toynbee, kita dapat melihat perubahan sosial di pedesaan
sebagai bagian dari siklus yang melibatkan faktor-faktor ekonomi, budaya, dan politik. Hal ini membantu kita
untuk memahami bahwa perubahan sosial di pedesaan tidak statis, tetapi bergerak dalam pola siklik yang
dapat berdampak baik atau buruk tergantung pada berbagai faktor dan interaksi yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai